Anda di halaman 1dari 25

TOPIK 6 AKSI NYATA (TUGAS 18)

Diajukan guna melengkapi tugas dalam Mata Kuliah Prinsip Pengajaran dan
Asesmen II

Disusun Oleh:
Ratih Fitriya Dewi (230211105801)
Asri Lutfiati (230211105782)
Nisa Ashfal Ashfia (230211105780)
Danu Fatkhur Rizal (230211105805)

PENDIDIKAN PROFESI GURU


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allhamdulillah kehadirat Allah Swt, atas rahmat, taufik dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporane yang berjudul
“Laporan Hasil Refleksi” dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat pemenuhan tugas Mata Kuliah Prinsip Pengajaran dan Asessmen yang
Efektif II pada Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Pendidikan Profesi Guru,
Universitas Jember. Penyususnan laporan ini tak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh sebab itu, disampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Rif’ati Dina Handayani, S.Pd., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
yang telah memberikan arahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran demi
terselesaikannya penilisan laporan ini;
2. Kedua orang tua yang senantiasa memotivasi, mendoakan, dan memberikan
dukungan penuh kepada penulis;
3. Semua pihak yang telah membantu dan memberkan dukungan dalam
penyusunan laporan ini.
Kritik dan saran diharapkan demi kesempurnaan laporan ini, semoga Allah
SWT memberikan balasan atas kebaikan pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan. Harapan besar agar laporan ini dapat bermanfaat.
Jember, 11 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
1.4 Objek Sasaran ........................................................................................... 2
BAB 2. KAJIAN TEORI ...................................................................................... 3
2.1 Gaya Belajar .............................................................................................. 3
2.2 Macam-Macam Gaya Belajar .................................................................. 4
2.3 Asesmen Diagnostik .................................................................................. 5
BAB 3. OUTPUT PRODUK................................................................................. 7
3.1 Identitas Profil Peserta Didik ................................................................... 7
3.2 Gaya Belajar .............................................................................................. 8
3.3 Hasil Asesmen yang Didesign ................................................................. 10
3.4 Ragam Karakterisktik Peserta Didik .....................................................11
3.5 Modul Ajar Sesuai Karakteristik Peserta Didik .................................. 13
3.6 Pengembangan Modul menggunakan Pendekatan CRT ..................... 13
3.7 Tips kepada Guru jika Menggunakan Pendekatan CRT dengan
Peserta Didik yang Memiliki Gaya Belajar Kinestetik dan Visual.... 20
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 21
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 21
4.2 Saran ......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22

ii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan belajar mengajar merupakan bagian penting bagi proses
pendidikan di sekolah. Salah satu keberhasilan pencapaian pendidikan diantaranya
tergantung pada kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran terdiri dari pendidik
dan peserta didik yang didalamnya melibatkan aspek intelektual, emosional, dan
prilaku yang menghasilkan suatu produk hasil belajar. Undang-Undang No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran supaya peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila peserta didik
menguasai kompetensi dasar dari materi pelajaran. Substansi kompetensi memuat
pengetahuan (knowladge), keterampilan (skill) dan pemahaman atau atittude.
Namun dalam kenyataannya tidak semua peserta didik mampu mencapai prestasi
belajar seperti yang diharapkan. Proses pembelajaran yang telah
diimplementasikan disekolah mitra yaitu SD Negeri Kepatihan, Banyuwangi
berjalan dengan baik dan mendapat hasil yang baik pula. Salah satunya kelas yang
digunakan untuk observasi, yaitu kelas IV. Dalam kelas tersebut peserta didik
memiliki gaya belajar yang beragam ada yang visual, audio, dan kinaestetik.
Hampir keseluruhan peserta didik asli dari Banyuwangi.
Dari hasil obser yang telah dilakukan maka kita sebagai pendidik hasrus
memfasilitasi proses pembelajaran dengan adil, dengan menggunakan alat peraga,
strategi model yang tepat untuk gaya belajar peserta didik agar, peserta didik lebih
mudah untuk memahami materi yang dijelaskan oleh pendidiknya. Dan juga
untuk latar belakang budaya peserta didik yang meyoritas berasal dari
Banyuwangi oleh sebab itu pendidik juga harus mengimplementasikan strategi
Cultural Reponsive Teaching (CRT) untuk mengenalkan kebudayaan-kebudayaan
yang ada dilingkungannya.
2

Menurut maulidi,S., & Jayanegara, R. W. (2020) Cultural Reponsive


Teaching (CRT) merupakan strategi atau pendekatan yang disusun untuk
memperhatikan keberagaman budaya dalam sebuah proses belajar mengajar.
Strategi Cultural Reponsive Teaching (CRT) memiliki tujuan untuk membentuk
lingkungan belajar yang saling toleransi atas keberagaman budaya serta dapat
meningkatkan akademis peserta didik.
Sebenarnya strategi pembelajaran Cultural Reponsive Teaching (CRT)
tidak hanya melulu untuk mengatasi keberagaman pada budaya akan tetapi juga
sosial, politik, dan ekonomi. Tujuan dari pengimplementasian strategi Cultural
Reponsive Teaching (CRT) berjuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang
inklunsif, sehingga keseluruhan peserta didik merasa dihargai dan memiliki
motivasi belajar yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam laporan ini, yakni:
1. Bagaimana hasil observasi profiling peserta didik?
2. Bagaimanakah hasil asessmen yang didesign?
3. Bagaimana RPP yang dibuat sesuai dengan karakteristik peserta didik?
4. Bagaimana output yang terjadi dilapangan?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam laporan ini, yakni:
1. Untuk mengetahui hasil observasi profiling peserta didik.
2. Untuk mengetahui hasil asessmen yang didesign.
3. Untuk mengetahui RPP yang dibuat sesuai dengan karakteristik peserta
didik.
4. Untuk mengetahui output yang terjadi dilapangan.

1.4 Objek Sasaran


Objek sasaran ini adalah peserta didik kelas IV di SD Negeri Kepatihan,
Banyuwangi.
3

BAB 2. KAJIAN TEORI

2.1 Gaya Belajar


Menurut DePorter & Herncki (2013) gaya belajar merupkan salah satu hal
yang dimiliki oleh setiap individu dalam menyerap, megatur dan megelola
informasi yang diterima. Gaya belajar ini merupakan salah satu faktor yang
mendukung keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada umunya
setiap individu memiliki 1 gaya belajar yang dilakukan sehingga tidak jarang
meyebabbkan perbedaan dalam meyerap indormasi. Oleh karena itu dalam
kegatan maupun proses pembelajaran dikelas guru harus membantu serta
megarahkan peserta didik dalam mengenali gaya belajarnya. Sehingga nantinya
guru dapat merancang dan menerapkan pembelajaran yang sesuai agar hasil
belajar peserta didik menjadi maksimal. Joko Susilo mengemukakan bahwa gaya
belajar (learningstyle) merupakan suatu proses gerak laku, penghayatan, serta
kecenderungan seorang pelajar mempelajari atau memperoleh sesuatu ilmu
dengan cara yang tersendiri. Gaya belajar yang sesuai adalah kunci untuk
megembangkan kemampuan dalam meyelesaikan soal ataupun pekerjaan di
sekolah.
Oleh karena itu dapat disumpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara
yang dipilih dan silakukan oelh peserta didik untuk mencari dan mendapatkan
suatu informasi maupun pegetahuan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini
setiap peserta didik ataupun individu memiliki gaya belajar yang berbeda-beda,
unik dan khas. Tidak ada gaya belajar yang kebih buruk ataupun lebih baik dari
yang lainnya tetapi tergantung bagaimana kita mengenali dan menerapkan gaya
belajar tersebut dengan tepat dalam proses pembelajaran. Dengan mengenali gaya
belajarnya peserta didik akan dapat menentukan cara belajar yang tepat dan efektif
bagi dirinya sehingga hasil belajar yang diperoleh menjadi lebih baik dan optimal.
4

2.2 Macam-Macam Gaya Belajar


Setiap individu tentunya memiliki gaya belajar yang berbeda. Gaya
belajar ini menenyukan bagaimana cara individu dalam pelaksanaan prose
pembelajaran. Ada yang belajar lebih cepat dengan membaca,
melij=hat/mengamati gambar, membuat suatu proyek, bereksperimen serta banyak
lagi lainnya. Menurut Bobbi DePotter, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam
gaya belajar. Pertama adalah cara seorang individu dalam menyerap suatu
informasi dengan mudah atau disebut dengan modalitas. Kedua adalah cara
individu dalam mengolah dan mengatur informasi yang di dapat. Terdapat tiga
modalitas (type) dalam gaya belajar dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
visual, auditorial, dan kinestetik.
1. Gaya Belajar Visual
Ciri-Ciri utama peserta didik dengan gaya belajar visual adalah
menggunakan modalitas belajara dengan kekuatan indra mata. Peserta didik
dengan gaya belajar ini lebih mudah mengingat apa yang mereka lihat, seperti
bahasa tubuh atau ekspresi muka gurunya, diagram, buku pelajaran bergambar
atau video dan lain sebagainnya.
2. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang menekankan dan
megandalkan pendengaran untuk memehami pembelajaran. Artinya seorang
peserta didik harus mendengarkan terlebih dahulu materi pembelajaran ataupun
informasi yang ada kemudian dapat mengingat dan memahami kedua hal
tersebut degan baik. Peserta didik dengan gaya belajar auditorial ini dapat
dikenali dengan ciri-cirinya yang lebih banyak menggunakan modalitas belajar
dengan kekuatan indera pendengaran yakni telinga
3. Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar kinestetik merupakan belajar yang dilakukan melalui
aktivitas fisik dan keterlibatan peserta didik secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran. Gaya belajar tipe ini memiliki keunikan dalam belajara yaitu
selalu bergerak, aktivitas panca indera, dan menyentuh. Peserta didik dengan
5

gaya belajar ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka
untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Peserta didik yang termasuk
belajar dengan gaya belajar kinestetik senang dengan segala sesuatu yang
berhubungan dengan aktivitas fisik

