Anda di halaman 1dari 151

ENTITAS IMPERATIF DALAM KUMPULAN CERPEN

SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP
Tinjauan Sosiopragmatik

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh
ANISAH
NIM 1111013000027

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ENTITAS IMPERATIF DALAM KUMPULAN CERPEN


SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP
Tinjauan Sosiopragmatik

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh
ANISAH
1111013000027

Di bawah Bimbingan,

Dr. Nuryani, M.A.


NIP. 19820628 200912 2 003

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum


Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP disusun oleh Anisah, NIM.
1111013000027, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak
untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
fakultas.

Jakarta, 14 Desember 2015

Yang mengesahkan,
Pembimbing

Dr. Nuryani, M.A.


NIP. 19820628 200912 2 003
I,EMI}AIT I'IIN GE S AIIAN I'AN I T IA UJ I A1\* MUN A QA S AII

Skripsi beq'udul ltrntitas Imperatif dalarn I(untpulau Ccrpcu Sertlttutt


[{ctrycrruirr Karyn Ahmad'fohari clan lrrrplikasirry:r tcrhadalt l]crnbel:r.iaran
Ilahasa dan Sastra lnclonesia di SVIP clisusr.rn oleh ANISAII, Notnor Inclul<
'I'arbiyah datr
Mahzrsiswa 1 1 1 10 1 30g0g27, cliajukan kcpacla liakultas Iln-ru
I(egurual ll1\Syarif Iliclayaftr1lah Jakarta dan telah clinyatahan lulr.rs rlalarn ujian
Munaqasair parla tetnggal 21 Desember 2015 c1i hadapan du,van penguji. l(arenir
i1u, perrurlis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) clala.r:r bidang I'encliclikan
IJahasa clan Sa.strar [ndonesia'

Jarktuta, 2 L l)csomber 2,015

Panitia fliian Munaqasah

Tanggal 'l'anda 'l'atrgattr


I(ctr-ra I'anitizt (I(otutr Juntsan/Program Sturdi)

\{al<t,urr Subulti, M.IItr nr.


NII'. 19800305 200901 1 015

Sckretetris (S ekrotaris Jr'trusan/I'rodi)

I)ona Aii l(artrnia Putra, M.A. aotr


NIP. 19840409 201101 1 01s f/,
I'cnguji I

A!-rr-tq!-E-a
NIP \97601
[Ita:,llIlultl
1t3 200912 1 00')
,/
,t',
['onguji II

tr)r. Darsita Supilrno. M.I-Irrm.


'l 2-to{f \
drnL,f
t,
0.J lursila IYI [-hrrn
NrP. 19610807 199303 2 001 \7'

I)ekan Fakultas

-f
#rs"
-S/-*, ] uJ!
x:l:
mncl
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Anisah
NIM : 1111013000027
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Alamat : Jln. Alpukat V E 20 No.3 RT 004 RW 018,
Perum. Benda-Baru, Pamulang

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen


Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP adalah benar hasil karya
sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Dr. Nuryani, M.A.


NIP : 19820628 200912 2 003
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.

Jakarta, 14 Desember 2015


Yang Menyatakan

Anisah
ABSTRAK

Anisah (NIM: 1111013000027). “Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen


Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.” Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A.
Salah satu wujud bahasa yang memiliki fungsi komunikatif yang cukup luas
adalah entitas imperatif. Entitas imperatif merupakan wujud atau realisasi maksud
imperatif jika dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan wujud dan makna imperatif yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari dan
mendeskripsikan implikasi entitas imperatif yang ada pada kumpulan cerpen
tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan
tinjauan sosiopragmatik, yaitu tinjauan yang melibatkan keadaan-keadaan dan
kondisi-kondisi dari masyarakat budaya setempat serta konteks yang sifatnya
sosial, situasional, dan tekstual.
Hasil penelitian menunjukkan makna sosiopragmatik imperatif yang
ditemukan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
sebanyak empat belas macam makna imperatif. Keempat belas macam makna
imperatif tersebut di antaranya (a) makna imperatif perintah, (b) makna imperatif
suruhan, (c) makna imperatif permintaan, (d) makna imperatif permohonan, (e)
makna imperatif desakan, (f) makna imperatif bujukan, (g) makna imperatif
imbauan, (h) makna imperatif persilaan, (i) makna imperatif ajakan, (j) makna
imperatif larangan, (k) makna imperatif harapan, (l) makna imperatif umpatan, (m)
makna imperatif anjuran dan (n) makna imperatif sindiran. Pemahaman terhadap
wujud dan makna imperatif sangat ditentukan oleh keberadaan konteks situasi
tutur yang terdapat di dalam cerita atau narasi cerpen tersebut. Terdapat pesan
persaudaraan dan nilai-nilai kehidupan yang dapat diteladani dari kumpulan
cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari.
Penelitian ini dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia, siswa SMP kelas IX, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dengan kompetensi dasar menemukan bentuk dan macam-macam
makna imperatif serta dapat menganalisis nilai-nilai kehidupan dalam kumpulan
cerpen. Melalui hasil penelitian ini, guru dapat menumbuhkan kebiasaan
membaca sastra pada siswa. Diharapkan pula nilai-nilai kehidupan yang terdapat
dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari dapat menjadi
bahan perenungan dan pengalaman siswa di kehidupan sehari-hari. Selain itu,
siswa dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi dan pembelajaran
dalam memahami wujud dan macam-macam makna imperatif yang dapat
digunakan saat berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.

Kata kunci: entitas, makna imperatif, sosiopragmatik, kumpulan cerpen.

i
ABSTRACT

Anisah (NIM: 1111013000027). “Entities Imperative in a collection of short


stories Smile Karyamin by Ahmad Tohari and the Implicated for Indonesian
Language and Literature Education in Junior High School.” Department of
Education Indonesian Language and Literature, Faculty of Education and
Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015.
Preceptor: Dr. Nuryani, M.A.
One form of language which has a fairly extensive communicative function is
imperative. Entities imperative is a form or realization imperative if it is
associated with the background context of the situation utterance. This study aims
to describe the form and meaning of the imperative contained in a collection of
short stories Smile Karyamin by Ahmad Tohari and describe the implications of
entities imperative that exist on the short story collection in learning Indonesian
language and literature in Junior High School. The method used in this research is
qualitative descriptive method with sosiopragmatic study, the studies involving
the circumstances and conditions of society as well as its social context,
situational and textual.
The results showed the meaning of imperative found in a collection of short
stories Smile Karyamin by Ahmad Tohari are fourteen kinds of meaning
imperative. The fourteen kinds of meanings imperative; include (a) the meaning
of imperative command, (b) the meaning of imperative order, (c) the meaning of
imperative demand, (d) the meaning of imperative request, (e) the meaning of
imperative insistence, (f) the meaning of imperative persuasion, (g) the meaning
of imperative appeal, (h) the meaning of imperative permission, (i) the meaning of
imperative agitation, (j) the meaning of imperative prohibition, (k) the meaning of
imperative of hope, (l) the meaning of imperative aspersion, (m) the meaning of
imperative advice and (n) the meaning of imperative satire. Understanding of the
form and meaning of imperative is determined by situation context of the
utterance that there is in narrative of short story. There is a message and the values
of life from of the short story collection of Smile Karyamin by Ahmad Tohari that
can be emulate.
This research can be apply in learning Indonesian language and literature,
in Junior High School, students of class IX, based Curriculum KTSP with the
basic competencies find forms and various meanings imperative and also can
analyze the values of life in a collection of short stories. Through this research,
teachers can cultivate the habit of reading of literary by students. In addition, it is
expected that the values of life contained in a collection of short stories Smile
Karyamin by Ahmad Tohari can be a material reflection and experience of
students life. Students can also use the results of this study as a reference and
learning to understand the existence and kinds of meaning imperative to use when
communicating by verbally and in writing.
Keywords: entity, meaning imperative, sosiopragmatic, short stories.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Swt, tuhan semesta alam,
yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Meskipun
rintangan dan segala cobaan sempat ditujukan kepada penulis, namun atas izin
dan kasih-Nya pada akhirnya penulis masih diberikan kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Entitas Imperatif dalam Kumpulan
Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Tak lupa pula shalawat serta
salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw yang
telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.
Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan
gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kepentingan pembacanya.
Pada proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak, skripsi ini
rasanya akan sulit terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, kepada Ibu Roslaini dan Bapak Alizar. Berkat doa,
didikan, dan kesabaran keduanya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kakak perempuan penulis, Indah Permata Sari yang selalu menghibur,
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
5. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.

iii
6. Dr. Nuryani, M.A., selaku dosen pembimbing penulis. Beliau yang dengan
sabar dan tulus meluangkan waktu serta berbagi pemikirannya untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam proses
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga jasa-jasanya diberikan
balasan yang setimpal dari-Nya.
7. Ahmad Bahtiar, M.Hum dan Dr. Darsita Suparno, M.Hum., selaku dosen
penguji skripsi. Terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang diberikan
demi perbaikan skripsi ini.
8. Dosen-dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Khususnya dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan pengalaman dan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
9. Teman-teman angkatan 2011, khususnya teman-teman seperjuangan; PBSI
kelas A, B dan C. Teruntuk; Fikri Ayu Putri, Indah Margarina, Nurul
Rahmadini, Mira Rosiana, Indri PY, dan teman lainnya yang tak dapat
disebutkan namanya satu-persatu. Terima kasih telah membantu penulis
dengan berbagai saran, doa, dan selalu menghibur disaat sedih dan senang.
10. Segenap keluarga besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Terima kasih.

Ungkapan kata memang takkan cukup untuk kebaikan kalian semua.


Semoga Allah Swt memberikan balasan dengan segala kebaikan dan pahala yang
berlipat. Aamiin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan dan
bermanfaat.
Pamulang, 14 Desember 2015

Anisah

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
C. Batasan Masalah................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI


A. Sosiopragmatik ..................................................................................... 7
1. Sosiolinguistik ............................................................................... 8
2. Pragmatik ...................................................................................... 9
B. Entitas Imperatif ................................................................................... 12
1. Entitas............................................................................................. 12
2. Imperatif ........................................................................................ 13
C. Wujud dan Makna Imperatif dalam Bahasa Indonesia ........................ 17
D. Kumpulan Cerpen ................................................................................ 26
1. Pengertian Cerpen .......................................................................... 27
2. Ciri-ciri Cerpen .............................................................................. 28
3. Klasifikasi Cerpen .......................................................................... 29
E. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 30

v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ........................................................................... 33
B. Metode Penelitian ................................................................................ 34
C. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 34
D. Objek Penelitian ................................................................................... 35
E. Pengumpulan Data ............................................................................... 35
1. Metode Simak ................................................................................ 35
1) Teknik Bebas Cakap ................................................................ 36
2) Teknik Catat ............................................................................. 36
F. Instrumen Penelitian............................................................................. 36
G. Jenis Data ............................................................................................. 37
H. Analisis Data ........................................................................................ 38
I. Tahap-tahap Analisis Data ................................................................... 38
J. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian .................................................................................... 41
1. Tentang Pengarang: Ahmad Tohari ............................................... 41
2. Tentang Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin .............................. 41
3. Penyajian Data: Wujud dan Makna Imperatif
dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin ................................. 43
B. Pembahasan Penelitian ......................................................................... 73
1. Analisis Data: Makna Imperatif
dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin ................................. 73
2. Implikasi Entitas Imperatif terhadap Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP ............................................ 122

BAB V PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................. 124
B. Saran ..................................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 126

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 2 : Lembar Uji Referensi

Lampiran 3 : Lembar Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 : Gambar Sampul Depan dan Sampul Belakang


Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang universal. Bahasa hidup
di dalam masyarakat tutur dan dipakai oleh para pemiliknya untuk menjalin kerja
sama dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dibayangkan, apabila tanpa sarana
bahasa seseorang tentu akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi, menyatakan
pikiran, perasaan, keinginan dan pendapatnya. Hal ini menegaskan bahwa
kekuatan dari peristiwa tutur dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk berbagai
media sesuai dengan tujuannya, misalnya untuk memengaruhi lawan tutur,
memerintah, mengajak, memberi informasi, menasehati, mengkritik, sebagai
sarana pendidikan, dan lain sebagainya.
Pemanfaatan bahasa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi. Salah satu wujud bahasa yang memiliki fungsi
komunikatif yang cukup luas adalah entitas imperatif. Entitas imperatif dapat
dimanfaatkan dalam berkomunikasi dengan tujuan memengaruhi lawan tutur,
memerintah ataupun mengajak lawan tutur. Kajian mengenai imperatif dengan
ancangan struktural memang selama ini sudah banyak dilakukan. Namun, kajian
secara struktural dirasa masih belum komprehensif karena masih melihat dari satu
sisi saja yakni intralingual.1 Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan
kajian dengan melibatkan unsur ekstralingual dari sisi sosiopragmatik. Hal ini,
bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan bahasa dengan penuturnya
dalam kelompok masyarakat tertentu.
Banyaknya kajian mengenai imperatif yang dilakukan tidak terlepas dari
uniknya kajian tersebut, salah satu alasannya adalah karena entitas kebahasaan ini

1
Nuryani, “Entitas Imperatif dalam Cerpen Pungli Karya Weni Suryandari (Tinjauan
Sosiopragmatik)” disampaikan dalam diskusi sastra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat: 14
November 2013

1
2

memiliki fungsi komunikatif yang sangat signifikan.2 Berdasarkan alasan tersebut,


kajian imperatif dipandang perlu untuk dikaji dengan ancangan lain yakni dengan
melibatkan unsur ekstralingual. Hal ini dikarenakan, wujud imperatif memiliki
fungsi komunikatif yang lebih luas dibandingkan wujud interogatif ataupun
deklaratif.
Pada kehidupan sehari-hari dalam konteks hubungan antara sesama
manusia, sangatlah mustahil orang tidak bertemu dan berkontak dengan entitas
imperatif ketika sedang melakukan aktivitas berbahasa dengan sesamanya. Salah
satunya interaksi di lingkungan sekolah. Di tingkat SMP, siswa dituntut untuk
dapat berinteraksi, berkomunikasi, dan mengeluarkan pendapatnya sendiri di
dalam proses belajar. Namun sering kali pemanfaatan tuturan imperatif yang
digunakan siswa SMP dalam berkomunikasi masih kurang tepat. Seperti contoh
kasus penggunaan imperatif oleh salah satu siswa SMP, saat peneliti melakukan
PPKT. Saat itu, guru sedang menerangkan materi pembelajaran di depan kelas,
namun tiba-tiba ada seorang siswa putri yang „berceletuk‟ “Tulis di papan saja,
bu!” Tuturan tersebut ia sampaikan dengan maksud menyuruh guru menuliskan
materi yang sedang dijelaskan di papan tulis, karena materi yang sedang guru
sampaikan cukup panjang.
Berdasarkan contoh kasus tersebut penulis dapat indikasikan bahwa
pemanfaatan imperatif oleh siswa SMP masih kurang tepat. Hal ini, berkaitan
dengan pemahaman siswa mengenai konteks dalam bertutur. Jika siswa paham
mengenai konteks tuturan tentulah ia tidak akan tiba-tiba „berceletuk‟ kepada guru
yang saat itu sedang menerangkan materi. Karena, dengan memahami konteks
tentu kita akan tahu kapan, di mana, dan dengan siapa kita berbicara sehingga kita
tidak dianggap kurang sopan oleh orang lain.
Faktor usia yang masih muda dan kurangnya pemahaman makna dan
konteks bertutur menjadi salah satu penyebab penggunaan imperatif sering kali
dalam pemakaiannya menjadi kurang tepat. Sedikit berbeda memang, jika kita
bandingkan dengan pembelajaran siswa pada tingkat SD. Pada tingkat SD guru
memegang kontrol atas siswanya. Hal ini dapat diidentifikasi dari dominasi

2
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 1
3

tuturan yang berasal dari guru lebih banyak dibandingkan tuturan dari siswa saat
pembelajaran sedang berlangsung.
Pengalaman dan pemahaman siswa agar lebih memahami aturan-aturan
sosial dalam bertutur dapat dimulai dari kebiasaan guru berbicara yang baik di
kelas saat menyampaikan materi. Selain itu, materi-materi pembelajaran yang
sifatnya mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan merupakan salah satu upaya
dalam menambah pengalaman dan pengetahuan siswa dalam berkomunikasi.
Salah satunya adalah pembelajaran sastra. Cerita pendek atau cerpen merupakan
salah satu materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah yang
objeknya adalah pengalaman hidup manusia. Cerpen dapat dijadikan bahan
perenungan untuk mencari pengalaman karena cerpen mengandung nilai-nilai
kehidupan, pendidikan, dan pesan moral yang dapat diteladani.
Namun, saat-saat sekarang ini minat baca siswa SMP masih rendah,
khususnya pada bacaan sastra. Taufik Ismail menyatakan bahwa pengajaran
apresiasi sastra di sekolah miskin apresiasi dan nol buku sehingga hasilnya adalah
lulusan yang rendah apresiasi sastranya dan rendah pula minat bacanya. 3
Rendahnya minat baca siswa khususnya di kalangan siswa SMP pada umumnya
dikarenakan kurangnya waktu pembelajaran sastra di sekolah. Dengan demikian,
hal yang perlu diusahakan untuk menumbuhkan minat baca sastra di kalangan
siswa adalah menyediakan waktu untuk membaca dan memilih bahan bacaan
yang baik.
Salah satu bacaan sastra yang berbentuk prosa dan mengandung nilai-nilai
kehidupan adalah kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari.
Ahmad Tohari adalah pengarang yang cerpennya banyak mengangkat persoalan
kehidupan yang dirasa adalah sebuah kritik untuk masyarakat. Cerpen-cerpen
karya Ahmad Tohari dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin banyak
mengangkat tema kehidupan masayarakat pedesaan, persoalan sosial, dan
kemunafikan. Cerpen-cerpen yang ada pada kumpulan tersebut secara keseluruhan

3
Taufik Ismail, “Potensi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Mengembangkan Nilai-Nilai
Karakter Bangsa” disampaikan saat Festival Bulan Bahasa 2011, Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu,
29 Oktober 2011
4

mengangkat permasalahan sosial dengan latar sosial masyarakat miskin.


Kekhasan lain dari karya-karya Ahmad Tohari terletak pada tokohnya. Tokoh
sentral yang ditampilkan adalah seorang warga desa dari kalangan masyarakat
miskin. Tokoh tersebut seolah-olah mewakili teriakan rakyat kecil, seperti dalam
cerpen “Senyum Karyamin” dan “Surabanglus”. Bagaimana para tokoh
menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi dalam cerita memiliki kesamaan,
tentang perilaku orang miskin mengatasi masalah, menyikapi kemiskinan, moral,
dan kritik atas gagasan yang mencerminkan kenyataan.
Adapun pemilihan kumpulan cerpen Senyum Karyamin dibandingkan
dengan beberapa cerpen menarik lain karya Ahmad Tohari tentu dengan beberapa
pertimbangan. Salah satu pertimbangan yang diambil adalah gaya bahasanya
lugas, jujur dan sederhana, di samping kuatnya metafora dan ironi. Penggunaan
bahasa yang dituturkan oleh tokoh-tokoh untuk menyampaikan maksud dan
tujuan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ini sangat
beragam. Keberagaman itulah yang tidak akan terlihat maknanya jika imperatif
yang digunakan hanya dilihat dari sisi intralingual saja.
Selain itu, terdapat pesan-pesan persaudaraan dan nilai-nilai kehidupan
yang dapat diteladani siswa setelah membaca kumpulan cerpen Senyum Karyamin
karya Ahmad Tohari. Sebagai bentuk upaya menumbuhkan kebiasaan membaca
sastra di kalangan siswa maka peneliti tertarik untuk meneliti entitas imperatif
yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini. Dengan membaca kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari diharapkan siswa dapat memperoleh
pengetahuan dalam hal kebahasaan dan pengalaman batin terhadap nilai-nilai
kehidupan yang dapat diteladani dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, entitas imperatif dalam penelitian ini akan
dilihat dalam dimensi konteks sosial dan konteks situasional yang ada pada cerpen.
Selain itu, ada pula konteks-konteks jenis lain yang juga mutlak diperlukan dan
dilibatkan di dalam proses analisis, yakni konteks yang sifatnya tekstual. Oleh
karena itu, tinjauan sosiopragmatik ini dirasa tepat untuk menganalisis “Entitas
Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”.
5

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang ada, maka identifikasi masalah
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurangnya penelitian mengenai kajian entitas imperatif dari sisi ekternal.
2. Kurangnya pemahaman siswa terhadap penggunaan imperatif.
3. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konteks tuturan.
4. Kurangnya minat baca siswa terhadap karya sastra.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan membatasi banyaknya masalah yang muncul


dalam penelitian ini. Pembatasan masalah juga dapat mempermudah peneliti agar
objek yang diteliti lebih spesifik dan mendalam. Maka dari itu, masalah dalam
penelitian ini dibatasi pada entitas imperatif yang terdapat pada kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari serta implikasinya terhadap pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di SMP.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah penelitian


seperti telah dikemukakan di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ditinjau dari sosiopragmatik?
2. Bagaimanakah implikasi entitas imperatif dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin karya Ahmad Tohari terhadap pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia di SMP?
6

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah


sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan wujud dan makna imperatif yang terdapat pada
kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ditinjau dari
sosiopragmatik.
2. Mendeskripsikan implikasi entitas imperatif dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari terhadap pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di SMP.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis
maupun praktis. Untuk lebih jelas mengenai kedua manfaat tersebut, dapat
diuraikan sebagai berikut:

Manfaat teoretis:
1. Dengan penerapan tinjauan sosiopragmatik dalam mengkaji entitas
imperatif diharapkan, temuan-temuan kaidah-kaidah kebahasaan nantinya
akan bisa menjadi lengkap, lebih mendalam, dan sekaligus lebih mendasar.
2. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
menambah pengetahuan dan memberi kemudahan bagi pembaca untuk
memahami wujud dan makna imperatif dalam bentuk lisan ataupun tulisan.

Manfaat praktis:
1. Secara praktis, penelitian ini mempunyai manfaat untuk mengetahui
kekhasan wujud dan makna imperatif ditinjau dari sosiopragmatik.
2. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memiliki manfaat bagi peneliti
dan pembelajar, yakni menumbuhkan minat baca khususnya pada bacaan
sastra, dan diharapkan pula nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam
kumpulan cerpen tersebut dapat menjadi bahan perenungan dan
pengalaman siswa dalam menerapkan ilmunya saat berkomunikasi di
masyarakat baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Sosiopragmatik

Istilah sosiopragmatik (sociopragmatics) pertama-tama disampaikan oleh


Leech ketika ia menjelaskan tentang jangkauan pragmatik umum (general
pragmatics) dalam bukunya yang sangat ternama pragmatics. 1 Sosio-pragmatik
didasarkan pada kenyataan bahwa Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun
beroperasi secara berbeda dalam kebudayaan-kebudayaan dan masyarakat bahasa
yang berbeda, dalam situasi sosial yang berbeda, dalam kelas–kelas sosial yang
berbeda, dan sebagainya. 2 Entitas sosiopragmatik yang dikemukakan Leech,
sesungguhnya ingin mengatakan bahwa sosiopragmatik pada dasarnya adalah
pragmatik yang terjadi dalam konteks sosial dan konteks kultural tertentu.
Demikian pula, prinsip-prinsip yang berlaku di dalam pragmatik berlaku secara
variatif dalam situasi sosial yang berbeda, dan kelas-kelas sosial dan status-status
sosial yang berbeda-beda pula. Jadi, dapat dikatakan bahwa kajian sosiopragmatik
merupakan gabungan disiplin ilmu sosiolinguistik dan pragmatik.
Pelaksanaan kajian terhadap entitas imperatif, dimensi-dimensi yang
berhubungan dengan konteks sosial dalam bidang sosiolinguistik akan dilibatkan
di dalam proses analisis. Begitupula, dengan dimensi-dimensi konteks yang
sifatnya spatio-temporal atau yang sifatnya pragmatis akan banyak dipadukan
dalam analisis. Dengan demikian, jelas sekali bahwa kajian terhadap entitas
imperatif akan menggabungkan dua disiplin ilmu bahasa (sosiolingusitik dan
pragmatik) yang selanjutnya dapat disebut sebagai ancangan atau tinjauan
sosiopragmatik.

1
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.14
2
Geofferey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. M.D.D. Oka, (Jakarta: UI-Press,
2011), h. 15

7
8

1. Sosiolinguistik
Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau
didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum,
melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di
dalam masyarakat.
Sesuai dengan namanya, sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan
memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya
masyarakat penutur bahasa itu. 3 Made Iwan Indrawan Jendra dalam
bukunya yang berjudul Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language
mengemukakan „Sociolinguistics the study of language in relation to the
society where it used.4 [Sosiolinguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa
dengan mengkaitkan masyarakat di mana bahasa tersebut digunakan].
Setiap kegiatan kemasyarakatan (manusia), mulai dari upacara
pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah
tentu saja tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Begitu pula dalam
belajar bahasa tidak cukup hanya mempelajari pengetahuan tentang bahasa,
tetapi lebih pada bagaimana bahasa digunakan. Jadi, jelas sekali bahwa
sosiolinguistik sangat mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yaitu
linguistik segi kebahasaannya dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.
Aturan-aturan bahasa yang bersifat sosial harus kita perhatikan
setiap kali kita melakukan komunikasi. Kita harus tahu kapan, di mana,
tentang apa, dan dengan siapa kita berbicara. Oleh karena itu, setiap kita
melakukan komunikasi bukan hanya aturan yang menyangkut tata bahasa,
melainkan aturan-aturan yang bersifat sosial perlu diperhatikan.
I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi dalam bukunya
yang berjudul Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis mengatakan
bahwa konsepsi sosiolinguistik struktur masyarakat yang selalu bersifat
heterogen (tidak pernah homogen) memengaruhi struktur bahasa. Adapun

3
R. Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik: Ihwal Kode dan Alih Kode, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), h. 16
4
Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language,
(Yogyakarta: Graha llmu, 2010), h.197
9

struktur masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti siapa yang


berbicara (who speak), dengan siapa (with whom), di mana (where), kapan
(when), dan untuk apa (to what end). 5 Sosiolinguistik menempatkan
kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam
masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi
sebagai individu, melainkan sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu,
manusia saat bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di
sekitarnya.
Kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dalam
percakapan suatu komunitas baru, baik secara sosial maupun budaya,
dalam menggunakan bahasa komunitas tersebut disebut sociolinguistic
transfer.6 Pernyataan ini sangat berkaitan dengan kemampuan pragmatik
seseorang, karena dalam menggunakan bahasa harus tercemin dari
kemampuannya dalam memaknai fungsi bahasa, seperti ungkapan yang
bermakna pernyataan, pertanyaan, permohonan, tawaran, atau penolakan
yang diucapkan oleh pembicara berdasarkan konteks tertentu.

2. Pragmatik
Bidang bahasa yang mengkaji bahasa beserta konteksnya disebut
pragmatik. Ketika seseorang berkomunikasi, ia juga harus melihat situasi
dan kondisi saat berbicara, serta unsur-unsur yang terdapat di dalam situasi
tutur. Hal ini sejalan dengan pengertian bahwa bahasa dipergunakan
sebagai alat untuk komunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan
situasi pemakaian. Orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi
berpikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan
konteks dan situasi.

5
I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Sosiolinguistik: Kajian Teori dan
Analisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 5
6
Diemroh Ihsan, Pragmatik, Wacana dan Guru Bahasa, (Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2011), h. 11
10

F.X Nadar mengatakan bahwa pragmatik digunakan untuk


berkomunikasi dalam situasi tertentu. 7 Dalam buku Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik terdapat pengertian bahwa pragmatik
mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa.8 Sedangkan,
J. W. M. Verhaar mengatakan pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang
membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-
tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan.9 Berdasarkan
pengertian para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari hal-hal ekstralingual
dan digunakan dalam percakapan. Pragmatik mengkaji makna yang
dipengaruhi oleh hal-hal dari luar bahasa, pada hakikatnya mempunyai
konteks situasi tertentu.
Untuk ini Leech mengungkapkan bahwa Pragmatics studies
meaning in relation to speech situation. Sebuah tuturan tidak senantiasa
merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Terdapat
beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam studi pragmatik,
diantaranya ialah: Penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur,
tuturan sebagai kegiatan tindak tutur, dan tuturan sebagai produk tindak
verbal.10 Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Cruse, bahwa:
Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek informasi
(dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui
bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara
umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun
muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna yang
dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan
bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan).11

7
F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2009),
h. 2
8
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 104
9
J. W. M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h. 14
10
F.X. Nadar, op. cit, h. 7
11
Louise Cummings, Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), h. 2
11

Hal tersebut menegaskan kembali bahwa untuk memahami apa


yang terjadi di dalam sebuah percakapan, hal-hal di luar bahasa tersebut
sangat memengaruhi pemahaman kita terhadap hal-hal di dalam bahasa.
Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy
of Language mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada
tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur.12 Namun,
di dalam bidang pragmatik dan sosiopragmatik, tindak tutur untuk
melakukan sesuatu (The Act of Doing Something) itulah yang banyak
dipelajari.
Di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata
mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat saja. Tetapi, di dalam
pengucapan kalimat tersebut terkadang „menindakkan‟ sesuatu.
Begitupula dengan apa yang dikatakan Pattrick Griffiths yaitu
orders are the speech act carried by utterances based on imperative
13
sentences. [Perintah dalam tindak tutur dilakukan oleh penutur
berdasarkan kalimat imperatif]. Bambang Kaswanti Purwo juga
menambahkan hal-hal yang dapat ditindakkan di dalam berbicara antara
lain: permintaan (request), pemberian izin (permission), tawaran (offers),
ajakan (invitation), penerimaan akan tawaran (acception of offers). 14
Tindak ujaran ada yang berupa langsung dan tak tangsung. Tindak tutur
tidak langsung harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang
terimplikasi di dalamnya. Makna dari tuturan dapat diperoleh hanya
dengan melibatkan konteks situasinya.
Lebih lanjut Jendra mengatakan:
“Basically, pragmatics and sociolinguistics share a lot of common
interest as both diciplines emphasize the importance of contextual
meaning. The meanings entailed and implied in utterances are

12
I Dewa Putu Wijana, Dasar-dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h.17
13
Patrick Griffiths, An Introduction to English Semantics and Pragmatics, (Edinburgh:
Edinburgh University Press, 2006), h.149
14
Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Jakarta: Kanisius,
1989), h. 20
12

found especially through analyzing the social context in which


conversations take place.15
[Pada dasarnya, pragmatik dan sosiolinguistik sama-sama disiplin
ilmu yang menekankan pada makna kontekstual. Makna yang
terkandung dan tersirat dalam ucapan dapat ditemukan melalui
analisis konteks sosial di mana percakapan berlangsung].
Uraian mengenai sosiolinguistik dan pragmatik menegaskan kembali
bahwa tinjauan sosiopragmatik semata-mata merupakan perpaduan antara ilmu
sosiolinguistik dan pragmatik, yang tentu saja harus hadir di dalam konteks sosial
dan konteks situasional tertentu. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam pragmatik
berlaku secara variatif dalam situasi sosial yang berbeda dan dalam kelas-kelas
sosial dan status sosial yang berbeda pula. Hal ini dikarenakan, jika melihat dari
sisi sosiolinguistik saja hanya akan terbaca kondisi sosial masyarakat. Sementara
itu, jika hanya dilihat dari sisi pragmatik maka akan terlihat seperti kajian
kontekstual. Sementara dalam sosiopragmatik makna bahasa dikaji berdasarkan
latar belakang sosial dan budaya masyarakat penutur bahasa sesuai dengan
konteks situasional saat tuturan diujarkan.

B. Entitas Imperatif
1. Entitas
Istilah entitas dalam bahasa Indonesia berasal dari kata entity, entities
dalam bahasa Inggris yang artinya sesuatu yang sungguh-sungguh ada,
kesatuan yang lahir.16 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti
entitas ialah satuan yang berwujud; maujud.17 Maujud atau wujud dalam
hal ini ialah bahasa Indonesia yang berwujud tuturan.
Dalam ilmu linguistik, wujud „fisik‟ bahasa pada dasarnya adalah ciri-
ciri fisik bahasa yang dilisankan atau diujarkan.18 Objek linguistik terdiri
atas langage, langue, dan parole. Para sarjana sering memakai ketiga

15
Made Iwan Indrawan Jendra, op. cit., h.179
16
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian
Dictionary, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 216
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 376
18
Kushartanti, dkk, op.cit., h. 32
13

istilah tersebut sebagai istilah profesional. 19 Jika langage merupakan


„bahasa secara umum‟, langue „bahasa merupakan suatu sistem yang
memiliki kaidah‟, sedangkan parole ialah „tuturan‟ atau „ucapan‟. Tuturan
(parole-lah) sebagai objek linguistik konkret.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa entitas yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah wujud dari bahasa yakni tuturan.
Bahasa tuturan yang diujarkan oleh penutur sehingga mitra tutur mampu
memahami bunyi bahasa yang diujarkan oleh penutur melalui hasil
pendengaranya. Entitas atau wujud bahasa dalam hal ini ialah tuturan-
tuturan imperatif bahasa Indonesia yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari.

2. Imperatif
Istilah Imperatif (imperative) dalam Kamus Linguistik memiliki arti
bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan
atau larangan melaksanakan perbuatan. Konsep gramatikal ini harus
dibedakan dari perintah yang merupakan konsep semantik.20
Alan Cruse dalam bukunya yang berjudul A Glossary of Semantics and
Pragmatics mendefinisikan imperatif sebagai berikut:
The prototypical function of a sentence in imperative form is to get
someone to do something. The grammatical imperative shares
meaning with explicit performative verbs such as command, tell to,
urge, demand, request, and so on, but is more general than any of
them.21
[Imperatif: fungsi dasar dari kalimat imperatif ialah agar
mendapatkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Gramatikal
imperatif yang memiliki arti eksplisit ditandai dengan kata kerja
performatif seperti perintah, desakan, permintaan, dan seterusnya
yang lebih umum dari itu].
Imperatif secara struktural dikenal dengan kalimat perintah ataupun
suruhan. Dari studi kepustakaan, didapatkan bahwa ternyata beberapa

19
J. W. M. Verhaar, op. cit., h. 3
20
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 91
21
Alan Cruse, A Glossary of Semantics and Pragmatics, (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2006), h. 84-85
14

linguis menggunakan istilah lain yang serupa dengan imperatif. Istilah


“kalimat suruh”, seperti yang dipakai Slametmuljana, Poedjawitjana,
Ramlan, atau istilah “kalimat perintah”, seperti yang disampaikan Mees,
Keraf, Alisyahbana, dan Moelinono. 22 Namun, yang perlu diperhatikan
ialah selain digunakan untuk menyebut salah satu jenis kalimat, yakni
kalimat imperatif, sosok imperatif dapat pula digunakan untuk menyebut
bentuk kata kerja (Verba) yang digunakan dalam imperatif tersebut.
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia bahwa kalimat
dalam bahasa Indonesia, didasarkan pada nilai komunikatif dibedakan
menjadi lima, yakni kalimat berita atau deklaratif, kalimat perintah atau
imperatif, kalimat tanya atau interogatif, kalimat seruan atau eksklamatif,
dan kalimat penegas atau emfatik. 23 Sesuai sebutannya kalimat tanya
digunakan untuk mengajukan pertanyaan, kalimat perintah digunakan
untuk memberikan perintah, dan begitu pula kalimat lainnya.
Digunakan sebutan perintah karena sesungguhnya hakikat dari kalimat
perintah sebenarnya menyampaikan perintah atau memerintah. Maka
entitas kalimat yang digunakan sebagai modus di dalam menyampaikan
maksud perintah dapat disebut kalimat imperatif.
Slametmuljana menjelaskan bahwa dalam kalimat imperatif, lazimnya
terdapat ungkapan-ungkapan penanda kesantunan (politness markers).
Adapun penanda-penanda kesantunan itu di antaranya adalah sebagai
berikut: mudah-mudahan, moga-moga, hendaklah, dan sudi kiranya.24
Pakar bahasa selanjutnya yang mengkaji kajian imperatif adalah
Rahardi, dia mengungkapkan bahwa kalimat imperatif mengandung
maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu
sebagaimana diinginkan si penutur. Kalimat imperatif dapat berupa
suruhan yang sangat keras dan permohonan yang sangat halus dan santun.

22
R. Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2005), h. 1
23
Hasan Alwi, dkk.,Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2010), cet. 8, h. 344
24
Rahardi, Sosiopragmatik, op. cit., h. 10
15

Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan


sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. 25 Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa
Indonesia itu kompleks dan banyak variasinya.
Rahardi juga mengungkapkan bahwa kalimat imperatif bahasa
Indonesia dapat diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam,
yakni:26
a. Kalimat Imperatif Biasa
Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa, lazimnya,
memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan
kata kerja dasar, dan (3) berpartikel pengeras –lah. Kalimat imperatif
jenis ini dapat berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai
dengan imperatif yang sangat kasar.
b. Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan
kadar suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan
disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan
dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat imperatif biasa.
Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian penanda
kesantunan tolong, coba, harap, mohon, dan beberapa ungkapan lain,
seperti sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat,
dan dimohon dengan sangat.
c. Kalimat Imperatif Pemberian Izin
Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin
ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan silakan, biarlah, dan
beberapa ungkapan lain yang bermakna mempersilakan, seperti
diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan.

25
Rahardi, Pragmatik, op. cit., h. 79
26
Ibid., h.79-83
16

d. Kalimat Imperatif Ajakan


Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda
kesantunan ayo (yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, dan
hendaklah.
e. Kalimat Imperatif Suruhan
Kalimat imperatif suruhan, biasanya, digunakan bersama penanda
kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon,
silakan, dan tolong.
Rahardi dalam bukunya yang berjudul, Pragmatik: Kesantunan
Imperatif Bahasa Indonesia, menyebut berbagai macam imperatif dalam
bahasa Indonesia. Menurutnya, berdasarkan makna pragmatiknya,
imperatif dalam bahasa Indonesia itu dapat dibedakan menjadi 17 macam,
yang secara berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut:
(1) imperatif perintah, (2) imperatif suruhan, (3) imperatif
permintaan, (4) imperatif permohonan, (5) imperatif desakan, (6)
imperatif bujukan, (7) imperatif imbauan, (8) imperatif persilaan,
(9) imperatif ajakan, (10) imperatif permintaan izin, (11) imperatif
mengizinkan, (12) imperatif larangan, (13) imperatif harapan, (14)
imperatif umpatan, (15) imperatif pemberian ucapan selamat, (16)
imperatif anjuran, dan (17) imperatif “ngelulu”.27
Dari penelitiannya itu, ditemukan bahwa secara tidak konvensional
makna pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia banyak ditemukan
dalam tuturan yang bermodus deklaratif dan tuturan bermodus interogatif.

Kalimat perintah atau yang dalam kajian ini disebut kalimat imperatif
mengandung maksud memerintah atau meminta agar lawan tutur melakukan
sesuatu sebagaimana yang diinginkan penutur. Kalimat imperatif dapat
berkisar antara suruhan yang sangat keras sampai dengan permintaan yang
sangat halus. Jadi, dapat dikatakan bahwa bentuk yang paling kasar itu dapat
disebut suruhan, sedangkan bentuk yang paling halus itu disebut dengan
permintaan. Makna imperatif secara sosiopragmatik nantinya akan dapat
terlihat dari tegas tidaknya entitas imperatif dalam mengemban makna atau

27
Rahardi, Sosiopragmatik, op. cit., h. 12
17

maksud imperatif. Tuturan imperatif maksudnya adalah wujud kalimat


imperatif dalam peristiwa tutur. Imperatif dalam penelitian ini adalah tuturan
imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya
Ahmad Tohari.
Uraian mengenai entitas dan imperatif di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa entitas imperatif adalah objek imperatif yang keberadaannya berbeda
dengan imperatif lain; merupakan wujud atau realisasi maksud imperatif bahasa
Indonesia jika dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi.
Makna sosiopragmatik imperatif ini ditentukan oleh konteks ekstralinguistik dan
ditemukan dalam imperatif langsung maupun tidak langsung, yang digolongkan
menjadi tujuh belas makna imperatif.
Studi terhadap entitas imperatif yang dilakukan secara sosiopragmatik,
konteks yang sifatnya sosial, situasional, dan tekstual. Semuanya akan dapat
tergambarkan saat mencermati data tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia.
Karena entitas sosiopragmatik itu tidak dapat dipisahkan sebagai salah satu sisi
dari sosok pragmatik, maka runtutan sejarahnya juga tidak dapat dipisahkan dari
sejarah perkembangan dari bidang pragmatik itu sendiri.

C. Wujud dan Makna Imperatif dalam Bahasa Indonesia

Wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam


bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang
melatarbelakanginya. 28 Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu
sangat ditentukan oleh konteksnya.
Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu
pembicaraan/dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu
berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada
konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. 29 Konteks yang dimaksud
dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Karena
konteks sangat berperan penting dalam menafsirkan makna dari sebuah tuturan.

28
Rahardi, Pragmatik, op. cit., h. 93
29
Achmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2012), h.145
18

Dengan demikian, wujud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia dapat


berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa konstruksi imperatif dan
dapat pula berupa konstruksi nonimperatif.
Ada tujuh belas macam makna pragmatik imperatif di dalam bahasa
Indonesia. Ketujuh belas macam makna pragmatik imperatif itu ditemukan baik di
dalam tuturan imperatif langsung maupun di dalam tuturan tidak langsung. Pada
bagian-bagian berikut ini, masing-masing wujud makna pagmatik imperatif
tersebut diuraikan sebagai berikut.30
1. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Perintah
Imperatif yang mengandung makna perintah dapat dilihat,
misalnya pada contoh:
(1) “ Diam! Hansip tahu apa. Orang mati kok hidup lagi. Ini bukan
lenong.”31
Informasi indeksal:
Tuturan seorang polisi dengan seorang hansip yang pada saat itu keduanya
sedang terlibat dalam pertengkaran karena sesuatu hal.
Perlu dicatat bahwa untuk membuktikan apakah masing-masing
tuturan mengandung makna perintah, tuturan itu dapat dikenakan teknik
parafrasa atau teknik ubah wujud seperti yang lazim yang digunakan
dalam analisis linguistik struktural. Contoh: Polisi memerintahkan kepada
hansip supaya dia diam.
Di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian, terdapat
beberapa makna pragmatik perintah yang tidak saja diwujudkan dengan
tuturan imperatif seperti contoh di atas, melainkan dapat diwujudkan
dengan tuturan nonimperatif. Imperatif yang demikian dapat disebut
dengan imperatif tidak langsung yang hanya dapat diketahui makna
pragmatiknya melalui konteks situasi tutur yang melatarbelakangi dan
mewadahinya. Contoh:
(2) “Kerusuhan Pekalongan itu, ada yang menggerakkan.”32

30
Rahardi, Pragmatik, op. cit., h.93-116
31
ibid., h. 94
19

Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang panglima angkatan bersenjata
kepada masyarakat umum pada saat kerusuhan di berbagai kota mulai
terjadi menjelang peristiwa pemilihan umum.
Dengan demikian, jelas bahwa banyak tuturan di sekirar kita yang
sebenarnya mengandung makna imperatif tertentu, namun wujud
konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah
yang dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai
imperatif perintah dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan
dengan makna imperatif yang lain.

2. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan


Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai
oleh pemakaian penanda kesantunan coba seperti dapat dilihat pada
contoh tuturan berikut ini:
(3) “Coba hidupkan mesin mobil itu!”33
(3a) “Saya menyuruhmu supaya menghidupkan mesin mobil itu.”
Informasi indeksal:
Tuturan (3) dan (3a) disampaikan oleh seorang montir kepada pemilik
mobil yang kebetulan sedang rusak di pinggir jalan.
Tuturan (3) dapat di parafrasa sehingga menjadi tuturan 3a) untuk
mengetahui secara pasti apakah benar tuturan tersebut merupakan makna
imperatif dengan makna suruhan. Pada kegiatan bertutur sesungguhnya,
makna pragmatik imperatif suruhan tidak selalu diungkapkan dengan
konstruksi imperatif seperti yang disampaikan di atas. Seperti yang
terdapat pada wujud-wujud imperatif lain, makna pragmatik imperatif
suruhan dapat diungkapkan dengan bentuk tuturan deklaratif dan tuturan
interogatif.

32
Ibid., h. 95
33
ibid., h. 96
20

3. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan


Makna imperatif permintaan yang lebih halus diwujudkan dengan
penanda kesantunan tolong yang bermakna minta.34 Contoh:
(4) ”Tolong matikan lampunya.”
Informasi indeksal:
Tuturan (4) disampaikan oleh seseorang kepada sahabatnya pada saat ia
akan meninggalkan kamarnya.

4. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan


Secara struktural, imperatif yang mengandung makna permohonan,
biasanya ditandai dengan ungkapan penanda kesantuan mohon. Selain
ditandai dengan hadirnya penanda kesantunan itu, partikel –lah juga lazim
digunakan untuk memperhalus kadar tuturan imperatif permohonan. 35
Contoh:
(5) “Maafkanlah kesalahan saya, ya.”
Informasi indeksal:
Tuturan seorang yang sedang memohon pengampunan kepada seseorang
karena ia merasa telah melakukan kesalahan terhadap temannya.
Sebagaimana didapatkan pada bentuk-bentuk imperatif lainnya,
dalam kegiatan bertutur, sesungguhnya, makna pragmatik imperatif
permohonan tidak selalu dituangkan dalam konstruksi imperatif.

5. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan


Lazimnya, imperatif dengan makna desakan menggunakan kata
ayo atau mari sebagai pemarkah makna. Selain itu, kadang-kadang
digunakan juga kata harap atau harus untuk memberi penekanan maksud
tersebut. Intonasi yang digunakan untuk menuturkan imperatif jenis ini,
lazimnya, cenderung lebih keras dibandingkan dengan intonasi pada
tuturan imperatif lainnya.36 Contoh:
(6) “Ayo, belajar sekarang juga.”
34
Ibid., h. 97
35
ibid., h. 99
36
Ibid., h. 100
21

Informasi indeksal:
Tuturan ini diungkapkan oleh seorang ibu kepada anaknya pada malam
hari karena besok di sekolah akan ada ulangan.

6. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan


Imperatif yang bermakna bujukan di dalam bahasa Indonesia,
biasanya, diungkapkan dengan penanda kesantunan ayo atau mari. Selain
itu, dapat juga imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunan
tolong, seperti dapat dilihat pada contoh tuturan berikut.
(7) Ibu kepada anaknya yang masih kecil: “Habiskan susunya dulu, yo!
Nanti terus pergi ke Malioboro Mall.” 37
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang masih
kecil dan agak sulit disuruh minum susu. Tuturan itu dimaksudkan untuk
membujuk si anak agar ia mau minum susu.

7. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Imbauan


Imperatif yang mengandung makna imbauan, lazimnya, digunakan
bersama partikel –lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan
bersama dengan ungkapan penanda kesantunan harap dan mohon seperti
tampak pada contoh tuturan berikut .
(8) “Jagalah kebersihan lingkungan!”38
Informasi indeksal:
Bunyi tuturan peringatan disebuah taman wisata di kota Yogyakarta.

8. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Persilaan


Imperatif persilaan dalam bahasa Indonesia, lazimnya, digunakan
dengan penanda kesantunan silakan. Sering kali digunakan pula bentuk
pasif dipersilakan untuk menyatakan maksud pragmatik imperatif
persilaan itu. Bentuk yang kedua cenderung lebih sering digunakan pada

37
ibid., h. 102
38
Ibid., h. 103
22

acara-acara formal yang sifatnya protokoler. Contoh tuturan sebagai


berikut:
(9) Ketua senat mahasiswa : “Silakan saudara Monik!”
Monik : “Terimakasih saudara ketua.”39
Informasi indeksal:
Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan yang terjadi disebuah kampus
pada saat berlangsung rapat senat mahasiswa.

9. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan


Imperatif dengan makna ajakan, biasanya, ditandai dengan
pemakaian penanda kesantunan mari atau ayo. Kedua macam penanda
kesantunan itu masing-masing memiliki makna ajakan. Secara pragmatik,
maksud imperatif ajakan, ternyata, tidak selalu diwujudkan dengan
tuturan-tuturan yang terbentuk imperatif. Berkenaan dengan makna
pragmatik imperatif ajakan. Contoh:
(10) Suami kepada istri: “Bu...! Perutku, nich. Sudah keroncongan dari
tadi.”40
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan seorang suami kepada istrinya, sang suami
mengajaknya untuk membeli makan untuk makan malam.

10. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Izin


Imperatif dengan makna permintaan izin, biasanya ditandai dengan
penggunaan ungkapan penanda kesantunan mari dan boleh. Secara
pragmatik, imperatif dengan maksud atau makna pragmatik permintaan
izin dapat diwujudkan dalam bentuk tuturan nonimperatif. Contoh tuturan
sebagai berikut:
(11) Seorang kepada direktur: “Sebentar, Pak. Saya ambilkan dulu
notulennya di almari dekat meja Bapak.”41

39
ibid., h. 105
40
ibid., h. 106
41
Ibid., h. 107
23

Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang sekretaris kepada direkturnya yang
saat itu menanyakan hal tertentu yang pernah diputuskan di dalam rapat
sebelumnya.

11. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan


Imperatif yaang bermakna mengizinkan, lazimnya, ditandai dengan
pemakaian penanda kesantunan silakan. Secara pragmatik, imperatif
dengan maksud atau makna pragmatik mengizinkan dapat ditemukan
dalam komunikasi sehari-hari dan lazimnya diwujudkan di dalam tuturan
nonimperatif. Tuturan berikut ini mengandung makna pragmatik
mengizinkan sekalipun bukan berbentuk tuturan imperatif:
(12) “Menerima buangan tanah bekas bangunan.”42
Informasi Indeksal:
Bunyi sebuah tuturan pemberitahuan pada sebuah lokasi pembuangan
bekas bangunan.

12. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan


Imperatif dengan makna larangan dalam bahasa Indonesia,
biasanya ditandai oleh pemakaian kata jangan. Imperatif yang bermakna
larangan dapat diwujudkan secara pragmatik dalam bahasa Indonesia
keseharian. Wujud pragmatik itu, ternyata dapat berupa tuturan yang
bermacam-macam dan tidak selalu membentuk tuturan imperatif, seperti
yang tampak pada tuturan berikut ini:
(13) “Masuk kebun dianggap pencuri”43
Informasi indeksal:
Tulisan di taman/ kebun sebuah rumah yang tidak boleh dimasuki oleh
seorang pemulung.

42
ibid., h. 108
43
Ibid., h. 110
24

13. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan


Imperatif yang menyatakan makna harapan, biasanya ditunjukan
dengan penanda kesantunan harap dan semoga. Kedua macam penanda
kesantunan itu di dalamnya mengandung makna harapan. Secara
pragmatik, imperatif yang mengandung maksud harapan banyak
ditemukan dalam komunikasi seharian. Maksud harapan itu, ternyata
banyak diwujudkan di dalam tuturan nonimperatif. Contoh berikut dapat
dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini.
(14) Petani kepada petani yang lain: “Kemarau, kok panjang sekali. Ehh,
mbok, ya, segera turun hujan biar sumur-sumur tidak kering.”44
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang petani di sebuah kampung kepada
petani-petani lain yang sama-sama menderita dan kesulitan karena
kekeringan.

14. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan


Imperatif jenis ini relatif banyak ditemukan dalam pemakaian
bahasa Indonesia pada komunikasi keseharian. Sebagai ilustrasi tentang
makna pragmatik imperatif yang demikian, perlu dicermati tuturan berikut:
(15) Mirna kepada Rini: “Awas, tunggu pembalasanku!”45
Informasi indeksal:
Tuturan ini muncul pada saat keduanya bertengkar, yang satu saling
mencerca yang lainnya.
Secara pragmatik, imperatif yang mengandung makna pragmatik
umpatan dapat juga ditemukan dalam komunikasi keseharian. Lazimnya,
bentuk tuturan yang demikian bukan berwujud imperatif, melainkan
nonimperatif. Tuturan yang dimaksud, sebagai berikut:
(16) “Binatang itu memang tidak dapat berpikir.”46

44
ibid., h. 112
45
Ibid., h.113
46
ibid.
25

Informasi indeksal:
Tuturan seorang pimpinan kepada bawahan yang berbuat kesalahan besar
dan membuat perusahaan itu hancur karena kesalahan tersebut.

15. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian


Ucapan Selamat
Imperatif jenis ini cukup banyak ditemukan di dalam pemakaian
bahasa Indonesia sehari-hari. Telah menjadi bagian dari budaya
masyarakat Indonesia bahwa dalam peristiwa-peristiwa tertentu, biasanya
anggota masyarakat bahasa Indonesia saling menyampaikan ucapan salam
atau ucapan selamat kepada anggota masyarakat lain. Salam itu dapat
berupa ucapan selamat. Di dalam komunikasi keseharian, imperatif yang
bermakna pragmatik pengucapan selamat itu banyak yang dinungkapkan
dalam tuturan nonimperatif. Seperti dapat dilihat dalam tuturan-tuturan
berikut:
(17) Dosen A : “Dik, aku sudah jadi lulus ujian komperehensi kemarin.”
Dosen B : “ Wah, hebat Mas.Hebat...!”47
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang dosen kepada teman akrabnya yang
juga seorang dosen, yang baru saja lulus ujian komperehensif untuk
rencana disertasinya.

16. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran


Secara struktural, imperatif yang mengandung makna anjuran,
biasanya ditandai dengan penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya.
Imperatif yang bermakna pragmatik anjuran itu mudah ditemukan di
dalam komunikasi keseharian. Maksud atau makna pragmatik imperatif itu
dapat diwujudkan dengan tuturan-tuturan nonimperatif seperti pada contoh
tuturan berikut:
(18) Ketua RT kepada warganya: “Apakah masih ada warga disini yang
belum mengurus kependudukan?”48

47
Ibid., h. 114
26

Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh ketua RT kepada para warganya di dalam
suatu rapat RT.

17. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif “Ngelulu”


Di dalam bahasa Indonesia terdapat tuturan yang memiliki makna
pragmatik ”Ngelulu”. Kata “ngelulu” berasal dari bahasa Jawa, yang
bermakna seperti menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu namun
sebenar-benarnya yang dimaksud adalah melarang melakukan sesuatu.
Makna imperatif melarang lazimnya diungkapkan dengan penanda
kesantunan jangan seperti yang disampaikan pada bagian yang terdahulu.
Imperatif yang bermakna “ngelulu” di dalam bahasa Indonesia lazimnya
tidak diungkapkan dengan penanda kesantunan itu melainkan berbentuk
tuturan imperatif biasa. Contoh:
(19) Ibu : “Makan saja semuanya biar Ayahmu senang kalau nanti
pulang kerja!
Anak : “Ahh...Ibu nanti benjut kepalaku!49
Informasi indeksal:
Pertuturan antara seorang Ibu dengan anaknya yang senang makan banyak.
Kalau makan, ia sering lupa dengan anggota keluarga yang lain, demikian
pula dengan ayahnya yang biasa pulang dari tempat kerja pada sore hari.

D. Kumpulan Cerpen
Kumpulan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
sesuatu yang telah dikumpulkan; himpunan. 50 Jadi, yang dimaksud dengan
kumpulan cerpen ialah kumpulan atau himpunan dari beberapa judul cerpen
menjadi sebuah buku.

48
ibid., h. 115
49
Ibid., h. 116
50
Depdiknas, KBBI, op. cit., h.756
27

1. Pengertian Cerpen
Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu bentuk sastra
Indonesia yang tumbuh sejak tumbuhnya sastra Indonesia itu sendiri. Akan
tetapi, kepesatan perkembangannya baru tampak sejak tahun 1950.
Pertumbuhan yang pesat sesudah tahun 1950 itu ditunjang oleh
bertambahnya jumlah penerbitan buku, majalah, dan surat kabar yang
secara teratur memuat cerpen yang jumlahnya mencapai ribuan judul.
Wahyudi Siswanto mengatakan bahwa cerpen merupakan bentuk
prosa rekaan yang pendek. Pendek di sini masih mempersyaratkan adanya
keutuhan cerita, bukan asal sedikit halaman. Karena pendek, permasalahan
yang digarap tidak begitu kompleks. 51 Cerpen biasanya menceritakan
peristiwa dan kejadian sesaat dengan bahasa sederhana.
Heru Kurniawan dan Sutardi mengatakan bahwa Cerpen (sebagai
genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di
dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri
dalam latar dan alur. Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan
antartokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. 52 Dapat
dikatakan bahawa kekuatan cerpen terletak pada deskripsi cerita yang baik,
yang didalamnya merupakan perpaduan antara tokoh, latar, dan alur.
Cerpen biasanya mengandung pesan atau amanat yang sangat mudah
dipahami, sehingga sangat cocok dibaca oleh semua kalangan.
Dalam buku Cerita Pendek Indonesia, Rosidi memberi pengertian
dan keterangan tentang cerpen. Cerpen adalah cerita yang pendek dan
merupakan suatu kebulatan ide. 53 Semua bagian dari sebuah cerpen harus
terikat pada suatu kesatuan, yaitu lengkap, bulat, dan singkat.
Dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjiman menyatakan bahwa cerpen
(short story) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan. Cerpen

51
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 141
52
Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012), h. 59
53
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.50
28

memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika. 54
Rangkaian peristiwa pada cerpen pendek dan menghadirkan satu konflik
dalam satu persoalan.
Dari beberapa pengertian cerpen tersebut dapat disimpulkan
bahawa cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen, sesuai
dengan namanya adalah cerita yang relatif pendek yang selesai dibaca
sekali duduk. Proses sekali duduk dapat diartikan sebagai memahami isi
pula. Cerpen biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian,
mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas,
mencakup jangka waktu yang singkat. Meski relatif singkat, kelebihan
cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara implisit
dari sekedar apa yang diceritakan.
Walaupun sama-sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi.
Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek
sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle
short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri
dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. 55 Cerpen sebagai
karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Cerpen
memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, yang
rangkaian peristiwanya pendek dan menghadirkan satu konflik dalam satu
persoalan.

2. Ciri-ciri Cerpen
Berdasarkan pengertian cerita pendek, ciri khusus cerita pendek
dapat diuraikan sebagai berikut:56
a. Ciri utama cerpen adalah singkat, padu dan intensif.
b. Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak.
c. Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.

54
ibid., h. 51
55
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2012), h. 10
56
Henry G. Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 177-
178
29

d. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang


konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
e. Sebuah cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan
ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan beru kemudian
menarik pikiran.
f. Cerpen harus menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca.
g. Cerpen mengandung sebuah insiden yang menguasai jalan cerita.
h. Cerpen harus memiliki pelaku utama.
i. Cerpen harus mempunyai efek atau kesan yang menarik.
j. Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
k. Cerpen menyajikan satu emosi.
l. Cerpen memberikan impresi tunggal.
m. Cerpen memberikan suatu kebulatan efek.
n. Jumlah kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata,
tidak boleh lebih dari 10.000 kata (kira-kira 33 halaman kuarto spasi
rangkap.

3. Klasifikasi Cerpen
Cerpen dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kata.
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung oleh cerpen, maka dapat
dibedakan menjadi dua jenis cerpen, yaitu: cerpen yang pendek (short
short story) dan cerpen yang panjang (long short story).57
Cerpen yang dimaksud dengan short short story adalah cerita pendek
yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata, maksimum
5000 kata, kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca
dalam waktu kira-kira seperempat jam.
Cerpen yang dimaksud dengan long short story adalah cerita pendek
yang jumlah kata-katanya di antara 5000 sampai 10.000 kata; minimal

57
ibid., h. 178
30

5000 kata dan maksimal 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto
spasi rangkap, yang dapat dibaca kira-kira setengah jam.
Begitupula dengan Wahyudi yang membagi cerpen menjadi dua, yaitu
cerpen yang panjang (cerpenpan) dan cerpen yang pendek, biasanya
disebut cerita mini. Misalnya “Cermin” di majalah Gadis dan cerpen yang
panjang seperti karya Budi Darma yang berjudul “Fofo” (42 halaman) dan
“Kritikus Adinan” (56 halaman). 58 Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa cerpen short short story atau cerpen mini biasanya terdiri atas satu
halaman atau kurang dari itu.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian terhadap entitas imperatif sudah pernah dilakukan sebelumnya


pada bahasa Indonesia oleh Rahardi yang telah dibukukan dengan judul
Sosiopragmatik (2009). Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa makna
dari tuturan imperatif sangat beragam, antara lain imperatif suruhan, imperatif
permintaan, imperatif larangan dan imperatif ajakan. Entitas imperatif dalam
penelitian ini dilihat dari dimensi konteks sosial, konteks kultural, dan konteks
situasional dengan melibatkan sejumlah ranah atau domain (sosial).
Berdasarkan dari tinjauan penulis, terdapat beberapa penelitian lain yang
relevan. Peneliti menemukan beberapa judul skripsi yang terkait dengan
permasalahan serupa. Berikut ini adalah judul permasalahan yang terkait.
Pertama, skripsi Elih Liswati (NIM 109013000017) Mahasiswa
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, tahun 2013, yang berjudul “Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia
dalam Teks Pidato Siswa Kelas IX Semester Genap SMP Islam Harapan Ibu
Tahun Pelajaran 2012/2013.” Pada skripsinya, Elih Liswati menganalisis
kesantunan imperatif dalam teks pidato siswa kelas IX SMP Islam Harapan Ibu.
Tujuan penelitiannya yaitu untuk mengetahui kesantunan imperatif ajakan,
permintaan dan suruhan dalam sebuah pidato siswa, selain itu juga untuk
mengidentifikasi penggunaan bahasa yang menunjukan kesantunan imperatif

58
Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 142
31

dalam teks pidato, serta untuk mengetahui bagaimana bentuk kalimat yang
menjadikan nilai komunikasi kesantunan imperatif ajakan, permintaan dan
suruhan dalam pidato bahasa Indonesia dan untuk mengidentifikasi penggunaan
bahasa Indonesia yang menunjukkan kesantunan imperatif dalam teks pidato.
Kedua, Skripsi Sulistyawati (C0298054) Mahasiswa Universitas Sebelas
Maret Surakarta Fakultas Sastra dan Seni Rupa, tahun 2004, yang berjudul
“Pemakaian Imperatif Bahasa Indonesia Oleh Guru Taman Kanak-kanak dalam
Proses Belajar-Mengajar.” Tujuan penelitiannya ialah untuk menjelaskan wujud
pemakaian imperatif bahasa Indonesia, menjelaskan pemakaian wujud
nonimperatif bahasa Indonesia, serta menjelaskan persentase pemakaian imperatif
bahasa Indonesia oleh guru taman kanak-kanak dalam proses belajar-mengajar.
Dalam penelitiannya tersebut, Sulistiyawati menggunakan metode deskriptif
karena datanya berupa tuturan lisan, bukan berupa angka. Dari hasil analisis
datanya, ditemukan 15 wujud imperatif dan 16 wujud nonimperatif. Serta
ditemukan pemanfaatan wujud imperatif yang diidentifikasi melalui tiga hal yakni
intonasi guru, isyarat para linguistik dan pembubuhan penanda kesantunan dan
pembubuhan kata-kata tertentu.
Ketiga, berupa artikel ilmiah. Penelitian yang dilakukan oleh Diah
Indaryani Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STIKP PGRI Jombang, tahun 2013. Judul penelitiannya adalah “Entitas Imperatif
Pedagang Pakaian Di Pasar Mojoagung: Sebuah Kajian Sosiopragmatik.”
Dalam penelitiannya, Diah Indaryani memfokuskan pada frekuensi keseringan
tuturan imperatif pedagang pakaian di pasar Mojoagung. Penelitiannya ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sumber data penelitiannya adalah
pedagang pakaian di pasar Mojoagung, sedangkan data penelitiannya adalah
tuturan-tuturan pedagang pakaian di pasar Mojoagung yang mengandung makna
sosiopragmatik imperatif. Data-data tersebut dianalisis dan dihitung persentasenya
berdasarkan ketujuh belas jenis imperatif yang telah ditetapkan. Hasil penelitianya
menunjukkan bahwa tidak semua tuturan pedagang pakaian di pasar Mojoagung
mengandung wujud dan makna imperatif, melainkan terdapat beberapa jenis yang
tidak termasuk di dalamnya.
32

Keempat, skripsi Eko Supriyadi (A310080105) Mahasiswa Universitas


Muhammadiyah Surakarta, tahun 2013, yang berjudul “Kajian Bahasa Tabu dan
Eufimisme pada Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari.”
Tujuan penelitiannya adalah mendeskripsikan penggunaan bahasa tabu dan
eufemisme yang ada pada kumpulan cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad
Tohari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Pada penelitiannya ditemukan dua tipe penggunaan bahasa tabu yakni
taboo of fear dan taboo of propriety serta 9 kata penggunaan eufemisme dalam
kumpulan cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari.
Dari penelitian yang relevan tersebut, perbedaan yang mendasar yang
penulis lakukan ialah pada skripsi pertama yang menjadi objek penelitiannya
adalah teks pidato siswa kelas IX SMP Islam Harapan Ibu, sedangkan pada
penelitian skripsi yang kedua perbedaan yang mendasar adalah sumber datanya
adalah tuturan lisan, dan skripsi tersebut lebih mengarah pada menganalisis
pemakaian kesantunan imperatif dan wujud nonimperatif dalam bentuk tuturan.
Perbedaan pada penelitian yang ketiga adalah penelitian tersebut menggunakan
pendekatan kuantitatif, serta data-data penelitian tersebut lebih menitikberatkan
pada hitungan persentase (angka-angka), sedangkan perbedaan penelitian ini
dengan yang keempat terletak pada tujuan penelitiannya. Pada skripsi tersebut
tujuan penelitiannya ialah untuk mendeskripsikan penggunaan bahasa tabu dan
eufisme yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad
Tohari. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan wujud dan
makna imperatif yang terdapat pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya
Ahmad Tohari ditinjau dari sosiopragmatik.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1
Metodologi, yaitu cara memahami suatu fenomena. Metodologi
merupakan hal yang penting dalam melakukan kegiatan penelitian. Melalui
metodologi penelitian yang sistematis, maka proses mendapatkan data hingga
proses pengolahan data akan menjadi terorganisir. Adapun unsur-unsur
metodologi dalam penelitian ini sebagai berikut.

Metodologi
Penelitian

Ancangan Metode
Teknik
kualitatif
deskriptif
Sosiolinguistik Pragmatik Teknik
Metode simak
simak

Sosiopragmatik Teknik Simak Teknik


bebas cakap Catat

Skema Konseptual 1
Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam istilah
metodologi penelitian, yaitu ancangan, metode, dan teknik penelitian. Ancangan
merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir. Ancangan

1
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 17

33
34

penelitian yang digunakan adalah ancangan sosiopragmatik. Ancangan atau


tinjauan sosiopragmatik dalam penelitian ini, yaitu tinjauan yang melibatkan
keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi dari masyarakat serta konteks yang sifatnya
sosial, situasional dan tekstual.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah penting untuk memecahkan masalah-


masalah penelitian. Apabila suatu penelitian menggunakan metode yang tepat
maka akan mendapatkan hasil yang tepat pula. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Bogan dan Taylor dalam Muhammad mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.2 Jadi, dengan
kata lain penelitian ini bersifat kualitatif karena menyajikan data secara deskriptif;
penjelasan dan uraian masalah yang diteliti yaitu mendeskripsikan penggalan
tuturan yang mengandung makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Kalau pun terdapat angka-angka
bilangan, semua itu tidak dimaksudkan untuk berfokus pada kuantifikasi, tetapi
hanya digunakan sebagai pengantar masuk ke dalam pemaparan dan penjelasan
yang sifatnya kualitatif.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wujud dan makna imperatif yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Makna
imperatif tidak selalu diwujudkan dengan konstruksi imperatif melainkan dapat
ditemukan dalam wujud nonimperatif sehingga makna ditentukan berdasarkan
konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Makna imperatif
digolongkan menjadi tujuh belas makna imperatif yang sudah dijabarkan dalam
Bab II, berdasarkan temuan Rahardi (2005).

2
Ibid., h.30
35

D. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah seluruh tuturan yang memiliki wujud dan
makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya
Ahmad Tohari. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
terdapat 13 judul cerpen. Peneliti membaca, mencermati lalu kemudian mencatat
tuturan dalam kumpulan cerpen tersebut dan kemudian menentukan maknanya
berdasarkan konteks tuturan.

E. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang memadai, dalam penelitian ini ditetapkan


metode dan teknik yang sesuai dengan objek penelitian. Metode yang digunakan
dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode simak, sedangkan untuk
teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas cakap dan teknik catat.
1. Metode Simak
Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data
3
dengan melakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa.
Penggunaan bahasa dalam tuturan para tokoh pada cerpen. Dalam hal ini,
peneliti melakukan proses:
a. Menyimak; tuturan disimak berdasarkan wujud imperatif. Seperti
imperatif perintah, imperatif suruhan, imperatif bujukan dan
beberapa imperatif lainnya yang telah diurai dalam Bab II.
b. Membaca; membaca kembali tuturan yang berwujud imperatif.
c. Memahami; memahami dialog tuturan tokoh yang memiliki makna
imperatif berdasarkan wujud dan konteks yang terdapat di dalam
tiga belas judul cerpen; kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya
Ahmad Tohari.
Metode ini selanjutnya diurai secara cermat dengan menggunakan
beberapa teknik, yaitu teknik simak bebas cakap dan teknik catat.

3
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa:Tahapan, Strategi, dan Tekniknya, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011), h. 242
36

1) Teknik Simak Bebas Cakap


Untuk menjalankan metode simak atau teknik sadap, peneliti
hanya menjadi pengamat atau penyimak. Teknik ini sangat
mungkin dilakukan bila data penelitiannya adalah data tertulis atau
dokumen.4
Peneliti tidak terlibat dalam peristiwa tuturan, melainkan hanya
menyimak tuturan tokoh yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Selain itu, peneliti juga
menyimak mengenai teori sosiopragmatik dengan cara
mempelajari beberapa sumber tertulis seperti buku-buku, artikel
atau hasil penelitian. Kemudian selanjutnya, peneliti mengkaji
hubungan antara tuturan imperatif dalam cerpen tersebut dengan
teori sosiopragmatik yang diperoleh untuk dapat memaknai tuturan.
2) Teknik Catat
Selain penggunaan metode simak dalam menganalisis data,
selanjutnya peneliti menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah
teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak.5
Teknik cacat, yaitu mencatat data yang diperoleh dari objek
penelitian yaitu tuturan yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari.

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mencari atau
mengumpulkan data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Sugiyono
menambahkan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. 6 Dengan demikian selain alat bantu
penelitian, peneliti sendiri juga merupakan instrumen dalam penelitian karena
peneliti berfungsi untuk menetapkan objek penelitian, memilih sumber data,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyimpulkan penemuannya.
4
Muhammad, op. cit., h. 208
5
ibid., h. 194
6
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 222
37

Instrumen penelitian ini adalah format data yang ditampilkan dalam bentuk
tabel yang terdiri dari komponen-komponen analisis berupa nomor data, lokasi,
wujud imperatif, konteks tuturan, jenis atau modus kalimat, dan makna imperatif.
Instrumen ini juga digunakan oleh peneliti sebelumnya Rahardi (2009) untuk
menganalisis entitas impratif bahasa Indonesia. Komponen-komponen tersebut
akan ditampilkan dalam format tabel sebagai berikut.

No. Lokasi/ Konteks Wujud Jenis/modus Makna


setting Tuturan Imperatif Kalimat Imperatif
nomor tempat asal situasi yang bentuk jenis tuturan makna yang
urut terjadinya melatarbelakangi imperatif yang yang muncul ditemukan
wujud tuturan munculnya dituturkan oleh
imperatif imperatif wujud imperatif tokoh

Sumber Rahardi (2009) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti

Pada format data di atas, yang dimaksud dengan lokasi adalah tempat asal
terjadinya tuturan imperatif, wujud imperatif adalah bentuk imperatif yang
dituturkan oleh tokoh yang ada dalam cerpen, konteks tuturan adalah situasi yang
melatarbelakangi munculnya wujud imperatif, jenis/modus kalimat merupakan
jenis tuturan yang muncul apakah berbentuk interogatif, deklaratif atau imperatif,
dan makna imperatif adalah makna yang ditemukan setelah proses analisis tuturan
imperatif.

G. Jenis Data

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumpulan
cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Identitas kumpulan cerpen
tersebut adalah:
Judul buku : Senyum Karyamin Cetakan : IX - Juli 2013
Pengarang : Ahmad Tohari Tebal : 88 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
38

H. Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis


kontekstual. Adapun yang dimaksud dengan metode analisis kontekstual adalah
cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan
konteks.7 Konteks yang dimaksud dalam hal ini, merupakan lingkungan di mana
entitas bahasa itu digunakan. Lingkungan yang dimaksud dapat mencakup baik
lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik.
Sudaryanto dan Mahsun dalam Rahardi mengatakan, metode analisis
kontekstual dapat disejajarkan dengan metode analisis padan. 8 Kajian terhadap
entitas imperatif yang ditinjau melalui sosiopragmatik ini menerapkan metode
padan yang sifatnya ekstralingual. Jadi, yang sebenarnya dipadankan adalah
segala sesuatu yang sifatnya luar kebahasaan atau ekstralingual.
Adapun teknik yang digunakan dalam menerapkan metode analisis padan
ekstralingual adalah teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual. 9 Kajian
ini tidak dimaksudkan untuk memiliah unsur penentu tersebut, sebab unsur
penentu di dalam penulisan sosiopragmatik adalah konteks yang bersifat
ekstralingual itu sendiri. Dengan demikian, teknik dasar hubung banding yang
bersifat ekstralingual dapat digunakan untuk membandingkan hal yang ada di luar
maupun yang ada di dalam bahasa.

I. Tahap-Tahap Analisis Data

Rahardi menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam


penelitian imperatif yang menggunakan ancangan atau tinjauan sosiopragmatik,
dapat dibagi menjadi tiga tahap.10 Adapun tahap analisis data secara umum dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1. Mengumpulkan dan menyediakan data
Mengumpulkan data dari cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad
Tohari dengan cara mencatat tuturan-tuturan dalam percakapan tokoh
7
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 36
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid., h. 31-36
39

dalam cerpen yang yang sesuai dengan karakteristik penelitian, yaitu


tuturan imperatif.
2. Mengklasifikasikan data
Sebelum melakukan analisis, data yang telah dikumpulkan kemudian
diklasifikasikan berdasarkan lokasi, wujud imperatif, modus kalimat, dan
konteks tuturan untuk kemudian dicari makna sosiopragmatik imperatif
berdasarkan tuturan.
3. Menganalisis data
Data yang terkumpul kemudian dibahas atau dianalisis berdasarkan
metode analisis kontekstual. Konteks yang dimaksud mencakup
lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik atau konteks situasi tutur
(lokasi tutur, maksud tutur, peserta tutur, dll).

J. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah langkah-langkah atau urutan-urutan yang


harus dilalui atau dikerjakan dalam suatu penelitian. Adapun langkah-langkah
pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
1. Mengumpulkan teori-teori mengenai kajian sosiopragmatik.
2. Membaca dengan cermat buku kumpulan cerpen karya Ahmad Tohari
yaitu Senyum Karyamin (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013).
3. Menetapkan 13 cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin sebagai objek penelitian dengan fokus menemukan entitas
imperatif ditinjau dari sosiopragmatik.
4. Membaca ulang dengan cermat kumpulan cerpen Senyum Karyamin untuk
menemukan wujud imperatif yang terdapat di dalam cerpen tersebut dan
implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.
5. Mengumpulkan data yang berupa wujud dan makna imperatif.
6. Mendeskripsikan dan menganalisis data dengan mengkhususkan ranah
wujud dan makna tuturan imperatif dari sudut pandang sosiopragmatik.
7. Menyimpulkan hasil keseluruhan penelitian.
40

Kegiatan Meneliti Entitas Imperatif dalam


Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari

Data Entitas Imperatif dalam Kumpulan Teknik


Metode Simak Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Simak Bebas
Tohari Cakap,
Teknik Catat

Klasifikasi Data Sesuai Makna


Imperatif

Metode dan teknik Teori


Analisis Data dan Pembahasan Sosiopragmatik
Analisis data

Metode analisis
kontekstual
Penelitian
Kualitatif
Teori Rahardi Deskriptif

Teknik Hubung
Banding
Menyamakan
Hasil Data Wujud dan Makna
Imperatif dalam Kumpulan
Cerpen Senyum Karyamin
Teknik Hubung Karya Ahmad Tohari
Banding
Membedakan

Teknik Hubung
Banding
Menyamakan Hal
Pokok

Skema Konseptual 2
Mahsun (2011) dan Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi peneliti
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Tentang Pengarang: Ahmad Tohari1

Ahmad Tohari adalah sastrawan Indonesia yang lahir di Tinggarjaya,


Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948. Penulis yang memiliki latar
kehidupan pesantren ini telah melahirkan beberapa novel dan kumpulan cerita
pendek. Beberapa karya fiksinya antara lain Ronggeng Dukuh Paruk (1982),
novel Kubah (1980), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jantera Bianglala
(1986). Cerpennya yang berjudul Jasa-Jasa buat Sanwirya mendapat Hadiah
Hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederlands
Wereldomroep, yang juga termasuk dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin,
selain itu ada pula kumpulan cerpennya yang berjudul Nyanyian Malam (2000)
dan Rusmi Ingin Pulang (2004). Tahun 1990 pengarang yang punya hobi
memancing ini memperoleh penghargaan The Fellow of the University of Iowa.
Tahun 1995 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Asean, SEA Write Award.
Sekitar tahun 2007 Ahmad Tohari kembali menerima Hadiah Sastra Rancage.

2. Tentang Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin

Cerpen-cerpen karya Ahmad Tohari dalam kumpulan cerpen Senyum


Karyamin banyak mengangkat tema kehidupan masyarakat pedesaan dan
persoalan sosial. Cerpen-cerpen tersebut secara keseluruhan mengangkat
permasalahan sosial dengan latar sosial masyarakat miskin. Gaya bahasanya kuat
akan metafora dan ironi. Melalui kumpulan cerpen ini, terdapat pesan-pesan
persaudaraan yang ingin di sampaikan oleh Ahmad Tohari kepada para pembaca.

1
Ahmad Tohari, Senyum Karyamin, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h.73

41
42

Kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ini terdiri atas
tiga belas judul cerita, di antaranya:
a. “Senyum Karyamin”: Mengisahkan tentang Karyamin seorang
pengumpul batu sungai yang selalu tersenyum dalam menghadapi
kepahitan hidupnya.
b. “Jasa-Jasa buat Sanwirya”: Mengisahkan tentang rencana-rencana jasa
(belas kasihan) dari beberapa kawan kepada Sanwirya yang sedang
sekarat karena terjatuh dari pohon.
c. “Si Minem Beranak Bayi”: Mengisahkan tentang si Minem perempuan
empat belas tahun yang harus melahirkan diusia kandungannya yang
baru tujuh bulan karena kemalasan sang suami mengambil air ke
seberang desa.
d. “Surabanglus”: Mengisahkan tentang nasib dua orang pencari kayu
yang dikejar-kejar polisi hutan. Selama persembunyian mereka harus
menahan rasa lapar. Namun, rasa lapar yang didera oleh Suing tak
mampu meluruskan akalnya sehingga ia memakan singkong beracun,
Surabanglus.
e. “Tinggal Matanya Berkedip-kedip”: Mengisahkan tentang
kesombongan seorang pawang kerbau. Dialah Musgepuk yang sangat
yakin dapat menaklukan si Cepon, kerbau yang mogok membajak
sawah. Musgepuk memang berhasil merubuhkan Cepon tapi ia tak
berhasil membuat Cepon membajak lagi.
f. “Ah, Jakarta”: Mengisahkan tentang seorang gali dari Jakarta yang
menjadi buronan polisi. Selama pelariannya ia sempat menemui karib
lamanya. Namun, tak lama berselang mayatnya ditemukan mengapung
di sungai, hingga akhirnya karibnya itu yang mengurusi jenazahnya.
g. “Blokeng”: Mengisahkan tentang sebuah kampung yang blingsatan
karena Blokeng perempuan yang keterbelakangan mental melahirkan
bayi tanpa ayah sah. Warga yang takut dituduh menjadi ayah sah dari
bayi tersebut saling curiga tentang siapa ayah bayi Blokeng.
43

h. “Syukuran Sutabawor”: Mengisahkan tentang pohon jengkol milik


Sutabawor yang tidak mau berbuah. Atas bantuan ayah mertuanya
yang telah membacakan mantera, pohon jengkol tersebut menjadi lebat
buahnya. Sutabawor pun mengadakan syukuran atas keberhasilan
pohon jengkolnya yang sudah berbuah.
i. “Rumah yang Terang”: Mengisahkan tentang Pak Haji yang menolak
listrik di rumahnya. Karena sikap kolotnya itu ia selalu diolok-olok
tetangganya. Gerah karena olok-olok tetangga, pada acara tahlilan,
anaknya pun membeberkan alasan mengapa ayahnya menolak listrik
semasa hidupnya, yakni ia khawatir tidak mendapatkan cahaya di alam
kubur.
j. “Kenthus”: Mengisahkan kesombongan seseorang setelah
mendapatkan mimpi nunggang macan. Dia adalah Kenthus, yang
merasa sangat senang melihat orang-orang berkumpul rela berdesakan
untuk setor buntut tikus demi uang. Setelah acara setor buntut selesai,
bukan ketenaran yang ia dapatkan melainkan hanya tersisa bau busuk
dan tengik di badannya hingga istrinya pun pergi karena jijik.
k. “Orang-orang Seberang Kali”: Kebiasaan orang-orang seberang kali
yang sering mengadu ayam. Madrakum, warga seberang kali yang
suka mengadu ayam kesulitan pada waktu ajal menjemputnya.
Tangannya mengepak-ngepak, jari-jarinya mencakar-cakar, seperti
ayam. Ia meninggal setelah berkokok berkali-kali.
l. “Wangon Jatilawang”: Mengisahkan tentang nasib seorang Sulam.
Orang-orang memanggilnya wong gemblung, hidupnya terkucilkan
dan dihabiskan dari pasar ke pasar. Keinginan terakhirnya ialah
memakai baju baru saat lebaran tiba. Namun sayang, ajal
menjemputnya lebih dulu.
m. “Pengemis dan Shalawat Badar”: Mengisahkan tentang tentang
pengemis yang mencari nafkah dengan bershalawat. Saat bus yang ia
tumpangi mengalami kecelakaan, hanya ia yang selamat. Badannya tak
tergores sedikit pun.
44

3. Penyajian Data: Wujud dan Makna Imperatif dalam Kumpulan


Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari

Penyajian data entitas imperatif sosiopragmatik dalam Kumpulan Cerpen


Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari. Data diperoleh setelah peneliti membaca
kumpulan cerpen secara intensif, melakukan penyimakan dan mencatat tuturan
tokoh dalam dialog kumpulan cerpen untuk kemudian menentukan tuturan yang
memiliki makna imperatif. Data entitas imperatif tersebut selanjutnya ditentukan
maknanya sesuai dengan konteks sosial dan situasionalnya.
Jumlah halaman kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
sebanyak 88 halaman, yang terdiri dari 13 judul cerpen. Berdasarkan data yang
diperoleh, terdapat 95 wujud sosiopragmatik imperatif. Macam-macam wujud dan
makna sosiopragmatik imperatif sangat ditentukan oleh keberadaan konteks
tuturannya. Maka, dalam setiap kemunculan tuturan selalu disertakan konteks
tuturannya. Demikian pula, interpretasi terhadap wujud dan makna imperatif,
harus dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperhitungkan konteksnya.
Keseluruhan data wujud-wujud sosiopragmatik dengan makna-maknanya serta
keterlibatan konteksnya, akan dirinci dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.1
Wujud dan Makna Sosiopragmatik Imperatif dalam Kumpulan Cerpen
Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari

No Lokasi/ Konteks Wujud Jenis/ Makna


setting Tuturan Imperatif modus Imperatif
Kalimat
1. Tepi Tuturan ini “Sudah, Min. Deklaratif Suruhan
sungai disampaikan oleh Pulanglah. Kukira
Sarji (pengumpul hatimu tertinggal di
batu) kepada rumah sehingga
Karyamin yang kamu loyo terus.”
sudah dua kali jatuh,
karena hilang
keseimbangan saat
membawa batu dari
sungai ke pangkalan
material yang berada
45

di atas tebing.
2. Tuturan ini “Memang bahaya Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan meninggalkan
dari tuturan istrimu seorang diri
sebelumnya, di rumah. Min.
sehingga bentuk Kamu ingat anak- Interogatif
imperatif suruhan anak muda petugas
menjadi lebih jelas. bank harian itu?
Jangan kira mereka Deklaratif
hanya datang setiap
hari buat nagih
setoran kepada
istrimu. Jangan
percaya kepada-
anak-anak muda
penjual duit itu.
Pulanglah. Istrimu
kini pasti sedang
digodanya.”
3. Tuturan ini juga “Istrimu tidak Deklaratif Desakan
merupakan lanjutan hanya menarik mata
dari tuturan petugas bank
sebelumnya, yang harian. Jangan
disampaikan oleh dilupa tukang edar
salah seorang kawan kupon buntut itu.
Karyamin. Meski Kudengar dia juga
tuturan ini secara sering datang ke
keseluruhan rumahmu bila kamu
merupakan tuturan sedang keluar.
yang berisi Apa kamu juga Interogatif
informasi, namun percaya dia datang
tuturan ini hanya untuk
disampaikan dengan menjual kupon
maksud mendesak buntut?
Karyamin agar Jangan-jangan dia Imperatif
pulang ke rumahnya. menjual buntutnya
sendiri!”
4. Tuturan ini di “Min!” Kamu diam Interogatif Suruhan
sampaikan oleh salah saja, apakah kamu
seorang kawan tidak melihat ikan
Karyamin yang putih-putih sebesar
melihat beberapa paha?
orang perempuan
pulang dari pasar dan
sedang menyeberang
sungai.
46

5. Di bawah Tuturan ini “Masih pagi kok Interogatif Larangan


pohon disampaikan oleh mau pulang, Min?
waru Saidah penjual nasi Sakit?
pecel yang sedang
menggelar
dagangannya di
bawah pohon waru.
Meskipun tuturan ini
disampaikan dalam
bentuk pertanyaan,
tetapi ada maksud
larangan di
dalamnya. Karena
Saidah melihat
Karyamin yang akan
pulang dari bekerja
saat hari belum
petang.
6. Tuturan ini “Makan, Min?” Interogatif Suruhan
merupakan lanjutan
dari tuturan
sebelumnya, di
sampaikan oleh
Saidah saat ia
memperhatikan bibir
Karyamin membiru
dan telapak
tangannya yang
pucat, serta
mendengar suara
keruyuk dari perut
Karyamin.
7. Tuturan ini “Tidak. Beri aku Deklaratif Anjuran
disampaikan oleh minum saja.
Karyamin saat ia Daganganmu sudah
ditawari Makan oleh ciut seperti itu. aku
Saidah. Karyamin tak ingin
tahu dagangan menambah utang.”
Saidah sudah hampir
„ciut‟ karena sering
dihutangi oleh
Karyamin dan
kawan-kawan.
Tuturan ini
bermaksud anjuran
kepada Saidah agar
47

ia hanya memberikan
minum saja.
8. Tuturan ini “Iya, Min, Iya. Interogatif Bujukan
disampaikan oleh Tetapi kamu lapar,
Saidah dengan kan?”
maksud membujuk “Makan, ya Min?
Karyamin agar mau Aku tak tahan
„makan‟ nasi yang melihat orang lapar.
dijualnya. Saidah Tak usah bayar
mengetahui kondisi dulu. Aku sabar
Karyamin yang Menunggu
sudah setengah tengkulak datang.
bulan, tengkulak Batumu juga belum
yang biasa membawa dibayarnya, kan?”
batunya menghilang
dan belum membayar
batu Kayamin.
Saidah juga
memaklumi keadaan
Karyamin.
9. Rumah Tuturan ini “Ya. Kamu Deklaratif Perintah
Karyamin disampaikan oleh memang mbeling,
Pak Pamong untuk Min. Di gerumbul
menagih uang dana ini hanya kamu
Afrika kepada yang belum
Karyamin. Selain berpartisipasi.
bermaksud Hanya kamu yang
menyindir, tuturan belum setor uang
ini juga memiliki dana Afrika, dana
maksud perintah untuk menolong
agar Karyamin orang-orang yang
segera membayar kelaparan di sana.
uang iuran. Nah, sekarang hari
terakhir. Aku tak
mau lebih lama kau
persulit.”
10. Tuturan ini “Kalau tidak, Interogatif Desakan
disampaikan oleh mengapa kamu
Pak Pamong yang tesenyum-senyum?
marah saat melihat Hayo cepat; mana
Karyamin malah uang iuranmu?”
tersenyum dan
bukannya mambayar
uang iuran. Dia
merasa terhina
karena Karyamin
48

tersenyum.
11. Di emper Tuturan ini “Jadi kawan- Interogatif Ajakan
samping disampaikan oleh kawan, kita sudah
rumah Sampir sebagai sepakat sama-sama
Sanwirya ajakan kepada aku, merasa kasihan
Ranti, dan Waras pada Sanwirya.
(kawan Sanwirya) Begitu?
yang sedang duduk
di atas lincak2 untuk
membicarakan
rencana jasa yang
akan mereka berikan
kepada Sanwirya.
Karena Sanwirya
sedang sekarat
akibat terjatuh dari
pohon kelapa.
12. Tuturan ini “Syukur! Marilah. Imperatif Ajakan
disampaikan oleh Ada banyak cara dan
tokoh „aku‟ sebagai untuk merasa Deklaratif
lanjutan dari tuturan kasihan kepada
sebelumnya. Penutur penderes3 itu.
bermaksud untuk Menyobek kaus
mengajak kawannya yang sedang
untuk berpikir dari kupakai untuk
hal yang sederhana membalut luka
sebagai rencana jasa Sanwirya adalah
untuk Sanwirya. Hal sejenis rasa kasihan
ini ditandai dengan yang telah
imperatif Marilah. kulakukan. Oh,
jangan tergesa, kita
akan menentukan
lebih dulu demi apa
rasa kasihan itu
kita adakan.”
13. Tuturan ini “Baik kalau itu Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh menyulitkan kita
Sampir. Tuturan ini singkirkan saja.
merupakan lanjutan Yang pertama-tama
dari tuturan harus kita
sebelumnya. Dalam selenggarakan
tuturan ini Sampir adalah makanan
bermaksud untuk keluarga

2
bangku panjang terbuat dari bambu
3
penyadap nira kelapa
49

menyuruh kawannya Sanwirya. Interogatif


untuk mencari ubi Siapa yang
kayu. mengetahui ada
peladang sedang
mencabuti ubi
kayu?”
14. Tuturan ini “Kau menyuruh Interogatif Larangan
disampaikan oleh kami meminta ubi
Waras, yang mengira kayu?
bahwa Sampir akan Tak mungkin! Imperatif
memberikan Musim ini semua Deklaratif
Sanwirya makanan orang hanya
ubi beracun, karena menanam ubi
ia tahu di desanya estepe sebab celeng
orang-orang dan monyet tak
menanam ubi estepe. mau menyukainya.
Dalam tuturan ini Kita takkan
Waras bermaksud memberi makan
melarang Sampir Sanwirya dengan
untuk memberikan ubi beracun itu.”
makanan kepada
Sanwirya berupa ubi
kayu beracun.
15. Tuturan ini “Dengar! Yang Imperatif Suruhan
disampaikan oleh berminat mencari dan
Ranti. Dalam tuturan makanan buat Deklaratif
ini Ranti bermaksud Sanwirya boleh
untuk menyuruh datang ke lumbung
kawannya untuk desa. Atas nama
datang ke lumbung penderes itu kita
desa. mengajukan
pinjaman padi
secukupnya.”
16. Tuturan ini “Itu berarti Waras Imperatif Suruhan
disampaikan oleh telah sepakat. Catat
Sampir karena Ranti!
mereka sudah Satu rencana jasa Deklaratif
sepakat tentang telah kita setujui.
kebaikan yang akan Selanjutnya saya
diberikan kepada bermaksud menjual
Sanwirya. Namun, jaketku sebagai
dalam tuturan ini upah dukun.
50

Sampir juga Siapa yang akan Interogatif


bemaksud menyuruh menutup
temannya untuk kekurangannya?”
menutup kekurangan
upah dukun.
17. Tuturan ini “Tunggu Sampir. Deklaratif Larangan
disampaikan oleh Biarkan jaketmu
Ranti, yang tetap di situ.
mengetahui bahwa Bila kau Interogatif
Sampir memiliki bertelanjang dada
penyakit sesak siapa yang akan
napas. Oleh karena mengurusi
itu, Ranti melarang bengekmu?”
Sampir menjual
jaketnya dengan cara
menyindir.
18. Tuturan ini “Kita akan Deklaratif Ajakan
disampaikan oleh menemui tengkulak
Waras yang yang biasa
memberikan menerima gula
rencana jasa untuk Sanwirya. Kukira
Sanwirya. Dalam takkan sulit
tuturan ini Waras meminjam
mengajak untuk sembilan puluh
menemui tengkulak rupiah darinya.”
gula.
19. Tuturan ini “Satu perkara yang Deklaratif Harapan
disampaikan oleh lebih besar ialah
Sampir yang bagaimana
mengetahui melindungi
kelemahan Sanwirya Sanwirya.
yang selalu saja Maksudku agar ia
tertipu oleh harga tidak ditipu dua ons
gula yang rendah tiap kali
yang diberikan menimbang
tengkulak. Meskipun gulanya. Agar ia
tuturan ini berisi dapat bertahan bila
informasi, namun tengkulak
terdapat maksud menentukan harga
imperatif harapan. gula terlalu rendah.
Pokoknya agar Imperatif
harga gula tidak
lagi menjadi
pertanyaan yang
mengerikan!”
51

20. Tuturan ini “Berhenti, Bung Imperatif Perintah


disampaikan oleh mau berbicara soal
Waras, yang kurang koperasi!
sepakat atas usul Tunggu Sampir, Interogatif
Sampir. Dia aku mau
memerintahkan menanyakan selain
Sampir berhenti kepadamu apakah
berbicara. kesepakatan kita
masih
berkepanjangan?”
21. Tuturan ini “Akan kita Imperatif Suruhan
disampaikan oleh buktikan siapa di
Sampir sebagai antara kita yang
lanjutan dari tuturan tidak kehilangan
sebelumnya. Dalam separo akal sehat,”
tuturan ini Sampir “Dan kau Waras
juga secara halus bisa meninggalkan
menyuruh Waras lincak ini bila
untuk meninggalkan mau!”
perundingan mereka,
apabila Waras masih
tidak sepakat.
22. Tuturan ini “Bukan begitu. Deklaratif Imbauan
disampaikan oleh Sebaiknya di antara
Ranti yang kita ada penyabar-
mengetahui penyabar.
ketegangan antara Maksudku agar kita
Sampir dan Waras. memberi
Dalam tuturan ini ia kesempatan kepada
mengimbau siapa yang akan
kawannya agar membuktikan
bersabar. dirinya tidak
kehilangan akal
sehat,”
23. Tuturan ini “Hm. Sebuah Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh koperasi berarti dan
Sampir dengan bagi Sanwirya Imperatif
maksud menyuruh adalah kesempatan
Ranti mencatat berganti kain
tambahan rencana sarung. Dan itu
jasa buat Sanwirya telah kita sepakati.
yang telah mereka Satu lagi jasa buat
sepakati. Sanwirya. Catat
Ranti!”
24. Tuturan ini “Dengar Sampir,” Deklaratif Perintah
disampaikan oleh “Kau harus dan
52

Waras sebagai menyetujui kata- Interogatif


bentuk perintah kataku ini. bahwa
kepada Sampir agar jasa-jasa buat
ia menyetujui Sanwirya
rencana yang Waras seharusnya bukan
usulkan. merupakan hal
yang tanggung.
Semuanya baru
memadai bila
Sanwirya sudah
memegang polis
asuransi jiwa.
Sebab semua
penderes
semestinya mati
bila jatuh dari
pohon kelapa.
Sehingga akan
terdengar suara
semacam ini.
Seorang penderes
semacam Sanwirya
telah
menanggungkan
nyawanya hingga
bila ia jatuh dan
mati, istrinya
takkan kesukaran
mencari kain kafan.
Merdu mana
dengan gamelan
degung
kedengarannya?”
25. Tuturan ini “Sampir kau tak Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh boleh membunuh
Ranti kepada Sampir Sanwirya dengan
yang sedang cara melolong
berteriak. Tuturan ini seperti itu.”
bermaksud
menyuruh Sampir
agar ia berhenti
berteriak.
53

26. Tuturan ini “Tenanglah Nyai, Deklaratif Permintaan


disampaikan oleh tenang. Kami
Sampir kepada Nyai belum pergi dari
Sanwirya. Tuturan sini karena kami
ini bermaksud sudah sepakat akan
permintaan kepada mengasihani
Nyai Sanwirya agar suamimu. Kami
ia tenang. sedang
merencanakan
banyak jasa untuk
menolong kalian,”
27. Tuturan ini “Menolong? Oalah Interogatif Larangan
disampaikan oleh gusti... menolong?”
Nyai Sanwirya “Iya. Kalian tak
kepada Sampir, suka kelaparan
Waras, „Aku‟ dan bukan?”
Ranti. Nyai yang “Itukah sebabnya
telah mengetahui kalian mencarikan
rencana-rencana jasa pinjaman ke
akan diberikan lumbung desa dan
kepada suaminya ke tengkulak?
yang sedang sekarat, Oalah pangeran...
ia merasa geram. jangan lakukan itu. Deklaratif
Melalui tuturannya wanti-wanti jangan.
ia bermaksud Kami takkan lebih
melarang mereka senang dengan
memberikan belas pinjaman-pinjaman
kasihan untuk itu. Kami tak Imperatif
suaminya. pernah punya
persoalan yang
namanya lapar!
Dan gusti Interogatif
pangeran..., kalian
tadi ramai-ramai
mau menentukan
harya nyawa Kang
Sanwirya?
Mengharapkan dia
cepat mati?
Oalah... oalah...”
28. Tuturan ini “Oalah gusti... Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh panggilkan
Nyai Sanwirya modin... Kang
sebagai lanjutan dari Sanwirya hampir
tuturan sebelumnya. ajal...”
Nyai yang sudah
54

marah menyuruh
agar ia dipanggilkan
modin.
29. Tuturan ini “Kau Sampir! Ada Imperatif Perintah
disampaikan oleh jasa yang masih
„Aku‟ kepada dapat kau lakukan.
Sampir sebagai Turuti permintaan
maksud memberi Nyai Sanwirya
perintah kepada memanggil
Sampir agar segera modin!”
memanggil modin.
30. Rumah Tuturan ini “Tunggu. Aku Deklaratif Permintaan
orang tua disampaikan oleh ambil air untuk
Minem mertua perempuan mu.”
Kasdu. Saat ia
melihat Kasdu yang
baru saja datang ke
rumahnya dan
terlihat pucat, ia
segera
mengambilkan air
untuk Kasdu.
31. Tuturan ini “Kau jangan Deklaratif Larangan
disampaikan oleh banyak omong, dan
mertua perempuan Kang. Kau lupa, Interogatif
Kasdu kepada Minem sendiri
suaminya. Suaminya dilahirkan ketika
yang masih belum aku juga berusia
percaya bahwa empat belas
anaknya si Minem tahun?”
„bocah‟ berusia
empat belas tahun
juga sudah
melahirkan bayi.
Mertua perempuan
Kasdu bermaksud
melarang suaminya
agar tidak banyak
bicara.
32. Di hutan, Tuturan ini “Tunggu! Imperatif Larangan
belukar disampaikan oleh Beranikah kau Interogatif
puyengan Kimin kepada Suing. memakan singkong
Mereka berdua itu?
55

sedang bersembunyi Aku sudah Deklaratif


dari kejaran polisi mencium baunya.
kehutanan. Kondisi Kini aku yakin kita
Suing yang tak bisa
kelelahan dan memakannya. Imperatif
hampir pingsan Jangan Wing!,
karena kelaparan. jangan! Bisa celaka
kau nanti.”
33. Tuturan ini “Tenanglah Deklaratif Larangan
merukapan lanjutan sahabatku.
dari tuturan Sesungguhnya
sebelumnya. Tuturan sejak semula aku
ini disampaikan oleh ragu. Kini aku
Kimin kepada Suing sudah yakin betul
sebagai larangan akan singkong
agar Suing tidak yang kita bakar itu.
memakan singkong Jangan gila.
beracun meskipun ia Munyuk dan
sedang kelaparan. monyet pun tak
mau memakannya.
Hanya perut celeng
yang mampu
bertahan tehadap
racun singkong itu,
singkong
surabanglus.
Suing, apa pun Imperatif
yang terjadi kau
tidak boleh
memakannya!”
34. Masih dalam “Suing, kamu Interogatif Ajakan
suasana yang sama, masih kuat
Kimin mengajak berjalan?
Suing pulang dan Mari kita pulang. Deklaratif
memberinya Aku akan
semangat agar ia memapahmu.
tetap sadar dan kuat. Jangan takut
kepada polisi
kehutanan. Kukira
mereka tak mau
menangkap siapa
pun yang dipapah.
Ayo, ayo, Suing!
Kamu masih Imperatif
56

mendengar kata- Interogatif


kataku bukan?”
35. Tuturan ini masih “Mamah ini supaya Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh kau dapat mengisap
Kimin yang berhasil airnya. Ayo, jangan
menemukan menunggu sampai
sebatang pohon kau pingsan.”
pisang di balik
semak. Kulit
batangnya yang
basah diberikan
kepada Suing agar
temannya tidak
pingsan karena haus
dan lapar.
36. Tuturan “Sabar-sabar. Kau
ini Delaratif Larangan
merupakan lanjutan masih lemah. dan
dari tuturan
Seraup kulit batang Interogatif
sebelumnya. Setelah pisang takkan
Kimin berhasil
memberimu cukup
memberikan sedikit tenaga. Dan kau
air kepada Suing, akan tetap
kini ia akan pergi ke
demikian selama
sebuah kampung.perutmu kosong.
Tuturan ini
Maka dengarlah.
dimaksudkan Aku mau lari ke
melarang Suing agar kampung mencari
tidak memakan air dan makanan
singkong beracun
untukmu. Kau
yang sudah mereka menunggu di sini.
bakar. Dan ingat, wanti-
wanti kau tidak
boleh menjamah
singkong bakar itu.
Mengerti?”
37. Di sebuah Tuturan ini “Lah! Jadi, air dan Interogatif Suruhan
warung disampaikan oleh makanan itu untuk
pemilik warung. Dia temanmu? Cepat,
57

yang mengetahui Nak! Dan kali lain Imperatif


bahwa Kimin bila hendak dan
merupakan salah mengambil kayu, Deklaratif
satu pencuri kayu jangan lupa
yang sedang dicari membeli karcis.”
polisi kehutanan.
Tuturan ini ia
sampaikan kepada
Kimin sebagai
bentuk suruhan agar
Kimin lekas
memberikan
makanan kepada
temannya yang
hampir pingsan.
38. Tuturan ini “Apakah mak Interogatif Umpatan
merupakan lanjutan mengira kami tidak
sebelumnya. membayar?
Disampaikan oleh Tadi pagi kami Deklaratif
Kimin yang dimintai uang oleh
mengumpat karena mandor Dilam.
kesal. Kimin merasa Bangsat dia. Dia
sudah ditipu oleh menghilang bila
mandor Dilam, datang polisi
karena ia sudah kehutanan.”
membayar uang
karcis agar dapat
masuk ke hutan.
39. Tuturan ini “Ya, ya. Aku tidak Imperatif Suruhan
disampaikan oleh kaget. Tetapi
pemilik warung yang temanmu itu, Nak.
kembali ingat Ayo, cepat!
kepada teman Kimin Bila berjumpa Deklaratif
yang hampir polisi kehutanan,
pingsan. Tuturan ini tunjukkan
bermaksud agar karcismu.
Kimin lekas pergi
memberikan
makanan kepada
temannya.
40. Di hutan, Tuturan ini “Astaga! Suing, Interogatif Suruhan
persembun disampaikan oleh kau makan juga dan
yian Suing Kimin yang sudah singkong Imperatif
dan Kimin kembali dari warung surabanglus itu?
(belukar membawa makanan. Kau makan
puyengan) Kimin yang melihat semuanya?
58

sekeliling perapian “Dengar, Suing!


terdapat remah- Kau makan
remah singkong. Ia jugakah singkong
menyuruh Suing itu?”
agar Sadar.
41. Kandang Tuturan ini “Nah, lihatlah,” Imperatif Persilaan
kerbau disampaikan oleh “Aku seorang diri
Musgepuk kepada telah berhasil
para penonton yang menangkap si
menyaksikan ia Cepon dan
berhasil merebahkan merebahkannya.
Cepon. Seorang diri!”
42. Tuturan ini “Ya, Musgepuk,” Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan “Tapi tugas
dari tuturan sampean yang
sebelumnya. sebenarnya adalah
Disampaikan oleh membuktikan
pemilik kerbau bahwa si Cepon
(Ayah si „Aku‟) bisa diambil
kepada Musgepuk tenaganya untuk
sebagai suruhan dan membajak. Dan hal
memperingatkan itu belum
kembali tugas utama terlaksana.”
Musgepuk
menjinakkan si
Cepon.
43. Tuturan ini “Oh, itu gampang. Imperatif Bujukan
disampaikan oleh Gampang! dan
Musgepuk kepada Sampean akan Deklaratif
Ayah. Dia yang melihat nanti si
merasa mampu Cepon yang baru
menyelesaikan kujinakkan ini akan
tugasnya, berusaha menggarap sawah
meyakinkan dan sampean dengan
membujuk Ayah gampang. Empat
agar sabar petak sawah
menunggu. Melalui sampean akan
tuturan „Percayalah! diselesaikannya
terdapat makna dalam waktu
tuturan imperatif setengah hari.
bujukan. Percayalah!”
44. Tuturan ini “Tunggu, “ Interogatif Larangan
disampaikan oleh “Jadi sampean
Ayah kepada hendak memasang
Musgepuk yang kaluh?”
merasa kurang setuju
59

dengan cara
Musgepuk yang
akan memasangkan
kaluh untuk Cepon.
45. Tuturan ini “Tidak cukup Interogatif Bujukan
merupakan lanjutan hanya dengan tali
dari tuturan kekang biasa?”
sebelumnya.
Disampaikan oleh
ayah kepada
Musgepuk yang
merasa cara
Musgepuk
bertentangan dengan
perasaannya. Sekali
lagi Ayah
menanyakan
Musgepuk dengan
maksud membujuk
agar memakaikan
tali kekang saja
kepada si Cepon.
46. Tuturan ini “Memang, banyak Deklaratif Perintah
disampaikan kerbau yang bisa dan
Mugepuk kepada dikendalikan Interogatif
Ayah dengan dengan tali kekang
maksud perintah biasa. Tetapi buat
mempercayainya. si Cepon terang
Karena Musgepuk tidak cukup.
merasa untuk urusan Hidungnya harus
kerbau ia yang lebih dicucuk kaluh. Ah,
tahu. urusan seekor
kerbau, akulah
yang lebih tau.
Kalau tidak
demikian, mengapa
aku sampean
undang kemari?”
60

47. Tuturan ini “Lho, lihat,” Deklaratif Suruhan


disampaikan “Yang hendak dan
Musgepuk kepada kutusukkan ini Interogatif
seorang perempuan bukan apa-apa,
yang sedang melainkan sekadar
menonton jarum bambu.
„pertunjukannya‟. Ia Yang hendak
dengan sombong kutusuk juga bukan
menyuruh semua apa-apa melainkan
yang menonton sekadar cingur
untuk melihat baik- kerbau dungu.
baik. Dasar perempuan.
Apa yang membuat
kau merasa ngeri?”
48. Di rumah Tuturan ini “Aku mau lihat Deklaratif Permintaan
disampaikan oleh koran kemarin,
kawan/karib tokoh atau hari ini,”
„Aku‟. Saat malam
hari ia datang ke
rumah kawan
lamanya dengan
lima jari kaki
kanannya yang
terluka. Tuturan ini
ia sampaikan kepada
temannya dengan
maksud meminta
agar ia diberikan
koran.
49. Tuturan ini “Ceritakan dulu. Deklaratif Desakan
disampaikan oleh Kamu harus
„Aku‟ sebagai memulai
lanjutan tuturan pertemuan ini
sebelumnya. dengan
Sebelum keterbukaan. Ingat
memberikan koran ia siapa aku dan siapa
mendesak agar kamu.”
kawannya yang
terluka itu bercerita
terlebih dahulu.
50. Tuturan ini “Ah, mana koran Interogatif Desakan
disampaikan oleh kemarin?”
kawan/karib „aku‟.
Setelah ia
menceritakan sebab
kenapa kakinya
61

terluka, ia kembali
mendesak agar
diberikan koran.
51. Tuturan ini “Ini, baca sendiri.” Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan
sebelumnya.
Disampaikan oleh
kawan „aku‟, setelah
ia diberi koran yang
diminta dan
menemukan berita
yang ia cari.
Kemudian ia
memberikan kepada
karibnya itu.
52. Tuturan ini “Nah, silakan madi. Deklaratif Persilaan
disampaikan oleh Kamu harus
„aku‟. Setelah ia menginap di sini,”
mengetahui semua
kisah karibnya itu
yang ternyata
buronan polisi.
Meskipun begitu ia
tetap menerima
karibnya seperti
biasa.
53. Tuturan ini “Nanti dulu. Aku Deklaratif Ajakan
disampaikan oleh masih payah. Kita
karib „aku‟. Karena ngobrol dulu.”
ia merasa sudah
diterima dengan baik
tanpa rasa curiga, ia
pun mengajak
kawannya itu untuk
berbincang lebih
banyak lagi.
54. Di kamar Tuturan ini “Nah, awas kamu. Deklaratif Larangan
tidur disampaikan oleh aku tidak ingin ada dan
istri „aku‟ yang bangkai manusia Interogatif
sudah tahu bahwa yang pernah
karib suaminya menginap di rumah
adalah buronan. ini. kau tahu orang-
Melalui tuturannya orang macam dia
ia bermaksud untuk yang kini mayatnya
melarang suaminya tercampak di mana-
agar tidak terlibat mana?”
62

dengan karibnya
yang seorang gali.
55. Di pinggir Tuturan ini “Nah, siapa Interogatif Permintaan
kali disampaikan oleh namanya?”
Serayu (di seorang polisi yang
bawah meminta data karib
jalan raya) si „aku‟ yang sudah
menjadi mayat.
Mayat karib „aku‟
ditemukan
mengapung di kali
setelah seminggu
kepergiannya dari
rumah „aku‟.
56. Tuturan ini “Baiklah, kami Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh sudah selesai dan
polisi yang sudah dengan urusan Interogatif
selesai mendapatkan kami. Sekarang
data. Melalui tuturan bagaimana
ini ia bermaksud saudara?”
menyuruh „aku‟
untuk mengurus
mayat karibnya itu.
57. Tuturan ini “Pak, aku Deklaratif Permintaan
merupakan lanjutan menunggu di sini.
tuturan sebelumnya. Mungkin nanti ada
Disampaikan oleh saudaraku yang
„aku‟ kepada polisi lewat sehingga aku
dengan maksud ada teman buat
permintaan agar ia mengurus mayat
dapat mengurus ini.”
mayat karibnya itu.
58. Sarang Tuturan ini “Siapa ayah si Interogatif Desakan
(gubuk) disampaikan oleh jabang bayi?”
Blokeng seorang hansip yang
mendesak Blokeng
agar mau memberi
tahu siapa ayah dari
anak yang sedang
dikandungnya.
59. Tuturan ini “Eh, katakan saja, Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan demi kebaikanmu
dari tuturan sendiri dan demi
sebelumnya. bayimu yang pasti
Disampaikan oleh memerlukan wali
63

hansip yang sekali bila kawin kelak.”


lagi menyuruh
Blokeng agar mau
memberi tahu siapa
sebenarnya ayah dari
anaknya.
60. Tuturan ini masih “Eh, jangan alot Deklaratif Desakan
lanjutan dari tuturan seperti itu. Aku ini dan
sebelumnya. Karena hansip. Kamu tak Interogatif
Blokeng masih tidak boleh mungkir.
mau memberitahu Atau kudatangkan
siapa ayah anak yang polisi kemari?”
dikandungnya.
Hansip pun
mendesaknya sekali
lagi dengan cara
mengancam akan
mendatangkan
polisi.
61. Tuturan ini “Aku tidak main- Imperatif Perintah
disampaikan oleh main!”
hansip kepada
Blokeng dengan
maksud memerintah
Blokeng berhenti
tutup mulut dan
main-main.
62. Tuturan ini “Aku tidak boleh Deklaratif Permohonan
disampaikan oleh berkata apa-apa.
Blokeng kepada Kalau mulutku
hansip. Blokeng bocor dia akan
yang takut akan memukulku dengan
diikat oleh hansip, ini,”
melalui tuturannya ia
bermaksud
memohon hansip
untuk berhenti
bertanya kepadanya.
63. Tuturan ini “Jadi ayah bayimu Interogatif Desakan
disampaikan oleh datang ke sarang
hansip. Karena ini membawa
Blokeng telah senter?”
bersuara, hansip
mendesaknya sekali
lagi agar mau
memberi tahu
64

kebenarannya.
64. Kantor Tuturan ini “Blokeng bukan Deklaratif Imbauan
Lurah disampaikan oleh perawan Mariam.
Lurah Hadining Dan bayinya bukan
kepada warga Yesus yang ketika
kampungnya yang lahir sudah mampu
geger karena mengatasi
kelahiran bayi keblingsatan
Blokeng yang semacam ini.
ayahnya masih Pokoknya Blokeng
belum diketahui tidak seperti
siapa. keluarga Mariam
Melalui pidatonya yang diberkati
ini ia mengimbau banyak hal
warganya agar tidak surgawi. Blokeng
saling curiga atas hanya diberkati
siapa sebenarnya sampah pasar.”
ayah bayi Blokeng.
65. Di rumah Tuturan ini “Menebang itu Deklaratif Larangan
Sutabawor disampaikan oleh gampang. Anak
mertua Sutabawor. sekarang memang
Kakek yang sudah suka tebang sana
bungkuk itu tebang sini, tetapi
mencegah malas menanam,”
menantunya
sembarangan
menebang pohon.
66. Tuturan ini “E, lha. Sabar Nak, Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh sabar. Pertama,
mertua Sutabawor carilah kutu di
yang menyuruh kepalamu sendiri.
Sutabawor agar Cari kesalahan
bersabar dan tidak pada dirimu
tergesa menebang mengapa pohon
pohon jengkol. jengkol ini tidak
Mertuanya juga mau berbuah.
memperingatkan Jangan tergesa
Sutabawor agar seperti itu.”
mencari penyebab
kenapa pohon
jengkolnya tidak
mau berbuah.
67. Rumah Tuturan ini “Itulah! Anak-anak Imperatif Perintah
Sutabawor disampaikan oleh sekarang memang dan
kakek, mertua begitu. Maunya Deklaratif
Sutabawor yang mendapatkan
65

menyindir sesuatu dengan


menantunya yang mudah tetapi cepat
suka putus asa. Oleh putus asa. Tunggu
karena itu, ia sampai hari Jumat
memerintahkan Kliwon: kita akan
Sutabawor untuk setiar dengan
menungu sampai mantra dan srana.
hari Jumat. Siapa tahu pohon
jengkolmu akan
berbuah.”
68. Di rumah Tuturan ini “Sedulur-sedulur, Deklaratif Suruhan
Sutabawor disampaikan oleh dengarlah.
kakek, mertua Sampean semua
Sutabawor kepada jangan salah tafsir.
tamu yang hadir Mantera itu adalah
dalam syukuran di hasil pangraita
rumahnya. Para tamu pujangga zaman
yang mengetahui dulu. Demikian
pohon jengkol tentunya. Jadi,
Sutabawor berbuah yang tersebut
setelah dibacakan sebagai priayi
mantera. Mereka zaman akhir ya
sangat penasaran priayi zaman
tentang apa dan pujangga itu,
bagaimana priyai zaman dulu. Bukan
zama akhir itu. priayi zaman
melalui tuturan ini sekarang. Priayi
kakek bermaksud zaman dulu kan
agar para tamu bekerja dan
mendengarkan mengabdi kepada
sejarah yang ia tahu. kaum penjajah,
bukan bekerja dan
mengabdi kepada
kaum kawula
seperti kita ini.
Mereka bersikap
ningrat, maunya
dilayani. Mereka
menjunjung atasan
dan tak mau
mengerti tangise
wong cilik. Mereka
maunya
membentuk tata
nilai sendiri dan
malu bergaul
66

dengan rakyat
biasa. Dan mereka
angkuh tentu saja.
Mereka jarang
menyadari bahwa
gaji yang mereka
terima berasal dari
wong cilik,
setidaknya berasal
dari harta milik
bersama seluruh
rakyat. Pokoknya
priayi zaman dulu
itu menurut pohon
jengkol demikian
tak berharga karena
miskin akan nilai
kemanusiaan yang
sejati.”
69. Tuturan ini “E lah, jadi Interogatif Anjuran
disampaikan tamu begitu?” dan
Sutabawor kapada “Kalau demikian Deklaratif
kakek. Mereka mantera itu tidak
bermaksud cocok lagi buat
menganjurkan kakek masa sekarang.
agar mengganti kata- Sampean yang
kata mantera priayi mengerti soal
zaman akhir menjadi mantera, maka
priayi zaman dulu. gantilah kata-kata
priayi zaman akhir
dengan priayi
zaman dulu.”
70. Rumah Tuturan ini “Nah, lebih enak Interogatif Sindiran
„aku‟ disampaikan oleh dengan listrik, ya
dua orang tetangga Mas?”
belakang rumah
„aku‟ saat
menghadiri acara
tahlil seratus hari
kepergian ayah
„aku‟. Tuturan ini
dimaksudkan untuk
menyindir karena
pemasangan listrik
baru terlaksana
setelah kematian
67

ayahnya.
71. Rumah Tuturan ini “Ngawur! Jangan Imperatif Suruhan
Kenthus disampaikan oleh ngomong yang dan
Kenthus kepada macam-macam. Deklaratif
istrinya. Dia Lebih baik siapkan
menyuruh Dawet kopi dan siapkan
untuk menyiapkan Gudang Garam.”
kopi dan rokok.
72. Tuturan ini “Nanti Kang, aku Interogatif Bujukan
disampaikan oleh jadi takut. Kamu
Dawet yang merasa sungguh-sungguh
takut karena prilaku bukan sedang
suaminya yang tiba- mintoni?
tiba berubah. Lho, meskipun
Melalui tuturannya kamu melarat aku Imperatif
Dawet membujuk tidak mau jadi
agar suaminya sadar janda. Sungguh
dan tidak melakukan Kang!”
hal yang aneh-aneh.
73. Tuturan ini “Sudah kukatakan Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh jangan macam- dan
Kenthus. Karena macam. Nah, Imperatif
malas mendengar pergilah ke warung
„ocehan‟ Dawet ia sana!”
menyuruh istrinya
itu ke warung.
74. Tuturan ini “Kan uang tadi Deklaratif Harapan
disampaikan Dawet, bukan hasil
ia berharap bahwa nyolong Kang”
uang yang diperoleh
suaminya bukan
hasil mencuri.
75. Tuturan ini “Ngawur lagi! Imperatif Perintah
disampaikan oleh Sepanjang dan
Kenthus kepada mengenal si Interogatif
Dawet. Ia Kenthus,
meyakinkan Dawet pernahkah kamu
bahwa ia bukanlah mendengar si
maling. Kenthus jadi
maling?”
76. Tuturan ini “Ya. Tetapi mbok Deklaratif Permintaan
disampaikan oleh ya katakan,
Dawet kepada mengapa kamu
Kenthus yang berubah tingkah
meminta agar ia hari ini.”
68

menceritakan alasan
mengapa suaminya
berubah sikap.
77. Tuturan ini “Nah, sudah jelas Interogatif Suruhan
disampaikan oleh kan? Jadi, sore dan
Kenthus yang nanti, lihatlah. Deklaratif
menyuruh Dawet Semua orang
untuk melihat orang- kumpul di sini
orang yang akan hendak setor buntut
berkumpul di tikus. Mereka akan
rumahnya untuk antre dan
setor buntut tikus. berhimpitan di
hadapanku.”
78. Rumah Tuturan ini “He, Thus, aku Deklaratif Suruhan
Kenthus disampaikan oleh dapat lima puluh
Korim kepada buntut. Sini, bayar
Kenthus. Korim lima ratus,”
yang sudah
membawa buntut
tikus meminta uang
bayaran yang
dijanjikan Kenthus.
79. Tuturan ini “Kalian bisa Deklaratif Perintah
disampaikan menunggu sampai
Kenthus kepada semua orang
Korim. Sebelum ia datang. Kemudian
menerima susun antrean agar
bayarannya, Kenthus tertib.”
memerintahkan
Korim agar
menunggu sampai
orang-orang datang,
dan menyuruhnya
agar ia menertibkan
antrean.
80. Tuturan ini “Intiplah keluar. Interogatif Suruhan
disampaikan oleh Hi-hi. Lucu, ya?”
Kenthus kepada
Dawet. Ia menyuruh
istrinya untuk
melihat orang-orang
yang sudah
berkumpul dan
berdesakan demi
menyetor buntut
tikus.
69

81. Tuturan ini “Lho, Kang. Deklaratif Suruhan


disampaikan oleh Cepatlah layani
Dawet kepada mereka,”
Kenthus. Dawet
yang melihat
kerumunan orang
sudah mengantre di
depan rumahnya
menunggu Kenthus
keluar. Ia
memerintahkan agar
suaminya lekas
keluar melayani
orang-orang yang
sudah datang.
82. Tuturan ini “Hi-hi, biar saja. Deklaratif Sindiran
disampaikan oleh Aku belum puas dan
Kenthus kepada melihat liliput- Interogatif
Dawet. Ia menyindir liliput itu
orang-orang yang berdesakan. Seperti
datang ke rumahnya bebek menunggu
rela berdesakan setor gabah, ya? Hi-hi.”
buntut, bak bebek
menunggu gabah.
83. Tuturan ini “Jijik-jijiiiik! Apa Imperatif Umpatan
disampaikan oleh itu mimpi dan
Dawet kepada nunggang macan? Interogatif
Kenthus. Setelah Kamu jadi bau
semua orang tikus. Tengik dan
menyetor buntut busuk! Aku benci,
tikus ke rumahnya, benciiiiiii!”
ia merasa jijik akan
bau dan perangai
suaminya.
84. Di halam Tuturan ini “Kali ini jangan Deklaratif Permintaan
rumah disampaikan oleh bicara soal ayam,
„aku‟ Samin kepada „aku‟. Mas. Saya mau
Melalui tuturan ini ia minta tolong, dan
bermaksud meminta ini amat penting.”
tolong agar „aku‟
mau pergi ke rumah
Madrakum yang
sedang sekarat
menunggu ajal.
85. Tuturan ini “Anu, Mas. Mbok Deklaratif Ajakan
merupakan lanjutan sampean mau pergi
70

tuturan sebelumnya. ke rumah


disampaikan oleh Madrakum,
Samin yang sekarang.
mengajak „aku‟ Jenguklah dia.
menjenguk Kasihan, Mas.”
Madrakum.
86. Tuturan ini “Baik. Silakan Deklaratif Persilaan
disampaikan „aku‟ pulang dulu. Aku
kepada Samin. Ia segera menyusul.”
mempersilahkan
Samin untuk pulang
terlebih dahulu
karena ia akan
segera menyusul ke
rumah Madrakum.
87. Rumah Tuturan ini “Lha! Kamu seperti Deklaratif Larangan
„aku‟ disampaikan oleh tak tahu. Rumah
emak/ibu „aku‟ yang siapa saja yang
melarang anaknya sering disinggahi
agar tidak menerima orang macam
tamu seperti Sulam. Sulam, bisa apes.
Tak ada wibawa
dan rejeki jadi
tidak mau datang.
Lihat tetanggamu
itu; tamunya
gagah-gagah,
bagus-bagus.
Tamumu malah si
Sulam.”
88. Tuturan ini “Memang Deklaratif Larangan
disampaikan oleh rumahnya kan
ibu „aku‟ sebagai pasar Wangon dan
lanjutan tuturan pasar Jatilawang,
sebelumnya. Melalui bukan rumahmu
sindirannya ibu ini. kamu saja yang
bermaksud melarang bodoh.”
anaknya agar tidak
menerima Sulam di
rumahnya.
89. Rumah Tuturan ini “Nanti dulu; siapa Interogatif Suruhan
„aku‟ disampaikan oleh yang mengatakan
„aku‟ kepada Sulam. kamu wong
Sulam yang sudah gemblung?”
berkali-kali
menyebut dirinya
71

wong gemblung.
Tuturan ini
bermaksud
menyuruh Sulam
agar ia memberi tahu
siapa orang yang
memanggilnya
seperti itu.
90. Tuturan ini “Oh, aku tahu Deklaratif Bujukan
disampaikan „aku‟ sekarang. Kamu
kepada Sulam yang tak usah menunggu
menginginkan baju emakmu. Nanti aku
baru untuk lebaran. yang memberimu
Tuturan ini baju.”
bermaksud
membujuk Sulam
agar ia tidak
mengunggu
emaknya. Karena
emak Sulam sudah
tiada.
91. Tuturan ini “Oh iya. Kamu Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh nanti akan
„aku‟ kepada Sulam, memakai baju yang
dengan maksud baik. Tetapi aku
menyuruhnya agar tidak akan
datang mengambil menyerahkan baju
baju barunya di pagi itu kepadamu
hari saat lebaran. sekarang. Nanti
saja, tepat pada hari
lebaran kamu pagi-
pagi kemari.”
92. Tuturan ini “Ya, tetapi Deklaratif Anjuran
disampaikan oleh untukmu, nanti
„aku‟. Sulam yang saja. Aku tidak
terus mendesak bohong. Bila baju
„aku‟ agar itu kuberikan
memberinya baju sekarang, wah,
baru. Namun, „aku‟ repot. Kamu pasti
tidak akan mengotorinya
memberikannya dan dengan lumpur
menganjurkan Sulam sebelum Lebaran
agar memakainya itu tiba.”
saat lebaran saja.
93. Di dalam Tuturan ini “He, sira! Kenapa Interogatif Suruhan
bus disampaikan oleh kamu tidak turun?
72

kondektur bus Mau jadi gembel di


kepada pengemis Jakarta? Kamu
yang sedang jongkok tidak tahu gembel
dekat pintu di sana pada
belakang. Suasana di dibuang ke laut
dalam bus sangat dijadikan
panas, kondektur rumpon?”
yang sedang marah
kembali
menumpahkan kata
kasarnya kepada
pengemis. Melalui
tuturannya ia
menyuruh pengemis
untuk turun.
94. Tuturan ini “Turun!” Imperatif Perintah
merupakan lanjutan
sebelumnya yang
disampaikan oleh
kondektur. Karena
pengemis tersebut
diam saja saat ia
menyuruhnya turun.
Kini ia dengan keras
kembali
memerintahkan
pengemis tersebut
untuk turun.
95. Tuturan ini “Saya naik sendiri. Deklaratif Permintaan
disampaikan oleh Tapi saya tidak
pengemis yang ingin ikut. Saya
dimarahi oleh Cuma mau ngemis
kondektur. Melalui kok. Coba, suruh
tuturan ini ia sopir berhenti.
bermaksud meminta Nanti saya akan
kondektur agar turun. Mumpung
memberi tahu sopir belum jauh.”
untuk berhenti agar
ia dapat turun dari
bus.

(Analisis mengikuti cara Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi oleh peneliti)
73

B. Pembahasan Penelitian

Dari hasil penyajian data didapatkan bahwa makna-makna imperatif


sosiopragmatik dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
sebanyak 14 makna sosiopragmatik imperatif seperti disebutkan berikut ini: (1)
makna imperatif perintah, (2) makna imperatif suruhan, (3) makna imperatif
permintaan, (4) makna imperatif permohonan, (5) makna imperatif desakan, (6)
makna imperatif bujukan, (7) makna imperatif imbauan, (8) makna imperatif
persilaan, (9) makna imperatif ajakan, (10) makna imperatif larangan, (11) makna
imperatif harapan, (12) makna imperatif umpatan, (13) makna imperatif anjuran,
dan (14) makna imperatif sindiran.
Dari 95 wujud tuturan yang mengandung makna sosiopragmatik imperatif
itu dapat dijabarkan lagi bahwa makna imperatif perintah berjumlah 10 tuturan,
makna imperatif suruhan berjumlah 31 tuturan, makna imperatif permintaan
berjumlah 8 tuturan, makna imperatif permohonan berjumlah 1 tuturan, makna
imperatif desakan berjumlah 7 tuturan, makna imperatif bujukan berjumlah 5
tuturan, makna imperatif imbauan berjumlah 2 tuturan, makna imperatif persilaan
berjumlah 3 tuturan, makna imperatif ajakan berjumlah 6 tuturan, makna imperatif
larangan berjumlah 13 tuturan, makna imperatif harapan berjumlah 2 tuturan,
makna imperatif umpatan berjumlah 2, makna imperatif anjuran berjumlah 3
tuturan dan makna imperatif sindiran berjumlah 2 tuturan.

1. Analisis Data
Makna Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya
Ahmad Tohari

a. Makna Imperatif Perintah

Dari tabel 4.1 makna imperatif perintah diperoleh berjumlah 10 tuturan.


Wujud tuturan imperatif perintah memiliki maksud memerintah agar mitra
tutur melakukan sesuatu seperti yang penutur inginkan. Tuturan imperatif yang
bermakna perintah ditandai dengan penggunaan kata dasar lengkap pada
74

tuturannya. Makna imperatif ini biasanya lebih tegas dibandingkan dengan


maksud imperatif lainnya.
(1) “Ya. Kamu memang mbeling, Min. Di gerumbul ini hanya kamu yang
belum berpartisipasi. Hanya kamu yang belum setor uang dana Afrika,
dana untuk menolong orang-orang yang kelaparan di sana. Nah,
sekarang hari terakhir. Aku tak mau lebih lama kau persulit.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Pak Pamong di rumah
Karyamin. Pak Pamong datang menagih uang dana Afrika kepada
Karyamin. Melalui „Nah, sekarang hari terakhir. Aku tak mau lebih
lama kau persulit‟, tuturan ini menegaskan maksud memerintah agar
Karyamin membayar uang iuran.

Tuturan (1) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Dilihat dari


modus atau jenis kalimat, tuturan tersebut bermodus deklaratif. Tuturan
tersebut memiliki makna imperatif perintah sekalipun tidak ada penanda
linguistik „perintah‟ di dalamnya. Adapun yang menjadi penentu makna
„perintah‟ dari tuturan tersebut adalah konteks tuturannya, dalam konteks
tersebut dapat kita lihat ada makna „keharusan‟ untuk melakukan sesuatu yaitu
membayar uang iuran. Setiap orang di desa Karyamin harus membayar iuran
untuk membantu orang-orang kelaparan di Afrika. Melalui tuturan Pak Pamong
„Nah, sekarang hari terakhir. Aku tak mau lebih lama kau persulit‟
memperjelas makna bahwa Pak Pamong memerintahkan Karyamin untuk
segera membayar uang iuran. Selain itu, jika dilihat dari domain sosial tuturan
ini termasuk dalam ranah pemerintahan desa. Disampaikan oleh Pak Pamong
(seorang pengurus desa) yang „status sosial‟ lebih tinggi dari Karyamin
sehingga tuturannya cenderung memberikan perintah.

(2) “Berhenti, Bung mau berbicara soal koperasi! Tunggu Sampir, aku
mau menanyakan selain kepadamu apakah kesepakatan kita masih
berkepanjangan?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras, yang kurang
sepakat atas usul Sampir mengenai pinjaman koperasi untuk Sanwirya.
Waras dan Sampir selalu berselisih paham. Pada awal pembicaraan
keduanya telah sepakat untuk tidak memberikan rencana yang sulit,
namun Sampir kembali memberikan ide mengenai pinjaman koperasi.
75

Tuturan (2) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dilihat dari
modus kalimat, tuturan tersebut bermodus imperatif dan interogatif. Makna
perintah dalam tuturan tersebut dapat kita lihat dengan memperhatikan konteks,
bahwa Waras memerintahkan Sampir untuk berhenti bicara tentang koperasi
„Berhenti, Bung mau berbicara soal koperasi!‟ Meskipun tuturan tersebut
disampaikan oleh orang yang memiliki status sosial yang sederajat, namun
tuturan yang disampaikan Waras „aku mau menanyakan selain kepadamu
apakah kesepakatan kita masih berkepanjangan?‟ menegaskan bahwa
sebelumnya ada kesepakatan dari mereka bahwa tidak akan memberikan
rencana jasa yang sulit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tuturan (2)
memiliki makna imperatif perintah agar Sampir „berhenti bicara soal koperasi.‟

(3) “Dengar Sampir, Kau harus menyetujui kata-kataku ini. Bahwa jasa-
jasa buat Sanwirya seharusnya bukan merupakan hal yang tanggung.
Semuanya baru memadai bila Sanwirya sudah memegang polis
asuransi jiwa. Sebab semua penderes semestinya mati bila jatuh dari
pohon kelapa. Sehingga akan terdengar suara semacam ini. Seorang
penderes semacam Sanwirya telah menanggungkan nyawanya hingga
bila ia jatuh dan mati, istrinya takkan kesukaran mencari kain kafan.
Merdu mana dengan gamelan degung kedengarannya?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras sebagai bentuk
perintah kepada Sampir agar menyetujui rencana yang dia usulkan.

Tuturan (3) merupakan lanjutan dari tuturan sebelumnya. Terdapat dalam


cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan tersebut bermodus deklaratif dan
interogatif. Makna imperatif perintah dapat kita lihat dari tuturan „Dengar
Sampir, Kau harus menyetujui kata-kataku ini.‟ Tuturan ini disampaikan oleh
Waras kepada Sampir. Melalui tuturannya ini Waras bermaksud
memerintahkan Sampir untuk menyetujui usulnya. Ada „keharusan untuk
setuju‟ sebagai hasil dari perintah yang disampaikan oleh Waras kepada
Sampir.

(4) “Kau Sampir! Ada jasa yang masih dapat kau lakukan. Turuti
permintaan Nyai Sanwirya memanggil modin!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „Aku‟ kepada Sampir
sebagai maksud memberi perintah kepada Sampir agar segera
76

memanggil Modin. Tuturan ini disampaikan dalam suasana tegang


ketika Sanwirya hampir ajal.

Tuturan (4) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat
Sanwirya”. Sama halnya seperti tuturan (2) dan (3) tuturan ini juga memiliki
makna imperatif perintah. Jika dilihat, tuturan ini bermodus imperatif. Selain
tuturan berkonstruksi imperatif, pemaknaan juga dapat dilihat dengan
mencermati konteks tuturan, yakni „Si „Aku‟ memerintahkan Sampir untuk
menuruti permintaan Nyai Sanwirya; memanggil Modin‟ ketegasan dan
keharusan Sampir menuruti permintaan Nyai Sanwirya dalam tuturan tersebut
menunjukkan terdapat makna imperatif perintah di dalam tuturan tersebut.
Semakin teliti konteks tuturan dicermati akan semakin mudah makna
imperatif ditangkap. Maka, dalam pemakaian bahasa yang sesungguhnya di
dalam masyarakat, konteks tuturan itu tidak pernah boleh dilepaskan.

(5) “Memang, banyak kerbau yang bisa dikendalikan dengan tali kekang
biasa. Tetapi buat si Cepon terang tidak cukup. Hidungnya harus
dicucuk kaluh. Ah, urusan seekor kerbau, akulah yang lebih tau. Kalau
tidak demikian, mengapa aku sampean undang kemari?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Musgepuk kepada
Ayah dengan maksud memerintah ayah agar mempercayainya.
Sebelumnya ayah meminta Musgepuk memasang tali kekang biasa
saja untuk Cepon, namun Musgepuk merasa bahwa untuk urusan
kerbau ia yang lebih tahu.

