Anda di halaman 1dari 9

UNDANG-UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL

Disusun untuk memenuhi Tugas T2 Hukum Islam

Dosen Pengampu: Shinta Puspita Sari, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Muhammad Gading Setyadi 225010100111006

Stephanie Gabriella 225010101111004

Axelius Moses Ricky Silitonga 225010101111012

Elisa Indah Setyaningrum 225010101111028

Elisa Marcellino Mangihuttua 225010107111009

Kinanti Nurfadila 225010107111016

PROGRAM STUDI

SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang tidak hanya peduli mengenai hubungan manusia
dengan Sang Pencipta, tetapi juga peduli terhadap hubungan manusia dengan sesamanya,
dengan makhluk lain, serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam bentuk
kepedulian terhadap sesama manusia serta dengan manusia terhadap dirinya sendiri,
agama Islam telah mempertimbangkan serta memberikan petunjuk bagi manusia untuk
menjaga pola hidup yang sehat, salah satunya dengan mengelompokan produk-produk
halal dengan produk-produk haram.

Kehalalan suatu produk merupakan hal yang penting bagi umat Muslim. Tidak hanya
makanan dan minuman, obat-obatan serta produk lainnya juga diatur kehalalannya
menurut agama Islam. Selain itu, metode produksi produk tersebut juga menjadi
pertimbangan halal atau tidaknya produk itu. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus
memiliki sertifikasi halal sebagai penjamin kehalalan produk yang dihasilkan, tidak
hanya bahan pembuatnya, tetapi juga metode pembuatannya. Selain itu, sebagian besar
masyarakat Indonesia beragama Islam, maka jaminan produk halal menjadi penting untuk
memastikan kehalalan produk tersebut.

Di lain hal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berdampak pada
kehalalan suatu produk. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terjadi kerjasama yang terbuka antara perusahaan lokal dengan perusahaan asing.
Masyarakat Muslim khawatir apabila dalam melakukan kerjasama, produk yang
dihasilkan merupakan produk yang tidak sepenuhnya halal, mengingat bahwa tidak
semua negara mengharuskan perusahaannya memiliki sertifikasi halal. Hal-hal tersebut
menjadi perhatian serta mendorong pemerintah untuk menciptakan regulasi-regulasi
mengenai jaminan kehalalan suatu produk, agar masyarakat Muslim di Indonesia dapat
lebih mudah memilih serta membedakan produk halal dan haram.
2. Rumusan Masalah
a. Apa saja standar kehalalan atau ketidakhalalan suatu produk konsumsi menurut
Alquran?
b. Mengapa jaminan kehalalan produk itu penting?
c. Apa saja Undang-Undang yang mengatur mengenai jaminan produk halal?
d. Bagaimana prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk

3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui standar kehalalan atau ketidakhalalan suatu produk menurut Al-Qur’an.
b. Menjelaskan jaminan kehalalan suatu produk.
c. Menjabarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai jaminan produk halal.
d. Memaparkan prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Standarisasi Produk Halal Menurut Al-Qur’an

Islam merupakan agama yang Rahmatan lil ‘Alamin, dimana berarti keberadaan
islam di tengah umat mampu menghadirkan rasa kasih sayang dan mewujudkan
kedamaian dalam berbagai aspek. Oleh karenanya, tidak ada ketetapan Allah yang tidak
bermanfaat atau sia-sia. Dalam konteks ini, Allah mengharamkan konsumsi daging babi.
Terbukti secara ilmiah bahwa daging babi dapat mengandung cacing pita yang berbahaya
bagi tubuh. Di berbagai aspek lain pun Allah tegaskan banyak hal yang pada akhirnya
merujuk pada satu hal: kemaslahatan kita sebagai umat-Nya sendiri.