2.3 Asesmen Diagnostik


Assemen merupakan suatu kegitan sistematis dan berkelanjutan untuk
mengumpulkan informasi terkait proses dan hasil belajar peserta didik. Salah satu
bentuk assesmen yang dapat dilaukan oleh guru dalam proses pembelajaran yaitu
assesmen diagnostik. Menurut Kemendikbud No. 719/P/2020 assesmen
diagnostik adalah penilaian kurikulum merdeka yang dilakukan degan tujuan
untuk megidentifikasi serta megetahui berbgaiam macam karakteristik peserta
didik, kondisi peserta didik, kompetensi peserta didik, kekuatan, dan kelemaham
model belajar peserta didik sehingga pembelajaran yang akan dilakukan dapat
diarancang dengan baik sesuai degan kebutuhan belajara peserta diidk tersebut.
Asesmen doagnostik terbagi menjadi 2 yaitu assesmen diagnostik kognitif dan
assesmen diagnostik non-kognitif (Komalawati, 2020).
1. Assesmen diagnostik kognitif merupakan asesmen yang dilakukan di awal
dan akhir pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana peserta didik mampu
memahami materi yang diajarkan. Asesmen ini dilaksanakan secara rutin
pada saat memulai dan mengakiri pembelajaran, atau bisa juga dikenal
dengan asesmen formatif.
2. Assesmen diagnostik non-kognitif merupakan assesmen yang dilakukan
guru untuk mengetahui kondisi peserta didik (psikologis, sosial dan
emosional). Sehingga dapat dikatakan bahwa assesmen ini ingin mengenal
dan megetahu bagaimana kondisi peserta didik secara personal.
Ada beberapa kriteria asesmen diagnostik yang dilakukan dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas, yaitu:
1. asesmen diagnostik harus dilakukan di awal, seperti sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai, setiap semester baru atau unit pelajaran.
2. asesmen diagnostik fokus terhadap pemahaman basis pengetahuan peserta
didik pada saat asesmen diagnostik itu dilakukan.
6

3. asesmen diagnostik tidak harus dinilai.


4. asesmen diagnostik harus identifikasi kekuatan serta bidang peningkatan
peserta didik.
5. asesmen diagnostik menetapkan garis dasar yang bertujuan untuk
membandingkan apa yang peserta didik ketahui sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai dan apa yang mereka dapatkan atau pelajari setelah
melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut.
7

BAB 3. OUTPUT PRODUK

3.1 Identitas Profil Peserta Didik


Identitas profil peserta didik merupakan lokasi dan tempat
dilaksanakannya observasi karakteristik peserta didik yang dipaparkan dalam
laporan hasil penelitian. Dimana dalam hal ini pelaksanaan observasi mengenai
karakteristik peserta didik dilakukan pada kegiatan Praktik pengalaman Lapangan
II, yang terdiri atas:
1. Identitas Sekolah
Proses kegiatan dilaksanakan di salah satu sekolah Negeri di kota
Banyuwangi, yakni SDN Kepatihan. Secara sfesifik SDN Kepatihan
Banyuwangi merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di Banyuwangi,
berada di pusat kota lebih tepatnya di depan Taman Blambangan. SDN
Kepatihan tergolong sekolah yang sejuk, karena banyak sekali pepohonan yang
ada di dalam sekolah tersebut. adapun profil lebih jelasnya sebagai berikut.
Nama sekolah : SDN Kepatihan
NPSN : 20526506
Status : Negeri
Bentuk Pendidikan : Sekolah Dasar (Reguler)
Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah
Tanggal SK Pendirian : 1916-01-01
SK Izin Operasional : 421.2/1847/429.101/2020
Tanggal SK Izin Operasional : 2020-05-14
2. Identitas Kelas
Pada saat pelaksanaan kegiatan berlangsung hanya fokus penelitian
yang lakukan di kelas tinggi, yakni kelas IV B SDN Kepatihan dengan
identitas sebagai berikut.
Guru Kelas : Bambang, S.Pd
Kelas Observasi : IV B
Kurikurum yang digunakan : Kurikulum Merdeka
Gaya Belajar : Kinestetik Learning.
3. Aspek yang di observasi
8

Aspek yang diobservasi untuk mengetahui karakteristik peserta didik


dilakukan dengan memperhatikan beberapa perkembangan yang kemudian
dijabarkan ke dalam beberapa batasan sebagai indikator pengamatan, terdiri
dari gaya belajar peserta didik dan kultur yang ada di sekolah.

3.2 Gaya Belajar


Setiap peserta didik memiliki perbedaan gaya belajar. Individu dengan
kecenderungan gaya belajar visual lebih senang melihat apa yang sedang
dipelajari. Pandangan akan lebih memudahkan mereka untuk memahami ide atau
informasi, daripada ketika disajikan dalam bentuk penjelasan. Gaya belajar
mengacu pada cara belajar yang lebih disukai pembelajar. Umumnya, dianggap
bahwa gaya belajar seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan
kognitif dan psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan.
Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui pada awal permulaannya
diterima pada suatu lembaga pendidikan yang akan ia jalani.
Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk belajar maupun pembelajar
untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pembelajar akan dapat belajar dengan
baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya. Hal tersebut
memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran dengan mudah dan
tepat. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui
pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik
penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Setiap orang memiliki kekuatan belajar
atau gaya belajar. Semakin kita mengenal baik gaya belajar kita maka akan
semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan
konsep-konsep dalam hidup. Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu
khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik.
Berikut merupakan hasil perkembangan gaya belajar yang ada di kelas IV
B SDN Kepatihan menunjukkan hasil sebagai berikut.
1. Gaya Belajar Visual
Aspek Yang Diobservasi Hasil Observasi
Gaya belajar visual Hasil observasi
Peserta didik belajar menggunakan  Sebagian dari mereka suka
membaca membaca daripada mendengarkan
9

