Laporan Kasus Paeudofakia Kornea Edema..
Laporan Kasus Paeudofakia Kornea Edema..
Oleh:
Almadania Hensa Putri
NIM. 2108437843
Pembimbing:
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa. Sel epitel lensa akan terus-menerus
membentuk serat lensa sehingga mengakibatkan serat lensa memadat dibagian
sentral lensa dan membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan
serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa tertua di dalam kapsul
lensa. Bagian luar nukleus terdapat serat lensa yang lebih muda disebut sebagai
korteks lensa. Korteks yang terdapat di depan nukleus lensa disebut korteks
anterior, sedangkan yang dibelakang korteks posterior. Nukleus lensa memiliki
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa. Inti dan korteks lensa
dibungkus oleh kapsul lensa yang sangat elastis dan kenyal.4
2
mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau
kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada
kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus siliaris,
yang bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian,
lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk
memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan
menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat lensa
mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan
bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-
lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya.6
3
Kornea merupakan jaringan transparan yang avaskular dan membentuk 1/6
permukaan anterior bola mata. Diameter vertikal kornea dewasa ± 10,6 mm
dan diameter horizontalnya ± 11,7 mm. Bagian tengah kornea memiliki
ketebalan ± 1,0 mm. Struktur kornea terdiri dari lima lapisan berturut–turut
dari anterior ke posterior, yaitu : lapisan epitel, membran bowman, lapisan
stroma, membran descemet dan lapisan endotel.7
Lapisan epitel kornea memiliki ketebalan 50-90 μm terdiri dari 5-6 lapisan
sel yang terdiri dari : lapisan pertama mempunyai 2-3 lapis sel epitel gepeng,
lapisan tengah tediri dari 2-3 lapis sel polyhedral (sel sayap) serta satu lapis
sel germinal yang berbentuk kolumnar tinggi dan terletak pada membran
basal. Sel epitel kornea dibentuk pada lapisan basal, seiring berjalannya
waktu, sel tersebut akan bermigrasi menuju permukaan sambil mengalami
transformasi bentuk menjadi semakin gepeng. Dalam waktu 7 hari kemudian
sel epitel akan terkelupas dari permukaan karena kehilangan adhesi antar sel
dan tersapu oleh gerakan berkedip. Sel epitel mempunyai kemampuan untuk
beregenerasi.7
Stroma kornea menyusun 90% dari seluruh ketebalan kornea yaitu sekitar
500 μm. Stroma kornea tersusun dari serat-serat kolagen yang membentuk
kelompok yang disebut lamella. Pada stroma kornea diperkirakan terdapat 200
lamella yang satu dengan yang lain tersusun membentuk sudut tertentu.
Masing-masing serat kolagen tersusun dari unit-unit tropokolagen. Setiap
4
tropokolagen terdiri dari 3 rantai protein yang berikatan membentuk pola
heliks.8
Endotel kornea tersusun dari 1 lapis sel yang bagian basalnya melekat
pada membran Descemet. Bagian apikal endotel berhubungan langsung
dengan aquos humor yang terdapat dalam bilik mata depan. Pada saat lahir
terdapat sekitar 350.000 sel endotel kornea dengan densitas 3000 sel/mm² dan
berdiameter sekitar 20 μm. Semakin tua umur sel beberapa endotel akan mati
dan menghilang. Endotel kornea mempunyai pengaruh yang besar dalam
menjaga kejernihan kornea dan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
kornea. Sel endotel kornea dihubungkan dengan makula okluden dan gap
junction yang masih dapat dilewati oleh air dan molekul–molekul kecil.7
Fungsi kornea sangat dipengaruhi oleh jumlah sel endotel yang berfungsi
memompakan cairan dari kornea sehingga kornea relatif dehidrasi dan jernih.