Tuturan (5) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Tinggal


Matanya Berkedip-kedip”. Tuturan ini bermodus deklaratif dan interogatif.
Meskipun makna imperatif perintah tidak secara literal disampaikan, namun
melalui konteks kita dapat mengetahui tuturan tersebut memiliki makna
„perintah‟. Tuturan „Hidungnya harus dicucuk kaluh. Ah, urusan seekor kerbau,
akulah yang lebih tau‟ yang disampaikan Musgepuk kepada Ayah memiliki
makna imperatif perintah. Perintah agar ayah mempercayai semua keputusan
yang akan Musgepuk lakukan.
77

(6) “Aku tidak main-main!”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh hansip kepada Blokeng
dengan maksud memerintah agar Blokeng berhenti tutup mulut dan
main-main soal siapa ayah sah dari anaknya.

Tuturan (6) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Blokeng”.


Tuturan ini bermodus imperatif. Dengan memerhatikan konteks yang
melatarbelakangi terjadinya tuturan ini kita dapat mengetahui bahwa makna
sosiopragmatik dalam tuturan tersebut ialah „perintah‟. Konteks tuturan
tersebut ialah, „Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang hansip. Hansip
yang berkali-kali menanyakan kepada Blokeng perihal siapa ayah kandung
anaknya selalu ditanggapi acuh oleh Blokeng. Saat ditanya perihal ayah si
jabang bayi, Blokeng selalu menjawab „mbuh‟ dan pernah ia menjawab bahwa
ayah anaknya adalah „ular koros‟. Geram dengan aksi tutup mulut Blokeng,
dengan tegas hansip memerintahkan Blokeng untuk berhenti bermain-main
saat menjawab siapa ayah sah dari anaknya.‟

(7) “Itulah! Anak-anak sekarang memang begitu. Maunya mendapatkan


sesuatu dengan mudah tetapi cepat putus asa. Tunggu sampai hari
Jumat Kliwon: kita akan setiar dengan mantra dan srana. Siapa tahu
pohon jengkolmu akan berbuah.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh seorang kakek, ia
adalah mertua Sutabawor. Sutabawor ingin menebang pohon
jengkolnya yang selalu gagal berbuah. Mertuanya tidak setuju dengan
sikap Sutabawor, ia memerintahkannya untuk tidak menebang pohon
jengkol dan menunggu sampai hari Jumat.

Tuturan (7) terdapat dalam cerpen “Syukuran Sutabawor”. Dalam tuturan


tersebut terdapat modus kalimat imperatif dan deklaratif. Dengan hanya
memerhatikan penanda linguistik tuturannya, mustahil makna imperatif akan
dapat ditentukan. Penulis dapat menunjukkan bahwa makna imperatif tuturan
ini adalah perintah karena pertimbangan konteks tuturan bagi munculnya
tuturan (7). Konteks yang dimaksud adalah sebagai berikut, „Tuturan
disampaikan oleh seorang kakek (mertua) kepada menantunya (Sutabawor)
dalam ranah sosial kekeluargaan. Meski tuturannya seperti nasihat agar
78

Sutabawor tidak mudah putus asa karena pohon jengkolnya yang sulit berbuah,
tetapi di dalamnya terdapat makna perintah agar Sutabawor tidak menebang
pohon jengkolnya dan menunggu sampai hari jumat kliwon, karena mertuanya
itu akan mengadakan setiar dengan mantra srana.‟

(8) “Ngawur! Jangan ngomong yang macam-macam. Lebih baik siapkan


kopi dan siapkan Gudang Garam.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet,
istrinya. Dia memerintahkan Dawet untuk menyiapkan kopi dan rokok.

Tuturan (8) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan tersebut bermodus


imperatif dan deklaratif. Tuturan (8) memiliki makna imperatif perintah
sekalipun makna perintah didapatkan dari maksud tuturan tersebut. Adapun
yang menjadi penentu makna „perintah‟ dari tuturan tersebut adalah konteks
tuturanya, yaitu „Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet, istrinya.
Dia memerintahkan Dawet untuk menyiapkan kopi dan rokok.‟ Tuturan ini
dapat dikategorikan dalam ranah kekeluargaan karena dituturkan oleh suami
kepada istri (hubungan kekeluargaan). Hubungan antaranggota keluarga yang
bersifat personal akan sangat mudah untuk saling memerintah. Dalam konteks
ini suami memerintahkan istri.

(9) “Kalian bisa menunggu sampai semua orang datang. Kemudian susun
antrean agar tertib.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan Kenthus kepada Korim.
Kenthus yang merasa sudah memiliki kekuasaan setelah mimpi
nunggang macan memerintahkan Korim agar menunggu orang-orang
datang dan perintah untuk menertibkan antrean.

Tuturan (9) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan ini bermodus


deklaratif. Dengan memerhatikan konteks yang melatarbelakangi munculnya
tuturan tersebut dapat kita tentukan bahwa tuturan tersebut memiliki makna
imperatif perintah „Kenthus memerintahkan Korim agar menunggu dan
mengatur antrean orang-orang yang akan setor buntut tikus.‟ Instruksi yang
disampaikan Kenthus kepada Korim menunjukkan makna imperatif perintah
dalam tuturan tersebut.
79

(10) “Turun!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kondektur kepada
pengemis. Suasana di bus sangat panas. Saat itu kondektur baru saja
bertengkar dengan sopir. Sebelumnya kondektur sudah menegur
pengemis agar turun, karena pengemis diam saja maka, ia dengan
tegas kembali memerintahkan pengemis untuk turun dari bus.

Tuturan (10) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Pengemis


dan Shalawat Badar”. Tuturan tersebut sangat jelas bermodus imperatif.
Dengan begitu, makna imperatif perintah sangat jelas terlihat. Karena, semakin
terus terang tuturan akan semakin tidak santun atau semakin rendah tingkat
kesantunannya. 4 Tuturan „Turun!‟ yang disampaikan oleh Kondektur bus
kepada pengemis yang sedang duduk di dekat pintu sangat tegas dan langsung.

b. Makna Imperatif Suruhan

Dari hasil data tabel 4.1 terlihat bahwa makna imperatif suruhan ternyata
paling dominan ditemukan dalam kumpulan cerpen ini, yakni sebanyak 31
tuturan. Makna imperatif suruhan pada tuturan kumpulan cerpen ini tidak
selalu ditandai dengan penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah,
hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Tetapi makna didapatkan dari
memerhatikan konteks yang melatabelakangi terjadinya tuturan.

(11) “Sudah, Min. Pulanglah. Kukira hatimu tertinggal di rumah sehingga


kamu loyo terus,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sarji (pengumpul batu)
kepada Karyamin. Ia tahu bahwa Karyamin sudah dua kali jatuh,
karena hilang keseimbangan saat membawa batu dari sungai ke
pangkalan material yang berada di atas tebing. Oleh karena itu, tuturan
tersebut bermaksud suruhan pulang kepada Karyamin.

Tuturan (11) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Tuturan tersebut


bermodus deklaratif. Meski tuturan tersebut bermodus pernyataan, dengan
memerhatikan tuturan „Sudah, Min. Pulanglah‟ menjadi penentu bahwa makna
tuturan tersebut adalah imperatif suruhan. Selain itu, dengan melihat konteks

4
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 50
80

tuturan, makna suruhan menjadi lebih jelas, bahwa „Sarji menyuruh Karyamin
pulang ke rumah karena ia melihat Karyamin tidak fokus bekerja. Hal ini
ditandai dengan Karyamin yang sudah dua kali terjatuh saat membawa batu
ke pangkalan.‟

(12) “Memang bahaya meninggalkan istrimu seorang diri di rumah. Min.


Kamu ingat anak-anak muda petugas bank harian itu? Jangan kira
mereka hanya datang setiap hari buat nagih setoran kepada istrimu.
Jangan percaya kepada-anak-anak muda penjual duit itu. Pulanglah.
Istrimu kini pasti sedang digodanya.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Disampaikan oleh Sarji kepada Karyamin. Sebenarnya,
Sarji diam-diam iri pada istri Karyamin yang muda dan gemuk.

Tuturan (12) merupakan lanjutan dari tuturan (11) terdapat dalam cerpen
“Senyum Karyamin”. Tuturan tersebut bermodus interogatif dan deklaratif.
Jika pada tuturan (11) alasan Sarji menyuruh Karyamin pulang tidak secara
eksplisit diterangkan, maka pada tuturan (12) ini melalui tuturan yang
disampaikan Sarji makna imperatif suruhan menjadi lebih jelas. Tuturan Sarji
yang cenderung „memprovokasi‟ Karyamin dengan mengatakan bahwa istri
Karyamin mungkin sedang digoda oleh petugas bank harian yang setiap hari
menagih uang setoran. Selain itu, tuturan „Pulanglah‟ yang disampaikan oleh
Sarji kepada Karyamin pada tuturan (11) dan (12) cukup mewakili bahwa ini
adalah makna imperatif suruhan.

(13) “Min!” Kamu diam saja, apakah kamu tidak melihat ikan putih-putih
sebesar paha?
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh salah seorang kawan
Karyamin yang melihat beberapa orang perempuan pulang dari pasar
dan sedang menyeberang sungai.

Tuturan (13) juga terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Tuturan ini
memiliki modus imperatif dan interogatif. Secara bentuk kalimat tuturan ini
adalah bentuk pertanyaan. Akan tetapi, dengan melihat konteks bahwa tuturan
ini tidak digunakan untuk bertanya maka ada makna lain, yaitu makna
imperatif suruhan. Adapun yang menjadi penentu adalah konteks tuturannya,
81

„Tuturan ini diucapkan oleh kawan-kawan Karyamin yang sedang bersantai,


mereka melihat beberapa orang perempuan pulang dari pasar dan sedang
menyebrang sungai. Mereka, para pengumpul batu memang pandai
bergembira dengan cara melihat sesuatu yang enak dipandang.‟ Dengan lebih
memerhatikan konteks, makna imperatif „suruhan‟ yang diucapkan oleh kawan
Karyamin cukup jelas terlihat.

(14) “Makan, Min?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Saidah saat ia sedang
menggelar dagangannya di bawah pohon waru. Saat itu, Saidah
memperhatikan bibir Karyamin membiru dan telapak tangannya
memucat, serta ia mendengar suara keruyuk dari perut Karyamin.

Tuturan (14) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Tuturan secara


bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan. Makna imperatif suruhan dalam
tuturan ini tidak secara langsung dinyatakan dengan wujud imperatif. Akan
tetapi, dengan memerhatikan konteks bahwa „Saat itu, Saidah memerhatikan
kondisi Karyamin yang sedang lapar dengan ditandai bibirnya membiru,
tangannya memucat dan terdengar suara kruyuk di perut Karyamin sehingga
ia menyuruh Karyamin untuk makan.‟ Dengan hanya memerhatikan penanda
linguistik tuturannya, mustahil makna sosiopragmatik imperatif akan dapat
ditentukan. Penulis dapat menunjukkan bahwa makna imperatif tuturan ini
adalah suruhan karena pertimbangan konteks bagi munculnya tuturan tersebut.

(15) “Baik kalau itu menyulitkan kita singkirkan saja. Yang pertama-tama
harus kita selenggarakan adalah makanan untuk keluarga Sanwirya.
Siapa yang mengetahui ada peladang sedang mencabuti ubi kayu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir kepada Waras,
„aku, dan Ranti. Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Dalam tuturan ini Sampir bermaksud menyuruh kawan-
kawannya untuk mencari ubi kayu.

Tuturan (15) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dilihat dari
modus kalimat, tuturan tersebut bermodus deklaratif dan interogatif.
Munculnya makna suruhan dalam tuturan tersebut berasal kalimat yang berisi
82

pernyataan „Yang pertama-tama harus kita selenggarakan adalah makanan


untuk keluarga Sanwirya‟ dan dilanjuti dengan kalimat pertanyaan yang
disampaikan oleh Sampir „Siapa yang mengetahui ada peladang sedang
mencabuti ubi kayu?‟ Berdasarkan hal tersebut didapati bahwa ada makna
suruhan dalam tuturan tersebut, yakni suruhan kepada Waras, „aku‟ dan Ranti
untuk mencari ubi kayu untuk diberikan kepada Sanwirya.

(16) “Dengar! Yang berminat mencari makanan buat Sanwirya boleh


datang ke lumbung desa. Atas nama penderes itu kita mengajukan
pinjaman padi secukupnya.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ranti. Dalam tuturan
ini Ranti bermaksud untuk menyuruh kawannya untuk datang ke
lumbung desa.

Tuturan (16) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


ini bermodus imperatif dan deklaratif. Makna imperatif suruhan dalam tuturan
ini didapati dari tuturan „Dengar!‟ sebagai bentuk perintah kepada teman-
temannya. Selain itu, makna imperatif suruhan juga terdapat dalam tuturan
yang diucapkan Ranti „Yang berminat mencari makanan buat Sanwirya boleh
datang ke lumbung desa.‟ Dalam hal ini, Ranti bermaksud menyuruh kawan-
kawannya datang ke lumbung desa untuk mengajukan pinjaman padi untuk
keluarga Sanwirya.

(17) “Itu berarti Waras telah sepakat. Catat Ranti! Satu rencana jasa telah
kita setujui. Selanjutnya saya bermaksud menjual jaketku sebagai
upah dukun. Siapa yang akan menutup kekurangannya?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir karena mereka
sudah sepakat tentang kebaikan yang akan diberikan kepada Sanwirya.
Dalam tuturan ini Sampir juga bermaksud menyuruh temannya untuk
menutup kekurangan upah dukun.

Tuturan (17) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dilihat dari
bentuk kalimat, tuturan tersebut bermodus deklaratif, imperatif dan interogatif.
Berdasarkan konteks tuturan didapati bahwa mereka telah mencapai kata
sepakat untuk satu rencana jasa yang akan diberikan kepada Sanwirya.
Sedangkan, makna imperatif suruhan didapati dari tuturan yang disampaikan
83

Sampir bahwa ia bersedia menjual jaketnya sebagai upah dukun. Melalui


tuturan „Siapa yang akan menutup kekurangannya?‟ terdapat maksud imperatif
suruhan di dalamnya.

(18) “Akan kita buktikan siapa di antara kita yang tidak kehilangan separo
akal sehat, Dan kau Waras bisa meninggalkan lincak ini bila mau!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir sebagai
lanjutan dari tuturan sebelumnya. Dalam tuturan ini Sampir secara
halus menyuruh Waras untuk meninggalkan perundingan mereka,
apabila Waras masih tidak mau sepakat.

Tuturan (18) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan ini
bermodus imperatif. Meski demikian, makna imperatif suruhan dalam tuturan
ini tidak terlepas dari konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan
tersebut. Dalam hal ini, Sampir menyuruh Waras meninggalkan perundingan
mereka jika Waras masih saja tidak mencapai kata sepakat.

(19) “Hm. Sebuah koperasi berarti bagi Sanwirya adalah kesempatan


berganti kain sarung. Dan itu telah kita sepakati. Satu lagi jasa buat
Sanwirya. Catat Ranti!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir dengan maksud
menyuruh Ranti mencatat tambahan rencana jasa buat Sanwirya yang
telah mereka sepakati.

Tuturan (19) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut bermodus deklaratif dan imperatif. Makna imperatif suruhan jelas
terlihat pada tuturan yang berkonstruksi imperatif, yakni „Catat Ranti!‟ Setelah
mereka mencapai kata sepakat akan rencana jasa yang akan diberikan kepada
Sanwirya, Sampir menyuruh Ranti untuk mencatat hal yang telah mereka
sepakati.

(20) “Sampir kau tak boleh membunuh Sanwirya dengan cara melolong
seperti itu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ranti kepada Sampir
yang sedang berteriak. Tuturan ini bermaksud nyuruh Sampir agar ia
berhenti berteriak.
84

Tuturan (20) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut bermodus deklaratif. Meski tuturan tersebut berisi pernyataan, dengan
memerhatikan tuturan „Sampir kau tak boleh membunuh Sanwirya dengan cara
melolong seperti itu‟ didapati bahwa tuturan tersebut memiliki makna imperatif
suruhan. Dalam hal ini, Ranti bermaksud menyuruh agar Sampir berhenti
berteriak, karena di dalam rumah Sanwirya sedang sekarat.

(21) “Oalah gusti... panggilkan modin... Kang Sanwirya hampir ajal...”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Nyai Sanwirya sebagai
lanjutan dari tuturan sebelumnya. Nyai yang sudah marah menyuruh
agar ia dipanggilkan modin.

Tuturan (21) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan ini
bermodus deklaratif. Tuturan yang berbunyi, „panggilkan modin‟ meski tidak
ada penanda linguistik imperatif „suruhan‟ di dalamnya, tuturan ini dapat
dikategorikan memiliki makna imperatif suruhan. Adapun yang menjadi
penentu adalah konteks tuturannya, „Tuturan ini disampaikan oleh Nyai
Sanwirya. Saat keluar rumah ia mengetahui bahwa ternyata kawan-kawan
suaminya sedang berkumpul merencanakan belas kasihan untuk keluarganya.
Ia yang merasa tidak memerlukan belas kasihan menyuruh agar dipanggilkan
Modin karena suaminya hampir ajal.‟
Perhatikan tuturan (15), (16), (17), (18), (19), (20), dan (21). Tuturan
tersebut dapat dikategorikan ke dalam ranah kemasyarakatan. Salah satu
alasannya ialah tuturan tersebut dituturkan dalam konteks sosial masyarakat.
Dalam ranah kemasyarakatan khusunya tuturan dalam konteks tersebut, tidak
terlalu memerhatikan jarak peringkat sosial, sehingga makna suruhan lazim
disampaikan dalam ranah tersebut.

(22) “Mamah ini supaya kau dapat mengisap airnya. Ayo, jangan
menunggu sampai kau pingsan.”
Konteks tuturan: Tuturan disampaikan oleh Kimin. Ia berhasil
menemukan sebatang pohon pisang di balik semak. Kulit batangnya
yang basah diberikan kepada Suing agar ia dapat meminum airnya dan
tidak pingsan karena kelaparan.
85

Tuturan (22) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen


“Surabanglus”. Dilihat dari modus atau jenis kalimat, tuturan tersebut
bermodus deklaratif. Tuturan di atas memiliki makna imperatif suruhan.
Adapun yang menjadi penentu makna „suruhan‟ dari tuturan tersebut adalah
konteks tuturanya. Pada tuturan tersebut „Kimin bermaksud menyuruh Suing
agar memamah dan menghisap air yang ada pada batang pisang.‟ Selain
konteks tuturan, terdapat penanda imperatif „ayo‟ yang disampaikan Kimin
sebagai bentuk suruhan agar Suing meminum air yang ada pada batang pisang.

(23) “Lah! Jadi, air dan makanan itu untuk temanmu? Cepat, Nak! Dan
kali lain bila hendak mengambil kayu, jangan lupa membeli karcis.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh pemilik warung. Dia
yang mengetahui bahwa Kimin merupakan salah satu pencuri kayu
yang sedang dicari polisi kehutanan. Tuturan ini ia sampaikan kepada
Kimin sebagai bentuk suruhan agar Kimin segera memberikan
makanan kepada Suing yang hampir pingsan.

Tuturan (23) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen


“Surabanglus”. Tuturan tersebut bermodus imperatif, interogatif dan deklaratif.
Makna imperatif suruhan diperoleh berdasarkan tuturan yang disampaikan
pemilik warung, yakni „Cepat, Nak!.‟ Dengan memerhatikan konteks didapati
bahwa pemilik warung bermaksud menyuruh Kimin segera memberikan
makanan dan minuman kepada Suing yang masih berada di hutan.

(24) “Ya, ya. Aku tidak kaget. Tetapi temanmu itu, Nak. Ayo, cepat! Bila
berjumpa polisi kehutanan, tunjukkan karcismu.
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh pemilik warung yang
kembali ingat kepada teman Kimin yang hampir pingsan. Tuturan ini
bermaksud agar Kimin lekas pergi memberikan makanan kepada
temannya.

Tuturan (24) merupakan lanjutan dari tuturan (23) yang terdapat dalam
cerpen “Surabanglus”. Tuturan tersebut bermodus deklaratif dan imperatif.
Pada tuturan (24), makna imperatif suruhan selain ditemukan dari konteks
tuturan, juga ditemukan dari penanda konstruksi imperatif ayo, cepat dan
86

tunjukkan. Dengan demikian, maksud tuturan tersebut adalah „Pemilik warung


menyuruh Kimin agar segera pergi memberikan makanan untuk Suing, selain
itu juga suruhan agar Kimin menunjukkan karcis bila berjumpa dengan polisi
kehutanan.‟

(25) “Astaga! Suing, kau makan juga singkong surabanglus itu? Kau
makan semuanya? “Dengar, Suing! Kau makan jugakah singkong itu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kimin yang sudah
kembali dari warung membawa makanan. Kimin yang melihat
sekeliling perapian terdapat remah-remah singkong. Segera ia
menyuruh Suing sadar dan menjawab pertanyaannya.

Tuturan (25) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen


“Surabanglus”. Tuturan tersebut bermodus imperatif dan interogatif. Makna
imperatif suruhan diperoleh berdasarkan konteks yang melatarbelakanginya,
dengan maksud „Kimin menyuruh Suing agar sadar.‟

(26) “Ya, Musgepuk, tapi tugas sampean yang sebenarnya adalah


membuktikan bahwa si Cepon bisa diambil tenaganya untuk membajak.
Dan hal itu belum terlaksana.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Disampaikan oleh pemilik kerbau (Ayah si „Aku‟)
kepada Musgepuk sebagai suruhan dan memperingatkan kembali
tugas utama Musgepuk adalah menjinakkan si Cepon agar tenaganya
bisa digunakan untuk membajak.

(27) “Lho, lihat, yang hendak kutusukkan ini bukan apa-apa, melainkan
sekadar jarum bambu. Yang hendak kutusuk juga bukan apa-apa
melainkan sekadar cingur kerbau dungu. Dasar perempuan. Apa yang
membuat kau merasa ngeri?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan Musgepuk kepada beberapa
perempuan yang sedang menonton „pertunjukannya‟. Ia dengan
sombong menyuruh semua yang menonton untuk melihat baik-baik.

Untuk tuturan (26) dan (27) terdapat dalam cerpen “Tinggal Matanya
Berkedip-kedip”. Tuturan tersebut memiliki modus kalimat deklaratif dan
interogatif. Untuk tuturan (26) makna imperatif suruhan dapat kita lihat dengan
memperhatikan konteks terjadinya tuturan tersebut. Sedangkan, makna
87

imperatif suruhan pada tuturan (27) dinyatakan lewat gerak-gerak kinesik. 5


Melihat tuturan (27) menunjukkan bahwa melalui gerak kinesik Musgepuk
secara tidak langsung menyuruh orang-orang untuk melihat aksinya. „Lho, lihat,
yang hendak kutusukkan ini bukan apa-apa, melainkan sekadar jarum bambu.
Yang hendak kutusuk juga bukan apa-apa melainkan sekadar cingur kerbau
dungu‟ (melalui gerakannya yang sambil menunjukkan jarum bambu dan
cingur kerbau kepada orang-orang). Gerak kinesik yang menunjukkan makna
imperatif suruhan pada tuturan (27) tentunya tidak terlepas dari konteks yang
melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut.

