Anda di halaman 1dari 7

Bencana dapat didefinisikan secara berbeda, baik secara normatif maupun menurut pendapat

para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
peristiwa yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam dan manusia yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan kerusakan
manusia, kerusakan lingkungan, suatu rangkaian kejadian. , kehilangan harta benda dan efek
psikologis.

Keputusan Menteri No. 17/Kep/Menko/Kesra/x/95 mendefinisikan bencana sebagai berikut:


Kerugian mengakibatkan kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan, rusaknya prasarana dan
sarana umum, serta terganggunya ketertiban umum dan kehidupan masyarakat.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001), pengertian bencana adalah kejadian
atau kejadian di suatu wilayah yang menyebabkan kerusakan ekosistem, hilangnya nyawa
manusia, dan kemunduran yang signifikan dari pelayanan kesehatan dan medis. Diperlukan
bantuan luar yang luar biasa.

Definisi WHO (2002) tentang bencana (catastrophic event) adalah menyebabkan kerusakan,
gangguan ekologis, hilangnya nyawa, atau kemunduran kesehatan atau layanan kesehatan sampai
batas tertentu, yang mengakibatkan kerusakan pada komunitas yang terkena dampak atau dari
luar. kejadian yang memerlukan tanggapan. daerah.

Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003), dikutip Wijayanto (2012), bencana
menimbulkan kerugian yang luas dan dirasakan oleh masyarakat, berbagai sumber dan
lingkungan (alam) ketika terjadi dampak, merupakan gangguan serius bagi masyarakat.
Kemampuan yang lebih manusiawi untuk mengatasinya dengan sumber daya yang ada.

Selanjutnya menurut Parker (1992) yang dikutip oleh Wijayanto (2012), bencana adalah
kejadian luar biasa yang disebabkan oleh aktivitas alam atau manusia, dan memerlukan
tanggapan dari masyarakat, komunitas, individu, dan lingkungan. dan menyediakan. antusiasme
yang luas.

Dengan demikian dapat disimpulkan dari beberapa pengertian bencana di atas bahwa
pengertian bencana secara umum adalah kejadian atau kejadian yang menimbulkan kerusakan
berupa prasarana atau struktur sosial yang mengganggu kelangsungan hidup masyarakat
setempat.

Jenis-Jenis bencana

Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan


bencana, yaitu:
a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin puting beliung, dan tanah longsor.;

b) Bencana nonalam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam, termasuk kegagalan teknologi dan kegagalan modernisasi. dan wabah penyakit;

c) Bencana sosial adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa buatan manusia atau rangkaian
peristiwa yang melibatkan konflik sosial antar kelompok atau komunitas.

Faktor Penyebab Terjadinya Bencana

Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :

(1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan manusia.

(2) Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan
akibat perbuatan manusia, dan

(3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan manusia, misalnya
konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

Secara umum, faktor penyebab bencana terkait dengan interaksi keterpaparan dan kerentanan.
Ancaman bencana menurut UU No. 2 Tahun 2007 adalah “kejadian atau peristiwa yang dapat
menimbulkan bencana”. Kerentanan dampak atau risiko bencana adalah “keadaan atau
karakteristik suatu komunitas, biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan
teknologi sepanjang waktu yang mengurangi kemampuan komunitas untuk mencegah,
meredam,Mitigasi, persiapkan dan tanggapi bahaya tertentu” (MPBI, 200:5).

Tahap Pra Bencana (mencangkup Kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan peringatan
dini).

a Pencegahan (prevention)

Upaya menghindari bencana (dengan menghilangkan bahaya jika memungkinkan). Misalnya:


larangan pembakaran hutan untuk pertanian, larangan penggalian batu di daerah curam, larangan
membuang sampah sembarangan.

b. Mitigasi Bencana (Mitigation)

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan
mitigasi dapat dilakukan melalui
a) pelaksanaan penataan ruang;

b) pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan

c) penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun


modern (UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana).

c. Kesiapsiagaan (Preparedness)

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian


serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas
kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain:

a) penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;

b) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;

c) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;

d) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat;

e) penyiapan lokasi evakuasi;

f) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tentang tanggap darurat
bencana; dan

g) penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan
prasarana dan sarana.

d. Peringatan Dini (Early Warning)

Serangkaian kegiatan untuk memperingatkan masyarakat sesegera mungkin tentang


kemungkinan terjadinya bencana di suatu tempat oleh otoritas yang berwenang (UU 2 /2007)
atau upaya untuk memberi tanda peringatan bahwa bencana akan segera terjadi. Dapat dijangkau
masyarakat (dapat diakses), langsung (immediate), tegas tidak membingungkan (konsisten), dan
resmi (formal).

Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan
penderitaan sementara, seperti kegiatan bantuan darurat dan pengungsian

a. Tanggap Darurat (response)

Tanggap darurat didefinisikan sebagai tindakan segera jika terjadi bencana untuk mengatasi
akibat yang merugikan, termasuk penyelamatan dan evakuasi korban dan harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengelolaan pengungsi, penyelamatan dan
rehabilitasi prasarana dan sarana. kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan yang dilakukan pada
fase tanggap darurat meliputi:

 pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya;


 penentuan status keadaan darurat bencana;
 penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
 pemenuhan kebutuhan dasar;
 perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
 pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 48
tentang Penaanggulangan Bencana).

b. Bantuan Darurat (relief)

Inisiatif ini memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian,
perumahan sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih.

Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

a. Pemulihan (recovery)

Pemulihan adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memulihkan kondisi masyarakat
dan lingkungan yang terkena bencana melalui pemulihan kelembagaan, prasarana, dan sarana
dengan melakukan operasi pemulihan. Beberapa kegiatan yang terkait dengan pemulihan adalah;

a) perbaikan lingkungan daerah bencana;

b) perbaikan prasarana dan sarana umum;

c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

d) pemulihan sosial psikologis;

e) pelayanan kesehatan;

f) rekonsiliasi dan resolusi konflik;

g) pemulihan sosial ekonomi budaya, dan

j) pemulihan fungsi pelayanan publik.

b. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan ke tingkat yang memadai dari semua aspek
pelayanan publik atau pemerintah daerah di wilayah pasca bencana, menormalkan atau
memulihkan semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat di wilayah pasca bencana.
bekerja Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana,
rehabilitasi prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan rehabilitasi rumah masyarakat,
pemulihan psikososial, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan penyelesaian konflik, Pemulihan
sosial ekonomi dan budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, pemulihan fungsi pelayanan publik.

c. Rekonstruksi (reconstruction)

Rekonstruksi didefinisikan sebagai strategi dan strategi untuk membangun kembali secara
permanen semua infrastruktur, fasilitas, dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintah
maupun masyarakat, dengan tujuan utama pertumbuhan ekonomi, sosial, dan berkelanjutan
komitmen dan mengembangkan prosedur konkrit yang direncanakan dengan baik, konsisten dan
berkelanjutan. Peningkatan peran dan keterlibatan masyarakat sipil dalam kegiatan budaya,
pemeliharaan hukum dan ketertiban, dan semua aspek kehidupan sosial masyarakat
pascabencana. Ruang lingkup praktik rekonstruksi terdiri dari program rekonstruksi fisik dan
program rekonstruksi non fisik.

Banjir merupakan fenomena alam yang biasanya terjadi di daerah yang banyak bersinggungan
dengan sungai. Sederhananya, banjir dapat didefinisikan sebagai adanya air di area yang luas
yang menutupi permukaan area tersebut. Dalam konteks pembahasan yang lebih luas, banjir
dapat dilihat sebagai bagian dari siklus hidrologi, bagian dari air permukaan yang masuk ke laut.
Dalam siklus hidrologi, kita menemukan bahwa jumlah air yang mengalir melalui permukaan
bumi ditentukan terutama oleh curah hujan dan laju penetrasi air ke dalam tanah.

Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, 2000-3000 mm/tahun, sehingga rawan banjir pada
musim hujan dari bulan Oktober sampai Januari. Terdapat dari 600 sungai besar yang tersebar di
seluruh Indonesia, di antaranya dalam kondisi memprihatinkan, tidak dikelola dengan baik dan
menyebabkan banjir (Bakornas: 2007).

Banjir pesisir adalah banjir yang disebabkan oleh tergenangnya daratan oleh pasang surut air
laut, dan merupakan masalah yang terjadi di daerah di bawah permukaan laut. Dalam kasus
gelombang badai Semarang, hal ini sudah terjadi sejak lama, diperparah dengan penurunan muka
tanah dan kenaikan muka air laut akibat pemanasan global.Banjir pesisir (rob) merupakan
masalah besar di kota-kota seperti Semarang, Jakarta, dan kota-kota di pantai utara Jawa,
seiring dengan pengambilan air tanah yang tidak terkendali yang menyebabkan pemanasan
global dan penurunan tanah (land subsidence).

kerentanan adalah karakteristik dan

Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman (BNPB, 2008). Kerentanan
ini dapat berupa:

Kerentanan Fisik

Secara fisik, bentuk kerentanan masyarakat merupakan bentuk resistensi terhadap bahaya
tertentu. Misalnya kekuatan struktur rumah, jalan dan jembatan bagi masyarakat yang tinggal di
daerah rawan gempa, serta adanya tanggul penahan banjir bagi masyarakat yang tinggal di
daerah rawan gempa. Tinggal di tepi sungai

Kerentanan Ekonomi

Kapasitas ekonomi individu atau komunitas menentukan tingkat kerentanan mereka terhadap
bahaya. Secara umum, masyarakat dan daerah miskin atau tertinggal lebih rentan terhadap
ancaman karena tidak memilikinya.

Kerentanan Sosial

Konteks sosial masyarakat juga mempengaruhi kerentanan, dengan faktor demografi (jenis
kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat, pendidikan), kurangnya pengetahuan tentang
kerentanan dan risiko bencana meningkatkan kerentanan dan masyarakat Kebersihan yang buruk
juga berperan. Hal ini juga meningkatkan kerentanan terhadap risiko bencana

Kerentanan Lingkungan

Lingkungan hidup masyarakat memiliki dampak yang signifikan terhadap kerentanan.


Masyarakat yang tinggal di daerah gersang selalu berisiko mengalami kekeringan, sedangkan
masyarakat yang tinggal di puncak bukit dan pegunungan lebih berisiko mengalami tanah
longsor.
data tersebut berdasarkan assessment yang telah dilakukan,dapat disimpulkan pemicu ancaman
banjir di Gang Marlina Kel. penjaringan Kec.penjaringan Jakarta Utara Yaitu curah hujan yang tinggi.
namun, selain itu juga dikarenakan kenaikan air laut dan selokan yang tersumbat, sehingga mudah sekali
terjadi banjir di daerah tersebut.

Pada aspek kerentanan terdapat beberapa factor yang dapat memengaruhi penanggulangan
bencana banjir. faktor sosial pada factor ini tidak ada permasalahan karena warga setempat sudah
cukup peka terhadak keadaan yang terjadi, seperti setiap warga melakukan bersih-bersih setelah terjadi
banjir tanpa harus di perintahkan terlebih dahulu. Faktor ekonomi warga sebagian besar bekerja
sebagai buruh dan nelayan. hanya saja ketika terjadi banjir dating beberapa warga mengalami kerugian
ata barang-barang mereka yang rusak akibat terkena air banjir. faktor fisik yaitu padatnya pemukiman di
sana.

Kapasitas tersebut antara lain yaitu, pengtahuan masyarakat terkait ancaman bencana yang ada di
wilayah tersebut sudah cukup baik. dapat dibuktikan dari masyarakat yang sudah sangat memahami
tanda peringatan jika akan terjadi bencana. selain itu, warga juga membangun rumahnya bertingkat. Hal
ini disebabkan anitisipasi mereka jika akan terjadi banjir. Kerja bakti menjadi salah satu agenda yang
sering dilaksanakan oleh masyarakat. Namun, kekurangan yang terjadi pada wilayah tersebut yaitu
minimnya ketersidaan lahan yang ada. faktor-faktor kapasitas tersebut membantu untuk meminimalisir
resiko bencana. karena, semakin besar kapasitas maka akan semakin kecil resiko bencana yang aka
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai