Anda di halaman 1dari 5

Nama : Larasati Lathifunnisa’

NIM : 22/503806/SA/21834

Perbandingan Teori Semiotik Antara

Ferdinand de Saussure dengan Charles Sanders Peirche

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain
sehingga membutuhkan alat komunikasi untuk saling memahami suatu hal. Banyak hal
yang bisa dipahami, salah satunya tanda. Dalam memahami suatu tanda dibutuhkan
sebuah konsep agar tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Tapi nyatanya,
tanda tidak selalu dapat dipahami secara benar dan sama di tengah-tengah masyarakat.
Karena setiap orang memiliki pandangan dan makna masing-masing tentang suatu
“tanda”. Sehingga terciptanya sebuah ilmu yang mempelajari tentang tanda yaitu
semiotik.

Dalam Bahasa Yunani, semiotic atau semiotika disebut juga dengan semeion yang
artinya “tanda”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semiotic adalah sebuah metode untuk
mempelajari tanda. Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat sebuah tanda, misalnya
rambu lalu lintas, simbol yang terdapat pada kotak kardus atau simbol dengan gambar
lainnya. Semiotika mempelajari semua tanda tersebut dimana masih banyak orang
berasumsi bahwa semiotika hanya mempelajari tanda yang berwujud visual (visual sign).
Padahal, masih ada yang bisa kita artikan sebagai tanda, misalnya gambar, lukisan, dan
foto yang merupakan tanda dalam bidang seni dan fotografi. Selain itu, tanda juga bisa
merujuk pada kata, suara, dan bahasa tubuh (Sartini, 2007).

Ada dua pencetus teori semiotika yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders
Peirce. Saussure, yang dikenal sebagai bapak linguistik modern, menggunakan istilah
semiologi, dan Peirce adalah filsuf yang menggunakan istilah semiotika. Kedua tokoh
tersebut merumuskan teori semiotika dengan perspektif yang berbeda. Perbedaan
tersebut terletak pada penyampain teori. Semiotika Saussure bersifat struktural,
sedangkan teori Perch lebih bersifat analitis.

1.      Teori Ferdinand de Saussure.


Teori yang dikemukakan saussure tak luput dari linguistik atau tata bahasa karena
teori ini memfokuskan tentang semiotika linguistic. Saussure menggunakan pendekatan
anti-historis yang melihat bahasa secara keseluruhan dan menggunakan sistem atau
langue yang harmonis secara internal. Menurutnya dalam Bahasa prancis ada tiga kata
yang merujuk tentang ‘bahasa’ yaitu parole, langage,  dan langue.
 
