Anda di halaman 1dari 6

Analisis Faktor Pendukung Pendidikan di SLB

dalam Mewujudkan Merdeka Belajar di Era Digital

Zselavania Putri Rahmandina


Universitas Pendidikan Indonesia
zselavaniaputri@upi.edu

ABSTRAK
Berkembangnya era digital di dunia modern menyebabkan persaingan yang
sangat ketat dalam berbagai aspek kehidpuan. Anak penyandang disabilitas melihat
tantangan di era digital sebagai peluang dan ancaman. Di sinilah lembaga pendidikan
harus bertanggung jawab untuk membekali anak difabel dengan berbagai
kemampuan, termasuk kemampuan akademik, sosial, spiritual, moral, dan
keterampilan hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi semua
faktor pendukung yang memengaruhi hasil pembelajaran anak berkebutuhan khusus
(ABK) di era teknologi saat ini. Penelitian ini menggunakan metode analisis data
penelitian literatur atau studi literatur.
Kata Kunci: Sekolah Luar Biasa, Faktor Pendukung, Merdeka belajar, Era Digital
ABSTRACT
The development of the digital era in the modern world causes very fierce
competition in various aspects of life. Children with disabilities see challenges in the
digital age as opportunities and threats. This is where educational institutions should
be responsible for equipping children with disabilities with various abilities, including
academic, social, spiritual, moral, and life skills. The purpose of this study is to
identify all supporting factors that affect the learning outcomes of children with
special needs (ABK) in the current technological era. This research uses data analysis
methods, literature research or literature studies.
Keywords: Special School, Supporting Factors, Freedom of learning, Digital Age

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hak bagi setiap orang untuk mendapatkan


pengetahuan, meningkatkan pengetahuan, dan berkembang dalam kualitas dan
kuantitas untuk menjadi manusia yang lebih baik dan lebih baik. UNESCO
menetapkan kebijakan global Pendidikan untuk Semua pada tahun 1990, yang
memungkinkan semua orang, termasuk anak-anak dengan kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial, serta potensi kecerdasan khusus, untuk mendapatkan pendidikan
berkualitas dan berkuantitas. (Sari & Kurnia, 2022 hlm 395). Menurut Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,
semua warga negara berhak atas pendidikan berkualitas tinggi yang disediakan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Tanpa mempertimbangkan usia, jenis kelamin, atau
keadaan sosial, pendidikan adalah hak dan kewajiban setiap warga negara. Akibatnya,
setiap warga negara berhak atas akses ke pendidikan, termasuk anak berkebutuhan
khusus. (ABK) (Lazar, 2020 hlm 100).
Dunia pendidikan terus mengalami transformasi yang sejalan dengan
perkembangan zaman. Kekacauan dan ketidakstabilan pendidikan disebabkan oleh
banyak hal dan kondisi, salah satunya adalah pandemi COVID-19. Pandemi ini
memperburuk keadaan pendidikan, menyebabkan krisis pembelajaran dan kehilangan
pembelajaran. Pada masa pandemi ini, 1,7 miliar siswa menghadapi berbagai
kesulitan dan kerugian dalam pembelajaran mereka, serta harus mengikuti
pembelajaran yang tidak dilakukan secara langsung.

Pemerintah berusaha mengambil tindakan strategis untuk mengoptimalkan


pembelajaran dalam menangani krisis pembelajaran ini. Oleh karena itu, pemerintah
memberlakukan kebijakan kurikulum merdeka, juga dikenal sebagai kurikulum
prototipe, dalam upaya menghidupkan kembali gerakan pendidikan dari keterpurukan
yang disebabkan oleh berbagai realitas masalah pendidikan yang ada di Indonesia.
Fokus utama kurikulum belajar bebas adalah memperoleh pengetahuan prilaku,
keterampilan, dan hasil. Kurikulum baru ini juga dinilai mampu menyesuaikan diri
dengan masalah saat ini karena sifatnya yang fleksibel.

