Anda di halaman 1dari 5

Nama : Haena Mawardah Emha

NIM : 07020222030
Prodi : Studi Agama Agama
Dosen Pengampu : Dr. Akhmad Siddiq, MA

ISLAMISASI DI JAWA
(Walisongo, Penyebaran Islam Di Jawa, Menurut Penuturan Babad)

Penulis : Drs. Ridin Sofwan


Drs. H. Wasit
Drs. H. Mundiri
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tahun Terbit : 2004 (cetakan II)

Menurut cerita rakyat dan pandangan umum berlaku dalam sastra jawa, islam datang dan
menyebar di Jawa adalah berkat jasa Sembilan pendakwah yang tergabung dalam suatu
dewan yang disebut walisongo. Sehingga dalam buku ini membahas tentang asal usul para
wali baik berupa daerah maupun nasabnya, serta kisah-kisahnya sebagaimana dituturkan
dalam Babad. Babad merupakan literasi jawa yang membuat hampir keseluruhan peristiwa
jawa. Hampir semua raja memerintahkan untuk menulis Kembali peristiwa sejarah
berdasarkan kejadian dan menurut kondisi social dan politik yang terakhir. Sebagian naskah
Babad ini mencapai 6000 halaman.
Dalam BAB II menceritakan tokoh-tokoh walisongo, kata walisongo merupakan sebuah
perkataan majemuk yang berasal dari kata wali dan songo. Kata wali berasal dari bahasa
Arab, suatu bentuk singkatan dari Waliyullah, yang berarti "orang yang mencintai dan
dicintai Allah". Sedangkan kata songo berasal dari bahasa Jawa yang ber- arti sembilan. Jadi,
dengan demikian, Walisongo berarti wali sembilan, yakni sembilan orang yang mencintai dan
dicintai Allah. Mereka dipandang sebagai ketua kelom- pok dari sejumlah besar mubalig
Islam yang bertugas mengadakan dakwah Islam di daerah-daerah yang belum memeluk
agama Islam di Jawa.
Tentang siapa-siapa yang termasuk dalam kelompok walisongo itu, di kalangan masyarakat
jawa tidak terjumpai kesatuan pendapat. Umumnya orang berpendapat bahwa yang termasuk
kelompok walisongo adalah sebagai berikut :
1. Syekh maulana malik Ibrahim
2. sunan ampel (raden Rahmat)
3. Sunan Giri (Raden Paku)
4. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
5. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim)
6. Sunan Drajat
7. Sunan Kalijaga
8. Sunan Kudus (Ja'far Shadig)
9 .Sunan Muria (Raden Prawata)
Para wali ini, dalam melaksanakan dakwahnya, disesu- aikan dengan keahlian ilmu dan
wilayahnya masing-ma- sing Pada waktu-waktu tertentu, para wali ini bertemu dan
bermusyawarah, di Demak, Tuban ataupun di Cirebon. Di dalam musyawarah para wali
inilah ditentukan garis- garis perjuangan, baik di bidang agama maupun di bidang
pemerintahan, dengan titik berat perjuangan pengembang- an Islam, terutama di bidang
teknis dan sarana pengem bangan. Juga dalam musyawarah para wali ini ditemukan
kesulitan-kesulitan serta memutuskan apabila terjadi per- selisihan pendapat, mengangkat
wali pengganti dan seba- gainya.
Peranan para wali ini sangat besar terhadap jalannya pemerintahan di kesultanan Demak.
Sejak mula pertama masuknya Islam di Jawa Tengah dengan menempatkan Raden Patah
sebagai pemuka di Glagah Wangi tahun 1468 M. sampai dengan pengangkatan Raden Patah
sebagai Sultan Demak Pertama dan sultan-sultan penggantinya, mereka ikut menentukan
policy pemerintahan dan ikut ber- tanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan negara.
Bahkan para wali juga ikut berperang sebagai panglima pengatur siasat dan penggerak massa.
Wilayah Inti Majapahit Sebagai Sasaran Dakwah Utama
Setelah Raden Rahmat merasa bahwa para Maulana dan santri yang dikadernya telah
memungkinkan untuk melakukan dakwah, maka mereka pun pada gilirannya disebarkan ke
berbagai tempat untuk menyebarkan dan mengembangkan agama Islam. Langkah-langkah
yang di- tempuh oleh Raden Rahmat, yang pertama-tama adalah membagi wilayah inti
Majapahit sesuai hirarkhi pembagi- an wilayah negara bagian yang ada dewasa itu, meliputi
sembilan wilayah yaitu: ibukota Majapahit di Trowulan, Daha, Blambangan, Matahun,
Tumapel, Kahuripan, Lasem, Wengker dan Pajang."

Setelah mengidentifikasi wilayah-wilayah inti Majapa hit yang akan dijadikan sebagai
sasaran dakwah oleh para kader ulama binaan Raden Rahmat tersebut, kemudian
ditentukanlah masing-masing kader bersama pembagian gelar untuk memudahkan
koordinasi. Raden Ali Murtadho sebagai saudara tua Raden Rahmat, diberi gelar Raden San-
tri dan ditetapkan menjalankan tugas untuk memperkuat basis pertahanan Islam di daerah
Gresik serta menjadikan daerah tersebut sebagai daerah basis pertahanan Islam se- lain
wilayah Tuban. Raden Burereh (Abu Hurairah) ditem- patkan di Majagung dengan gelar
Pangeran Majagung Ma lana Ishak ditempatkan di Blambangan dengan mendapat gelar
Syekh Maulana Ishak, tetapi karena terjadi berbastering dari ucapan Syekh Wali Maulana,
sehingga nama ini lebih lazim disebut Syekh Wali Lanang, Maulana Abdullah dikirim ke
daerah Pajang dengan gelar Syekh Suta Maharaja.
Ringkasnya, gerakan dakwah dari angkatan pertama para ulama yang dikader oleh Raden
Rahmat tidak semua- nya berhasil baik. Hal itu misalnya terlihat dari kembalinya sebagian
besar ke Ampel Denta dan ditempatkan kembali mereka ke tempat lain.
Syekh Maulana Ishak misalnya, sekembali dari Blambangan dikisahkan memohon pamit
pada Raden Rahmat untuk kembali ke Pasai. Sekalipun gerakan dakwah dari para ulama
angkatan pertama yang dikader Raden Rahmat belum sepenuhnya berhasil, tetapi sedikitnya
perjuangan mereka telah menja- di pondasi yang cukup kuat bagi para generasi pelanjut
mereka. Raden Rahmat pun setelah melihat gerakan dak- wah yang hasilnya kurang
memuaskan itu, kemudian me- lanjutkan taktik dakwahnya bagi ulama angkatan berikut- nya
sampai terbentuk Dewan Walisongo.
Berdasarkan uraian tentang kisah Walisongo beserta cara dakwahnya maka disimpulkan
sebagai berikut. Wali dalam babad merupakan julukan yang diberikan kepada para penyebar
Islam pada periode awal di pulau Jawa. Jumlah mereka tidak terbatas, tetapi sebagai dewan
wali anggotanya terdiri dari sembilan orang, yang kemudian dilembagakan sebagai
Walisongo.

Anda mungkin juga menyukai