Anda di halaman 1dari 15

Nama : Marshela Manurung

Nomor Daftar Hadir : 17


NPP : 30.1007
Kelas : J5
Semester / Program Studi : V/Manajemen
Keamanan
dan Keselamatan Publik
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana,
Perdata dan TUN

SOAL :
1. Sebutkan Pengertian  Hukum Acara menurut para ahlinya masing-masing dan menurut
Undang-Undang  baik Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara
Tata Usaha Negara ! 
Jawab :
Pengetian Hukum Acara Pidana menurut para ahli
a. Menurut Prof. Andi Hamzah Hukum acara pidana merupakan peraturan yang
melaksanakan hukum pidana.
b. Yahya Harahap berpendapat bahwa KUHAP sebagai hukum acara pidana yang
berisi ketentuan mengenai proses penyelesaian perkara pidana sekaligus menjamin
hak asasi tersangka atau terdakwa. Hal ini terdapat pada penjelasan bahwa
KUHAP sebagai hukum acara pidana yang berisi ketentuantata tertib proses
penyelesaian penanganan kasus tindak pidana, sekaligus telah memberi “legalisasi
hak asasi” kepada tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di
depan pemeriksaan aparat penegak hukum.
c. Menurut Lilik Mulyadi, pada asasnya pengertian hukum acara pidana itu
merupakan :
1. Peraturan hukum yang mengatur, menyelenggarakan, dan mempertahankan
Eksistensi Ketentuan Hukum Pidana Materiil (Materieel Strafrecht) guna
mencari, menemukan, dan mendapatkan kebenaran materiil atau yang
sesungguhnya ;
2. Peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara dan proses pengambilan
putusan oleh Hakim
3. Peraturan hukum yang mengatur tahap pelaksanaan daripada putusan yang
telah diambil.
d. Menurut R.Soesilo
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil, sehingga
memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana putusan itu harus dilakukan
e. Menurut Prof.Mulyatno
Hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruh hukum yang berlaku di suatu
negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan
cara apa dan prosedur seperti apa, ancaraman pidana yang ada pada suatu
perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah
melakukan perbuatan pidana.
f. Menurut Dr.Wirjono Prodjodikoro
g. Hukum acara pidana adalah sederat aturan yang memuat peraturan dan tata cara
bagaimana badan-badan pemerintaan berkuasa, seperti pihak polisi, kejaksaan, dan
pengadilan wajib mengadakan tindak hukum pidana sebagai tujuan negara.
Pengetian Hukum Acara Pidana menurut Undang-Undang
Sumber-sumber Formal Hukum Acara Pidana Indonesia
A. UUD 1945
Yang sangat penting dari ketentuan UUD 1945 yang langsung mengenai hukum acara pidana
adalah sebagai berikut:
1. Pasal 24 dan 25
"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman
menurut undang-undang". (Pasal 24 Ayat (1))."Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman
itu diatur dengan undang-undang". (Pasal 24 ayat (2).
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhatikan sebagai hakim ditetapkan dengan
undang-undang". (Pasal 25)
2. Penjelasan Pasal 24 dan 25
"Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dai pengaruh
kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang
kedudukannya para hakim".
3. Pasal II Aturan peralihan UUD 1945
"Segala lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan UUD
dan belum diadakan yang baru menurut undang-undang ini".
B. Undang-Undang
1. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU No 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76)
2. UU No 7 Tahun 1992. LN 1992 No. 31 tentang Pokok Perbankan, khususnya pasal 37 jo. UU
No 10 tahun 1998.
3. UU No 16 Tahun 2004, LN 2004 No 67 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
4. UU No 2 tahun 1986, LN 1986 No 20 tentang Peradilan Umum jo. UU No 8 tahun 2004
tentang perubahan UU No. 2 tahun 1986
5. UU No 41 tahun 1985, LN 1985 No 73 tentang Mahkamah Agung jo. UU No 5 tahun 2004
tentang Perubahan atas UU No 14 tahun 1985
6. UU No 31 tahun 1999, LN 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kaitannya
dengan KUHAP ialah dalam pasal 284 KUHAP.
7. UU No 13 tahun 1970, LN 1970 No 150 tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian terhadap
anggota MPR dan DPR Gotong Royong.
8. UU No 4 tahun 2004, LN 2004 No 8 tentang Kekuasaan Kehakiman
9. UU No 28 tahun 1997, LN 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Republik
Indonesia
10. UU No 5 (PNPS) tahun 1959, LN 1950 No 80 tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa
Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana tertentu.
11. UU No 7 (drt) tahun 1995, LN 1995 No 27 tentang Pengusunan, Penuntutan dan Peradilan
Tindak Pidana Ekonomi.

Pengetian Hukum Acara Perdata menurut para ahli


Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut Para Ahli
1. Menurut Wirjono Prodjodikoro,
Pengertian Hukum Acara Perdata merupakan rangkaian peraturan yang muat metode gimana
orang wajib berperan dihadapan majelis hukum serta metode gimana majelis hukum itu wajib
berperan, satu sama lain buat melakukan berjalannya peraturan hukum perdata.
2. Menurut MH. Tirraamidjaja,
Pengertian Hukum Acara Perdata adalah sesuatu akibat yang ditimbulkan dari hukum perdata
materil.
3. Menurut Sudikno Mertokusumo
Beliau mengemukakan pengertian Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Perdata yakni
peraturan hukum yang mengendalikan gimana triknya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan hakim ataupun peraturan hukum yang memastikan gimana triknya
menjamin penerapan hukum perdata materiil.
4. Menurut R. Subekti( Mantan Pimpinan Mahkamah Agung)
Hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, tiap pertumbuhan dalam hukum materiil
itu hendaknya senantiasa diiringi dengan penyesuaian hukum acaranya.
5. Menurut Soepomo
Seseorang pakar hukum adat berkata kalau dalam peradilan tugas hakim yakni
mempertahankan tata hukum perdata, menetapkan apa yang didetetapkan oleh hukum dalam
sesuatu masalah.
Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal dibedakan menjadi .
Sumber hukum tertulis terdiri dari : HIR (S. 1884 no.16, S. 1941 no.44), RBg (S. 1927
no.227), RV (S. 1847 no.52, 1849 no. 63), BW buku IV, WvK dan Peraturan Kepailitan , UU no.
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU no. 1 Tahun 1974 (LN 1) tentang
perkawinan, Undang-undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU no. 23
tahun 1997 tentang Pengelolaan Hingkungan Hidup, Undang-undang No.5 Tahun 2004
Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, Undang-undang
No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat , Undang-undang No.8 Tahun 2004 Perubahan atas
undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum dan Peraturan-peraturan pelaksana
beserta undang-undang khusus lainnya dalam bidang peradilan .

Pengetian Hukum Acara PTUN


Pengertian hukum acara peradilan TUN adalah hukum yang mengatur tentang cara
menyelesaikan Sengketa TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
TUN akibat dikeluarkannya keputusan TUN termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang - undangan yang berlaku.
Hukum Acara Peradilan TUN termuat dalam UU Peradilan TUN, karena UU Peradilan TUN
selain memuat aturan hukum tentang lembaga Peradilan TUN juga memuat tentang hukum acara
yang berlaku dalam Peradilan TUN.
Hukum Acara PTUN adalah: seperangkat peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan, serta cara pengadilan bertindak satu
sama lain untuk menegakkan peraturan HAN (materiil). Hukum Acara PTUN dapat pula disebut
dengan Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara

Sumber-sumber Hukum Acara PTUN


Sumber Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara antara lain :
1. Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945;
2. Undang-Undang No. 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (perubahan dari
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kemudian diubah
menjadi Undang-Undang No. 9 Tahun 2004);
3. Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (perubahan dari
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Udangn No 35
Tahun 1999, serta Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman.);
.Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung (perubahan dari Undang-
Undang No 14 Tahun 1985, dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah
Agung);
5. Yurisprudensi;
6. Praktek Administrasi Negara sebagai hukum kebiasaan;
7.Doktrin atau pendapat para ahli hukum.

