Pengelolaan Hutan Dan Daerah Aliran Sung

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
Oleh:
Zainal Abidin

1.11. LLAaTtaArRBBelEaLkAaKngANG PROYEK


.1.

Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,


menyebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan yang bertujuan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan mening- katkan daya
dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan memper- tahankan kecukupan
hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional.
Sedangkan menurut UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan. Ilustrasi DAS tersaji pada Gambar 1.1
berikut.
Daerah Aliran Sungai (DAS) berperan vital dalam berkem-
bangnya kebudayaan, sehingga DAS selalu menjadi pusat dari
tumbuhnya peradaban, termasuk tentunya perkembangan pen- duduk.
Perkembangan penduduk yang terus meningkat, lama kelamaan
merubah keseimbangan harmonis antar manusia dengan sungai dan
hutan yang ada di sekitarnya. Semakin bertambah jumlah penduduk,
semakin berat pula tekanan yang dihadapi oleh DAS. Dalam jangka
panjang, kualitas DAS dalam
memberikan pelayanan terhadap manusia maupun lingkungannya juga
mengalami kemunduran. Persoalan yang terakhir ini terjadi hampir di
seluruh DAS di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatra yang
memiliki jumlah serta petumbuhan penduduk yang
relatif tinggi.

Batas DAS

Aliran Permukaan

Sungai

Gambar 1.1. Visualisasi daerah aliran sungai


(Brown, Peterson, Kline-Robach, Smith, dan Wolfson, 2000)

Sub DAS Way Besai dengan luas 97.671,92 ha merupakan


bagian dari DAS Tulang Bawang yang memiliki luas 982.282,25 ha.
Dari keseluruhan luas DAS Tulang Bawang, terdapat
22.454,45 ha areal yang tergolong sangat kritis, 93.557,05 ha kritis,
457.783,81 ha agak kritis, 242.250,52 ha potensial kritis dan hanya
122.783,62 ha yang tidak kritis. Indikator kerusakan DAS tersebut
ditunjukkan dengan nilai Q (rasio nilai debit maksimum dan debit
minimum) yang besar 62,42 (BP DAS WSS,
2011).

2 2
Kegiatan Strengthening Community Based Forest and
Watershed Management (SCBFWM) adalah pada bagian hulu Sub DAS
Way Besai dengan luas area tangkapan air (catchment area)
44.720 ha. Daerah hulu ini mencakup wilayah Kecamatan Way Tenong,
Kecamatan Air Hitam, Kecamatan Sumber Jaya, Keca- matan Kebun
Tebu, dan Kecamatan Gedung Surian berpenduduk
77.877 jiwa yang sekitar 86% di antaranya bekerja pada sektor
pertanian. Apabila areal non kawasan hutan (APL) seluas 25.743 (33%)
dianggap sebagai lahan pertanian, maka kepadatan agraris Sub DAS
Way Besai adalah 3 orang per ha, atau dengan kata lain rata-rata
kepemilikan lahan pertanian di wilayah tersebut < 0,3 ha per orang.
Sempitnya pemilikan lahan menyebabkan tekanan terhadap lahan,
baik pertanian maupun non pertanian (hutan lindung dan taman
nasional) sangat tinggi. Tekanan terhadap lahan tersebut
menyebabkan penduduk mengopkupasi lahan untuk pertanian
termasuk lahan di areal hutan lindung. Akibat- nya, erosi dan
sedimentasi menjadi tinggi sehingga fluktuasi debit Sub DAS Way
Besai yang jauh diatas normal. Salah satu upaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan mengem- bangkan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) sejak awal tahun 2000. Saat ini terdapat 21
kelompok HKm di Lampung Barat dengan izin usaha pengelolaan
hutan kemasyarakat selama 35 tahun.
Dalam rangka memperbaiki kondisi DAS di Indonesia,
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial,
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dengan dukungan United
Nations Development Programme (UNDP) dan Global
Environmental Facilities (GED) melaksanakan berbagai kegiatan dalam
skema proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan DAS Berbasis
Masyarakat (Strengthening Community Based Forest and Watershed
Management). Proyek ini dilaksanakan pada 6 daerah pilot proyek,
yaitu: (1) DAS Gopgopan, Sumatra Utara, (2) Sub- DAS Way Besai,
Provinsi Lampung, (3) Sub-DAS Tulis, Yogyakarta-Jawa Tengah,
(4) DAS Jangkok, Nusa Tenggara Barat,