Adanya sekolah inklusi adalah salah satu upaya dari lembaga pendidikan
untuk menyembunyikan hak belajar ABK. Pelayanan pendidikan yang berbeda untuk
ABK sangat penting untuk meningkatkan kemampuan mereka. Karena ABK biasanya
mengalami masalah atau hambatan fungsi intelektual, pendidikan khusus diperlukan
agar ABK dapat memaksimalkan potensi dirinya. (Suhandi & Robi’ah, 2022 hlm
5937).

SLB adalah sekolah yang khusus untuk anak-anak yang memiliki karakteristik
unik. (Winantra & Artawan, 2020 hlm 26). Oleh karena itu, pembelajaran pada
pendidikan khusus untuk siswa berekebutuhan khusus harus lebih baik. Dalam
beberapa tahun terakhir, model pendidikan di seluruh dunia telah diubah. Pendekatan
pembelajaran berbasis TI dan komunikasi dianggap dapat menciptakan lingkungan
pembelajaran dan pengajaran yang inovatif. Teknologi informasi dapat berfungsi
sebagai perantara untuk mengatasi ketidakjelasan dan kerumitan materi yang tidak
dapat diatasi oleh model pembelajaran konvensional. Terkonologi juga menawarkan
fitur baru yang dapat membantu kebutahan belajar. Teknologi informasi yang
digunakan dalam bentuk multimedia dapat membuat pelajaran lebih menarik,
meningkatkan keinginan siswa untuk belajar. (Safitri & Nurkamilah, 2020 hlm 297).

Studi tentang bahan ajar digital menunjukkan bahwa bahan ajar digital layak
digunakan dalam pembelajaran. Selain itu, pembuatan bahan ajar dalam bentuk modul
digital selaras dengan perkembangan dan inovasi dalam pendidikan dan sesuai dengan
era digital saat ini.

Fenomena ini menjadi masalah yang signifikan bagi orangtua, murid, dan
pendidik. Selain itu, agar pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik di kelas
inklusif, siswa ABK dan guru perlu bekerja sama aktif satu sama lain. Orang tua dan
guru harus bekerja sama aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Rumusan masalah
dalam penelitian ini terbatas pada faktor apa saja yang mempengaruhi proses
pembelajaran di Era Digital. Tujuan dari penelitian yaitu mengidentifikasi faktor-
faktor yang berpengaruh pada hasil pembelajaran era digital bagi anak ABK. Manfaat
dengan dilakukannya penelitian ini adalah (1) Sebagai referensi ilmu pengetahuan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang juga akan membahas tentang faktor
pendukung Pendidikan di era digital, (2) Diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran belajar bagi pendidik maupun orang tua yang memiliki anak difabel
atau ABK.

Di era digital, pendidikan telah berkembang dari tingkat sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Sebagian besar tantangan yang dihadapi siswa saat belajar secara
online adalah jaringan internet dan kemampuan untuk menggunakan aplikasi
pembelajaran yang kurang. Anak-anak sekolah dasar memiliki kemampuan untuk
menggunakan aplikasi pembelajaran secara mandiri, yang menunjukkan bahwa
pembelajaran era digital tidak mudah. Sementara guru di sekolah menengah pertama
hingga pendidikan tinggi diminta untuk menjadi lebih kreatif dalam menyampaikan
pelajaran secara digital untuk mencegah siswa menjadi jenuh tetapi tetap
mempertahankan tujuan pembelajaran mereka. (Rakhmawati, 2020 hlm 402).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memformulasikan topik tulisan ini


dalam judul “Analisis Faktor Pendukung Pendidikan di SLB dalam mewujudkan
Merdeka Belajar di Era Digital”.
METODE

Metode penelitian membantu peneliti mengumpulkan atau mendapatkan data


tentang subjek penelitian. Penulis menggunakan metode kualitatif dalam penelitian
ini. Menurut Guanawan et al. (2015), ciri metode ini adalah objek diteliti secara
menyeluruh sambil menafsirkan makna menurut perspektif peneliti. Oleh karena itu,
metode kualitatif dianggap dapat menjawab berbagai pertanyaan yang terkait dengan
topik penelitian.