2. Asas adalah prinsip dasar yang menjadi acuan berpikir seseorang dalam mengambil
keputusan-keputusan yang penting di dalam hidupnya. 
Sebut dan jelaskan asas-asas Hukum Acara : Pidana, Perdata  dan TUN ! 
Jawab :
Asas Hukum Acara Pidana
a. Asas Praduga Tidak Bersalah Asas
Praduga tak bersalah dinyatakan dalam penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruf c.
Penjelasan umum KUHAP butir 3c: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, bukti,
dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib atur tidak ada sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan pengadilan yang menyetakan hukumnya
dan mendapatkan hukum tetap.” Asas ini berarti menempatkan tersangka atau
terdakwa merupakan manusia yang dianggap tidak bersalah sehingga tidak boleh
mengalami pemaksaan. Terdakwa atau tersangka baru bisa dinyatakan bersalah
setelah pengadilan hukum.
b. Asas Legalitas
Asas legalitas adalah asas hukum acara pidana yang mewajibkan semua perkara harus
dipidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tersangka atau terdakwa
memiliki hak, saksi memiliki hak, dan juga penegak hukum memiliki hak yang telah
diatur dalam hukum sehingga tidak bisa bertindak semena-mena.
c. Asas Perlakuan yang Sama
Di muka hukum Asas perlakuan yang sama di muka hukum mewajibkan setiap
negara di seluruh dunia untuk tidak mendiskriminasi manusia dalam pengadilan
hukum. Pengadilan hukum tidak boleh membeda-bedakan manusia berdasarkan ras,
gender, agama, pandangan politik, kebangsaan, status sosial, dan wajib menegakan
HAM bagi seluruh manusia.
d. Asas Peradilan Cepat
Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan mewajibkan peradilan untuk
dilakukan denga segera, singkat, cepat, dan sederhana, tanpa harus bertele-tele,
sehingga tidak menelan banyak biaya. Dilansir dari Badan Diklat Kejaksaan Republik
Indonesia, proses peradilan yang cepat dan sederhana merupakan tuntutan yang logis
dari setiap tersangka dan terdakwa sesuai dengan langkah yang tercantum di KUHAP.
e. Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum
Asas peradilan terbuka untuk umum tercantum dalam KUHAP pasal 64 dan pasal 153
ayat 3. Pasal 64: “Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum” Pasal 153 ayat 3: "Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang
membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.” Asas peradilan terbuka untuk
umum mewajibkan sidang dapat dibuka secara umum sehingga masyarakat dapat
mengawasi proses penegakan hukum yang ada. Kecuali perkara kesusilaam yang
dianggap sangatlah pribadi dan dapat mempermalukan korban, juga peradilan yang
dilakukan pada anak di bawah umur.
f. Asas akusator menyatakan bahwa terdakwa atau tersangka bukanlah obyek dari
persidangan, sehingga ia dapat memberikan keterangan dengan bebas sebagaimana
yang dilakukan oleh penuntut umum tanpa adanya paksaan. Asas akusator diatur
dalam pasal 52 dan 66 KUHAP. Pasal 52: “Dalam pemeriksaan pada tingkat
penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik atau hakim” Pasal 66: “Tersangka atau terdakwa tidak
dibebani kewajiban pembuktian”
g. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Tersangka atau terdakwa suatu perkara memiliki hak bantuan hukum dan dpat
memilih penasihatnya sendiri. Jika tersangka atau terdakwa tidak memiliki
penasihatnya sendiri, pejabat yang bersangkutan dalam menunjuk penasihat hukum
bagi mereka yang memberikan bantuan secara cuma-cuma.
h. Asas Oportunitas
Asas oportunitas dalam hukum acara pidana diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam pasal
35 butir c: “mengesampingkan perkara demi kepentingan umum” Asas oportunitas
adalah pengecualian dari asas legalitas, di mana perkara yang dijatuhkan pada
tersangka atau terdaksa dapat dikesampingkan jika merugikan kepentingan umum.
i. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Asas ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, tepatnya pada pasal 9 ayat 1:
“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan
undang-undang atau kerena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.” Asas ganti rugi
memberikan hak bagi tersangka atau terdakwa untuk menintut ganti rugi dan
rehabilitasi jika terjadi pengadilan hukum yang tidak sesuai dengan undang-undang
ataupun terjadi salah tangkap.
j. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan memberikan hak bagi tersangka
atau terdakwa serta saksi untuk diperiksa secara langsung oleh hakim dengan bahasa
yang dapat dimengerti. Sehingga pengadilan dapat menemukan kebenaran atas
perkara dengan lebih benar.