3 3
(5) DAS Besiam-Noelmina, Nusa Tenggara Timur, dan (6) DAS
Miu, Palu, Sulawesi Tengah.
Program ini dilaksanakan sejak tahun 2010 sampai dengan
tahun 2014. Namun demikian, beberapa persiapan telah dilaksanakan
sebelumnya yaitu persiapan calon lokasi, penilaian, dan keputusan.
Proyek ini didanai oleh Global Environmental Facilities (GEF) dan
UNDP, dengan pelaksana dan pemilik proyek adalah Direktorat
Pengelolaan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial
(DIRPEP DAS dan PS) Kementerian Kehutanan. Menurut Dokumen
Proyek, komitmen anggaran yang disediakan untuk 5 tahun adalah US $
7 juta.

11..22..

TTUuJjuUaAnNDDanAKNelKuEaLrUanAPRrAoNyeP

kRSOCBYFEWK SMCBFWM Tujuan Proyek

SCBFWM yaitu :
1. Membantu pemerintah Indonesia mengurangi degradasi hutan dan
lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai.
2. Memperkuat kelembagaan masyarakat dalam rangka men- dorong
inisiatif dan partisipasi masyarakat.
3. Memperkuat peran serta masyarakat dalam inisiatif pengelola- an
hutan dan DAS secara berkelanjutan.

Keluaran Proyek SCBFWM meliputi 4 sasaran, yaitu:

1. Penguatan pengelolaan hutan dan DAS Berbasis Masyarakat dimana


masyarakat yang miskin, tidak memiliki lahan, dan kaum
perempuan ikut aktif di dalamnya.
2. Meningkatnya dukungan pemerintah yang terukur pada
pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat.
3. Meningkatnya koordinasi para pihak dalam pengelolaan hutan dan
DAS Berbasis Masyarakat pada berbagai tingkatan.

4 4
4. Meningkatnya kemampuan manajemen proyek dalam pe-
ngelolaan kegiatan.

5 5
1.3. Kerja-Kerja

Kerja-kerja proyek SCBFWM selama ini dilaksanakan


dalam rangka mencapai sasaran proyek, yang meliputi:
1. Penyusunan database kondisi Sub-DAS Besai yang berisi
informasi terkini kondisi Sub-DAS Besai termasuk kondisi biofisik,
sosial-ekonomi, kelembagaan, kebudayaan, serta peran para
pihak.
2. Kegiatan pelatihan-pelatihan kepada kelompok-kelompok
masyarakat. Jenis-jenis pelatihan yang pernah dilaksanakan adalah:
(a) participatory water monitoring/PWM, (b) par- ticipatory
landscape appraisal (PALA), (c) penyusunan mana- jemen plan,
(d) pelatihan pengolahan produk-produk kopi, (e) pengenalan
perkebunan multistrata, dan (f) pelatihan pemin- talan sutera alam.
3. Pemberian hibah kecil kepada kelompok-kelompok masyarakat
dalam rangka mendorong inisiatif masyarakat dalam penge- lolaan
hutan dan DAS. Paket-paket hibah kecil yang telah diberikan
berupa: (1) fasilitasi pemberian 3 unit microhydro, (2) fasilitasi
konservasi hutan dengan silvopastur ternak kambing, (3) fasilitasi
peningkatan pelayanan air bersih berbasis masyarakat, (4) fasilitasi
pembuatan embung/cek dam, (5) fasilitasi pembibitan tanaman buah
pala dan manggis, (6) fasilitasi pembuatan sipil teknis konservasi
tanah seperti pembuatan rorak, pembuatan teras, (7) fasilitasi
penyusunan rencana umum dan rencana operasional HKm, (8)
fasilitasi perahu karet untuk arung jeram dalam rangka
meningkatkan ekoturisme, dan (9) fasilitasi optimalisasi kelebihan
air bersih dengan pembuatan kolam di pekarangan. Dalam setiap
paket hibah kecil, setiap kelompok masyarakat (Community
Based Organization) secara swadaya menyediakan dan menanam
bibit tanaman sebanyak 5000 batang. Sampai dengan tahun
2012, telah ditanam sebanyak lebih dari 200.000 bibit dengan
sukses tumbuh sebanyak 74%. Sementara untuk hibah