guru ketika menjelaskan di depan


kelas
Suka melihat power point ketika  Hampir keseluruhan dari peserta
proses KBM didik suka melihat power point
berupa video pembelajaran ketika
proses pembelajaran berlangsung
Peserta didik dapat mengingat apa  Ketika memahami sesuatu akan
yang dilihat daripada apa yang di lebih mudah mengingat ketika
dengar mereka melihat daripada apa yang
mereka dengarkan. Siswa lebih
menitik beratkan ketajaman
penglihatan. Bukti-bukti konkrit
harus diperlihatkan terlebih dahulu
agar mereka mudah untuk
memahaminya.
Tidak terganggu dengan keributan  Seseorang yang memiliki gaya
belajar visual ini dapat belajar baik
diiringi dengan musik maupun
tidak. Kebisingan dan suara di
sekitarnya tidak akan mampu
menggoyahkan konsentrasi mereka
karena mereka lebih terfokus pada
apa yang mereka lihat daripada apa
yang mereka dengar.
Gaya belajar dengan visual terbanyak
nomer 2 setelah gaya belajar kinetstik.
Beberapa peserta didik menyukai
pembelajaran dengan gaya belajar
visual.
Visual learning adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata
memegang peranan penting. Gaya belajar visual dilakukan seseorang untuk
memeroleh informasi seperti melihat gambar, diagram, peta, poster, grafik, dan
sebagainya. Bisa juga dengan melihat data teks seperti tulisan dan huruf. Setiap
orang yang memiliki gaya belajar visual memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum mereka memahaminya.
Mereka lebih mudah menangkap lewat materi bergambar (Cahyani, 2020). Selain
itu, mereka memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna dan pemahaman yang
cukup terhadap artistik. Dalam hal ini tekhnik visualisasi melatih otak untuk bisa
memvisualisasikan sesuatu hal, mulai dari mendeskripsikan suatu pemandangan,
benda (baik benda nyata maupun imajinasi), hingga akhirnya mendapatkan yang
diinginkan.
10

2. Gaya Belajar Kinestetik


Aspek Yang Di Observasi Hasil Observasi
Gaya belajar Kinestetik Hasil observasi
Cara belajar denang dengan  Siswa yang mempunyai gaya belajar
model praktik kinestetik sangat suka dengan tantangan,
dan menemukan hal-hal yang baru. Mereka
termotivasi pada lingkungan yang
kompetitif. Mereka juga senang
berkompetisi dengan diri sendiri atau
dengan orang lain.
Tidak dapat duduk diam  Siswa yang mempunyai tipe gaya belajar
dalam waktu lama kinestetik tidak bisa duduk diam di satu
tempat. Karena mereka senang bergerak.
Dalam proses pembelajaran harus
diberikan gerakan-gerakan yang positif
yang dapat membantu proses belajar
mereka
Peka terhadap ekspresi dan  Siswa bergaya belajar kinestetik ini mudah
bahasa tubuh menghafal atau belajar dengan cara
bergerak atau berjalan-jalan.
Selain menggunakan visual siswakelas IV B
juga menggunakan gaya belajar kinestetik,
hal inipun dapat diketuhui minat mereka
ketika melaksanakan tugas projek,
mengerjakan LKPD yang bersifat kelompok,
serta mencari solusi yang diberikan oleh
guru secara konkrit.
Dalam hal ini peserta didik menggunakan dan memanfaatkan anggota
gerak tubuhnya dalam proses pembelajaran atau dalam usaha memahami sesuatu.
Bagi pembelajar kinestetik, kadang-kadang membaca dan mendengarkan
merupakan kegiatan yang membosankan. Instruksi-instruksi yang diberikan secara
tertulis maupun lisan seringkali mudah dilupakannya. Mereka memiliki
kecenderungan lebih memahami tugas-tugasnya bila mereka mencobanya dengan
pembelajaran project.

3.3 Hasil Asesmen yang Didesign


Hasil diagnostik pada peserta didik kelas IV B SDN Kepatihan memiliki
gaya belajar visual akan tetapi paling banyak adalah gaya belajar kinestetik. Hal
tersebut terlihat saat pembelajarn bahwa peserta didik dapat menyelesaikan tugas
praktik secara berkelompok, namun saat guru menjelaskan materi secara ceramah
11

peserta didik tidak dapat menerima materi dengan baik. Gaya belajar kinestetik
suka melakukan hal-hal dan menggunakan tubuh mereka untuk mengingat fakta
seperti membuat prakarya, membuat proyek, menyelesaikan LKPD yang bersifat
proyek seperti membuat mind mapping, mencocokkan gambar dengan peta dll.
Gaya belajar kinestetik berarti belajar dengan menyentuh dan melakukan.
Bagi siswa dengan gaya belajar kinestetik, kondisi fisik merupakan salah
satufaktor yang berperan penting, karena mereka akan langsung melakukan
tindakan secarafisik dalam kegiatan belajar mereka. Jika ia belajar dengan
kondisi fisik yang sehat, proses dan hasil belajarnya akan lancar dan maksimal.
Oleh karena itu, guru memberikan design asesmen menggunakan kegiatan kerja
kelompok sebagai stimulus peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Dari
design yang telah diberikan guru sehingga peserta didik dapat maksimal dalam
menerima materi dan mengikuti pembelajaran.