Asas Hukum Acara Perdata


1. Asas Kebebasan Berkontrak
Ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Serta asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak
untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d. Menentukan bentuk perjanjian, baik secara tertulis atau secara lisan

2. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)


Asas kepastian hukum atau yang lebih dikenal dengan asas pacta sunt sevanda yang
memiliki arti janji harus ditepati. Pada dasarnya asas ini berkaitan dengan perjanjian atau
kontrak yang dilakukan diantara individu. Dapat dikatakan juga bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang.

3. Asas Konsensualisme
Perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang
membuat perjanjian. Berdasarkan asas konsesualisme itu, dianut suatu paham bahwa
sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak dengan konsensus para pihak
yang membuat kontrak (convergence of wills). Asas konsensualisme terdapat di dalam
Pasal 1320 KUH Perdata. Hukum perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata berasas
konsensualisme.

4. Asas Itikad Baik (goede trouw)


Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, perjanjian haruslah dilaksanakan dengan
itikad baik. Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu perjanjian, bukan
pada “pembuatan”, sebab unsur itikad baik dalam hal proses pembuatan suatu perjanjian
sudah terdapat di dalam unsur kausa yang halal pada Pasal 1320 KUH Perdata.

5. Asas Kepribadian (Personality)


Asas kepribadian menjelaskan bahwa ruang lingkup berlakunya perjanjian hanyalah pada
pihak-pihak yang membuat perjanjian saja. Pihak di luar perjanjian tidak dapat menuntut
suatu hak apapun berdasarkan perjanjian itu.
Asas Hukum Acara TUN

1. Asas Pancasila
Bangsa indonesia telah menetapkan falsafah/ asas dasar negara adalah pancasila yang artinya
setiap tindakan/perbuatan baik tindakan pemerintah maupun perbuatan rakyat  harus sesuai
dengan ajaran pancasila. Dalam bidang hukum, Pancasila  merupakan sumber hukum materiil,
sehingga setiap isi peraturan perundangan-undangan  tidak boleh bertentangan  dengan sila-sila
yang terkandung dalam pancasila. Undang-undang dasar 1945 merupakan landasan
konstitusional daripada negara republik indonesia. Perubahan undang-undang dasar 1945
mengandung empat pokok-pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum bangsa indonesia
yang mendasari hukum dasar negara  baik hukum yang tertulis dan hukum tidak tertulis.
2. Asas Negara Hukum
Setelah  UUD 1945 diamandemen, maka telah  ditegaskan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa ” Negara
Indonesia adalah negara hukum  dimana sebelumnya hanya tersirat dan diatur dalam penjelasan
UUD 1945″. Atas ketentuan  yang tegas diatas maka setiap sikap kebijakan dan tindakan
perbuatan alat negara  berikut seluruh rakyat harus berdasarkan dan sesuai dengan aturan
hukum.  Dengan demikian semua pejabat/alat-alat negara tidak akan bertindak sewenang-
wenang  dalam menjalankan kekuasaannya.
3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu wilayah. Kedaulatan 
rakyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat. Sehingga dalam pemerintah melaksanakan
tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat. Pasal 1 ayat 2 undang-undang dasar 1945
berbunyi : ” Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD “.  Rumusan ini
secara tegas bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat yang diatur dalam UUD 1945.  UUD 1945
menjadi dasar dalam pelaksanaan suatu kedaulatan rakyat tersebut baik wewenang tugas dan
fungsinya ditentukan oleh UUD 1945.
4. Asas Negara Kesatuan
Pada dasarnya negara kesatuan dideklarasikan pada saat menyatakan/ memproklamirkan
kemerdekaan oleh para pendiri negara dengan menyatakan seluruh wilayah sebagai bagian dari
satu negara. Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 menyatakan  ” Negara Indonesia sebagai suatu negara
kesatuan yang berbentuk republik”. Negara kesatuan adalah negara kekuasaan tertinggi atas
semua urusan negara ada ditangan  pemerintah pusat atau pemegang kekuasaaan tertinggi dalam
negara ialah pemerintah pusat.
5. Asas Pembagian kekuasaan dalam check and balances
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pemisahan kekuasaan. Pemisahaan
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian seperti
dikemukaan oleh :
John Locke yaitu Kekuasaan legislatif,Kekuasaan eksekutif,Kekuasaan federatif.  Sedangkan
Montesquieu  mengemukakan  bahwa setiap negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu trias
politica, eksekutif ,legislatif,yudikatif. Dari ketiga kekuasaan itu masing-masing terpisah satu
sama lainnya baik mengenai orang nya maupun fungsinya.

