Bab Ii
Bab Ii
EDUKASI POLITIK
Pengertian Politik
Istilah politik berasal dari kata Yunani polis yang secara harafiah berarti
Negara kota (city state). Pada jaman Yunani kuno, politik berkisar pada urusan
dapat ditarik satu tema utama dari istilah politik yakni mengenai sistem
pemerintahan.
meluas. Para ahli membagi makna politik ke dalam dua dimensi, yakni politik
sebagai ilmu (political science) dan politik sebagai filsafat (political philosophy).
Namun walaupun kedua dimensi politik itu mempunyai pengertian yang berbeda,
tetapi pada dasarnya bagian-bagian tersebut tidak dapat dipisahkan karena sama-
sama berangkat dari sistem pemerintahan. Di sisi lain, politik sebagai filsafat
menyangkut alat kontrol dalam sebuah sistem pemerintahan yang mengacu pada
1
A. G. Pringgodo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kansius, 1977), hal. 896.
2
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus umum..., hal. 763.
persoalan fundamental, hakikat dan tujuan-tujuan ideal negara, fungsi yang benar
dari pemerintah, dan batas-batas kekuasaannya yang tidak hanya pada individu,
Budiarjo misalnya mengatakan bahwa politik sebagai ilmu merupakan ilmu yang
masih muda dan baru berkembang pada akhir abad ke 19. Tinjauan ini belum
dalam bentuk yang sistematis, pada beberapa pusat kebudayaan di Asia, seperti di
Proses yang tidak begitu jauh waktunya dari kemunculan pemikiran politik
di India dan cina, usaha yang lebih serius juga terjadi di Yunani, yakni sekitar
tahun 450 sM. Pemikiran awal yang masih terfokus pada pembahasan-
hukum. Perkembangan politik itu menjadi satu arus yang besar yang
3
David Melling, Jejak Langkah Pemikiran Plato, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002),
h. 163-164.
4
Joseph Losco dan Leonard Wiliams, Political theory: Kajian Klasik dan Kontemporer,
Vol. 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 19-22.
proses perkembangan pemikiran politik yang terjadi di Yunani itu dengan
sebagian besar Yunani berhasil di dalam pembangunan suatu sistem politik yang
yang pertama kali berhasil menerapkan pemikiran yang sistematis dan penelitian
perubahan yang selalu terbuka dalam semua waktu, kontribusi masyarakat Yahudi
yang bercampur baur dengan legenda, mitos, teologi dan hal lain yang serba non-
rasional ternyata mengalami pembiakan yang lebih sistematis dan rasional justru
5
George Sabine, Teori-teori Politik (Jakarta: Binacipta, 1977), h. 7.
6
William Ebenstein, Political Science, dalam Enclylopedia Americana, (New York:
Americana Corporation, 1972), h. 309.
di Yunani. Pemikiran-pemikiran Yunani kuno yang berpusat pada negara kota,
terutama di kota kecil Atena itu, tentu tidak berhenti dan sangat mungkin
perkembangan negara yang semakin besar dan kompleks, tetapi juga menyangkut
pengertian-pengertian dasarnya.7
Permasalahan yang dewasa ini cukup mengusik para filsuf politik ialah
politik harus menelusuri kembali sampai pada suatu hakikat kekuasaan, hukum,
lain tidak mempunyai tempat. Hanya satu hanya mungkin yaitu pemahaman
strategi liku-liku politik sebagai praksis sejarah. yang pemikirannya terletak pada
7
Ibid, h. 311.
8
Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal
yang dibawah sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat , kepercayaan, maupun segala
sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
didasarkan pada politik-rill, filsafat tidak mampu memberi petunjuk melawan arah
sejarah. Filsafat politik akan hanyut dalam sejarah. Lalu yang menjadi ukuran
sejarah adalah efektivitas, bukan refleksi kitris. Akhirnya, akan ditunjukan bahwa
bukan rakyat yang memerintah melalui Sang Pangeran (atau melalui Partai), tetapi
kelompok masyarakat yang paling terorganisir dan efektif (elite birokrasi, elit
Sistem Politik
Demokrasi
rakyat yang mengatur. Kewenangan di dalamnya akan berangkat dari bawah dan
bukan dari orang atau figur yang berada di atas. Meskipun di dalam prosesnya
rakyat secara menyeluruh tidak dapat mengatur secara langsung, rakyat dapat
Demokrasi akan menjadi suatu sistem yang membuka debat dan diskusi
hubungan yang sangat dekat dan tidak terpisahkan dengan demokrasi, dalam
9
S.E Finer, Comparative Government, (New York: Basic, 1971), h. 34.
