Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS PENGARUH INDIKATOR PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP

INFLASI DI INDONESIA PADA TAHUN 1985 – 2020

DISUSUN OLEH KELOMPOK INFLATION

21/477651/EK/23477

21/477872/EK/23487

21/476620/EK/23417

21/479488/EK/23550

21/477341/EK/23457

21/477569//EK/23470

21/473221/EK/23288

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS EKONOMETRIKA I


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu negara berkembang di Asia Tenggara, Indonesia telah mengalami
perubahan ekonomi yang signifikan selama periode 1985-2020. Selama lebih dari tiga dekade
tersebut, perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, tetapi juga
menghadapi tantangan inflasi yang signifikan. Selama 35 tahun terakhir, Indonesia mencatat
pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata sekitar 4,8% menggunakan indikator GDP annual
growth rate. Pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui GDP annual growth rate merupakan
indikator penting dalam analisis perekonomian suatu negara. GDP annual growth rate
menggambarkan perubahan persentase dalam nilai total produk domestik bruto (PDB) dari tahun
ke tahun. Kenaikan yang signifikan dalam GDP annual growth rate menunjukkan pertumbuhan
ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, sementara penurunan atau stagnasi dapat mengindikasikan
perlambatan ekonomi atau resesi. Pertumbuhan ekonomi terendah sebesar 0,79% terjadi pada
tahun 1999 di saat perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih setelah terjatuh ke dalam
jurang resesi dengan pertumbuhan negatif 13,13% pada tahun 1998. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1995 dengan pertumbuhan sebesar 8,2%. Hubungan antara
GDP annual growth rate dan tingkat inflasi secara umum bersifat kompleks dan dapat bervariasi
tergantung pada berbagai faktor. Pada umumnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung
memicu inflasi. Ketika perekonomian tumbuh pesat, permintaan barang dan jasa juga meningkat,
sehingga mendorong kenaikan harga. Selain itu, pertumbuhan yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan upah dan biaya produksi, yang dapat mempengaruhi harga produk.
Indikator pertumbuhan ekonomi kedua yang digunakan adalah jumlah uang beredar
(JUB). Saat JUB di masyarakat meningkat akibat aktivitas ekonomi, konsumsi, investasi, dan
kebijakan moneter, terdapat dorongan terjadinya pertumbuhan ekonomi. JUB memiliki peran
penting dalam menggerakkan aktivitas ekonomi dan hubungannya dengan tingkat inflasi. Ketika
jumlah uang beredar di masyarakat meningkat dengan cepat, hal ini dapat menyebabkan terlalu
banyak uang yang berusaha mengejar jumlah barang dan jasa yang terbatas. Fenomena ini sering
disebut "too many dollars chasing too few goods" dan dapat mendorong peningkatan harga
secara keseluruhan, yaitu inflasi (Demand-pull Inflation). Dengan memahami hubungan antara
jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi, penelitian dan analisis dapat memberikan
wawasan yang berharga bagi pembuat kebijakan dan praktisi ekonomi dalam merumuskan
kebijakan yang efektif untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain GDP annual growth rate jumlah uang beredar, indikator pertumbuhan ekonomi
yang selanjutnya digunakan adalah tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran merupakan
indikator penting dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi karena memiliki hubungan yang
erat dengan aktivitas pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat menunjukkan
rendahnya peluang kerja bagi penduduk, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara. Di sisi lain, rendahnya tingkat pengangguran berdampak pada
meningkatnya kegiatan produksi di suatu negara. Tingkat pengangguran juga berperan dalam
proses pembentukan inflasi sebab ketika pengangguran tinggi, permintaan akan cenderung
rendah dan dapat mempengaruhi tingkat harga dan inflasi secara keseluruhan.
Selain kedua indikator pertumbuhan ekonomi yang telah ada pada rancangan paper
sebelumnya, penulis menambahkan nilai kurs rupiah sebagai variabel independen ketiga pada
final paper ini. Penulis merasa perlu untuk menambahkan variabel independen kurs rupiah
karena kurs rupiah memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat inflasi dalam
perekonomian. Ketika kurs rupiah melemah, harga barang impor cenderung naik, menyebabkan
inflasi meningkat. Sebaliknya, ketika kurs rupiah menguat, harga barang impor menjadi lebih
murah, yang dapat menekan inflasi. Fluktuasi kurs rupiah yang signifikan dapat memberikan
dampak yang beragam pada inflasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penting untuk
menganalisis pengaruh kurs rupiah terhadap tingkat inflasi sebagai variabel dependen. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang hubungan ini, akan memungkinkan perumusan kebijakan
moneter dan fiskal yang tepat untuk mengendalikan inflasi dan mencapai stabilitas harga dalam
perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, selama periode 1985-2020, Indonesia telah mengalami periode inflasi dengan
periode dan tingkat keparahan yang bervariasi. Pada beberapa tahun, inflasi cukup tinggi dan
sulit dikendalikan, sementara pada tahun lainnya, inflasi berhasil dikendalikan dengan baik.
Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi inflasi di Indonesia juga beragam, termasuk
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat mendorong permintaan barang
dan jasa, sehingga berpotensi menyebabkan inflasi. Namun, pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan seimbang juga dapat membawa manfaat, seperti peningkatan lapangan kerja,
pendapatan masyarakat, dan investasi yang mendorong produktivitas.
Setelah melalui pertimbangan, penulis juga memutuskan untuk menambahkan rentang
tahun penelitian dari 1990-2020 menjadi 1985-2020. Pemilihan tahun 1985 sebagai awal rentang
penelitian dilakukan karena pada periode tersebut, Indonesia sedang mengalami perubahan
signifikan dalam kondisi ekonomi dan kebijakan perekonomian. Pada pertengahan tahun
1980-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan
ekonomi. Selain itu, kebijakan reformasi ekonomi dilakukan pada akhir tahun 1980-an, seperti
deregulasi dan liberalisasi ekonomi, yang mempengaruhi dinamika inflasi dan pertumbuhan
ekonomi pada periode berikutnya. Selain itu, keputusan ini diambil didasarkan pada
pertimbangan bahwa rentang waktu yang lebih luas akan memberikan gambaran yang lebih
lengkap mengenai pengaruh indikator pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi di Indonesia. Data
yang lebih banyak dan lebih panjang rentang waktunya juga dapat menghasilkan temuan yang
lebih kredibel dan dapat diandalkan dalam mengidentifikasi hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan inflasi di Indonesia selama periode tersebut.
Dengan melakukan analisis pengaruh indikator pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi di
Indonesia pada tahun 1985-2020, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang faktor-faktor indikator pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi inflasi di
negara ini. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan penting bagi pembuat kebijakan dalam
merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat guna untuk mengendalikan inflasi. Selain itu,
penelitian ini juga dapat menjadi dasar bagi penelitian lanjutan di bidang ekonomi dan
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan ekonomi secara keseluruhan.

1.2 Tujuan Penelitian


Laju inflasi pada tahun 1985-2020 yang terjadi di Indonesia selalu mengalami fluktuasi.
Pada tahun 1985, inflasi Indonesia mencapai 7,82% dan cenderung stabil hingga tahun 1997.
Namun, terjadi krisis moneter pada tahun 1998 dan 1999 yang menyebabkan tingkat inflasi
melonjak menjadi 58,45% dan kemudian turun menjadi 20,48%. Setelah krisis tersebut laju
inflasi cenderung stabil kembali sampai tahun 2020. Laju inflasi sendiri dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jumlah uang beredar dan tingkat pengangguran.
Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh jumlah uang
beredar, nilai kurs rupiah, dan tingkat pengangguran terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama
tahun 1985-2020. Berdasarkan tujuan tersebut, penulis berharap bahwa penelitian ini dapat
mengetahui pengaruh jumlah uang beredar dan tingkat pengangguran terhadap inflasi di
indonesia secara konkret. Selain itu, besar harapan bahwa penulis dapat mengetahui variabel
independen yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi, serta pengaruh jumlah
uang beredar dan tingkat pengangguran secara simultan terhadap inflasi.

1.3 Rumusan Masalah


Dari pemaparan di atas, penulis dapat merumuskan masalah yang akan ditinjau pada
penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana pengaruh JUB terhadap inflasi di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh unemployment terhadap inflasi di Indonesia?
3. Manakah variabel independen yang berpengaruh paling signifikan terhadap inflasi?
4. Bagaimana pengaruh JUB dan unemployment secara simultan terhadap inflasi?
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi menurut Federal Reserve Bank of St. Louis didefinisikan sebagai
peningkatan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi
meningkatkan upah dan standar hidup warga negara ke derajat yang lebih tinggi. Dengan kata
lain, hal tersebut memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan konsumsi barang dan jasa. Di
sisi lain, Reserve Bank of Australia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi mengacu pada
peningkatan ukuran ekonomi suatu negara selama periode waktu tertentu. Ukuran ekonomi
secara umum dapat diukur menggunakan total produksi barang dan jasa dalam perekonomian,
yang disebut produk domestik bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara
kuantitatif menggunakan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi, seperti pertumbuhan PDB,
jumlah uang beredar (JUB), tingkat pengangguran, dan lain-lain.
2.1.2 Indikator Pertumbuhan Ekonomi
Indikator pertumbuhan ekonomi mengacu pada ukuran yang digunakan untuk mengukur
kesehatan dan perkembangan ekonomi suatu negara atau wilayah. Indikator ini memberikan
informasi tentang perubahan dalam output ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi, investasi,
perdagangan, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktivitas ekonomi. Beberapa indikator
pertumbuhan ekonomi yang umum digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB),
pertumbuhan PDB, tingkat pengangguran, inflasi, investasi, dan ekspor-impor.
Pertumbuhan ekonomi sendiri adalah indikator kesuksesan pembangunan dalam suatu
perekonomian yang dapat diukur melalui perubahan output nasional. Dalam analisis ekonomi
jangka pendek, perubahan output ekonomi menjadi faktor penentu kemajuan. Secara umum, teori
pertumbuhan ekonomi dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori klasik dan teori modern. Teori
klasik, seperti yang dikemukakan oleh Adam Smith dan David Ricardo, berfokus pada
mekanisme pasar bebas sebagai faktor utama dalam analisis pertumbuhan ekonomi. Sementara
itu, teori modern seperti teori pertumbuhan Harrod-Domar menekankan pentingnya investasi
dalam pertumbuhan ekonomi. Investasi yang tinggi berkontribusi terhadap permintaan agregat
dan penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Secara lebih luas,
investasi juga meningkatkan stok kapital dalam jangka panjang.
2.1.3 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total produksi atau output yang dihasilkan dalam
suatu negara dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup nilai semua barang dan jasa yang
diproduksikan di dalam negara tersebut. Konsep PDB merupakan bagian dari perhitungan
pendapatan nasional. Dalam analisis makroekonomi, istilah pendapatan nasional atau national
income sering digunakan untuk merujuk pada nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu
negara. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan peningkatan produksi barang dan jasa dalam masyarakat
(Sukirno & Sadano, 2004). Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kinerja makro
yang populer dan dihitung berdasarkan PDB (Produk Domestik Bruto) atau GDP (Gross
Domestic Product) (Heru, 2010). Perhitungan PDB dapat dilakukan dengan tiga pendekatan:
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran (Nopirin, 2008)
2.1.4 Pertumbuhan PDB
Menurut Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai tambah
dari semua unit ekonomi dalam suatu negara, yang mencakup nilai akhir barang dan jasa yang
dihasilkan oleh unit-unit ekonomi tersebut. Setiap barang dan jasa yang diproduksi baik oleh
perusahaan domestik maupun asing di dalam negeri dihitung sebagai bagian dari PDB negara
tersebut. Peningkatan nilai PDB suatu negara dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi negara
tersebut (Silitonga, 2021). Semakin tinggi nilai PDB, semakin besar pertumbuhan ekonomi yang
terjadi, dan sebaliknya. Ada dua metode penghitungan PDB, yaitu menggunakan harga konstan
dan harga berlaku. Dalam penghitungan menggunakan harga konstan, nilai barang dan jasa
dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada tahun tertentu sebagai dasar. Sementara itu,
penghitungan menggunakan harga berlaku dilakukan dengan menghitung nilai barang dan jasa
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahunnya.
2.1.5 Jumlah Uang Beredar (JUB)
Jumlah uang yang beredar merujuk pada uang yang dimiliki oleh masyarakat. Jumlah
uang beredar merupakan jumlah instrumen transaksi yang diakui secara hukum dalam
masyarakat sebagai pembayaran dalam kegiatan ekonomi. Bank Indonesia menjelaskan bahwa
uang beredar adalah sistem moneter dalam bentuk perbankan yang digunakan oleh sektor selain
swasta domestik, bukan penduduk, dan pemerintah. Menurut Susmiati, Giri, & Senimantara
(2021), jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat umum, dan memiliki
dua arti yang berbeda. Cakupan definisi jumlah uang yang beredar di negara maju umumnya
lebih luas dan kompleks jika dibandingkan dengan negara sedang berkembang (NSB).
Pengertian yang paling sempit, yang juga dikenal sebagai "narrow money," mengacu pada daya
beli yang dapat langsung digunakan untuk pembayaran atau dapat diperluas untuk mencakup
instrumen pembayaran yang hampir sama dengan "uang," seperti deposito berjangka dan
tabungan. Dalam konteks ini, uang telah memenuhi perannya sebagai medium of exchange
(Pohan, 2008). Narrow money, yang biasanya disimbolkan dengan M1, terdiri dari uang
tunai/kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang tunai mencakup uang kertas dan
logam yang berada di tangan masyarakat umum, sementara uang giral mencakup saldo rekening
koran/giro yang dimiliki oleh masyarakat umum dan disimpan di bank. Berdasarkan pengertian
ini, dapat diketahui bahwa jenis uang yang beredar dalam masyarakat memiliki variasi. Semakin
banyak masyarakat yang memegang uang dalam berbagai bentuk, menunjukkan peningkatan
jumlah uang beredar. Ketika permintaan terhadap barang dan jasa meningkat, terjadi sensitivitas
terhadap kenaikan harga dalam kegiatan ekonomi.
2.1.6 Tingkat Pengangguran
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dalam konteks indikator ketenagakerjaan,
pengangguran merujuk pada penduduk yang sedang tidak bekerja dan aktif mencari pekerjaan,
termasuk mereka yang sedang mempersiapkan usaha baru atau yang telah diterima bekerja
namun belum mulai bekerja. Pengangguran, atau istilah dalam bahasa Inggris "unemployment,"
adalah fenomena yang dihadapi tidak hanya oleh negara-negara berkembang, tetapi juga oleh
negara-negara maju. Secara umum, pengangguran didefinisikan sebagai kondisi di mana individu
yang termasuk dalam angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif
mencari pekerjaan. Individu yang tidak bekerja namun secara aktif mencari pekerjaan tidak
dianggap sebagai penganggur. Tingkat pengangguran mengacu pada proporsi penduduk yang
tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Pengangguran bisa menjadi faktor yang
mempengaruhi inflasi karena ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja
dapat memengaruhi harga-harga dan biaya produksi.
2.1.7 Nilai Kurs Rupiah
Menurut Musdholifah dan Tony (2007), kurs mata uang mengacu pada nilai harga satu
unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau sebaliknya. Dalam istilah lain, kurs juga
dapat diartikan sebagai harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sebagai contoh,
nilai tukar (NT) Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) menunjukkan harga satu Dolar Amerika
(USD) dalam Rupiah (Rp), atau sebaliknya, yaitu harga satu Rupiah terhadap satu USD.
2.1.8 Inflasi
Menurut Bank Indonesia, inflasi adalah proses kenaikan harga barang dan jasa secara
stabil selama periode waktu tertentu. Sukirno (2015) juga menyatakan bahwa inflasi merupakan
naiknya harga-harga dalam perekonomian, yang mengakibatkan pelemahan nilai intrinsik uang
dan berkurangnya kuantitas konsumsi barang dan jasa oleh masyarakat. Ginting (2016)
menyebutkan bahwa inflasi disebabkan oleh tekanan dari permintaan dan penawaran, serta
ekspektasi inflasi itu sendiri. Salah satu faktor penyebabnya adalah meningkatnya permintaan
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat umum. Di Indonesia, tingkat inflasi ditentukan
melalui penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) oleh Badan Pusat Statistik. IHK mengukur
rata-rata perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dalam periode waktu
tertentu. Metode perhitungan IHK yang digunakan adalah tahun dasar 2018=100, dengan
cakupan penghitungan yang mencakup berbagai komoditas dan biaya hidup masyarakat. Dengan
menggunakan metode ini, tingkat inflasi dapat diketahui secara nasional maupun untuk setiap
komoditas barang konsumsi di Indonesia.
2.1.9 Demand-Pull Inflation
Inflasi yang disebabkan oleh permintaan yang kuat dari masyarakat, dikenal sebagai
Demand Pull Inflation atau inflasi sisi permintaan. Jenis inflasi ini terjadi ketika daya tarik
terhadap berbagai barang yang tinggi menyebabkan kenaikan harga secara keseluruhan. Biasanya
juga dikenal sebagai inflasi kurva Phillips. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini terjadi
ketika output riil melampaui output potensial atau permintaan agregat lebih besar daripada
kapasitas perekonomian. Menurut Keynes, demand pull inflation terjadi ketika terjadi
peningkatan permintaan agregat yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Keynes
percaya bahwa ketika permintaan konsumen meningkat secara tiba-tiba dan melebihi kapasitas
produksi perekonomian, produsen akan merespons dengan menaikkan harga barang dan jasa,
sehingga terjadi inflasi.
2.2 Tinjauan Pustaka

