Anda di halaman 1dari 6

APLIKASI PSIKODRAMA DALAM KONSELING

Medeline Ruth

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

PROGAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

medelineruth@gmail.com

abstrak: banyaknya film, novel, komik yang dapat menjadi indpirasi dalam kehidupan individu
dalam mengenali dan memperdalam karakter tokoh, dan menjadi panutan serta dorongan dalam
kehidupan individu dalam menjalankan berbagai aktivitas.seperti drama berfokus pada
komunikasi antara orang dengan peran individual yang diambil dalam kehidupan seharinya ada
dimana-mana baik di masyarakat formal atau level improvisasi. Dalam terapi semua aktivitas ,
drama diperlukan dan tidak bisa dihindari. Premis berupa mengerjakan yang kamu bisa, yaitu
belajar mendalami dan mengenali peran atau tokoh dan interaksi dengan tokoh lain, tingkat
momen tepengaruh dalam karakter, audiensi, dan informasi mengenai apa yang akan terjadi.
Pengapliasian drama dalam konseling bisa dilakukan kepada anak, remaja, dewasa, dan lansia.
Hal ini terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2017), bimbingan kelompok
dengan teknik psikodarma berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman siswa 2016/2017
yang ditandai meningkatnya pemahaman siswa mengenai bahaya rokok dan menurunnya tingkat
rokok siswa SMA, dan pengapliasian psikodarma dalam konseling kelompok pada perseta didik
SMP Negeri 3 Petarukan meningkatkan tingkat resolusi konflik setelah diberikan treatment .

kata kunci: psikodarma, bimbingan kelompok, konseling kelompok

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya film, novel, komik yang dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan
individu dalam mengenali dan memperdalam tokoh, dan menjadi panutan serta dorongan
dalam kehidupan individu dalam menjalankan aktivitas. Drama berfokus pada
komunikasi antara orang dan peran individu yang diambil dalam kehidupan keseharianya.
Secara harfiah dimana-mana dalam masyarakat formal maupun level improvisasi
( Blatner & Wiener). Dalam terapi, semua dalam aktivitas manusia, drama diperlukan dan
tak bisa dihindari. Hal ini tak bisa dihindari karena selama siklus manusia, orang-orang
secara konstan dihadapkamn perubahan dramatis, dan dibutuhkan karena semua transasi
terjadi sebagai hasil atau lebih kepada pengalaman dramatis yang sedang beraksi.

Individu yang tidak sehat sering keluar dengankaku dan langkah yang sterotip.
Sebagai contoh, sebagai pencemoh, pengalih perhatian, computer, atau penyela (Satir,
1972). Dalam peran, mereka gagal untuk mudah dan jujur dengan pikiran dan perasaan.
Melalui kelalaian mereka bertindak dalam tindakan yang tidak menjaga sikap,
sebagaimana banyak karakter dalam televise opera soap dalam relasi kepada isu-isu
keintiman atau keakraban (Lowry &Towles, 1989). Sedangkan orang yang sehat,
bagaimanapin juga, mereka mampu mengubah kepribadian mereka dalam menanggapi
tuntuntan lingkungan. Mereka terbuka dan fleksibel dalam komunikasi dalam tata karma
yang kongruen. Kadang-kadang mereka terjebak dan difungsional juga, tetapi dalam
kasus ini mereka mencari pendampingan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari laatar belakang di atas, penulis mendapati rumusan masalah:
1. Apakah itu psikodrama?
2. Bagaimana pengapliasian psikodarma dalam konseling?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, penulis mendapati tujuan:
1. Untuk mengetauhi arti psikodarma dan kelengkapanya.
2. Untuk mengetahui pengapliasian psikodrama dalam konseling.

2. KAJIAN TEORI

Drama atau drama terkait kepada konseling, seperti psikodrama atau terapi drama, lebih
membantu kepada individu-individu dalam mendapatkan “ pengertian lebih baik dalam
memahami peran sosial” dan prespektif yang lebih benar dalam kehdupannya dalam “ hubungan
kepada keluarga, teman, dan kehidupan masa lampau” (Warren, 1984). Dalam undang-undang
yang difasilitasi oleh terapis khusus, klien dapat “ meninjau, review, dan merevisi peran hidup”
(Emunah, 2001). Sebagai tambahan, drama interaktif membuka seseotang kepada bias dan
kesadaran berkenan kepada multicultural dan isu-isu yang beragam (Tromski &Doston, 2003).
Fungsi penyembuhan drama, teater, dan aktivitas dramatis terpilih di semua budaya. Horwitz,
Kowalski, dan Anderberg (2010) menulis,” hari ini, terapi dan ilmuan berkeja dengan
psikodrama dan terapi drama. Sering mendeskripsikan teater sebagai bentuk seni dari terdekat
hingga kehidupan itu tersendiri”.

Berikut adalah premis-premis penggunaan drama dalam konseling:

1. Lakukan dengan apa yang kamu punya, konselor dan klien dahulu dan sekarang melatih
untuk lebih sensitif kepada bagian yang mereka panggil untuk bermain dan menjadi
selaras kepada yang mereka interaksikan, individu terlibat di proses menjadi secara sadar
bahwa yang merka lakikan dan bagaimana mereka melakukannya akan memiliki efek
kepada audiens sebelum kepada siapa merek menampilkan. Intisarinya adalah orang yang
melatih dua profesi menjadi terlibat berat di semua aspek hidup dan pengalaman hidup
dalan level terdalam (Friedman, 1984). Mereka menjadi role model dalam pencariannya
untuk memahami lebih dalam lagi. Kepribadian mereka memiliki efek negatif dan positif
kepada oranglain sebagaimana kesepakatan erat yanga ada.
2. Dalam drama, momen terpengaruh dan melibatkan tiga faktor: katrakter, audiens, dan
informasi emngenai apa yang akan terjadi. Rasional untuk penggunaan drama dalam
konseling adalah bahwa kesulitan hidup terpilih di konseling lewat arti dramatis. Karena
itu, bahasa dan aksi dalam konseling harus diekpresikan dalam masa dramatis. Ide ini
lebih tampak di dasar-dasar teoretikal analisis transaksional. Klien menetapkan peran
orangtua, lansia, dan anak dengan bermain permainan seperti “ jika hanya” dan “tendang
saya” dan hidup dalam skrip yang memungkinkan atau menghalangi mereka dalam
mendirikan gaya hidup yang sehat (berne, 1964). Ditambah lagi, peran bermain dam
improvisasi bida dipakai sebagi langkah untuk klien untuk menemukan diirimereka dan
sebagai alat assesmen untuk todermin klinis kekuatan individual dan kelemahan
(forrester, 2000).

Dalam penggunaan drama dalam konseling, beberapa tradisi konseling advokat


berpatisipasi dalam mengamati drama, yang paling penting adalah terapi drama dan
psikodrama, yang menyebarkan wilayah umum tetapi berbeda (casson, 1996; snow, 1996)
sebagi tambahan, drama digunakan di pengatur terapeutik di kunjugasi terapi gestalt, rational
emotional behaviour therapy, konseling Adlerian dan pendekatan analisis transaksional.

Istilah psikodrama datang dari kata yunani psyche, yang artinya adalah “jiwa” atau “
roh” dan drama artinya adalah “aksi”, ditambah lagi psikodrama artinya adalah “
mempresentasikan jiwa secara nyata” (Kedem Tahar & Felix-Kellermann, 1996). Menurut
blatner (1997), pratik psikodrama “ melibatkan integrasi dan imaginasi dan aksen dengan
ekspresi verbal dan relfelksi diri”

Tidak semua professional yang menggunakan drama dalam konseling adalah terapi
drama, dan tidak semua penggunaan drama konsisten kepada psikodrama. Lebih tepatnya,
drama bisa diresapi dalam konseling dalam langkah yang bergam, seperu menggunakan
video dan film untuk meningkatkann kepercayaan diri (Powell, Newgent &Lee, 2006).
Merawat pasien dengan gangguan makan. (Gramaglia et al, 2011), atau mengajar informasi
penting. Dalam kasus surat, bioskop dapat digunakan sebagai stimulus untuk memperbaiki
ahlak mahasiswa dalam konsep ektik. Langklah lain untuk menggunakan film sebagai arti
untuk membawa konselor dan klien emosi dan pengalaman kehidupan manusia lewat
prosedur sebagai cinematheraphy (A,K, Newton, 1995; Powell et al, 2006; Sharp, Smith &
Cole, 2002).

2.1 populasi
populasi yang bisa digunakan di drama dalam konseling adalah pada anak-anak, remaja,
dewasa, dan klien lansia, berikut merupakan populasi yang dijelaskan lebih spesifik:
1. anak-anak: mendapatkan mereka untuk bertindak dengan permainan atau berbicara
dengan bineka biasanya aman dan menyenagkan untuk mereka dan meungkapkannya
kepada konselor ( Hughes, 1988).
2. Remaja: drama biisa digunakan untuk mendampingi remaja dalam memperoleh
control yang lebih baik di atas kehidupan mereka maupun dalam mengenali peran
baru (L.Nelson &Finneran, 2006).
3. Dewasa: dewasa bermanfaat dari terapi drama dalam beberapa langkah, penggunaan
“ bermain peran, improvisasi, pelatihan spontanitas, mendongeng, pengembangan
karakter, perkejaan topeng, dan pergerakan” (Stajler, 2006/2007).
4. Lansia: terppai drama telah digunakan dengan beberapa lansia dalam kondisi yang
spesifik, sebagai contoh, lansia dengan demensia ringan hingga sedang (Jaaniste,
Linnell, Ollerton & Slewa-Younan, 2015). Ditemukan secara umum untik
memperbaiki kualitas kehidupan mereka.

3. PEMBAHASAN

Pada jurnal pertama yang berjudul “Teknik Psikodrama Dalam Bimbingan Kelompok
Untuk Mengatasi Perilaku Merokok Siswa SMA”, penulis mendapati bahwa peneliti telah
mengaplikasikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik psikodrama agar menghasilkan
peningkatan pemahaman siswa 2016/2017 mengenai bahaya rokok dan diketahui bahwa
dengan teknik psikodrama yang telah diaplikasikan kepada siswa 2016/2017 memberikan
pengaruh yang menghasillkan menurunnya tingkat merokok siswa. Dengan teknik
psikodrama, perseta didik dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya,
konsep diri emnegnai tekanan yang menumpanya, serta dalam psikodrama perseta didik akan
memerankan situasi dramatis mengenai dampak merokok yang dialaminya pada waktu
lampau, sekarang dan antisipasi waktu mendatang.

Dalam jurnal kedua yang berjudul “ konseling kelompok dengan teknik psikodrama
terhadap resolusi konflik siswa”, penulis mendapati bahwa peneliti telah melakukan layanan
konseling keompok dengan teknik psikodrama terhadap resolusi konflik siswa kelas VIII
SMP negeri 3 petarukan. Selama layanan konseling kelompok dilakukan, peneliti melakuka
eksperimen dengan memberikan treatment kepada siswa serta tidak memberikan treatment
kepada siswa. Treatment dilaksanakan sebnayak lima pertemuan sesuai dengan kesepakatan
bersama. Dalam treatment yang dilakukan peneliti, anggota kelompok memerankan perannya
sesuai dengan permasalahan yang dibahas, kemudian berdiskusi bersama untuk membahas
makna dari psikodrama yang dimainkan serta mencari jalan keluar masalah bersama dari
situasi tersebut. hasil berupa tingkat resolusi konflik sesudah diberikan treatment konseling
kelompok dengan teknik psikodrama meningkat lewat hasil perhitungan analisis data post-
test yang telah dilakukan oleh peneliti. Sedangkan pada kelompok yang tidak diberikan
treatment konseling kelompok dengan teknik psikodrama terjadi peningkatan yang minim.
Artinya, perlu dilakukan treatment konseling kelompok dengan teknik psikodrama sehingga
menghasilkan tingkat resolusi konflik siswa yang menunjukan peningkatan.

4. PENUTUP
Dari pembahasan diatas penulis mendapati:
1. Pengapliasian psikodrama telah dilakukan dalam layanan bimbingan kelompok dan
konseling kelompok
2. Pengapliasian psikodrama dalam layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok
menghasilkan meningkatnya pemahaman siswa dan menghasilkan menurunya tingkat
merokok siswa SMA 2016/2017 melalui layanan bimbingan kelompok dan menghasilkan
meningkatnya tingkat resolusi konflik siswa setelah diberikan treatment melalui layanan
konseling kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Gladding, Samuel T. (2016). The Creative Arts In Counseling 5Th Edition . American Counseling
Association.

Febrianti, Cici dan Irmayanti, Rima. (2019). “Teknik Psikodrama Dalam Bimbingan Kelompok
Untuk Mengatasi Perilaku Merokok Siswa SMA “. Fokus. 2 (3), 112.

Purnamasari, Vita dan Maulia, Desi. (2019). “Konseling Kelompok Dengan Teknik Psikodrama
Terhadap Resolusi Konflik Siswa”. 6(1), 26-28.

Anda mungkin juga menyukai