10
Reo M. Christenson, Ideologis and Modern Politics, (New York: Harper dan Row
Publisher, 1981), h. 175.
sebagai jalan keluar yang sangat realistis dan beralasan, berhubung persetujuan di
dalam suatu kelompok atau masyarakat besar tidak selamanya mulus, mudah dan
namun dalam hal-hal yang paling fundamental dan tertentu, tiap orang harus
dan wewenang orang lain. Tiap manusia dilahirkan bebas dengan kekuatan,
kalangan anti demokrasi. Bahkan lebih jauh dari itu, mereka juga menyatakan
Aristokrasi
Aristokrasi (Yunani: aristos, berarti the best, terbaik; dan cratos yang
1400-1200 sM. Yang sangat berbasis pada militer dan pada masa Homeric tahun
1000-800 sM. Yang terdiri dari keturunan kelas pemilik tanah dapat masuk,
terutama yang kaya dapat masuk kedalamnya. Sparta di Yunani kuno merupakan
kecakapan yang berbeda dan keyakinan bahwa tidak semua orang dapat
memerintah. Berangkat dari pemahaman itu, proses yang terjadi pada suatu negara
tidak akan tergantung pada sistem, tetapi pada kecakapan, kejujuran, kapasitas
tentang kekayaan (wealth) seseorang sebagai sesuatu yang bernilai lebih dan
bermakna lain dari yang biasa. Alasan yang bernada apologis terhadap sistem
11
C.B. Macpherson, The Real World of Democrazy, (Oxford: Clarendon Press, 1966), h.
58.
12
Paul Shorey, Aristocracy, dalam Encyclopedia Americana, vol. 2, h. 285.
bertanggung jawab dibanding kelompok lain, karena merekalah yang lebih banyak
pembela aristokrasi yakin, bahwa semakin kaya akan semakin membuat orang
Aristoteles, seorang yang cukup kuat mendukung sistem aristokrasi, dengan yakin
maka yang muncul adalah oligarki. Oligarki (dari oligoi, berarti beberapa atau
kecakapan, itikad baik manusia dan faktor psikologis berupa kekayaan yang akan
membuatnya hati-hati, waspada, tidak korupsi lagi (karena sudah kaya) dan
bertangung jawab, sama sekali lupa pada kekuasaan yang cenderung korup (hal
yang sudah sangat terkenal dari Lord Acton: power tends to corrupt) dan hakikat
Pada tingkatan yang ideal, obsesi penganut aristokrasi sangat positif, sebab
muatan cita-cita mereka adanya seorang atau sekelompok kecil manusia yang
memiliki kecakapan, panggilan dan moralitas yang baik untuk memerinta. Dengan
13
Arsitoteles, The Politics, (trans: T.A. Sinclair), h. 25.
bermoral. Dalam tataran ideal ini, tidak seorang pun yang akan menolak kehendak
Monarki
Monarki (Yunani: monarchia, dari kata monos, artinya tunggal dan kata
aeche, artinya memerintah), merupakan sistem yang sangat tua dalam ketataan
melek huruf dan tradisi catatan sejarah belum di mulai. Karena itu, tradisi
pemerintahan monarki itu justru dipelajari dari mitologi dan cerita-cerita rakyat
pada berbagai bangsa di dunia. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada masyarakat
dipraktikkan.
Dalam bentuk monarki yang murni, pada diri seorang raja atau pengusaha,
dan karenanya ia sangat berkuasa mutlak (absolutist monarchy). Pada diri seorang
(raja), seluruh proses kehidupan masyarakat digantungkan. Karena itu, rakyat dan
supaya mereka memiliki raja yang bijaksana, adil, sehat dan menyejahterakan.
keturunan.
14
Ibid, h. 27
Dalam tradisi Yunani, penguasa tunggal monarki yang memerintah dengan
sah (legitimate) sangat dibedakan dengan penguasa tunggal yang tidak sah
(illegitimate). Bagi mereka penguasa yang tidak sah adalah diktator atau raja
yang lalim, penguasa yang mengatur kepentingannya semata dan sama sekali
dan tradisi monarki merupakan realitas yang sangat dekat dengan gereja. Bahkan
pada masa kepausan di abad ke-13. Hal itu tidak terlepas dari kekuasaan paus yan
sangat merasaksa, terutama pada masa Paus Gelasius I di abad ke-15 yang
mengeluarkan ajaran “dua pedang” (two swords) yang pada hakikatnya adalah
ambisi untuk membuat para penguasa tunduk kepada para imam. Dengan itu,
monarki. Reformasi yang dipelopori Martin Luther pada abad ke-16 langsung atau
tatanan politik di Eropa saat itu. Sistem monarki mengalami kehancuran ketika
revolusi Inggris pada tahun 1688 dan revolusi Perancis pada tahun 1789
Etika Politik
kritis terhadap moralitas anggota masyarakat dan moralitas yang terkandung pada
pada suatu masyarakat atau negara. Singkatnya, etika politik akan senantiasa
Cakupan etika politik itu juga perlu jelas. Merumuskan pembahasan etika politik
Perdebatan tentang ruang batas yang perlu dimasuki etika politik juga
tetap berlanjut, etika politik tidak dapat memasuki wilayah praktis. Etika politik,
atas landasan-landasan yang kuat). T.B. Simatupang, Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos,
(Jakarta: Suara Pembaruan dan Pustaka Sinar Harapan, 1991), h. 61.
17
Franz Magnis Suseno, Etika Politik, (Jakarta: Gramedia, 1991), h. 6.
Adanya perangkat-perangkat demokratis di dalam suatu negara, misalnya
lembaga dan perangkat nilai-nilai tersebut sama sekali tidak ada. Hal yang sama
akan menimpa proses dan upaya di bidang etika politik jika persoalan-persoalan
praktis ditinggalkan begitu saja. Singkatnya, etika politik, baik sebagai filsafat,
ilmu, moral dan norma-norma kehidupan, tidak akan bermakna sama sekali jika
saja dituduh sebagai milik para filsuf semata, melainkan juga ilmu yang telah
Persoalan Keadilan
right) merupakan basis dari suatu asosiasi politik dan hak itu dijadikan sebagai
kriteria untuk mengambil keputusan yang disebut adil. Hubungan negara dengan
keadilan sangat jelas durumuskan Konsepnya tentang keadilan itu tampak ideal,
itu tampak pada pembelaan terhadap sistem yang tetap mempertahankan adanya
perbudakan dengan segala pembatasan hak yang didasarkan pada kodrat alam.
18
J. Verkuyl: Etika Kristen, Ras, Bangsa, Gereja dan Negara, Jilid II/3, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1982), h. 71.
Namun, jika sudah dalam bentuk hukum, peningkatan kehidupan yang dialami
Persoalan Pluralitas
dalam suatu negara merupakan hal buruk. Kemajemukan adalah hakikat alamiah
yang tidak tertolak dan karena mesti dibuka ruang untuk pertumbuhannya secara
alamiah juga. Suatu negara yang secara progresif semakin mengarah pada
Persatuan atau kesatuan itu memang dapat dan cenderung mengarah pada
individu.20
19
Aristoteles, Politics, (London: Penguin Books), h. 25
20
Ibid, h. 128
Supremasi hukum di dalam suatu negara dapat dikatakan sangat
penyelenggaraan pemilihan oleh rakyat itu, Aspek lain yang memiliki bobot
atau masa kerja (tenure). Dengan tegas Aristoteles menyatakan bahwa setiap
Negara
terbagi ke dalam tiga bagian. Badan pertama disebut badan deliberative, yakni
aparatur negara. Badan kedua adalah executive yang terdiri dari aparatur negara
disebut judicial system, yakni lembaga peradilan yang berfungsi dalam penegakan
dan berbagai hal lain dari pemikiran Aristoteles, sangat jelas memiliki kesamaan
sosial politik. Namun, untuk menangkap inti dari makna dan pengaruh keagamaan
Tylor yaitu, penelitan yang lebih awal secara sistematis terhadap aspek dan
22
Jean Jacques Rousseau, The Social Contract, (London: Penguin Books, 1968), h. 59
pengaruh agama menunjukan indikasi pengaruh yang luas kepada jiwa dan
Meski belum tegas dan eksplisit, rumusan yang disampaikan Tylor, jika
merupakan makna luas terhadap segala kehidupan manusia, yang mau tidak mau
akan menunjuk pada peranan yang menentukan dalam kehidupan itu sendiri.
Harus dipahami, bahwa pengkajian yang dilakukan Tylor adalah pada culture
sphere, yakni suatu suasana atau keadaan yang terbentuk dari ciri-ciri yang satu
sama lain sangat erat berkaitan. Hal itu kemudian disusun dalam pola tertentu
seperti ritual yang terpusat pada perayaan ulang tahun, kepercayaan dan praktik-
praktik yang secara kolektif membentuk agama atau seperti regim politis modern,
merupakan persoalan yang masih berkelanjutan. Pada satu sisi, sebagian ahli
secara radikal.
cakupan yang luas. Gerakan ini tidak dapat direduksi pada suatu bidang dan
dan kebebasan merupakan ciri utama kenabian, gerakan ini tidak terikat pada
mengabdi hanya pada kepentingan penguasa sendiri. Hal itu tidak salah, sebab,
tidak perlu ada keberatan dan larangan pada dirinya untuk menjadi gerakan politik
revolusi istana atau kaum elite yang hanya merupakan pertukaran kulit dan baju
tanpa perubahan subtansi dan makna. Perubahan yang dilakukan kaum elite sering
kali tidak mampu menghapus racun korupsi dan taring penindasan dari dalam diri
teologis. Sebab, Tuhan sendiri menggerakan Israel yang menjadi budak di Mesir
untuk hengkang dari kekuasaan Firaun yang di dalam diri salomo yang jaya
bagian yang terdiri atas meyakini dan berperan aktiv dalam bidang politik serta
kecenderungan umum untuk menjauhkan diri dari dunia dan otomatis tidak mau
mencampuri urusan politik Dunia yang kotor atau politik yang kotor menjadi
alasan bagi orang-orang Kristen untuk menolak terlibat pada dunia politik. Aliran
monastisme dan mistisisme serta aliran yang melakukan gerakan politik atau aktif
27
R. C. Sproul, Now, That’s a God Question!, (Ilinois: Tyndale House Publisher, 1996), h.
556.
28
Walter Rauschenbush, Christianizing the Social Order, (New York: The Macmillan
Company), h.3.
Monastisme
memiliki pengaruh yang kuat dan meluas. Aliran ini tenggelam di dalam semangat
tengah-tengah proses yang berat dan pahit yang dialami pengikut atau saksi-saksi
Kristus.
memperoleh ruang yang cukup menentukan, aliran monastisme juga belum begitu
kuat pengaruhnya. Gerakan itu mulai mencuat justru pada saat orang-orang
Kristen telah cukup kuat dan menentukan dalam dunia politik. Hal yang membuat
pengaruh monastisme menguat adalah perilaku dan sikap orang Kristen yang
Tuhan.29
dari perkembangan dan perubahan yang timpang dalam tatanan kehidupan dunia,
sosial dan manusia. Bagi monastisme, gereja telah begitu duniawi dan
monastisme menyatakan reaksi yang keras. “Kota Dunia” itu tidak dapat lagi
ditemukan di dalam kesulitan sosial, budaya dan politik. Pilihan dan ketaatan pada
29
Choo L. Yeow, Theologi and Politik, Vol 1, (Singapore: Atsea, 1993), h. 191
Tuan yang satu adalah Kristus Tuhan, dengan sendirinya meniadakan atau
mengabaikan sama sekali otoritas yang lain, baik itu keluarga, oranisasi maupun
Mistisisme
lebih rapi tidak segera dilakukan. Formulasi ajaran dan prinsip-prisip mistisisme
juga tidak segera dilakukan dan baru tersusun jauh kemudian hari.31
hal yang dapat dilihat dengan kasat mata adalah sementara. Untuk mencapai cita-
cita tertinggi adalah menyatu dengan Tuhan, mereka harus melakukan pelepasan
sebagai pencapaian kasih rohani dan itu harus dengan syarat menanggalkan dari
Kaum mistisisme melihat figur Yesus secara keseluruhan dan utuh menuju
sorga atau Tuhan dan bukan menjadi pengikut Yesus yang berjuang di tengah-
tengah realitas dunia. Dunia sebagai arena pelayanan yang didalamnya politik
menjadi salah satu realitas yang menentukan tidak mungkin masuk dalam
30
Ibid, h. 192
31
Meister Eckhart, A Modern Translation, (New York: Harper dan Bros, 1941), h. 79
khazanah mistisisme. Aliran mistisisme tidak perduli pada korban-korban yang
Edukasi Politik
Anugerah Tuhan bagi setiap orang percaya untuk tetap konsisten pada imannya
dan lahir dari wawasan dunia Kristen yang dewasa. Proses edukasi merupakan
suatu elemen yang baik di mata Allah, sebab hal itu merupakan ekspresi dari natur
Allah. Proses edukasi yang jujur memberikan dampak positif dan kreatif dalam
Mentalitas edukasi politik adalah mentalitas yang rendah hati dan terbuka
berpikir dan bertindak politis yang seimbang oleh setiap individu, di mana
Kemuliaan Allah selalu menjadi tujuan utama yang didasarkan atas naungan
pedoman bagi berbagai bentuk kekuasaan di dunia yang didorong oleh dedikasi
yang tinggi dalam menjalankan tugas politis sehingga muncul keterbebanan dalam
32
DR. Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003),
h.63.
33
Robert P. Borrong, Etika Politik Kristen, (Sekolah Tinggi Teologi Jakarta 2006), h.2.
menolong orang lain yang mengalami kesusahan karena perasaan simpati dan
34
Ibid, h. 3.