Penelitian kualitatif dapat mengumpulkan data dengan berbagai cara.


Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang dikenal sebagai kajian
literatur atau studi literatur. Seperti yang dinyatakan oleh Guanawan et al. (2015),
metode untuk melakukan penelitian literatur melibatkan membaca berbagai referensi
sebagai acuan. Untuk mencapai hal ini, peneliti harus memahami penelitian secara
menyeluruh sebelum membuat kesimpulan penelitian. Informasi ini harus diperoleh
dari buku dan jurnal yang relevan.

PEMBAHASAN
Merdeka Belajar

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menganggap pendidikan bebas sebagai


upaya untuk meningkatkan pendidikan. Semua warga negara Indonesia berhak atas
akses ke pendidikan berkualitas tinggi. Warga negara Indonesia yang memiliki anak
berkebutuhan khusus juga harus merasakan pendidikan yang berhasil. Sekolah
penyelenggaraan pendidikan inklusif diperuntukkan bagi peserta didik yang
berkebutuhan khusus, sebagai upaya disamaratakannya pendidikan dan pengajaran
melalui cara mencerdaskan bangsa yang selaras dengan pesan pendidikan bahwa
pendidikan untuk semua (pendidikan untuk semua). Salah satu upaya untuk
meningkatkan partisipasi anak-anak dalam pendidikan (pemerataan kesempatan
pendidikan), sekolah ini menawarkan pendidikan inklusif. (Nana, 2019).
Dalam hampir semua aspek kehidupan manusia, kebebasan atau merdeka
adalah yang paling penting. Kebebasan itu sendiri adalah masalah utama dalam hidup
manusia. Dalam sejarah, banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat telah
bergerak dan memprotes untuk mencari kebebasan atau merdeka. Literatur kebebasan
selalu membahas belajar dalam konteks pendidikan. Seorang profesor di University of
Auckland, Clin Lankshear, menyatakan, "Kebebasan atau merdeka dan pembelajaran
telah dikaitkan dalam filsafat dan teori Pendidikan dalam tradisi berat sejak zaman
Yunani, dan sangat penting dalam debat Pendidikan pada abad ke-21." (Sibagariang,
D. Sihotang, H. Murniarti, E, 2021 hlm 89).
Faktor Pendukung Pendidikan SLB di Era Digital

Pandemi COVID-19 telah mengubah pendidikan era digital. karena itu, baik
guru maupun siswa harus belajar secara jarak jauh. Oleh karena itu, teknologi harus
digunakan dalam pembelajaran ini. Dalam perencanaan pembelajaran, kemampuan
guru untuk menggunakan teknologi juga harus dipertimbangkan agar pembelajaran
berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Selain itu, sumber daya
pembelajaran yang akan digunakan harus direncanakan dengan mempertimbangkan
apa yang tersedia. Sekolah dan orang tua siswa harus menyetujui rencana ini. Untuk
menghadapi pemeblajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan
berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan untuk memahami digital, informasi,
media, dan teknologi informasi dan komunikasi. (Winantra & Artawan, 2020 hlm 26).

Pemerintah dan guru harus bekerja sama untuk membuat dan menerapkan
program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Dalam
abad kedua puluh satu, kemampuan guru di setiap negara sama, meskipun ada
berbagai cara untuk menyampaikan pengetahuan dan keterampilan. (Luckner, 2010).