No Judul Penulis Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian


Penelitian

1. Analisis Suhesti Inflasi, Analisis regresi linier Berdasarkan hasil uji F


Pengaruh Ningsih Jumlah Uang berganda dan teknik ditemukan bahwa jumlah uang
Jumlah Uang dan LMS Beredar, Suku pemilihan sampel beredar, suku bunga, dan nilai
Beredar, Suku Kristiyanti Bunga, dan menggunakan purposive tukar secara bersama-sama
Bunga, dan Nilai Tukar sampling memiliki pengaruh positif dan
Nilai Tukar signifikan terhadap inflasi.
Terhadap Selanjutnya, hasil uji t
Inflasi di menunjukkan bahwa variabel
Indonesia jumlah uang beredar memiliki
Periode pengaruh negatif dan
2014-2016 signifikan terhadap inflasi.
Namun, pada variabel suku
bunga tidak terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap
inflasi. Secara spesifik,
variabel nilai tukar memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi.

2. Analisis Venny Inflasi, Analisis regresi linier Hasil penelitian menunjukkan


Pengaruh Kurnia Jumlah Uang berganda bahwa variabel Jumlah Uang
Jumlah Uang Putri Beredar, Beredar, Sertifikat Bank
Beredar, Suku Sertifikat Indonesia (SBI), dan Tingkat
Bunga Bank Suku Bunga Investasi secara
Sertifikasi Indonesia, bersama-sama memiliki
Bank dan Tingkat pengaruh signifikan terhadap
Indonesia Dan Bunga Inflasi di Indonesia dengan
Suku Bunga Investasi tingkat signifikansi sebesar
Kredit 0.000. Hasil pengujian secara
Investasi individu menunjukkan bahwa
Terhadap Jumlah Uang Beredar
Inflasi di memiliki pengaruh negatif dan
Indonesia signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia. Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia. Tingkat Suku
Bunga Investasi memiliki
pengaruh negatif dan
signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia. Berdasarkan hasil
total R-Square, terbukti bahwa
variabel Jumlah Uang
Beredar, Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), dan Tingkat
Suku Bunga Investasi
memiliki kontribusi sebesar
73,3% terhadap Inflasi,
sedangkan sisanya sebesar
26,7% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.

3. Analisis Primawan Inflasi , Analisis regresi linier Hasil analisis menemukan


Faktor-Faktor Wisda Produk berganda bahwa variabel Produk
Yang Nugroho Domestik Domestik Bruto (PDB) dan
Mempengaru dan Maruto Bruto, JUB tingkat SBI memiliki
hi Inflasi di Umar dalam artian pengaruh positif dan
Indonesia Basuki luas (M2), signifikan terhadap inflasi.
Periode Suku Bunga, Sementara itu, nilai tukar
2000.1-2011.4 Sertifikat memiliki pengaruh positif
Bank tetapi tidak signifikan
Indonesia, terhadap inflasi. Di sisi lain,
dan Nilai variabel Jumlah Uang Beredar
Tukar Rupiah (M2) memiliki pengaruh
terhadap negatif dan signifikan
Dolar AS terhadap inflasi dalam satu
tahun penelitian ini.

4. Pengaruh Susan Pengangguran Analisis regresi linier Berdasarkan hasil penelitian,


Inflasi dan A.Yehosua, , inflasi, dan berganda variabel inflasi secara parsial
Suku Bunga Tri O. suku bunga memiliki pengaruh negatif
Terhadap Rotinsulu, secara teoritis, namun tidak
Tingkat dan Audie signifikan terhadap tingkat
Pengangguran O.Niode pengangguran di kota
di Kota Manado. Di sisi lain, secara
Manado parsial variabel suku bunga
memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat
pengangguran di kota
Manado. Selain itu, secara
simultan, variabel inflasi dan
suku bunga memiliki
pengaruh signifikan terhadap
tingkat pengangguran di kota
Manado.

5. Analisis A. Jumlah uang Analisis regresi linier Berdasarkan hasil penelitian,


Pengaruh Mahendra beredar, suku berganda ditemukan bahwa jumlah uang
Jumlah Uang bunga, dan beredar dan nilai tukar
Beredar, Suku nilai tukar (Rp/USD) tidak memiliki
Bunga SBI, SBI (IDR / pengaruh signifikan terhadap
dan Nilai USD), inflasi inflasi. Selain itu, suku bunga
Tukar SBI juga tidak memiliki
terhadap pengaruh signifikan terhadap
Inflasi di inflasi.
Indonesia

6. Pengaruh Harda Tingkat suku Analisis regresi linier Berdasarkan hasil penelitian,
Faktor Putra bunga, kurs, berganda ditemukan bahwa tingkat suku
Ekonomi Aprileven jumlah uang bunga berpengaruh positif dan
Terhadap beredar signifikan terhadap inflasi,
Inflasi Yang kurs berpengaruh positif dan
Dimediasi tidak signifikan terhadap
Oleh Jumlah inflasi, dan jumlah uang
Uang Beredar beredar berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
inflasi.

7. Analisis Robertfel Inflasi, Analisis regresi linier Suku bunga secara parsial
Faktor-Faktor R. F. jumlah uang berganda berpengaruh signifikan
Yang Sagala beredar, terhadap laju inflasi,
Mempengaru tingkat suku sementara jumlah uang
hi Laju Inflasi bunga, nilai beredar dan nilai tukar rupiah
di Indonesia. tukar rupiah tidak berpengaruh signifikan
terhadap inflasi

BAB III
DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Variabel yang
digunakan pada penelitian ini, seperti tingkat laju inflasi, kurs mata uang, jumlah uang beredar,
tingkat pengangguran, dan pertumbuhan PDB tahunan, merupakan variabel yang berisikan data
berupa angka. Menurut Sugiyono (2018:13) data kuantitatif merupakan metode penelitian yang
berlandaskan positivistic (data konkrit), data penelitian berupa angka-angka yang akan diukur
menggunakan statistik sebagai alat uji perhitungan dan berkaitan dengan masalah yang diteliti
untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sugiyono
(2018:456), data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya melalui orang lain, dokumen, website resmi, jurnal, dan buku pada
tahun sebelumnya. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui website resmi World Bank,
BPS, dan Bank Indonesia dengan rentang waktu 1985-2020.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen.
Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data yang tidak ditujukan secara langsung
kepada subjek penelitian. Dokumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah data sekunder yang didapatkan website resmi World Bank, BPS dan Bank Indonesia
dengan rentang waktu 1985-2020.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2016:69), variabel dependen adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.Variabel dependen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju inflasi (%) yang dihitung dengan
menggunakan consumer price index (CPI). Data operasional yang digunakan pada
penelitian ini diperoleh melalui website resmi World Bank dengan berdasarkan
perhitungan per tahun sejak 1985-2020 yang dinyatakan dalam bentuk persentase.

3.4.2 Variabel Independen


Menurut Sugiyono (2019:69), variabel independen adalah variabel yang
memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan empat variabel independen, seperti kurs mata
uang (Rupiah), jumlah uang beredar (Miliar Rupiah), tingkat pengangguran (%), dan
pertumbuhan PDB tahunan (%). Data operasional yang digunakan pada penelitian ini
diperoleh melalui website resmi World Bank, BPS, dan Bank Indonesia dengan
berdasarkan perhitungan per tahun sejak 1985-2020.

3.5 Metode Analisis Data


3.5.1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui normal atau
tidaknya sebaran data variabel dependen dan variabel independen dalam suatu regresi
(Ghozali, 2016). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Jarque-Bera Test untuk
mengetahui normalitas dari distribusi data. Menurut ketentuan Jarque-Bera Test, nilai
probabilitas yang lebih dari taraf signifikansi sebesar 5% mengindikasikan bahwa data
berdistribusi normal (Gujarati, 2009:311-312).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan linear antarvariabel independen dalam suatu model regresi (Pedace,
2016:715). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Variance Inflating Factor
(VIF) untuk mengetahui derajat kedalaman hubungan linear antarvariabel independen.
Berdasarkan ketentuan metode VIF, variabel yang memiliki nilai VIF lebih dari 10
mengindikasikan adanya gejala multikolinearitas (Gujarati, 2009:340)
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui apakah error
term atau residual pada observasi data periode saat ini dipengaruhi oleh error term dari
observasi data periode lalu (Pedace, 2016:209). Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan uji Breusch-Godfrey sebab lebih sensitif dalam mengenali gejala
autokorelasi dibandingkan uji Durbin-Watson. Berdasarkan ketentuan uji
Breusch-Godfrey, nilai probabilitas yang kurang dari taraf signifikansi sebesar 5%
mengindikasikan bahwa data mengalami gejala autokorelasi (Gujarati, 2009:439).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui
konsistensi dari varians error term untuk setiap variabel independen (Pedace, 2016:191).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan uji Breusch-Pagan untuk mengetahui
konsistensi varians error terms dari variabel independen yang terdapat di dalam model
regresi. Berdasarkan ketentuan uji Breusch-Pagan, nilai probabilitas yang kurang dari
taraf signifikansi sebesar 5% mengindikasikan bahwa data mengalami gejala
heteroskedastisitas (Gujarati, 2009:191).
3.5.2 Analisis Regresi (Heteroskedasticity Robust Standard Error)
Pada penelitian ini, penulis menggunakan uji regresi linear berganda dengan
metode Heteroskedasticity Robust Standard Error atau Huber-White Standard Error. Uji
tersebut digunakan apabila model yang digunakan mengalami gejala heteroskedastisitas.
Metode ini bertujuan untuk memberikan estimasi parameter yang lebih tahan terhadap
berbagai gejala/gangguan dalam data sehingga dapat memperoleh hasil yang konsisten
dan efisien.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan proses robust pada
standard error sehingga T-value dan F-value menjadi lebih signifikan (Woolridge,
2015:271) Penulis menggunakan software STATA 14 untuk mendapatkan bentuk regresi
sebagai berikut:

Keterangan:
Infl = Variabel dependen Inflation
α = Konstanta
GDP = Variabel independen GDP
Unmpl = Variabel independen Unemployment Rate
JUB = Variabel independen Jumlah Uang Beredar
Kurs = Variabel independen Kurs Rupiah
β1 … β4 = Koefisien regresi yang akan dihitung
μt = Error term

3.5.3 Uji Hipotesis


a. Uji-T Parsial
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji-T atau T-test, yaitu uji yang
dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen di dalam suatu model regresi (Gujarati, 2009:115).
Berdasarkan ketentuan uji-T, nilai probabilitas yang kurang dari taraf signifikansi 5%
mengindikasikan bahwa variabel independen memiliki pengaruh signifikan secara parsial
terhadap variabel dependen
b. Uji-F Simultan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji-F atau F-test, yaitu uji yang
dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependen di dalam suatu model regresi (Gujarati, 2009:238).
Berdasarkan ketentuan uji-F, nilai probabilitas yang kurang dari taraf signifikansi 5%
mengindikasikan bahwa variabel independen memiliki pengaruh signifikan secara
simultan terhadap variabel dependen.

3.5.4 Uji Determinasi (𝑅-Squared)


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji determinasi, yaitu uji yang
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variasi dari variabel independen dapat
menjelaskan variasi yang ada pada variabel dependen ditinjau berdasarkan nilai koefisien
determinasi atau R-squared (Gujarati, 2009:75-76). Koefisien determinasi memiliki
rentang nilai 0 - 1, artinya nilai koefisien determinasi yang mendekati 1 mengindikasikan
bahwa model regresi makin memenuhi goodness of fit sehingga setiap variasi dari
variabel independen mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen secara baik.

BAB IV
HASIL ANALISIS DATA
4.1 Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Gambar 1

Hypothesis Testing
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Berdasarkan hasil uji Jarque-Bera pada gambar di atas, penulis memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,298. Menurut ketentuan uji Jarque-Bera, nilai probabilitas yang lebih dari
taraf signifikansi (0,298 > 0,05) mengindikasikan bahwa keputusan uji hipotesis ialah terima H0,
artinya data berdistribusi normal.

a) Uji Multikolinearitas
Gambar 2

Hypothesis Testing
VIF < 10 = data tidak mengalami multikolineritas
VIF > 10 = data mengalami multikolinearitas
Berdasarkan metode Variance-Inflating Factor (VIF) yang terdapat pada gambar di atas,
setiap variabel independen, yaitu kurs rupiah, jumlah uang beredar, tingkat pengangguran, dan
pertumbuhan PDB, memiliki nilai VIF < 10. Berdasarkan ketentuan metode VIF, variabel
independen yang memiliki nilai VIF < 10 mengindikasikan bahwa tidak terdapat gejala
multikolinearitas.

b) Uji Heteroskedastisitas
Gambar 3
Hypothesis Testing
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil uji Breusch-Pagan pada gambar di atas, penulis memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,0005. Menurut ketentuan uji Breusch-Pagan, nilai probabilitas yang
kurang dari taraf signifikansi (0,0005 < 0,05) mengindikasikan bahwa keputusan uji hipotesis
ialah tolak H0, artinya data mengalami gejala heteroskedastisitas.

c) Uji Autokorelasi
Gambar 4

Hypothesis Testing
H0 : tidak ada autokorelasi
H1 : terdapat autokorelasi
Berdasarkan hasil uji Breusch-Godfrey pada gambar di atas, penulis memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,1687. Menurut ketentuan uji Breusch-Godfrey, nilai probabilitas yang
kurang dari taraf signifikansi (0,1687 > 0,05) mengindikasikan bahwa keputusan uji hipotesis
ialah terima H0, artinya data terbebas dari gejala autokorelasi.
4.2. Analisis Regresi
Gambar 5

Untuk mengeliminasi pengaruh heteroskedastisitas, penulis menggunakan regresi linear


berganda dengan metode heteroskedasticity-robust standard error sehingga diperoleh model
persamaan regresi sebagai berikut:

Model persamaan regresi di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:


1. Nilai konstanta sebesar 19,403, artinya besarnya taksiran laju inflasi sebesar 19,403%
yang tidak dipengaruhi oleh kurs rupiah terhadap USD, jumlah uang beredar, tingkat
pengangguran, dan pertumbuhan PDB, tetapi dipengaruhi oleh variabel lain di luar
model.
2. Koefisien pertumbuhan GDP (X1) memiliki nilai sebesar -1,832. Artinya, apabila terjadi
pertumbuhan PDB sebesar 1%, maka laju inflasi akan mengalami penurunan sebesar
1,832%.
3. Koefisien tingkat pengangguran (X2) memiliki nilai sebesar -0,414. Artinya, apabila
tingkat pengangguran meningkat sebesar 1%, maka laju inflasi akan mengalami
penurunan sebesar 0,414%.
4. Koefisien jumlah uang beredar (X3) memiliki nilai sebesar -0,0000118. Artinya, apabila
jumlah uang beredar meningkat sebesar 1 miliar rupiah, maka laju inflasi akan
mengalami penurunan sebesar 0,0000118%.
5. Koefisien kurs rupiah (X4) memiliki nilai sebesar 0,0007023. Artinya, apabila kurs
rupiah terhadap USD meningkat sebesar 1 rupiah, maka laju inflasi akan mengalami
peningkatan sebesar 0,0007023.

4.3 Uji Hipotesis


a) Uji-T Parsial
Gambar 6

Hypothesis Testing
H0 : β = 0
H1 : β ≠ 0
Berdasarkan analisis uji-T di atas, nilai probabilitas pertumbuhan GDP dan jumlah uang
beredar yang lebih kecil dari taraf signifikansi (0,001 < 0,05 & 0,037 < 0,05) mengindikasikan
bahwa keputusan uji hipotesis ialah tolak H0, artinya variabel pertumbuhan GDP dan jumlah
uang beredar memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap laju inflasi.
Di sisi lain, tingkat pengangguran dan kurs rupiah memiliki nilai probabilitas yang lebih
dari taraf signifikansi (0,590 > 0,05) & (0,307 > 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa
keputusan uji hipotesis ialah terima H0, artinya variabel tingkat pengangguran dan kurs rupiah
tidak memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap laju inflasi.

b) Uji-F Simultan
Gambar 7

Hypothesis Testing
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0

H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0

Berdasarkan analisis uji-F di atas, nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf signifikansi
(0,000 < 0,05) mengindikasikan bahwa keputusan uji hipotesis ialah tolak H0, artinya variabel
independen, yaitu pertumbuhan GDP, tingkat pengangguran, jumlah uang beredar, dan kurs
rupiah memiliki pengaruh signifikan secara simultan terhadap laju inflasi.
2
4.4 Uji Determinasi (𝑅 )
Gambar 8

Koefisien determinasi bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi pada variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen di dalam model. Berdasarkan
gambar di atas, nilai koefisien determinasi ialah 0,80, artinya variabel pertumbuhan GDP, tingkat
pengangguran, jumlah uang beredar, dan kurs rupiah memiliki kontribusi sebesar 80% secara
simultan terhadap variasi pada laju inflasi, sedangkan 20%-nya dipengaruhi oleh variabel lain di
luar model.

Pembahasan
● Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Laju Inflasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, jumlah uang beredar memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap laju inflasi. Hal ini ternyata didukung oleh penelitian
dari Putri (2017), Nugroho & Basuki (2012), dan Ningsih & Kristiyanti (2018) yang turut
menyatakan bahwa jumlah uang beredar memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap laju
inflasi. Jumlah uang beredar terdiri atas uang kartal, uang giral, dan uang kuasi. Komposisi uang
kuasi yang terdiri atas deposito berjangka, tabungan, dan rekening valuta asing cukup besar dan
tidak liquid sehingga tidak cukup memengaruhi peningkatan inflasi meskipun nilainya tinggi
(Nugroho dan Basuki, 2012).

● Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Laju Inflasi


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, tingkat pengangguran memiliki
pengaruh negatif dan tidak signifikan. Hal ini ternyata didukung oleh penelitian dari Yehosua et
al (2019) yang menyatakan bahwa tingkat pengangguran memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan. Pasca krisis moneter 1998, Pemerintah Indonesia berupaya untuk menjaga stabilitas
laju inflasi tetap di bawah batas ambang maksimal sehingga dinamika pengangguran di
Indonesia tidak memiliki efek distraksi terhadap laju inflasi (Yehosua et al, 2019).

● Pengaruh Pertumbuhan PDB terhadap Laju Inflasi


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, pertumbuhan PDB memiliki pengaruh
negatif dan signifikan. Hal ini ternyata bertolak belakang dari penelitian Nugroho & Basuki
(2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan PDB berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap inflasi. Akan tetapi, teori ini sejalan dengan penelitian Sagala (2010) yang menyatakan
apabila pertumbuhan PDB memiliki hubungan negatif pada laju inflasi, hal itu mengindikasikan
bahwa peningkatan output dapat mengendalikan laju inflasi yang ada di Indonesia.

● Pengaruh Kurs Rupiah terhadap Laju Inflasi


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, kurs rupiah memiliki pengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap laju inflasi. Hal ini ternyata didukung oleh penelitian dari Aprileven
(2015) yang menyatakan bahwa kurs rupiah memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan.
Artinya, ketika kurs rupiah mengalami depresiasi, maka laju inflasi akan mengalami penurunan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai pengaruh indikator pertumbuhan
ekonomi terhadap inflasi di Indonesia pada tahun 1985 s.d. 2020 dapat disimpulkan bahwa :
1. Secara parsial variabel JUB memiliki pengaruh negatif secara teori dan signifikan
terhadap laju inflasi di Indonesia.
2. Secara parsial variabel tingkat pengangguran memiliki pengaruh negatif secara teori dan
tidak signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia.
3. Secara parsial variabel pertumbuhan PDB memiliki pengaruh negatif secara teori dan
signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia
4. Secara parsial variabel kurs rupiah memiliki pengaruh positif secara teori dan tidak
signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia.
5. Secara simultan variabel pertumbuhan GDP, tingkat pengangguran, jumlah uang beredar,
dan kurs rupiah memiliki pengaruh signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia

Selain itu, fluktuasi laju inflasi di Indonesia pada interval tahun 1985 s.d. 2020 sangat
dipengaruhi oleh variabel pertumbuhan GDP, tingkat pengangguran, jumlah uang beredar, dan
2
kurs rupiah. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien determinasi 𝑅 sebesar 0,80 atau
80% yang artinya keempat variabel independen tersebut berkontribusi kepada laju inflasi di
Indonesia sebesar 80% sedangkan 20% sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar
model.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya,
penulis dapat memberikan beberapa saran, diantaranya :
1. Melihat bahwa variabel pertumbuhan GDP terbukti memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap inflasi. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang
melibatkan implementasi kebijakan fiskal dan moneter untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi agar dapat mengendalikan inflasi.
2. Memperkuat kebijakan pengangguran: Meskipun tingkat pengangguran tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap inflasi secara parsial, pemerintah masih perlu
memperhatikan isu pengangguran karena pengangguran yang tinggi dapat memiliki
dampak negatif pada kondisi ekonomi secara keseluruhan. Dalam menghadapi fluktuasi
inflasi, mereka harus tetap fokus pada penciptaan lapangan kerja dan program-program
kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
3. Mengawasi fluktuasi kurs rupiah: Meskipun pengaruh kurs rupiah terhadap inflasi tidak
signifikan secara parsial, perubahan nilai tukar mata uang masih dapat mempengaruhi
stabilitas harga dan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah, terutama bank sentral, perlu terus
mengawasi fluktuasi kurs rupiah dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
menjaga stabilitas nilai tukar.
4. Memperhatikan faktor-faktor eksogen: Kesimpulan bahwa 20% variasi inflasi
dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar model menunjukkan pentingnya memperhatikan
faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi inflasi. Pihak terkait perlu
memperhatikan faktor-faktor seperti perubahan harga komoditas internasional, fluktuasi
ekonomi global, dan kebijakan luar negeri yang dapat memengaruhi inflasi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Aprileven, H. P. (2015). Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Inflasi Yang Dimediasi Oleh
Jumlah Uang Beredar. Economics Development Analysis Journal, 4(1), 32-41.

Arif, D. (2014). Pengaruh produk domestik bruto, jumlah uang beredar, inflasi dan BI rate
terhadap indeks harga saham gabungan di Indonesia periode 2007-2013. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Bisnis, 19(3).

Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23 (Edisi 8).
Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic econometrics 5th Ed." McGraw-Hill International
Edition, Boston.

https://research.stlouisfed.org/publications/page1-econ/2013/09/01/what-are-the-ingredients
-for-economic-growth/
Susmiati, S., Giri, N. P. R., & Senimantara, N. (2021). Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Nilai
Tukar Rupiah (Kurs) Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2011-2018. Warmadewa
Economic Development Journal (WEDJ), 4(2), 68-74.

Mahendra, A. (2016). Analisis pengaruh jumlah uang beredar, suku bunga sbi dan nilai tukar
terhadap inflasi di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi & Keuangan, 1-12.

Ningsih, S., & Kristiyanti, L. M. S. (2019). Analisis pengaruh jumlah uang beredar, suku bunga
dan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia periode 2014-2016. Jurnal Manajemen Dayasaing,
20(2), 96-103.

Nugroho, P. W., & Basuki, M. U. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di
Indonesia Periode 2000.1-2011.4. Diponegoro Journal of Economics, 1(1), 288-297.

Pedace, Robert. (2016). Econometrics for dummies. John Wiley & Sons.
Putri, V. K. (2017). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia Dan Suku Bunga Kredit Investasi Terhadap Inflasi Di Indonesia. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi, 4(1), 26-39.

Sagala, F. (2008). Analisis Regresi Berganda Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju
Inflasi (Doctoral dissertation, universitas sumatera utara).

Sagala, Robertfel.R. 2010. Analis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Inflasi di Indonesia.
Skripsi. Dipublikasikan: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang
Dauhan, T. E. G. (2017). PENGARUHFAKTOR EKONOMI MAKRO TERHADAP RETURN
SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS KOMPAS 100 YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2015 (Doctoral dissertation, Universitas Widyatama).

Wooldridge, J. M. (2015). Introductory econometrics: A modern approach. Cengage learning,


245-267.
Prayogi, A. (2022). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia
Menggunakan Metode OLS. GROWTH Jurnal Ilmiah Ekonomi Pembangunan, 1(2), 1-11.

Yehosua, S. A., Rotinsulu, T. O., & Niode, A. O. (2019). Pengaruh inflasi dan suku bunga
terhadap tingkat pengangguran di kota manado. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 19(01).

Anda mungkin juga menyukai