3.4 Ragam Karakterisktik Peserta Didik


Pentingnya dan ragam/jenis karakteristik peserta didik. Suatu proses
pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan
oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakteristik yang
dimiliki peserta didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat
menentukan hasil belajar yang akan dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan
assesmen yang tepat bagi peserta didik. Atas dasar ini sebenarnya karakteristik
peserta didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik dalam melakukan
seluruh aktivitas pembelajaran. Karakteristik peserta didik meliputi: etnik,
kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya
belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan
moral dan spiritual, dan perkembangan motoric. Berikut merupakan paparan
mengenai ragam karakteristik yang terkait dengan pembelajaran CRT (Culturally
Responsive Teaching).
1. Etnik
Negara Indonesia merupakan negara yang luas wilayahnya dan kaya
akan etniknya. Namun berkat perkembangan alat transpotasi yang semakin
modern, maka seolah tidak ada batas antar daerah/suku dan juga tidak ada
12

kesulitan menuju daerah lain untuk bersekolah, sehingga dalam sekolah dan
kelas tertentu terdapat multi etnik/suku bangsa, seperti dalam satu kelas kadang
terdiri dari peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura, Minang, dan Bali,
maupun etnik lainnya. Implikasi dari etnik ini, pendidik dalam melakukan
proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa saja yang terdapat
dalam kelasnya. Data tentang keberagaman etnis di kelasnya menjadi informasi
yang sangat berharga bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran. Seorang pendidik yang menghadapi peserta didik hanya satu
etnik di kelasnya, tentunya tidak sesulit yang multi etnik.
2. Kultural
Meskipun kita telah memiliki jargon Sumpah Pemuda yang mengakui
bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa
Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Namun peserta
didik kita sebagai anggota suatu masyarakat memiliki budaya tertentu dan
sudah barang tentu menjadi pendukung budaya tersebut. Budaya yang ada di
masyarakat kita sangatlah beragam, seperti kesenian, kepercayaan, norma,
kebiasaan, dan adat istiadat. Peserta didik yang kita hadapi mungkin berasal
dari berbagai daerah yang tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda
sehingga kelas yang kita hadapi kelas yang multikultural. Implikasi dari aspek
kultural dalam proses pembelajaran ini pendidik dapat menerapkan pendidikan
multikultural. Pendidikan multikultural menurut Choirul (2016: 187) memiliki
ciri-ciri: 1) Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan
manusia berbudaya (berperadaban). 2). Materinya mangajarkan nilai-nilai
luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).
3) metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan
keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalisme). 4).
Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang
meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Atas dasar definisi dan ciri-ciri pendidikan multikultural tersebut di atas,
maka pendidik dalam melakukan proses pembelajaran harus mampu mensikapi
keberagaman budaya yang ada di sekolahnya/kelasnya.
13

3.5 Modul Ajar Sesuai Karakteristik Peserta Didik


Sebelum merancang modul ajar guru sudah melaksanakan profilling
kepada peserta didik mengenai gaya belajar, dan melaksanakan wawancara
terhadap wali kelas IV B dengan sistem pembelajaran yang ada di kelas tersebut,
dan juga melaksanakan asesmen diganostik untuk mengetahui kebutuhan peserta
didik. Ketika praktik PPL II modul ajar yang disusun adalah materi semester 2
yakni memuat mata pelajaran IPAS dengan materi Keragaman budaya dan
kearifan lokal. Dilaksanakan secara 2 pertemuan dengan menggunakan model
Pembelajaran yang digunakan adalah Problem Based Learning (PBL).
Menggunakan problem based learning karena model pembelajaran ini melibatkan
keaktifan peserta didik untuk selalu berpikir kritis dan selalu terampil dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Problem ini akan muncul ketika peserta didik
melihat dan disuguhkan media pembelajaran dengan berisi suatu permasalahan,
dimana pemasalahan ini disesuaikan dengan kegiatan pada sintkas 1. Alur kerja
peserta didik bergantung pada seberapa kompleks permasalahan yang diberikan.
Sama halnya seperti project based learning, tingkat keberhasilan metode ini
bergantung pada keaktifan peserta didiknya. Modul ajar berisi mengenai materi
keragaman budaya dimana hal ini disesuaikan dengan lingkungan dan kondiis
sekolah yang kaya akan keragaman budaya di dalamnya. Metode yang dilakukan
adalah dengan diskusi, tanya jawab, dan juga penugasan. Penugasan dalam hal
inbi dibagi menjadi 2 tipe yaitu penugasan dalam bentuk kelompok (pengerjaan
LKPD), dan juga melakukan evaluasi secara individu di akhir pembelajaran.
Selain itu modul ajar ini berisi mengenai bahan ajar, media pembelajaran berupa
power point, video youtube dan juuga media “peta Indonesia”, LKPD, isntrumen
penilaian, soal evlausi, kisi-kisi dan juga soal pengayaan dan remidial.

3.6 Pengembangan Modul menggunakan Pendekatan CRT


Pendekatan yang digunakan dalam modul ajar ini adalah CRT (Culturally
Responsive Teaching). Pendekatan pembelajaran Culturally Responsive Teaching
(CTT) atau juga dikenal dengan pengajaran responsif budaya adalah model
pendidikan teoritis dan praktik yang tidak hanya bertujuan meningkatkan prestasi
peserta didik, tetapi juga membantu peserta didik menerima dan memperkokoh
14

