Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Garam
2.1.1 Pengertian Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Klorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat,
Kalsium Klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat atau karakteristik
higroskopik yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan)
sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (Burhanuddin, 2001).
Garam Natrium Klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya
dengan unsur iodin (dengan menambah 5 g NaI per kg NaCl) padatan kristal
berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi
berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting
untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk
pembuatan keramik, kaca, dan pupuk), sebagai zat pengawet (Mulyono, 2009).

2.1.2 Sumber Garam


Sumber garam yang didapat di alam berasal dari:
1. Air laut, air danau asin
Yang bersumber air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC, Australia,
dan Indonesia yang mencapai ± 40% . Adapun yang bersumber dari
danau asin terdapat di Yordania (Laut Mati), Amerika Serikat (Great
Salt Lake), dan Australia yang mencapai produksi ± 20% dari total
produk dunia.
2. Deposit dalam tanah, tambang garam
Terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, Thailand, yang mencapai
produksi ± 40% total produk dunia.
3. Sumber air dalam tanah
Sangat kecil, karena sampai saat ini dinilai kurang ekonimis maka
jarang (sama sekali tidak) dijadikan pilihan usaha. Di Indonesia
terdapat sumber air garam di wilayah Purwodadi, Jawa Tengah
(Burhanuddin, 2001).

2.2 Garam Beriodium

Garam beriodium adalah suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen

atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan iodium sebagai upaya jangka

panjang. Kualitas garam beriodium mengacu kepada Standar Nasional Indonesia

(SNI) No. 01-3556-2010 seperti tertera pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beriodium

No. Parameter Satuan Persyaratan Kualitas


1. Kadar Air (H2O) % b/b Maks. 7
Kadar NaCl (Natrium Klorida)
2. % adbk Min. 94,7
dihitung dari jumlah klorida
Iodium dihitung sebagai
3. mg/kg Min. 30
Kalium Iodat (KIO3)
Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10
4.
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,1
5. Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
Keterangan : b/b = bobot/bobot
adbk = atas dasar bahan kering

Garam beriodium pertama kali digunakan di Switzerland tahun 1920.

Penggunaan garam beriodium di Indonesia dilakukan tahun 1927 di daerah

Tengger dan Dieng. Wilayah Tengger dan Dieng merupakan daerah pegunungan

yang endemis GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), dibandingkan

model penanggulangan GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium yang

paling murah biayanya. Hal ini disebabkan garam merupakan kebutuhan sehari-
hari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak menggunakan garam (DGKM,

2007).

Hasil pemantauan Biro Pusat Statistik (BPS) terhadap garam konsumsi

beriodium ditingkat rumah tangga sejak tahun 1997 sampai dengan 1999 dibagi

dalam 3 kelompok yaitu (1) garam yang memenuhi syarat (kadar KIO3> 30-80

ppm), (2) garam yang tidak memenuhi syarat (kadar KIO3< 30 ppm), (3) garam

yang tidak mengandung iodium (KIO3 0 ppm) (Burhanuddin, 2001).

Garam beriodium mengandung 0,0025% berat KIO (artinya dalam 100

gram total berat garam terkandung 2,5 mg KIO). Berikut ini dipaparkan cara

sederhana untuk menghitung berapa banyak KIO yang dikonsumsi seseorang.

Andaikan seorang ibu rumah tangga dalam sehari memasak satu panci sup

(kapasitas dua liter) dengan menggunakan dua sendok garam beriodium (misalnya

dengan berat 20 gram), dan tiap-tiap anggota keluarga pada hari tersebut melalap

dua mangkok (anggap volume total kuah 100 ml). Maka, berat total garam KIO

yang dikonsumsi tiap-tiap anggota keluarga itu dalam sehari (dengan asumsi tidak

makan garam melalui makanan lainnya) adalah 0,0000025 gram atau 2,5

mikrogram (dari 0,0025% x 20 gram x 100 ml/200 ml). Jumlah garam yang

sangat kecil, namun sangat diperlukan (Hasibuan, 2009).

2.2.1 Fortifikasi Iodium Pada Garam

Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atau lebih zat gizi (nutrient)

kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat

gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi dan pencegahan

defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Iodisasi garam menjadi

metode yang paling umum yang diterima oleh berbagai Negara di dunia sebab
garam digunakan secara luas dan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya

adalah sederhana dan tidak mahal (Albiner, 2003).

Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium

Iodat (KIO3). Iodat lebih stabil dalam impure salt pada penyerapan dan kondisi

lingkungan (kelembaban) yang buruk. Penambahan tidak mengakibatkan

perubahan warna dan rasa. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam

yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan

prevalensi GAKI (Albiner, 2003).

2.3 Kalium Iodat

Kalium Iodat memiliki rumus molekul KIO3 dan bobot molekul 214,02 g

mol-1 serta mempunyai komposisi I= 59,3%, K= 18,27%, O= 22,43%, berupa

serbuk hablur putih atau kristal yang tidak berbau, tidak leleh 560oC dan bobot

jenis 3,89 g/ml (Cahyadi, 2004).

Iodium dalam garam dihitung dengan kadar Kalium Iodat (KIO3), dimana

iodium merupakan kandungan terpenting dalam kelenjar tiroid. Kandungan

iodium yang dikonsumsi tidak seluruhnya diserap atau disintesa oleh hormon

tiroid melainkan hanya sekitar 33%, sedangkan 67% dikeluarkan melalui urine

dan feses (Manalu, 2007).

Berdasarkan kestabilannya kandungan Kalium Iodat (KIO3) pada saat ini

merupakan senyawa iodium yang banyak digunakan dalam proses iodisasi garam.

Kalium Iodat (KIO3) merupakan garam yang sukar larut dalam air, sehingga

dalam membuat larutannya diperlukan larutan yang baik. Untuk iodisasi

diperlukan larutan Kalium Iodat (KIO3) 4% yang dibuat dengan jalan melarutkan
40 gram Kalium Iodat dalam tiap 1 liter air (1 Kg KIO3/25 liter air) (Manalu,

2007).

Persyaratan umum Kalium Iodat yang digunakan yakni:

1. Kadar (KIO3) : Min 99%

2. Kehalusan : 100 Mesh

3. Logam berbahaya (Pb, Hg, Zn, Cu, As) : Nihil

4. Grade : Food Grade

2.4 Iodium
Iodium merupakan senyawa yang diketahui pertama kali oleh Bernard

Curtois pada tahun 1810. Namun iodium berasal dari bahasa Yunani Iode yang

berarti warna violet. Kimiawi iodium dalam tubuh baru diketahui pada tahun 13-

15, setelah Kendal berhasil mengisolasi senyawa yang mengandung iodium dalam

kelenjar timid. Senyawa-senyawa tersebut adalah monoiodotirosin, diiodotirosin,

triidotironin, dan tiroksin (Budiyanto, 2009).

Tiroksin merupakan hormon yang merupakan hormon yang mempunyai

peranan penting pada proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Hormon

tiroksin mengatur perubahan provitamin A menjadi vitamin A di dalam hati,

merangsang mobilisasi lemak, memacu metabolisme kalsium dan pada

metabolisme protein. Secara alami, di dalam bahan makanan Iodium hanya

terdapat dalam jumlah sedikit yaitu hanya beberapa mikrogram setiap kilogram

bahan makanan, kandungan Iodium pada bahan pangan nabati sangat sangat

bervariasi tergantung pada tanah tempat tumbuhnya, air dan pupuk yang

digunakan (Budiyanto, 2009).


Iodium dikonsentrasikan di dalam kelenjar gondok (glandula thyroide)

untuk dipergunakan dalam sintesis hormon tiroksin. Hormon ini ditimbun dalam

folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein (globulin), dan disebut

tiroglobulin, bila diperlukan tiroglobulin dipecah dan terlepas, hormon tiroksin

yang dikeluarkan dari folikel kelenjar masuk ke dalam aliran darah (Sediaoetama,

2006).

Menurut Budiyanto (2001) pemenuhan gizi mikro Iodium bertumpu

kepada pemanfaatan garam dapur yang telah mengalami fortifikasi iodium.

Garam-garam beriodium relatif mudah didapat di toko-toko kecil. Beberapa

produk yang terdapat di Malang, misalnya garam merk Bintang mengandung 30-

80 ppm KIO3, sedangkan garam merk Kelir Mas mengandung minimal 30 ppm

KIO3. Garam-garam tersebut telah sesuai dengan Standar Industri Indonesia. Jika

penggunaan garam beriodium tersebut sesuai dengan sifat fisik dan kimia Iodium,

maka upaya pemenuhan tersebut akan tercapai dengan baik sehingga dapat

menurunkan GAKI. Ada 6 model yang mungkin dikembangkan masyarakat dalam

rangka pemenuhan gizi mikro iodium, yaitu:

a. Menggunakan garam tidak beriodium (uyah grasak, bahasa Jawa)

b. Menggunakan garam beriodium (yang disimpan) dengan cara

menggunakan dicampur dengan bumbu (saat mengerus), kemudian

dimasukkan pada saat memasak makanan

c. Menggunakan garam beriodium (yang disimpan) dengan cara

menggunakan sebagian sebagian dicampur dengan bumbu (saat mengerus)

dan sebagian dimasukkan pada saat memasak makanan


d. Menggunakan garam beriodium (yang disimpan) dengan cara

menggunakan semua garam yang dibutuhkan dimasukkan pada saat

memasak makanan

e. Menggunakan garam beriodium (yang disimpan) dengan cara

menggunakan semua garam yang dibutuhkan dimasukkan pada makanan

yang selesai dimasak dan masih panas.

Iodium merupakan mineral yang diperlukan untuk tubuh dalam jumlah

yang relatif sangat kecil, tetapi mempunyai peran yang sangat penting untuk

pembentukan hormon tiroksin. Hormon tiroksin ini sangat berperan dalam

metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan iodium dapat berakibat buruk bagi

manusia. Akibat yang dapat ditimbulkannya antara lain berkurangnya tingkat

kecerdasan, pertumbuhan terhambat, penyakit gondok, kretin endemik (cebol),

berkurangnya kemampuan mental dan psikologi, meningkatnya angka kematian

prenatal, serta keterlambatan perkembangan fisik anak (Nadesul, 2000).

Iodium digunakan dalam bentuk tingtur dan larutan iodium. Iodium

mempengaruhi langsung sel dengan cara mengendapkan protein sehingga sel akan

mati. Akibat keracunan iodium, terutama menyebabkan muntah dan pingsan.

Dosis fatal iodium dan senyawa iodida 2 g (Sartono, 2001).


Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), Iodium mengandung tidak

kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5%.

1. Pemerian : keping atau granul, berat, hitam keabu-abuan, bau khas,

berkilau seperti metal.

2. Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam karbon

disulfida, kloroform, eter, etanol, dan larutan iodida, agak

sukar larut dalam gliserin.

3. Penetapan Kadar : serbukkan dan timbang seksama lebih kurang 500 mg

dalam labu bersumbat kaca yang telah ditara, tambahkan 1

gram kalium iodida P yang dilarutkan dalam 5 mL air.

Encerkan dengan air hingga lebih kurang 50 mL,

tambahkan 1 mL asam klorida 3 N. Titrasi dengan natrium

tiosulfat 0,1 N, menggunakan 3 mL indikator kanji.

WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan iodium sehari-hari

sebagai berikut:

- 90 mg untuk anak prasekolah (0 - 59 bulan)

- 120 mg untuk anak sekolah dasar (6 - 12 tahun)

- 150 mg untuk dewasa (di atas 12 tahun)

- 200 mg untuk wanita hamil dan wanita menyusui

Menurut SNI (01-3556-2010), kadar iodium pada garam konsumsi yang

memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.


2.4.1 Sumber Iodium

Sumber iodium dalam makanan, antara lain: sayur-sayuran, ikan laut dan

rumput laut, air mata air, dan garam beriodium (Budiyanto, 2009).

Sedangkan sumber iodium di alam, antara lain:

1. Air tanah, tergantung sumber air berasal dari batuan tertentu

2. Air laut, mengandung sedikit iodium, sehingga kandungan iodium

garam rendah

3. Plankton, ganggang laut dan organisme laut lain berkadar iodium

tinggi sebab organisme ini mengkonsentrasikan iodium dari

lingkungan sekitarnya

4. Sumber bahan organik yang dalam oksidan, desinfektan, iodophor, zat

warna makanan dan kosmetik, dan vitamin yang beredar di pasaran

juga menambah iodium

5. Ikan laut, cumi-cumi yang dikeringkan banyak mengandung iodium

(Djokomoeljanto, 2006).

Sumber iodium yang paling utama yaitu laut. Jadi makanan yang berasal

dari laut seperti ikan, udang, kerang, serta ganggang laut merupakan sumber

iodium. Dan tanaman yang tumbuh didaerah pantai dan sekitar pantai banyak

mengandung iodium, oleh karena tanah dan air tersebut banyak, mengandung

iodium, maka semakin jauh tanah tersebut dari laut, semakin sedikit sekali

kandungan iodium bahkan tidak ada sama sekali (Almatsier, 2003).


2.4.2 Manfaat Iodium

Iodium sebagai unsur penting dalam sintesa hormon tiroksin, yaitu suatu

hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses

pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Iodium juga sebagai pembentukan

hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel

parafoli-kular (sel CO). Hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium,

maka harus selalu tersedia iodium yang cukup dan berkesinambungan

(Djokomoeljanto, 2006).

2.5 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium

2.5.1 Akibat Kekurangan Iodium

Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) adalah gangguan yang

diakibatkan oleh kurangnya zat iodium dalam tubuh, yaitu dapat mengakibatkan

pembengkakan kelenjar tiroid (gondok) pada usia dewasa, dan pada bayi atau

anak-anak dapat memperhambat pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun

intelektualnya (Almatsier, 2003).

Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormone tiroid menurun dan

hormone perangsang-tiroid/TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap

lebih banyak iodium. Apabila kekurangan iodium terus menerus maka akan

terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang diakibatkan usaha pengambilan iodium

yang semakin meningkat. Gondok dapat menampakkan diri dalam bentuk gejala

yang sangat luas, yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan

pembesaran kelenjar tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan iodium adalah malas

dan lamban, kelenjar tiroid membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam

keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal

sebagai kretinisme yaitu bentuk tubuh yang abnormal dan IQ dibawah 20. Hal ini

dapat mengganggu proses belajar dari anak-anak (Almatsier, 2003).

2.5.2 Akibat Kelebihan Iodium

Asupan iodium dalam jumlah yang banyak, akibatnya sama seperti dalam

hal kekurangan iodium, yaitu terjadi pembesaran kelenjar tiroid, sehingga dapat

menimbulkan sesak napas yang diakibatkan oleh pembesaran tersebut menutupi

jalan pernapasan (Almatsier, 2003).

2.6 Titrasi yang Melibatkan Iodium

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi

langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).

a. Titrasi Langsung (Iodimetri)

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat. Pada saat reaksi oksidasi,

iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai reaksi:

I2 + 2e ↔ 2I-

Iodium akan mengoksidasi senyawa yang mempunyai potensial reduksi

lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih

kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium
b. Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih

besar daripada sistem iodida-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator

seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi

dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya

dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat

(Rohman, 2007).

Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan

pemakaiannya:

1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodometri tak langsung

2. I2 sebagai titran dikenal sebagai titrasi iodometri langsung dan kadang-

kadang dinamakan iodimetri

3. Suatu oksidator kuat sebagai titran. Diantaranya yang sering dipakai

ialah:

a. KMnO4

b. K2Cr2O7

c. Ce (IV)

4. Suatu reduktor kuat sebagai titran

(Harjadi, 1986).
2.6.1 Perbedaan Iodimetri dan Iodometri

Menurut Basset (1994), metode cara langsung (iodimetri) jarang dilakukan

mengingat iodium merupakan oksidator yang lemah. Cara langsung disebut

iodimetri yang menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-

reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.

Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis

cukup kuat untuk direaksikan sempurna dengan ion iodida berlebih dalam

keadaan sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi

dengan larutan natrium tiosulfat atau asam arsenit.

2.7 Iodometri (Metode Titrasi Tidak Langsung)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih

besar daripada sistem iodida-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator

seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi

dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya

dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman, 2007).