Endotel berfungsi sebagai sebagai barier yang memisahkan stroma dan cairan
akuos. Fungsi utamanya adalah mengalirkan air dari stroma ke cairan akuos
lewat proses pompa sodium/ bikarbonat.7
5
2.2. Katarak
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
penambahan cairan lensa (hidrasi) lensa, denaturasi lensa atau akibat
keduanya. Berdasarkan usia, katarak diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:9
1. Katarak kongenital, katarak yang mulai muncul sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi usia dibawah 1 tahun.
2. Katarak juvenil, katarak yang muncul setelah usia 1-39 tahun.
3. Katarak presenilis, katarak yang muncul saat usia 40-49 tahun.
4. Katarak senilis, katarak pada usia lanjut, yaitu diatas 50 tahun.9
6
lensa intra okular, pada pasien glaukoma yang ingin dilakukan pembedahan,
ablasio retina sebelumnya, prolaps vitreous, kistoid makular edema, katarak
dengan nukleus yang mengeras, atau sebagai konversi apabila terdapat
kegagalan pada teknik SICS dan fakoemulsifikasi. Pembedahan dapat
dilakukan pada pasien katarak muda.Kekurangan EKEK adalah dapat terjadi
katarak sekunder akibat opasifikasi sekunder pada kapsul posterior.10
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS adalah variasi dari EKEK yang pertama kali diperkenalkan oleh
Blumenthal pada tahun 1994. Teknik operasi ini cukup populer di negara
berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal dan dapat digunakan pada kasus
nukleus yang strukturnya padat. Instrumen bedah yang digunakan MSICS
sama dengan yang digunakan EKEK. Perbedaan antara EKEK dan MSICS
terletak pada ukuran insisinya. Pada SICS sayatan dibuat sepanjang 6-7 mm di
limbus, hampir tidak memerlukan jahitan dan pemulihan lebih cepat sekitar 1-
3 bulan dengan biaya yang relatif lebih murah serta risiko terjadinya
astigmatisma lebih sedikit. Kekurangnnya teknik ini pada beberapa kasus
dapat terjadi hifema dan edema kornea pasca operasi.10
d. Fakoemulsifikasi
Merupakan teknik operasi pilihan utama di negara-negara maju.
Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi yang memanfaatkan teknologi
ultrasound dan vakum. Pada teknik operasi ini alat yang digunakan adalah tip
ultrasonik yang berguna untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya
pecahan nukleus dan korteks di aspirasi menggunakan insisi yang sangat kecil
sekitar 2- 3 mm sehingga intraocular lens (IOL) dapat dimasukkan dengan
cara dilipat (foldable intraocular lens).Kelebihan dari teknik operasi ini adalah
penyembuhan luka pasca operasi cepat sekitar 1-3 minggu, perbaikan visus
lebih baik, tidak menimbulkan astigmatisma pasca operasi. Kedalaman kamera
okuli anterior dapat di kontrol pada teknik operasi ini. Terdapat pula
kekurangan teknik operasi Fakoemulsifikasi yaitu biaya operasi yang relatif
mahal.11
7
2.4. Komplikasi Intraoperasi
Komplikasi intraoperasi yang paling umum adalah ruptur kapsul posterior
(PCR) dengan insidensi sekitar 0,3-3,5% kasus.12 Pendangkalan segmen
anterior, prolaps vitreus, nucleus drop atau IOL drop, hifema, iridodialisis,
serta terlepasanya membran descement tidak jarang ditemukan.13
a. Hifema
Hifema dapat terjadi saat insisi kornea atau mengenai konjungtiva
selama tindakan operasi. Bila perdarahan berasal dari luka harus
dilakukan kauterisasi.13
b. Ruptur Kapsul Posterior