3. Pasal 27 ayat 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa
pada setiap lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung masih bisa dibentuk
pengadilan khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu.
Sebut dan jelaskan Jenis-Jenis  Peradilan di Indonesia !
Jawab :
1.Peradilan Umum
Peradilan umum menangani perkara pidana dan perdata secara umum.  Badan pengadilan
yang menjalankannnya adalah Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan
Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat bandingnya. Pengadilan Negeri
berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah kewenangannya.
Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dengan kewenangan
meliputi wilayah Provinsi tersebut. Peradilan ini diatur dengan UU No. 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum jo. UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 jo.
Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012. Terdapat 6 pengadilan khusus di lingkungan
peradilan umum:
a.Pengadilan Anak, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan atas perkara
yang dilakukan oleh pada anak berumur 12-17 tahun yang diduga melakukan suatu tindak
pidana.
b.Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara tindak pidana korupsi, dimana pekara yang diperkarakan adalah
pekara yang tuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
c.Pengadilan Perikanan, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan yang
berhubungan dengan tindak pidana di bidang perikanan.
d.Pengadilan HAM, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan yang
berkaitan dengan pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan.
e.Pengadilan Niaga, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan atas
perkara pailit dan penundaan kewajibann pembayaran utang, kekayaan intelektual, dan
likuidasi.
f.Pengadilan Hubungan Industrial, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara perselisihan hubungan industrial meliputi hak, kepentingan, PHK,
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satup perusahaan.

2.Peradilan Agama
Peradilan agama ini adalah peradilan yang khusus menangani perkara perdata tertentu
bagi masyarakat beragama Islam. Yang sangat umum diperkarakan adalah perkara
perdata seperti perceraian dan waris secara Islam. Badan yang menjalankannya terdiri
dari Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama yang berada di ibukota dan
Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang terletak di ibukota
provinsi. Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibentuk pengadilan agama
dengan nama Mahkamah Syar’iyah agama nya dibentuk dengan nama Mahkamah
Syar’iah dan pengadilan tinggi agama dengan nama Mahkamah Syar’iyah Aceh. Dasar
hukum peradilan ini adalah berdasrakan UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
jo. UU No.3 Tahun 2006 jo. UU No.50 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor
37/PUU-X/2012.

3.Peradilan Tata Usaha Negara


Peradilan ini khusus menangani perkara gugatan terhadap pejabat administrasi negara
akibat penetapan tertulis yang dibuatnya merugikan seseorang atau badan hukum
tertentu. Pengadilan ini terdiri dari pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi
tata usaha negara di ibukota provinsi. (UU No 5 Th 1986 dan perubahannya Jo. Putusan
MK Nomor 37/PUU-X/2012) dan terdapat pengadilan turunan dari pengadilan tata usaha
negara yang menangani masalah pajak yaitu Pengadilan Pajak. (UU No 14 Th 2002). Ada
satu pengadilan khusus dibawah lingkungan peradilan tata usaha yaitu PengadilanPajak
yang menangani perkara sengketa pajak. Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan
UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No.9 Tahun 2004 jo.
UU No.51 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012.

4.Peradilan Militer
Peradilan militer hanya menangani perkara pidana dan sengketa tata usaha bagi kalangan
militer. Badan yang menjalankan terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer
Tinggi dan Pengadilan Militer Utama. Pengadilan Militer adalah pengadilan tingkat
pertama bagi perkara pidana yang terdakwanya berpangkat Kapten atau di bawahnya.
Pengadilan Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding untuk putusan Pengadilan
Militer, sekaligus pengadilan tingkat pertama untuk perkara pidana dengan terdakwa
berpangkat Mayor atau di atasnya.
Pengadilan Militer Tinggi juga pengadilan tingkat pertama bagi sengketa tata usaha
angkatan bersenjata. Sedangkan Pengadilan Militer Utama ialah pengadilan tingkat
banding atas putusan Pengadilan Militer Tinggi.Dasar hukum peradilan ini adalah
berdasarkan UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

5.Peradilan Konstitusi
Menangani pengujian kesesuaian isi undang-undang dengan Undang-Undang Dasar 1945
dan kewenangan lain yang diatur dalam UUD 1945. Dasar hukum peradilan ini adalah
berdasarkan UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo. UU
No.8 Tahun 2011 jo. UU No.4 Tahun 2014. 