identitas budayanya. Pendekatan ini mengintegrasikan prinsip dan karakteristik


peserta didik, terutama latar belakang budaya dalam proses pembelajaran,
sehingga berbagai metode pembelajaran,digunakan dalam pembelajaran
(Rahmawati, 2018). Menurut Gay (2000), Culturally Responsive Teaching (CRT)
diintegrasikan melalui sejauh mana pengetahuan budaya yang dimilikioleh peserta
didik, pengalaman peserta didik, dan gaya belajar yang beragam agar memberikan
pengalaman belajar yang lebih bermakna.
Penerapan pendekatan Culturally Responsive Teaching yang menekankan
pada penggunaan budaya setempat dalam pembelajaran dengan tujuan akhir
sesungguhnya adalah karakter positif peserta didik yang berkaitan dengan literasi
budaya harus menjadi perhatian guru. Sehingga laporan hasil belajar harus
melaporkan juga karakter peserta didik sebagaimana yang telah direncanakan
pada RPP.
Adapun berikut merupakan proses kegiatan pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan model ajar kelas IV materi keragaman budaya dan kearifan
lokal dengan menggunakan model problem based learning (PJBL) dengan
pendekatan CRT (Culturally Responsive Teaching).
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan peer teaching dilaksanakan
pada hari kamis, 30 Maret 2023 dengan alokasi waktu 2 x 25 menit dengan
pertemuan. Kegiatan peer teaching ini dilakukan dengan menerapkan
pendekatan Cultural Responsive Teaching (CRT).
a. Tahap Perencanaan pelaksanaan Pembelajaran
Pada tahap awal dilaksanakan perencanaan, mahasiswa
berkolaborasi untuk menyusun rancangan pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada kegiatan peer teaching tersebut. Rancangan yang
disususn tersebut di antaranya, menyusun Modul Ajar (MA) berbasis
pendekatan Cultural Responsive Teaching (CRT), bahan ajar, media
pembelajaran, LKPD, asesmen diagnostik, serta kisi-kisi soal dan soal
evaluasi pembelajaran.
b. Tahap Pelaksnaan Pembelajaran
15

Pada tahapan ini mahasiswa melakukan praktik simulasi


pembelajaran (peer teaching) dengan alokasi waktu selama 50 menit. Materi
ajar yang disampaikan adalah mata pelajaran IPAS pada Bab 6 Indonesiaku
kaya budaya dengan topik Keragaman budaya dan kearifan lokal di kelas IV
B sesmter 2. Adapun kompetensi awal memuat dimana peserta didik mampu
menyebutkan keragaman budaya dan kearifan lokal yang ada di Indonesia
dan dapat menyebutkan keragaman budaya dan kearifan lokal yang ada di
daerah tempat tinggalnya. Adapun profil pelajar pancasilanya memuat
beriman, bergotong royong, mandiri, dan bernalar kritis. Dengan hal ini
dapat dituliskan bahwa capaian komptensinya adalah Peserta didik
mengenal keragaman budaya, kearifan lokal, sejarah (baik tokoh maupun
periodisasinya), di Provinsi tempat tinggalnya serta menghubungkan dengan
konteks kehidupan saat ini. Tujuan pembelajaran di dalam modul ini yaitu :
 Melalui kegiatan mengamati media pembelajaran, peserta didik
mampu menjelaskan medeskirpiskan keberagaman budaya dan
kearifan lokal yang ada di daerahnya masingmasing dengan benar.
(C4)
 Melalui kegiatan menonton video tentang ragam budaya di daerah
sekitar tempat tinggal, peserta didik mampu menguraikan
pemanfaatan keragaman budaya dengan tepat. (C4)
Pada pelaksanaan pembelajaran, model yang digunakan adalah model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Media yang digunakan adalah
benda konkret serta slide Power Point.
1. Kegiatan pendahuluan
Pada kegiatan awal guru memberisalam kepada peserta didik dan
menanyakan kabar peserta didik. Selanjutnya, guru meminta salah satu
peserta didik untuk memimpin doa bersama sebelum pembelajaran dimulai.
Guru memeriksa kehadiran peserta didik dengan menanyakan peserta didik
yang tidak masuk hari ini tersebut dan juga memriksa kesiapan peserta didik
sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru bersama peserta didik
menyanyikan lagu Nasional “Dari Sabang sampai Merauke” dan
mendengarkan penjelasan guru tentang pentingnya menanamkan rasa
16

nasionalisme. Selanjutnya, peserta didik diberikan waktu untuk kebiasaan


membaca (literasi) sebelum kegiatan inti dengan pilihan buku di pojok baca.
guru membuka pembelajaran dengan apersepsi pertanyaan pemantik dan
menginformasikan materi yang akan dipelajari, dilanjutkan apersepsi
melalui tanya jawab yang berkaitan dengan materi pembelajaran untuk
menggali pengetahuan awal peserta didik. Kemudian, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan selama
pembelajaran.
2. Kegiatan inti
Pada kegiatan inti guru melakukan pembelajaran dengan pendekatan
Curtural Responsive Teaching (CRT) dengan diintegrasikan didalam materi
dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada peserta didik,
yaitu sebagai berikut.
a. Orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahapan ini peserta didik
diberikan orientasi permasalahan yang ada di Indonesia terkait dengan
keragaman budaya sesuai materi yang akan diajarkan. Hal ini
diharapkan dapat merangsang pengetahuan peserta didik dengan
berpikir kritis ketika diberikan sebuah permasalah melalui power
point.
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Pada tahapan ini
peserta didik mengamati video dan gambar terakit materi keragaman
budaya dan kearifan lokal, lalu peserta didik diberikan pertanyaan
agar pelaksanaan sesi diskusi dapat terjadi dan berlangsung.
c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahapan
ini guru membagi kelompok. Ketika peer teaching pelaksnaan guru
membagi kelompok berdasarkan 3 kelompok sesuai dengan level
kognitif peserta didik. Guru membagikan LKPD dengan tingkat
kesulitan berbeda sesuai level pada materi keragaman budaya. LKPD
ini berisi permasalahan, menjodohkan berbagai keragaman di peta
Jawa Timur, serta membuat mind mapping terkait bearifan lokal yang
ada di Indonesia.
17