Ruptur kapsul posterior terjadi karena gerakan mata dan kepala yang
berlebihan selama operasi akibat anestesi yang tidak adekuat yang
mengakibatkan robeknya kapsul posterior lensa.13
c. Prolaps vitreus
Prolaps vitreus merupakan salah satu komplikasi serius yang dapat
terjadi selama bedah katarak. Sebagian besar prolaps viterus
disebabkan oleh ruptur kapsul posterior. Kapsuloreksis yang terlalu ke
perifer sehingga menyebabkan ruptur kapsul posterior dan dapat
menyebabkan prolaps vitreus.13
d. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pendangkalan kamera okuli anterior terjadi karena insisi yang terlalu
besar yang menyebabkan cairan di bilik mata depan habis dan
mengalami pendangkalan. Semua sayatan harus dipastikan tidak bocor
pada akhir operasi. Jika sayatan bocor, hidrasi stroma dapat dilakukan
untuk menutup luka atau sayatan dapat ditutup dengan jahitan atau
perekat jaringan.13
e. Terlepasnya membran descement
Terlepasnya membran descement terjadi ketika instrumen atau
intraocular lens (IOL) dimasukkan melalui sayatan atau ketika cairan
tidak sengaja disuntikkan diantara membran descement dan stroma
kornea yang dapat menyebabkan pembengkakan stroma dan bula epitel
lokal.13
8
f. Nucleus drop atau IOL drop
Nucleus drop atau intraocular lens (IOL) drop dapat terjadi akibat
penempatan IOL pada mata dengan kapsul lensa yang tidak adekuat.13
g. Iridodialisis
Iridodialisis adalah lepasnya iris dari scleral spur. Hal dapat terjadi
saat memperlebar luka operasi, iridektomi atau ekstraksi lensa.13
h. Prolaps iris
Iris yang prolaps saat operasi dapat terjadi akibat pupil yang terlalu
kecil atau tidak adekuatnya jahitan selama operasi.13
d. Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi
pada epitel dan stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi
9
yang cukup lama, inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan hilang
dalam 4-6 minggu setelah operasi. Jika edema kornea masih ditemukan
setelah 3 bulan pascaoperasi maka perlu dipertimbangkan tindakan
keratoplasti. 14
e. Ablasio retina
Ablasio retina dapat terjadi karena komplikasi intraoperasi seperti ruptur
kapsul posterior disertai prolaps vitreus. Hal ini terjadi akibat tersentuhnya
posterior chamber-anterior hyaloid membrane selama tindakan operasi.
Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca operasi katarak. Hal
ini terjadi karena hilangnya stabilitas vitreus akibat ekstraksi katarak. 14
f. Edema makula kistoid
Edema makula kistoid dapat menyebabkan penurunan visus pasca operasi
katarak. Penyebabnya akibat permeabilitas vaskular perifoveal yang
meningkat. Penurunan visus terjadi pada 2-6 bulan pasca operasi. 14
g. Dislokasi IOL
Dapat terjadi akibat kelemahan zonula zinn dan kelainan bentuk kapsul
posterior lensa. 14
h. Endoftalmitis
Endoftalmitis adalah komplikasi operasi katarak yang jarang tetapi paling
ditakuti karena dapat menyebabkan penurunan penglihatan disertai rasa
sakit yang hebat bahkan kebutaan. Endoftalmitis bisa dalam bentuk akut
atau kronik. Endoftalmitis akut timbul 2-5 hari pasca operasi, sedangkan
endoftalmitis kronis dapat timbul dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah operasi. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak
adalah Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus coagulase yang