4. Apa Perbedaan yang sangat mendasar antara Hukum Acara Pidana, Hukum Acara
Perdata dan Hukum Acara Tata Usaha Negara ?
Jawab :
Perbedaan mengadili

1. Hukum acara perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan-


perdata oleh hakim perdata.
2. Hukum acara pidana mengatur cara-cara mengadili perkara pidana di muka pengadilan
pidana oleh hakim pidana.
3. Hukum acara tata usaha negara mengatur cara-cara mengadili perkara pidana di muka
pengadilan oleh hakim tata usaha negara.

Perbedaan pelaksanaan:

1. Pada acara perdata inisiatif datang dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan.
2. Pada acara pidana inisiatifnya itu datang dari penuntut umum (jaksa).
3. Pada acara tata usaha negara inisiatifnya datang dari pejabat TUN.

Perbedaan dalam penuntutan:

1. Dalam acara perdata, yang menuntut si tergugat adalah pihak yang dirugikan. Penggugat
berhadapan dengan tergugat. Jadi tidak terdapat penuntut umum atau jaksa.
2. Dalam acara pidana, jaksa menjadi penuntut terhadap si terdakwa. Jaksa sebagai penuntut
umum mewakili negara, berhadapan dengan terdakwa. Jadi, disni terdapat seorang jaksa.
3.

Perbedaan alat-alat bukti:


1. Dalam acara perdata sumpah merupakan alat pembuktian (terdapat 5 alat bukti yaitu:
tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah)
2. Dalam acara pidana ada 4 alat bukti (kecuali sumpah).

Perbedaan penarikan kembali suatu perkara.

1. Dalam acara perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan boleh
menarik kembali perkaranya.
2. Dalam acara pidana, tidak dapat ditarik kembali.

Perbedaan kedudukan para pihak.

1. Dalam acara perdata, pihak-pihak mempunyai kedudukan yang sama. Hakim hanya
bertindak sebagai wasit, dan bersikap pasif.
2. Dalam acara pidana, jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa. Hakim juga turut
aktif.

Perbedaan dalam dasar keputusan hakim

1. Dalam acara perdata, putusan hakim itu cukup dengan mendasarkan diri kepada
kebenaran formal saja (akta tertulis dan lain-lain)
2. Dalan acara pidana, putusan hakim harus mencari kebenaran materiil (menurut
keyakinan, perasaan keadilan hakim sendiri)

Perbedaan macamnya hukuman

1. Dalam acara perdata, tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda, atau hukuman
kurungan sebagai pengganti denda.
2. Dalam acara pidana, terdakwa yang terbukti kesalahannya dipidana mati, penjara,
kurungan atau denda, mungkin ditambah dengan pidana tambahan seperti: dicabut hak-
hak tertentu dan lain-lain.

Perbedaan dalam bandingan

1. Bandingan perkara perdata dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi disebut Appel.
2. Bandingan perkara pidana dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi disebut Revisi.

5. Jelaskan Perbedaan antara  Penyidik dan Penyelidikan,  jelaskan pula perbedaan antara 
gugatan dan permohanan ! 
Jawab :
1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
2. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
3. Permohonan merupakan surat yang sengaja dibuat berisikan tentang semua
tuntutan hak perdata yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan dan membahas
tentang perkara yang tidak mengandung sengketa. Badan peradilan yang akan
memproses pengadilan ini dianggap sebagai proses peradilan yang tidak
sebenarnya.
4. gugatan merupakan surat yang dibuat dalam rangka untuk mengajukan pihak
penguasa kepada pengadilan yang berwenang. Di dalam surat ini memuat seluruh
tuntutan hak yang mengandung unsur sengketa dan nantinya akan menjadi dasar
untuk dilakukannya pemeriksaan perkara dan coba untuk dibuktikan
kebenarannya.

Anda mungkin juga menyukai