6 6
kambing, hibah kecil telah memberikan 237 ekor indukan dan
111 ekor anakan, sehingga total kambing yang terfasilitasi
adalah 348 ekor.
4. Penyusunan Model DAS Mikro yang berlokasi di Pekon
Sindang Pagar, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung
Barat.
5. Pelatihan untuk pegawai negeri sipil dengan topik PWM dan PALA
serta metode menghitung kondisi air secara cepat. Pelatihan ini telah
melibatkan 67 pegawai negeri sipil di tingkat kabupaten dan
kecamatan.
6. Rapat-rapat koordinasi para pihak baik pada tingkat keca- matan,
kabupaten, maupun provinsi. Workshop dan rapat juga memfasilitasi
peran forum seperti Forum Hutan Kemasya- rakatan (HKm), Forum
DAS Way Besai Hulu, dan Masyarakat Konservasi Tanah dan Air
Indonesia (MKTI). Dari hasil rapat, beberapa aktivitas lanjutan
dalam rangka menyelesaikan persoalan tapal batas HKm telah
berhasil dilaksanakan, reorganisasi Forum HKm Provinsi terbentuk
pada tahun 2012.
Kerja-kerja tersebut akan semakin memberikan pengaruh yang
besar jika pada akhirnya terjadi perbaikan kondisi Sub-DAS Besai baik
dari ekologi maupun ekonomi masyarakat.
Buku ini akan mendiskusikan beberapa informasi tentang
program SCBFWM serta beberapa aktivitas yang telah dijalankan
selama ini. Buku ini akan disusun dengan pokok bahasan sebagai
berikut
1. Pendahuluan yang menguraikan latar belakang proyek
SCBFWM serta intervensi dari proyek.
2. Bab 2 menguraikan kondisi terkini Sub-DAS Way Besai ter-
masuk kondisi sosial ekonomi, bio-fisik, dan ekologi wilayah.
3. Bab 3 tentang pembelajaran kegiatan SCBFWM selama 2 tahun
kegiatan.
4. Bab 4 tentang kesimpulan dan tindakan yang diperlukan
kedepan (ways forwards).

7 7
1.4 Manfaat Buku

Buku ini bermanfaat sebagai pembelajaran atas penga- laman


sejati dari kegiatan yang sebenarnya cukup kompleks karena kegiatan
proyek ini melintasi berbagai tingkatan dari kelompok masyarakat,
pemerintah kecamatan, kabupaten, provinsi, kelompok-kelompok
swadaya masyarakat, entitas swasta, dsb.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai memang sangat penting saat
ini dengan seiring dan semakin menurunnya kemampuan DAS
dalam menopang kehidupan. Berbagai kejadian bencana alam
selama ini ditengarai merupakan direct impact dari kegagalan
para pihak dalam mengelola Daerah Aliran Sungai.
Untuk peneliti, buku ini memberi manfaat tentang isu-isu yang
muncul dalam pengelolaan hutan dan DAS serta membantu
menguraikan uraian permasalahan penelitan (problem statement).
Untuk pemerintah, buku ini memberi informasi tentang sebuah
pendekatan yang mungkin saja untu dijadikan model penge- lolaan
hutan dan DAS di wilayah lain. Replikasi model dipercaya
akan mempercepat proses pemulihan DAS dan Hutan di Indonesia.

Daftar Pustaka

Brown, E., A. Peterson, R. Kline-Robach, K. Smith, dan L. Wolfson,


2000. ―Developing Watershed Management Plan for
Water Quality: An Introductory Guide‖. Institute of Water
Research. Michigan State University. Millbrook Printing.
Diunduh dari www.michigan.gov/documents/deq/ess-nps-
watershed-planning_210637_7.pdf
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih-Way Sekampung
(BPDAS-WSS). 2011. Updating Baseline Data Sub-DAS
Way Besai . Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai