Anda di halaman 1dari 228

MODEL EVALUASI PEMBERDAYAAN EKOLOGI

MASYARAKAT BERBASIS SEKOLAH LAPANGAN PERTANIAN


OLEH WORLD WIDE FUND INDONESIA
DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh
Refiandi Riansah
NIM 11150541000028

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2020 M
MODEL EVALUASI PEMBERDAYAAN EKOLOGI
MASYARAKAT BERBASIS SEKOLAH LAPANGAN PERTANIAN
OLEH WORLD WIDE FUND INDONESIA
DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan ilmu Komunikasi


Untuk Memenuhi P ersy ar atan Memperoleh
Gelar Sarj arua Sosial (S. Sos)

Oleh:

Refiandi Riansah
NIM : 11150541000028

wah bimbingan

Dr. Tan n Hermansah. M. Si


NIP. I97 061 7200s01006

PROGRAMSTUDI
PROGRAM STUDIKESEJAHTERAAN
KESEJAHTERAANSOSIAL
SOSIAL
FAKULTASILMU
FAKULTAS ILMUDAKWAH
DAKWAHDAN DANILMU
ILMUKOMUNIKASI
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAMNEGERI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2020M
JAKARTA
1442Ht2020
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama : Refiandi Riansah


NIM :11150541000028

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi be{udul MODEL


EVALUASI PEMBERDAYAAN EKOLOGI MASYARAKAT
BERBASIS SEKOLAH LAPANGAN PERTANIAN OLEH
WORLD WIDE FIJND INDONESIA DI TAMAN NASIONAL
IJJLING KULON BANTEN adalah benar karya saya sendiri dan
tidak rnelakukan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan
yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan
sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan
proses yang semestinya sesuai peraturan perundangan yang
berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan
merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian perny ataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 16 Januari 2020

Refiandi Riansah
NrM 11150541000028
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama : Refiandi Riansah


NIM :11150541000028

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi be{udul MODEL


EVALUASI PEMBERDAYAAN EKOLOGI MASYARAKAT
BERBASIS SEKOLAH LAPANGAN PERTANIAN OLEH
WORLD WIDE FIJND INDONESIA DI TAMAN NASIONAL
IJJLING KULON BANTEN adalah benar karya saya sendiri dan
tidak rnelakukan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan
yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan
sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan
proses yang semestinya sesuai peraturan perundangan yang
berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan
merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian perny ataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 16 Januari 2020

Refiandi Riansah
NrM 11150541000028
ABSTRAK

Refiandi Riansah, NIM: 11150541000028


Model Evaluasi Pemberdayaan Ekologi Masyarakat Berbasis
Sekolah Lapangan Pertanian oleh World Wide Fund
Indonesia di Taman Nasional Ujung Kulon Banten

Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis (SLPE) secara


konsep merupakan program pemberdayaan secara bottom-up
melalui pendekatan community development gagasan dari WWF
Indonesia yang mulai diimplementasikan pada tahun 2016
dengan tujuan mendampingi, mengedukasi dan memfasilitasi
masyarakat yang tinggal di kawasan penyangga Taman Nasional
Ujung Kulon tentang pengelolaan pertanian ramah lingkungan
sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa
penyangga dan merupakan sebuah program solutif untuk
mengurangi kegiatan eksploitasi sumberdaya alam di kawasan
Taman Nasional.
Penelitian ini menggunakan gabungan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Sementara teknik pengumpulan data dengan kuesioner,
wawancara, dan observasi. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah evaluasi pemberdayaan fujikake, teori
pengembangan masyarakat, dan teori pengorganisasian
masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa program Sekolah
Lapangan Pertanian Ekologis menurut teori community
development merupakan gabungan dari model pengembangan
masyarakat lokal dan model perencanaan sosial. Tingkat
pencapaian keberdayaan masyarakat pasca implementasi
program menurut teori evaluasi pemberdayaan fujikake
tergolong dalam tipe 2 (tipe sedang) dengan indikator : tujuan
program telah tercapai, adanya kepuasan masyarakat sebesar
40% dan adanya peningkatan kapasitas masyarakat dari segi
leadership dan channeling. Sedangkan dari segi ruang lingkup
pemberdayaan, SLPE masuk kategori pemberdayaan masyarakat
dalam skala mikro level (tingkat komunitas atau desa).
Kata kunci: Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis,
Community Development, Evaluasi Pemberdayaan Fujikake

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’aalamiin, segala puji serta syukur
kepada Illahi Rabbi yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Sekolah Lapangan
Pertanian oleh World Wide Fund Indonesia di Taman Nasional
Ujung Kelon Banten. Dan tidak lupa sholawat serta salam penulis
sanjungkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa seluruh umatnya dari zaman kegelapan ilmu hingga
zaman kemudahan mendapatkan sebuah ilmu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi, maupun bentuk penyajiannya.
Oleh karna itu, kritik dan saran yang sangat membangun dari
berbagai pihak akan penulis terima dengan tangan terbuka serta
sangat diharapkannya. Karena sesungguhnya kesempurnaan
hanya milik Allah SWT.
Berkat keridhoan dari Allah SWT, akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Serta tak lupa peneleti menyampaikan ungkapan
banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, motivasi, dan arahan-arahan terhadap
peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skiripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:

ii
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc MA. selaku
rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai Wakil
Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Shihabuddin Noor, MA
sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak
Cecep Castrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program
Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si sebagai pembimbing akademik.
5. Bapak Dr. Tantan Hermansah, M.Si sebagai dosen
pembimbing skripsi dengan kesabarannya dan rela
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan.
6. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun tidak
mengurangi rasa hormat penulis, telah banyak memberikan
ilmu dan pengalamannya kepada peneliti, semoga apa yang
diberikan akan bermanfaat di masa yang akan datang.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan
wawasan dan keilmuan dan membimbing penulis selama
menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

iii
8. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, peneliti ucapkan terimakasih karena telah membantu
dalam memberikan referensi buku, jurnal, maupun skripsi
dari penelitian-penelitian terdahulu.
9. World Wide Fund (WWF) Indonesia dan seluruh jajaran
World Wide Fund (WWF) Indonesia - Ujung Kulon Project
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitian dan memberikan bimbingan kepada penulis selama
melakukan penelitian di Kawasan Taman Nasional Ujung
Kulon
10. Balai Taman Nasional Ujung Kulon Banten yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di kawasan
Taman Nasional.
11. Kepada Ibu saya tercinta Almarhumah Harpida binti Bustami,
yang wafat pada tangal 6 April 2019. Dimana semasa beliau
hidup, selalu memberikan do’a dan dukungan yang tidak ada
hentinya untuk kelancaran pendidikan penulis. Semoga Allah
SWT menyampaikan salam bahwa Skripsi ini ditulis dan
didedikasikan sepenuhnya untuk Beliau.
12. Kepada Bapak saya Bapak Sahroni, seorang Bapak yang
selalu sabar membimbing, menemani dan berdo’a untuk
penulis. Semoga Allah SWT menjadikan Skripsi ini sebagai
wujud kasih sayang yang teramat dalam dari penulis untuk
kedua Orang Tua yang selama ini telah berkorban segala hal
untuk kelancaran pendidikan Penulis.

iv
13. Kepada Kakak saya Kurnia Haryani dan Ferdian Adam yang
tidak ada hentinya selalu memberikan dukungan, hiburan dan
support untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Kepada sahabat saya Galuh Hari Setiawan, Habib Rachman
Aji, Muhammad Fathin, Alif Shoffan, Alvin Anggara , Sri
Wahyuni, Riska Hariyana, Devi Anggraini yang selalu setia
menjadi sahabat dan selama 4 tahun menemani masa
perkuliahan.
15. Kepada Nida Fairuz Hasanah yang selalu memberikan
hiburan, support dan masukan kepada penulis.
16. Seluruh Teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2015
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam perkuliahan dan penulisan
skripsi ini.

Depok, Desember 2019

Refiandi Riansah

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................x
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................1
B. Pembatasan masalah..........................................................5
C. Perumusan masalah ...........................................................6
D. Tujuan penelitian...............................................................6
E. Manfaat penelitian.............................................................6
F. Tinjauan pustaka ...............................................................7
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian ............................................................9
2. Pendekatan penelitian .................................................9
3. Subjek dan objek penelitian ......................................10
4. Lokasi penelitian .......................................................10
5. Teknis pengumpulan data .........................................11
6. Analisis data ..............................................................14
7. Variabel penelitian ....................................................17
8. Populasi dan sampel ..................................................17
9. Teknis keabsahan data...............................................20
H. Sistematika penulisan ......................................................20

vi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Evaluasi
1. Pengertian evaluasi pemberdayaan ...........................23
2. Model evaluasi pemberdayaan fujikake ....................24
B. Community Development
1. Pengertian Community Development ........................28
2. Model Community Development ...............................30
3. Tahapan Community development ............................31
4. Prinsip Community development ...............................35
5. Tantangan dalam Community Development..............43
C. Pengorganisasian masyarakat
1. Pengertian pengorganisasian masyarakat ..................44
2. Tujuan pengorganisasian masyarakat .......................47
3. Peran pekerja sosial komunitas .................................47
4. Langkah pengorganisasian masyarakat .....................51
D. Kerangka Berpikir ........................................................57
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Program Sekolah Lapangan Pertanian ekologis
1. Konsep sekolah lapangan pertanian ekologis ...........58
2. Praktik sekolah lapangan pertanian ekologis ............61
3. Kepersertaan sekolah lapangan pertanian ekologis...70
4. Manajemen dan kurikulum .......................................72
5. Tujuan dan arah pendidikan ......................................73
B. Taman Nasional Ujung Kulon
1. Kawasan Konservasi Taman Nasional ......................74
2. Taman Nasional Ujung Kulon ..................................77
3. Sistem zonasi dalam pengelolaan kawasan ...............80

vii
C. Profil WWF (World Wide Fund) Indonesia
1. Latar belakang WWF Indonesia................................83
2. Program Community Development WWF Indonesia -
Ujung Kulon Project .................................................86
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi sikap dan cara pandang masyarakat
1. Tingkat partisipasi .................................................... 91
2. Penyampaian opini ................................................... 92
3. Perubahan kesadaran ................................................ 94
4. Pengambilan tindakan .............................................. 95
5. Kepedulian dan kerjasama ....................................... 96
6. Kreativitas ................................................................ 98
7. Kemampuan manajerial ......................................... 100
8. Penyusunan tujuan baru ......................................... 101
9. Negoisasi ................................................................ 102
10. Kepuasan ................................................................ 103
11. Kepercayaan diri .................................................... 105
12. Pengambilan keputusan.......................................... 107
B. Deskripsi elemen-elemen pemberdayaan
1. Pemberdayaan lingkungan ..................................... 109
2. Pemberdayaan sosial .............................................. 111
3. Pemberdayaan ekonomi ......................................... 113
4. Pemberdayaan politik ............................................. 115
BAB V PEMBAHASAN
A. Sikap dan cara pandang masyarakat
1. Tingkat partisipasi .................................................. 121
2. Penyampaian opini ................................................. 124

viii
3. Perubahan kesadaran .............................................. 124
4. Pengambilan tindakan ............................................ 125
5. Kepedulian dan kerjasama ..................................... 126
6. Kreativitas .............................................................. 127
7. Kemampuan manajerial ......................................... 128
8. Penyusunan tujuan baru ......................................... 130
9. Negoisasi ................................................................ 131
10. Kepuasan ................................................................ 132
11. Kepercayaan diri .................................................... 133
12. Pengambilan keputusan.......................................... 135
B. Elemen-elemen pemberdayaan ................................. 136
C. Tingkatan pencapaian pemberdayaan ..................... 139
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model program pemberdayaan masyarakat dalam
program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis. ....141
2. Kaitan antara program Sekolah Lapang Pertanian
Ekologis oleh WWF Indonesia dan tingkat
kesejahteraan masyarakat desa penyangga di
kawasan konservasi Taman Nasional Ujung
Kulon. ......................................................................142
B. Saran............................................................................ 143
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 144
LAMPIRAN ............................................................................ 149

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Peserta Program SLPE


Tabel 3.2 Jumlah Fasilitator Program SLPE
Tabel 3.3 Jumlah Aplikator Program SLPE
Tabel 3.4 Perbandingan Program SLPE Berdasarkan
Sistem Zonasi
Tabel 3.5 Desa Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Nomogram populasi dan sampel data


Gambar 2.1 Tahap pertama evaluasi fujikake
Gambar 2.2 Tahap kedua evaluasi fujikake
Gambar 2.3 Tahap ketiga evaluasi fujikake
Gambar 2.4 Tahap keempat evaluasi fujikake
Gambar 3.1 Peta zonasi Taman Nasional
Gambar 4.1 Diagram Tingkat Partisipasi Masyarakat
Gambar 4.2 Proses Belajar Mengajar
Gambar 4.3 Diagram Penyampaian opini
Gambar 4.4 Diagram Penyampaian aspirasi masyarakat
diluar forum/Pertemuan
Gambar 4.5 Diagram Kesadaran Masyarakat Mengenai
Akar Masalah Kemiskinan
Gambar 4.6 Diagram Kesadaran Pengambilan Tindakan
Gambar 4.7 Diagram Kepedulian dan Kerjasama
Gambar 4.8 Diagram Kreativitas Masyarakat dalam
Menemukan Ide dan Pemikiran Baru
Gambar 4.9 Diagram Kemampuan Manajerial
Gambar 4.10 Diagram Penyusunan Tujuan Baru
Gambar 4.11 Diagram Negosiasi Masyarakat
Gambar 4.12 Diagram Kepuasan Masyarakat terhadap
Hasil Program
Gambar 4.13 Diagram Pelaksanaan Program Sesuai
Kebutuhan Masyarakat
Gambar 4.14 Diagram Perubahan Tingkat Kepercayaan
Diri
Gambar 4.15 Diagram Keberanian Masyarakat dalam
Mengambil Keputusan

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal


Lampiran 2 Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Taman Nasional Ujung
Kulon
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 Analisis Data Hasil Isian Kuesioner
Lampiran 7 Data Isian Kuesioner
Lampiran 8 Analisis Deskriptif dan Frekuensi
Lampiran 9 Data Stastistik Responden
Lampiran 10 Data Statistik Hasil Isian Kuesioner
Lampiran 11 Data Statistik Hasil Isian Kuesioner
Lampiran 12 Analisis Validitas
Lampiran 13 Transkip Wawancara
Lampiran 14 Catatan Lapangan Observasi

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara demografi, Taman Nasional Ujung Kulon
dikelilingi sebanyak sembilan belas desa penyangga
dengan luas 22.875 ha yang terletak di dua kecamatan,
yaitu Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu
Kabupaten Pandeglang Banten, dengan jumlah penduduk
sebesar 63.067 jiwa (BPS Kabupaten Pandeglang, 2019).
Desa penyangga di dua kecamatan tersebut berbatasan
langsung dengan kawasan Taman Nasional, sekaligus
merupakan desa yang memiliki peran yang sangat penting
dan bertanggung jawab dalam melestarikan ekosistem
Kawasan Taman Nasional. Taman Nasional Ujung Kulon
sebagai otoritas pengelola kawasan juga memiliki
kewenangan-kewenangan yang diatur oleh Negara
sebagaimana dikatakan di dalam undang-undang nomor 5
tahun 1990, bahwa Taman Nasional adalah suatu kawasan
pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi dan
beberapa zona memang boleh dimanfaatkan sumber daya
alamnya oleh masyarakat di sekitar kawasan Taman
Nasional.
Masyarakat di wilayah Taman Nasional
memanfaatkan apa yang ada di alam sebagai sumber
kehidupan mereka, seperti bertani, berburu, mengambil

1
2

hasil sumber daya alam lainnya. Pola seperti itu telah


dilakukan turun temurun, dan terkadang masyarakat desa
penyangga tidak mempertimbangkan bagaimana
keberlanjutan mereka untuk masa depan. Sebagaimana
diketahui juga bahwa Taman Nasional juga merupakan
lokasi konservasi berbagai jenis flora dan fauna langka
salah satunya populasi badak Jawa yang saat ini sudah
dikategorikan sebagai hewan yang terancam punah.
Dengan adanya kondisi tersebut, dua kepentingan yang
saling bergesekan ini berpotensi menimbulkan konflik
pemanfaatan sumberdaya alam serta dihadapkan dalam
dua kepentingan yaitu pelestarian alam atau pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk
mengembangkan kapasitas masyarakat dalam
meningkatkan pengetahuan teknis mengenai pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang sejalan dengan konsep
pelestarian lingkungan dengan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi sumber daya manusianya. WWF
Indonesia sebagai International Non Government
Organization peduli terhadap permasalahan tersebut, dan
membentuk sebuah program pengembangan masyarakat
berbasis Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis yang
berupaya memadukan metode agro-ekologi, konsep
pendidikan non-formal orang dewasa dan konsep
pengembangan masyarakat untuk menghasilkan sebuah
3

program solutif yang menjadi sebuah upaya untuk


memecahkan permasalahan sosial tersebut.
Program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis
mulai dikembangkan tahun 2016. Program ini terinspirasi
dari konsep sekolah lapangan UNFAO (United Nation
Food and Agriculture Organization) yang terlebih dahulu
diakukan di Indonesia pada tahun 1989. Tiga poin utama
yang menjadi tujuan dari implementasi program Sekolah
Lapang Pertanian Ekologis melalui konsep community
development antara lain mendekatkan pengetahuan dan
teknologi kepada masyarakat terkait pola pertanian
organik, Menekan biaya produksi usaha tani dengan
memanfaatkan potensi lingkungan, sehingga petani bisa
mengurangi bahkan tidak tergantung pada sarana produksi
pertanian buatan pabrik dan juga mendorong kesadaran
ekologis agar masyarakat petani di desa paham terhadap
ekosistem di wilayahnya yang notabene adalah kawasan
konservasi Taman Nasional, sehingga output yang
diharapakan adalah masyarakat dapat memanfaatkan
sumber daya alam dengan mempertimbangkan aspek
keberlanjutan. Diharapkan pula terjadi perubahan sikap,
cara pandang dan perilaku masyarakat, sehingga
menjadikannya lebih peduli terhadap sesama dan
lingkungannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Quran Surat Al-A‘raaf ayat 56 :
4

Artinya : 56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka


bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raaf : 56)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai
manusia seharusnya menjaga bumi sebagai tempat tinggal
dan tempat hidup beserta makhluk lainnya dengan tujuan
untuk dimanfaatkan demi memenuhi kesejahteraan hidup
dan kemakmuran manusia. Semua hal yang ada di bumi
diciptakan Allah SWT untuk dikelola, dipelihara
,dimanfaatkan dan dilestarikan sebagai bekal beribadah
kepada Allah dan beramal soleh.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan evaluasi sejauh mana
pencapaian proses pemberdayaan masyarakat melalui
program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis di Taman
Nasional Ujung Kulon Banten. Dalam melakukan
evaluasi, peneliti mengacu pada teori evaluasi
pemberdayaan fujikake, dimana objek yang akan
dianalisis bukan mengarah kepada output atau hasil
program dari segi fisik dan ekonomi, melainkan Outcome
program yaitu terdiri dari perubahan sikap dan cara
pandang masyarakat terhadap duabelas aspek
pemberdayaan seperti partisipasi, penyampaian opini,
5

perubahan kesadaran, pengambilan tindakan, kepedulian


dan kerjasama, kreativitas, kemampuan manajerial,
penyusunan tujuan baru, negosiasi, kepuasan,
kepercayaan diri, dan pengambilan keputusan.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya (Mubarak 2009,
132), Outcome yang di maksud juga termasuk dalam
analisis lingkup kegiatan pemberdayaan dalam empat
elemen yaitu Lingkungan, Sosial, Ekonomi dan Politik,
juga menentukan tingkatan program pemberdayaan
masyarakat dari segi cakupan wilayah. Namun masih
adanya ruang untuk diteliti, yang belum diteliti oleh
peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu mengevaluasi program
community development dengan teori evaluasi fujikake
dan juga dengan framing ilmu dan teori kesejahteraan
sosial. Oleh karena itu, peneliti akan mengangkat judul
―Evaluasi Program Pemberdayaan Berbasis Sekolah
Lapangan Pertanian Oleh World Wide Fund Indonesia Di
Taman Nasional Ujung Kulon Banten‖.

B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini secara sengaja dibatasi :
1. Unit observasi yang diamati adalah pemberdayaan
masyarakat melalui program Sekolah Lapangan
Pertanian Ekologis oleh World Wide Fund Indonesia
2. Masa penelitian dari Bulan September 2019 sampai
bulan Desember 2019
6

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana model program pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan dalam program
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis?
2. Bagaimana kaitan antara program Sekolah Lapang
Pertanian Ekologis yang dibentuk WWF Indonesia
dan tingkat kesejahteraan masyarakat desa penyangga
di kawasan konservasi Taman Nasional Ujung
Kulon?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :
1. Mengetahui model program pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan dalam program
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis.
2. Menganalisis kaitan antara program Sekolah Lapang
Pertanian Ekologis yang dibentuk WWF Indonesia
dan tingkat kesejahteraan masyarakat desa penyangga
di kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon

E. Manfaat Penelitian
Secara spesifik, kegiatan penelitian evaluasi ini
diharapkan memberikan kemanfaatan baik secara
akademis maupun praktis
7

1. Manfaat Praktis
Penelitian ini dimaksudkan sebagai referensi bagi
pekerja sosial agar tertarik untuk membahas isu
lingkungan hidup dan tidak terpaku pada
permasalahan sosial mainstream saja.
2. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang
kontribusi ilmu pengetahuan dan manfaat kepustakaan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya
Program Studi Kesejahteraan Sosial tentang ilmu
kesejahteraan sosial khususnya pada konsentrasi
pemberdayaan masyarakat dalam isu lingkungan
hidup. Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan cara pandang baru dan referensi
yang dapat ditindak lanjuti (melalui penelitian
replikatif) oleh penelitian berikutnya yang relevan.

F. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan
review terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan dengan judul skripsi ini, tentunya agar terhindar
dari plagiarism. Antara lain :
1. Zaki Mubarak, Universitas Diponegoro, Tahun
2009, dengan judul Tesis “Evaluasi
Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari
Proses Pengembangan Kapasitas pada
8

Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Desa


Sastrordirjan Kabupaten Pekalongan‖
Dalam hasil penelitian ini bahwa, penelitian ini
berfokus pada proses evaluasi program PNPM Mandiri
Perkotaan menggunakakan teori evaluasi fujikake dengan
menganalisis dua belas aspek sikap dan cara pandang
masyarakat, membuat irisan hubungan antar elemen
pemberdayaan masyarakat, dan menentukan tingkatan
pemberdayaan juga ditinjau dari proses pengembangan
kapasitas.

2. Amir Fadhillah, Tahun 2007, Jurnal Pusat Studi


Kependudukan dan Lingkungan Hidup Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta. “Pemberdayaan
Kesejahteraan Masyarakat Kawasan
Konservasi: Studi Kasus Masyarakat Kawasan
Taman Nasional Komodo “
Dalam jurnal ini mendeskripsikan bentuk
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di kawasan
konservasi Taman Nasional Komodo baik dalam segi
meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar
kawasan konservasi atau ditinjau dari segi pengelolaan
kawasan Taman Nasional menjadi kawasan pariwisata.
Dari dua kajian literatur diatas, masih ada ruang
untuk diteliti yang belum di teliti oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Dimana dalam penelitian ini, fokus
utamanya adalah mengevaluasi program community
development gagasan dari WWF Indonesia yang notabene
9

adalah Non-Government Organization (NGO)


internasional, diujikan menggunakan teori evaluasi
fujikake dan juga dengan framing ilmu dan teori
kesejahteraan sosial.

G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Di lihat dari jenis penelitian, jenis penelitian
yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian dekriptif
adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk
memecahkan masalah yang dianalisis dengan
menggambarkan keadaan subyek atau objek penelitian
(individu, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada
saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak dan
realitas dilapangan. (Rakhmat 2003, 25)

2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini lebih bersifat kualitatif murni dan
juga gabungan dengan data kuantitatif yang
dikualitatifkan. Menurut (Miles and Michael
Huberman 1992, 2), dengan data kualitatif kita dapat
mengikuti dan memahami alur peristiwa secara
kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup
pikiran orang-orang setempat. Data kualitatif yang
dibutuhkan meliputi data hasil observasi dan
wawancara mendalam. Data tersebut lebih banyak
menggambarkan lingkup dan implementasi proses
program pemberdayaan masyarakat serta pandangan
10

masyarakat yang tidak bisa diungkapkan melalui


pengumpulan data kuantitatif.
Sedangkan data kuantitatif yang dikualitatifkan
meliputi sikap dan cara pandang masyarakat melalui
duabelas indikator berdasarkan teori evaluasi
pemberdayaan fujikake mengenai keberlanjutan
konsep pembangunan berbasis masyarakat, yang
didapatkan dari hasil kuesioner yang berupa data-data
yang menggunakan skala likert. Skala likert adalah
ukuran yang menyatakan kesetujuan atau
ketidaksetujuan responden terhadap suatu pernyataan
dalam skala intensitas (Miller, 1977).

3. Subjek dan Objek penelitian


a. Subjek penelitian
Pada subjek penelitian adalah Organisasi WWF
Indonesia dan masyarakat desa penyangga di
Taman Nasional Ujung Kulon.
b. Objek penelitian
Objek dari penelitian ini adalah pelaksanaan
Program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis di
desa penyangga kawasan Taman Nasional Ujung
Kulon

4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 2 lokasi berbeda
yaitu di Kantor Sekretariat WWF Indonesia-Ujung
Kulon Project, Carita, Pandeglang, Banten. Juga di
11

beberapa desa lokasi implementasi Program di


Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, lokasi
implementasinya program pemberdayaan masyarakat
melalui program Sekolah Lapang Pertanian Ekologis
guna mengetahui realitas lembaga dalam implementasi
program, dan menggali informasi dari narasumber di
lokasi penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data primer dalam penyusunan
skripsi ini penulis menggunakan tiga teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengambilan
data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner
ini dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup
atau terbuka (Sugiyono 2015, 142) Dalam
penelitian ini kuesioner digunakan untuk
mendapatkan data-data mengenai sikap dan cara
pandang masyarakat mengenai konsep
pemberdayaan masyarakat dan keberlanjutan
proses pembangunan berbasis masyarakat di
wilayahnya.
Kuesioner diberikan kepada responden
(masyarakat yang berperan sebagai kader binaan
program) yang terlibat atau pernah terlibat dalam
12

kegiatan proses pemberdayaan masyarakat melalui


program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis.

b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode
pengumpulan data dan informasi dari narasumber
secara lisan. Proses wawancara dilakukan dengan
tatap muka secara langsung antara peneliti dengan
narasumber yaitu pelaksana program dalam hal ini
adalah pihak Lembaga World Wide Fund Ujung
Kulon dan juga penerima manfaat dalam hal ini
adalah kader binaan program.
Dalam wawancara, interviewer atau
peneliti mengajukan pertanyaan, baik dengan
meminta jawaban dari pertanyan dan membuat
catatan penting sesuai dengan teori dari hal-hal
yang diungkapkan. Wawancara dalam penelitian
ini dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang penilaian terhadap dua belas aspek
pemberdayaan masyarakat serta lima elemen
pemberdayaan.

c. Observasi / Pengamatan.
Teknik observasi merupakan sebuah teknik
yang bertujuan untuk menghimpun suasana
tentang segala hal yang bisa diamati berdasarkan
semua kemampuan pancaindera manusia. Peneliti
dengan observasi kualitatif tidak dibatasi oleh
13

kategori-kategori pengukuran (kuantifikasi) dan


tanggapan yang sudah diperkirakan sebelumnya
(Adler and Adler 2009, 524). Teknik pengumpulan
data melalui observasi ini akan membantu peneliti
dalam memahami pola kehidupan masyarakat di
lokasi studi.
Observasi dilakukan melalui pengamatan
secara langsung terhadap objek penelitian,
mengumpulkan data dan informasi mengenai
keadaan di lokasi penelitian yaitu di Kantor
Sekretariat WWF Indonesia-Ujung Kulon Project,
Carita, Pandeglang, Banten. Juga di empat desa
penyangga lokasi implementasi program di
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dengan
masing-masing karakter desa yang berbeda yaitu
Desa Cibadak, Desa Rancapinang, Desa Taman
Jaya dan Desa Ujung jaya. Untuk mengetahui
realitas lembaga dalam implementasi program, dan
menghimpun informasi dari narasumber di lokasi
penelitian.
Teknik observasi terdiri dari dua jenis,
yaitu observasi pastisipasi langsung (participant
observation) dan observasi non-partisipan. Dalam
penelitian ini peneliti akan menggunakan observasi
non-partisipan, dimana peneliti tidak terlibat
langsung dalam aktivitas sehari-hari masyarakat
14

sebagai objek amatan dan bertindak sebagai


pengamat independen (Sugiyono 2009, 145)

6. Analisis Data
Analisis berupa kategorisasi penataan dan
peringkasan data untuk memperolah jawab bagi
pertanyaan penelitian (Kerlinger 2006, 217) oleh
karena itu metode analisis bisa disebut sebagai cara
yang digunakan untuk mengolah dan menguji data
terhadap pertanyaan penelitian dengan menggunakan
prosedur tertentu.
Dalam penelitian ini terdapat dua metode
analisis yang digunakan, yaitu metode analisis
deskriptif kuantitatif dan metode analisis deskriptif
kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk
mendapatkan deskripsi tentang sikap dan cara
pandang masyarakat yang didapatkan dari pengolahan
data hasil kuesioner. Dalam analisis deskriptif
kuantitatif ini, langkah awal setelah didapatkan data
adalah pengolahan komponen data yang terdiri dari
pengkategorian data awal, pengolahan data
menggunakan teknik distribusi frekuensi melalui
perhitungan statistika sederhana, mengukur sebaran
data menggunakan perhitungan varian dan standar.
Hasil perhitungan kuantitatif selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan pendekatan deskriptif yang
15

selanjutnya menjadi bahan masukan bagi analisis


selanjutnya yaitu analisis secara kualitatif.
Model analisis yang digunakan dalam
mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat
adalah menggunakan model pendekatan evaluasi
Fujikake. Model Fujikake merupakan salah satu
model evaluasi yang implementatif, dimana indikator
yang digunakan cukup lengkap, dapat diukur dengan
jelas. Deskripsi mengenai model analisis fujikake ini
telah dijelaskan secara jelas dan lengkap dalam
tinjauan pustaka. Hasil dari analisis model Fujikake
ini selanjutnya digunakan sebagai masukan atau akan
dibahas lebih dalam pada metode analisis berikutnya
yaitu analisis deskriptif kualitatif.
Metode analisis kedua yang dipakai adalah
metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisis
ini berfungsi untuk menggambarkan implementasi
pelaksanaan kegiatan pengembangan kapasitas dan
menganalisis penilaian masyarakat mengenai proses
pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan
dalam bentuk deskripsi sehingga segala hal
tergambarkan dan dapat diketahui pencapaian tahapan
pemberdayaan masyarakat di desa penyangga
kawasan Taman Nasional Ujung Kulon telah sampai
pada tahapan yang mana.
16

Dalam analisis kualitatif, terdapat beberapa


tahapan dan langkah analisis untuk memahami
komponen-komponen data adalah melalui :
a. reduksi data
b. penyajian data
c. menarik kesimpulan/verifikasi. (Miles and
Michael Huberman 1992, 78)
Reduksi data bertujuan untuk menyusun data
agar menjadi lebih ringkas, terstruktur dan sesuai
dengan data yang diperlukan dalam penelitian. Teknik
reduksi data ini meliputi tahapan perangkuman data
(data summary), pengkodean (coding), merumuskan
tema-tema, pengelompokan (clustering) dan penyajian
cerita secara tertulis. Penyajian data merupakan
bagian kedua dari tahap analisis, yang terdiri dari
langkah-langkah penyusunan ringkasan terstruktur dan
sinopsis, deskripsi singkat, dagram-diagram, atau
matriks dengan teks. Tahap ketiga berupa penarikan
kesimpulan dan verifikasi, yaitu proses interpretasi
dan penetapan makna dari data yang tersaji. Tahap
akhir dari analisis adalah penarikan kesimpulan dan
rumusan rekomendasi. Kesimpulan yang diharapkan
muncul dari penelitian ini adalah jawaban atas
pertanyaan penelitian sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, yaitu sejauh mana tingkat keberdayaan
masyarakat di Taman Nasional Ujung Kulon setelah
17

dilaksanakan program pemberdayaan masyarakat


melalui Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis.

7. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,
2010). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu
Model Pemberdayaan Ekologi Masyarakat dan
Sekolah Lapangan Pertanian oleh World Wide Fund
Indonesia.

8. Populasi dan Sampel


Populasi merupakan jumlah data secara
keseluruhan yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2009, 80). Populasi
dalam penelitian ini adalah Kader Binaan program
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis di Taman
Nasional Ujung Kulon.
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi atau
kondisi sosial penelitian (Sugiyono 2009, 81). Dalam
penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian
dengan teknik pengambilan sampel secara purposive,
yaitu sample dipilih dengan pertimbangan dan tujuan
18

tertentu. Karena lingkup penelitian adalah


menyangkut pemberdayaan masyarakat, maka sampel
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kader binaan
program yang sedang terlibat atau pernah mengikuti
agenda program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis.

Gambar 1.1

15%

10%

Pada nomogram tersebut, posisi sebelah kanan


merupakan jumlah populasi di mana terlihat jumlah
populasi minimal dengan teknik nomogram Harry
King ini adalah minimal 30 orang dan maksimal 2.000
orang. Pada bagian tengah merupakan tingkat
19

kesalahan yang dikehendaki oleh seorang peneliti.


Tingkat kesalahan pada nomogram Harry King
dimulai dari 0,3% sampai di atas 15%. Pada kiri
nomogram, merupakan persentase populasi yang akan
dijadikan sampel. Di ketahui bahwa jumlah populasi
peserta program yang sedang terlibat dalam program
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis berjumlah 354
orang. Dan tingkat kesalahan yang di gunakan ada
10%, maka dengan menarik arah panah lurus pada
(kanan ke kiri) dengan melewati garis tingkat
kesalahan 10%, diperoleh jumlah presentase populasi
yang diambil sebagai sampel adalah 15%. Untuk
mengetahui Jumlah sampel melalui rumus sebagai
berikut (Jumlah sampel = Jumlah Populasi x Jumlah
presentase populasi) yaitu 354 x 15% = 53.1, maka
apabila di bulatkan menjadi 54 orang. Maka di ambil
jumlah sampel kuesioner sebanyak 54 orang
responden.
Sedangkan jumlah narasumber untuk
wawancara mendalam menyesuaikan kondisi di
lapangan, karena tujuan wawancara yang dilakukan
adalah untuk mendapatkan data-data yang bersifat
kualitatif, sehingga wawancara dapat dianggap cukup
apabila telah didapatkan data yang mampu menjawab
pertanyaan penelitian yang dikemukakan.
Sampel wawancara ditentukan berdasarkan
kriteria yang dipilih antara lain dari pihak pelaksana
20

program (Fasilitator lokal pelaksana Program Sekolah


Lapangan Pertanian Ekologis), penerima manfaat
program (kader binaan Program) dan Skateholders
terkait dengan program (Pemerintah desa).

9. Teknik Keabsahan Data


Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi
merupakan sebuah proses untuk melakukan
pengecekan dan verifikasi data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan dari berbagai waktu sesuai
dengan kebutuhan dari peneliti tersebut.(Sugiyono
2009, 125). Dalam teknik triangulasi data, peneliti
melakukan cek data yang telah diperoleh dari hasil
kuesioner, wawancara dan observasi yang dilakukan
dalam penelitian agar sesuai dengan hasil yang
didapat dan menjadi salah satu bentuk triangulasi
untuk melihat hasil keseluruhan dalam proses
penelitian yang akan dilakukan.

H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis
menerapkan sistematika penulisan karya ilmiah sesuai
dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi) yang di buat oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan telah di perbaharui tahun 2017.
21

Untuk mengatahui gambaran yang lebih jelas


tentang hal-hal yang diuraikan dan mempermudah
dalam memahami secara menyeluruh mengenai
penelitian ini, maka secara sistematis penulisannya di
bagi menjadi enam bab dan terdiri dari beberapa sub
bab, dan dibuatlah sistematika penulisan sebagai
berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian,
dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI


Pada bab ini berisikan teori yang melandasi
pemikiran dan menganalisa setiap data
yang sudah terkumpul. Landasan teori
yang digunakan merupakan teori yang
berkaitan dengan Evaluasi Program
Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan
Konservasi Taman Nasional.

BAB III GAMBARAN UMUM


Pada bab ini akan dibahas mengenai
gambaran secara umum mengenai
22

gambaran umum mengenai program


Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis,
Taman Nasional Ujung Kulon dan World
Wide Fund Indonesia

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN


Pada bab ini menjelaskan hasil temuan
penelitian di lapangan mengenai program
sekolah lapangan pertanian ekologis di
Taman Nasional Ujung Kulon, baik data
kuantitatif hasil dari kuesioner maupun
data kualitatif hasil dari wawancara.

BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai
uraian pembahasan mengenai
permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini.

BAB VI PENUTUP
Bab terakhir menjelaskan mengenai
kesimpulan dari keseluruhan penelitian
serta evaluasi dan saran untuk pihak-pihak
terkait pelaksanaan program sebagai
bentuk dari hasil penelitian ini.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori evaluasi
1. Pengertian Evaluasi Pemberdayaan
Menurut (Rietbergen-McCracken and Narayan
1998, 134) menjelaskan bahwa konsep evaluasi partisipatif
sendiri memiliki beberapa perbedaan dengan konsep
evaluasi konvensional, dimana pada evaluasi konvensional
lebih berfungsi untuk menilai akuntabilitas manajemen dan
keuangan, sedangkan evaluasi partisipatif lebih bersifat
terbuka dan berulang serta berfungsi untuk menjawab
kebutuhan terhadap perubahan dalam setiap kegiatan atau
program.
(Rietbergen-McCracken and Narayan 1998) juga
menjelaskan bahwa evaluasi pemberdayaan harus dilakukan
oleh masyarakat itu sendiri melalui rangkaian kegiatan
partisipatif (partisipasi monitoring dan partisipasi evaluasi).
Prinsip dalam partisipasi monitoring dan partisipasi evaluasi
menjelaskan bahwa masyarakat lokal berperan sebagai
partisipan aktif, semua stakeholder bertanggung jawab
untuk mengevaluasi sedangkan pihak luar hanya
memfasilitasi.
Sedangkan menurut (United Nation Development
Programme, 2002) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan
sebuah kegiatan selektif yang bertujuan untuk mengkaji

23
24

perkembangan dan pencapaian suatu hasil secara sistematis


dan objektif. Dalam sebuah program, evaluasi tidak hanya
dilakukan satu kali namun penilaian dilakukan berulang dan
dilaksanakan berdasarkan lingkup dan kedalaman yang
berbeda pada tahapan waktu yang berbeda pula dengan
tujuan untuk menilai pencapaian pengetahuan dan
pembelajaran dalam upaya pencapaian hasil (outcome).
Dalam evaluasi pemberdayaan ini yang akan dianalisis
bukan mengarah kepada output (keberhasilan program dari
segi fisik dan ekonomi), melainkan outcome program yaitu
terdiri dari perubahan sikap dan cara pandang masyarakat,
lingkup kegiatan pemberdayaan, dan juga peningkatan
perluasan daerah impelemtasi program tersebut.

2. Model Evaluasi Pemberdayaan Fujikake


Model evaluasi pemberdayaan fujikake ini adalah
salah satu bentuk alat analisis yang bisa digunakan untuk
mengukur derajat keberdayaan suatu masyarakat yang akan
di teliti. Pendekatan analisis yang digunakan oleh (Fujikake,
2008) dalam mengevaluasi pemberdayaan adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu mencoba
memahami pencapaian pemberdayaan dari pandangan
masyarakat sebagai pelaksana program. Pendekatan ini
mencoba memahami hubungan antara tanggapan
masyarakat dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri untuk
kemudian dituangkan dalam gambar-gambar dan skema-
skema konsep tertentu. Model evaluasi yang dikembangkan
25

Fujikake telah dipraktikkan dalam mengevaluasi


pemberdayaan perempuan di negara Paraguay.
Ada empat langkah dalam mengevaluasi
pemberdayaan menurut fujikake. Tahap pertama adalah
melihat perubahan masyarakat dari tingkat keberdayaannya
Hasil dari analisis mengenai perubahan tingkat keberdayaan
ini dituangkan dalam grafik yang menggambarkan tingkat
perubahan keberdayaan yang di kelompokan menjadi tiga
tipe yaitu Tipe 1 ―Rendah‖, Tipe 2 ―Sedang‖, dan Tipe 3
―Tinggi‖.

Gambar 2.1

Dan dalam tahap kedua evaluasi pemberdayaan


yang Fujikake yaitu menilai tanggapan masyarakat dan
praktik pemberdayaan yang didasarkan pada penilaian
terhadap duabelas indikator yang merupakan sub projek dari
proses pemberdayaan itu sendiri. Keduabelas indikator
26

tersebut yaitu tingkat partisipasi, pengemukaan opini,


perubahan kesadaran, pengambilan tindakan, kepedulian
dan kerjasama, kreativitas, menyusun tujuan baru,
negosiasi, kepuasan, kepercayaan diri, keterampilan
manajerial, dan pengumpulan keputusan.

Gambar 2.2

Tahap ketiga adalah mengklasifikasikan dan


menghubungkan antar indikator yang telah dianalisis pada
model tahap sebelumnya. Hasil analisis pada tahap ini
adalah grafik irisan berupa diagram venn keterkaitan antar
elemen pemberdayaan, yaitu ekonomi, sosial dan budaya,
kesadaran dan mobilitas.
27

Gambar 2.3

Tahap keempat yaitu mengukur tingkatan


pencapaian pemberdayaan dari segi lingkup wilayah,
apakah proses pemberdayaan itu hanya pada wilayah lokal,
regional atau nasional. Fujikake menggolongkan tingkatan
pemberdayaan menjadi tiga yaitu mikro level (desa), meso
level (kota/wilayah), dan makro level (nasional).

Gambar 2.4
28

B. Community Development
1. Pengertian Community Development
Community Development atau Pengembangan
masyarakat merupakan model intervensi yang bertujuan
untuk merubah masyarakat di tingkatan yang lebih luas.
Menurut Brokensha dan Hodge dalam (Adi 2001, 168)
pengembangan masyarakat didefinikan sebagai :

A movement design to promote better living for the


whole community with the active participation, and, if
possible, on the iniative of the community. It includes
the whole range of development activities in the district
whether these are undertaken by goverment or
unofficial bodies. Community development must make
use of the cooperative movement and must be put into
effect in the closest association with local goverment
bodies.

Definisi tersebut memberi pernyataan bahwa


pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan untuk
meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui
partisipasi aktif, dan juga berdasarkan inisiatif masyarakat.
Pengembangan masyarakat harus dilakukan melalui gerakan
yang saling terakir satu sama lain. Metode-metode diatas
merupakan metode inti dalam pekerja sosial dan terdapat
metode bantu yaitu aksi sosial, penelitian sosial dan
pelayanan sosial
29

Tujuan utama pengembangan masyarakat tidak


hanya sekadar pemberian bantuan yang bersifat Top - Down
kepada para penerima bantuan. Tapi merupakan sebuah
usaha agar penerima manfaat memiliki kapasitas atau
kemampuan untuk mampu menolong dirinya sendiri.
Program pelatihan, perluasan akses terhadap pelayanan
sosial, pemberian modal usaha, peningkatan kemandirian
diberikan agar kelompok komunitas yang ―lemah‖ tersebut
memiliki kemampuan atau keberdayaan. (Suharto 2005,
110) berpendapat bahwa keberdayaan tidak hanya dalam
segi fisik dan ekonomi, melainkan pula dalam arti
psikologis dan sosial seperti berikut ini:
1. Memiliki sumber pendapatan yang dapat menopang
kebutuhan diri dan keluarganya.
2. Mampu mengemukakan gagasan di dalam keluarga
maupun di depan umum.
3. Memiliki mobilitas dan relasi yang cukup luas.
4. Berpartisipasi dalam kehidupan sosial
5. Mampu membuat keputusan dan menentukan pilihan-
pilihan hidupnya. Proses pemberdayaan masyarakat
dapat dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari
menentukan populasi atau kelompok sasaran,
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kelompok
sasaran, merancang program kegiatan dan caracara
pelaksanaanya, pendanaanya, mengimplementasikan
kegiatan, hingga memonitor dan mengevaluasi
kegiatan.
30

2. Model Community Development


Rothman dan Tropman dalam (Suharto 1997, 293–95)
mengemukakan tiga model dalam pengembangan
masyarakat yang meliputi Pengembangan Masyarakat Lokal
(Locality Development), Perencanaan Sosial (Social
Planning), dan model Aksi Sosial (Social Action).
a. Pengembangan Masyarakat Lokal
Pengembangan Masyarakat Lokal adalah proses yang
bertujuan untuk menciptakan kemajuan sosial dan
ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta
inisiatif anggota masyarakat itu sendiri (Suharto 1997,
294) . Masyarakat tidak dipandang sebagai ―klien‖ yang
bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik
dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum
sepenuhnya dikembangkan.
b. Perencanaan Sosial
Perencanaan Sosial merupakan proses untuk
menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam
memecahkan suatu masalah sosial. Perencanaan sosial
merupakan proses yang lebih berorientasi pada tujuan
program. Sistem klien pada umumnya adalah
kelompok-kelompok yang kurang beruntung
(disadvantaged groups) atau kelompok rawan sosial
ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat, wanita
atau pria tunasosial. janda, yatim piatu.
31

c. Aksi Sosial
Merupakan model pengembangan masyarakat yang
bertujuan untuk melakukan perubahan yang sifatnya
mendasar dalam kelembagaan dan struktur masyarakat
melalui proses pendistribusian kekuasaan (distribution
of power), sumber (distribution of resources) dan
pengambilan keputusan (distribution of decision
making). Model aksi sosial didasari oleh suatu
pandangan bahwa masyarakat merupakan korban dari
adanya ketidak adilan struktur.

3. Tahapan Community Development


Tahapan pengembangan masyarakat yang perlu di
lakukan yaitu :
a. Tahap Persiapan
Di tahap persiapan, seorang community worker
berperan sebagai petugas dan menjadi penentu
kesuksesan sebuah program pengembangan
masyarakat melalui pendekatan non-direktif.
1) Persiapan Petugas
Petugas diperlukan untuk dapat menyamakan
pendapat antar anggota dalam suatu komunitas.
Dapat dikatakan bahwa (community worker)
berperan sebagai fasilitator dalam hal penentuan
pendekatan apa yang akan dipilih.
32

2) Persiapan Lapangan
Dalam Hal ini seorang petugas (community
worker) harus dapat menentukan daerah mana
yang akan dijadikan lokasi sasaran
pengembangan masyarakat. Setelah menemukan
lokasi yang cocok seorang community worker
harus mendapatkan perizinan dari stakeholders
dan pihak-pihak terkait baik melalui jalan formal
maupun non-formal.

b. Tahap Assesment
Proses Assesment dilakukan untuk mengidentifikasi
masalah dan sumber daya yang di miliki oleh
masyarakat yang menjadi target pemberdayaan.
Dalam proses assesment diterapkan teknik SWOT,
yaitu Strength (kekuatan), weakness (kelemahan),
opportunities (kesempatan), threath (ancaman).
Dalam tahapan assessment, masyarakat harus
dilibatkan dalam proses pengidentifikasian masalah
yang mereka hadapi sendiri agar prioritas masalah
benar-benar terjadi dan dirasakan sendiri oleh
masyarakat. Selain itu seorang community worker
harus menjadi fasilitator untuk membantu dan
memfasilitasi masyarakat untuk menyusun prioritas
masalah yang sudah diidentifikasi.
33

c. Tahap Perencanaan alternatif Program


Pada Tahap ini community worker berpartisipasi
untuk dapat membantu masayarakat setelah
mengidentifikasi masalah yang mereka hadapi untuk
dapat mencari solusi dari setiap permasalahan yang
sudah diprioritaskan. Setelah itu masyarakat
diharapkan mampu memikirkan program apa yang
tepat untuk dilakukan, program yang dinuat
setidaknya harus disesuasikan dengan tujuan
pemberian bantuan sehingga tidak muncul program-
program yang bersifat amal yang kurang dapat dilihat
manfaat jangka panjangnya dari program tersebut.

d. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi


Dalam tahap ini seorang community worker harus
membantu masyarakat memformulasikan rencana
dari program yang sudah ditetapkan, community
worker harus membantu masyarakat untuk dapat
berpartisipasi secara aktif dalam perumusan rencana-
rencana aksi yang akan dilakukan seperti pembuatan
proposal untuk para penyumbang dana, serta
masyarakat dengan community worker harus daoat
merumuskan tujuan jangka pendek yang ingin
mereka capai.
34

e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau


kegiatan.
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dari
proses pengembangan masyarakat, dikarenakan jika
tidak adanya kerja sama yang baik antara masyarakat
dengan community worker program yang sebelumnya
direncanakan tiba tiba melenceng atau tidak sesuai
rencana. Terlebih lagi jika adanaya pertentangan
antar kelompok yang akan membuat gagalnya
implementasi program ini. Oleh karena itu,
masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam
pelaksanaan program ini, serta community worker
harus menjaga kerjasama yang baik dengan
masyarakat.

f. Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah proses monitoring ketika program
pengembangan masyarakat sedang berjalan, evaluasi
yang dilakukan juga harus melibatkan masyarakat
dalam hal ini akan membentuk suatu sistem internal.
Sehingga dalam jangka panjang sistem tersebut akan
membantu masayarakat dalam membentuk sebuah
kemandirian. Dan jika setelah dilakukan evaluasi
namun hasil yang ditemukan tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan, maka evaluasi proses akan
membantu memberikan timbal balik dalam
menentukan, apakah program yang dilaksanakan
memerlukan perubahan atau perbaikan.
35

g. Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap pemutus hubungan
decara formal dengan komunitas sasaran. Teriminasi
seringkali dilakukan bukan karena masyarakat sudah
mandiri melainkan karena program sudah harus di
hentikan karena sudah melebihi batas waktu yang
ditentukan atau karena anggaran sudah selesai dan
tidak ada penyandang dana yang dapat meneruskan
program tersebut. Meskipun demikian, tidak jarang
community worker tetap melakukan kontak dengan
masyarkat meskipun tidak secara rutin. Apalagi bila
community worker merasa bahwa tugasnya belum di
laksanakan dengan baik (Adi 2001, 173)

4. Prinsip Community Development


Menurut Jim Ife, pengembangan masayarakat
mempunyai dua puluh dua prinsip. Antara satu prinsip
dengan prinsip yang lain saling berkaitan dan saling
melengkapi. Prinsip-prinsip ini diasumsikan menjadi
pertimbangan bagi sukses atau tidaknya suatu kegiatan
pengembangan masyarakat dan dianggap konsisten
dengan semangat keadilan sosial dan sudut pandang
ekologis (Ife and Tesoriero 2016, 178–98). Prinsip-
prinsip ini dimaksudkan sebagai seperangkat prinsip
dasar yang akan mendasari pendekatan pengembangan
masyarakat bagi semua praktik kerja masyarakat, antara
lain :
36

a. Pembangunan Menyeluruh
Menurut (Ife and Tesoriero 2016, 190) dalam
dalam pengembangan masyarakat ada enam aspek
yang harus diperhatikan agar terciptanya
pembangunan yang menyeluruh. Aspek tersebut
adalah Pembangunan sosial, ekonomi, politik,
budaya lingkungan dan personal/spiritual, semuanya
mencerminkan aspek-aspek penting dari kehidupan
masayarakat
b. Melawan Kesenjangan Stuktural
Community worker harus mencermati praktik-
praktik penindasan yang kemungkinan terjadi dalam
institusi media, sistem sosial, stuktur sosial, struktur
organsisasi, bahasa ekonomi, pasar dan iklan. Di
luar hal itu, perlu juga dicermati adanya praktik
penindasan karena umur, ketidakmampuan fisik dan
keadaan gender. Pengembangan masyarakat harus
memfokuskan programnya kepada penanganan isu-
isu kelas, gender, ras, umur, ketidakmampuan, dan
seksualitas untuk mencegah penindasan dimaksu.
c. Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia perlu memperolah perhatian
secara serius bagi pekerja masyarakat, baik dalam
pandangan negatif (protection of human right)
maupun positif (promotion of human right). Dalam
pandangan negatif, hak asasi manusia adalah penting
bagi pengembangan masyarakat. Dalam pandangan
37

positif, para aktivis pengembangan masyarakat


menjadi Deklarasi Universal dan Hak-hak asasi
manusia sebagai tujuan pengembangan masyarakat.
d. Berkelanjutan
Pengembangan masyarakat merupakan bagian dari
upaya untuk membangun tatanan sosial, ekonomi,
dan politik baru, yang prosesnya dan strukturnya
secara berkelanjutan. Setiap kegiatan pengembangan
masyarakat harus berjalan dalam kerangka
berkelanjutan, bila tidak ia tidak akan bertahan
dalam waktu yang lama. Keistimewaan dari prinsip
berkelanjutan adalah ia dapat membangun struktur,
organisasi, bisnism dan industri yang dapat tumbuh
dan berkembang dalam berbagai tantangan.
e. Pemberdayaan
Strategi pemberdayaan yang lengkap menuntut
bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi oleh
masyarakat dalam menggunakan kekuatan yang
dipahami, diperhatikan, dan dipecahkan. Kendala-
kendala ini berupa struktur yang menindas (kelas,
ras/etnis), Bahasa, Pendidikan, mobilitas pribadi dan
dominasi para elite dalam stuktur kekuasaan
masyarakat.
f. Personal dan Politik
Pengembangan masyarakat memiliki potensi untuk
membangun hubungan antar kepentingan pribadi
dengan kepentingan politik. Keterkaitan antara
38

personal dan politik, individu dan struktur atau


masalah-masalah pribadi dengan masalah-masalah
publik merupakan komponen yang penting dalam
pembangunan sosial.
g. Kepemilikan Masyarakat
Kepemilikan bisa dipahami dari dua tingkatan yaitu
kepemilikan terhadapat materil serta kepemilikan
struktural dan proses. Kepemilikan barang materil
seperti barang-barang komoditas, tanah, bangunan,
dan sebagainya. Kepemilikan struktur dan proses
seperti kontrol masayarakat, pelayanan kesehatan,
pendidikan, menentukan kebijaksanaan keaktifan
lokal, perumahan, pengembangan lokal dan
sebagainya.
h. Kemandirian
Masyarakat hendaknya mencoba memanfaatkan
secara mandiri terhadap sumber daya yang dimiliki
seperti: keuangan, teknis alam luar. Melalui program
pengembangan masyarakat diupayakan agar para
masyarakat mampu mengidentifikasi dan
memanfaatkan sumber daya yang ada dalam
semaksimal mungkin. Kemandirian ini merupakan
arah realistis yang perlu diwujudkan.
i. Kebebasan dari Negara
Prinsip kemandirian memperingatkan bahwa
pembangunan kegiatan yang di sponsori pemerintah
biasanya melemahkan basis masyarakat, bukan
39

memperkuat masyarakat. Untuk alasan inilah


masyarakat dan pekerja sosial harus berpikir secara
hati-hati sebelum mengajukan permintaan dana
kepada lembaga pemerintah atau bentuk sumbangan
yang lain.
j. Tujuan Langsung dan Visi yang besar
Dalam pengembangan masyarakat selalu ada
pertentangan antara pencapaian tujuan langsung
seperti penghematan sumber daya alam dan visi
besar berupa penciptaan kondisi masyarakat yang
lebih baik
k. Pembangunan Organik
Cara termudah untuk mempelajari konsep
pembangunan organik sebagai lawan dari
pembangunan mekanistik adalah mengamati
perbedaan anatara kerja sebuah mesin dan
perkembangan sebuah tumbuhan. Masyarakat secara
esensial adalah organisme (seperti tumbuhan) bukan
mekanistik (seperti mesin). Oleh karena itu,
pengembangan masyarakat tidak diarahkan oleh
hukum teknis sebab akibat yang sederhana, namun
merupakan suatu proses yang rumit dan dinamis.
Pembangunan secara organik berarti bahwa
seseorang menghormati dan menghargai sifat-sifat
khusus masyarakat, memberiarkan serta
mendorongnya untuk berkembang dengan caranya
sendiri, melalui sebuah pemahaman terhadap
40

kompleksitas hubungan antara masyarakat dengan


lingkungannya.
l. Laju Pembangunan Kepakaran Eksternal
Konsekuensi dan pembangunan organik adalah
bahwa masyarakat sendiri menentukan jalannya
proses pembangunan. Berusaha membangun
masyarakat secara tergesa-gesa dapat
mengakibatkan terjadinya kompromi secara fatal.
Bisa jadi, masyarakat akan kehilangan rasa memiliki
proses tersebut dan kehilangan komitmen untuk
terlibat dalam proses pembangunan.
m. Kepakaran eksternal
Prinsip utama pemberdayaan masyarakat tidak harus
selalu mempercayai adanya struktur ataupun solusi
yang datang dari pihak luar walaupun telah di
anggap sangat baik. Hal ini bukan berarti proses
pemberdayaan masyarakat tidak boleh mengambil
keuntungan dari pengalaman pihak luar. Yang jelas
keahlian yang telah dikembangkan melalui praktik
di tempat lain akan menguntungkan bila hal itu di
teliti dahulu apakah hal tersebut cocok dengan
situasi lokal.
n. Pembentukan Masyarakat
Semua pemberdayaan masyarakat harus bertujuan
untuk membentuk sebuah ―masyarakat yang baru‖.
Pemberdayaan masyarakat melibatkan upaya
penguatan interaksi sosial dalam masyarakat,
41

membangun kebersamaan dan membantu mereka


untuk berkomunikasi dengan sesamanyadalam
rangka menciptakan dialog, saling memahami dan
melahirkan tindakan sosial.
o. Proses dan Hasil
Alternatif lain dari pragmatism Alinsky adalah
pendekatan Gandhi, yang memandang proses dan
hasil sebagai sesuatu yang terintegrasi. Proses harus
merefleksikan tujuan sebagaimana hasil akan
merefleksikan proses tertentu.
p. Integritas Proses
Proses pengembangan masyarakatselalu
membutuhkan penelitian secara lebih dekat untuk
menjamin bahwa integrasi proses tetap terpelihara.
Mereka perlu menjadi subjek yang menekankan
prinsip-prinsip keadilan sosial dan lingkungan.
q. Tanpa Kekerasan
Proses pengembangan masyarakat harus diusahakan
untuk memperkuat bukan menyerang, memasukan
bukan mengesampingkan, bekerja di dalam bukan
bekerja menentang, dan memediasi bukan
berkonfrontasi.
r. Inclusiveness (Keterbukaan)
Penerapan prinsip keterbukaan dalam
pengembangan masayarakat memerlukan proses
yang selalu merangkul bukan menyisihkan, semua
42

orang harus dihargai secara instrinsik walaupun


mereka memiliki pandangan yang berlawanan.
s. Konsensus
Pendekatan konsensus bekerja menuju persetujuan
Bersama dan bertujuan untuk mencapai pemecahan
yang seluruh anggota masyarakat yang mau
memilikinya.
t. Kooperatif
Menurut (Ife and Tesoriero 2016, 352–56)
Pengembangan masyarakat akan berupaya
membawa kerjasama dalam kegiatan masyarakat,
dengan membawa masyarakat bergabung dan
menemukan cara-cara menghargai kerja sama
individu- individu atau kelompok.
u. Partisipasi
Menurut (Ife and Tesoriero 2016, 527–28)
Pengembangan masyarakat harus selalu
memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan agar
setiap orang dalam masyarakat bisa terlibat aktif
dalam proses kegiatan masyarakat.
v. Menentukan Kebutuhan
Menurut (Ife and Tesoriero 2016, 149–50) Ada
2 prinsip penegmbangan masyarakat yang berkatian
dengan kebutuhan. Pertama, pengembangan
masyarakat harus berupaya membuat kesepakatan
antara berbagai pihak yang menentukan kebutuhan,
yaitu: penduduk secara keseluruhan, pemakai,
43

penyedia layanan, dan para pengamat. Prinsip yang


kedua, meskipun para penentu kebutuhan yang lain
penting, anggota masyarakat sendirilah yang
memegang hak lebih tinggi dalam menentukan
kebutuhan, sepanjang prinsip ekologis dan keadilan
sosial dengan cara ini tidak dikorbankan.

5. Tantangan dalam Community Development


Community Development atau pengembangan
masyarakat pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memberikan perubahan atau pembaharuan yang bersifat
positif bagi masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya
masih terdapat hambatan dalam proses pelaksanannya
yang di sebabkan oleh banyak aspek, salah satunya
berupa ―penolakan‖ dari masyarakat, kelompok atau
komunitas. Watson, dalam buku Planning of Change
edisi kedua, menggambarkan beberapa tantang yang
dapat menghalangi suatu perubahan, yaitu: (Adi 2001,
122)

1. Kendala yang berasal dari kepribadian individu


a. Kestabilan (Homeostasis)
b. Kebiasaan (Habit)
c. Hal yang utama (Primacy)
d. Seleksi ingatan dan persepsi (Selective
Perception and Retention)
e. Ketergantungan (Dependence)
44

f. Superego
g. Rasa Tidak percaya Diri (Self-Distrust)
h. Rasa tidak Aman dan Regresi

2. Kendala yang berasal dari sistem sosial


a. Kesepakatan terhadap norma tertentu
b. Kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya
c. Kelompok kepentingan
d. Hal yang bersifat sakral
e. Penolakan terhadap orang ―luar‖

Jadi, penolakan dari masyarakat yang muncul


disebabkan oleh beberapa aspek internal dan eksternal.
Pada beberapa kasus, hambatan yang paling sering
ditemui adalah perasaan tidak aman yang dirasakan oleh
masyarakat, karena ketakutan masyarakat terhadap
orang ―luar‖ atau orang asing yang dianggapnya
mempunyai suatu ―kepentingan‖ yang sifatnya
merugikan bagi masyarakat tersebut. Hal itu muncul
karena adanya persepi yang mungkin timbul dari
pengalaman buruk masyarakat sebelumnya dengan
pemerintah atau suatu pihak tertentu, norma yang di
anutnya, atau budaya lokal.

C. Pengorganisasian Masyarakat
1. Pengertian pengorganisasian Masyarakat
Pengorganisasian masyarakat merupakan sebuah
proses dimana masyarakat lokal berada di lingkungan
45

yang memiliki isu sosial, bertujuan membantu masyarakat


untuk mengidentifikasi permasalahan sosialnya dan
memperjuangkan hak-hak keadilan bagi masyarakat.
Pengorganisasian masyarakat memiliki strategi dan teknik
untuk membawa masyarakat memiliki kemampuan untuk
menemukan solusi yang mereka butuhkan, sehingga dapat
membuat lingkungan yang aman dan lingkungan
masyarakat sosial yang berkelanjutan. Persoalan atau
permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat berkaitan
dengan kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas dari
kebutuhan. Sehingga kebutuhan tersebut perlu
diidentifikasi dan dikembangkan lebih lanjut secara
bersama-sama untuk pemenuhannya. Pemecahan suatu
masalah dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan yang
telah ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, sehingga
perlu adanya langkah-langkah yang harus dilalui bersama
dengan unit-unit yang ada di dalam masyarakat yang
bersangkutan dengan kegiatan mengatasi masalah
(Bruggemann, 2014)
Selain itu masyarakat seringkali dijadikan objek
pemerintah dan praktik politik untuk suatu kepentingan.
Sehingga menurut Harry Boite dalam praktik makro,
kegiatan Top Down yang dilakukan bukan solusi yang
tepat dalam membangun masyarakat. Solusi untuk
permasalahan masyarakat urban adalah pemerintah
menepati janji dan tidak menghancurkan kepercayaan
masyarakat serta memberdayakan mereka (Bruggemann
46

2014, 249). Oleh karena itu peran pengorganisasian


sangat penting sebelum seorang Community Worker
melakukan perubahan. Dimana dalam hal ini community
organizing berperan sebagai pemicu awal masyarakat
sebelum melakaukan pengembangan secara fisikal. Dalam
pengorganisasian masyarakat inilah seorang Community
Worker melakukan kegiatan-kegitan penyadaran agar
masyarakat nantinya memiliki kesadaran yang kritis
terhadap masalah social disekitarnya, serta dalam kegiatan
ini melatih masyarakat untuk dapatberpartisipasi aktif,
dan agar pengembangan yang mereka lakukan nanti dapat
berkelanjutan.
Pengorganisasian komunitas adalah
pengembangan masyarakat yang dalam prosesnya
mengutamakan pembangunan kesadaran kritis
pengembangan yang mengutamakan pembangunan
kesadaran kritis dan penggalian potensi lokal yang mereka
miliki. Jadi dalam hal ini pengorganisasian masyarakat
adalah suatu proses pengembangan masyarakat yang
mengutamakan pembangunan kesadaran kritis agar
masyarakat dapat dengan mudah untuk berpartisipasi
dalam mengidentifikasi masalah yang berada disekitar
mereka, serta menemukan solusi yang tepat dari
permasalahan mereka. Dalam proses ini masyarakat akan
dibantu oleh seorang community worker yang akan
menjalani peran-perannya dengan baik.
47

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian


masyarakat merupakan salah satu proses pengembangan
masyarakat melalui kegiatan penyadaran pola pikir suatu
individu komunitas atau masyarakat dengan tujuan untuk
memunculkan kesadaran kritis atas beberapa hal, mulai
dari menggali permasalahan yang sedang dialami, proses
penggalian potensi lokal yang mereka miliki, hingga
masyarakat mampu menyusun strategi dan menemukan
solusi atas permasalahannya sendiri. Dan tugas dari
community worker disini sebagai fasilitator dan
memberikan arahan kepada masyarakat.

2. Tujuan Pengorganisasian Masyarakat


Secara umum, pengorganisasian masyarakat atau
komunitas menggunakan metode penumbuhan kesadaran
kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan,
pembentukan dan penguatan organisasi rakyat. Proses
tersebut bertujuan untuk melakukan perubahan sistem
sosial yang baik dan berguna tanpa ada unsur penindasan
(represif). Tujuan pokok dari community organizing
adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang
beradab dan berkemanusiaan (civil society).

3. Peran Pekerja Sosial Komunitas (Community Worker)


Dalam mendukung setiap program pengembangan
masyarakat dan pengorganisasian masyarakat tidak bisa
terlepas dari peran pekerja sosial komunitas atau seorang
community worker. Menurut dalam (Isbandi Rukminto,
2008) dijelaskan bahwa ada empat peran dan
48

keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang community


worker, yaitu:
a. Peran dan keterampilan fasilitatif (fasilitative roles
and skills);
b. Peran dan keterampilan edukasional (educationals
roles and skills);
c. Peran dan keterampilan perwakilan (representational
roles and skills);
d. Peran dan keterampilan teknis (techincal roles and
skills)
Selain itu diperjelas dengan pendapat Spergel
(1975), Zastrow (1986), dan Adi (1994) dalam (Isbandi,
Rukminto 2008) bahwa ada tujuh peran yang dapat
dikembangkan oleh seorang community worker, yaitu:
a. Pemercepat perubahan
Peran enabler adalah seorang community worker
membantu masyarakat untuk dapat menentukan apa
yang menjadi permasalahan mereka dan membantu
untuk mengembangkan diri mereka agar mampu
memdapatkan solusi yang tepat atas permasalahan
mereka. Dasar filosofis dari peran ini adalah help
people to help themselves. Selain itu adapun empat
fungsi utama yang harus dilakukan community
worker untuk menjadi pemercepat perubahan
(enabler), yaitu:
1. Membantu masyarakat menyadari dan melihat
kondisi mereka
49

2. Membangkitkan dan mengembangkan


―organisasi‖ dalam masyarakat
3. Mengembangkan relasi interpersonal yang baik
4. Memfasilitasi perencanaan yang efektif.
b. Broker / Perantara
Peran broker yaitu membantu masyarakat untuk
menghubungkan suatu individu ataupun komunitas
yang membutuhkan bantuan berupa suatu pelayanan
masyarakat ke lembaga penyedia layanan
masyarakat terkait. Jadi peran broker ini sangat
membantu masyarakat, dikarenakan kadang kala
masyarakat bingung untuk dapat mengakses
lembaga penyedia layanan yang dibutuhkan.
c. Pendidik
Peran pendidik yang dimaksud disini adalah
membantu masyarakat untuk dapat mendapatkan
informasi-informasi yang dibutuhkan. Oleh sebab
itu seorang community worker harus memiliki
kemampuan menyampaikan informasi dengan baik
dan jelas, sehingga tidak membingungkan
masyarakat yang membutuhkan. Dan community
worker juga dituntut untuk selalu belajar agar selalu
mendapatkan informasi yang baru, sehingga pada
saat masyarakat bertanya hal apapun seorang
community worker dapat menjawab pertanyaan
tersebut dengan baik.
50

d. Tenaga ahli
Peran sebagai expert yang dimaksud adalah
seorang community worker harus dapat memberikan
masukan, saran, dan dukungan yang dibutuhkan
masyarakat. Seorang expert tidak harus
memaksakan agar saran yang mereka berikan untuk
dijalankan oleh masyarakat/klien, melainkan hanya
dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat suatu
keputusan. Oleh karena itu, peran ini berkaitan erat
dalam suatu perencanaan sosial yang nantinya
berhubungan dengan model intervensi pendekatan
pengembangan layanan masyarakat (community
service approach).
e. Perencana sosial
Seorang perencana sosial mengumpulkan data
mengenai masalah sosial yang terdapat dalam
komunitas, menganalisisnya, dan menyajikan
alternatif tindakan yang rasional untuk mengatasi
masalah tersebut. Setelah itu perencana sosial
mengembangkan program, mencoba mencari
alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan
konsensus dalam kelompok yang mempunyai
berbagai minat ataupun kepentingan. Menurut
Zastrow, peran expert dan social planner saling
tumpang tindih, di mana seorang expert lebih
memfokuskan pada membentuk usulan dan saran
yang berkaitan dengan isu dan permasalahan yang
51

sedang dibahas. Sedangkan perencana sosial lebih


memfokuskan pada tugas-tugas yang terkait dengan
pengembangan dan pelaksanaan program.
f. Advokat
Peran sebagai advocate mendorong pelaku
perubahan untuk menjalankan fungsi advokasi atau
pembelaan yang mewakili kelompok masyarakat
yang membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan,
tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan
ataupun layanan tersebut tida memedulikan (bersifat
negatif ataupun menolak tuntutan warga).
g. Aktivis
Peran aktivis menurut pelaku perubahan untuk
melakukan perubahhan institusional yang lebih
mendasar dan sering kali tujuannya adalahh
pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan pada
kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan,
yang dianggap sebagai korban.

4. Langkah – langkah Pengorganisasian Masyarakat


Menurut (Sasongko 1978), langkah-langkah dalam
pengorganisasian masyarakat adalah :
a. Persiapan Sosial
Persiapan sosial bertujuan untuk mengajak
masyarakat berpartisipasi aktif dalam semua kegiatan
program pengembangan masyarakat mulai dari awal
kegiatan, perencanaan program, pelaksaan program,
sampai dengan evaluasi program yang dilakukan.
52

Persiapan sosial yang dilakukan lebih mengutamakan


persiapan mulai dari teknis, administratif, sampai
dengan pelaksanaan program.
1) Tahap Pengenalan Masyarakat
Dalam tahap ini seorang community worker
harus mulai datang ke tengah-tengah masyarakat,
dan bersedia untuk melakukan pengenalan dengan
masyarakat, tanpa disertai pemikiran yang buruk
dengan masyarakat. Tahap pengenalan masyarakat
dilakukan dalam dua bentuk yaitu, formal dan
informal. Untuk pengenalan masyarakat secara
formal seorang community worker bisa
memulainya melalui sistem pemerintahan seperti
pemerintah desa, atau camat desa setempat. Dalam
jalur informasl seorang community worker dapat
melakukannya dengan hadir langsung ditengah
masyarakat, seperti guru didesa tersebut, tokoh
agama, hingga pengenalan ke masyarakat biasa.
Pengenalan masyarakat ini dilakukan untuk dapat
memudahkan seorang community worker untuk
menyampaikan maksud dan tujuannya tinggal di
desa tersebut, tujuan dari semua upaya yang
dilakukan ini agar masyarakat dapat menerima
kehadiran community worker dan memudahkan
agar masyarakat dapat mulai percaya dengan
community worker.
53

2) Tahap Pengenalan Masalah


Pada tahap ini seorang community worker
harus mampu dan menguasai pengenalan masalah-
masalah yang ada disekitar masyarakat, dan
masalah tersebut memang benar-benar menjadi
kebutuhannya. Adapun beberapa pertimbangan
yang dapat digunakan untuk menentukan skala
prioritas penanggulangan masalah menurut Adi
Sasongko (1978), yaitu :
a) Beratnya Masalah. Seberapa jauh masalah
tersebut menimbulkan gangguan terhadap
masyarakat.
b) Mudahnya Mengatasi.
c) Pentingnya Masalah bagi Masyarakat, yang
paling berperan disini adalah subyektivitas
masyarakat sendiri dan sangat dipengaruhi
oleh kultur budaya setempat.
d) Banyaknya masyarakat yang merasakan
masalah tersebut.

3) Tahap Penyadaran Masyarakat


Tujuan dari tahapan ini adalah seorang
commmunity worker mampu membantu
masyarakat untuk menyadarkan mereka terkait
dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi,
setelah itu masyarakat diharapkan untuk dapat
berpartisipasi secara aktif dalam menentukan
54

solusi yang tepat bagi permasalahan mereka,


setelah itu masyarakat mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang mereka butuhkan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada disekitar
mereka dengan baik.

b. Pelaksanaan
Setelah melakukan beberapa tahapan di
atas, selanjutnya seorang community worker
membantu masyarakat untuk dapat melaksanakan
program yang sudah direncanakan dengan baik.
Adapun beberapa hal yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan sebuah program, yaitu:
1) Memilih kegiatan yang dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.
2) Melibatkan masyarakat secara aktif dalam
upaya penanggulangan masalah.
3) Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan,
waktu, sumber daya yang tersedia di
masyarakat.
4) Menumbuhkan rasa percaya diiri masyarakat
bahwa mereka mempunyai ke mampuan
dalam penanggulagan masyarakat.

c. Evaluasi
Sudah dijelaskan dalam beberapa teori
sebelumnya, evaluasi ini dilakukan untuk
55

melakukan sebuah penilaian terhadap program


yang sudah dilaksanakan. Dalam melakukan
evaluasi ini seorang community worker tetap harus
melibatkan masyarakat agar masyarakat
mengetahui apa yang menjadi kendala dalam
program yang sudah dilaksanakan. Penilaian
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibawah ini, yaitu:
1) Penilaian selama kegiatan berlangsung.
Disebut juga penilaian formatif, monitoring.
Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan
kegiatan yang telah dijalankan apakah telah
sesuaI dengan perencanaan penanggulangan
masalah yang telah disusun.
2) Penilaian setelah program selesai dilaksanakan.
Disebut juga penilaian sumatif penilaian akhir
program. Dilakukan setelah melalaui jangka
waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan.
Dapat diketahui apakah tujuan atau target
dalam pelayanan kesehatan telah tercapai atau
belum.

d. Perluasan
Perluasan merupakan pengembangan dari
kegiatan yang dilakukan dan dapat dilaksanakan
dalam dua cara :
56

a. Perluasan Kuantitatif
Perluasan dengan menambah jumlah
kegiatan yang dilakukan, baik pada wilayah
setempat maupun pada wilayah lainnya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat setempat.
b. Perluasan Kualitatif
Perluasan dengan meningkatkan mutu atau
kualitas kegiatan yang telah dilaksankan
sehingga dapat meningkatkan kepuasan dari
masyarakat yang dilayani.
57

KERANGKA BERPIKIR

Research Question

1. Eksploitasi Kawasan Taman TINGKAT KEBERDAYAAN


Nasional Ujung Kulon. Sikap dan cara pandang
2. Sekolah Lapangan Pertanian 1. Sedang
masyarakat pasca
ekologis sebagai program 2. Rendah
implementasi program
solutif pemberdayaan 3. Sangat rendah
pemberdayaan masyarakat
masyarakat
3. Perlunya Evaluasi Program
Sekolah Lapangan Pertanian
ekologis 1. mendekatkan pengetahuan dan
teknologi kepada masyarakat
terkait pola pertanian ekologis/
organik
SEKOLAH LAPANGAN 2. Menekan biaya produksi usaha
WORLD WIDE FUND tani dengan memanfaatkan
PERTANIAN
INDONESIA potensi lingkungan
EKOLOGIS
3. Mengurangi ketergantungan
pada sarana produksi pertanian
buatan pabrik
4. mendorong kesadaran ekologis
akan ekosistem lingkungan

LINGKUNGAN
MASYARAKAT
KOMUNITAS DESA TERAWAT

KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
BAB III
GAMBARAN UMUM

A. Program Sekolah Lapangan Pertanian ekologis


1. Konsep Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis (SLPE)
secara konsep merupakan salah satu program
pemberdayaan melalui pendekatan community
development gagasan dari WWF Indonesia yang di
beberapa kawasan penyangga Taman Nasional ujung
Kulon yang dimulai pada tahun 2016 dengan nama
awal ―Sekolah Lapang Pertanian Organik‖ dengan
tujuan untuk mendampingi, mengedukasi dan
memfasilitasi masyarakat di kawasan penyangga
taman nasional tentang pengelolaan pertanian yang
murah dan ramah lingkungan. Sekolah Lapangan
merupakan sebuah konsep sekolah tanpa dinding yang
memkolaborasikan pendidikan non-formal orang
dewasa dengan metode pembelajaran analisis
agroekosistem.
Program sekolah lapangan pertanian ekologis
dikembangkan dengan tujuan utama yaitu untuk
meningkatkan kemampuan petani di beberapa desa
kawasan penyangga Taman Nasional Ujung Kulon
dalam hal pengembangan pertanian ekologis untuk
padi sawah organik, pengelolaan tanaman pekarangan
(Kawasan Rumah Pangan Lestari/KRPL) atau

58
59

sekarang berubah istilah menjadi LPH (Lumbung


Pangan Hidup), dan agroforestri (Perkebunan
Campur).
Adapun konsep
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis dijelaskan
oleh Yayasan Field Indonesia secara umum sebagai
berikut:
a. Praktek Lapangan
Hampir secara keseluruhan proses belajar
masyarakat melalui leterampilan pertanian
ekologis-organik dan penganekaragaman tanaman
padi adalah ketrampilan terapan. Oleh karena itu
hampir 80% dari waktu keseluruhan digunakan
langsung di sawah, ladang dan kebun, bukan
hanya sebatas pembelajaran teori di kelas saja.
b. Cara Belajar Melalui Diskusi Pengalaman
Masing-masing Peserta
Setiap kegiatan dimulai dengan
pengamatan langsung dilapangan, kemudian
pengungkapan pengalaman masing-masing peserta
berdasarkan teknik pertanian yang pernah mereka
gunakan sebelumnya, setelah itu dilakukan
pengkajian dan penyimpulan hasil, melalui diskusi
dengan tujuan mengetahui teknik pertanian apa
yang lebih tepat dan efisien untuk digunakan.
60

c. Pengkajian Agro-ekosistem
Sekolah lapangan pertanian ekologis
memiliki sebuah siklus mingguan dimana setiap
unsur agro-ekosistem akan dianalisis secara
mendalam dan sistematis berdasarkan
pertimbangan bahwa, perubahan keadaan agro-
ekosistem sawah cukup berbeda antara minggu
satu dengan minggu lainnya. Setiap akhir minggu,
keadaan agro-ekosistem secara keseluruhan di
analisis untuk pengkajian dan pengambilan
keputusan manajemen lahan minggu
berikutnya. Siklus ini menyerupai prinsip
pantauan mingguan yang akan diterapkan di
tingkat petani dan membiasakan masyarakat
peserta untuk terus mengikuti perkembangan
sawahnya selama satu musim tanam, dari tahapan
persiapan lahan sampai pasca panen.
d. Kurikulum Berdasarkan Ketrampilan yang
Dibutuhkan oleh Masyarakat Petani
Kurikulum disusun atas dasar analisis
keterampilan lapangan yang perlu dimiliki oleh
seorang petani untuk menjadi ahli dalam pertanian
ekologis-organik dan penganekaragaman tanaman
padi, agar para petani memahami dan mampu
menerapkan di lahannya pertaniannya sendiri,
serta meneruskan keerhasilannya kepada para
petani lainnya. Selain pengetahuan yang besifat
61

ketrampilan dan pengetahuan teknis pertanian,


masyarakat peserta program juga memperoleh
keterampilan dalam perencanaan kegiatan,
kerjasama, dinamika kelompok, serta komunikasi,
dengan tujuan agar masyarakat petani dapat
menjadi fasilitator yang mampu merangsang dan
membantu kelompok-kelompok tani lainnya
secara efektif.

2. Praktik Sekolah Lapang Pertanian Ekologis


a. Tahap Persiapan Sekolah Lapangan
Dalam tahap persiapan, meliputi kontrak
belajar, penentuan kelompok tani, pemilihan
desa lokasi kegiatan dan waktu pertemuan
kelompok tani.
Sekolah lapangan pertanian ekologis
akan berjalan efektif apabila dalam satu kelas
terdiri dari dua puluh lima orang calon peserta
aktif melalui kesepakatan tentang waktu
dimulainya pelaksanaan, hari kegiatan, tempat
belajar, materi pelajaran, lokasi lahan belajar,
dan lain-lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan sekolah lapangan pertanian
ekologis.
62

b. Tahap Pelaksanaan Sekolah Lapangan


Pada tahap ini adalah merupakan proses
belajar peserta yang berlangsung secara
periodik (mingguan) menyesuaikan situasi
dan kondisi musim dan lahan, selama satu
musim tanam penuh (enam belas kali
pertemuan). Proses sekolah lapangan pertanian
ekologis biasanya dilaksanakan pada pagi hari,
minimal selama tiga jam efektif. Di mulai pada
jam sembilan pagi sampai jam dua belas siang.
Berikut adalah pedoman umum jadwal setiap
pertemuan:
1. Pengamatan agro-ekosistem
Sebelum dilakukan pengamatan
agroekosistem, dibuat masing masing
kelompok, setiap kelompok kecil
melakukan kerja lapangan pada petak
lahan praktek masing- masing, misalnya
melakukan sanitasi, pengaturan air,
penyiangan, dan sebagainya.
Pada saat pengamatan agro-
ekosistem, setiap kelompok mengamati
petak lahan praktek yang telah ditentukan.
Ada tiga jenis petak, masing-masing
seluas minimal 500-1000 meter persegi
yang harus diamati, yaitu: petak perlakuan
lokal yaitu perlakuan kebiasaan petani
63

setempat; petak perlakuan perbaikan (atau


biasanya diistilahkan dengan petak ‗mikir‘
atau petak sekolah lapangan pertanian
ekologis) dan petak studi sebagai lahan
untuk melakukan pembelajaran dan trial
dan error bagi para peserta.
Dengan demikian, setiap kelompok
kecil yang terdiri dari lima orang saling
mengamati ketiga petak lahan praktek.
Dalam diskusi kelompok kecil, yang
dibandingkan adalah hasil pengamatan
petak ‗mikir‘ dan petak perlakuan petani.
Sedangkan petak studi didiskusikan
perkembangan hasilnya.
Unsur-unsur yang diamati meliputi,
serangga hama, serangga musuh alami,
serangga air, serangga terbang, keadaan
tanaman, gejala kerusakan, keadaan tanah,
keadaan air, keadaan cuaca, keadaan
gulma, dan keadaan pertanaman sekitar
yang dapat mempengaruhi kondisi agro-
ekosistem lahan belajar.

2. Menggambar agro-ekosistem.
Gambar agro-ekosistem merupakan
gambaran pertanaman, hama, musuh
alami, dan organisme lain, kondisi
64

lingkungan fisik pada saat pengamatan


dan perlakuan petani yang pernah
dilakukan sebelumnya. Setiap kelompok
kecil masing-masing membuat dua
gambar keadaan agro-ekosistem dalam
satu kertas, yakni perlakuan petani yang
biasa dilakukan petani pada umumnya dan
perlakuan perbaikan atau cara bertani
yang lebih tepat sesuai hasil diskusi.
Output pada gambar tersebut, peserta
diharapkan memahami perbedaan dari
kedua petak lahan belajar. Penggambaran
meliputi:
a. Gambar tanaman secara lengkap
(dengan rata-rata jumlah batang atau
rumpun), diperjelas dengan
menggunakan warna yang mendekati
keadaan sebenarnya termasuk adanya
kelainan-kelainan warna tanaman.
b. Gambar serangga yang termasuk ke
dalam hama dan populasinya di
sebelah kiri tanaman, dituliskan nama
jenis dan jumlah serangga tersebut.
c. Gambar musuh alami dengan
populasinya di sebelah kanan
tanaman, dituliskan nama jenis dan
jumlah musuh alaminya tersebut.
65

d. Gambar gejala serangan penyakit dan


kekurangan unsur hara.
e. Gambar kondisi kelembaban tanah
dan cuaca, sebagai contoh bila cuaca
terang maka bisa digambarkan simbol
matahari, bila berawan maka bisa
digambarkan simbol matahari dan
awan, bila kondisi cuaca mendung
maka bisa digambarkan simbol awan
saja (disamping kanan atas), dan juga
kondisi gulma.
f. Gambar perlakuan lokal ,cara bertani
yang biasa dilakukan sebelumnya
seperti cara pemupukan yang biasa
dilakukan, cara penyemprotan yang
biasa dilakukan dll.

3. Diskusi kelompok kecil


Diskusi kelompok kecil bertujuan
untuk mengkaji agro-ekosistem secara
mendalam dan sistematis sehingga dapat
diambil suatu kesimpulan dari kondisi
agro-ekosistem saat itu sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan pengelolaan
agro-ekosistem berikutnya. Dalam
diskusi kelompok kecil dilakukan analisis
66

perbandingan antara petak perlakukan


lokal dan perlakuan perbaikan
Diskusi kelompok kecil biasanya
membutuhkan waktu khusus, terpisah
dengan proses penggambaran. Dalam
setiap kelompok kecil, salah satu anggota
berperan sebagai penanya (bergilir setiap
minggu) dengan menggunakan gambar
agro-ekosistem yang telah dibuat bersama.
Anggota yang lain menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh penanya.
Pertanyaan yang diajukan disesuaikan
dengan fase tanaman pada saat itu. Secara
umum diskusi kelompok kecil mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a. Apa: Hal apa saja yang ditemukan
dalam pengamatan, baik berupa jenis
dan jumlah serangga hama, musuh
alami, organisme lain, kerusakan atau
kelainan pertumbuhan tanaman, dan
lain-lain.
b. Dimana: Dimana saja tempat
ditemukan, atau di bagian mana saja
hal-hal yang telah ditemukan dalam
pengamatan tadi.
c. Mengapa: Mengapa ada aktivitas ,
musuh alami, serangga hama,
67

organisme lain saat ditemukan,


mengapa jumlahnya sebanyak itu,
mengapa kerusakan atau kelainan
pertumbuhan tanaman itu terjadi,
mengapa terdapat di bagian tanaman
tertentu, dan lain-lain.
d. Bagaimana: Bagaimana hubungan
hama, musuh alami dan tanaman saat
pengamatan, apa peran organisme
lain, bagaimana cara pelaksanaan
pengambilan keputusan, serta
bagaimana prospeknya pada waktu
mendatang.

4. Diskusi pleno
Diskusi pleno adalah tahapan
kegiatan yang terpisah dengan diskusi
kelompok kecil. Diskusi pleno dilakukan
dalam gabungan kelompok kecil. Dalam
diskusi pleno ini setiap perwakilan dari
kelompok kecil mengutarakan opininya
secara singkat hasil pengamatannya
masing-masing, kesimpulannya, dan
keputusan kelompok kecilnya. Jika ada
perbedaan kesimpulan dan keputusan
antara kelompok-kelompok kecil, perlu
didiskusikan bersama sehingga semua
68

kelompok kecil memperoleh pemahaman


dari perbedaan tersebut. Selanjutnya
masing-masing kelompok kecil menindak
lanjuti keputusannya. Setelah diskusi
pleno, gambar disimpan sebagai bahan
untuk melihat perkembangan pertemuan
berikutnya.

5. Topik khusus
Topik khusus yang dipelajari dalam
setiap pertemuan bersifat kondisional dan
dipilih berdasarkan permasalahan pokok
setempat yang dihadapi oleh petani saat
itu. Apabila pada waktu pertemuan tidak
menghadapi masalah, maka diberikan
topik khusus yang sesuai dengan fase
pertumbuhan tanaman.

6. Dinamika kelompok
Dalam dinamika kelompok
bertujuan untuk menumbuhkan sikap
kerjasama antar anggota kelompok kecil
dan kelompok belajar secara keseluruhan
peserta dalam belajar.
69

7. Studi khusus
Dalam tahapan studi khusus
bertujuan agar peserta sekolah lapangan
pertanian ekologis memahami konsep,
prinsip, dan teknologi pertanian secara
organik juga penganekaragaman tanaman
padi secara tepat dan efektif, maka perlu
diberikan materi penunjang berupa studi
khusus yang sifatnya: praktis, sederhana
(dilakukan beberapa rumpun), mudah
dilaksanakan, waktu yang relatif singkat,
dan dapat cepat menjawab permasalahan
petani saat itu. Studi khusus dapat
dilakukan sesuai dengan masalah yang
dihadapi oleh petani didesanya masing-
masing.

8. Pengaplikasian pertanian
Setelah rangkaian proses belajar
selesai, output yang diharapkan adalah
peserta dapat menjadi seorang aplikator
atau orang yang langsung mempraktekkan
pengetahuan dan keterampilannya yang
didapatkan pada sekolah lapangan
pertanian ekologis pada lahan usaha
pertanian miliknya sendiri. (Field
Indonesia, 2013)
70

3. Kepesertaan Sekolah Lapangan Pertanian


Ekologis
TABEL 3.1
JUMLAH PESERTA SEKOLAH LAPANGAN
PERTANIAN EKOLOGIS

Jumlah Partisipan
No. Desa
2017 - 2018 2018 - 2019
1. Ranca Pinang 61 orang -
2. Cibadak 37 orang 27 orang
3. Keramat Jaya 32 orang 35 orang
4. Taman Jaya 60 orang 25 orang
5. Ujung Jaya 25 orang 27 orang
6. Kerta Jaya - -
7. Kertamukti - -
8. Tunggal Jaya - -
9. Cigorondong - -
10. Tugu - -
11. Cimanggu - 25 orang
12 Tangkil sari - -
Jumlah 215 orang 139 orang
Total 354 orang
Sumber : Data WWF Ujung kulon, Maret 2019
71

TABEL 3.2
JUMLAH FASILITATOR LOKAL
SEKOLAH LAPANGAN PERTANIAN EKOLOGIS

Jumlah Fasilitator Lokal


No. Lokasi
2017 - 2019
1. Ranca Pinang 9 orang
2. Cibadak 6 orang
3. Keramat Jaya 4 orang
4. Taman Jaya 3 orang
5. Ujung Jaya 4 orang
6. Kerta Jaya 3 orang
7. Kertamukti 3 orang
8. Tunggal Jaya 3 orang
9. Cigorondong 2 orang
10. Tugu 3 orang
11. Cimanggu 2 orang
12 Tangkil sari 2 orang
Total 44 orang
Sumber : Data WWF Ujung kulon, Maret 2019
72

TABEL 3.3
JUMLAH APLIKATOR
SEKOLAH LAPANGAN PERTANIAN EKOLOGIS

Jumlah Aplikator
No. Lokasi
2017 - 2019
1. Ranca Pinang 32 orang
2. Cibadak 15 orang
3. Keramat Jaya 5 orang
4. Taman Jaya 12 orang
5. Ujung Jaya 9 orang
6. Kerta Jaya 1 orang
7. Kertamukti -
8. Tunggal Jaya -
9. Cigorondong -
10. Tugu -
11. Cimanggu 2 orang
12 Tangkil sari -
Total 76 orang
Sumber : Data WWF Ujung kulon, Maret 2019

4. Manajemen Sekolah dan Kurikulum


Kurikulum yang diimplementasikan oleh
WWF dalam sekolah lapang merupakan hasil
output dari tim community development WWF,
juga banyak mengadaptasi dari konsep community
development beberapa lembaga yang menjadi
konsultan untuk WWF, salah satunya adalah
Yayasan Field Indonesia. (Farmer Initiatives for
Ecological Livelihoods and Democracy –
Indonesia) yang dibentuk tahun 2001 dengan
tujuan yang kurang lebih sama yaitu untuk
memberikan pendidikan partisipatif, riset aksi dan
73

penguatan jaringan organisasi petani. (Wawancara


Penulis, 2019)
Dilakukan pula secara periodik melakukan
ToT (Training of Trainer) bersama fasilitator lokal
guna sharing berdiskusi permasalahan apa yang
terjadi pada desa masing-masing. Juga melakukan
peningkatan kapasitas kepada masing-masing
faslok. ToT dilakukan guna menyamakan
kemajuan kurikulum di setiap pertemuan sekolah
lapang. (Wawancara Penulis, 2019)

5. Tujuan dan Arah Pendidikan di Sekolah


Lapangan.
Beberapa hal yang menjadi visi dan misi
program sekolah lapangan pertanian ekologis
serta tujuan yang perlu di capai. Salah satunya
secara garis besar yaitu membangun sebuah sistem
pengelolaan kawasan Taman Nasional melalui
konservasi populasi satwa dengan menggunakan
pendekatan pemberdayaan (community
development) dan pengorganisasian masyarakat.
Melalui pendekatan pemberdayaan
masyarakat (community development) dengan
konsep pengorganisasian masyarakat diharapkan
masyarakat desa yang tinggal di kawasan
penyangga Taman Nasional dapat menjaga
74

fungsionalitas kawasan Taman Nasional Ujung


Kulon
Dalam pelaksanaannya, ada tiga poin
utama yang menjadi tujuan dari program sekolah
lapangan pertanian ekologis. Pertama,
mendekatkan pengetahuan dan teknologi kepada
masyarakat terkait pola pertanian ekologis/
organik. Kedua, menekan biaya produksi usaha
tani dengan memanfaatkan potensi lingkungan,
sehingga petani bisa mengurangi bahkan tidak
tergantung pada sarana produksi pertanian buatan
pabrik. Ketiga, mendorong kesadaran ekologis
agar masyarakat petani di desa paham terhadap
ekosistem di wilayahnya, sehingga dapat
memanfaatkan sumber daya dengan
mempertimbangkan aspek keberlanjutan. (WWF
Indonesia, 2017)

B. Taman Nasional Ujung kulon


1. Kawasan Konservasi Taman nasional
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
(pasal 1 butir 14) disebutkan pengertian tentang
―taman nasional‖ sebagai:

―….merupakan suatu kawasan pelesatarian alam yang


mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
75

zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,


ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi.‖

Menurut The International Union for


Conservation of Nature (IUCN), taman nasional
merupakan sebuah area alami di daratan dan/ atau
lautan yang ditunjuk untuk melindungi integritas
ekologis dari satu atau lebih ekosistem untukgenerasi
sekarang dan yang akan datang; melarang ekploitasi
dan okupasi yang bertentangan dengan tujuan
peruntukkan kawasan dan; memberikan keuntungan
untuk kegiatan spiritual, ilmu pengetahuan,
pendidikan, rekreasi dan peluang pengunjung wisata
yang semuanya itu harus sesuai dengan lingkungan
dan budaya setempat. (International Union for
Conservation of Nature, 2008)
Taman nasional masuk kedalam kategori II
kawasan konservasi IUCN yang merupakan area
perlindungan yang dikelola dengan fungsi utama
untuk konservasi spesies dan jenis habitat yang kaya
serta untuk rekreasi. Prinsip pokok pengertian taman
nasional adalah (International Union for Conservation
of Nature 2008) :
1. Suatu area yang memiliki keunikan yang tinggi
nilai keberadaan jenis yang dikonservasi, layanan
ekosistem, tipe habitat, bentangan alam yang
76

menarik, pemandangan yang indah, budaya/ tradisi


masyarakat yang menarik.
2. Area yang luas cukup untuk menjamin kesendirian
atau dengan dukungan tambahan dari sebuah
jaringan kawasan lindung lainnya yang telah
ditetapkan.
3. Konservasi dari kelangsungan hidup dan dinamika
lingkungan alam dari keanekaragaman hayati yang
sesuai dengan tujuan rancangan keruangan alam
dan skala sementara di atas.
Di Indonesia, Taman nasional dikelola oleh
Unit Pelaksana Teknis Balai/Balai Besar Taman
Nasional yang secara struktur organisasinya di bawah
tujuh belas wewenang Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Kementerian Kehutanan. Dasar pengelolaan taman
nasional di Indonesia berlandaskan Peraturan Menteri
Kehutanan No. P. 03/Menhut-II/2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Taman Nasional.
Selanjutnya, peraturan Menteri Kehutanan No.
P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman
Nasional. Zona taman nasional adalah wilayah di
dalam kawasan taman nasional yang dibedakan
menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat. Lebih lanjut, zona dalam
kawasan taman nasional terdiri dari: (a) zona inti, (b)
77

zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah


perairan, (c) zona pemanfaatan, (d) zona lain (zona
tradisional, rehabilitasi, religi, budaya, sejarah dan
zona khusus). Zonasi di dalam kawasan taman
nasional yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
ekowisata terbatas berada di zona rimba. Sedangkan,
untuk zona yang dapat dilakukan kegiatan pemanfatan
dan pengembangan ekowisata berada di zona
pemanfaatan.
Dari beberapa definisi Taman Nasional di atas,
dapat disimpulkan bahwa tujuan dan fungsi dari taman
nasional ialah untuk melindungi dan melestarikan tipe-
tipe ekosistem tertentu guna menjamin ketersediaan
sumber genetic resources bagi perkembangan flora,
fauna dan ekosistemnya. Dengan kata lain, kawasan
taman nasional bermanafaat bagi manusia sebagai
sarana pendidikan dan penelitian, laboratorium hidup
serta saran pelestarian sumber daya alam.

2. Sistem Zonasi Dalam Pengelolaan Kawasan


Sistem zoning merupakan teknik pengkotak-
kotakan dalam sebuah perencanaan. Dalam sistem
zoning terdapat dua macam pengertian, yaitu (a) zona
dengan makna ―sifat‖, dan (b) zona dengan makna
―peruntukan atau untuk penggunaan‖ (Widyawati,
1999:131). Zona dengan makna sifat adalah penarikan
garis yang ditujukan untuk menyajikan peta wilayah.
78

Berbeda dengan zona dengan makna peruntukan


ditujukan dengan meletakan suatu kegiatan pada suatu
bidang muka bumi.
Menurut (Salim, 1986) terkait dengan
pengembangan taman nasional dikenal dengan
zonering atau sistem zonasi, taman nasional di bagi
menjadi beberapa wilayah sesuai fungsi ekologisnya,
seperti : wilayah penyangga (buffer zone), wilayah
pengembangan (development zone), wilayah rimba
(wilderness zone) dan wilayah inti (sanctuary zone).

Tabel 3.4
Perbandingan Perwilayahan Kawasan Taman Nasional
Berdasarkan Sistem Zonasi

UU No.5/1990 PP No.68/1998 Emil salim


1. Zona inti 1. Zona inti 1. Wilayah inti
2. Zona Pemanfaatan 2. Zona Pemanfaatan
3. Zona lain-lain:
3.1 Zona rimba
3.Zona rimba 2. Wilayah rimba
3.2 Zona rehabilitasi
3.3 Zona Pemanfaat
Tradisional

3. Wilayah
Pengembangan
3.4 lain-lain 4. wilayah 4. wilayah penyangga
pengembangan

Sumber : UU No.5/1990, PP No.68/1998, Emil Salim (1986)

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 68


Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
79

Kawasan Pelestarian Alam di sebutkan 3 zona dalam


pengelolaan kawasan taman nasional, yaitu :zona inti,
zona pemanfaatan, zona rimba, dan atau zona lain
yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan
pelestarian sumber daya atau hayati dan
ekosistemnya.(pasal 30 ayat 2).
Mengenai zonasi kawasan taman nasional
ujung kulon sebagaimana dikatakan di dalam undang-
undang nomor 5 tahun 1990, bahwa taman nasional
adalah suatu kawasan pelestarian alam yang dikelola
dengan sistem zonasi, maka zonasi Taman Nasional
Ujung Kulon sebagaimana dapat ditunjukkan peta
berikut :
GAMBAR 3.1
PETA ZONASI TAMAN NASIONAL

Sumber : Balai Taman Nasional Ujung Kulon, 2019.


80

Selain itu, bagian lain dari ketentuan yang


sama disebutkan adanya ―daerah penyangga‖. Daerah
penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga
Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian
Alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang
berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang
dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau
perubahan fungsi kawasan. (pasal 30 ayat 3). Tanah
negara bebas maupun tanah yang dibebani dengan
suatu hak (alas titel) sebagai daerah penyangga,
ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar
pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang
bersangkutan. (pasal 30 ayat 3)

3. Zona Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon.


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Pandeglang No. 2 Tahun 2013 tentang kawasan
penyangga Taman Nasional Ujung kulon, disebutkan
dalam pasal 3, bahwa yang termasuk dalam kriteria
zona penyangga di kawasan Taman Nasional Ujung
Kulon adalah :
1. Secara geografis berbatasan dengan kawasan
Taman Nasional Ujung Kulon;
2. Secara ekologis masih mempunyai pengaruh
baik dari dalam maupun dari luar Taman
Nasional Ujung Kulon;
81

3. Mampu mengangkat segala macam gangguan


baik dari dalam maupun dari luar Taman
Nasional Ujung Kulon.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang


No. 2 Tahun 2013 pasal 6 ayat (1) dijelaskan bahwa
luas keseluruhan daerah penyangga Taman Nasional
Ujung Kulon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
adalah 22.875 Ha (dua puluh dua ribu delapan ratus
tujuh puluh lima hektar) yang meliputi 19 (sembilan
belas) desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan
Cimanggu. Dan pada ayat (2) dijelaskan bahwa sembilan
belas desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan daerah penyangga yang berbatasan
langsung dan tidak berbatasan langsung dengan hutan
Taman Nasional Ujung Kulon yang terdiri dari :
82

Tabel 3.5
Desa Penyangga
Taman Nasional Ujung Kulon

Kecamatan Desa Keterangan


Ujung Jaya Berbatasan langsung
Taman Jaya Berbatasan langsung
Cigorondong Berbatasan langsung
Tunggal jaya Berbatasan langsung
Sumur
Kertamukti Berbatasan langsung
Kertajaya Berbatasan langsung
Tidak Berbatasan
Sumber jaya
langsung
Rancapinang Berbatasan langsung
Cibadak Berbatasan langsung
Tidak Berbatasan
Batuhideung
langsung
Tugu Berbatasan langsung
Mangku alam Berbatasan langsung
Padasuka Berbatasan langsung
Tidak Berbatasan
Cimanggu Ciburial
langsung
Waringinkurung Berbatasan langsung
Tidak Berbatasan
Caijaralang
langsung
Tidak Berbatasan
Cimanggu
langsung
Tangkilsari Berbatasan langsung
Kramat jaya Berbatasan Langsung
Sumber : Peraturan Daerah Pandeglang, 2013
83

C. Profil World Wide Fund (WWF) Indonesia


1. Latar Belakang WWF Indonesia
Sepak terjang WWF Indonesia sudah dimulai
sejak tahun 1962. Program yang dijalankan oleh
WWF Indonesia untuk pertama kali adalah
bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam
pelestarian badak Jawa di Taman Nasional Ujung
Kulon. Program pelestarian yang dianggap berhasil ini
menigkatkan jumlah populoasi badak Jawa yang
diambang kepunahan sebanyak dua ekor menjadi
empat puluh sampai lima puluh ekor, membuat
pemerintah Indonesia pada tahun 1973 melakukan
kerjasama kembali dengan WWF Indonesia. Program
kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan
WWF Indonesia didasarkan pada keputusan
Pemerintah Indonesia dalam meratifikasi Convention
on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora.
Keberadaaan WWF Indonesia semakin
menjaga eksistensinya dalam konservasi satwa dan
habitatnya dengan dibentuknya WWF Indonesia
menjadi Yayasan atau badan hukum sendiri pada
tahun 1996.. Walaupun menjadi badan hukum sendiri
WWF Indonesia masih menjadi bagian dari jaringan
Global WWF Internasional. Program yang dimiliki
oleh WWF Indonesia diselaraskan dengan Visi dan
misi WWF Internasional. Ini tidak lain karena WWF
84

Indonesia merupakan bagian dari Jaringan WWF


Internasional.
WWF Indonesia berkantor pusat di jakarta,
dalam segi pendanaan WWF Indonesia juga tidak jauh
berbeda dengan WWF Global yaitu dari sumber dana
yang tidak mengikat dan independen. Selain
penggalangan dana secara lokal, WWF Indonesia
mendapat sumber pendaan langsung dari WWF
Global yang berpusat di Swiss dan kegiatan yang
dilakukanpun telah mendapat dukungan dari beberapa
lembaga donor dan bahkan telah memiliki empat
puluh ribu (40.000) supporter seluruh Indonesia. Awal
berdirinya WWF Indonesia hingga sekarang telah
memiliki beberapa program konservasi satwa maupun
lingkungan hidup satwa. Guna mempermudah dan
memperlancar program-program tersebut WWF
Indonesia membentuk beberapa kantor perwakilan di
seluruh Indonesia. Hingga saat ini WWF Indonesia
telah bekerja di 28 lokasi di 17 propinsi. Mulai dari
Sumatera hinga ke Papua.
Seiring dengan perkembangan visi dan
misinya, selain konservasi flora dan fauna, WWF
Indonesia juga mengembangkan lingkupnya dalam
pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam
memfasilitasi pemberdayaan kelompok-kelompok
yang rentan, membangun koalisi dan bermitra dengan
masyarakat madani, juga bekerja sama dengan sektor
85

swasta sesuai dengan misi utamanya, yaitu


melestarikan, merestorasi serta mengelola ekosistem
dan keanekaragaman hayati secara berkeadilan, demi
keberlanjutan dan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.
Pada hakikatnya konservasi dan pemberdayaan
manusia adalah sebuah ekosistem dimana kedua hal
tesebut adalah hal yang saling berkaitan. Tiga aspek
yang menjadi isu strategis WWF Indonesia – Ujung
Kulon Project antara lain melalui :
1) Peningkatan Kapasitas Organisasi melalui
peningkatan kapasitas staf lapangan, pemantapan
aturan main seta pengadaan dan pemeliharaan
fasilitas dan aset.
2) Membangun Sistem Pengelolaan Kawasan dan
Populasi Satwa berbasis masyarakat melalui
pengorganisasian masyarakat melalui Pendidikan
dan pendampingan, Pendidikan massa melalui
khutbah keagamaan, riset aksi serta penguatan
kelembagaan atau kontrol sosial (budaya, tradisi
dan kearifan lokal)
3) Upaya Kebijakan Memihak Sistem Pengelolaan
Kawasan dan Populasi Satwa berbasis Masyarakat
melalui advokasi, kampanye dan forum (seminar
dan workshop)
86

2. Program Community Development WWF Indonesia


– Ujung Kulon Project
Fokus perencanaan WWF Indonesia – Ujung
Kulon project adalah konservasi Badak Jawa dan juga
pemberdayaan masyarakat di kawasan penyangga
Taman Nasional Ujung Kulon, yang melibatkan
kelompok-kelompok masyarakat yang ada di dalam
wilayah konservasi Ujung Kulon, khususnya di zona
penyangga. Ada dua divisi di WWF Ujung Kulon,
yaitu spesies dan community development. Kedua divisi
tersebut memiliki tugas, tanggung jawab, dan
kewenangan yang berbeda dalam pelaksanaan
program. Kedua divisi dalam wilayah tertentu memiliki
irisan yang mengharuskan untuk saling berinteraksi
dan saling mendukung menuju outcome program WWF
Indonesia yang telah di tentukan.(WWF Indonesia,
2018)
Salah satu isu strategis yang menjadi fokus dari
WWF Ujung Kulon adalah membangun sistem
pengelolaan kawasan dan populasi satwa berbasis
masyarakat melalui metode Community Development.
Adapun beberapa program yang menjadi strategi antara
lain:
1. Pengorganisasian masryarakat melalui pendidikan
dan pendampingan.
Komitmen konservasi yang dipegang WWF-
Indonesia tidak hanya fokus pada spesies. Namun
87

juga komitmen terhadap peningkatan kapasitas


masyarakat di sekitar kawasan taman nasional.
Program pemberdayaan masyarakat WWF-
Indonesia dilakukan melalui kegiatan sekolah
lapangan dan kajian penghidupan berkelanjutan.
Karena masyarakat bukan hanya sekedar warga
yang tinggal di kawasan saja, namun juga sebagai
mitra dan pelaku utama konservasi. Melalui
kegiatan Sekolah Lapangan, pesan-pesan
konservasi disampaikan melalui pendekatan
pemberdayaan berkelanjutan menjadi salah satu
metode yang dapat digunakan untuk
memberdayakan masyarakat sekaligus dapat
menjaga kawasan agar tetap lestari.
Pengorganisasian masyarakat di lakukan melalui
beberapa metode, antara lain :
a. Membentuk kelompok pengelola kawasan oleh
masyarakat melalui konsep sekolah lapangan
pertanian ekologis :
1. Sekolah lapangan pertanian ekologis (Padi
Organik).
2. Sekolah lapangan agroforestry
(perkebunan campur).
3. Sekolah lapangan LPH (Lumbung pangan
hidup)
88

b. Membangun forum komunikasi (Forkom)


Antardesa. Forum komunikasi dibentuk
dengan tujuan memudahkan komunikasi antar
jaringan organisasi petani.

2. Pendidikan Massa melalui khutbah keagamaan


Indonesia adalah salah satu negara dengan 90%
penduduk pemeluk agama islam. WWF memiliki salah
satu terobosan pendekatan yang berbeda, yaitu melalui
sosialisasi atau kampanye tentang konservasi melalui
khutbah keagamaan. Diharapkan dengan syiar
konservasi melalui media syiar agama, dapat menekan
angka keterancaman satwa langka yang ada di
Indonesia dengan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk menjaga satwa dan habitatnya.
Beberapa ulama yang tergabung ke dalam Majelis
Ulama Indonesia (MUI) membangun kerja sama
dengan para mitra dari kalangan aktivis dan akademisi
seperti WWF Indonesia, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Forum Konservasi Harimau
Indonesia (Harimau Kita), serta Alliance of Religion
(ARC) Inggris untuk kemudian merumuskan adanya
fatwa mengenai pelestarian satwa langka yang ada di
Indonesia. Maka dari itu dikeluarkanlah fatwa MUI
No. 4 Tahun 2014 Mengenai Pelestarian Satwa Langka
Untuk Keseimbangan Ekosistem. Fatwa ini bertujuan
bukan hanya untuk memperkuat kebijakan Pemerintah
89

Indonesia dalam upaya pelestarian satwa langka yang


ada di Indonesia saja, namun, fatwa tersebut juga dapat
memberikan kepastian hukum menurut pandangan
islam terhadap perlindungan satwa. Indonesia
merupakan satu-satunya yang mengeluarkan fatwa
khusus untuk perlindungan satwa langka. Para
pendakwah bertugas untuk menyampaikan syiar-syiar
agama termasuk mengenai pentingnya konservasi
dalam agama islam. Para pendakwah ini melakukan
syiarnya melalui khutbah salat jumat, majelis taklim
dan atau pengajian rutin tahunan pada saat bulan suci
Ramadhan.
Taman Nasional Ujung Kulon, sebagai satu-
satunya habitat bagi Badak Jawa yang juga merupakan
satu-satunya spesies di dunia, juga turut mendukung
adanya Fatwa MUI mengenai pelestarian satwa langka.
Bersama dengan MUI, Universitas Nasional, YABI,
WWF Indonesia-Ujung Kulon Project dan mitra
lainnya, TNUK mengajak para da‘i di sekitar kawasan
penyangga Taman Nasional Ujung Kulon membentuk
suatu kelompok dakwah yang disebut Da‘i Konservasi.
Da‘i konservasi ini dibentuk pada tahun 2014 setelah
sahnya Fatwa MUI No. 4 Tahun 2014. Terdapat
delapanbelas da‘i di tiap-tiap desa yang berada di
Kecamatan Sumur dan Cimanggu. (WWF Indonesia,
2019.)
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Pada bab 2 telah dijelaskan bahwa dalam melakukan


tahapan evaluasi pemberdayaan fujikake terdapat tahapan
pemberdayaan : Tahap pertama adalah menilai sikap dan cara
pandang masyarakat dan praktik pemberdayaan yang didasarkan
pada penilaian terhadap duabelas indikator yang merupakan sub-
projek dari proses pemberdayaan itu sendiri. Keduabelas
indikator tersebut yaitu tingkat partisipasi, pengemukaan opini,
perubahan kesadaran, pengambilan tindakan, kepedulian dan
kerjasama, kreativitas, menyusun tujuan baru, negosiasi,
kepuasan, kepercayaan diri, keterampilan manajerial, dan
pengumpulan keputusan. Tahap selanjutnya adalah menganalisis
elemen-elemen pemberdayaan yang di tinjau dari empat aspek :
lingkungan, sosial, ekonomi, politik. Tahap selanjutnya adalah
mengukur tingkatan pencapaian pemberdayaan itu sendiri,
apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu hanya pada
tataran lokal, regional atau nasional. Fujikake menggolongkan
tingkatan pemberdayaan menjadi tiga yaitu micro level (desa),
mezo level (kota/wilayah), dan macro level (nasional). Melalui
data yang didapatkan melalui pengisian kuesioner yang berisi
tanggapan masyarakat, lalu diperkuat pula dengan penjelasan-
penjelasan yang lebih detail melalui wawancara mendalam,
observasi di lapangan dan studi dokumentasi.

90
91

A. Deskripsi sikap dan cara pandang masyarakat


Selain bertujuan pada output (hasil keluaran langsung
dari program), evaluasi pelaksanaan kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis juga bertujuan untuk menilai outcome (sikap
dan cara pandang masyarakat). Dalam penelitian ini dilakukan
upaya untuk mengetahui sejauh mana kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis yang dilakukan dapat mempengaruhi sikap
dan cara pandang masyarakat melalui duabelas indikator yang di
jelaskan pada bab dua. Keduabelas indikator tersebut yaitu
tingkat partisipasi, pengemukaan opini, perubahan kesadaran,
pengambilan tindakan, kepedulian dan kerjasama, kreativitas,
menyusun tujuan baru, negosiasi, kepuasan, kepercayaan diri,
keterampilan manajerial, dan pengumpulan keputusan.

1. Tingkat Partisipasi
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pertemuan-
pertemuan dalam kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis
tergolong tinggi dengan nilai 4,04 dari skala nilai 5,00
(Pertanyaan Q2, lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar
responden atau sebanyak 43,4% menyatakan selalu datang untuk
menghadiri setiap pertemuan yang dilaksanakan dalam kegiatan
sekolah lapangan pertanian ekologis, sebanyak 35,8% responden
menyatakan kadang-kadang datang, sebanyak responden 18,9%
responden menyatakan sering datang, sebanyak 1,9% responden
menyatakan kadang-kadang datang.
92

Gambar 4.1
Diagram Tingkat Partisipasi Masyarakat

TINGKAT PARTISIPASI
2%

Selalu datang
Sering datang
44%
54% Kadang-kadang datang
Jarang datang

0%

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

Gambar 4.2
Proses Belajar Mengajar

Sumber : Dokumentasi Pribadi

2. Penyampaian Opini
Tingkat keberanian masyarakat dalam menyampaikan
opini, masukan atau usulan dalam kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis tergolong sedang dengan nilai 3,25 dari nilai
93

skala 5,00 (Pertanyaan Q3, lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian


besar responden atau sebanyak 43,4% menyatakan Kadang-
kadang dalam memberikan masukan dan usulan pada setiap
pertemuan kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis,
sebanyak 18,9% responden selalu memberikan usul, sebanyak
responden 17% responden menyatakan jarang memberikan
masukan dan usulan, sebanyak 15,1% responden menyatakan
sering memberikan usulan dan masukan, dan sebanyak 5,7%
responden menyatakan tidak pernah memberikan masukan atau
usulan.

Gambar 4.3
Diagram Penyampaian Opini

Penyampaian opini

6%
19% Selalu
17%
Sering

15% Kadang-kadang
Jarang
43% Tidak pernah

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

Tingkat keterbukaan masyarakat dalam bentuk


perbincangan atau pembahasan kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis di luar forum pertemuan formal tergolong
sedang dengan nilai 3,62 dari nilai skala 5,00 (Pertanyaan Q4,
lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak
94

37,7% menyatakan kadang-kadang dalam menyampaikan aspirasi


di luar forum/pertemuan sekolah lapangan pertanian ekologis,
sebanyak 37,7% responden juga menyatakan sering
menyampaikan aspirasinya, sebanyak responden 17% responden
menyatakan sering menyampaikan aspirasinya, sebanyak 5,7%
responden menyatakan jarang menyampaikan aspirasinya, dan
sebanyak 1,9% responden menyatakan tidak pernah
menyampaikan aspirasinya di luar forum/pertemuan.

Gambar 4.4
Diagram Penyampaian Aspirasi Masyarakat
Diluar Forum Pertemuan

Aspirasi diluar forum/pertemuan


2%

6%
17% Sangat sering
Sering
Jarang
38%
Kadang-kadang
37%
Tidak pernah

Sumber : Hasil analisis Peneliti, 2019

3. Perubahan Kesadaran
Tingkat kesadaran masyarakat terhadap akar
permasalahan kemiskinan dalam komunitasnya tergolong tinggi
dengan nilai 4,00 dari nilai skala 5,00 (Pertanyaan Q5,
lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak
47,2% menyatakan cukup menyadari akar permasalahan
95

kemiskinan di desa atau lingkup komunitasnya, sebanyak 35,8%


responden sangat menyadari, sebanyak responden 11,3%
responden menyatakan kurang menyadari, sebanyak 3,8%
responden menyatakan sama sekali tidak menyadari, dan
sebanyak 1,9% responden menyatakan biasa-biasa saja.

Gambar 4.5
Diagram Kesadaran Masyarakat Terhadap
Akar Masalah Kemiskinan

Perubahan kesadaran
4%

2% 11% Sangat menyadari


36% Cukup menyadari
Biasa saja
Kurang menyadari
47%
Tidak menyadari

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

4. Pengambilan tindakan
Tingkat kemauan masyarakat untuk berperan aktif dalam
kegiatan pembangunan dalam komunitasnya tergolong tinggi
dengan nilai 4,13 dari nilai skala 5,00 (Pertanyaan Q6,
lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak
43,4% sangat tergerak untuk berperan aktif dalam pembangunan
dalam kegiatan komunitasnya, sebanyak 35,8% sedikit tergerak,
sebanyak responden 13,2% responden menyatakan biasa-biasa
saja, sebanyak 5,7% responden menyatakan kurang tergerak, dan
96

sebanyak 1,9% responden menyatakan sama sekali tidak tergerak


berperan aktif dalam kegiatan pembangunan di desanya.

Gambar 4.6
Diagram Pengambilan Tindakan

Pengambilan tindakan

6%
13% Sangat tergerak
Cukup tergerak
44%
Biasa saja
Sedikit tergerak
37% Tidak tergerak

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

5. Kepedulian dan kerjasama


Tingkat kepedulian masyarakat serta semangat untuk
mengutamakan prinsip kerjasama dan berkelompok dalam
kegiatan pembangunan dalam kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis di dalam komunitasnya tergolong tinggi,
dengan nilai 3,81 dari skala nilai 5,00 (Pertanyaan Q7,
lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak
39,6% responden selalu mengajak orang lain untuk berkelompok
dan bekerja sama dalam setiap kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis, sebanyak 28,3% sering mengajak orang lain,
sebanyak responden 17% responden menyatakan kadang-kadang,
sebanyak 11,3% responden menyatakan jarang, dan sebanyak
97

3,8% responden menyatakan sama sekali tidak pernah mengajak


orang lain untuk berkelompok dan bekerja sama.

Gambar 4.7
Diagram Kepedulian dan Kerjasama

Kepedulian dan Kerjasama


4%

11% Selalu mengajak

40% Sering mengajak


17% Kadang-kadang
Jarang mengajak
Tidak pernah mengajak
28%

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

Dalam data temuan dilapangan, terdapat beberapa nama


responden yang sering muncul karena tingkatan sikap dan cara
pandang yang rendah salah satunya dalam aspek kepedulian dan
kerjasama, beberapa responden tersebut antara lain ibu Na‘ah dan
ibu nuriah dari desa Ujung Jaya. Diperkuat dengan pernyataan
hasil wawancara sebagai berikut :
“…Kalau lagi di kelas ya paling apa ya mas hehehe saya
jarang sih mas, paling ibu-ibu yang lain aja itu suka bawa
makanan cemilan. Kalo saya jarang hehehe gapernah
kayanya mas, saya dateng doang sih.” (Na‘ah, Partisipan
program. 2019)
Tingkat kepedulian dan kerjasama yang rendah di juga di
diperkuat oleh pernyataan ibu nuriah sebagai partisipan program di
desa Ujung Jaya :
98

“ Waktu itu saya disini sih mas di Ujung Jaya, itu parah
banget ya gempanya sampai daerah daerah deket laut itu
mas pada hancur itu mas. Alhamdulillah syukur Allah kita
gak kena disini mas. Gak bantu apa-apa sih saya nya, tapi
orang luar banyak yang bantu gitu mas kesini bawa bawa
makanan, baju gitu ya banyak. Beberapa kelompok dari
luar, dari Jakarta juga kan sudah banyak yang bantu mas.”
(Nuriah, Partisipan program desa Ujung Jaya. 2019)

6. Kreativitas
Tingkat kreativitas masyarakat dalam bentuk pemunculan
ide-ide dan pemikiran baru setelah mengikuti kegiatan sekolah
lapangan pertanian ekologis tergolong sedang, dengan nilai 3,21
dari skala nilai 5,00 (Pertanyaan Q8, lampiran 8, tabel 8.1).
Sebagian besar responden atau sebanyak 34% responden kadang-
kadang mempunyai ide dan pemikiran baru dalam komunitasnya
setelah mengikuti kegiatan dalam sekolah lapangan pertanian
ekologis, sebanyak 32,1% sering menemukan ide baru, sebanyak
responden 18,9% responden menyatakan jarang, sebanyak 9,4%
responden menyatakan selalu menemukan ide baru, dan sebanyak
5,7% responden menyatakan sama sekali tidak pernah
menemukan ide-ide dan pemikiran baru.
99

Gambar 4.8
Diagram Kreativitas Masyarakat
Dalam Menemukan Ide dan Pemikiran Baru

Kreativitas
Selalu menemukan ide baru
7% 12%
Sering menemukan ide baru

Kadang-kadang
42%
39% Jarang menemukan ide baru

Tidak pernah menemukan ide


baru

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

Berdasarkan data kuantitatif yang di temukan di lapangan,


tingkat kreativitas masyarakat di desa penyangga kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon memang tergolong menjadi aspek yang
dengan nilai rata-rata yang paling rendah dengan nilai 3,21 dari
skala nilai 5,00 (Pertanyaan Q8, lampiran 8, tabel 8.1).
Berdasarkan hasil observasi di lapangan juga di perkuat dengan
data wawancara yang dengan pernyataan Bapak Ajat selaku
fasilitator lokal desa Cibadak sebagai berikut :
“…Bukannya kita teman-teman faslok menyimpulkan ya,
tapi benar memang yang kita temui di lapangan itu tingkat
kreativitas masyarakat masih tergolong sangat rendah.
Karena memang pada dasarnya masyarakat desa, ya
khususnya masyarakat desa cibadak terkenal dengan
budaya latahnya, latah yang dimaskud disini itu apabila
ada yang koordinasi gitu ya dari pihak-pihak lainnya ya
kaya Pemdes atau dari pihak WWF gitu ya, masyarakat tuh
baru mau gerak. Rasa kreativitas dan sikap inisiatifnya tuh
masih rendah sekali.” (Ajat, Fasilitator lokal Desa Cibadak.
2019)
100

Tingkat kreativitas yang masih rendah di masyarakat juga


di diperkuat oleh pernyataan Mbah kiwong selaku fasilitator lokal
desa Ujung Jaya :
“ Ya memang kalau kita lihat di beberapa desa ya mas ya,
memang kita lihat masyarakatnya masih kurang kreatif ,
kreatif yang saya dan mas mungkin maksud adalah
kurangnya kesadaran untuk memulai gitu ya? Ya memulai
apapun , ide-ide, rencana rencana baru yang sifatnya
membangun desa ya tentunya. Memang pendapat saya
pribadi masih sangat rendah di banding peningkatan yang
di rasakan pada aspek-aspek lain.” (Mbah Kiwong,
Fasilitator lokal Desa Ujung Jaya. 2019)

7. Kemampuan manajerial
Tingkat kemampuan masyarakat dalam manajemen
program sekolah lapangan pertanian ekologis dengan komunitas
di desa nya tergolong tinggi, dengan nilai 3,68 dari skala nilai
5,00 (Pertanyaan Q9, lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar
responden atau sebanyak 41.5% responden menyatakan sering
memikirkan cara menganggulangi kemiskinan dalam
komunitasnya setelah mengikuti kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis, sebanyak 24,5% menyatakan selalu
memikirkan, sebanyak 17% responden responden menyatakan
kadang-kadang memikirkan, sebanyak 11,3% responden
menyatakan jarang memikirkan, dan sebanyak 5,7% responden
menyatakan sama sekali tidak pernah memikirkan cara
memecahkan masalah kemiskinan setelah mengikuti kegiatan
sekolah lapangan ekologis
101

Gambar 4.9
Diagram Kemampuan Manajerial
Kemampuan manajerial

Selalu memikirkan
12%
26%
Sering memikirkan
18%
Kadang-kadang

44% Jarang memikirkan

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

8. Penyusunan Tujuan Baru


Tingkat kapasitas masyarakat dalam penyusunan tujuan
baru setelah mengikuti kegiatan sekolah lapangan pertanian
ekologis, yang direpresentasikan dengan kemauan masyarakat
untuk membangun lingkungannya dengan konsep yang baru,
sebagai contoh apakah masyarakat memiliki visi atau konsep
membangun metode pertanian yang lebih modern dan tidak
tradisional seperti sebelum-sebelumnya tergolong sedang dengan
nilai 3,57 dari skala nilai 5,00 (Pertanyaan Q10, lampiran 8,
tabel 8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak 34%
responden menyatakan selalu memikirkan pembangunan desa
dengan konsep yang baru setelah mengikuti kegiatan sekolah
lapangan pertanian ekologis, sebanyak 22,6% menyatakan sering
memikirkan, sebanyak 18,9% responden responden menyatakan
kadang-kadang memikirkan, sebanyak 15,1% responden
menyatakan jarang memikirkan, dan sebanyak 9,4% responden
102

menyatakan sama sekali tidak pernah memikirkan untuk


membangun desa dengan konsep yang baru.

Gambar 4.10
Diagram Penyusunan Tujuan Baru

Penyusunan tujuan baru


Selalu memikirkan konsep
baru
9%
Sering memikirkan konsep
baru
15% 34%
Kadang-kadang

Jarang memikirkan
19%
Tidak pernah memikirkan
23%

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

9. Negoisasi
Tingkat negosiasi masyarakat dalam penyampaian suatu
program kegiatan ada suatu program yang di usulkan dapat
terlaksana dalam komunitasya tergolong sedang, dengan nilai
3,40 dari skala nilai 5,00 (Pertanyaan Q11, lampiran 8, tabel
8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak 35,8% responden
menyatakan kadang-kadang memberikan usulan suatu program
agar program tersebut dapat dilaksanakan setelah mengikuti
kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis, sebanyak 24,5%
menyatakan sering memberikan usulan program, sebanyak 20,8%
responden menyatakan sangat sering memberikan usulan
program, sebanyak 11,3% responden menyatakan jarang
103

memberikan usulan program, dan sebanyak 7,5% responden


menyatakan sama sekali tidak pernah memberikan usulan
program agar suatu program dapat dilaksanakan oleh komunitas
dan desa.

Gambar 4.11
Diagram Negosiasi Masyarakat

Negoisasi
Sangat sering memberikan
usulan program
12% Sering memberikan usulan
22% program
Kadang-kadang

Jarang memberikan usulan


program
39% Tidak pernah memberikan
27%
usulan program

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

10. Kepuasan
Tingkat kepuasan masyarakat terhadap hasil kegiatan sekolah
lapangan pertanian ekologis yang dilaksanakan oleh WWF Ujung
Kulon di desa penyangga kawasan Taman Nasional tergolong
sedang dengan nilai 3,55 dari skala nilai 5,00 (Pertanyaan Q12,
lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar responden atau sebanyak
39,6% responden menyatakan cukup puas dengan hasil kegiatan
sekolah lapangan pertanian ekologis yang dilaksanakan oleh
WWF Ujung Kulon, sebanyak 30,2% menyatakan kurang puas,
sebanyak 24,5% responden menyatakan sangat puas, sebanyak
3,8% responden menyatakan biasa-biasa saja, dan sebanyak 1,9%
104

responden menyatakan tidak puas dengan hasil kegiatan sekolah


lapangan pertanian ekologis.

Gambar 4.12
Diagram Kepuasan Masyarakat
Terhadap Hasil Program

Kepuasan terhadap hasil program

Sangat Puas
31% 25%
Cukup puas
Biasa saja
Kurang puas
4% 40%
Tidak puas

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019.

Pandangan masyarakat terhadap program sekolah


lapangan pertanian ekologis yang dilaksanakan oleh WWF
Indonesia di desa penyangga kawasan Taman Nasional sesuai
dengan kebutuhan masyarakat desa, tergolong sangat tinggi dari
rata rata respon pada aspek lain, dengan nilai 4,28 dari skalan
nilai 5,00 (Pertanyaan Q14, lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian
besar responden atau sebanyak 47,2% responden menyatakan
program cukup baik dan pelaksanaan program yang dinilai telah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa, sebanyak 43,4%
menyatakan program dinilai sangat baik, sebanyak 5,7%
responden menyatakan program dinilai kurang sesuai kebutuhan
masyarakat, sebanyak 3,8% responden menyatakan biasa-biasa
saja.
105

Gambar 4.13
Diagram Ketepatan Tujuan Program

Pelaksanaan program sesuai kebutuhan


4%

6% Sangat baik
Cukup baik
47%
Biasa saja
43% Kurang sesuai

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

11. Kepercayaan diri


Tingkat kepercayaan diri masyarakat setelah mengikuti
agenda-agenda kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis
yang dilaksanakan oleh WWF Indonesia, misalnya masyarakat
menjadi lebih berani untuk berpendapat dalam forum-forum
pertemuan dan lebih berani memimpin forum karena telah
memiliki bekal-bekal kepemimpinan selama pelaksanaan
program tergolong sedang, dengan nilai 3,57 dari skala nilai 5,00
(Pertanyaan Q13, lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar
responden atau sebanyak 35,8% responden menyatakan menjadi
sangat percaya diri setelah mengikuti agenda-agenda kegiatan
kepemimpinan dalam sekolah lapangan pertanian ekologis yang
dilaksanakan oleh WWF Ujung Kulon baik dalam forum ataupun
dalam bermasyarakat, sebanyak 30,2% menyatakan kadang-
kadang percaya diri, sebanyak 15,1% responden menyatakan
cukup percaya diri, sebanyak 11,3% responden menyatakan
masih tidak percaya diri, dan sebanyak 7,5% responden
106

menyatakan masih kurang percaya diri walau sudah mengikuti


agenda kegiatan kepemimpinan dalam sekolah lapangan
pertanian ekologis.

Gambar 4.14
Diagram Perubahan
Tingkat Kepecayaan Diri

Perubahan tingkat kepercayaan diri

9%
Sangat percaya diri
40% Cukup percaya diri
34% Kadang-kadang
Kurang percaya diri
17% Tidak percaya diri

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019

Dalam data temuan dilapangan, terdapat beberapa nama


responden yang sering muncul karena tingkatan sikap dan cara
pandang yang rendah salah satunya dalam aspek kepercayaan
diri, beberapa responden tersebut antara lain ibu Idah dari desa
Cibadak dan ibu Nuriah dari desa Ujung Jaya. Diperkuat dengan
pernyataan hasil wawancara sebagai berikut :
“Apa ya mas, saya orangnya kurang berani kalo ngomong-
ngomong di depan orang banyak, saya karena baru baru
ikut (program sekolah lapangan pertanian ekologis) juga,
ya jadi paling ngikutin ibu-ibu yang lain aja gitu hehehe
Jarang saya mas, gimana ya pemalu saya orangnya hehehe
kurang bisa gitu kalo ngomong di depan banyak orang. Ya
mungkin ke depannya kali ya mas, kalo saya sudah sering
bisa jadi berani.” (Idah, Partisipan program desa Cibadak.
2019)
107

Tingkat kepercayaan diri yang rendah di juga di diperkuat


oleh pernyataan ibu nuriah sebagai partisipan program di desa
Ujung Jaya :
“Waduh gimana ya mas, saya orangnya gapernah berani
ngomong di depan orang, malu malu saya gitu. Biasanya
sih ibu-ibu yang lain aja gitu pada berani per kelompok itu
apa namanya itu hmmm presentasi ya suka ngomong di
depan, kalo saya ikut ikut aja gitu mas malu saya hehe. Ya
kalo ngomong perubahan sih sampai saat ini belum sih ya,
saya ga menyalahkan pihak mana pun mas, memang dari
saya nya aja memang pemalu mas kalo udah di suruh
ngomong di depan gitu.” (Nuriah, Partisipan program desa
Ujung jaya. 2019)
12. Pengambilan Keputusan
Tingkat keberanian masyarakat untuk bertanggungjawab
dalam setiap pengambilan keputusan, sebagai contoh keberanian
mengambil keputusan untuk menentukan menjadi aplikator
program (dalam program sekolah lapangan pertanian ekologis,
aplikator adalah orang yang mengaplikasikan langsung teknik
pertanian organik dalam lahan yang dimiliki nya sendiri,
tergolong sedang, dengan nilai 3,62 dari skala nilai 5,00
(Pertanyaan Q15, lampiran 8, tabel 8.1). Sebagian besar
responden atau sebanyak 35,8% responden menyatakan sangat
berani mengaplikasikan teknik pertanian organik langsung di
sawahnya setelah mengikuti agenda pembelajaran dalam program
sekolah lapangan pertanian ekologis yang dilaksanakan oleh
WWF Ujung Kulon, sebanyak 30,2% menyatakan cukup berani,
sebanyak 15,1% responden menyatakan tidak berani
mengaplikasikan, sebanyak 9,4% responden menyatakan kurang
berani, dan sebanyak 9,4% responden menyatakan biasa-biasa
saja.
108

Gambar 4.15
Diagram Pengambilan Keputusan

Keberanian menjadi aplikator program

15% Sangat berani


36% Cukup berani
9%
Biasa saja
10%
Kurang berani
Tidak berani
30%

Sumber : Hasil analisis peneliti, 2019.

B. Deskripsi elemen-elemen Pemberdayaan


Melalui setiap agenda kegiatan pemberdayaan masyarakat
dalam program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis yang
diimplementasikan oleh WWF Indonesia di 2 kecamatan desa
penyangga Taman Nasional Ujung Kulon dapat dikatakan telah
cukup berhasil menjalankan agenda-agenda pemberdayaan yang
diprogramkan, namun untuk dapat dikatakan berdaya maka perlu
terlebih dahulu dilakukan analisis pada masing-masing elemen
pemberdayaan yang dilaksanakan. Elemen-elemen pemberdayaan
yang dilaksanakan dalam program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis terdiri dari tiga hal yaitu pemberdayaan lingkungan,
pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Peneliti
menambahkan satu elemen lagi yang dapat dijadikan sebagai
tolok ukur tingkat keberdayaan masyarakat yaitu pemberdayaan
politik. Analisis terhadap elemen-elemen pemberdayaan
109

masyarakat disini tidak secara langsung menilai keberhasilan


(dalam sudut pandang tingkat capaian atau keluaran langsung)
masing-masing kegiatan namun lebih mengarah pada perubahan
sikap dan cara pandang masyarakat setelah mengikuti program
terhadap beberapa aspek perubahan lingkungan, sosial, budaya
dan politik.

1. Pemberdayaan Lingkungan
Dalam aspek yang pemberdayaan lingkungan, hal yang
menjadi kajian adalah pendekatan dalam pengelolaan atau
manajemen pembangunan lingkungan dimana masyarakat
diharapkan memiliki keberdayaan untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi sendiri kegiatan
pembangunan lingkungan di desa atau dalam komunitasnya.
Pemberdayaan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui
program sekolah lapangan pertanian ekologis yang
menunjukkan hasil cukup baik, hal ini bisa dilihat dari
perencanaan program yang sudah terstruktur, mulai dari
perencanaan agenda program sebagai tindak lanjut dari
Rencana Aksi Masyarakat yang disusun melalui proses
sustainabily livelihood assessment (SLA) oleh pihak WWF
Indonesia, menentukan fasilitator lokal dari masyarakat desa
yang bertugas sebagai pemantik dan koordinator selama
berjalannya kegiatan program, serta pelaksanaan training of
trainer (TOT) dari WWF Indonesia kepada fasilitator lokal
secara periodik dengan tujuan monitoring dan diskusi
110

bersama hasil kegiatan selama berjalannya program dan pasca


pelaksanaan program.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan didukung
oleh hasil wawancara dengan Pak Ajat selaku fasilitator lokal
sebagai berikut :
“Jadi tahun 2016 WWF berkunjung ke desa kami
berkumpul tuh masyarakat, pemerintah desa, forum
komunikasi desa sama tokoh masyarakat melakukan
SLA (sustainabily livelihood assessment) banyak tuh
mas yang di diskusiin mulai dari menentukan
permasalahan dan potensi desa melalui sejarah desa,
peta desa, kalender musim, dll. Setelah beberapa kali
pertemuan untuk diskusi akhirnya kita sama WWF dan
pihak lainnya melakukan RAM (Rencana aksi
masyarakat) ya kurang lebih kita bikin prioritas
masalah berdasarkan metode SLA tadi mas.” (Ajat,
Fasilitator lokal Desa Cibadak. 2019)
Adanya peningkatan dalam elemen lingkungan pasca
dilakukannya program pengembangan masyarakat juga
didukung oleh pernyataan dari hasil wawancara dengan Mbah
Kiwong sebagai Fasilitator lokal, berikut penjelasannya :
“…setelah ditemuin kesepakatan bahwa permasalahan
desa di dominasinya sama permasalahan agraria /
pertanian. Lalu di mulai tuh konsep pemberdayaan
masyarakat sama pengorganisasian masyarakat pakai
pendekatan pertanian yang di beri nama Sekolah
Lapang. WWF juga rutin 3 bulan sekali buat
pertemuan ToT (Training of Trainer) itu kaya agenda
kumpul diskusi antara WWF sama faslok perwakilan
masing-masing desa buat sharing gitu kita diskusi
permasalahan apa yang terjadi di proses pembelajaran
desa masing-masing ToT juga tujuannya buat
menyamakan kemajuan kurikulum di setiap pertemuan
sekolah lapang mas.” (Mbah Kiwong, Fasilitator lokal
Desa Ujung Jaya. 2019)
111

Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan lingkungan di


kawasan penyangga Taman Nasional Ujung Kulon dilihat
dari sisi praktis memang telah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan dinilai mampu mengatasi sebagian
permasalahan yang selama ini dirasakan, namun untuk
membangun sebuah lingkungan komunitas agar benar-benar
terstruktur dan sustainable serta menjadi komunitas yang
lebih maju maka diperlukan suatu konsep penataan
lingkungan yang terpadu dan komprehensif. Walaupun dalam
pelaksanaannya, program ini masih memerlukan metode
optimalisasi sumber daya manusia karena pada
pelaksanaannya masih terlihat sebuah kesenjangan gender,
dimana masyarakat desa yang ikut berpartisipasi dengan
program di dominasi oleh kaum perempuan.

2. Pemberdayaan Sosial
Dalam konsep pemberdayaan sosial yang menjadi
sasaran adalah terciptanya kondisi masyarakat yang mampu
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan sosial yang
terjadi dalam komunitasnya untuk kemudian dilakukan
pemecahan masalah atau problem solve sesuai dengan
potensi-potensi yang dimiliki serta dengan memanfaatkan
peluang-peluang yang mungkin didapatkan. Permasalahan
sosial yang dimaksud adalah peningkatan kesejahteraan
keluarga, pendidikan, kesetaraan gender.
Sejalan dengan konsep diatas, seluruh rangkaian proses
kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis yang dilakukan
112

oleh WWF Indonesia selalu melibatkan peran masyarakat


dalam setiap pengidentifikasian permasalahan-permasalahan
sosial dan kemudian pemecahan permasalahan juga dilakukan
bersama dengan melibatkan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat. Dengan adanya program sekolah lapangan
pertanian ekologis, fungsi sosial masyarakat meningkat, Pola
paguyuban di desa pun mulai timbul kembali. Masyarakat
juga selalu di asah untuk peka dalam mengidentifikasi
permasalahan hingga di dalam ―kelas‖ sekolah lapangan
pertanian ekologis. Berdasarkan hasil observasi dilapangan
dan diperkuat oleh pernyataan dari hasil wawancara dengan
Bapak Dace selaku Pemerintah desa, sebagai berikut :
“…Karena secara teknis kita ngadain SL itu kan 5 titik,
jadi hampir setiap kampung memang mengadakan SL,
secara tidak langsung masyarakat disana juga yaa yang
dulunya berbicara tentang keguyubannya berkurang ,
tingkat sosialnya berkurang, karena itukan
permasalahan sosial juga ya, setelah mengadakan SL
mereka yaa bergabung, ngobrol bareng. Ya itu kan
salah satu bukti peningkatan sosial ya, disana ada nilai
sosialnya ya, itu satu.” (Dace, Pemerintah Desa
Cibadak. 2019)
Peningkatan dari segi sosial kemasyarakatan juga di
perkuat oleh hasil wawancara dengan Mbah kiwong , berikut
pernyataannya :
“…Kalau dari segi perubahan sikapnya sih yang saya
rasain itu masyarakat jadi guyub lagi, ngumpul
kerjasama bareng. Banyak ibu ibu yang tadinya pemalu
sekarang jadi berani ngutarain pendapatnya kalau lagi
diskusi sama pemerintah desa.” (Mbah Kiwong,
Fasilitator lokal desa Ujung Jaya. 2019)
113

Karena pada dasarnya dalam sekolah lapangan


pertanian ekologis, fasilitator lokal tidak bertugas sebagai
―guru‖ melainkan hanya sebagai pemantik masyarakat,
masyarakat yang paling dominan perannya, karena
pembelajaran yang di terapkan adalah mereview kembali
teknik pertanian yang pernah dilakukan masyarakat
sebelumnya, lalu masyarakat sendiri lah yang menyimpulkan
apa kesalahan yang menyebabkan kegagalan, metode apa
yang seharusnya dilakukan, sehingga dalam setiap rangkaian
proses mulai dari perencanaan program, pelaksanaan
program, hingga evaluasi. Seluruh identifikasi dan keputusan
ada di tangan masyarakat.

3. Pemberdayaan Ekonomi
Dalam aspek pemberdayaan ekonomi sebagai salah
satu komponen utama dalam agenda sekolah lapangan
pertanian ekologis, dengan tujuan untuk memberikan
stimulus bagi masyarakat berupa bantuan yang sifatnya non-
direktif sehingga masyarakat dapat mengelola desa nya
sendiri, mengelola lahan pertaniannya sendiri, dan tidak
bergantung pada bantuan dari pemerintah yang sifatnya
direktif dan hanya memenuhi kebutuhan yang sifatnya
sementara. Pemberdayaan ekonomi disini juga bertujuan
untuk menjalankan usaha perekonomian sehingga
diharapkan dapat memberi dampak pada peningkatan
kesejahteraan, mengurangi kemiskinan dan tentunya secara
tidak langsung juga menjaga ekosistem kawasan Taman
114

Nasional Ujung Kulon, dimana apabila kebutuhan


masyarakat desa penyangganya tercukupi maka kecil
kemungkinan masyarakat merambah dan mengeksploitasi
kawasan Taman Nasional. Dan sejalan dengan dengan visi
dan misi WWF Indonesia, yaitu membangun sistem
pengelolaan kawasan dan populasi satwa berbasis
masyarakat dengan metode pengorganisan masyarakat
melalui sistem pendidikan dan pendampingan.
Dari mulai hal yang paling kecil, dalam sekolah
lapangan pertanian ekologis, masyarakat binaan program
diarahkan untuk membuat pupuk organik sendiri dengan
tujuan untuk mengurangi ongkos produksi, dimana apabila
menggunakan pupuk kimia konvensional (buatan parbik),
harga ongkos produksinya lebih mahal dari hasil
produksinya. Dengan perbandingan apabila menggunakan
pupuk kimia buatan pabrik, masyarakat perlu mengeluarkan
biaya Rp.1000.000,- namun apabila menggunakan pupuk
organik produksi sendiri, masyarakat hanya perlu
mengeluarkan biaya kurang dari Rp.250.000. Biaya tersebut
hampir menghemat empat kali lipat biaya produksi yang juga
berpengaruh pada keuntungan produksi masyarakat petani.
Dari segi pola tanam pun masyarakat diarahkan untuk
menggunakan metode tanam SRI, dimana jarak tanam lebih
dangkal, lebih lebar sehingga juga terhindar dari pemborosan
benih. Berdasarkan obervasi di lapangan dan diperkuat oleh
pernyataan beberapa informan melalui hasil wawancara :
115

“…Banyak banget sih mas sebenarnya, salah satunya


itu biasanya di kami kalau menggunakan pola pertanian
konvensional dengan pupul kimia itu biaya produksi
bisa lebih mahal dari hasil produksi, perbandingannya
itu kalau kita pakai pola pertanian ekologis/organik
bisa menghemat 3 sampai 4 kali lipat biaya produksi.”
(Ajat, Fasilitator lokal Desa Cibadak. 2019)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pola


pertanian organik membawa keuntungan dari segi ekonomis
kepada masyarakat petani, Pertanyaan Bapak Ajat juga di
perkuat oleh pernyataan Mbah kiwong, berikut
penjelasannya:
“…biaya produksi kita jauh berkali kali lipat lebih
murah kalau pakai pola pertanian ekologis. Secara kita
buat semua pupuknya sendiri, paling yang beli bibitnya
aja.” (Mbah Kiwong, Fasilitaor Lokal Desa Ujung Jaya
2019)

4. Pemberdayaan Politik
Pemberdayaan politik yang dimaksud tidak ada
kaitannya dengan upaya untuk melibatkan masyarakat dalam
konsep perpolitikan negara, terlibat dalam partai politik
tertentu maupun politik yang berkaitan dengan
kepemimpinan kepala daerah. Konsep pemberdayaan politik
disini lebih mengarah pada proses pembentukan dan
pengelolaan kepemimpinan dalam masyarakat, kemampuan
masyarakat memberikan opini dan bernegosiasi untuk
mengimplementasikan pendapatnya, proses pengambilan
keputusan, channeling atau jaringan kerja dengan pihak luar,
juga meningkatkan posisi tawar menawar masyarakat dalam
116

pembangunan. Berdasarkan hasil observasi dan di dukung


oleh pernyataan dari hasil wawancara dengan Bapak Dace
selaku Pemerintah desa sebagai berikut :
“…karena disini POD ya Pendidikan orang dewasa
mereka kan jadi mau gamau harus bisa
mengungkapkan, mampu bertanya, ya memang
sebagian besar masyarakat kan awalnya cuek, bahkan
kami nih pemerintah desa juga di bantu ya sama
masyarakat, bantu ngajak teman-teman petani yuk ikut
bergabung, secara ga langsung mereka terus
bersosialiasi sampai sekarang anggotanya cukup
banyak. Masyarakat tuh berani beropini sama
masyarakat lainnya, mampu menganalisa. (Dace,
Pemerintah Desa Cibadak. 2019)
Peningkatan kapasitas masyarakat dari segi politis juga
diperkuat oleh pernyataan Bapak Ajat selaku Fasilitator
lokal, berikut pernyataannya :
“… kalo dari segi perubahan sikap juga kelihatan mas,
dulu kita tuh kalo ngomong di depan orang banyak
malu mas, kalau sekarang alhamdulillah jadi percaya
diri karena terbiasa juga mungkin bicara di depan
masyarakat dan pemerintah desa setelah jadi faslok.
Karena di SLPE kita juga ada sesi presentasi kelompok
dalam agro ekosistem, jadi kita (saya dan masyarakat)
terbiasa mengemukakan opini mas. (Ajat, Fasilitator
lokal Desa Cibadak. 2019)

Melihat proses awal program Sekolah lapangan


pertanian ekologis yang meliputi rangkaian kegiatan SLA
(Sustainble Livelihoods Approach) menggunakan metode
sejarah desa, peta desa untuk menentukan modal sosial,
sumber daya manusia, modal alam, dan modal fisik desa.
Juga dalam kegiatan RAM (Rencana aksi masyarakat) untuk
menentukan prioritas permasalahan dari masing masing desa,
117

yang dalam setiap rangkaian programnya selalu melibatkan


pihak WWF indonesia, perwakilan masyarakat dari seluruh
desa, tokoh-tokoh masyarakat, pemerintah desa, forum
komunikasi desa, maka secara politis masyarakat telah
terlibat dan telah memiliki peran dalam pengelolaan
pembangunan dalam komunitasnya. Dan apabila dilihat lebih
dalam, dalam proses-proses tersebut, peran WWF sebagai
inisiator program sifatnya hanya sebagai pemantik saja,
peran besar yang paling dominan adalah peran community
worker yaitu fasilitator lokal yang notabene juga berasal dari
masyarakat.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah


peneliti lakukan dan akan dikaitkan dengan latar belakang
masalah serta teori yang ditulis pada bab 2. Pembahasan dalam
bab ini dilakukan sebagai kajian untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang di ajukan yaitu bagaimana tingkat keberdayaan
masyarakat pasca diimplementasikan program sekolah lapangan
pertanian ekologis di desa-desa penyangga kawasan konservasi
Taman Nasional Ujung Kulon berdasarkan data-data yang
didapatkan selama dilakukannya penelitian dan kajian secara
teoritis.
Seperti yang telah diuraikan, fokus penelitian yang
peneliti lakukan menggunakan teori evaluasi pemberdayaan
fujikake, aspek yang akan dianalisis bukan mengarah kepada
keberhasilan program (output atau keluarannya secara langsung),
melaikann outcome dari program. Outcome yang dimaksud terdiri
dari perubahan kesadaran masyarakat berdasarkan penilaian
terhadap duabelas aspek, elemen-elemen mana yang berpengaruh
dalam kegiatan pemberdayaan, dan menganalisis seberapa besar
tingkat keberdayaan masyarakat setelah mengikuti program
sekolah lapangan pertanian ekologis oleh WWF Indonesia di
beberapa desa kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
.Pada bab 2 telah dijelaskan bahwa dalam melakukan
tahapan evaluasi pemberdayaan fujikake terdapat tahapan
pemberdayaan : Tahap pertama adalah menilai sikap dan cara

118
119

pandang masyarakat dan praktik pemberdayaan yang didasarkan


pada penilaian terhadap duabelas indikator yang merupakan sub-
projek dari proses pemberdayaan itu sendiri. Keduabelas
indikator tersebut yaitu tingkat partisipasi, pengemukaan opini,
perubahan kesadaran, pengambilan tindakan, kepedulian dan
kerjasama, kreativitas, menyusun tujuan baru, negosiasi,
kepuasan, kepercayaan diri, keterampilan manajerial, dan
pengumpulan keputusan. Tahap selanjutnya adalah menganalisis
elemen-elemen pemberdayaan yang di tinjau dari empat aspek :
lingkungan, sosial, ekonomi, politik. Tahap selanjutnya adalah
mengukur tingkatan pencapaian pemberdayaan itu sendiri,
apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu hanya pada
tataran lokal, regional atau nasional. Fujikake menggolongkan
tingkatan pemberdayaan menjadi tiga yaitu micro level (desa),
mezo level (kota/wilayah), dan macro level (nasional).
Program sekolah lapangan pertanian ekologis sendiri
dicanangkan pada tahun 2016. Pada awal periode, program
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis hanya diimplemetasikan
pada tiga desa penyangga Taman Nasional Ujung Kulon di dua
kecamatan yaitu kecamatan sumur dan kecamatan cimanggu.
Pada kecamatan Cimanggu berlokasi di dua desa. Yaitu Desa
Keramat Jaya (Kampung Trans) dan Desa Ranca Pinang
(Kampung Cegog dan Kampung Air jeruk), Sedangkan lokasi
Sekolah Lapang Pertanian ekologis di Kecamatan Sumur,
berlokasi di Desa Taman Jaya (Kampung Paniis). Tiga poin
utama yang menjadi tujuan dari program Sekolah Lapang
Pertanian Ekologis antara lain adalah mendekatkan pengetahuan
120

dan teknologi kepada masyarakat terkait pola pertanian ekologis/


organik, Menekan biaya produksi usaha tani dengan
memanfaatkan potensi lingkungan, sehingga petani bisa
mengurangi bahkan tidak tergantung pada sarana produksi
pertanian buatan pabrik dan juga mendorong kesadaran ekologis
agar masyarakat petani di desa paham terhadap ekosistem di
wilayahnya yang notabene adalah kawasan konservasi atau zona
penyangga, sehingga dapat memanfaatkan sumber daya dengan
mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
Permasalahan utama yang WWF Indonesia adalah
pelestarian kawasan konservasi flora dan fauna Taman Nasional
Ujung Kulon yang juga berkesinambungan dengan aspek lainnya
terutama aspek ekonomi masyarakat di kawasan penyangga.
Dimana korelasi nya adalah apabila masyarakat di kawasan
penyangga tidak memiliki mata pencaharian atau tidak memiliki
wawasan untuk mengolah lahan pertanian dan perkebunan secara
optimal, maka di dampaknya akan merambah atau
mengeksploitasi kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung
Kulon, dimana hal tersebut adalah tindakan yang illegal serta
menganggu keberlangsungan dan kelestarian ekosistem kawasan
konservasi.

A. Sikap dan cara pandang masyarakat.


1. Tingkat Partisipasi
Dalam prinsip pemberdayaan masyarakat yang telah
dijelaskan pada Bab 2, partisipasi adalah salah satu aspek
utama yang harus selalu dimaksimalkan, dengan tujuan agar
121

setiap orang dalam masyarakat bisa terlibat aktif dalam proses


kegiatan masyarakat.(Ife and Tesoriero, 2016). Dalam
pelaksanaan program sekolah lapangan pertanian ekologis,
disepakati bahwa program berlangsung secara periodik
(mingguan) sesuai dengan situasi dan kondisi lahan, selama
satu musim tanam penuh atau kurang lebih selama enam belas
kali pertemuan. Berdasarkan data kuantitatif pada bab 4,
Tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap pertemuan
kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis tergolong
tinggi. Bahkan pada tahun 2018, di desa Cibadak pernah
melakukan pertemuan program di luar dari yang di targetkan
yaitu hingga 32 kali pertemuan. Karena masyarakat sangat
tertarik dengan pembelajaran pola pertanian organik yang
bisa dikatakan pola dan metode pembelajaran yang baru. Juga
banyak keuntungan yang didapatkan petani, seperti biaya
pupuk organik yang jauh lebih murah dan jarak tanam lebih
lebar di bandingkan pola pertanian konvensional dengan
pupuk kimia.
Dalam hal ini, program sekolah lapangan pertanian
ekologis juga dirasa telah berhasil membagikan peran kepada
masing-masing subjek yang berpartisipasi dalam proses
pemberdayaan masyarakat, setiap subjek memiliki peran dan
fungsinya masing-masing dalam setiap fase pengorganisasian
masyarakat. Berdasarkan pembagian peran pengembangan
masyarakat menurut Spergel (1975), Zastrow (1986), dan
Adi (1994) dalam (Isbandi, Rukminto 2008) yang telah
122

dijelaskan pada bab 2. Dimana pembagian peran masing-


masing pihak dalam program sebagai berikut :

a. WWF Indonesia sebagai community organizer dan


broker
WWF Indonesia – Ujung Kulon Project dalam
program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis berperan
sebagai pihak community organizer dan juga sebagai
broker yang berfungsi untuk memfasilitasi masyarakat
untuk menghubungkan suatu individu ataupun komunitas
yang membutuhkan bantuan berupa suatu pelayanan
masyarakat ke lembaga penyedia layanan masyarakat
terkait atau biasa diistilahkan “chanelling”. Peran broker
ini sangat membantu masyarakat, dikarenakan terkadang
masyarakat dan fasilitator program memerlukan
bimbingan, controlling dan arahan untuk dapat mengakses
lembaga penyedia layanan yang dibutuhkan.

b. Fasilitator program sebagai pendidik dan enabler


Fasilitator program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis juga berperan dominan dalam pemberayaan,
dimana fasilitator program juga berasala dari masyarakat
di masing-masing desa. Fasilitator program juga berperan
sebagai enabler, yaitu community worker yang berfungsi
untuk membantu masyarakat agar dapat menentukan apa
yang menjadi permasalahan mereka dan membantu
mengembangkan potensi yang ada agar mampu
123

mendapatkan solusi yang tepat atas permasalahan mereka.


Dasar filosofis dari peran ini adalah help people to help
themselves. Selain itu adapun empat fungsi utama yang
harus dilakukan community worker untuk menjadi
pemercepat perubahan (enabler), yaitu membantu
masyarakat menyadari dan melihat kondisi mereka,
membangkitkan dan mengembangkan ―organisasi‖ dalam
masyarakat, mengembangkan relasi interpersonal yang
baik, dan memfasilitasi perencanaan yang efektif.

c. Masyarakat sebagai pelaksana program dan perencana


sosial
Masyarakat penerima manfaat program Sekolah
Lapangan Pertanian Ekologis memiliki peran sebagai
pelaksana sekaligus perencana sosial, dimana lebih lebih
difokuskan pada tugas-tugas yang terkait dengan
pengembangan dan pelaksanaan program pemberdayaan.
Juga diharapkan masyarakat memiliki fungsi program
yang paling dominan dalam pemberdayaan agar tercapai
tujuan pemberdayaan secara bottom-up. Karena indikator
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat antara
lain adalah keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi
secara moril atau fisik. Dan juga dilibatkan dalam setiap
pengambilan keputusan.
124

2. Penyampaian Opini
Berdasarkan pada data kuantitatif di Bab 4, tingkat
penyampaian opini masyarakat masuk dalam kategori sedang.
Dimana pemberdayaan politik memang menjadi salah satu
aspek yang diutamakan dalam pemberdayaan masyarakat.
Konsep pemberdayaan politik disini lebih mengarah pada
proses pembentukan dan pengelolaan kepemimpinan dalam
masyarakat, kemampuan masyarakat memberikan opini, juga
berpengaruh pada proses pengambilan keputusan, channeling
atau jaringan kerja dengan pihak luar, juga meningkatkan
posisi tawar menawar masyarakat dalam pembangunan.
Dalam prosesnya, program sekolah lapangan pertanian
ekologis juga menerapkan prinsip inclusiveness atau
keterbukaan (Ife and Tesoriero, 2016) dimana di dalam forum
pembelajaran selalu di buka sesi diskusi kelompok kecil antar
dalam setiap tahapannya, dalam diskusi tersebut dilakukan
analisis perbandingan antara metode pertanian konvensional
yang biasa dilakukan petani pada umunya dan metode
pertanian organik, masyarakat petani bebas memberikan
pendapatnya, hal ini sesuai dengan prinsip keterbukaan yang
merupakan sebuah proses yang selalu merangkul bukan
menyisihkan, semua opini harus dihargai secara instrinsik
walaupun mereka memiliki pandangan yang berlawanan.

3. Perubahan Kesadaran
Berdasarkan teori pengorganisasian masyarakat
mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian
potensi lokal yang mereka miliki, juga dapat dengan mudah
125

untuk berpartisipasi dalam mengidentifikasi masalah yang


berada disekitar mereka, serta menemukan solusi yang tepat
dari permasalahan mereka. Dalam proses ini masyarakat akan
dibantu oleh seorang community worker (Fasilitator lokal) di
masing masing desa. (Bruggemann, 2014). Masyarakat petani
selalu dilibatkan dalam setiap tahapan pemberdayaan
masyarakat mulai dari tahap assessment menggunakan
metode SWOT, Strength (kekuatan), weaknesses
(kelemahan), opportunities (kesempatan), threath (ancaman),
dalam pelaksanaan sekolah lapang dikenal dengan istilah SLA
(sustainable livelihood approach). Pembangunan kesadaran
kritis juga diimplementasikan pada tahap pemformulasian
rencana aksi, tahap implementasi program hingga tahap
evaluasi internal.(Adi 2001, 173).

4. Pengambilan Tindakan
Menurut (Baron dan Byrne, 2008) pengambilan tindakan
adalah sebuah proses melalui kombinasi individu atau
kelompok dan mengintegrasikan informasi yang ada dengan
tujuan memilih satu dari berbagai kemungkinan keputusan.
Dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam program
sekolah lapangan pertanian ekologis, aspek dalam
pengambilan tindakan adalah adanya proses
pengidentifikasian masalah, merumuskan alternatif-alternatif
program ,mempertimbangkan resiko, memilih alternatif dan
evaluasi. Hal ini sesuai dengan konsep sekolah lapangan
pertanian ekologis, dimana proses pengidentifikasian masalah
diterapkan dalam setiap kajian agroekosistem, merumuskan
126

alternatif program dan pertimbangan resiko diterapkan dalam


diskusi kelompok kecil dan diskusi pleno.

5. Kepedulian dan kerjasama


Menurut (Ife and Tesoriero 2016, 352–56) Pengembangan
masyarakat akan berupaya membawa kerjasama dalam
kegiatan masyarakat, dengan membawa masyarakat
bergabung dan menemukan cara-cara menghargai kerja sama
individu- individu atau kelompok. Sifat kooperatif bahkan
menjadi salah satu dari prinsip pemberdayaan masyarakat
yang perlu di pertimbangkan dalam pelaksanaanya, sehingga
dapat membangun dan memperkuat struktur- struktur dalam
masyarakat secara kooperatif bukan kompetitif. Pendekatan
partisipatif yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
sekolah lapangan pertanian ekologis dirasakan dapat
menumbuhkan kembali jiwa dan semangat gotong royong
dalam masyarakat yang selama ini berkurang.
Berdasarkan data hasil obervasi di lapangan dan analisis
peneliti, tingkat kepedulian dan kerjasama masyarakat cukup
tinggi, dimana kawasan penyangga taman nasional dengan
letak geografis yang terpusat, di karenakan akses jalan antar
desa yang cukup buruk, sehingga menjadikan interaksi antar
masyarakat masing - masing desa masih guyub. Sebagai
contoh, pembangunan ruang kelas untuk sekolah lapangan di
buat secara kolektif atas inisiatif dan dana kolektif warga,
membangun ―gubuk‖ untuk lokasi pembelajaran sekolah
pertanian organik. Tidak terlihat pembatas usia antara pemuda
127

dan lansia, tidak terlihat pula kesenjangan gender dalam


aspek kepedulian dan kerjasama. Dimana laki-laki dan
perempuan memiliki porsi yang sama serta saling membantu
terutama dalam proses belajar mengajar.
Kepedulian dan kerjasama juga terlihat dalam hal kecil
pada proses pembelajaran, masyarakat secara sukarela dan
kolektif membawa bekal (snack, teh, dan kopi) secara
bergantian di tiap pertemuan membuktikan bahwa suatu
forum yang dibentuk dengan kesepakatan, maka akan
melahirkan suatu sikap kepedulian dan kerjasama secara tidak
sengaja dalam suatu sistem bermasyarakat.

6. Kreativitas
Menurut (Conny R 2009, 44) kreativitas adalah
modifikasi sesuatu yang sudah ada menjadi konsep baru.
Dengan kata lain, terdapat dua konsep lama yang
dikombinasikan menjadi suatu konsep baru. Dalam hal
pemberdayaan masyarakat, kreativitas pada intinya
merupakan kemampuan individu/kelompok untuk melahirkan
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,
baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dari hal-hal
yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan
apa yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan data kuantitatif
di lapangan, Tingkat kreativitas masyarakat di desa-desa
penyangga Taman Nasional Ujung Kulon merupakan aspek
yang cenderung memiliki nilai yang paling rendah apabila
dibandingkan dengan aspek pemberdayaan lainnya. Hal ini
128

juga diakui oleh beberapa fasilitator lokal. Para fasilitator


lokal berpendapat bahwa masyarakat desa cenderung bersifat
pasif atau hanya sekedar berpartisipasi saja dalam program,
namun tidak memberikan opini ataupun pengembangan yang
bersifat membangun pada program yang di jalaninya sendiri.
Dari total 12 desa pelaksana program, hanya desa
Rancapinang yang cenderung memiliki tingkat kreativitas
tinggi. Desa Rancapinang memiliki sebuah sub program
tambahan selain pembelajaran pertanian organik, yaitu
pembuatan kerajinan anyaman limbah daun pandan yang
dalam prosesnya semua di kelola mandiri oleh partisipan
program sekolah lapangan pertanian ekologis.

7. Kemampuan Manajerial
Dalam aspek kemampuan manajerial, hal yang akan di
analisis yaitu proses manajemen secara keseluruhan terkait
program pemberdayaan masyarakat, mulai dari tahapan
perencaan program, hingga hal yang menyangkut teknis dari
pengorganisasian masyarakat. Proses perencanaan dalam
pengorganisasian masyarakat merupakan sebuah proses
penentuan tujuan atau sasaran yang hendak di capai dalam
menetapkan metode dan sumber yang di perlukan untuk
mencapai tujuan itu dengan efisien dan se-efektif mungkin.
Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan, yaitu :
perumusan tujuan yang ingin dicapai, pemilihan program
untuk mencapai tujuan tersebut, dan pengidentifikasian dan
pengerahan sumber daya.
129

Hal tersebut juga diperjelas dengan pendapat Spergel


(1975), Zastrow (1986), dan Adi (1994) dalam (Isbandi,
Rukminto 2008) mengenai perencana sosial, di kutip bahwa
seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai
masalah sosial yang terdapat dalam komunitas,
menganalisisnya, dan menyajikan alternatif tindakan yang
rasional untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah itu
perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari
alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus
dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun
kepentingan. Menurut Zastrow, peran expert dan perencana
sosial (social planner) saling tumpang tindih, di mana pihak
expert lebih memfokuskan pada membentuk usulan dan saran
yang berkaitan dengan isu dan permasalahan yang sedang
dibahas. Sedangkan perencana sosial lebih memfokuskan
pada tugas-tugas yang terkait dengan pengembangan dan
pelaksanaan program. Hal tersebut juga terjadi pada program
sekolah lapangan pertanian ekologis, masyarakat bersama
fasilitator sebagai perencana sosial (social planner),
memegang kendali penuh terhadap seluruh kegiatan program
mulai dari perencanaan, pelaksanaan program, evaluasi
hingga pengembangan. Sedangkan World Wide Fund
Indonesia sebagai expert hanya bertugas dalam tahap
monitoring sebagai pembentuk masukan, usulan dan saran
terkait perkembangan program.
130

8. Penyusunan Tujuan Baru


Semua pemberdayaan masyarakat harus bertujuan untuk
membentuk sebuah ―masyarakat yang baru‖. Pemberdayaan
masyarakat melibatkan upaya penguatan interaksi sosial
dalam masyarakat, membangun kebersamaan dan membantu
mereka untuk berkomunikasi antar masyarakat dalam rangka
menciptakan dialog, saling memahami dan melahirkan
tindakan sosial.(Ife and Tesoriero, 2016).
Penyusunan tujuan baru disini artinya membuat sebuah
strategi baru menggunakan metode pemberdayaan masyarakat
dengan memperhatikan potensi desa guna meningkatkan
kapasitas masyarakat dan meningkatkan perekonomian desa
agar cara yang di gunakan lebih efektif dan optimal.
Berdasarkan pengolahan data kuesioner, obersvasi dan
analisis peneliti, Peran Gender berpengaruh dalam aspek
penyusunan tujuan baru, dimana laki-laki cenderung memiliki
tingkat keinginan yang tinggi dalam hal penyusunan tujuan
baru dan visi pembangunan bagi komunitasnya karena peran
kaum laki-laki dalam hal penyusunan kebijakan
pembangunan di daerah perdesaan masih dominan, dimana
kaum laki-laki biasanya memiliki tingkat mobilitas dan
pengetahuan serta pengalaman dalam hal perencanaan
pembangunan lebih luas dibandingkan dengan kaum
perempuan yang lebih banyak beraktivitas dalam lingkup
spasial yang lebih sempit.
131

9. Negosiasi
Permasalahan – permasalahan yang telah dipetakan skala
prioritasnya untuk diselesaikan, karena beberapa masalah
sering terkait antara satu masalah dengan masalah yang lain.
Bentuk negosiasi yang dilakukan selama kegiatan sekolah
lapangan pertanian ekologis antara lain seperti masyarakat
ikut berpartisipasi dan ikut berdiskusi dengan para
stakeholders (pihak Taman Nasional, World Wide Fund
Indonesia, Forum komunikasi antar desa dan Pemerintah
desa) untuk duduk bersama dalam satu forum melakukan
sustainabily livelihood assessment (SLA) berdiskusi dua arah,
masyarakat mengemukakan opininya bernegosiasi tentang
apa saja hal yang di butuhkan selama berjalannya program
dan apa yang menjadi target dalam output program sehingga
ditemukan solusi bersama “win win solution”. Dan pada
akhirnya fasilitator lokal sebagai community worker bersama
masyarakatlah yang memainkan perannya secara menyeluruh
dengan mengkaji aspek-aspek yang ada untuk dapat
dinegosiasikan, dengan jalan menysun konseptual dasar dari
permasalahan yang ada. Pemetaan masalah ini
memungkinkan dibuatnya suatu wacana solusi-solusi yang
disusun didalam suatu alternative solusi dengan kajian
tentang kelebihan dan kekurangan dari masing masing solusi
tersebut. Solusi ini kemudian di bawa kembali ke dalam
forum dialog dan disesuaikan dengan training of trainer
(TOT) dari World Wide Fund Indonesia.
132

Faktor politis masih menjadi elemen pemberdayaan yang


paling dominan dan dalam meningkatan sikap dan cara
pandang masyarakat setelah dilakukannya program
pemberdayaan masyarakat. Salah satu bentuk aksi negosiasi
yang pernah di lakukan yaitu Rencana aksi masyarakat yang
di lakukan oleh masyarakat desa Rancapinang kampung air
jeruk yang membuka sesi forum dengan Pemerintah provinsi
mendesak perbaikan infrastruktur jalan utama desa tahun
2017. Namun Rencana Aksi Masyarakat ini belum
sepenuhnya diimpelementasikan masyarakat desa lainnya,
karena berdasarkan hasil analisis peneliti, tingkat kemandirian
masyarakat masih belum optimal, suatu Rencana Aksi
Masyarakat masih memerlukan suatu ―pemantik‖ dari pihak
lain, karena tingkat inisiatifnya masih rendah.

10. Kepuasan
Kepuasan merupakan sebuah aspek sikap dan cara
pandang masyarakat berupa penilaian terhadap program,
apakah program sudah dapat dikatakan sesuai dan memenuhi
kebutuhan masyarakat, apakah program telah di laksanakan
sesuai dengan tujuan,visi dan misi yang telah di rencanakan di
awal perencanaan program, dan apakah telah tercapai prinsip
help people to help themshelves (Adi, 2008) dalam program
pemberdayaan masyarakat melalui sekolah lapangan
pertanian ekologis ini.
Berdasarkan data temuan observasi serta analisis yang di
lakukan peneliti, sebagian masyarakat sudah merasa cukup
133

puas dengan terlaksananya program sekolah lapangan


pertanian ekologis, juga di rasa telah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat desa penyangga Taman Nasional Ujung Kulon
yaitu pola pertanian dengan ongkos produksi yang murah,
serta minim perawatan dan resiko gagal panen yang minim.
Namun masih ada hal yang menjadi catatan untuk
program sekolah lapangan pertanian ekologis. Di antaranya
belum terlaksananya proses pembelajaran hingga tahapan
distribusi hasil panen dari masyarakat petani hingga ke pasar.
Sehingga masyarakat desa masih belum mengetahui arah
untuk memasarkan hasil panen nya.

11. Kepercayaan diri


Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek penting
sebagai outcome dari pemberdayaan masyarakat.
Kepercayaan diri juga merupakan salah satu bagian dari
elemen politis, dimana perubahan berupa peningkatan
kepercayaan diri merupakan suatu bekal bagi masyarakat
untuk mengutarakan opini dalam suatu forum internal antar
masyarakat atau forum dengan skala yang lebih besar (forum
komunikasi desa atau forum pertemuan dengan pemerintah
desa) yang juga berpengaruh dalam meningkatkan posisi
tawar menawar masyarakat dalam pembangunan.
Tingkat kepercayaan diri setiap individu dalam
masyarakat lebih dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya
dan pembelajaran selama hidupnya. Meskipun semakin tinggi
tingkat pendidikannya atau semakin tua umurnya belum tentu
134

menjadikan seseorang menjadi lebih percaya diri, namun


lebih banyak ditentukan seberapa jauh pengalaman seseorang
dalam terlibat dalam kegiatan - kegiatan kemasyarakatan.
Namun dalam pelaksanaannya dan sesuai dengan
observasi peneliti di lapangan, program sekolah lapangan
pertanian ekologis telah memberikan pengaruh baik bagi
sebagian masyarakat, dimana tujuan dari outcome program
sekolah lapangan pertanian ekologis salah satunya adalah
meningkatkan kepercayaan diri masyarakat sudah tercapai
dan tergolong tinggi, namun masih ada sebagian kecil
kelompok yang bisa dikatakan belum mengalami peningkatan
dan perubahan. Watson, dalam buku Planning of Change
edisi kedua, menggambarkan beberapa tantangan yang dapat
menghalangi suatu perubahan salah satunya kendala yang
berasal dari kepribadian individu yaitu rasa tidak percaya iri
(Self-Distrust).
Secara teknis, peningkatan kepercayaan diri dalam forum
pembelajaran program sekolah lapangan pertanian ekologis
timbul karena ada proses komunikasi dua arah , antara
masyarakat dengan community worker (fasilitator lokal).
Tugas fasilitator lokal bukan untuk memberikan materi
pembelajaran kepada masyarakat, melainkan sebagai
pemantik agar masyarakat mengevaluasi sendiri pengalaman
bertani nya yang telah di lakukan sebelumnya. Sehingga
dengan mudahnya masyarakat dalam forum mengungkapkan
opini nya dan muncul proses komunikasi dua arah.
135

12. Pengambilan keputusan.


Dalam aspek pengambilan keputusan, hal yang
dianalisis adalah keberanian masyarakat petani dalam
menerapkan metode pertanian organik langsung di lahannya
sendiri. Dalam program sekolah lapangan pertanian ekologis
di istilahkan dengan ―aplikator‖ program. Dari total
masyarakat yang tergabung dalam program sejumlah 354
orang, total aplikator program dari keseluruhan desa adalah
74 orang. Masing-masing desa memiliki perbedaan jumlah
aplikator program, Desa Rancapinang adalah desa dengan
jumlah aplikator program terbanyak dengan 32 orang.
Perbedaan jumlah aplikator pada masing-masing desa di
sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perbedaan kondisi
geografis dan gender. Sedangkan pengaruh gender dalam
pengambilan keputusan antara lain karena partisipan program
sekolah lapangan pertanian ekologis di dominasi oleh
perempuan, sehingga dalam pengaplikasiannya pihak
perempuan terkadang membutuhkan izin dari keluarga atau
suami.
Berdasarkan analisis dari data temuan di bab empat,
juga membuktikan hal lain yakni dalam duabelas aspek sikap
dan cara pandang masyarakat, aspek partisipasi menjadi salah
satu penentu dalam peningkatan pada sebelas aspek lainnya.
Diperkuat dengan beberapa pernyataan dari hasil wawancara
dengan informan, bahwa beberapa informan yang tingkat
partisipasinya rendah (hanya hadir beberapa kali pertemuan),
136

maka akan berpengaruh pada rendahnya tingkat kepedulian


dan kerjasama, kepercayaan diri dan aspek aspek lainnya.

B. Elemen-elemen pemberdayaan.
Menurut toeri prinsip pembangunan menyeluruh salah
satu dari dua puluh dua prinsip community development, Program
pengembangan masayarakat harus memerhatikan beberapa aspek,
di antaranya : Pembangunan sosial, ekonomi, politik, budaya
,lingkungan dan personal/spiritual, dan semuanya mencerminkan
aspek-aspek penting dari kehidupan masayarakat (Ife and
Tesoriero, 2016).
Melalui rangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat
dalam Program sekolah lapangan pertanian ekologis di Desa
Penyangga Kawasan Taman Nasional dapat dikatakan telah
cukup berhasil menjalankan agenda-agenda pemberdayaan yang
diprogramkan, namun untuk dapat dikatakan berdaya maka perlu
terlebih dahulu dilakukan analisis pada masing-masing elemen
pemberdayaan yang dilaksanakan. Elemen-elemen pemberdayaan
yang dilaksanakan dalam kegiatan Program sekolah lapangan
pertanian ekologis terdiri dari tiga hal yaitu pemberdayaan
lingkungan, pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi.
Dalam analisis ini ditambahkan satu elemen lagi yang dapat
dijadikan sebagai tolok ukur tingkat keberdayaan masyarakat
yaitu pemberdayaan politik. Analisis terhadap elemen-elemen
pemberdayaan masyarakat disini tidak secara langsung menilai
tingkat capaian atau keluaran masing-masing kegiatan namun
lebih mengarah pada dampaknya terhadap perubahan sikap dan
137

cara pandang masyarakat pada masing-masing elemen


pemberdayaan tersebut.
Dalam teori evaluasi pemberdayaan menurut fujikake
pada tahapan ketiga merupakan tahapan mengelompokkan dan
menghubungkan antar indikator yang telah dianalisis pada tahap
sebelumnya melalui deskripsi dua belas aspek sikap dan cara
pandang masyarakat. Hasil analisis pada tahap ini adalah grafik
(diagram venn), Diagram venn merupakan diagram yang
menunjukkan irisan dan semua kemungkinan
hubungan, logika, hipotesis di antara sekelompok benda/objek.
Diagram venn dalam teori pemberdayaan fujikake mencari
keterkaitan antar elemen dalam pemberdayaan, yaitu lingkungan,
sosial, ekonomi dan politik. (Fujikake, 2008).
138

GAMBAR 5.1 DIAGRAM VENN ELEMEN


PEMBERDAYAAN

Lingkungan

Sosial

Ekonomi

Politik

Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2019.

Berdasarkan data observasi di lapangan serta analisis


peneliti melalui metode kualitatif dan kuantitatif, dituangkan
dalam diagram venn diatas, pemberdayaan masyarakat melalui
Sekolah Lapangan Pertanian ekologis, elemen pemberdayaan
ekonomi menjadi tujuan utama atau inti dari program
pemberdayaan masayarakat. Karena tujuan utama dari Sekolah
Lapangan Pertanian Ekologis adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa penyangga melalui efektivitas pertanian organik
sekaligus menjaga dan merawat serta melestarikan sumber-
sumber daya alam yang ada diwilayahnya. Elemen pemberdayaan
politik, sosial dan lingkungan menjadi elemen penunjang untuk
terwujudnya keberhasilan pemberdayaan ekonomi karena
indikator keberhasilan program pemberdayaan masyakat bukan
dinilai hanya dari aspek peningkatan kesejahteraan, namun juga
dilihat dari peningkatakan kapasitas masyarakatnya.
139

C. Tingkatan Pencapaian Pemberdayaan


Tahap terakhir dalam teori (Fujikake, 2008) adalah
mengukur tingkatan pencapaian pemberdayaan itu sendiri,
apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu hanya pada
lingkup lokal, regional atau nasional. Dalam teori Fujikake
tingkatan pemberdayaan di golongkan menjadi tiga yaitu micro
level (desa atau lingkungan), mezzo level (hubungan dengan
pemerintah daerah, kota/wilayah, atau dengan organisasi lain),
dan macro level (dalam skala nasional dan program sudah
menjadi sebuah kebijakan pemerintah).
Program sekolah lapangan pertanian ekologis sendiri telah
berjalan mulai tahun 2016 dan masih berjalan hingga saat ini.
Program sekolah lapangan pertanian ekologis saat ini telah di
implementasikan di dua Kecamatan (Kecamatan Sumur dan
Kecamatan Cimanggu) desa penyangga kawasan Taman Nasional
Ujung Kulon Banten, yang terdiri dari dua belas desa. Namun
dalam pelaksanaan sekolah lapangan pertanian ekologis hanya
berjalan pada enam desa saja, yaitu Rancapinang, Cibadak,
Keramat Jaya, Taman Jaya, Ujung Jaya, dan Cimanggu dengan
jumlah partisipan dari tahun 2016 hingga saat ini sebanyak 354
orang yang terbagi dalam beberapa komunitas dari masing
masing desa.
Berdasarkan data pelaksanaan program dan analisis
peneliti, maka program sekolah lapangan pertanian ekologis
masuk dalam kategori program pemberdayaan dalam lingkup
micro level, karena lingkup pelaksanaannya hanya dalam skala
140

komunitas desa saja, dimana belum nampak pengaruh atau


kebijakan dari tingkatan desa atau dari tingkatan komunitas yang
mempengaruhi perkembangan pemberdayaan masyarakat secara
lebih luas, mempengaruhi tingkatan wilayah atau kabupaten/kota.
Walaupun dalam pelaksanaannya program sekolah lapangan
pertanian ekologis sendiri bekerjasama dengan pemeritah daerah,
dalam hal ini adalah pemerintah desa (Pemdes), juga bekerja
sama dengan beberapa organisasi lain diantaranya adalah
Yayasan Fields Indonesia sebagai konsultan program.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka, peneliti
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Model program pemberdayaan masyarakat dalam


program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis
Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis oleh WWF
Indonesia merupakan sebuah program pemberdayaan
masyarakat telah dilaksanakan sesuai dengan teori
community development. Program sekolah lapangan
pertanian ekologis merupakan gabungan dari dua model
community development yaitu model pengembangan
masyarakat lokal (locality development) dan Perencanaan
Sosial (social Planning). Program sekolah lapangan
pertanian ekologis juga sejalan dengan teori
pengorganisasian masyarakat dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan metode penumbuhan
kesadaran kritis, partisipasi aktif, pendidikan
berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi
rakyat. Tahapan dan visi program sekolah lapangan
pertanian ekologis itu sendiri telah dilaksanakan sesuai
dengan teori pengorganisasian masyarakat. Dimana mulai
dilaksanakan secara sistematis mulai dari tahap persiapan
hingga tahap evaluasi. Program sekolah lapangan

141
142

pertanian ekologis telah dilaksanakan dengan konsep


bottom-up dengan pembagian peran yang sesuai dengan
konsep community development, yaitu peran WWF
Indonesia - Ujung Kulon Project sebagai Community
Organizing dan Broker, Fasilitator program berperan
sebagai Enabler dan Pendidik, serta Masyarakat
partisipan program yang memiliki peran yang dominan
sebagai pihak pelaksana program, perencanaan sosial, dan
pengambilan keputusan dalam setiap tahapan program.

2. Kaitan antara program Sekolah Lapang Pertanian


Ekologis oleh WWF Indonesia dan tingkat
kesejahteraan masyarakat desa penyangga di kawasan
konservasi Taman Nasional Ujung Kulon
Pemberdayaan ekonomi sebagai tujuan utama
program pemberdayaan masyarakat bisa dikatakan sudah
dilaksanakan cukup baik. Tingkat keberdayaan dalam
Sikap dan cara pandang masyarakat Desa Penyangga
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon menurut teori
evaluasi pemberdayaan fujikake tergolong dalam tipe 2
atau tipe sedang, dengan indikator : tujuan program telah
tercapai, adanya kepuasan masyarakat sebesar 40% dan
adanya peningkatan kapasitas masyarakat dari segi
leadership dan channeling. Hasil ini didasarkan pada data
kuantitatif yang menunjukan delapan dari lima belas
aspek menunjukan bahwa tingkat sikap dan cara pandang
masyarakat seperti aspek pengemukaan opini, aspek
143

kreativitas, aspek penyusunan tujuan baru, aspek


negosiasi, aspek kepuasan terhadap hasil program, aspek
kepercayaan diri, dan aspek pengambilan keputusan
masuk dalam tingkatan sedang. Program sekolah lapangan
pertanian ekologis termasuk dalam kategori program
pemberdayaan dalam lingkup mikro, karena lingkup
pelaksanaannya hanya dalam skala komunitas desa saja,
dimana belum nampak pengaruh atau kebijakan dari
tingkatan desa atau dari tingkatan komunitas yang
mempengaruhi perkembangan pemberdayaan masyarakat
secara lebih luas, mempengaruhi tingkatan wilayah atau
kabupaten/kota.

B. Saran
Berdasarkan implikasi yang telah diuraikan, terdapat
saran yang akan peneliti berikan untuk Lembaga, Pemerintah
dan stakeholders terkait, dan untuk penelitian selanjutnya
yaitu:
1. Lembaga
Bagi pihak WWF Indonesia, untuk mengembangkan
tahapan pemberdayaan masyarakat bukan terbatas hanya
tahap penanaman sampai tahap panen saja, melainkan
hingga tahap distribusi hasil panen pertanian.
2. Pemerintah dan Stakeholders Terkait
Bagi Pemerintah Kabupaten dan Desa juga bekerja
sama dengan pihak Balai Taman Nasional untuk membuat
kebijakan perluasan wilayah jangkauan program, sehingga
144

terjadi juga pengembangan wilayah keberhasilan program


di keseluhan desa penyangga kasawan Taman Nasional
Ujung Kulon.

3. Penelitian Selanjutnya
Melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang
evaluasi pemberdayaan program Sekolah Lapangan
Pertanian Ekologis dalam persepektif lain agar program
dapat terus berkembang dan berjalan lebih optimal.
Karena semakin optimal berjalannya program
pemberdayaan masyarakat akan mewujudkan terciptanya
kesejahteran masyarakat di Desa Penyangga dan
mewujudkan keseimbangan ekosistem flora dan fauna
yang ada di kawasan Taman Nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan Pengembangan
Masyarakat Dan Intervensi Komunitas. Cet. Ke-1.
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.
———. 2008. Intervensi Komunitas : Pengembangunan
Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Adler, Patricia, and Peter Adler. 2009. Teknik-Teknik Observasi,
Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Baron dan Byrne. 2008. Psikologi Sosial: Jilid 1 Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Bruggemann, W.G. 2014. The Practice of Macro Social Work.
4th ed. Belmont, USA: Brooks/Cole.
Conny R, Semiawan. 2009. Kreativitas Dan Keberbakatan.
Jakarta: PT. Indeks.
Fujikake, Yoko. 2008. Qualitative Evaluation: Evaluating
People’s Empowerent. Vol. Vol 8 No 2. Japan Evaluation
Society.
Ife, Jim, and Frank Tesoriero. 2016. Community Development.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

144
145

International Union for Conservation of Nature. 2008. The IUCN


Red List of Threatened Species Hylobates Moloch.
http://www.redlist.org.
Kerlinger. 2006. Asas–Asas Penelitian Behaviour. Edisi 3.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Miles, B. Mathew, and Michael Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru.
Jakarta: UIP.
Miller, Merton.H. 1977. Debt and Taxes.
Rietbergen-McCracken, Jennifer, and Deepa Narayan. 1998.
Participation and Social Assessment: Tools and
Techniques,Washington D.C. : The International Bank for
Reconstruction and Development/The World Bank.
Salim, Emil. 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan.
Jakarta.
Sasongko, Adi. 1978. Community Organization & Development,
Community Life. Jakarta: BPKM FKM UI.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
———. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Suharto, Edi. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial Dan
Pekerjaan Sosial : Spektrum Pemikiran. Bandung:
Lembaga Studi Pembangunan-STKS.
———. 2005. Membangun Rakyat Memberdayakan Rakyat.
Bandung: PT. Refika Aditama.
146

United Nation Development Programme. 2002. Handbook on


Monitoring and Evaluating for Result. New York: United
Nation Development Programme.

Jurnal :
Fahdillah, Amir. 2007. “Pemberdayaan Kesejahteraan
Masyarakat Kawasan Konservasi: Studi Kasus
Masyarakat Kawasan Taman Nasional Komodo.” Jurnal
Pusat Studi Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tesis :
Mubarak, Zaki. 2009. “Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat
Ditinjau Dari Proses Pengembangan Kapasitas Pada
Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan Di Desa Sastrordirjan
Kabupaten Pekalongan.” Semarang.

Website :
World Wide Fund Indonesia. www.wwf.or.id
Taman Nasional Ujung Kulon Banten. www.ujungkulon.org
Yayasan Field Indonesia. www.field-indonesia.or.id

Dokumen dan Undang – Undang :


BPS Kabupaten Pandeglang, 2019. Kecamatan Sumur dalam
angka 2019. Pandeglang : Badan Pusat Statistik
Kabupaten Pandeglang. Dipublikasikan.
147

BPS Kabupaten Pandeglang, 2019. Kecamatan Cimanggu dalam


angka 2019. Pandeglang : Badan Pusat Statistik
Kabupaten Pandeglang. Dipublikasikan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistmnya.

Peraturan Daerah Pandeglang. 2013. Nomor 2 Tahun 2013


Tentang Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional
Ujung Kulon.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017.
Nomor P.43 Tahun 2o17 tentang Pemberdayaan
Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka alam dan Kawasan
Pelestarian Alam.

Wawancara :
Ajat. 2019. Fasilitator Lokal Program Sekolah Lapangan
Pertanian Ekologis Desa Cibadak Kecamatan Cimanggu
Diwawancara oleh Refiandi Riansah.
Mbah Kiwong. 2019. Fasilitator Lokal Program Sekolah
Lapangan Pertanian Ekologis Desa Ujung Jaya
Kecamatan Cimanggu Diwawancara oleh Refiandi
Riansah.
Na’ah. 2019. Partisipan Program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis Desa Ujung Jaya Kecamatan Cimanggu
Diwawancara oleh Refiandi Riansah.
148

Idah. 2019. Partisipan Program Sekolah Lapangan Pertanian


Ekologis Desa Cibadak Kecamatan Cimanggu
Diwawancara oleh Refiandi Riansah.
Nuriah. 2019. Partisipan Program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis Desa Ujung Jaya Kecamatan Cimanggu
Diwawancara oleh Refiandi Riansah.
Sakiwan. 209. Partisipan Program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis Desa Ujung Jaya Kecamatan Cimanggu
Diwawancara oleh Refiandi Riansah.
Dace. 2019. Pemerintah Desa Cibadak Kecamatan Cimanggu
Diwawancara oleh Refiandi Riansah.
LAMPIRAN
149

Lampiran 1
Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal
150

Lampiran 2
Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
151

Lampiran 3
Surat Izin Penelitian
152

Lampiran 4
Surat Izin Penelitian Taman Nasional Ujung Kulon
153

Lampiran 5
KUESIONER PENELITIAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, saya Refiandi Riansah,
mahasiswa S1 Program Studi Kesejahteraan Sosial Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini sedang melakukan penelitian
untuk persyaratan mencapai gelar sarjana. Untuk itu, saya memohon
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner yang akan diberikan.
Bapak/Ibu/Saudara/i dipersilahkan untuk mengisi kuesioner ini
dengan mengikuti petunjuk pengisian yang diberikan dan TIDAK ADA
JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Bapak/Ibu/Saudara/i diharapkan
mengisi jawaban sesuai dengan keadaan saat ini. Data diri dan semua jawaban
Bapak/Ibu akan diolah secara general, bukan perorangan. Data dalam
penelitian ini akan dijaga KERAHASIAANNYA dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian.

Demikian atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i mengisi


kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Hormat Saya,

Refiandi Riansah
154

PETUNJUK PENGISIAN:
1. Untuk pertanyaan yang bersifat pilihan, silahkan memilih jawaban yang
paling sesuai dengan pandangan dan pengetahuan Bapak/Ibu/Saudara/i,
dengan cara memberikan tanda (X atau √) pada pilihan jawaban yang
di sediakan.
2. Daftar pertanyaan berikut mohon diisi dengan kondisi yang sebenarnya
menurut pengetahuan Bapak/Ibu/Saudara/i.

I. IDENTITAS RESPONDEN
a. Nama/Inisial : ………………..
b. Umur : …………… Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan
*coret yang tidak perlu
d. Pekerjaan :…………………..
e. Pendidikan Terakhir :
 Tidak Sekolah
 SD / SR
 SMP / St / Madrasah Tsanawiyah.
 SMA / SMK / Madrasah Aliyah
 Diploma / Sarjana
155

DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER

1. Apakah anda pernah mengikuti pertemuan yang diadakan dalam


kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis?
 Ya
 Tidak

2. Apakah anda selalu menghadiri setiap undangan pertemuan yang


dilaksanakan dalam sekolah lapangan pertanian ekologis?
 Ya, saya selalu datang
 Sering datang
 Kadang–kadang datang
 Jarang datang
 Tidak pernah datang

3. Apakah anda selalu memberikan masukan atau usul dalam


pertemuan yang dilaksanakan dalam kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis?
 Ya, saya selalu memberikan usul
 Sering memberikan usul
 Kadang – kadang
 Jarang
 Tidak pernah

4. Apakah anda pernah memperbincangkan kegiatan pembangunan


yang dilaksanakan sekolah lapangan pertanian ekologis di luar forum
sekolah lapangan pertanian ekologis (misalkan di rumah, warung,
dsb) bersama teman, saudara atau orang lain?
 Ya, sangat sering
 Sering
 Kadang – kadang
 Jarang
 Tidak pernah
156

5. Apakah anda telah menyadari akar permasalahan setiap masalah


kemiskinan dalam pembangunan selama ini?
 Ya, sangat menyadari
 Cukup menyadari
 Biasa saja
 Kurang menyadari
 Tidak sadar

6. Apakah anda telah tergerak (secara hati nurani) untuk berperan aktif
dalam setiap pembangunan di lingkungan anda?
 Ya, sangat tergerak
 Sedikit tergerak
 Biasa – biasa saja
 Kurang tergerak
 Belum tergerak

7. Apakah anda selalu mengajak orang lain atau bekerja secara


kelompok dalam kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis?
 Ya, selalu
 Sering
 Kadang – kadang
 Jarang
 Tidak pernah

8. Apakah anda mempunyai ide‐ide atau pemikiran baru dalam


pembangunan di lingkungan setelah mengikuti proses‐proses atau
pertemuan sekolah lapangan pertanian ekologis?
 Ya, selalu
 Sering menemukan ide baru
 Kadang – kadang
 Jarang menemukan ide baru
 Tidak pernah menemukan ide baru
157

9. Apakah anda pernah memikirkan bagaimana memecahkan atau


menanggulangi masalah kemiskinan di lingkungan sekitar anda?
 Ya, selalu
 Sering
 Kadang – kadang
 Jarang
 Tidak pernah

10. Apakah anda pernah memikirkan untuk membangun desa yang ada
sekarang menjadi bentuk/konsep yang baru?
 Ya, selalu
 Sering
 Kadang – kadang saja
 Jarang
 Tidak pernah

11. Apakah anda suka memberikan pendapat dalam menyampaikan


suatu program atau usulan kegiatan agar dapat terlaksana?
 Ya, sangat sering
 Sering
 Kadang – kadang
 Jarang
 Tidak pernah

12. Apakah anda puas terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan dalam
sekolah lapangan pertanian ekologis selama ini?
 Ya, sangat puas
 Cukup puas
 Biasa – biasa saja
 Kurang puas
 Tidak puas
158

13. Apakah setelah mengikuti agenda‐agenda kegiatan sekolah lapangan


pertanian ekologis sekarang anda menjadi lebih percaya diri (berani
berpendapat, berani berbicara di depan umum, dsb)
 Ya, sangat percaya diri
 Sering
 Kadang – kadang
 Jarang
 Tidak pernah

14. Menurut pandangan anda, apakah kegiatan sekolah lapangan


pertanian ekologis telah dilaksanakan dengan baik sesuai kebutuhan
masyarakat?
 Ya, sangat baik
 Cukup baik
 Biasa – biasa saja
 Kurang baik
 Tidak baik

15. Apakah anda berani bertanggung jawab dalam setiap keputusan yang
diambil yang terkait dengan kepentingan masyarakat
 Ya, sangat berani
 Cukup berani
 Biasa biasa saja
 Kurang berani
 Tidak berani
159

Lampiran 6
ANALISIS DATA HASIL ISIAN KUESIONER
DATA RESPONDEN
NO NAMA USIA GENDER JOB PENDIDIKAN DESA
1 MARHAD DONI 29 LAKI-LAKI PETANI SMA TAMAN JAYA
2 SAKIWAN 43 LAKI-LAKI PETANI SMP TAMAN JAYA
3 SAHIM 70 LAKI-LAKI PETANI TIDAK SEKOLAH TAMAN JAYA
4 MARGANA 50 PEREMPUAN IRT SD TAMAN JAYA
5 MASKIAH 22 PEREMPUAN IRT SD TAMAN JAYA
6 NUNU 30 LAKI-LAKI SWASTA SD TAMAN JAYA
7 DUDIH 35 LAKI-LAKI PETANI SD TAMAN JAYA
8 NENI 30 PEREMPUAN IRT SD TAMAN JAYA
9 NUR 39 PEREMPUAN IRT SD TAMAN JAYA
10 SAEPUDIN 35 LAKI-LAKI WIRASWASTA SMA TAMAN JAYA
11 ENCUN SURTIAH 47 PEREMPUAN IRT SD TAMAN JAYA
12 CICIH 31 PEREMPUAN IRT SD TAMAN JAYA
13 SATURA 55 LAKI-LAKI PETANI SD TAMAN JAYA
14 MAS'UD 46 LAKI-LAKI PETANI SD UJUNG JAYA
15 NONI 38 PEREMPUAN PETANI SMP UJUNG JAYA
16 NAAH 50 PEREMPUAN PETANI SD UJUNG JAYA
17 NURIAH 40 PEREMPUAN PETANI SD UJUNG JAYA
18 UKMI 45 PEREMPUAN PETANI SD UJUNG JAYA
19 UNAH 35 PEREMPUAN IRT SMP UJUNG JAYA
20 ISAH 35 PEREMPUAN IRT SD UJUNG JAYA
160

