T2 - Kelompok 7 - UU PRODUK HALAL
T2 - Kelompok 7 - UU PRODUK HALAL
Disusun Oleh:
PROGRAM STUDI
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang tidak hanya peduli mengenai hubungan manusia
dengan Sang Pencipta, tetapi juga peduli terhadap hubungan manusia dengan sesamanya,
dengan makhluk lain, serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam bentuk
kepedulian terhadap sesama manusia serta dengan manusia terhadap dirinya sendiri,
agama Islam telah mempertimbangkan serta memberikan petunjuk bagi manusia untuk
menjaga pola hidup yang sehat, salah satunya dengan mengelompokan produk-produk
halal dengan produk-produk haram.
Kehalalan suatu produk merupakan hal yang penting bagi umat Muslim. Tidak hanya
makanan dan minuman, obat-obatan serta produk lainnya juga diatur kehalalannya
menurut agama Islam. Selain itu, metode produksi produk tersebut juga menjadi
pertimbangan halal atau tidaknya produk itu. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus
memiliki sertifikasi halal sebagai penjamin kehalalan produk yang dihasilkan, tidak
hanya bahan pembuatnya, tetapi juga metode pembuatannya. Selain itu, sebagian besar
masyarakat Indonesia beragama Islam, maka jaminan produk halal menjadi penting untuk
memastikan kehalalan produk tersebut.
Di lain hal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berdampak pada
kehalalan suatu produk. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terjadi kerjasama yang terbuka antara perusahaan lokal dengan perusahaan asing.
Masyarakat Muslim khawatir apabila dalam melakukan kerjasama, produk yang
dihasilkan merupakan produk yang tidak sepenuhnya halal, mengingat bahwa tidak
semua negara mengharuskan perusahaannya memiliki sertifikasi halal. Hal-hal tersebut
menjadi perhatian serta mendorong pemerintah untuk menciptakan regulasi-regulasi
mengenai jaminan kehalalan suatu produk, agar masyarakat Muslim di Indonesia dapat
lebih mudah memilih serta membedakan produk halal dan haram.
2. Rumusan Masalah
a. Apa saja standar kehalalan atau ketidakhalalan suatu produk konsumsi menurut
Alquran?
b. Mengapa jaminan kehalalan produk itu penting?
c. Apa saja Undang-Undang yang mengatur mengenai jaminan produk halal?
d. Bagaimana prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk
3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui standar kehalalan atau ketidakhalalan suatu produk menurut Al-Qur’an.
b. Menjelaskan jaminan kehalalan suatu produk.
c. Menjabarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai jaminan produk halal.
d. Memaparkan prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk.
BAB II
PEMBAHASAN
Islam merupakan agama yang Rahmatan lil ‘Alamin, dimana berarti keberadaan
islam di tengah umat mampu menghadirkan rasa kasih sayang dan mewujudkan
kedamaian dalam berbagai aspek. Oleh karenanya, tidak ada ketetapan Allah yang tidak
bermanfaat atau sia-sia. Dalam konteks ini, Allah mengharamkan konsumsi daging babi.
Terbukti secara ilmiah bahwa daging babi dapat mengandung cacing pita yang berbahaya
bagi tubuh. Di berbagai aspek lain pun Allah tegaskan banyak hal yang pada akhirnya
merujuk pada satu hal: kemaslahatan kita sebagai umat-Nya sendiri.
Sebagian firman Allah diperkuat dengan sabda Rasulullah yang menyatakan halal
dan haramnya makanan yang kita makan dapat berpengaruh kepada kualitas ibadah.