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Di tahapan ini guru


membesakan peserta didik mengerjakan tugas LKPD seperti apa,
asalkan sesuai dengan perintah yang terdapat pada lembar LKPD.
Kemudia per-kelompok maju kedepan untuk mempresentasikan hasil
yang didaptkan dengan teman sekelompoknya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada
tahapan ini ketiga kelompok memberikan masukan dari teman-
temannya, dan menyelesaikan permasalahan yang ada pada LKPD
tersebut.
3. Kegiatan penutup
Pada kegiatan penutup guru bersama dengan peserta
didikmenyimpulkan kegiatan pembelajaran melalui tanya jawab, melakukan
refleksi bersama, tanya jawab bagaimana perasaan setelah mengikuti
pembelajaran, guru menyampaikan kegiatan esok hari, guru menutup
pembebelajaran dengan berdoa bersama.
2. Hasil Simulasi
Pembelajaran Berdasarkan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan Cultural Responsive Teaching (CRT) pada simulasi yang dilakukan
hari Kamis, 30 Maret 2023. Berdasarkan refleksi Guru Pamong (GP), dosen
pembimbing dan teman sejawat didapatkan hasil sebagai berikut.
a. RPP yang dibuat sudah bagus dan dapat dikembangkanlagi.
b. Media yang digunakan sudah bagus, menarik minat bagi peserta didik.
c. Materi power point sudah bagus dan menarik minat anak-anak.
d. Sudah ada penerapan CRT pada materi.
e. Soal evaluasi dan LKPD sudah menerapkan CRT (Cultural Responsive
Teaching)
3. Hasil Pembahasan
Dari hasil tindakan pelaksanakan simulasi pembelajaran yang
dilaksanakan pada Kamis, 30 Maret 2023 didapatkan hasil sebagai berikut.
a. Penerapan pendekatan Cultural Responsive Teaching (CRT) sudah
terlihat pada kegiatan simulasi pembelajaran yaitu dalam menentukan
materi ajar, guru sudah mengintegrasikan dengan budaya setempat
18

sehingga peserta didik mendapatkan pemahaman mengenai budaya yang


ada disekitar mereka.
b. Pembagian kelompok peserta didik dalam pembelajaran sudah
disesuaikan dengan kebudayaan sesuai dengan tingkat level serta
memfasilitasi interaksi sosial antara siswa dengan latar belakang budaya
yang berbeda.
c. Suasana kelas pada saat penerapan CRT sudah menunjukkan kelas yang
inklusif dan menghargai berbagai macam perbedaan yang dimiliki
peserta didik. Dalam keseluruhan, penerapan CRT dalam pembelajaran
di kelas meliputi integrasi keanekaragaman budaya dalam materi
pembelajaran, penggunaan bahan ajar yang mewakili keberagaman
budaya, menciptakan suasana kelas yang inklusif dan menghargai
perbedaan, serta memfasilitasi interaksi sosial antara siswa dengan latar
belakang budaya yang berbeda. Dengan menerapkan CRT di kelas, siswa
dapat belajar dengan lebih baik, menghargai keberagaman budaya yang
ada di sekitar mereka, serta memperluas pemahaman mereka tentang
dunia yang lebih luas. Penerapan CRT dalam pembelajaran dapat
membantu siswa mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam
lingkungan global saat ini. CRT dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang
budaya dan menghargai perbedaan, yang merupakan keterampilan yang
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan karir masa depan
mereka." (Novita, I. A. R., & Junaedi, I. (2021).
Selain itu ada juga soft skills yang diperoleh siswa melalui penerapan
CRT. Soft skills yang diperoleh siswa melalui penerapan Culturally Responsive
Teaching diketahui melalui reflektif jurnal, wawancara siswa, lembar observer
dan catatan guru saat berlangsungnya pembelajaran. Soft skills yang muncul pada
pembelajaran Culturally Responsive Teaching antara lain, bekerjasama, empati
komunikasi, berpikir kritis, toleransi, tanggung jawab, demokratis, peduli sosial,
cinta tanah air, kerja keras, dll. Soft skills yang muncul akan dikelompokkan
kembali dan dijelaskan secara rinci melalui penjelasan di bawah ini.
1. Bekerja Sama
19

Selama pembelajaran dengan menggunakan Culturally Responsive


Teaching, siswa sering bekerja berkelompok sehingga memfasilitasi
terbentuknya karakter kerja sama.Sebagian besar siswa sudah merasakan kerja
sama satu sama lain. Reflektif jurnal siswa menunjukkan bahwa siswa senang
bekerja sama dengan teman kelompoknya. Salah satu siswa berpendapat bahwa
kerja sama dapat melatih kekompakan kelompok. Selain itu,melalui kelompok
siswa dapat membantu teman yang tidak paham mengenai materi yang
sedangdibahas. Siswa dapat saling mengemukakan pemahamannya sehingga
tugas yang diberikan menjadilebih mudah. Kerjasama dapat meningkatkan
kemampuan berpikir, mendengar dan berbicara. Secara umum, siswa
merasakan adanya kerjasama yang baik saat pembelajaran dengan pendekatan
Culturally Responsive Teaching. Sehingga dapat dikatakan pendekatan
Culturally Responsive Teaching menimbulkan keterampilan kerjasama pada
siswa.
2. Berpikir Kritis
Pembelajaran Culturally Responsive Teaching dapat menstimulasi
kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa secara
umum siswa sudah merasakan kemampuan berpikir kritis melalu pembelajaran
budaya dengan Culturally Responsive Teaching dimana hasil dari kuesioner
sebesar. Pembelajaran Culturally Responsive Teaching menggunakan metode
diskusi sehingga pembelajaran membuat siswa aktif. Saat proses pembelajaran,
guru sering mengemukakan sebuah pertanyaan yang dapat didiskusikan oleh
siswa sehingga siswa dapat berpikir kritis. Kemampuan siswa tersebut
berkaitan dengan salah satu keterampilan inti berpikir kritis.
3. Social and Cultural Awareness (Kesadaran Budaya dan Kesadaran
Sosial)
Hal yang paling dirasakan ketika menerapkan pendekatan CRT ini
adalah peserta didik sadar akan budaya dan kearifan lokal. Peserta didik
mampu mengetahui budaya dan kearifan lokal yang ada di daerahnya masing-
masing serta berbagai budaya yang ada di Indonesia. Hal ini akan menjadikan
mereka paham bagaimana cara menjaga, merawat, serta peduli terhadap
eksistensi budaya dan kearifan lokal yang ada.
20

