Anda di halaman 1dari 5

MATERI VLOG KEARIFAN LOKAL

MENGENAL SITUS
PERADABAN MEGALITIK
TUTARI PAPUA: “MISTERI
LENYAPNYA PENDUDUK
TUTARI YOKU
TAMAIYOKU”
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
OLEH : AGNES ANITA TOAM ( 2020011124012)I
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

15 MEI 2023
KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Pengetahuan ini untuk
menjawab berbagai masalah dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri dalam
kehidupan masyarakat. Kearifan lokal menjadi bagian dari cara hidup untuk memecahkan segala
permasalahan hidup.

Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat
atau west New Guinea.

Kampung Doyo Lama sejak lama sudah dikenal sebagai tujuan destinasi wisata di
kabupaten Jayapura karena memiliki situs megalitikum Tutari yang sejak tahun 80an sudah
ditetapkan menjadi cagar budaya, selain itu juga Ada bukit Tungkuwiri atau lebih dikenal dengan
bukit Teletubies yang menjadi ikon Kabupaten Jayapura & juga ada lokasi wisata Tanjung cinta
atau atau masyarakat lokal menyebutnya dengan tanjung Yunderei. kampung Doyo Lama
memiliki pesona wisata yang cukup lengkap atau sering di sebut sebagai segitiga emas karena
terletak diantara 3 lokasi wisata yang terkenal di kabupaten Jayapura, di kampung Doyo Lama
kita bisa menikmati Indahnya Danau Sentani yang dikelilingi oleh bukit-bukit yang Indah.

Situs megalitik Tutari menjadi kawasan wisata yang menyimpan sejarah kebudayaan
masyarakat di pinggir Sungai Sentani pada masa prasejarah, tepatnya zaman neolitik akhir.
Lokasi situs ini berada di areal perbukitan, di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten
Jayapura, Papua.

ORANG TUTARI YOKHU-TAMAI YOKHU

Kampung Doyo Lama dan Doyo Baru yang didiami oleh orang Doyo krturunan Ui
Deware, sebelumnya didiami oleh Orang Tutari yang berkerabat dengan Orang
kreybaru dan Orang Aroway ( kampung Sosiri dan Kampung Yakonde ( disebelah
Barat) dan Orang Koning Dobeyau, dan Orang Kentore-bayore di sebelah Utara
(Lembah Doyo Baru antara Kompleks Advend dan Kartosari). Dari jejak tinggalan
pra sejarah yang terhampar diatas perbukitan Tutari tersimpul bahwa orang Tutari
atau suku Tutari mempercayai keunikan yaitu suatu peradaban yang lebih tinggi
dari suku – suku lain pada zamannya. Dari tinggalan pada situs berupa ; kapak
batu,peralatan perunggu, manik – manik, gerabah, alat berburu atau nelayan di
tambah dengan lukisan, dan peralatan bebatuan dari ukuran kecil sampai yang
terbesar tertangkap.

Pertama: Suku Tutari adalah suku yang menetap (bukan pengembara). Mereka
membangun perkampungan malai dari tepi pantai danau hingga ke perbukitan.

Kedua : Hidup makmur dan tenang Dengan perkampungan yang terletak antara
danau dan lembah luas yang subur sebelah Temur sampai ke sebelah
Utara.Diperkirakan suku ini memperoleh makanan dengan berburu, menangkap
ikan, beternak babi dan bercocoktanam

Ketiga : Suku yang religius, Dari selatan tutari (bahasa Sentani Tu berarti Matahari
inti ,pusat/poros sedangkan Tari berarti roda atau lingkaran ) suku tutari

2
Menyembah Matahari yang disebut TU TUABANG SEAIBANG (matahari yang
tak berujung pangkal) karena selalu berputar dan memberi kehidupan.

Keempat : Kepemimpinan Ondophoro adalah titisan dan personifikasi dari


matahari yang melindungi dan memberkati. Odophoroleh yang memohon berkat
kepada matahari,sementara rakyat (Do Tomo dan MIYAE TOMO artinya semua
laki-laki dan perempuan) harus hidup dalam kepatuhan dan keterlibatan)
ketertibay)

Dituturkan bahwa Suku Tutari telah membangun perkampungan yang


bersama - sama dengan Kerabat dan Sekutunya di lembah/dataran Doyo Baru,
lama kampung yaitu : TUTARI YOKHU, TAMAI YOKHU dan NIMRO
MANTAI (kini lokasi Kampung Doyo lama), KONING DOBEYAU (Lokasi kali
Ular) dan KENTORE-DAYORE (lokasi TRANSAD) & Doyo Baru. Menjelang,
dan selama berlangsungnya ekspansi oleh kelompok Ui Deware, diketahui ada
lima Ondophoro dari Suku Tutari Kerabat, serta sekutunya. Kelima Ondophoro
yaitu: Do Daime, Do Seime, Do Ining, Do Omiye dan Do Mangkin.

ORANG UI DEWARE

Pada Sekitar 600 tahun lalu, ketika Kampung Doyo pdan perbukitannya
masih didiami Suku Tutari, mencul sekelompok orang di Tanjung Warako
(Tanjung Pandan - arah tenggara Kampung Doyo lama). Belakangan diketahui
adalah kelompok (Ui Dewar yang dipimpin Onoopharo Ui. Ondophoro Ui bersama
para pengikutnya telah memisahkan diri dari Saudara tirinya yaitu Do Wereau
yang telah menjadi Ondophoro di Kampung Yonokhong (P. Kwadeware)
menggantikan ayah mereka Iboreuw Seimereuw keturunan dari Do Marweri.
Ondophoro Ui memisahkan diri dari saudara tirinya karena ingin menegakkan
kekuasaan/kedaulatannya sendiri. Setelah Ondophoro Ui mengangkat dirinya
menjadi , Ondhoporo ternyata tibak mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup
untuk digarap bagi kehidupan para pengikutnya. Ui Ondophoro menyebarkan
beberapa pengikutnya untak menemukan suatu dataran yang baik untuk didiami.
Para pengikutnya melaporkan bahwa satu - satu nya tempat atau dataran yang baik
untuk didiami adalah dataran sebelah timur dan lembah di sebelah utara dari
permukiman Suku Tutari dan dikuasai oleh Suku Tutari. Orang orang Suku tutari
sangarlt banyak Mereka tampak gagah perkasa, terampil dan jumlah orang laki-laki
yangg sangat besar. Lalu Ui Ondophoro menamai perkampungan Suku Tatari
dengan nama DOUWO atau Dougtto yang kini menjadi Doyo yang mempunyai
arti kampung Laki-laki atau kampung yang didiami oleh sejumlah besar laki-laki.

Inilah para pengikut Ui Ondophoro yang meninggalkan kampung yonokong


di pulau kwadeware; Do-Pangkatona, Do-Ebe, Do-Naebex Do-Yapo, Do Banepoi
dan Do. Wari, yang masing-masing mem- bawa serta keluarga dan sanak
saudaranya. Mereka mendirikan perkampungan dan menetap simentara di Tanjung
Warako.

Menurut cerita para tetua adat, sebelum Ui Ondophro menguasai kampung


Douwo (DOYO sekarang) yang dihuni sejumlah besar kaum laki-laki yang gagah
3
dan tangkas, diutus beberapa orang untuk mengamati dan menyelidiki seluk beluk
kampung. tersebut. Para utusan itu secara rahasia diterima oleh keluarga. O-Nari
yang bermukim di teluk Siakhere (teluk kecil yang teparlt berada di bawah /
dikaki Tungku Wiri (Gunung Teletubies). O-Navi demikian disebutan nama
keluarga ini, karena memiliki kekuatan sihir (bhuro) yang sangat ditakuti oleh
penduduk Douw saat itu. O-nari Itulah yang memberikan informasi dan membantu
Ui Ondophoro Untuk menyerang dan mengalahkan perkampung suku Tutasi yang
besar jumlah penduduknya.

UI Ondophoro menyerang penduduk Doawo dengan kekuatan fisik Dan


supranatural Serangan fisik yang dilancarkan bukanlah perang terbuka secara
frontal, tetapi dengan taktik gerilya dan serangan teror. Serangan secara
supranatural yaitu bahwa hasil buruann dan tangkapan serta hasil cocok tanam
yang dimakan telah diracuni secara magis (supranatural). Diceritakan bahwa
beberapa waktu setelah kehadiran Ui Ondophoro dan kelompoknya di tanjung
Warako, mulai berjatuhan korban jiwa pada pihak Suku Tutari di Kampung
Douwo yaitu kampung Tutari - Yokhu, Tamai Yokhu dan Nimro Mantai (kampung
Doyo Lama) dan di Kampung Koning Dobeyau dan Kampung Kentore Bayore
(lokasi kambung Bambar/Doya Baru). Semakin lama orang-orang Saku Tutari
merasa bahwa hidup mereka terancam karena maut mengincar dan mengancam
dimana-mana, di hutan, dikebun, di danau, disungai kali, bahkan di dalam
perkampungan.

Dituturkan kemudian bahwa setelah beberapa lama berlangsungnya serangan


dari pihak Ui Ondophoro, keramaian dan kesibukan pada perkampungan suku
Tutari.