NO NAMA USIA GENDER JOB PENDIDIKAN DESA


21 IDAH KHODIZAH 30 PEREMPUAN IRT SD UJUNG JAYA
22 TIMAN 38 LAKI-LAKI PETANI SMP UJUNG JAYA
23 EMAN PUJA 36 LAKI-LAKI PETANI SMP UJUNG JAYA
24 ENDANG 42 LAKI-LAKI WIRASWASTA SMA UJUNG JAYA
25 MAMAN 41 LAKI-LAKI PETANI SMA UJUNG JAYA
26 DUDI 30 LAKI-LAKI PETANI SD UJUNG JAYA
27 SITI 30 PEREMPUAN WIRASWASTA SD UJUNG JAYA
28 ADE SURTINI 39 PEREMPUAN WIRASWASTA SMP CIBADAK
29 ARTINA 28 LAKI-LAKI PETANI SMA CIBADAK
30 RATIAH 70 PEREMPUAN PETANI TIDAK SEKOLAH CIBADAK
31 TAWI 45 PEREMPUAN PETANI SD CIBADAK
32 EROS 35 PEREMPUAN IRT SD CIBADAK
33 NIRAH 33 PEREMPUAN PETANI SD CIBADAK
34 RATNA 45 PEREMPUAN IRT SD CIBADAK
35 SUSI 24 PEREMPUAN IRT SD CIBADAK
36 ETI NURKHAYATI 56 PEREMPUAN KADER DESA SD CIBADAK
37 YANTI 39 PEREMPUAN IRT SD CIBADAK
38 RANI 24 PEREMPUAN GURU SARJANA CIBADAK
39 IDAH 38 PEREMPUAN PETANI SD CIBADAK
40 YANDRI 29 LAKI-LAKI WIRASWASTA SARJANA CIBADAK
161

NO NAMA USIA GENDER JOB PENDIDIKAN DESA


41 DADANG 30 LAKI-LAKI PETANI SMP RANCAPINANG
42 TEDI 51 LAKI-LAKI PETANI SD RANCAPINANG
43 NGATINAH 49 LAKI-LAKI PETANI SMP RANCAPINANG
44 AGUS 37 LAKI-LAKI PETANI SMP RANCAPINANG
45 ASEP 48 LAKI-LAKI PETANI SD RANCAPINANG
46 NENENG 48 PEREMPUAN PETANI SD RANCAPINANG
47 SARAH 30 PEREMPUAN IRT SMP RANCAPINANG
48 RUDIN 35 LAKI-LAKI PETANI SMP RANCAPINANG
49 ELAH 36 PEREMPUAN IRT SD RANCAPINANG
50 HERNI 36 PEREMPUAN IRT SMP RANCAPINANG
51 NASRIP SAEPUDIN 32 LAKI-LAKI WIRASWASTA SMA RANCAPINANG
52 USEP SAEFUL BAHRI 48 LAKI-LAKI WIRASWASTA SMP RANCAPINANG
53 HERMAN 29 LAKI-LAKI PETANI SMA RANCAPINANG
162

Lampiran 7
DATA ISIAN KUESIONER

NO NAMA Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15


1 MARHAD DONI 5 4 4 4 5 5 3 5 5 4 4 5 5 4
2 SAKIWAN 5 5 3 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 4
3 SAHIM 4 2 3 4 4 3 3 4 4 2 4 2 4 2
4 MARGANA 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3
5 MASKIAH 5 3 3 4 5 3 3 3 5 3 4 3 4 5
6 NUNU 3 3 2 2 4 2 2 1 3 2 4 2 4 3
7 DUDIH 3 3 4 4 5 5 2 4 2 5 4 3 4 2
8 NONI 5 3 4 5 4 5 3 3 3 3 5 5 4 4
9 NUR 3 4 5 4 5 1 3 3 1 3 5 3 5 3
10 SAEPUDIN 3 3 3 4 5 3 4 5 5 3 2 3 4 5
11 ENCUN SURTIAH 5 3 3 5 4 4 3 4 4 4 4 5 5 4
12 CICIH 5 5 1 4 5 4 4 2 2 4 4 5 4 2
13 SATURA 5 3 4 4 5 5 3 4 4 4 5 5 4 2
14 MAS'UD 4 3 3 5 5 3 3 4 3 3 5 4 5 5
15 NENI 5 3 4 5 5 4 4 5 4 4 5 3 4 5
16 NAAH 2 2 4 2 2 1 1 3 3 1 2 1 4 4
17 NURIAH 3 3 4 1 1 1 1 4 4 3 2 1 4 4
18 UKMI 5 3 4 1 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5
19 UNAH 3 3 4 2 5 4 2 4 4 3 2 1 4 4
20 ISAH 4 3 4 5 5 4 4 4 4 3 2 3 5 5
163

NO NAMA Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15


21 IDAH KHODIZAH 3 3 4 2 4 1 2 4 2 3 1 3 5 5
22 TIMAN 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 4 4 5 4
23 EMAN PUJA 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 2 1 4 4
24 ENDANG 5 5 3 5 2 3 5 4 4 2 4 2 5 2
25 MAMAN 3 3 3 5 4 5 2 2 4 3 2 3 5 5
26 DUDI 3 3 3 5 4 5 2 2 2 3 2 3 5 5
27 SITI 3 3 3 5 4 1 2 2 2 3 2 3 5 5
28 ADE SURTINI 5 5 5 5 4 5 5 3 3 5 4 4 5 3
29 ARTINA 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5
30 RATIAH 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5
31 TAWI 5 5 4 5 4 5 3 5 5 4 2 5 2 5
32 EROS 4 3 3 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5
33 NIRAH 4 1 3 5 4 4 5 4 3 5 4 1 4 3
34 RATNA 4 1 3 5 4 1 2 3 5 3 5 5 5 4
35 SUSI 4 2 2 4 3 3 3 4 3 3 4 5 4 4
36 ETI NURKHAYATI 3 2 4 3 3 5 3 5 5 5 5 5 5 5
37 YANTI 4 3 5 5 5 5 4 5 5 4 4 5 5 5
38 RANI 4 3 4 4 4 5 4 3 3 2 4 4 4 4
39 IDAH 5 1 4 4 3 2 1 4 5 2 3 1 3 1
40 YANDRI 4 3 4 2 5 5 3 3 5 3 2 3 4 4
164

NO NAMA Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15


41 DADANG 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
42 TEDI 3 5 3 4 4 5 3 1 2 3 5 5 5 1
43 NGATINAH 3 2 3 4 3 4 4 4 1 1 4 4 3 1
44 AGUS 3 2 3 4 3 4 4 4 1 1 4 3 4 1
45 ASEP 3 2 3 4 3 4 4 4 1 1 2 3 4 1
46 NENENG 3 2 3 4 3 4 4 4 1 4 4 3 4 1
47 SARAH 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
48 RUDIN 3 4 5 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 1
49 ELAH 3 5 3 4 4 5 3 1 4 3 5 5 5 1
50 HERNI 5 3 3 4 4 3 2 2 2 3 2 3 2 4
51 NASRIP SAEPUDIN 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4
52 USEP SAEFUL BAHRI 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 2 5 4 5
53 HERMAN 5 3 4 5 4 5 3 5 4 3 2 5 5 4
165

Lampiran 8
ANALISIS DESKRIPTIF DAN FREKUENSI

Data Statistic Hasil Isian Kuesioner


Dari hasil pengisian kuesioner oleh responden terkumpul 53 isian yang
valid, dengan hasil sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini :

TABEL 8.1 HASIL ANALISIS STATISTIK DEKRIPTIF


HASIL PENGISIAN KUESIONER

Statistics
N Mean Mode
Valid Missing
Q2 53 0 4.04 5
Q3 53 0 3.25 3
Q4 53 0 3.62 3
Q5 53 0 4.00 4
Q6 53 0 4.13 5
Q7 53 0 3.81 5
Q8 53 0 3.21 3
Q9 53 0 3.68 4
Q10 53 0 3.57 5
Q11 53 0 3.40 3
Q12 53 0 3.55 4
Q13 53 0 3.57 5
Q14 53 0 4.28 4
Q15 53 0 3.62 5
166

TABEL 8.2 HASIL ANALISIS STATISTIK DESKRIPTIF


VARIABEL HASIL PENGISIAN KUESIONER

Descriptive Statistics

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation Variance
PARTISIPASI 53 2.00 5.00 4.0377 .93977 .883
OPINI 53 2.00 5.00 3.4906 .79958 .639
KESADARAN 53 1.00 5.00 4.0000 1.09193 1.192
TINDAKAN 53 1.00 5.00 4.1321 .98132 .963
KERJASAMA 53 1.00 5.00 3.8113 1.31641 1.733
KREATIVITAS 53 1.00 5.00 3.2075 1.04437 1.091
TUJUAN BARU 53 1.00 5.00 3.5660 1.35177 1.827
NEGOSIASI 53 1.00 5.00 3.3962 1.16585 1.359
KEPUASAN 53 2.00 5.00 3.8113 .86172 .743
KEPERCAYAAN
53 1.00 5.00 3.5660 1.35177 1.827
DIRI
MANAJERIAL 53 1.00 5.00 3.6792 1.13973 1.299
KEPUTUSAN 53 1.00 5.00 3.6226 1.44417 2.086
Valid N (listwise) 53
167

Lampiran 9
Data Statistik Responden
Dalam penelitian ini, subjek yang menjadi responden adalah warga desa
penyangga Taman Nasional Ujung Kulon dari 4 desa di kecamatan Sumur, yaitu
desa Cibadak, Rancapinang, Taman Jaya dan Ujung Jaya, dengan jumlah
responden yang valid sebanyak 53 orang dan keseluruhan responden pernah
terlibat dalam kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis.
Berdasarkan pembagian golongan usia responden, terdapat 14 orang
masuk dalam golongan pemuda (usia di bawah 30 tahun), 34 orang dewasa (usia
31 s.d. 50 tahun), dan 5 orang dalam golongan tua (usia di atas 51 tahun).
Distribusi responden berdasarkan golongan usia tercantum dalam tabel :

TABEL 9.1 DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN


GOLONGAN USIA

GOL_USIA

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid PEMUDA 14 26.4 26.4 26.4
DEWASA 34 64.2 64.2 90.6
TUA 5 9.4 9.4 100.0
Total 53 100.0 100.0
168

Berdasarkan pengelompokan Jenis Kelamin responden, terdapat 24 orang


laki-laki dan 29 orang perempuan. Distribusi responden berdasarkna golongan
Jenis Kelamin tercantum dalam tabel :

TABEL 9.2 DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN


GOLONGAN JENIS KELAMIN

JENIS_KELAMIN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid LAKI-LAKI 24 45.3 45.3 45.3
PEREMPUAN
29 54.7 54.7 100.0

Total 53 100.0 100.0

Berdasarkan tingkat Pendidikan responden, terdapat 3 orang sarjana, 7


orang tamat SMA, 13 orang tamat SMP, 29 orang tamat SD dan 2 orang tidak
sekolah. Distribusi responden berdasarkna golongan Tingkat pendidikan
tercantum dalam tabel :

TABEL 9.3 DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN


TINGKAT PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid TIDAK
SEKOLAH 2 3.8 3.8 3.8

SD/SR 29 54.7 54.7 58.5


SMP/St/MT
13 24.5 24.5 83.0

SMA/SMK/MA
7 13.2 13.2 96.2

SARJANA 2 3.8 3.8 100.0


Total 53 100.0 100.0
169

Lampiran 10
Data Statistik Hasil Isian Kuesioner

Pertanyaan Q2
Pertanyaan :
Apakah anda selalu menghadiri setiap undangan pertemuan yang
dilaksanakan dalam sekolah lapangan pertanian ekologis?
Jawaban :
 Tidak pernah datang (1)
 Jarang datang (2)
 Kadang–kadang datang (3)
 Sering datang (4)
 Sangat sering datang (5)

TABEL 10.1 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q2
Q2

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 2 1 1.9 1.9 1.9
3 19 35.8 35.8 37.7
4 10 18.9 18.9 56.6
5 23 43.4 43.4 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q3
Pertanyaan :
Apakah anda selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan
yang dilaksanakan dalam kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis?
 Tidak pernah memberi usul (1)
 Jarang (2)
 Kadang–kadang (3)
 Sering memberi usul(4)
 Sangat sering memberi usul (5)
170

TABEL 10.2 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q3
Q3

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 3 5.7 5.7 5.7
2 9 17.0 17.0 22.6
3 23 43.4 43.4 66.0
4 8 15.1 15.1 81.1
5 10 18.9 18.9 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q4
Pertanyaan :
Apakah anda pernah memperbincangkan kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan sekolah lapangan pertanian ekologis di luar forum sekolah
lapangan pertanian ekologis (misalkan di rumah, warung, dsb) bersama
teman, saudara atau orang lain?
Jawaban :
 Tidak pernah (1)
 Jarang (2)
 Kadang–kadang (3)
 Sering (4)
 Sangat sering (5)

TABEL 10.3 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q4
Q4

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 1 1.9 1.9 1.9
2 3 5.7 5.7 7.5
3 20 37.7 37.7 45.3
4 20 37.7 37.7 83.0
5 9 17.0 17.0 100.0
Total 53 100.0 100.0
171

Pertanyaan Q5
Pertanyaan :
Apakah anda telah menyadari akar permasalahan setiap masalah
kemiskinan dalam pembangunan selama ini?
Jawaban :
 Tidak menyadari (1)
 Kurang menyadari (2)
 Biasa saja (3)
 Cukup menyadari (4)
 Sangat menyadari (5)

TABEL 10.4 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q5
Q5

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 2 3.8 3.8 3.8
2 6 11.3 11.3 15.1
3 1 1.9 1.9 17.0
4 25 47.2 47.2 64.2
5 19 35.8 35.8 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q6
Pertanyaan :
Apakah anda telah tergerak (secara hati nurani) untuk berperan aktif
dalam setiap pembangunan di lingkungan anda?
Jawaban :
 Belum tergerak (1)
 Kurang tergerak (2)
 Biasa – biasa saja (3)
 Sedikit tergerak (4)
 Ya, sangat tergerak (5)
172

TABEL 10.5 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q6
Q6

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 1 1.9 1.9 1.9
2 3 5.7 5.7 7.5
3 7 13.2 13.2 20.8
4 19 35.8 35.8 56.6
5 23 43.4 43.4 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q7
Pertanyaan :
Apakah anda selalu mengajak orang lain atau bekerja secara kelompok
dalam kegiatan sekolah lapangan pertanian ekologis?
Jawaban :
 Tidak pernah(1)
 Jarang (2)
 Kadang–kadang (3)
 Sering (4)
 Sangat sering (5)

TABEL 10.6 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q7
Q7

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 6 11.3 11.3 11.3
2 2 3.8 3.8 15.1
3 9 17.0 17.0 32.1
4 15 28.3 28.3 60.4
5 21 39.6 39.6 100.0
Total 53 100.0 100.0
173

Pertanyaan Q8
Pertanyaan :
Apakah anda mempunyai ide‐ide atau pemikiran baru dalam
pembangunan di lingkungan setelah mengikuti proses‐proses atau
pertemuan sekolah lapangan pertanian ekologis?
Jawaban :
 Tidak pernah (1)
 Jarang (2)
 Kadang – kadang (3)
 Sering (4)
 Sangat sering (5)

TABEL 10.7 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q8
Q8

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 3 5.7 5.7 5.7
2 10 18.9 18.9 24.5
3 18 34.0 34.0 58.5
4 17 32.1 32.1 90.6
5 5 9.4 9.4 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q9
Pertanyaan :
Apakah anda pernah memikirkan bagaimana memecahkan atau
menanggulangi masalah kemiskinan di lingkungan sekitar anda?
Jawaban :
 Tidak pernah (1)
 Jarang (2)
 Kadang – kadang (3)
 Sering (4)
 Sangat sering (5)
174

TABEL 10.8 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q9
Q9

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 3 5.7 5.7 5.7
2 6 11.3 11.3 17.0
3 9 17.0 17.0 34.0
4 22 41.5 41.5 75.5
5 13 24.5 24.5 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q10
Pertanyaan :
Apakah anda pernah memikirkan untuk membangun desa yang ada
sekarang menjadi bentuk/konsep yang baru?
Jawaban :
 Tidak pernah (1)
 Jarang (2)
 Kadang – kadang (3)
 Sering (4)
 Sangat sering (5)

TABEL 10.9 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q10
Q10

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 5 9.4 9.4 9.4
2 8 15.1 15.1 24.5
3 10 18.9 18.9 43.4
4 12 22.6 22.6 66.0
5 18 34.0 34.0 100.0
Total 53 100.0 100.0
175

Pertanyaan Q11
Pertanyaan :
Apakah anda suka memberikan pendapat dalam menyampaikan suatu
program atau usulan kegiatan agar dapat terlaksana?
Jawaban :
 Tidak pernah (1)
 Jarang (2)
 Kadang – kadang (3)
 Sering (4)
 Sangat sering (5)

TABEL 10.10 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q11
Q11

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 4 7.5 7.5 7.5
2 6 11.3 11.3 18.9
3 19 35.8 35.8 54.7
4 13 24.5 24.5 79.2
5 11 20.8 20.8 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q12
Pertanyaan :
Apakah anda puas terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan dalam
sekolah lapangan pertanian ekologis selama ini?
Jawaban :
 Tidak puas (1)
 Kurang puas (2)
 Biasa – biasa saja (3)
 Cukup puas (4)
 Ya, sangat puas (5)
176

TABEL 10.11 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q12
Q12

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 1 1.9 1.9 1.9
2 16 30.2 30.2 32.1
3 2 3.8 3.8 35.8
4 21 39.6 39.6 75.5
5 13 24.5 24.5 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q13
Pertanyaan :
Apakah setelah mengikuti agenda‐agenda kegiatan sekolah lapangan
pertanian ekologis sekarang anda menjadi lebih percaya diri (berani
berpendapat, berani berbicara di depan umum, dsb) ?
 Tidak berani (1)
 Kurang berani (2)
 Biasa saja (3)
 Cukup percaya diri (4)
 Sangat percaya diri (5)

TABEL 10.12 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q13
Q13

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 6 11.3 11.3 11.3
2 4 7.5 7.5 18.9
3 16 30.2 30.2 49.1
4 8 15.1 15.1 64.2
5 19 35.8 35.8 100.0
Total 53 100.0 100.0
177

Pertanyaan Q14
Pertanyaan :
Menurut pandangan anda, apakah kegiatan sekolah lapangan pertanian
ekologis telah dilaksanakan dengan baik sesuai kebutuhan masyarakat?
Jawaban :
 Belum sesuai (1)
 Kurang sesuai (2)
 Biasa – biasa saja (3)
 Cukup baik (4)
 Ya, sangat baik (5)

TABEL 10.13 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q14
Q14

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 2 3 5.7 5.7 5.7
3 2 3.8 3.8 9.4
4 25 47.2 47.2 56.6
5 23 43.4 43.4 100.0
Total 53 100.0 100.0

Pertanyaan Q15
Pertanyaan :
Apakah anda berani bertanggung jawab dalam setiap keputusan yang
diambil yang terkait dengan kepentingan masyarakat
 Tidak berani (1)
 Kurang berani (2)
 Biasa biasa saja (3)
 Cukup berani (4)
 Ya, sangat berani (5)
178

TABEL 10.14 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN


UNTUK PERTANYAAN Q15
Q15

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 8 15.1 15.1 15.1
2 5 9.4 9.4 24.5
3 5 9.4 9.4 34.0
4 16 30.2 30.2 64.2
5 19 35.8 35.8 100.0
Total 53 100.0 100.0
179

Lampiran 11
Data Statistik Hasil Isian Kuesioner
Kuesioner yang digunakan menggunakan skala likert dengan pilihan
jawaban sebanyak 5 butir. Dalam analisis ini peneliti mengelompokan
jawaaban responden menjadi 3 kelompok yaitu nilai rendah, sedang, dan
tinggi dengan membagi tiga range pilihan jawaban yang tersedia.

Data variabel penelitian perlu dikategorikan dengan langkahlangkah


menurut (Arikunto 2010, 299) sebagai berikut:
a. Kelompok tinggi, semua responden yang mempunyi skor sebanyak
skor rata-rata plus 1 (+1) standar deviasi (X≥Mi + 1 SDi)
b. Kelompok sedang, semua responden yang mempunyai skor antara
skor rata-rata minus 1 standar deviasi dan skor rata-rata plus 1
standar deviasi (antara (Mi – 1SDi ) ≤ X < (Mi + SDi)
c. Kelompok kurang, semua responden yang mempunyai skor lebih
rendah dari skor rata-rata minus 1 standar deviasi (X < Mi- 1 SDi)
Sedangkan harga Mean ideal (Mi) dan Standar Deviasi ideal ( SDi)
diperoleh berdasarkan rumus berikut :
Mean ideal (Mi) = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
Standar Deviasi ideal (SDi) = 1/6 (skor tertinggi - skor terendah)

Keterangan :
X ≤ 2,33 : RENDAH
2,33 < x ≤ 3,66 : SEDANG
X > 3,66 : TINGGI
180

a. Tingkat Partisipasi
Variabel tingkat partisipasi masyarakat diperoleh dari nilai rata-rata
isian kuesioner untuk pertanyaan Q2.

TABEL 11.1
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL TINGKAT PARTISIPASI

PARTISIPASI

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 1 1.9 1.9 1.9
SEDANG 18 34.0 34.0 35.8
TINGGI 34 64.2 64.2 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 1 orang masuk dalam kelompok tingkat


partisipasi rendah (R), 18 orang tingkat partisipasi sedang (S) dan 34
orang tingkat partisipasi tinggi (T)

b. Penyampaian opini
Variabel Penyampaian opini diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q3 dan Q4.
TABEL 11.2
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL PENYAMPAIAN OPINI

OPINI

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 8 15.1 15.1 15.1
SEDANG 26 49.1 49.1 64.2
TINGGI 19 35.8 35.8 100.0
Total 53 100.0 100.0
181

Dari 53 responden didapatkan 8 orang masuk dalam kelompok tingkat


penyampaian opini rendah (R), 26 orang tingkat penyampaian opini
sedang (S) dan 19 orang tingkat penyampaian opini tinggi (T).

c. Perubahan kesadaran
Variabel Perubahan kesadaran masyarakat diperoleh dari nilai rata-rata
isian kuesioner untuk pertanyaan Q5.

TABEL 11.3
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL PERUBAHAN KESADARAN

KESADARAN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 7 13.2 13.2 13.2
SEDANG 10 18.9 18.9 32.1
TINGGI 36 67.9 67.9 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 7 orang masuk dalam kelompok tingkat


perubahan kesadaran rendah (R), 10 orang tingkat perubahan
kesadaran i sedang (S) dan 36 orang tingkat perubahan kesadaran
tinggi (T).
182

d. Pengambilan tindakan
Variabel Pengambilan Tindakan diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q6.
TABEL 11.4
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL PENGAMBILAN TINDAKAN

TINDAKAN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 6 11.3 11.3 11.3
SEDANG 1 1.9 1.9 13.2
TINGGI 46 86.8 86.8 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 6 orang masuk dalam kelompok tingkat


pengambilan tindakan rendah (R), 1 orang tingkat pengambilan
tindakan sedang (S) dan 46 orang tingkat pengambilan tindakan tinggi
(T).

e. Kepedulian dan kerjasama


Variabel Kepedulian dan Kerjasama diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q7.
TABEL 11.5
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL KEPEDULIAN DAN KERJASAMA

KEPEDULIAN_KERJASAMA

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 8 15.1 15.1 15.1
SEDANG 9 17.0 17.0 32.1
TINGGI 36 67.9 67.9 100.0
Total 53 100.0 100.0
183

Dari 53 responden didapatkan 8 orang masuk dalam kelompok tingkat


kepedulian dan kerjasama rendah (R), 9 orang tingkat kepedulian dan
kerjasama sedang (S) dan 36 orang tingkat kepedulian dan kerjasama
tinggi (T).

f. Kreativitas
Variabel tingkat Kreativitas diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q8.

TABEL 11.6
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL TINGKAT KREATIVITAS
KREATIVITAS

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 13 24.5 24.5 24.5
SEDANG 18 34.0 34.0 58.5
TINGGI 22 41.5 41.5 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 13 orang masuk dalam kelompok


tingkat kreativitas rendah (R), 18 orang tingkat kreativitas sedang (S)
dan 22 orang tingkat kreativitas tinggi (T).
184

g. Penyusunan tujuan baru


Variabel Penyusunan Tujuan Baru diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q10.
TABEL 11.7
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL PENYUSUNAN TUJUAN BARU

MENYUSUN_TUJUAN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 13 24.5 24.5 24.5
SEDANG 10 18.9 18.9 43.4
TINGGI 30 56.6 56.6 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 13 orang masuk dalam kelompok


tingkat penyusunan tujuan baru yang rendah (R), 10 orang tingkat
penyusunan tujuan baru yang sedang (S) dan 30 orang tingkat
penyusunan tujuan baru yang tinggi (T).

h. Negosiasi
Variabel Negosiasi masyarakat diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q11.
TABEL 11.8
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL NEGOSIASI

NEGOISASI

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 10 18.9 18.9 18.9
SEDANG 20 37.7 37.7 56.6
TINGGI 23 43.4 43.4 100.0
Total 53 100.0 100.0
185

Dari 53 responden didapatkan 10 orang masuk dalam kelompok


tingkat negosiasi rendah (R), 20 orang tingkat negosiasi sedang (S) dan
23 orang tingkat negosiasi tinggi (T).

i. Kepuasan
Variabel Kepuasan masyarakat diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q12 dan Q14.
TABEL 11.9
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL KEPUASAN

KEPUASAN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 6 11.3 11.3 11.3
SEDANG 16 30.2 30.2 41.5
TINGGI 31 58.5 58.5 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 6 orang masuk dalam kelompok tingkat


kepuasan rendah (R), 16 orang tingkat kepuasan sedang (S) dan 31
orang tingkat kepuasan tinggi (T).
186

j. Kepercayaan diri
Variabel tingkat Kepercayaan diri diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q13.
TABEL 11.10
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI

KEPERCAYAAN_DIRI

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 10 18.9 18.9 18.9
SEDANG 15 28.3 28.3 47.2
TINGGI 28 52.8 52.8 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 10 orang masuk dalam kelompok


tingkat kepercayaan diri rendah (R), 15 orang tingkat kepercayaan diri
sedang (S) dan 28 orang tingkat kepercayaan diri tinggi (T).

k. Keterampilan manajerial
Variabel Keterampilan manajerial diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q9.
TABEL 11.11
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL KETERAMPILAN MANAJERIAL

KEMAMPUAN_MANAJERIAL

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 9 17.0 17.0 17.0
SEDANG 9 17.0 17.0 34.0
TINGGI 35 66.0 66.0 100.0
Total 53 100.0 100.0
187

Dari 53 responden didapatkan 9 orang masuk dalam kelompok tingkat


kemampuan manajerial rendah (R), 9 orang tingkat kemampuan
manajerial sedang (S) dan 35 orang tingkat kemampuan manajerial
tinggi (T).

l. Pengumpulan keputusan
Variabel Pengumpulan Keputusan diperoleh dari nilai rata-rata isian
kuesioner untuk pertanyaan Q15.
TABEL 11.12
DISTRIBUSI KELOMPOK JAWABAN RESPONDEN
UNTUK VARIABEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KEPUTUSAN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RENDAH 13 24.5 24.5 24.5
SEDANG 5 9.4 9.4 34.0
TINGGI 35 66.0 66.0 100.0
Total 53 100.0 100.0

Dari 53 responden didapatkan 13 orang masuk dalam kelompok


tingkat pengambilan keputusan rendah (R), 5 orang tingkat
pengambilan keputusan sedang (S) dan 35 orang tingkat pengambilan
keputusan tinggi (T).
188

Lampiran 12
ANALISIS VALIDITAS

a. Analisis Validitas

Dalam analisis validitas, butir pertanyaan dapat dilihat pada keluaran


uji reliabilitas pada kolom corrected item-total correlation. Dengan
jumlah responden (n) sebanyak 53 orang, maka diperoleh rumus df
(degree of freedom) = n – 2. Jadi df = 53 – 2 = 51. Apabila merujuk
pada r tabel di bawah, df = 51 dengan tingkat signifikansi 5 %, maka
menunjukan nilai r tabel = 0.2706

TABEL 12.1 TABEL R


(KOEFISIEN KORELASI SEDERHANA)
189

TABEL 12.2 HASIL ANALISIS REABILITAS


(ITEM-TOTAL STATISTIC)

Item-Total Statistics

Scale Scale Cronbach's


Mean if Variance Corrected Squared Alpha if
Item if Item Item-Total Multiple Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
Q2 47.6792 70.953 .626 .591 .815
Q3 48.4717 72.331 .426 .476 .826
Q4 48.0943 74.472 .414 .424 .827
Q5 47.7170 73.207 .393 .304 .828
Q6 47.5849 70.440 .628 .457 .814
Q7 47.9057 68.433 .532 .473 .819
Q8 48.5094 72.216 .475 .435 .823
Q9 48.0377 72.114 .430 .517 .826
Q10 48.1509 68.477 .511 .544 .820
Q11 48.3208 66.914 .706 .557 .807
Q12 48.1698 74.759 .361 .505 .837
Q13 48.1509 67.438 .562 .533 .816
Q14 47.4340 76.173 .357 .363 .830
Q15 48.0943 71.472 .335 .535 .835

Ketentuan hasil akhirnya adalah apabila r hitung > r tabel maka item
pertanyaan dapat dikatakan valid dan sebaliknya jika r hitung < r tabel
maka item dapat dikatakan tidak valid. (r hitung didapatkan dari hasil
pengujian spss sedangkan r tabel didapatkan dari tabel …)
190

Berdasarkan analisis keluaran SPSS dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. pertanyaan Q2, nilai r-hitung 0,626 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
2. pertanyaan Q3, nilai r-hitung 0,426 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
3. pertanyaan Q4, nilai r-hitung 0,414 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
4. pertanyaan Q5, nilai r-hitung 0,393 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
5. pertanyaan Q6, nilai r-hitung 0,628 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
6. pertanyaan Q7, nilai r-hitung 0, 532 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
7. pertanyaan Q8, nilai r-hitung 0,475 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
8. pertanyaan Q9, nilai r-hitung 0,430 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
9. pertanyaan Q10, nilai r-hitung 0,511 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
10. pertanyaan Q11, nilai r-hitung 0,706 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
11. pertanyaan Q12, nilai r-hitung 0,361 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
12. pertanyaan Q13, nilai r-hitung 0,562 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
13. pertanyaan Q14, nilai r-hitung 0,357 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.
14. pertanyaan Q15, nilai r-hitung 0,335 > r-tabel 0,2706, maka di nyatakan valid.

b. Analisis Reliabilitas

Dalam sebuah analisis reabilitas dapat dilihat dari keluaran SPPS


dengan menggunakan tabel reliability statistic. Reabilitas suatu data
dapat dikatakan baik jika memiliki nilai Croanbach’s Alpha > 0,6.

TABEL 12.3
TABEL HASIL ANALISIS REABILITAS
(REABILITY STATISTIC)

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized N of
Alpha Items Items
.834 .839 14

Dari hasil data SPSS didapatkan nilai Croanbach’s Alpha sebesar


0.834 > 0,60. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang dibuat
adalah Reliabel.
191

Lampiran 13
Transkip Wawancara

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Partisipan Program

A. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Rumah partisipan Desa Ujung Jaya
Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019
Waktu :09.00 WIB
B. Identitas informan
Nama Narasumber : Na’ah / 50 Tahun
Pekerjaan/Peran : Petani/Partisipan Program
Suasana Wawancara : Informal, Santai.

1. Berapa kali anda hadir mengikuti program sekolah lapangan


pertanian ekologis?
Iya mas andi kebetulan saya baru ikut program SL ini dari akhir
tahun 2018 tapi saya lupa bulannya, karena diajak juga sama ibu
siti, kebetulan teh dia ikut program juga hehehe, katanya bagus
yaudah saya ngikut (Kira kira berapa kali bu hadir di
pertemuan?)Kalau di hitung yaa berapa ya, paling 5 eh 6 kali
paling mas, jarang juga saya ikut pertemuan. Karena umur juga sih
mas, saya kalau jalan agak jauh sakit kakinya. Kadang ngurus
cucu juga sama saya soalnya di rumah.

2. Bagaimana bentuk partisipasi anda terhadap program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Yak karena gimana ya bisa di bilang baru ikut, saya sekedar
dateng aja sih. Kalo ada pelajaran bikin pupuk dari apa itu
namanya kotoran kambing ya saya ikut juga sama ibu ibu sini,
kalo lagi belajar nanam ya saya ikut juga.

3. Hal apa yang menjadi motivasi anda untuk berpartisipasi


dalam program sekolah lapangan pertanian ekologis?
Gimana ya mas saya karena udah tua juga, udah umur, cucu ada
banyak. Ga mungkin minta duit juga sama anak-anak, anak ada 5
tapi udah pada nikah semua, jadi ya belajar belajar lah, dulu punya
192

dulu saya lahan padi, tapi gagal terus hama nya banyak disini.
Daripada sayang gitu, kata ibu ibu yang lain, programnya bagus,
jadi ya coba belajar dulu pertanian apa eh organik ya. Saya mah
ikut aja dulu coba-coba.

4. Bagaimana bentuk bantuan yang anda berikan kepada


masyarakat (dalam program sekolah lapangan pertanian
ekologis atau saat terjadi bencana alam gempa bumi dan
tsunami beberapa bulan lalu)?
Kalau lagi di kelas ya paling apa ya mas hehehe saya jarang sih
mas, paling ibu-ibu yang lain aja itu suka bawa makanan cemilan.
Kalo saya jarang hehehe gapernah kayanya mas, saya dateng
doang sih. (Saat Tsunami kemarin gimana bu kondisi desa?)
Oh kemarin ya tsunami itu ya, parah disini itu mas karena kita
deket pantai juga, kemarin itu yang di depan pada hancur itu mas
rumah-rumah tuh, saya di rumah waktu itu mas , mana sama cucu-
cucu langsung keluar rumah aja. Gabisa bantu apa-apa juga mas,
penyakit kaki ini jadi gabisa kemana kemana saya, tapi eh banyak
juga itu yang bantu bantu dari luar luar kaya pakaian, makanan
gitu.
193

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Partisipan Program

A. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Rumah Partisipan Desa Cibadak
Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019
Waktu : 13.00 WIB
B. Identitas informan
Nama Narasumber : Idah / 38 Tahun
Pekerjaan/Peran : Petani/Partisipan Program
Suasana Wawancara : Informal, Santai.