merupakan bakteri gram positif. Sedangkan bakteri gram negatif terbanyak
adalah Pseudomonas aeruginosa. 14
10
pembedahan seperti larutan, obat-obatan, atau instrumen bedah yang
kurang steril pada segmen anterior mata. 14
j. Surgically induced astigmatism (SIA)
Dapat terjadi akibat insisi yang terlalu lebar dan peningkatan tekanan atau
kompresi pada luka insisi seperti kedalaman dan kekencangan jahitan. 14
k. Posterior capsule opacification (PCO)
Merupakan penyebab tersering penurunan visus pasca operasi katarak. Sel
epitel lensa yang tersisa pada saat operasi akan mengalami proliferasi dan
bermigrasi ke kapsul posterior sehingga terjadi opasifikasi kapsul
posterior. 14
11
semakin banyak akan membentuk bula. Bula terdapat pada bagian antara
epitel kornea dan membran Bowman akibat dari degenerasi membran basal
epitel. Pada edema epitel yang ringan, faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban akan mempengaruhi penguapan air mata saat berkedip. Pada
malam hari saat mata tertutup, edema epitel bertambah berat karena
berkurangnya penguapan air mata dan lingkungan yang hipertonis. Hal ini
menyebabkan keluhan penderita bertambah berat saat bangun pagi.8
12
diagnosis pseudophakic corneal edema sekaligus dapat menggambarkan
prognosis penyakit, diantaranya pemeriksaan slit lamp, pachymetri, dan
specular microscopic.12
Pemeriksaan dengan slit lamp menunjukkan adanya edema stroma kornea
dengan descemet fold, dan kadang-kadang terdapat edema epitel kornea
sekunder. Pemeriksaan pachymetry digunakan untuk menentukan derajat
ketebalan kornea, baik dengan metode optik atau dengan ultrasonografi. Hasil
pakimetri kornea bagian sentral lebih dari 590 mikron pada mata pseudofakia
menunjukkan edema kornea yang irreversibel. Pemeriksaan specular
microscopic digunakan untuk menggambarkan morfologi endotel.13
a. Tatalaksana farmakologi
Penurunan tekanan intraokular merupakan hal yang penting, karena
bila tekanan meningkat dapat semakin mengganggu fungsi endotel dan
menyebabkan edema epitel serta kerusakan endotel lebih lanjut. Obat
antiglaukoma topikal dapat membantu mengurangi tekanan dan
memberikan kesempatan pada endotel untuk mengembalikan keadaan
deturgesensi kornea. Derivat epinefrin sebaiknya dihindari untuk
mencegah risiko cystoid macular edema.14
Edema epitel biasanya dapat diatasi dengan pemberian zat hipertonik
topikal seperti salep atau tetes sodium klorida 5%, yang membantu
menarik cairan dari kornea. Suatu penelitian melaporkan sepertiga dari
pasien dengan keratopati bulosa mengalami perbaikan tajam penglihatan
setelah pemberian terapi selama 3 bulan.15
Pemakaian lensa kontak hidrofilik dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri akibat bula epitel. Pembentukan bula yang baru tidak dapat dicegah
dengan memakai lensa, akan tetapi bila bula baru muncul, ujung saraf
kornea diharapkan tidak terpapar oleh kekeringan dan stimulus lain yang
mengganggu. Walaupun pemakaian lensa ini tidak mengurangi edema
yang terjadi, namun dapat memperbaiki tajam penglihatan karena dapat
menutupi permukaan kornea yang irregular.14
13
Apabila terjadi ruptur bula epitel, maka diberikan antiinflamasi,
larutan sodium klorida 5%, antibiotik topikal, obat dilatasi pupil, dan
bandage contact lens atau melakukan patching pada mata untuk
membantu penyembuhan permukaan kornea dan mengurangi rasa nyeri.