3.7 Tips kepada Guru jika Menggunakan Pendekatan CRT dengan Peserta
Didik yang Memiliki Gaya Belajar Kinestetik dan Visual
Berdasarkan kriteria gaya belajar kinestetik dan visual ketika
menggunakan pendekatan CRT, setidaknya guru melakukan beberapa strategi
berikut
1. Memastikan peserta didik benar-benar memiliki gaya belajar kinstetik atau
visual. Hal itu berhubungan dengan tingkatan penyerapan materi oleh
peserta didik.
2. Menggunakan pembiasaan daerah setempat sebagai pendekatan CRT atau
mengkaitkan budaya daerah dengan materi yang sedang dikaji. Budaya
daerah yang dapat diambil bisa dari pembiasaannya, adat istiadatnya,
tradisinya, produknya, maupun ciri khasnya. CRT dapat diletakkan pada
awal pembelajaran, tengah pembelajaran, maupun akhir pembelajaran.
Usahakan melihat unsur CRT yang dibawa. Jika berkaitan dengan produk,
ciri khas, maupun adat istiadat dapat diletakkan di tengah pembelajaran.
Jika berkaitan dengan pembaisaan dan tradisi yang bisa dilakukan langsung
oleh peserta didik dapat dimasukkan pada semua pembelajaran.
3. Memberikan kesempatan kepada peserta didik kinestetik untuk keluar kelas
dan mencari jawaban akan tugas yang diberikan guru.
4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik visual untuk mengobservasi
temannya yang sedang keluar atau melihat video pembelajaran atau gambar
sebagai pendukung pencari jawaban atas tugas yang diberikan oleh guru.
5. Usahakan membimbing semua gaya belajar agar jawaban yang dihasilkan
sesuai dengan harapan guru.
6. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling berdiskusi baik
sesama individu maupun antar kelompok untuk memperkuat jawaban dari
tugas yang diberikan oleh guru.
7. Guru dapat menggunakan PjBL untuk mempermudah proses pendekatan
CRT.
21

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil asesmen diganostik dan observasi pembelajaran di SDN
Kepatihan dapat disimpulkan bahwa pada kelas IV B, peserta didiknya memiliki 2
gaya belajar yaitu kinestetik dan visual. Kegiatan untuk gaya belajar kinestetik
dan visual adalah melihat video pembelajaran dan membuat mind mapping.
Pembelajaran yang telah dilakukan memakai pendekatan CRT dengan
memasukkan unsur budaya daerah masing-masing peserta didik. Hasilnya adalah
peserta didik lebih mengenal budaya yang ada di daerahnya dan budaya yang ada
di sekitar daerahnya. Diakhir pembelajaran dilakukan refleksi materi dan refleksi
pembelajaran. Hal itu bertujuan agar pembelajaran mendapatkan evaluasi agar
kedepannya dapat lebih sempurna lagi.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil pembelajaran terdapat saran yang diusung sebagai berikut.
1. Ketika guru melakukan asesmen diagnostik gaya belajar, sebaiknya guru
benar-benar memperhatikan soal asesmen yang diberikan supaya tidak
dimaknai ganda oleh peserta didik.
2. Jika belum mampu melakukan pendekatan CRT dengan gaya belajar yang
berbeda, guru dapat melakukan pendekatan CRT dengan kelompok
berdasarkan hasil kemampuan peserta didik.
3. Guru harus benar-benar menyiapkan rancangan pembelajaran yang matang
sehingga pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana.
4. Peserta didik akan lebih mengena jika diberikan pembelajaran yang
kontekstual, sehingga walaupun memakai pendekatan CRT bisa diberikan
pembelajaran yang kontekstual.
5. Guru perlu menyiapkan dan menata kelas seperti yang direncanakan
sebelum pembelajaran dimulai, agar peserta didik merasa nyaman ketika
berada di kelas dengan pendekatan yang baru.
22

DAFTAR PUSTAKA

Bire, A. L., Geradus, U., & Bire, J. (2014). Pengaruh gaya belajar visual,
auditorial, dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. Jurnal
kependidikan. 44(2).

Saputri, F. I. (2016). Pengaruh Gaya Belajar Visual, Auditori, dan Kinestetik


Terhadap Prestasi Bejajar Siswa. Jurnal Prima Edukasia. 3(01): 25-36.

Nasution, S. W. (2022). Asesment kurikulum merdeka belajar di sekolah dasar.


Prosiding Pendidikan Dasar. 1(1): 135-142.

Anda mungkin juga menyukai