Bahasa, komunikasi, audiologi, pidato, penilaian, konsultasi, dan kurikulum


adalah kompetensi tersebut. Dalam abad ke-21, kemampuan guru untuk menerapkan
proses belajar mengajar untuk siswa berkebutuhan khusus adalah tantangan yang
paling sulit bagi guru di sekolah luar biasa. Mereka memiliki banyak dimensi dalam
proses pendidikan, dan setiap dimensi memiliki potensi yang signifikan untuk
mempengaruhi hasil akademik mereka. memberi dukungan kepada pendidikan,
perencanaan bahasa, dan kebijakan yang tidak diskriminatif. Anak-anak berkebutuhan
khusus harus berhak atas penempatan sekilah dan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya. (Knoors & Marschark, 2012).

Selain itu, tuntutan untuk mengubah cara berpikir manusia di abad kedua
puluh satu yang telah disebutkan di atas memerlukan transformasi yang signifikan
dalam sistem pendidikan nasional kita. Saat ini, sistem pendidikan kita berasal dari
sistem pendidikan lama yang berfokus pada menghafal fakta tanpa makna. Merubah
sistem pendidikan di Indonesia adalah tugas yang sulit. Salah satu sistem pendidikan
terluas di dunia adalah sistem pendidikan Indonesia, yang memiliki sekitar 30 juta
siswa, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta guru yang tersebar di sepanjang benua
Eropa. Namun, jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan zaman global, perubahan
ini adalah keharusan.

Untuk menyelesaikan masalah ini, di era digital saat ini, diperlukan elemen
pendukung untuk memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri di pendidikan
berkebutuhan khusus. Ada beberapa faktor pendukung:

1. Pertama, pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang


memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan yang
memiliki bakat atau kecerdasan istimewa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran
atau pemeblajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersamaan dengan siswa
lainnya. (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2009).
Menurut Abdul Salim Choiri, ada beberapa prinsip yang mendasari pendidikan
inklusif.: (Choiri, Yusuf, & Sunardi, 2009)
a. Setiap anak berhak atas pendidikan dasar yang lebih baik.
b. Setiap anak berhak atas layanan pendidikan yang sesuai dengan lingkungannya.
c. Setiap anak memiliki bakat, poetensi, dan irama perkembangan yang berbeda,
d. Metode pembelajaran harus fleksibel, berkolaborasi, dan bermanfaat.
e. Masyarakat terdiri dari sekolah.
2. Kerja sama antara sekolah dan orang tua siswa dengan menyetujui strategi yang
telah direncanakan secara menyeluruh oleh sekolah untuk mencapai hasil yang
optimal.
3. Ketiga fasilitas yang diberikan oleh guru adalah bantuan subsisdi dari pihak
sekolah barupa bantuan dan BOS yang diberikan secara gratis melalui internet
untuk memungkinkan pembelajaran berlangsung dan sedikit meringankan beban
orang tua dalam menyediakan kuota setiap hari. Selain itu, teknologi
memungkinkan guru dan orang tua untuk berinteraksi satu sama lain kapan saja
dan di mana saja. Pembelajaran akan diberikan kepada siswa melalui orang tua.
4. Keempat teknologi: Ini sesuai dengan gagasan (Latip, 2020) bahwa teknologi
adalah komponen yang menentukan keberhasilan PJJ karena teknologi membantu
dan memungkinkan interaksi antara pendidik dan siswa terjadi. seperti
menggunakan video sebagai alat pembelajaran untuk pembelajaran yang lebih
kreatif.

KESIMPULAN
Salah satu langkah untuk meningkatkan pendidikan adalah memungkinkan
siswa untuk belajar secara mandiri. Negara yang maju tidak hanya memiliki semua
warganya yang memiliki akses ke pendidikan, tetapi juga memiliki kebijakan
pendidikan yang mampu mempromosikan pemikiran. Kebijakan pendidikan yang
dimaksud memiliki kemampuan untuk meningkatkan dan memperbaiki. Belajar
secara mandiri adalah salah satu kebijakan pendidikan di Indonesia. Dalam situasi
seperti ini, guru diharapkan dapat meningkatkan keterampilan pembelajaran untuk
peserta didik mereka, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Mereka
juga diharapkan untuk lebih berkonsentrasi pada potensi dan survei karakter siswa.
Ada beberapa faktor yang membantu mewujudkan belajar bebas di pendidikan anak
berkebutuhan khusus di era digital. Yang pertama adalah pendidikan inklusif. Yang
kedua adalah kerja sama antara sekolah dan orang tua siswa dengan menyetujui
perencanaan yang telah dibuat oleh sekolah secara matang dan maksimal agar
terlaksana dengan ba Keempat, menggunakan teknologi sebagai sumber pembelajaran
untuk membuat pembelajaran lebih kreatif.

SARAN
Guru adalah inti dari pendidikan, jadi tidak peduli seberapa bagus dan efektif
kebijakan yang dibuat, merdeka belajar tidak akan bekerja untuk meningkatkan
pendidikan. Guru harus memiliki kemampuan untuk menangani masalah dan
menangani masalah tersebut sebagai tantangan. Pendidikan bebas membawa
perubahan ke esensi humanisme. Oleh karena itu, guru harus secara aktif dan inovatif
bekerja sama untuk membuat pembelajaran yang berharga sesuai dengan karakter
pendidikan dan tujuan pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Ayu Putri Pandan Sari, D. A. P. P. S., & Kurnia, I. . (2022). Kenali Pentingnya Membangun Pendidikan Karakter
Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Sekolah Reguler . Prosiding SEMDIKJAR (Seminar
Nasional Pendidikan Dan Pembelajaran), 5, 394–402

Chori, Salim, A. Yusuf, Munawir., Sunardi. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Secara Inklusif. Surakarta: FKIP UNS.
Gunawan, I., Yusuf, A., Nik Din, N. M. M., Abd Wahid, N., Abd Rahman, N., Osman, K., Nik
Din, N.M. M., Pendidikan, I., Koerniantono2, M. E. K., Jannah, F., Stmik, S.,
Tangerang, R., No, J. S., Handayani, T. W., Madyo, I., Karso, M., Ngarso, I., Tuladho,
S., Pendidikan, T. P., Supendi, P. (2015) Metode Penelitian Kualitatif. Pedagogia:
Jurnal Pendidikan, 2 (1), 59-70.
Knoors, H., Marschark, M. (2012). Language Planning for the 21 st Century: Revisiting
Bilingual Language Policy for Deaf Children, Journal of Deaf Studies and Deaf
Education, 7 (3).
Pentingnya Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Lazar, F. L. Juli 2020.
Pendidikan dan Kebudayaan Missio, 12 (2) 99-115.
Latip, A. 2020. Peran Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Pada pemeblajaran Jarak
Jauh di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Edukasi dan Teknologi Pembelajaran, I No 2.
Nana, A. F. 2019. Penerapan Media Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus Dengan
Berbantuan Model POE2WE. Jurnal of Chemial Information and Modeling, 53 (9)
1689-1699.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional republic Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif (Pensif) Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memliki
Potensi Kecerdasan atau Bakat Istimewa.
Rakhmawati, E. M. 2020. Analisis Faktor Pendukung Hasik Pembelajaran Daring pada Anak
Berkebutuhan Khusus. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES. 399-407.
Safitri, E. R. & Nurkamilah. Desember 2020. Pengembangan Bahan Ajar Digital Berbasis
Android untuk Peseta didik Berkebutuhan Khusus. Journal of Education and
Instruction. 3 (2) 296-304.
Sibagariang, D. Sihotang, H. Murniarti, E. Juli 2021. Peran Guru Penggerak dalam
Pendidikan Merdeka Belajar di Indonesia. Jurnal Dinamika Pendidikan. 14 (2) 88-99.
Winantra, I. K. & Artawan, I.N. 2020. Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu Pada
Sekolah Luar Biasa (SLB/C) di Tabanan Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0.
Jurnal Pendidikan Agama dan Seni. 2 (2) 25-35.

Anda mungkin juga menyukai