Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ceteria Gilang Gamas

NIM : 2114101021
Kelas : 4A
Prodi : Ilmu Hukum

Tugas Review Hukum Pajak

1. PPNBM
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ialah pajak yang dikenakan pada barang
yang tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan 1 kali pada saat
penyerahan barang ke produsen

Dalam UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pasal 5, pertimbangan suatu barang


dikenakan PPnBM, yaitu:

• keadilan pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah dengan


konsumen berpenghasilan tinggi
• pengendalian konsumsi barang mewah
• perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
• pengamanan penerimaan negara

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

• barang yang bukan barang kebutuhan pokok

• barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

• barang yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

• barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status

Kapan PPnBM Dipungut?

• Prinsip pemungutannya hanya 1 kali saja, saat:


o penyerahan oleh pabrikan atau produsen barang yang tergolong mewah

o impor barang yang tergolong mewah

• Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM

Berapa tarif PPnBM?

• Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%*

• Perbedaan tarif PPnBM didasarkan pada pengelompokan barang yang tergolong


mewah yang dikenai PPnBM

• Pengelompokan barang-barang yang dikenai PPnBM terutama didasarkan pada:

• tingkat kemampuan golongan masyarakat yang menggunakan barang tersebut,


disamping didasarkan pada nilai guna barang bagi masyarakat pada umumnya

• konsultasi dengan DPR

• PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang yang tergolong mewah
di dalam negeri. Oleh karena itu, barang mewah yang diekspor atau dikonsumsi di
luar negeri dikenai PPnBM dengan tarif 0%. PPnBM yang telah dibayar atas
perolehan barang mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali

*UU PPN Pasal 8

Apa saja barang yang dikenakan PPnBM?

• Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah,


kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum,
kepentingan negara

• Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan


house, dan sejenisnya

• Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga

• Kelompok balon udara


• Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara

• Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum
atau usaha pariwisata

Sumber: PP 61 tahun 2020

2. PBB
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan sebuah biaya yang harus disetorkan atas
keberadaan tanah dan bangunan yang memberikan keuntungan dan kedudukan sosial
ekonomi bagi seseorang ataupun badan. Karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bersifat
kebendaan, maka besaran tarifnya ditentukan dari keadaan objek bumi atau bangunan yang
ada.

Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Definisi dari objek Pajak Bumi dan Bangunan (objek PBB) sendiri merupakan tanah atau
bangunan yang wajib untuk dipungut pajak. Objek bumi dalam Pajak Bumi dan Bangunan
meliputi:

1. Sawah
2. Ladang
3. Kebun
4. Tanah
5. Pekarangan
6. Tambang

Sedangkan, untuk objek bangunan dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:

1. Rumah tinggal
2. Bangunan usaha
3. Gedung bertingkat
4. Pusat perbelanjaan
5. Pagar mewah
6. Kolam renang
7. Jalan tol

Definisi dari subjek Pajak Bumi dan Bangunan (subjek PBB) merupakan orang pribadi
atau badan yang secara sah dan nyata memiliki hak atas bumi, memperoleh manfaatnya,
memiliki dan menguasai bangunan tersebut, serta merasakan manfaatnya.
Bukan Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
Setelah mengetahui apa saja yang menjadi objek dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
sebenarnya tidak setiap tanah dan bangunan yang ada dapat menjadi objek dalam Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), ada beberapa juga yang tidak masuk ke dalam objek Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), yaitu dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaannya:

1. Dipergunakan untuk kepentingan umum dan tidak memperoleh keuntungan di bidang:

o Sosial
o Ibadah
o Kesehatan
o Kebudayaan
o Pendidikan
o Sejarah

2. Dipergunakan untuk menjaga flora dan fauna:

o Hutan suaka alam


o Hutan lindung
o Taman nasional

3. Dipergunakan oleh perwakilan negara atau organisasi internasional:

o Konsulat
o Kedutaan

Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada dasarnya diatur dalam beberapa Undang-Undang
di Indonesia, yaitu:

1. Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-Undang


(UU) No. 12 Tahun 1985 terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mengatur semua
tentang pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang
menjelaskan:


o Bahwa pemerintah kabupaten atau pemerintah kota memiliki wewenang dalam
melakukan pemungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor pedesaan
dan perkotaan (PBB-P2)
o Bahwa pemerintah atau pusat memiliki wewenang terhadap sektor Pertambangan,
Perhutanan, dan Perkebunan (PBB-P3)
3. BEA MATERAI
suatu pungutan atau pembayaran pajak melalui benda meterai yang
dikenakan khusus untuk beberapa dokumen yang diharuskan oleh
undang-undang.

Subjek Bea meterai


Subjek Bea meterai atau disebut dengan pihak-pihak yang terutang Bea Meterai adalah pihak yang
menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain. Jadi intinya adalah semua pihak yang dengan sengaja
menggunakan atau memanfaatkan semua jenis dokumen sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bea cukai harus membayar atau menempelkan meterai baik benda meterai atau bentuk
lainnya pada dokumen tersebut.

Objek Bea Meterai


Sebagaimana diatur pada Pasal 3 UU No. 10 Tahun 2020, Bea Meterai dikenakan atas dua jenis
dokumen, yaitu dokumen yang dijadikan alat untuk menerangkan kejadian (bersifat perdata) dan
dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan. Dalam hal ini dokumen yang
bersifat perdata, antara lain surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, akta notaris beserta
grosse dan salinan, dokumen transaksi surat berharga dengan nama atau bentuk apapun, akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah berserta salinan dan kutipan, dokumen lelang berupa kutipan risilah
lelang, surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun, dokumen yang bernilai lebih dari Rp
5.000.000 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerima uang serta berisi pengakuan hutang telah
dilunasi atau diperhitungkan, dan dokumen lain yang sudah ditetapkan di dalam Peraturan
Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai