Kasus 2
Kasus 2
Skenario1:
Hak Erfpacht dari awal perubahan status (konversi) menjadi hak pakai oleh WNA tidak
sesuai dengan ketentuan pasal III UUPA yang menjelaskan bahwa:
(1) Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada mulai berlakunya Undang
undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna usaha tersebut dalam pasal 28 ayat (1) yang
akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
(2) Hak erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini,
sejak saat tersebut hapus, dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan yang
diadakan oleh Menteri Agraria
Selain itu sesuai dengan pasal 28 UUPA , HGU hanya bisa diperuntukan tanah dengan luas
minimal 5 hektare
(1) Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan,
pertanian, perikanan atau peternakan.
(2) Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan
ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak
dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
(3) Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Sehingga kementerian pertanian dapat secara langsung mengambil alih tanah tersebut
menjadi lahan pertanian, karena tanah tersebut adalah tanah negara dan langsung mengajukan
hak pakai ke negara tanpa melakukan ganti rugi.
Skenario 2:
Tanah hak erfpacht sebelumnya telah terkonversi menjadi HGU oleh WNI sesuai dengan
pasal III ayat (1) UUPA. Setelah itu HGU dapat dikonversi menjadi hak tertentu (hak pakai)
oleh WNA sesuai dengan pasal 163 Peraturan Menteri APR 16/2021, dimana HGU bisa
diubah menjadi HGB atau hak pakai sesuai dengan Pasal 163 PERATURAN MENTERI
AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2021 TENTANG TATA CARA
PENETAPAN HAK PENGELOLAAN DAN HAK ATAS TANAH
(1) Perubahan Hak Guna Usaha menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dapat
dilakukan dalam hal:
b. revisi RTR.
Skenario 3:
Jadi seorang transmigran diberikan lahan dengan status hak milik. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014, Tanah yang diberikan kepada Transmigran tidak dapat
dipindahtangankan, kecuali telah dimiliki paling singkat selama 15 tahun sejak
penempatan. Jika terjadi pelanggaran ketentuan tersebut maka hak milik atas tanah akan
menjadi hapus dan kembali menjadi tanah yang dikuasai negara.
Masalah di Indonesia:
Usul:
FELDA
Metode unik FELDA yaitu metode pemberian lahan pada pemukim baru atau transmigran
dalam bentuk cicilan sangat lunak, dengan jangka waktu pelunasan 20 tahun. Transmigran
yang mengikuti program itu juga akan mendapatkan jaminan penghasilan minimum,
selama mereka mengelola lahan itu sebagai perkebunan kelapa sawit atau karet di bawah
manajemen FELDA.
Tanah atau lahan itu tidak dapat dijual, namun dapat diwariskan kepada anak tertua secara
turun temurun. Pihak FELDA mengakui ada banyak tantangan yang ditemukan di lapangan
sehingga dibutuhkan komitmen serta supervisi yang efisien dan baik.
Felda berfungsi sebagai bank tanah. Setelah mendapat tanah produktif dari pemerintah pusat
dan kerajaan Malaysia, Felda membagikannya kepada petani untuk dimanfaatkan sebagai
lahan perkebunan. Selain itu Felda juga membangun wilayah pedesaan, infrastruktur
dan ekonomi wilayah. Dari prosedur penyelenggaraan FELDA tersebut, dapat dilihat
pentingnya peran lembaga khusus yang mengurusi pelaksanaan reforma agraria.
Kunci Sukses yang bisa diambil dari FELDA:
Pertama, pembagian lahan hanya diperuntukkan bagi penduduk miskin usia produktif antara
18-35 tahun.
Kedua, Pemerintah perlu menyediakan sarana infrastruktur pendukung di lahan yang akan
dibagikan.
Ketiga, pinjaman murah jadi syarat penting untuk memajukan produktivitas petani yang
mendapat lahan.
Keempat, peran aktif Pemerintah untuk menyerap atau membantu distribusi produk pertanian
hasil lahan reforma agraria.
Kelima, pembentukan unit atau koperasi per 5-15 rumah tangga di area lahan baru.