Ketiga kata ini digunakan oleh Saussure sebagai alat penelitian. Parole merupakan bahasa
yang diucapkan oleh setiap individu. Parole tidak dapat dikatakan sebagai fakta sosial
karena itu semua merupakan hasil dari ekspresi sadar individu, terlepas dari aturan
kebahasaan yang ada. Kombinasi dari parole dan aturan bahasa disebut langage. Langage
belum bisa dikatakan sebagai fakta sosial karena  masih memiliki unsur ekspresi pribadi di
dalam suatu bahasa. Yang terakhir, langue adalah konvensi linguistik yang digunakan
masyarakat. Langue memungkinkan penutur untuk saling memahami. Seperti kamus yang
dimiliki oleh semua orang tetapi pemiliknya tidak bisa menggunakannya. Tujuan linguistik
adalah menemukan pola dasar (langue) yang sama dari realitas yang ada (parole). Ini
adalah dasar dari pendekatan strukturalis (Mudjianto & Nur, 2013).
Saussure memiliki pandangan lima pandangan mengenai ‘bahasa’, yang pertama 
signifier dan signified  (penanda dan petanda).Penanda merupakan sebuah tanda yang
berwujud simbol, huruf tulisan atau bunyi ucapan. Sedangkan petanda adalah makna yang
terkandung didalam sebuah tanda. Menurut Saussure dalam (Mudjianto & Nur, 2013) 
menyatakan bahwa, tanda yang terdiri atas bunyi-bunyi dan gambar merupakan signifier
atau penanda, sedangkan signified atau petanda merupakan konsep-konsep bunyi dan
gambar yang sudah disepakati. Dalam komunikasi seseorang menggunakan tanda-tanda
untuk menyampaikan makna tentang suatu objek dan orang lain menafsirkan tanda-tanda
itu. Menurut  Saussure, objek biasanya disebut referent.
Contoh penerapan signifier dan signified ketika seseorang mengatakan“Anjing”
dengan nada tinggi atau marah (signifier) berarti kata tersebut berarti sebuah umpatan
yang menandakan kesialan (signified). Kedua, kata sepeda yang dapat dituliskan per huruf
menjadi /s-e-p-e-d-a/   huruf yang dituliskan satu per satu tersebut merupakan penanda 
sedangkan petandanya menunjukkan objek nyata bahwa itu sebuah sepeda. Dari dua
contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa penanda dan petanda saling berkaitan.
Penanda tanpa ada sebuah petanda tidak dapat diartikan begitu sebaliknya. Namun
hubungan penanda dan petanda bersifat arbitrer. Maksudnya, bentuk formal bahasa dan
hubungannya dengan konsep atau referensi didasarkan pada konsensus sosial.
Kedua, form and content (bentuk dan isi). Kedua kata tersebut sangat berbeda
karena form merupakan berwujud tetap atau tidak bisa diubah-ubah, sedangkan isi bisa
diubah-ubah sehingga pembaca menemukan makna yang terbuka (Kostawa, Rosyadan,
dan Nasrulloh, 2022).
Ketiga, parole and langue. Parole merupakan kata yang diucapkan oleh seseorang
atau biasanya disebut logat suatu daerah. Kumpulan kata tersebut nantinya akan
membentuk sebuah sistem bahasa yang disebut langue. Contohnya ‘mangan’, ‘macul’
mencangkul, ‘turu’ tidur, kumpulan tersebut membentuk system bahasa Jawa. Keempat,
sinkronik dan diakronik. Sinkronik merupakan studi bahasa yang tidak mementingkan
urutan waktu atau kejadian atau. Namun sebaliknya, diakronik merupakan studi bahasa
yang menggunakan urutan waktu dan kejadian. Yang terakhir sintagmatik dan
paradigmatik. Sintagmatik adalah membandingkan sesuatu yang sama untuk menentukan
nilai suatu tanda. Sedangkan paradigmatik adalah menukar sesuatu hal yang berbeda
untuk menentukan nilai suatu tanda (Nababan & Hedriyana, 2012).
 
2.      Teori Charles Sanders Pierce
Menurut Peirce semiotika merupakan ilmu  yang mempelajari tentang tanda serta
fungsi dan makna tanda tersebut.  Sehingga logika dan filosofis yang menjadi titik focus
dalam teorinya. Dalam teorinya, peirce memiliki 3 elemen penting atau biasanya disebut
triangle meaning yang meliputi tanda, objek, dan interpretant (Sidik, 2018).
Tanda merupakan wujud fisik yang dapat dipahami oleh indera manusia dan
terkait dengan (diwakili oleh) sesuatu selain tanda itu sendiri. Tanda terdiri dari simbol,
ikon, dan indeks. Simbol merupakan tanda yang diciptakan dari sebuah kesepakatan.
Misalnya bendera putih yang merupakan simbol kematian. Ikon, tanda yang diciptakan
atau muncul dari Gerakan fisik. contohnya anggukan kepala yang memiliki arti
persetujuan. Terakhir dalam hubungan kausalitas atau sebab akibat terdapat tanda yang
muncul atau sering disebut indeks. Contohnya dalam zat kimia terdapat gambar tulang
dan tengkorak yang artinya berbahaya.
Objek adalah konteks sosial yang menjadi rujukan sebuah tanda. Interpretant atau
pengguna tanda adalah konsepsi pemikiran orang yang menggunakan tanda dan
mereduksinya menjadi makna atau istilah tertentu yang dibayangkan dan berkaitan
dengan objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal terpenting dalam proses semiosis atau
perwakilan tanda adalah bagaimana makna muncul dari tanda-tanda ketika digunakan
oleh orang-orang dalam komunikasi.
Perbedaan teori semiotika yang dikemukakan oleh kedua tokoh tersebut jelas
berbeda. Saussure lebih memfokuskan bahasa menjadi pokok teorinya karena ilmu
linguistic yang menjadi latar belakang keilmuannya. Teori yang dikemukakan Saussure
sangat cocok untuk menganalisis makna bahasa yang dipaparkan oleh penulis dalam karya
sastra atau aksi yang dibawakan oleh pemeran  dalam film. Sedangkan teori semiotik yang
dikemukakan oleh peirce lebih memfokuskan logika untuk memaknai sebuah tanda. Teori
ini cocok untuk menganalisis karya sastra yang didalamnya memaparkan tanda yang
mewakili suatu hal. Misalnya dalam menganalisis puisi. Puisi biasanya memiliki kata-kata
yang indah di dalamnya. Kata-kata indah tersebut biasanya diwakilkan dalam bentuk
simbol, ikon, atau indeks seperti penjelasan yang di tulis di atas. Walaupun berbeda, teori
tersebut saling melengkapi. Sehingga tanda memiliki banyak keragaman. Jika dilihat dari
penggunaannya, kedua teori tersebut sama-sama memiliki  banyak kegunaan. Misalnya
ketika kita berkomunikasi dengan orang lain menggunakan logat daerah merupakan
bentuk teori Saussure yaitu parole and langue. Kemudian ketika seorang lelaki
memberikan sebuah bunga mawar merah kepada pacarnya.  Bunga mawar tersebut
merupakan simbol yang berarti cinta. Tindakan tersebut merupakan kegunaan teori
peirce.
Dari penjelas-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam memahami
sebuah tanda dibutuhkan sebuah konsep agar tidak menimbulkan misunderstanding atau
salah arti. Sehingga terciptanya sebuah ilmu yang mempelajari sebuah tanda yaitu
semiotika. Ilmu tersebut dicetuskan oleh dua tokoh yaitu Ferdinand de Saussure dan
Charles Sanders Peirce. Kedua tersebut memiliki pandangan yang berbeda tentang
semiotika. Saussure menggunakan teori strukturalisme dan bahasa menjadi titik fokus
teorinya. Karena bahasa yang menjadi pokok teorinya, sehingga Saussure memiliki 5
pandangan tentang bahasa antara lain signifier dan signified, form and content, parole
and langue, sinkronik dan diakronik, dan sintagmatik dan paradigmatik. Sedangkan dalam
teori Peirce memfokuskan logika untuk memaknai sebuah tanda. Peirce menggunakan 3
elemen atau triangle meaning penting dalam teorinya yakni tanda, objek, dan
interpretant. Dalam teorinya tanda terdiri dari symbol, ikon, dan indeks. Kedua teori
tersebut jelas dari segi penggunaannya pun berbeda. Namun dari perbedaan tersebut
dapat melengkapi satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA

Kostawaa, M. F., Rasyadan, M. F. A., & Nasrulloh, M. D. (2022). KONSEP CINTA PADA EMPAT PUISI
KARYA HERI ISNAINI: ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE. Education: Jurnal
Sosial Humaniora dan Pendidikan, 2(2), 40-47

Mudjiyanto, B., & Nur, E. (2013). Semiotics In Research Method of Communication


[Semiotika Dalam Metode Penelitian Komunikasi]. Jurnal Pekommas, 16(1), 73-82.
Nababan, R., & Hendriyana, H. (2012). Parole, Sintagmatik, dan Paradigmatik Motif Batik Mega
Mendung. Jurnal Seni & Budaya Panggung, 22(02), 181-191.

Nurgiyantoro, B. (1994). Teori semiotik dalam kajian kesastraan. Jurnal Cakrawala Pendidikan,
1(1).

Sartini, N. W. (2007). Tinjauan teoritik tentang semiotik. Masyarakat, Kebudayaan Dan Politik,
20(1), 1-10.

Sidik, A. (2018). Analisis iklan produk shampoo Pantene menggunakan teori Semiotika Pierce.
Technologia: Jurnal Ilmiah, 9(4), 201-208.

Anda mungkin juga menyukai