Bahkan jumlah penduduk Suku Tutari semakin berkurang dan akhirnya


suku Tutari diperbukitan Tutari Menjadi sepi. Setelah kampung Douwo
ditinggalkan oleh Suku Tutari , Ui Ondophoro dan pengikutnya tidak serta merta
langsung menempatinya tetapi seluruh dataran lembah dan danau dibiarkan tanpa
dikelola untuk suatu masa yang cukup lama (mungkin bertahun - tahun)

Dituturkan seterusnya bahwa Ui Ondophoro secara resmi tidak pernah


menempati Kampung Douwo, karena meninggal di Kampung Waroko, setelah
sebelumnya mewariskan dan menyerahkan Jabatan Ondophoro kepada keempat
orang putranya dari lima orang isteri nya (satu isterinya tidak memberikan
keturunan). Setiap orang putranya dibeti hak dan kuasa delam habatan Ondophoro
dan seluruh pengikutnya dibagi empat untuk membentuk empat kampung dan
keempat kampung itu dinamai menurut nama ibunda dari tiap putra Ui yang
memimpin.

Demikian akhirnya terbentuk empat kampung yaitu:

1. Kampung Towaideware (Swaidewar) adalah perkampungan dengan


Ondophoro keturanan ibunda Towai (isteri Pertama Ui Ondophoro) ·
Ondophoro bermarga Marweri.

4
2. Kampung Dobong khonoroware (Yoseai) perkampungan keturunan
ibunda Norokhou (isteri kedua Ui Ondophoro). Ondophoro bermanga
Nakhuboy.
3. Kampeng Nonokopouw (Norokobouw) perkampungan keturunan ibunda
Norokhou (Noropho), Isteri ketiga Ui Ondophoro. Ondophoronya
bermarga kaway.
4. Kampung Pongkhonoroware (Pande), perkampungan keturunan ibunda
Pangkari, isteri keempat Ui Ondophoronya bermarga Marweri

Dengan demikian Kampung Dayo saat ini (meliputi Kampung Doyo lama
dan Doyo Baru) secara adat merupakan koalisi atau konfederasi empat kampung
dengan, empat wilayah teritori yang sekutu.

MISTERI LENYAPNYA SUKU TUTARI (KAMPUNG TUTARI


YOKHU, TAMAN YOKHU DAN NIMROMANTAL)

Dituturkan seterusnya bahwa Orang Ui Deware ( orang Doyo keturunan Ui)


dibawah pimpinan para Ondophoronya masih lama berada/ bermukim di kampung
Waroko, hingga tanah (dataran dan lembah),

hutan, sungai dan danau, dianggap telah terpulihkan yang tertandai dengan
bekas perkampangan Saku Tutari dan tanah-tanah bekas garap. Dan telah
ditumbuhi pepohonan, maka secara bertahap para Ondophoro dan pengikut
masing-masing satu persatu pindah dan menempati tepi pantai kampung Doyo
Lama sekarang.

Sementara perbukitan tempat situs Megelitik tertutup tumbuhan ilalang dan


tidak dijamah dan demasukii oleh Orang Ui Deware karena seluruh perbukitan itu
memancarkan daya atau suasana magis( aura supranatural)

Sampai kepada pecahanya PD II khususnya Perang pasifisik, Orang Ui


Deware hanya memandang dari kejauhan puncak bukit Tutari dimana tampak
tegakan menhir-menhir, yang dituturkan oleh para tetua adat di puncak Bukit
itulah berkumpul sisa suku Tutari

Bukit itu adalah tempat ritual penyembahan kepada matahari . Singkat cerita
tidak diketahui kemana perginya Sisa Suku Tutari ini.

Para orang tua Ui Deware (Doyo) menyatakan bahwa ditempat (bukit


Tutarı) itulah Sisa Suku Tatari oleh sesembahan mereka yaitu Matahari Yang
Perkara, dibenamkan kedalam tanah menjadi makhluk astral (tak kasat mata).

Terkait fenomena gaib, yaitu cerita sekitar tahun 1990-an tentang menhir
(sebongkah batu) dari Situs Bukit Tutari yang di boyong ke- Jakarta. Setelah di
Jakarta, tanpa disadari oleh pembawanya menhir itu menghilang. Dicari-cari tidak
ketemu. Ditelusuri kembali kejayapura, ternyata menhir itu sudah kembali
ketempatnya semula di- puncak Bukit Tutari.

Pertanyaan bagi kita " siapakah yang mengembalikan menhir ini? Apakah
kembali sendiri atau dijemput dan dikembalikan mahkluk astral ?????”

Anda mungkin juga menyukai