Halalnya suatu makanan dapat dipertimbangkan melalui dzatnya, jenis makanan yang
telah diperbolehkan agama, serta didapat dan diolah dengan cara yang benar sesuai
syariat. Berikut salah satu ayat yang membahas mengenai standar kehalalan suatu
makanan:
َّ ّٰللا ِّب ٖه َو ْال ُم ْن َخنِّقَةُ َو ْال َم ْوقُ ْوذَة ُ َو ْال ُمت ََر ِّد َيةُ َوالنَّطِّ ْي َحةُ َو َما ٓ ا َ َك َل ال
سبُ ُع ِّ علَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوالدَّ ُم َولَ ْح ُم ْالخِّ ْن ِّزي ِّْر َو َما ٓ ا ُ ِّه َّل ِّلغَي ِّْر ه
َ ت ْ ُح ِّر َم
…ب َواَ ْن ت َ ْست َ ْق ِّس ُم ْوا بِّ ْاَّلَ ْز ََّل ِّْۗم ٰذ ِّل ُك ْم فِّس ْْۗق ِّ ص ُ ُّعلَى الن َ ا ََِّّّل َما ذَ َّك ْيت ُ ْۗ ْم َو َما ذُبِّ َح
Jaminan kehalalan produk merupakan hal yang penting pada suatu produk.
Jaminan kehalalan produk dapat menjadi bukti yang sah bagi masyarakat bahwa produk
tersebut merupakan produk halal. Jaminan kehalalan suatu produk dianggap penting
mengingat agama Islam merupakan agama dengan populasi terbanyak kedua di dunia dan
terbanyak pertama di Indonesia.
Prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk di Indonesia diatur oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia
pada tahun 2017. BPJPH bertanggung jawab untuk memberikan sertifikasi halal kepada
produk-produk yang memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
Prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk di Indonesia meliputi beberapa
tahapan yang harus dilalui oleh produsen atau pemilik merek dagang produk. Berikut
adalah urutan tahapan prosedur pemberian sertifikasi halal suatu produk :
Dalam proses pemberian sertifikasi halal, MUI memiliki peran penting sebagai
lembaga yang menetapkan standar kehalalan dan memberikan fatwa halal atas produk
yang diaudit oleh LPH. Produsen atau pemilik merek dagang produk juga harus
memastikan bahwa produknya memenuhi prinsip sertifikasi produk halal. Terdapat 3
prinsip sertifikasi halal produk yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
adalah sebagai berikut.
Produk impor pun wajib mengantongi sertifikat halal jika ingin menjual dan
memasarkan produknya di Indonesia. Proses sertifikasi halal melibatkan tiga pihak,
yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Majelis Ulama Indonesia
(MUI), dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). BPJPH melaksanakan
penyelenggaraan jaminan produk halal, sedangkan LPH bertugas sebagai lembaga
pemeriksa halal. LPPOM MUI adalah salah satu LPH yang ada di Indonesia dan
terlibat dalam proses sertifikasi halal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Standar kehalalan suatu produk tidak mengandung unsur yang diharamkan baik dari
bahan baku maupun dari teknik pengolahannya, karena semua harus sesuai dengan syariat
Islam. Peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan produk halal terdapat pada
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal ini ditujukan
untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada konsumen muslim terhadap produk
makanan dan minuman yang tidak halal, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi
konsumen untuk mengkonsumsi produk makanan dan minuman, karena tidak ada
keraguan lagi bahwa produk tersebut terindikasi dari hal-hal yang diharamkan sesuai
syariat Islam. Kemudian, prosedur pemberian sertifikat halal pada suatu produk
bermanfaat untuk memastikan bahwa produk yang nantinya akan beredar dan
diperjualbelikan memenuhi prinsip sebagai produk yang halal.
B. Saran
1. Konsumen muslim harus cerdas membeli produk makanan dan minuman.
Konsumen harus teliti melihat logo halal pada kemasan, karena masih banyak
produk makanan dan minuman beredar di masyarakat belum berlogo halal MUI
atau logo Halal MUI diragukan kebenarannya. Jika konsumen masih ragu
kehalalan produk, cek pada website MUI produk yang sudah bersertifikat halal.
2. Diperlukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Produk
Jaminan Halal oleh lembaga pemerintah yang terkait kepada pelaku usaha dan
masyarakat, karena produk yang beredar dimasyarakat harus bersertifikat halal
dan produk yang tidak halal harus diberikan tanda tidak halal pada kemasan
produk, sehingga dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
lebih memberi jaminan Perlindungan dan kepastian hukum hak-hak konsumen
muslim terhadap produk yang halal.
DAFTAR PUSTAKA
Syafrida, S. (2016). Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Memberi
Perlindungan Dan Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen Muslim. ADIL: Jurnal
Hukum, 7(2), 159-174.