Sebagian firman Allah diperkuat dengan sabda Rasulullah yang menyatakan halal
dan haramnya makanan yang kita makan dapat berpengaruh kepada kualitas ibadah.
Halalnya suatu makanan dapat dipertimbangkan melalui dzatnya, jenis makanan yang
telah diperbolehkan agama, serta didapat dan diolah dengan cara yang benar sesuai
syariat. Berikut salah satu ayat yang membahas mengenai standar kehalalan suatu
makanan:

َّ ‫ّٰللا ِّب ٖه َو ْال ُم ْن َخنِّقَةُ َو ْال َم ْوقُ ْوذَة ُ َو ْال ُمت ََر ِّد َيةُ َوالنَّطِّ ْي َحةُ َو َما ٓ ا َ َك َل ال‬
‫سبُ ُع‬ ِّ ‫علَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوالدَّ ُم َولَ ْح ُم ْالخِّ ْن ِّزي ِّْر َو َما ٓ ا ُ ِّه َّل ِّلغَي ِّْر ه‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ُح ِّر َم‬
…‫ب َواَ ْن ت َ ْست َ ْق ِّس ُم ْوا بِّ ْاَّلَ ْز ََّل ِّْۗم ٰذ ِّل ُك ْم فِّس ْْۗق‬ ِّ ‫ص‬ ُ ُّ‫علَى الن‬ َ ‫ا ََِّّّل َما ذَ َّك ْيت ُ ْۗ ْم َو َما ذُبِّ َح‬

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan


(daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula)
mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu sesuatu perbuatan fasik. …”

Ayat di atas menjelaskan secara gamblang jenis makanan yang dilarang


dikonsumsi. Hakikat makanan halal sebenarnya merupakan makanan yang didapat dan
diolah dengan cara yang benar menurut agama, karena semua produk makanan halal
kecuali ada larangan dari Allah dan Rasulullah.
B. Alasan jaminan kehalalan produk itu penting

Jaminan kehalalan produk merupakan hal yang penting pada suatu produk.
Jaminan kehalalan produk dapat menjadi bukti yang sah bagi masyarakat bahwa produk
tersebut merupakan produk halal. Jaminan kehalalan suatu produk dianggap penting
mengingat agama Islam merupakan agama dengan populasi terbanyak kedua di dunia dan
terbanyak pertama di Indonesia.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK, kerjasama antarperusahaan menjadi lebih


mudah dilakukan, baik perusahaan lokal maupun asing. Masyarakat Muslim khawatir
apabila dalam melakukan kerjasama dengan perusahaan lain, produk yang dihasilkan
merupakan produk yang tidak sepenuhnya halal, mengingat bahwa tidak semua
perusahaan mengharuskan perusahaannya memiliki jaminan halal bagi produk yang
dihasilkannya. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa jaminan kehalalan suatu produk
itu penting.

C. UU Jaminan Produk Halal

Jaminan produk halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014


tentang Jaminan Produk Halal. Namun Undang Undang tersebut telah diubah dengan
adanya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dimana di dalam
pasal-pasal yang telah diubah ada menyisipkan pasal yang mewajibkan para pelaku usaha
mikro dan kecil untuk memiliki sertifikat halal bagi seluruh produk yang dihasilkan.

D. Prosedur Pemberian Sertifikasi Halal Suatu Produk

Prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk di Indonesia diatur oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia
pada tahun 2017. BPJPH bertanggung jawab untuk memberikan sertifikasi halal kepada
produk-produk yang memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
Prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk di Indonesia meliputi beberapa
tahapan yang harus dilalui oleh produsen atau pemilik merek dagang produk. Berikut
adalah urutan tahapan prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk :

1. Pendaftaran produk Produsen atau pemilik merek dagang produk harus


mendaftarkan produknya ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk
Halal (BPJPH) yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia. Pendaftaran
produk dilakukan secara online melalui sistem informasi halal yang
disediakan oleh BPJPH.

2. Verifikasi dokumen Setelah pendaftaran, BPJPH akan melakukan


verifikasi dokumen untuk memastikan bahwa produk tersebut
memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Verifikasi dokumen meliputi pengecekan dokumen
administrasi, formulir permohonan sertifikasi halal, dan dokumen
pendukung lainnya.

3. Audit halal Setelah dokumen diverifikasi, BPJPH akan melakukan audit


halal untuk memastikan bahwa produk tersebut diproduksi dengan
menggunakan bahan-bahan yang halal dan diproses dengan cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Audit halal dilakukan oleh
lembaga pemeriksa halal (LPH) yang telah disertifikasi oleh MUI.