Pseudophakic corneal edema yang tergolong berat dan tidak menunjukkan
perbaikan dengan medikamentosa, perlu dipertimbangkan untuk terapi
pembedahan.16
b. Pembedahan
Beberapa terapi pembedahan diantaranya flap konjungtiva, kauterisasi
lapisan Bowman, mikropunktur stroma anterior, excimer laser
phototheurapeutic keratectomy (PTK), keratotomi anular, dan keratoplasti
penetrasi. Bila penyebab edema kornea berupa subluksasi atau dislokasi
lensa intraokular, maka dilakukan reposisi atau pengeluaran lensa.17
Flap konjungtiva merupakan metode terapi pilihan untuk mengurangi
keluhan nyeri pada mata dengan keratopati bulosa. Flap jenis Gunderson
dapat membuka konjungtiva bulbi superior dan menutupi kornea dengan
bridge yang intak di nasal dan temporal. Dewasa ini membran amnion
dipakai dengan hasil yang baik untuk menutupi kornea yang membengkak
dan menurunkan rasa nyeri. Namun kedua prosedur ini tidak dapat
memperbaiki tajam penglihatan.18
Kauterisasi lapisan Bowman dapat dilakukan untuk mengatasi rasa
nyeri. Prosedur ini diduga dapat membentuk barrier fibrosa yang padat
antara stroma kornea dan epitel dimana cairan tidak dapat masuk ke dalam
sel epitel dan mengakibatkan perubahan pada bula.16
Keratotomi anular digunakan untuk menangani nyeri pada kasus
keratopati bulosa dengan penglihatan yang buruk. Metode ini dilakukan
dengan cara insisi sebagian ketebalan kornea dengan trephine dan rasa
nyeri akan berkurang akibat pemotongan cabang saraf siliaris yang dapat
menurunkan sensasi kornea.19
14
Penurunan penglihatan, keratitis yang berulang, dan keluhan nyeri
merupakan indikasi dilakukan keratoplasti penetrasi.20
Metode terapi full-thickness keratoplasty sering menimbulkan
komplikasi berupa astigmat tinggi, hubungan antar jahitan yang tidak baik,
dan penyembuhan luka yang tidak efektif. Bila lapisan posterior kornea
yang rusak diganti dengan lapisan kornea donor, maka komplikasi akan
lebih sedikit. Metode ini disebut dengan posterior lamellar keratoplasty,
yang merupakan terapi alternatif lain dalam menangani kelainan pada
endotel kornea. Jaringan yang dicangkokkan terdiri dari stroma posterior,
membran descemet, dan endotel.21
2.10. Prognosis
Edema kornea yang menetap selama 3 bulan setelah operasi katarak tidak
akan hilang dengan sendirinya.22 Deteksi dini dan penanganan dengan segera
yang edema kornea merupakan kelainan sekunder akibat ekstraksi katarak
dengan pemasangan lensa intraokular dapat mencegah keparahan penyakit.
Teknik pembedahan yang semakin maju pada ekstraksi katarak telah
menyebabkan penurunan jumlah kasus pseudophakic corneal edema.2
RAHASIA
15
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J Pekerjaan : Swasta
Umur : 78 tahun Pendidikan : SMP
Jenis kelamin : Laki-laki MR : 0111xxxx
Alamat : Selat Panjang Tanggal pemeriksaan : 02/02/2023
Keluhan Utama:
Mata kanan terasa tidak nyaman sejak 1 hari setelah operasi katarak.
Riwayat pengobatan :
- Riwayat operasi katarak pada mata kanan 1 hari lalu (Phacoemulsificasi +
IOL OD)
Riwayat penyakit keluarga:
- Riwayat katarak (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
16
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Vital sign : TD : 140/72 mmHg
HR : 73 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36,6 0C
STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS
20/70 Visus tanpa koreksi 20/100
Tidak dikoreksi Visus dengan koreksi Tidak dikoreksi
Orthoforia Posisi bola mata Orthoforia
17
Gerakan bola mata
Gambar
18
RESUME:
Tn. J, 78 tahun dengan keluhan mata kanan terasa tidak nyaman seperti ada yang
mengganjal sejak 1 hari setelah operasi katarak. Mata kanan terasa nyeri dan
berair. Riwayat operasi katarak pada kanan 1 hari yang lalu. Pada pemeriksaan
oftalmologi tanpa koreksi didapatkan VOD 20/70 VOS 20/100. Lensa OD
pseudofakia, OS keruh. Kornea OD keruh dan edema. Riwayat hipertensi yang
diketahui 2 tahun yang lalu.
Diagnosis kerja:
Pseudofakia Kornea Edema OD
Penatalaksanaan:
Farmakologi:
- Cendo xitrol ED 6 x sehari
- Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet
- Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1 tablet
19
Prognosis:
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad kosmetikum : bonam
Follow up (09-02-2023)
P:
DAFTAR PUSTAKA
1. Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. Basic and Clinical Science
Course 2020-2021 Section 11 Lens and Cataract. San Fransisco:
American Academy of Opthalmology; 2020.