2.7.1 Larutan Standar Na2S2O3

Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium

tiosulfat. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan standar primer. Larutan

natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day dan Underwood, 1998).
2.7.2 Indikator Amilum (Kanji)

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang

dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak

tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, sampai

akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik

akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi iod masih tepat dapat

dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan

hanya senilai 1 tetes iod. Namun, lebih mudah dan lebih tegas bila ditambah

amilum kedalam larutan sebagai indikator (Harjadi, 1986).

Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang

sangat jelas. Sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itupun hilang bereaksi

dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya

tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati

titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya kuning

muda). Maksudnya adalah agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkan

sukar lepas kembali. Hal ini akan berakibat warna biru akan sulit lenyap sehingga

titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali dapat

menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada

titik akhir (Harjadi, 1986).


2.8 Penetapan Kadar KIO3 dalam Garam Konsumsi Beriodium

Penetapan kadar kalium iodat dalam hal ini menggunakan Analisis

Kuantitatif dengan metode Volumetri. Metode Volumetri menggunakan titrasi

iodometri. Metode ini masih digunakan secara luas karena merupakan metode

yang tahan, murah dan mampu memberikan ketetapan yang tinggi. Dalam analisis

volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang

diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi) nya

telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif (Rohman,

2007).

Larutan baku yang diteteskan disebut sebagai titran. Semua perhitungan

dalam volumetri didasarkan pada konsentrasi titran yang harus dibuat secara teliti,

titran semacam ini disebut larutan baku (standar). Suatu larutan standar dapat

dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya

senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur

dengan tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu, larutan baku primer,

mempunyai kemurnian yang tinggi, dan larutan baku sekunder yang harus

dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku

sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi

(Basset, 1994).
Daftar baku primer yang umum digunakan untuk membakukan larutan

baku dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 : Daftar Baku Primer


No. Baku Primer Kegunaan
Pembakuan Natrium Hidroksida
1. Kalium Biftalat
Pembakuan larutan Asam perklorat
Pembakuan larutan Natrium Tiosulfat
2. Kalium Iodat
melalui pembentukan Iodium
3. Natrium Karbonat Anhidrat Pembakuan Asam Klorida
4. Logam Zn Pembakuan larutan EDTA
(Rohman, 2007).

Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses

penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, dan zat

yang akan ditetapkan, dititrasi. Titik (saat) pada mana reaksi itu lengkap disebut

titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi

oleh suatu perubahan, yang tidak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan

oleh larutan standar itu sendiri, atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu

reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator. Setelah reaksi antara visual

yang jelas dengan cairan yang sedang dititrasi, titik pada saat ini terjadi disebut

titik akhir titrasi (Basset, 1994).

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih

besar dari pada sistem iodium iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat

oksidator. Pada iodometri sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium

iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi

dengan larutan baku natrium tiosulfat yang dilakukan dalam suasana asam.
Banyaknya volum natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan

iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Rohman, 2007).

Suatu larutan dari iodium dalam larutan air iodida, memberikan warna

kuning sampai coklat tua atau satu tetes larutan iod 0,1 N menimbulkan warna

kuning pucat yang terlihat pada 100 ml air, sehingga dalam larutan-larutan yang

tanpa iodium akan tak berwarna, iodium dapat berfungsi sebagai indikatornya

sendiri. Uji ini dibuat jauh lebih peka dengan menggunakan larutan kanji (larutan

dari pati) sebagai indikator. Kanji bereaksi dengan iodium, dengan adanya iodida,

membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat, yang akan terlihat pada

konsentrasi - konsentrasi iodium yang sangat rendah. Pati dapat dipisah menjadi

dua komponen utama, amilosa dan amilopektin yang terdapat dalam proporsi

berbeda - beda dalam berbagai tumbuh-tumbuhan. Amilosa, suatu senyawa

berantai lurus dan terdapat berlimpah dalam pati kentang, memberi warna biru

dengan iod dan rantainya mengambil bentuk spiral. Amilopektin, yang

mempunyai struktur rantai bercabang membentuk suatu produk berwarna ungu

merah mungkin dengan adsorbsi (Basset, 1994).

Anda mungkin juga menyukai