4. Penerbitan sertifikat halal Setelah produk dinyatakan lulus audit halal,


BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal yang berlaku selama 4 tahun.
Sertifikat halal ini menunjukkan bahwa produk tersebut telah
memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh MUI dan dapat
dipasarkan di Indonesia.

Dalam proses pemberian sertifikasi halal, MUI memiliki peran penting sebagai
lembaga yang menetapkan standar kehalalan dan memberikan fatwa halal atas produk
yang diaudit oleh LPH. Produsen atau pemilik merek dagang produk juga harus
memastikan bahwa produknya memenuhi prinsip sertifikasi produk halal. Terdapat 3
prinsip sertifikasi halal produk yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
adalah sebagai berikut.

1. sertifikasi halal memastikan semua bahan yang digunakan dalam proses


produksi memenuhi persyaratan halal.

2. sertifikasi halal memastikan tidak adanya kontaminasi bahan haram/najis


terhadap produk, baik berasal dari peralatan produksi, pekerja, maupun
lingkungan produksi. Prinsip kedua ini penting untuk diperhatikan karena
dapat mempengaruhi kehalalan produk.

3. sertifikasi halal memastikan bahwa produk tersebut diproduksi dengan


menggunakan proses produksi yang halal. Selain itu, UU No.33 Tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan seluruh produk yang
beredar dan diperjualbelikan di Indonesia memiliki sertifikat halal.

Produk impor pun wajib mengantongi sertifikat halal jika ingin menjual dan
memasarkan produknya di Indonesia. Proses sertifikasi halal melibatkan tiga pihak,
yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Majelis Ulama Indonesia
(MUI), dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). BPJPH melaksanakan
penyelenggaraan jaminan produk halal, sedangkan LPH bertugas sebagai lembaga
pemeriksa halal. LPPOM MUI adalah salah satu LPH yang ada di Indonesia dan
terlibat dalam proses sertifikasi halal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Standar kehalalan suatu produk tidak mengandung unsur yang diharamkan baik dari
bahan baku maupun dari teknik pengolahannya, karena semua harus sesuai dengan syariat
Islam. Peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan produk halal terdapat pada
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal ini ditujukan
untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada konsumen muslim terhadap produk
makanan dan minuman yang tidak halal, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi
konsumen untuk mengkonsumsi produk makanan dan minuman, karena tidak ada
keraguan lagi bahwa produk tersebut terindikasi dari hal-hal yang diharamkan sesuai
syariat Islam. Kemudian, prosedur pemberian sertifikat halal pada suatu produk
bermanfaat untuk memastikan bahwa produk yang nantinya akan beredar dan
diperjualbelikan memenuhi prinsip sebagai produk yang halal.

B. Saran
1. Konsumen muslim harus cerdas membeli produk makanan dan minuman.
Konsumen harus teliti melihat logo halal pada kemasan, karena masih banyak
produk makanan dan minuman beredar di masyarakat belum berlogo halal MUI
atau logo Halal MUI diragukan kebenarannya. Jika konsumen masih ragu
kehalalan produk, cek pada website MUI produk yang sudah bersertifikat halal.
2. Diperlukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Produk
Jaminan Halal oleh lembaga pemerintah yang terkait kepada pelaku usaha dan
masyarakat, karena produk yang beredar dimasyarakat harus bersertifikat halal
dan produk yang tidak halal harus diberikan tanda tidak halal pada kemasan
produk, sehingga dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
lebih memberi jaminan Perlindungan dan kepastian hukum hak-hak konsumen
muslim terhadap produk yang halal.
DAFTAR PUSTAKA

Charity, M. L. (2017). Jaminan produk halal di Indonesia (Halal products guarantee in


Indonesia). Jurnal Legislasi Indonesia, 14(01), 99-108.

Syafrida, S. (2016). Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Memberi
Perlindungan Dan Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen Muslim. ADIL: Jurnal
Hukum, 7(2), 159-174.

Triyanto, W. A. (2017). Sertifikasi Jaminan Produk Halal Menurut Undang-Undang


Nomor 33 Tahun 2014 (Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen). Lex
Administratum, 5(1).

Anda mungkin juga menyukai