2. Kemenkes. R.I. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Jakarta:
Pusdatin Kemenkes RI. 2014.
3. Vaughan D & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran: Jakarta. 2019.
4. Khurana AK, Khurana I. Anatomy and Physiology of Eye. 3rd ed.
CBSPublishers and Distributors PVT LTD.2017.
20
5. Natali, Reinne, Simanjuntak, Gilbert, Jannes Fritz Tan dan Hhb
Mailangkay. Penatalaksanaan Terkini Pseudofakos Bulous Keratopathy.
Jurnal Ilmiah WIDYA. 2017: 4(2).
6. Lang GK. Ophthalmology: A pocket textbook atlas. 3rd ed. New York:
Thieme; 2016.
7. Thevi T, Reddy SC, Shantakumar C. Outcome of phacoemulsification and
extracapsular cataract extraction: a study in a district hospital in
Malaysia. Malays Fam Physician. 2014;9(2):41-7
8. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 9. Suyono Y,
Iskandar M, Isella V, Susanti F, Michael, Sanjaya N, et al., editors.
Jakarta: EGC; 2018.
9. Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. Basic and Clinical Science
Course 2020-2021 Section 11 Lens and Cataract. San Fransisco:
American Academy of Opthalmology; 2020.
10. Kamonporn N, Pipat K. The visual outcomes and complications of manual
small incision cataract surgery and phacoemulsification: long term
results. Romanian Journal of Ophthalmology. 2021 Jan;65(1):31.
11. Raiyawa S, Jenchitr W, Yenjitr C & Tapunya M. Visual acuity in patients
having cataract surgery by different techniques. J Med Assoc Thai. 2016;
91(1): 95.
12. Kusumadjaja M A, Yohansyah P, Kusuma D & Handayani N M O. Profil
of Visual Acuity Improvement of Cataract Patients After
Phacoemulsification Cataract Surgery at Udayana Army Hospital in
2016-2017. EJMED. 2018; 44(2): 100.
13. H. Yi David & Dana, M.r. Corneal Edema After Cataract Surgery:
Incidence and Etiology. Seminar in Opthalmology.2021; 17(3-4);110-114.
14. Simanjuntak GWS. Reimplantasi Lensa Setelah Komplikasi Operasi
Katarak. Departemen Oftalmologi Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. 2012; 6(4)
15. Fahri MF. Evaluasi Visual Outcome dan Quality of Life Pasien Postoperasi
Katarak Senilis di Rumah Sakit Universitas Hasanudin. NMSJ. 2018;
87(2-4): 45.
21
16. Kumar R. Corneal edema after cataract surgery: an overview. Journal of
dental and medical sciences (IOSR-JDMS). 2019; 18(1).
17. Olsen T and Jeppesen P. The incidence of retinal detachment after
cataract surgery. The Open Opthalmology Journal. 2014; 6(1).
18. Taravati P, Lam LD, Leveque T, and Gelder RNV. Postcataract Surgical
Inflammation. Journal LWW. 2015; 23(1).
19. Pramita RD, Sunariasih NN. Visual Outcomes After Phacoemuulsification
in Sanjiani Hospital Gianyar, Bali, Indonesia. European Journal of
Medical and Health Sciences. 2021;3(1)195p.
20. Ezegwui IR, Aghaji AE, Okpala NE, and Onwasigwe EN. Evaluation of
Complications of Extracapsular Cataract Extraction Perfomed by Traines.
Ann Med Health Sci Res. 2014;4(1):115-117.
21. Nurjanah RA, Indawaty SN, Purwoko M. Faktor Risiko Timbulnya Low
Vision Pasca Operasi Katarak dengan Teknik Ekstraksi Katarak
Ekstrakapsular. Syifa’Medika. 2019;10(1):18p.
22. Sharma N, Singhal D, Nair SP, Sahay P, et al. Corneal Edema After
Phacoemulsification. IJO. 2017;65(12):1381-1389.
22