1. Berapa kali anda hadir mengikuti program sekolah lapangan


pertanian ekologis?
Gak hitung saya mas hehe kayanya lebih dari 5 mas. Jarang saya
ikut juga.

2. Bagaimana bentuk partisipasi anda terhadap program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Saya belum ngelakuin apa-apa sih mas, tapi kalo lagi ada
pertemuan saya hadir terus karena lokasi pertemuan kan cuma 2
rumah dari rumah saya ya. Saya juga suka bantu bantu bawa
makanan gitu kaya gorengan, minum the, kopi itu dari rumah.
Karena memang deket juga ya. Selama ini ya paling baru sekedar
itu aja sih, sekedar dateng dengerin materi sama itu ya diskusi
biasanya ibu-ibu, bapak-bapak sama kang Ajat juga (Faslok).

3. Hal apa yang menjadi motivasi anda untuk berpartisipasi


dalam program sekolah lapangan pertanian ekologis?
Dulu saya di ajak sih mas katanya ada program tani gitu ya dari
WWF, tani organik gitu ya saya ikut aja deh. Ngisi waktu juga
mas.Saya berharap bisa nerapin sih pertanian organik itu katanya
modalnya kecil juga kan ya, pupuk-pupuk nya bikin sendiri.

4. Adakah perubahan yang anda rasakan dari segi kepercayaan


diri setelah mengikuti program sekolah lapangan pertanian
ekologis?
Apa ya mas, saya orangnya kurang berani kalo ngomong-
ngomong di depan orang banyak, saya karena baru baru ikut
194

(program sekolah lapangan pertanian ekologis) juga, ya jadi paling


ngikutin ibu-ibu yang lain aja gitu hehehe (saat dalam kegiatan
atau saat presentasi apakah ibu sering berbicara di depan
orang lain?) Jarang saya mas, gimana ya pemalu saya orangnya
hehehe kurang bisa gitu kalo ngomong di depan banyak orang. Ya
mungkin ke depannya kali ya mas, kalo saya sudah sering bisa jadi
berani.
195

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Partisipan Program

A. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Rumah Partisipan Desa Ujung Jaya
Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019
Waktu : 17.00 WIB
B. Identitas informan
Nama Narasumber : Nuriah / 40 Tahun
Pekerjaan/Peran : Petani/Partisipan Program
Suasana Wawancara : Informal, Santai.

1. Berapa kali anda hadir mengikuti program sekolah lapangan


pertanian ekologis?
Sejak tahun akhir tahun 2018 kalau ga salah, ya tapi gitu mas saya
jarang sekali datang, ini sudah lama banget saya gak kesini.

2. Bagaimana bentuk partisipasi anda terhadap program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Sampai sekarang saya baru ikut dateng pertemuan aja sih, belum
sempat ikut yang lain-lain sih.

3. Hal apa yang menjadi motivasi anda untuk berpartisipasi


dalam program sekolah lapangan pertanian ekologis?
Motivasi tuh gimana mas? Yang ngajak saya gitu? (hal apa yang
mendorong bu Nuriah untuk ikut ke dalam program ini?)
hmm, apa ya mas hehehe kayanya saya pengen tahu gitu mas
program tani organik tuh kaya gimana, saya sama suami juga
bertani, Cuma ya pakai pupuk kimia aja gitu. Kata ibu-ibu yang
lain kalo pertanian organik lebih murah ya pupuknya buat sendiri.
Ya sekedar belajar sih mas, suami saya kan kadang bertani,
kadang nelayan gitu kerjaannya di laut depan.

4. Bagaimana bentuk bantuan yang anda berikan kepada


masyarakat (dalam program sekolah lapangan pertanian
ekologis atau saat terjadi bencana alam gempa bumi dan
tsunami beberapa bulan lalu)?
Waktu itu saya disini sih mas di Ujung Jaya, itu parah banget ya
gempanya sampai daerah daerah deket laut itu mas pada hancur itu
196

mas. Alhamdulillah syukur Allah kita gak kena disini mas. Gak
bantu apa-apa sih saya nya, tapi orang luar banyak yang bantu gitu
mas kesini bawa bawa makanan, baju gitu ya banyak. Beberapa
kelompok dari luar, dari Jakarta juga kan sudah banyak yang bantu
mas.

5. Adakah perubahan yang anda rasakan dari segi kepercayaan


diri setelah mengikuti program sekolah lapangan pertanian
ekologis?
Waduh gimana ya mas, saya orangnya gapernah berani ngomong
di depan orang, malu malu saya gitu. Biasanya sih ibu-ibu yang
lain aja gitu pada berani per kelompok itu apa namanya itu hmmm
presentasi ya suka ngomong di depan, kalo saya ikut ikut aja gitu
mas malu saya hehe. Ya kalo ngomong perubahan sih sampai saat
ini belum sih ya, saya ga menyalahkan pihak mana pun mas,
memang dari saya nya aja memang pemalu mas kalo udah di suruh
ngomong di depan gitu.
197

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Partisipan Program

C. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Rumah Partisipan Desa Ujung Jaya
Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019
Waktu : 17.00 WIB
D. Identitas informan
Nama Narasumber : Sakiwan / 43 Tahun
Pekerjaan/Peran : Petani/Partisipan Program
Suasana Wawancara : Informal, Santai.

1. Berapa kali anda hadir mengikuti program sekolah lapangan


pertanian ekologis?
Wah saya gapernah ga hadir gitu mas kalo pertemuan hehe kalo
memang ga ada halangan, Karena saya tertarik banget sama
programnya, kebetulan saya jadi salah satu aplikator juga di desa
Taman Jaya barengan sama kang doni (Marhad Doni, Faslok
Taman Jaya).

2. Bagaimana bentuk partisipasi anda terhadap program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Selain kehadiran gapernah absen juga, ya itu tadi sih mas saya jadi
salah satu aplikator juga di desa Taman Jaya. Kebetulan saya juga
sering ikut dalam pertemuan sama Pemerintah Desa gitu
contohnya, kalo lagi kumpul buat ToT juga sering ikut saya mas
biasanya berapa bulan sekali gitu terakhir di daerah labuan ya
kalau ga salah. Sempat di ajak sama kang Doni juga mas untuk
jadi faslok pengganti gitu kalo kang Doni tidak bisa hadir
pertemuan, di Taman Jaya banyak juga sih mas fasloknya ada 4
orang kalau gak salah.

3. Hal apa yang menjadi motivasi anda untuk berpartisipasi


dalam program sekolah lapangan pertanian ekologis?
Saya tuh bertani sudah dari 2007 mas, semua pekerjaan sudah saya
kerjain mas, nelayan ke laut apalagi pertanian yaa sudah pernah
saya coba semua padi, pisang segala macam kebun dan yaa
banyak lah. Ya gimana ya, namanya di desa mas, cari pekerjaan
198

susah, tapi saya lebih pilih hidup di desa di banding cari kerja ke
kota hehehe balik lagi ke motivasi saya ya itu satu karena memang
saya udah lama nekunin pertanian dan hal lain apa yaa, hmm ya
bukan ingin di puji atau gimana ya mas, saya tergerak sih dalam
hati saya gitu ada harapan semoga bisa buat perubahan untuk
Taman Jaya, karena saya lahir dan besar disini juga kan ya saya
taulah ngeliat orang tua juga kalo kerjaan nelayan, bertani itu
susah. Teman-teman WWF datang kesini bareng sama masyarakat
mau bawa perubahan dengan SL ini, masa kita masyarakat gam au
bantu sih hehe ya simple nya gitu mas. Apapun terkait
kepentingan desa sih insyaallah saya bantu mas.

4. Apa manfaat yang anda rasakan setelah mengikuti program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Dari segi apa dulu nih mas? Wahh dalam banyak hal sih saya
kayanya sudah terbantu,contoh lah ya dari segi ekonomi otomatis
kan pertanian organik itu ongkos produksinya lebih murah ya ga
nyampe 300ribu lah ya buat pupuk, paling kita tenaga aja. Terus
pertanian organik juga lebih kuat mas tanamannya , lebih tahan
hama. (Kalau dari segi peningkatan kapasitas gitu pak, apa
yang bapak rasakan setelah mengikuti program? Ya
contohnya seperti peningkatan kepercayaan diri, berani
mengemukakan opini, Perubahan yang bapak rasakan
sebelum dan sesudah megikuti program.) Kalo itu banyak juga
mas, ya kalau kita bicara kepercayaan diri, ya saya rasa sih banyak
peningkatan ya, karena kebetulan saya sering bantu bantu kang
Doni di pertemuan dan diskusi sama Pemdes, saya banyak belajar
sih cara bersikap, cara berbicara di depan orang banyak, menyusun
kata kata, cara meng koordinasi kan masyarakat gimana. Yang
paling penting sih kita di SL itu belajar menganalisa hal apapun,
jadi kita peserta itu di latih untuk peka terhadap hal apapun gitu.
199

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Fasilitator lokal

A. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Rumah Fasilitator Desa Cibadak
Hari/Tanggal : Senin, 23 September 2019
Waktu : 17.00 WIB
B. Identitas informan
Nama Narasumber : Ajat / 28 Tahun
Pekerjaan/Peran : Petani/Partisipan Program
Suasana Wawancara : Informal, Santai.

1. Kapan anda tergabung sebagai fasilitator lokal program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Sejak awal tahun 2017 , saya lupa bulannya mas. Sudah hampir
jalan 2 tahun.

2. Bagaimana awal mula terbentuknya program sekolah


lapangan pertanian ekologis di desa penyangga Taman
nasional Ujung Kulon?
Jadi tahun 2016 WWF berkunjung ke desa kami berkumpul tuh
masyarakat, pemerintah desa, forum komunikasi desa sama tokoh
masyarakat melakukan SLA (sustainabily livelihood assessment)
banyak tuh mas yang di diskusiin mulai dari menentukan
permasalahan dan potensi desa melalui sejarah desa, peta desa,
kalender musim, dll. Setelah beberapa kali pertemuan untuk
diskusi akhirnya kita sama WWF dan pihak lainnya melakukan
RAM (Rencana aksi masyarakat) ya kurang lebih kita bikin
prioritas masalah berdasarkan metode SLA tadi mas. Nah dan
semua pihak sepakat bahwa permasalahannya adalah pengelolaan
pertanian yang belum optimal. Akhirnya semua sepakat untuk
bentuk program pertanian yang lebih efektif dan efisien salah satu
caranya melalui pertanian organik mas.

3. Menurut anda apa saja manfaat dari program sekolah


lapangan pertanian ekologis?
Banyak banget sih mas sebenarnya, salah satunya itu biasanya di
kami kalau menggunakan pola pertanian konvensional dengan
pupul kimia itu biaya produksi bisa lebih mahal dari hasil
200

produksi, perbandingannya itu kalau kita pakai pola pertanian


ekologis/organik bisa menghemat 3 sampai 4 kali lipat biaya
produksi. Kalau biasanya kita beli pupuk kimia habis Rp.
1000.000, saat kita pakai pupuk organik cuma habis Rp. 250.000.
Sejak menggunakan pola tanam organik kita juga jarak tanam
lebar,benih lebih irit, kalau dulu kita pakai sistem tanam ombol,
nah tanam ombol itu jarak tanam sempit, kan itu jadi pemborosan
benih, hemat waktu dan tenaga. Terus apalagi ya, itukan lebih ke
segi teknis ya, kalo dari segi perubahan sikap juga kelihatan mas,
dulu kita tuh kalo ngomong di depan orang banyak malu mas,
kalau sekarang alhamdulillah jadi percaya diri karena terbiasa juga
mungkin bicara di depan masyarakat dan pemerintah desa setelah
jadi faslok. Karena di SLPE kita juga ada sesi presentasi kelompok
dalam agro ekosistem, jadi kita (saya dan masyarakat) terbiasa
mengemukakan opini mas.

4. Kreativitas merupakan aspek yang di pertimbangkan dalam


setiap program pemberdayaan masyarakat, Bagaimana
tanggapan anda apabila selama pelaksanaan program, tingkat
kreativitas masyarakat masih tergolong rendah?
Oke mas, jadi memang benar ya dalam konsep pemberdayaan
masyarakat masih banyak kita temui ya hmmm masyarakat yang
dalam tanda kutip gitu sifatnya nurut aja gitu ya, nurut tuh
maksudnya gak kasih opini, gak kasih komentar atau saran untuk
program ini ya, jadi ya manut aja gitu. Kalau kita bicara konsep
pemberdayaan masyarakat itu kan memang seharusnya sifatnya
dari bawah ya, apa namanya hmm bottom up, dan yang pasti tugas
kami dan teman teman pemandu ya, teman teman faslok dari
seluruh desa adalah menggali dan mengembangkan rasa
inisiatifnya. Bukannya kita teman-teman faslok menyimpulkan ya,
tapi benar memang yang kita temui di lapangan itu tingkat
kreativitas masyarakat masih tergolong sangat rendah. Karena
memang pada dasarnya masyarakat desa, ya khususnya
masyarakat desa cibadak terkenal dengan budaya latahnya, latah
yang dimaskud disini itu apabila ada yang koordinasi gitu ya dari
pihak-pihak lainnya ya kaya Pemdes atau dari pihak WWF gitu ya,
masyarakat tuh baru mau gerak. Rasa kreativitas dan sikap
inisiatifnya tuh masih rendah sekali. Maka dari itu pembelajaran
yang selalu di terapkan dalam SL adalah belajar menganalisa,
bukan menyimpulkan, sehingga ya dalam kedepannya, setidaknya
201

dalam 16 kali pertemuan, masyarakat selalu diasah kemampuan


menganalisa dalam hal apapun , ya permasalahan bertaninya,
permasalahan dalam kelompoknya/organisasi bermasyarakatnya.
Ya kurang lebih seperti itu mas.
(Lalu hal apa yang menjadi pertimbangan anda untuk terus
mengajak masyarakat berpartisipasi dalam program?)
Oke jadi sebenarnya walau bisa kita simpulkan saat ini tingkat
kreativitas masyarakat masih rendah, tapi yang patut kita apresiasi
adalah konsistensi dari masyarakat itu sendiri, kita sangat
menghargai ketekunan masyarakat ,yaa walau ga banyak ya
masyarakat petani yang konsisten selalu hadir dalam pertemuan,
tapi setidaknya mereka hadir dulu dalam pembelajaran, ya
walaupun harapan kita pastinya, ke depannya akan selalu muncul
peningkatan peningkatan cara pandang masyarakat itu sendiri ya
contohnya kreativitas, memang yang seperti saya bilang tadi,
masyarakat desa itu butuh pihak-pihak yang apa ya kita sebut tuh
memantik mereka untuk bersikap kreatif, ya mungkin dalam
pembelajaran juga di terapkan membuat kerajinan atau apapun lah.
Itu juga yang menjadi PR kami, agar tujuan kita tercapai yaitu
munculnya rasa kemandirian dalam masyarakat.

5. Hal apa yang perlu ditingkatkan untuk program


pemberdayaan masyarakat melalui sekolah lapangan
pertanian ekologis?
Kalau menurut saya SL itu kalau diterapkan hanya 1 periode ya
dalam 1 tahun, itu belum maksimal. Karena masih banyak peserta
yang awalnya gitu datang cuma datang iseng. Coba di adakannya
2 periode saja dalam 1 tahun, mungkin ya banyak orang yang
awalnya cuma datang iseng, mungkin bisa jadi fokus lagi gitu
belajarnya,. Harapan kami juga sih yang perlu ditingkatkan itu
jumlah jumlah aplikator program, jadi masyarakat ga hanya
sekedar belajar aja, tapi juga berani nerapin pola pertanian organik
di lahannya, penyebarluasan program ke lokasi lain juga perlu
mengingat di kecamatan cimanggu ini baru beberapa desa aja yang
jalan, dan kita seharusnya diskusi lagi sama WWF untuk bentuk
visi program sampai ke tahap distribusi hasil panen. Karena saat
ini kan kurikulum cuma sampai tahap panen aja.
202

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Fasilitator lokal

A. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Basecamp Fasilitator Desa Cibadak
Hari/Tanggal : Rabu, 25 September 2019
Waktu : 13.00 WIB
B. Identitas informan
Nama Narasumber : Mbah kiwong / 66 Tahun
Pekerjaan/Peran : Petani/Partisipan Program
Suasana Wawancara : Informal, Santai.

1. Kapan anda tergabung sebagai fasilitator lokal program


sekolah lapangan pertanian ekologis?
Saya dari tahun 2016 mas, sejak awal mulai program SLPE.
Karena program ini dari awal memang dikerjainnya di desa ini
(Taman Jaya).

2. Bagaimana awal mula terbentuknya program sekolah


lapangan pertanian ekologis di desa penyangga Taman
nasional Ujung Kulon?
Jadi dulu tahun 2016 WWF ujung kulon buat pertemuan mas
bareng masyarakat perwakilan dari beberapa desa dan forum
komunikasi desa di kawasan penyangga TNUK melakukan SLA
(Sustainble Livelihoods Approach), kebetulan desa kita juga jadi
desa perdana yang ngejalanin program ini. Duli kita pakai metode
sejarah desa, peta desa untuk nentuin modal sosial, sumber daya
manusia, modal alam, dan modal fisik desa. Setelah itu WWF
bareng masyarakat desa buat RAM (Rencana aksi masyarakat)
mas namanya itu untuk nentuin prioritas permasalahan dari masing
masing desa, setelah ditemuin kesepakatan bahwa permasalahan
desa di dominasinya sama permasalahan agraria / pertanian. Lalu
di mulai tuh konsep pemberdayaan masyarakat sama
pengorganisasian masyarakat pakai pendekatan pertanian yang di
beri nama Sekolah Lapang. WWF juga rutin 3 bulan sekali buat
pertemuan ToT (Training of Trainer) itu kaya agenda kumpul
diskusi antara WWF sama faslok perwakilan masing-masing desa
buat sharing gitu kita diskusi permasalahan apa yang terjadi di
proses pembelajaran desa masing-masing ToT juga tujuannya buat
203

menyamakan kemajuan kurikulum di setiap pertemuan sekolah


lapang mas.

3. Menurut anda apa saja manfaat dari program sekolah


lapangan pertanian ekologis?
Pertama yang kita rasaian banget dari segi modal mas, biaya
produksi kita jauh berkali kali lipat lebih murah kalau pakai pola
pertanian ekologis. Secara kita buat semua pupuknya sendiri,
paling yang beli bibitnya aja. Terus juga pupuk organik ini lebih
tahan hama, hmmm secara kan disini hama wereng cokelatnya
susah banget di basmi, tapi kalo pakai pupuk organik itu hamanya
terkendali. Kalau dari segi perubahan sikapnya sih yang saya
rasain itu masyarakat jadi guyub lagi, ngumpul kerjasama bareng.
Banyak ibu ibu yang tadinya pemalu sekarang jadi berani
ngutarain pendapatnya kalau lagi diskusi sama pemerintah desa.

4. Kreativitas merupakan aspek yang di pertimbangkan dalam


setiap program pemberdayaan masyarakat, Bagaimana
tanggapan anda apabila selama pelaksanaan program, tingkat
kreativitas masyarakat masih tergolong rendah?
Ya memang kalau kita lihat di beberapa desa ya mas ya, memang
kita lihat masyarakatnya masih kurang kreatif , kreatif yang saya
dan mas mungkin maksud adalah kurangnya kesadaran untuk
memulai gitu ya? Ya memulai apapun , ide-ide, rencana rencana
baru yang sifatnya membangun desa ya tentunya. Memang
pendapat saya pribadi masih sangat rendah di banding peningkatan
yang di rasakan pada aspek-aspek lain. Tapi memang
perbandingannya sedikit ya, tapi ada 1 desa mas rancapinang itu
kreativitasnya lumayan tinggi, disana ada buat kerajinan gitu
anyaman. Dan itu bagus menurut saya, dan yang jadi pertanyaan
adalah mereka bisa buat seperti itu tapi kenapa desa kita dan desa
lain gak bisa? Padahal kapasitas pemandu nya (faslok) sama, di
ToT oleh WWF bareng juga, pertemuan juga sama 16 kali. Tapi
ya itu tadi, masyarakat masih dominan yang sifatnya ngikut aja
deh , pihak-pihak di atas “pemerintah” bikin program ini ya dia
ngikut, ada bantuan dia ngikut, Cuma bisa jadi pengikut tapi gak
bisa jadi pencipta gitu ya kasarnya, ya kita gak nyalahin siapa
siapa sih, karena kami sadar. Kreativitas itu muncul karena sebuah
204

kebiasaan ya, dan menjadi PR juga bagi kami faslok untuk


membuat kebiasaan tersebut
(Lalu hal apa yang menjadi pertimbangan anda untuk terus
mengajak masyarakat berpartisipasi dalam program?)
Ya memang kita bisa simpukan bahwa misalnya ya ini ada
beberapa orang kok kreativitasnya rendah ya di banding yang lain,
tapi gak bisa memungkiri bahwa orang yang saat ini kreativitasnya
rendah tersebut, 2 atau 3 tahun lagi ya ataupun kapanpun itu lah
ternyata malah bisa jadi faslok kaya saya dan teman teman atau
bahkan bisa bawa perubahan yang baik untuk desa kita. Ya jadi
kami para faslok sangat apa ya namanya, menghargai dulu
partisipasi mereka, ya yang kami bisa cuma terus menggali potensi
potensi yang ada di desa, terutama dalam segi kreativitas. Karena
biasanya kalo kita bicara kreativitas, ibu-ibu ya yang kreatif.
5. Hal apa yang perlu ditingkatkan untuk program
pemberdayaan masyarakat melalui sekolah lapangan
pertanian ekologis?
Kami semua sih masyarakat Taman Jaya berharap ke depannya
program ini berlanjut sampai distribusi hasil panen mas, karena
sekarang kita kita belum dapat pembelajaran gimana caranya jual
hasil panen ke pasar dengan harga yang sesuai, gak kemurahan
seperti jual ke tengkulak.
205

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Pemerintah Desa

A. Tempat dan waktu wawancara


Tempat Wawancara : Kantor Desa Cibadak
Hari/Tanggal : Senin, 23 September 2019
Waktu : 13.00 WIB
B. Identitas informan
Nama Narasumber : Dace / 32 Tahun
Pekerjaan/Peran : Sekertaris desa Cibadak/Pemerintah Desa
Suasana Wawancara : Formal, Santai.

1. Bagaimana bentuk support dan bantuan Pemerintah Desa


dalam pelaksanaan program sekolah lapangan pertanian
ekologis?
Kami pemerintah desa sangat mendukung ya program ini,
kebetulan saya kan juga anggota LPMD dan Forkom Desa juga,
mencoba mengkolaborasikan kegiatan Forkom yang di support
oleh WWF dan Desa Cibadak, dan alhamdulillah support dari desa
sudah masuk ya kaya pemberian polybag untuk pembenihan, lalu
dukungan terkait Peraturan desa bahwa masyarakat di wajibkan
megikuti kegiatan SL itu sudah mulai keluar.

2. Bagaimana awal mula terbentuknya program sekolah


lapangan pertanian ekologis di desa penyangga Taman
nasional Ujung Kulon?
Oke, jadi kalo kita berbicara tentang SL di cibadak ini memang SL
ini bisa kita katakan program yang baru ya. Jadi dulu di tahun
2016 itu kita berkumpul mengadakan Namanya SLA (Sustainabily
Livelihood Assesment) bagaimana mengkaji kehidupan desa
secara berkelanjutan, nah setelah adanya SLA itu dalam SLA dari
masing masing instansi ada masyarakat biasa, tokoh masyarakat,
ada dari desa (Pemerintah Desa), petani dan sebagainya sejumlah
30 orang lah kira-kira di kumpulkan untuk menganalisa, menggali
potensi apa aja yang ada didesa dan apa permasalahan, dan semua
sepakat bahwa di desa cibadak, bahkan seluruh desa penyangga itu
memang paling banyak yaaa pertanian , pertaniannya sangat luar
biasa. Kendalanya banyak, baik itu hama, baik itu tanamannya
206

mati tiba-tiba dan sebagainya. Setelah di kaji ternyata bener mas di


temukan masalahnya itu masyarakat tidak intensif mengurus
lahannya. Sehingga perlu di adakan apa namanya, hmmm program
yang mengatur sawah itu harus seperti apa, masyarakat harus bisa
membedakan itu namanya hama, mana penyakit, mana musuh
alami, nah kenapa makanya program ini di adakan, ya salah
satunya dari SLA itu. Sehingga dari SLA itu ketauan nih ternyata
desa Cibadak itu lahan pertaniannya banyak, cuma pengelolaannya
belum optimal di karenakan mohon maaf sumber daya manusianya
di bidang pertanian masih lemah, gitu. Sehingga ya kurang lebih
program SL ini menjadi jawaban dari permasalahan yang ada di
desa kita.

3. Apa manfaat yang dirasakan Pemerintah Desa setelah di


impelemtasikan program sekolah lapangan pertanian ekologis
di desa penyangga kawasan Taman Nasional?
Menurut saya respon masyarakat sudah cukup bagus ya, setelah
berjalannya program, masyarakat jadi cukup antusias. Karena
secara teknis kita ngadain SL itu kan 5 titik, jadi hampir setiap
kampung memang mengadakan SL, secara tidak langsung
masyarakat disana juga yaa yang dulunya berbicara tentang
keguyubannya berkurang , tingkat sosialnya berkurang, karena
itukan permasalahan sosial juga ya, setelah mengadakan SL
mereka yaa bergabung, ngobrol bareng. Ya itu kan salah satu bukti
peningkatan sosial ya, disana ada nilai sosialnya ya, itu satu.
Kedua, karena disini POD ya Pendidikan orang dewasa mereka
kan jadi mau gamau harus bisa mengungkapkan, mampu bertanya,
ya memang sebagian besar masyarakat kan awalnya cuek, bahkan
kami nih pemerintah desa juga di bantu ya sama masyarakat, bantu
ngajak teman-teman petani yuk ikut bergabung, secara ga
langsung mereka terus bersosialiasi sampai sekarang anggotanya
cukup banyak. Masyarakat tuh berani beropini sama masyarakat
lainnya, mampu menganalisa. Intinya sih mas, dulu sebelum ada
SL, masyarakat lebih sering menyimpulkan daripada menganalisa,
setelah mereka bergabung, ya apapun yang mereka bicarakan ya
mereka analisa dulu, benar tidak nah seperti itu.
207

4. Hal apa yang perlu ditingkatkan untuk program


pemberdayaan masyarakat melalui sekolah lapangan
pertanian ekologis?
Karena saya juga bagian dari Forkom Desa , harapan saya sih ke
depannya seluruh desa sehingga program ini bisa di terapkan di
Ujung Kulon, dan memang itu tidak bisa serentak, harus bertahap
ya, seperti itu. Juga semoga bisa di kembangkan lagi ya metode
pertanian organiknya. Terus selanjutnya juga yang kami dan
masyarakat butuhkan dari tim WWF adalah terkait riset pasar itu,
sehingga selain bisa mengelola, menanam, memanen, masyarakat
juga punya “wadah” untuk menjual, yah simple nya distribusi nya
juga harus di pertimbangkan sehingga masyarakat petani punya
keuntungan yang lebih besar. Dan juga yang kita pikirkan ya sama
teman-teman Forkom, bagaimana mengubah pola pikir pihak
manapun untuk mensupport, karena berbica tentang program SL
ini kita gabisa selamanya bergantung sama WWF. Kami harap
peningkatan kapasitas juga perlu terus dilakukan buat si Faslok,
sehingga teori yang di miliki juga bisa bertambah dan di
praktekan.
208

Lampiran 14
Catatan Lapangan Observasi

CATATAN OBSERVASI

Observasi 1
Hari/Tanggal : Senin, 23 September 2019
Lokasi : Desa Cibadak dan Desa Rancapinang

Pada 22 September 2019 perjalanan dari kantor WWF


Ujung Kulon Project menuju Desa Cibadak menempuh waktu
hampir 4 jam, separuh perjalanan saya lalui dan didampingi oleh
pihak WWF Ujung Kulon Project dengan akses jalan beraspal,
namun separuh perjalanan saat memasuki kawasan penyangga
Taman Nasional kecamatan Cimanggu, aksen jalan bisa dikatakan
sangat parah, jalan disana hanya bisa di lalui oleh kendaraan off-
road atau setidaknya mobil pick up. Askes jalan sangat sulit untuk
dilalui motor karena struktur jalan terbuat dari tumpukan batu kali
yang disusun menutupi tanah merah. Saya bermalam di basecamp
fasilitator di Desa Cibadak sekaligus melakukan wawancara
dengan salah seorang fasilitator di Kampung Cilubang Desa
Cibadak, yaitu bapak Ajat. Keesokan harinya di tanggal 23
September 2019, saya diajak Pak Ajat (fasilitator program) dan
Kang Fajri (comunity organizer dari WWF Ujung Kulon) untuk
ikut berpartisipasi dalam program Sekolah Lapangan Pertanian
Ekologis yang hari itu berlokasi di Kampung Cilubang. Pak Ajat
mengatakan bahwa jadwal Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis
disana dimulai pukul 09.00 pagi. Hari itu peserta program yang
hadir berjumlah 18 orang dengan didominasi kaum perempuan.
Hari itu materi yang diimplementasikan terkait agroforestri atau
kebun campur. Pemaparan dilakukan oleh fasilitator program dan
di akhiri praktek membuat pupuk kompos organik dari kotoran
kambing. Selanjutnya saya melakukan penyebaran kuesioner ke 13
peserta program. Selesai mengikuti program, pukul 12.00 saya
langsung berangkat ke Balai Desa Cibadak untuk menyerahkan
surat izin penelitian kepada Bapak Dace selaku Pemerintah Desa
Setempat, sekaligus melakukan wawancara mendalam kepada
Pemerintah Desa terkait dengan program Sekolah Lapangan
Pertanian Ekologis.
209

CATATAN OBSERVASI

Hari/Tanggal : Rabu, 25 September 2019


Lokasi : Desa Ujung Jaya dan Taman Jaya.

Perjalanan dari desa Cibadak dan Rancapinang menuju


Desa Ujung Jaya dan Taman Jaya ditempuh dalam waktu kurang
lebi 3,5 jam menggunakan mobil. Askes jalan ke daerah selatan
(Desa Ujung Jaya dan Taman Jaya) cukup baik karena masih bisa
dilalui oleh kendaraan motor. 2 desa di daerah selatan ini setting
lokasinya berbatasan dengan laut kawasan Taman Nasional.
Mayoritas penduduknya nelayan. Setelah bermalam di kawasan
Taman Jaya. Saya bersama pihak WWF Ujung Kulon Project
berpartisipasi dalam rapat diskusi pertemuan antara pihak
nelayan, pihak BUMDES ,pihak Taman Nasional membahas
simulasi aplikasi ICS madu hutan Ujung Kulon. Setelah itu saya
melakukan penyebaran kuesioner ke 13 partisipan program SLPE
di Desa Ujung Jaya didampingi fasilitator program Mbah
Kiwong. Desa Ujung Jaya lahan pertaniannya cukup luas, namun
musim tanam belum dilakukan karena kondisi musim pada saat
itu sedang kemarau. Akses jalan menuju Desa Ujung Jaya belum
beraspal, namun mudah dilalui kendaran motor. Setelah selesai,
pukul 14.00 saya menuju Desa Taman Jaya untuk melakukan
penyebaran kuesioner ke 13 partisipan program SLPE didampingi
oleh fasilitator program kang Doni. Taman jaya adalah satu desa
di Kecamatan Sumur yang terdampak Tsunami pada awal Januari
2019. Setelah proses penyebaran kuesioner sudah tercapai dengan
jumlah responden 54 orang yang di sebar ke 4 Desa di 2
Kecamatan, saya kembali ke kantor WWF Indonesia - Ujung
Kulon Project untuk melakukan pengolahan data kuantitatif
menggunakan SPSS.
210

CATATAN OBSERVASI

Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019


Lokasi : Desa Cibadak dan Desa Ujung Jaya

Setelah proses pengolahan dan analisis data kuesioner


yang telah disebar pada bulan September 2019. Di temukan hasil
dari 12 indikator pemberdayaan sikap dan cara pandang
masyarakat yang diteliti, beberapa indikator masuk dalam kategori
tinggi, dominan masuk kategori sedang, dan 1 indikator masuk
dalam kategori rendah. Oleh karena itu saya memperkuat kembali
data kuantitatif yang didapat, dan didalami kembali dengan
wawancara. Pada 28 November 2019 saya kembali lagi ke Desa
Cibadak dan Ujung Jaya untuk melakukan wawancara ke beberapa
informan. Wawancara dilakukan kepada 4 informan, 2 orang dari
Desa Cibadak dan 2 orang dari Desa Ujung Jaya. Informan dipilih
berdasarkan jawaban kuesioner per-individu yang dikategorikan
masuk dalam partisipasi rendah. Selanjutnya dilakukan penggalian
data dengan wawancara untuk mendalami beberapa aspek.
Beberapa informan memang dirasa kurang memahami konsep
program Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis secara praktik,
terlihat dari beberapa jawaban informan yang kurang relevan
dengan pertanyaan yang peneliti ajukan. Sehingga hal itu juga
berpengaruh pada antusiasme dan partisipasi informan terhadap
program.

Anda mungkin juga menyukai