(28) “Ini, baca sendiri.”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kawan „aku‟, setelah ia
diberi koran yang diminta dan menemukan berita yang ia cari.
Kemudian ia memberikan kepada karibnya agar membaca beritanya
sendiri.

Tuturan (28) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan ini bermodus
deklaratif. Sama halnya dengan tuturan (27), pada tuturan (28) makna imperatif
suruhan selain dimaknai melalui konteks juga dapat dilihat dari gerak kinesik
penutur, dalam hal ini ditandai dengan gerakan karib „aku‟ memberikan koran
kepada „aku‟. Dengan memberikan koran hal ini bermaksud bahwa karib „aku‟
menyuruh „aku‟ agar membaca berita yang ada di koran.

(29) “Baiklah, kami sudah selesai dengan urusan kami. Sekarang


bagaimana saudara?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh polisi yang sudah
selesai mendapatkan data. Melalui tuturan ini ia bermaksud menyuruh
„aku‟ untuk mengurus mayat karibnya.

Tuturan (29) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut


bermodus deklaratif dan interogatif. Dalam tuturan tersebut memang makna
imperatif suruhan tidak dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif.
Namun demikian, tuturan yang berbunyi „Sekarang bagaimana saudara?‟

5
Rahardi, Sosiopragmatik, h.58
88

dapat dianggap memiliki makna imperatif suruhan hanya karena benar-benar


diperhatikan konteks tuturannya. Konteks yang dimaksud adalah „Tuturan
disampaikan oleh seorang polisi yang sudah selesai mendapatkan data tentang
mayat dari karib „aku.‟ Karena sudah cukup data, untuk tindakan selanjutnya
melalui tuturan tersebut polisi menyuruh agar „aku‟ mengurus mayat karibnya
itu.‟

(30) “Eh, katakan saja, demi kebaikanmu sendiri dan demi bayimu yang
pasti memerlukan wali bila kawin kelak.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Disampaikan oleh hansip yang sekali lagi menyuruh
Blokeng agar mau memberi tahu siapa sebenarnya ayah dari anaknya.

Tuturan (30) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk deklaratif atau pernyataan. Meski makna imperatif
suruhan tidak dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif, tuturan yang
disampaikan oleh hansip yang berbunyi „Eh, katakan saja‟ dapat dianggap
sebagai maksud suruhan kepada Blokeng agar ia mau mengatakan perihal siapa
ayah sah dari banyinya.

(31) “E, lha. Sabar Nak, sabar. Pertama, carilah kutu di kepalamu sendiri.
Cari kesalahan pada dirimu mengapa pohon jengkol ini tidak mau
berbuah. Jangan tergesa seperti itu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua Sutabawor
yang menyuruh Sutabawor agar bersabar dan tidak tergesa menebang
pohon jengkol. Mertuanya juga memperingatkan Sutabawor agar
mencari penyebab kenapa pohon jengkolnya tidak mau berbuah.

Tuturan (31) terdapat dalam cerpen “Syukuran Sutabawor”. Tuturan ini


secara bentuk kalimat adalah bentuk deklaratif atau pernyataan. Akan tetapi,
melalui tuturan yang bersifat nasihat yang diucapkan oleh kakek bermaksud
menyuruh Sutabawor agar sabar menunggu, tidak perlu tergesa menebang
pohon jengkolnya yang tidak mau berbuah. Selain itu, tuturan „Pertama,
carilah kutu di kepalamu sendiri‟ dapat dianggap bermakna suruhan dengan
89

maksud menyuruh Sutabawor agar mencari tahu penyebab pohon jengkolnya


tidak mau berbuah.

(32) “Sedulur-sedulur, dengarlah. Sampean semua jangan salah tafsir.


Mantera itu adalah hasil pangraita pujangga zaman dulu. Demikian
tentunya. Jadi, yang tesebut sebagai priayi zaman akhir ya priayi
zaman pujangga itu, zaman dulu. Bukan priayi zaman sekarang. Priayi
zaman dulu kan bekerja dan mengabdi kepada kamum penjajah, bukan
bekerja dan mengabdi kepada kaum kawula seperti kita ini. Mereka
bersikap ningrat, maunya dilayani. Mereka menjunjung atasan dan tak
mau mengerti tangise wong cilik. Mereka maunya membentuk tata
nilai sendiri dan malu bergaul dengan rakyat biasa. Dan mereka
angkuh tentu saja. Mereka jarang menyadari bahwa gaji yang mereka
terima berasal dari wong cilik, setidaknya berasal dari harta milik
bersama seluruh rakyat. Pokoknya priayi zaman dulu itu menurut
pohon jengkol demikian tak berharga karena miskin akan nilai
kemanusiaan yang sejati.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kakek, mertua
Sutabawor kepada tamu yang hadir pada syukuran di rumahnya. Para
tamu yang mengetahui pohon jengkol Sutabawor berbuah setelah
dibacakan mantera. Mereka sangat penasaran tentang apa dan
bagaimana priyai zama akhir itu. melalui tuturan ini kakek bermaksud
menyuruh para tamu mendengarkan sejarah yang ia tahu.

Tuturan (32) terdapat dalam cerpen “Syukuran Sutabawor”. Tuturan ini


dari awal berisi informasi atau pernyataan. Akan tetapi, ketika penutur
menyampaikan tuturan „Sedulur-sedulur, dengarlah‟ di dalamnya mengandung
unsur imperatif suruhan yang akan mengarahkan agar para tamu mendengarkan
kisah mengenai mantera yang akan disampaikan kakek. Dengan demikian,
melalui tuturan „dengarlah‟ menunjukkan terdapat makna imperatif suruhan di
dalamnya, selain itu pemaknaan juga dilakukan dengan memerhatikan konteks
tuturan.

(33) “Ngawur lagi! Sepanjang mengenal si Kenthus, pernahkah kamu


mendengar si Kenthus jadi maling?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet.
Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan sebelumnya di mana
Dawet terus menanyakan perihal sebab perubahan sikap suaminya itu.
90

Sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan Dawet, Kenthus melalui


tuturannya menyuruh Dawet agar memercayai suaminya itu.

Tuturan (33) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Berdasarkan modus atau


jenis kalimat, tuturan ini bermodus imperatif dan interogatif. Tuturan ini
bermakna imperatif suruhan. Maksud imperatif dalam tuturan tersebut
dinyatakan dengan imperatif yang sifatnya tidak literal. Perhatikan konteks
„Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet. Tuturan ini merupakan
lanjutan dari tuturan sebelumnya di mana Dawet terus menanyakan perihal
sebab perubahan sikap suaminya itu. Sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan
Dawet, Kenthus melalui tuturannya menyuruh Dawet agar memercayai
suaminya itu.‟ Suruhan agar Dawet percaya kepadanya memang tidak
dinyatakan secara langsung oleh Kenthus, namun dengan memerhatikan
konteks tuturan makna imperatif suruhan menjadi jelas.

(34) “Sudah kukatakan jangan macam-macam. Nah, pergilah ke warung


sana!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus. Karena malas
mendengar „ocehan‟ Dawet ia menyuruh istrinya itu ke warung.

Tuturan (34) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Kenthus”.


Tuturan tersebut bermodus deklaratif dan imperatif. Tuturan yang diwujudkan
dalam bentuk imperatif „pergilah ke warung sana!‟ sangat jelas memiliki
makna imperatif suruhan di dalamnya. Dengan lebih memerhatikan konteks
„Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus. Karena malas mendengar „ocehan‟
Dawet ia menyuruh istrinya itu ke warung‟ pemaknaan menjadi lebih mudah
diperoleh.

(35) “Nah, sudah jelas kan? Jadi, sore nanti, lihatlah. Semua orang
kumpul di sini hendak setor buntut tikus. Mereka akan antre dan
berhimpitan di hadapanku.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus yang
menyuruh Dawet untuk melihat orang-orang yang akan berkumpul di
rumahnya untuk setor buntut tikus.
91

Tuturan (35) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Pada tuturan tersebut


terdapat bentuk kalimat deklaratif dan interogatif. Akan tetapi, dengan
memerhatikan tuturan „Jadi, sore nanti, lihatlah‟ terdapat makna „suruhan
untuk melihat‟ di dalamnya. Dalam hal ini konteksnya adalah, „Kenthus
menyuruh Dawet untuk melihat orang-orang yang akan berkumpul di
rumahnya untuk setor buntut tikus.‟

(36) “He, Thus, aku dapat lima puluh buntut. Sini, bayar lima ratus,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Korim kepada Kenthus.
Korim yang sudah membawa buntut tikus meminta uang bayaran yang
dijanjikan Kenthus.

Tuturan (36) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan tersebut secara


bentuk kalimat adalah bentuk penyataan. Akan tetapi, kata „sini‟ pada tuturan
tersebut menjelaskan bahwa tuturan tersebut memiliki makna imperatif suruhan.
Dalam hal ini, konteksnya adalah „Korim menyuruh Kenthus membayar uang
sebanyak lima ratus untuk lima puluh buntut yang dibawanya.‟

(37) “Intiplah keluar. Hi-hi. Lucu, ya?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet.
Ia menyuruh Dawet melihat orang-orang yang sudah berkumpul di
depan rumahnya dan berdesakan demi menyetor buntut tikus.

Tuturan (37) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan tersebut bermodus


deklaratif dan interogatif. Meski maksud imperatif dalam tuturan tersebut tidak
dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif, tetapi terdapat penanda
linguistik –lah pada kata „intiplah keluar.‟ Hal ini menjadi salah satu penentu
bahwa makna tuturan ini bersifat imperatif suruhan, selain dari konteks tuturan
yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut.

(38) “Lho, Kang. Cepatlah layani mereka,”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus.
Dawet yang melihat kerumunan orang sudah mengantre di depan
rumahnya menunggu Kenthus keluar. Ia menyuruh suaminya segera
keluar melayani orang-orang yang sudah datang.
92

Tuturan (38) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Penanda linguistik imperatif
-lah pada „Cepatlah layani mereka‟ menunjukkan bahwa tuturan ini bermakna
imperatif suruhan. Selain itu, penentu lainnya adalah berdasarkan konteks,
yakni „Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus. Dawet yang
melihat kerumunan orang sudah mengantre di depan rumahnya menunggu
Kenthus keluar. Ia menyuruh suaminya segera keluar melayani orang-orang
yang sudah datang.‟
Makna sosiopragmatik suruhan yang ditemukan dalam ranah kekeluargaan
cukup dominan. Kenyataan kebahasaan yang demikian ini memang sangatlah
wajar mengingat dalam ranah keluarga, hubungan antaranggota keluarga itu
lazimnya bersifat sangat personal. Dengan begitu, maka masing-masing akan
sangat mudah saling menyuruh untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
Jadi, hubungan personal demikian itulah yang menyebabkan makna
sosiopragmatik suruhan cukup banyak digunakan dalam ranah keluarga.

(39) “Nanti dulu; siapa yang mengatakan kamu wong gemblung?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „aku‟ kepada Sulam.
Sulam yang sudah berkali-kali menyebut dirinya wong gemblung.
Tuturan ini bermaksud menyuruh Sulam agar ia memberi tahu siapa
orang yang memanggilnya seperti itu.

Tuturan (39) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Wangon


Jatilawang. Tuturan ini secara bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan atau
interogatif. Makna imperatif suruhan memang tidak dinyatakan dengan wujud
imperatif, melainkan disampaikan secara tidak langsung. Meski demikian,
makna imperatif suruhan pada tuturan ini dapat diketahui berdasarkan konteks
bahwa „Tuturan ini disampaikan oleh „aku‟ kepada Sulam. Sulam berkali-kali
menyebut dirinya wong gemblung. Tuturan ini bermaksud menyuruh Sulam
agar ia memberi tahu siapa saja orang yang memanggilnya seperti itu‟

(40) “Oh iya. Kamu nanti akan memakai baju yang baik. Tetapi aku tidak
akan menyerahkan baju itu kepadamu sekarang. Nanti saja, tepat
pada hari lebaran kamu pagi-pagi kemari.”
93

Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „aku‟ kepada Sulam,


dengan maksud menyuruh Sulam agar datang mengambil baju
barunya di pagi hari saat lebaran.

Tuturan (40) terdapat dalam tuturan “Wangon Jatilawang”. Tuturan ini


secara bentuk berisi informasi atau pernyataan. Akan tetapi, ketika penutur
menyampaikan tuturan „Nanti saja, tepat pada hari lebaran kamu pagi-pagi
kemari‟ di dalamnya mengandung unsur imperatif suruhan di dalamnya. Dalam
hal ini „Aku bermaksud menyuruh Sulam agar datang mengambil baju barunya
di pagi hari saat lebaran.‟

(41) “He, sira! Kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta?
Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan
rumpon?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kondektur bus kepada
pengemis yang sedang jongkok dekat pintu belakang. Suasana di
dalam bus sangat panas, kondektur yang sedang marah kembali
menumpahkan kata kasarnya kepada pengemis. Melalui tuturannya ia
menyuruh pengemis untuk turun.

Tuturan (41) terdapat dalam cerpen “Pengemis dan Shalawat Badar”.


Tuturan ini secara bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif.
Akan tetapi, dengan melihat konteks bahwa tuturan ini tidak digunakan untuk
bertanya maka ada makna lain dalam tuturan ini, yakni makna imperatif
suruhan. Konteks tuturan yang dimaksud adalah „Tuturan disampaikan oleh
kondektur bus kepada pengemis yang sedang jongkok dekat pintu belakang.
Suasana di dalam bus sangat panas, kondektur yang sedang marah kembali
menumpahkan kata kasarnya kepada pengemis. Melalui tuturannya ia
menyuruh pengemis untuk turun.‟
Makna sosiopragmatik imperatif suruhan memang sangat dimungkinkan
memiliki angka persentase yang besar di dalam ranah kemasyarakatan dan
kekeluargaan. Alasannya, kebanyakan maksud sosiopragmatik imperatif
suruhan dalam masyarakat dapat dinyatakan melalui wujud imperatif yang
sifatnya langsung maupun sifatnya tidak langsung, atau dapat pula dinyatakan
94

dengan imperatif yang sifatnya literal maupun yang sifatnya tidak literal.
Begitu pula dapat dinyatakan melalui gerak kinesik.

c. Makna Imperatif Permintaan

Berdasarkan tabel 4.1 tuturan yang memiliki makna imperatif permintaan


berjumlah 8 tuturan. Makna imperatif permintaan memiliki kadar suruhan yang
sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap
penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu
menuturkan kalimat imperatif biasa.

(42) “Tenanglah Nyai, tenang. Kami belum pergi dari sini karena kami
sudah sepakat akan mengasihani suamimu. Kami sedang
merencanakan banyak jasa untuk menolong kalian,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir kepada Nyai
Sanwirya. Saat itu Nyai Sanwirya histeris dan hampir pingsan saat
mengetahui suaminya hampir ajal. Tuturan ini bermaksud meminta
Nyai Sanwirya agar ia tenang.

Tuturan (42) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut bermodus deklaratif. Melalui penanda linguistik imperatif –lah dalam
tuturan „Tenanglah Nyai, tenang‟ yang disampaikan oleh Sampir kepada Nyai
Sanwirya bermakna imperatif permintaan di dalamnya. Selain itu, penentu
lainnya adalah konteks tuturan tersebut.

(43) “Tunggu. Aku ambil air untuk mu.”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua perempuan
Kasdu. Saat ia melihat Kasdu yang baru saja datang ke rumahnya
yang terlihat pucat, ia segera mengambilkan air untuk Kasdu.

Tuturan (43) terdapat dalam cerpen “Si Minem Beranak Bayi”. Tuturan
tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Makna imperatif
permintaan muncul jika kita lihat tuturan „Tunggu. Aku ambil air untuk mu‟
yang disampaikan oleh ibu mertua Kasdu. Maksud tuturan tersebut ialah ibu
mertuanya meminta Kasdu untuk menunggu karena ia akan mengambilkan air.
95

Perhatikan tuturan (42) dan (43). Tuturan tersebut dapat dibedakan dari
dimensi sosial saat tuturan tersebut disampaikan. Untuk tuturan (42) termasuk
dalam ranah kemasyarakatan, dalam ranah tersebut makna sosiopragmatik
permintaan dapat diketahui dari konteks tuturan. Yang mana maksud dari
tuturan tersebut untuk meminta seseorang agar tenang. Sedangkan, tuturan (43)
masuk dalam ranah kekeluargaan. Hubungan menantu dan mertua di dalam
ranah kekeluargaan cukup dekat sehingga makna permintaan bisa saja muncul.

(44) “Aku mau lihat koran kemarin, atau hari ini,”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kawan/karib tokoh
„Aku‟. Saat malam hari ia datang ke rumah kawan lamanya dengan
lima jari kaki kanannya yang terluka. Tuturan ini ia sampaikan kepada
temannya dengan maksud meminta agar ia diberikan koran.

Tuturan (44) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Melalui „Aku mau
lihat koran kemarin, atau hari ini‟ dalam tuturan tersebut terdapat maksud atau
makna imperatif permintaan di dalamnya. Jika kita lihat, ketika penutur
menyampaikan keinginannya untuk melihat berita ada maksud permintaan agar
ia diberikan koran oleh karibnya itu.

(45) “Nah, siapa namanya?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh seorang polisi yang
meminta data karib si „aku‟ yang sudah menjadi mayat. Mayat karib
„aku‟ ditemukan mengapung di kali setelah seminggu kepergiannya
dari rumah „aku‟.

Tuturan (45) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif. Akan tetapi, ketika
penutur menyampaikan pertanyaan „Nah, siapa namanya?‟ mengandung unsur
imperatif permintaan di dalamnya. Dalam hal ini, petugas polisi meminta
diberikan data-data mayat yang ditemukan mengapung di kali setelah „aku‟
mengakui bahwa mayat tersebut adalah karibnya.
96

(46) “Pak, aku menunggu di sini. Mungkin nanti ada saudaraku yang
lewat sehingga aku ada teman buat mengurus mayat ini.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan tuturan sebelumnya.
Disampaikan oleh „aku‟ dengan maksud meminta kepada polisi agar
ia diizinkan mengurus mayat karibnya itu.

Tuturan (46) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Maksud imperatif
permintaan memang tidak dinyatakan dalam wujud imperatif ataupun penanda
kesantunan imperatif seperti kata tolong, coba, harap, dan mohon. Akan tetapi,
tuturan yang disampaikan „aku‟ kepada polisi, yakni „Pak, aku menunggu di
sini‟ memiliki makna imperatif permintaan di dalamnya. Dalam hal ini, „aku‟
meminta kepada polisi agar ia diizinkan mengurus mayat karibnya itu.

(47) “Ya. Tetapi mbok ya katakan, mengapa kamu berubah tingkah hari
ini.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus
yang meminta agar ia menceritakan alasan mengapa suaminya
berubah sikap.

Tuturan (47) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Kenthus”.


Secara bentuk kalimat tersebut adalah kalimat deklaratif atau pernyataan.
Namun demikian, dengan memerhatikan konteks didapati bahwa tuturan
tersebut bermakna imperatif permintaan. Adapun konteks yang dimaksud
adalah „Tuturan disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus yang meminta agar
ia menceritakan alasan mengapa suaminya berubah sikap.‟

(48) “Kali ini jangan bicara soal ayam, Mas. Saya mau minta tolong, dan
ini amat penting.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Samin kepada „aku‟.
Melalui tuturan ini ia bermaksud meminta tolong agar „aku‟ mau pergi
ke rumah Madrakum yang sedang sekarat menunggu ajal.

Tuturan (48) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Orang-


Orang Seberang Kali”. Tuturan tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk
pernyataan atau deklaratif. Sedikit berbeda dengan tuturan sebelumnya,
97

maksud imperatif permintaan dalam tuturan ini dinyatakan melalui penanda


lingustik imperatif seperti „minta‟ dan „tolong‟. Dengan memerhatikan konteks
bahwa „Tuturan disampaikan oleh Samin kepada „aku‟. Melalui tuturan ini ia
bermaksud meminta tolong agar „aku‟ pergi ke rumah Madrakum untuk
membacakan doa untuknya yang sedang sekarat menunggu ajal.‟ Dengan
demikian, tuturan (48) dapat dianggap memiliki makna imperatif permintaan.

(49) “Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya Cuma mau
ngemis kok. Coba, suruh sopir berhenti. Nanti saya akan turun.
Mumpung belum jauh.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh pengemis yang
dimarahi oleh kondektur. Melalui tuturan ini ia bermaksud meminta
kondektur agar memberi tahu sopir untuk berhenti agar ia dapat turun
dari bus.

Tuturan (49) terdapat dalam cerpen “Pengemis dan Shalawat Badar”.


Tuturan ini secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Sama halnya
seperti tuturan (48) dalam tuturan ini juga terdapa penanda kesantunan „coba‟.
Dengan memerhatikan konteks pula, didapati bahwa makna tuturan ini adalah
imperatif permintaan, yakni „Tuturan disampaikan oleh pengemis yang
dimarahi oleh kondektur. Melalui tuturan ini ia bermaksud meminta kondektur
agar memberi tahu sopir untuk berhenti agar ia dapat turun dari bus.‟
Makna sosiopragmatik imperatif permintaan yang muncul pada tuturan
(42), (43), (44), (45), (46), (47), (48) dan (49) dapat dimaknai melalui konteks
yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Wujud tuturan pun lebih
halus dibandingkan dengan makna sosiopragmatik perintah. Hal ini
dikarenakan sikap penutur lebih merendah saat bertutur.

d. Makna Imperatif Permohonan

Pada tabel 4.1, tuturan yang memiliki makna imperatif permohonan


berjumlah 1. Angka ini paling rendah dari 13 makna imperatif yang ditemukan
dalam penelitian ini. Wujud imperatif yang mengandung makna permohonan,
biasanya ditandai dengan ungkapan penanda kesantuan mohon. Selain ditandai
98

dengan hadirnya penanda kesantunan itu, partikel –lah juga lazim digunakan
untuk memperhalus kadar tuturan imperatif permohonan.

(50) “Aku tidak boleh berkata apa-apa. Kalau mulutku bocor dia akan
memukulku dengan ini,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Blokeng kepada hansip.
Blokeng yang takut akan diikat oleh hansip, melalui tuturannya ia
bermaksud memohon kepada hansip untuk berhenti bertanya
kepadanya.

Tuturan (50) merupakan tuturan yang terdapat pada cerpen “Blokeng”.


Secara bentuk kalimat tuturan ini adalah bentuk pernyataan atau deklaratif.
Pada tuturan ini makna imperatif permohonan tidak dituangkan dalam tuturan
yang berwujud atau berkonstruksi imperatif, melainkan dimaknai melalui
konteks yang melatarbelakangi tuturan tersebut. Adapun konteks tuturan
tersebut adalah „Tuturan disampaikan oleh Blokeng kepada hansip. Blokeng
yang takut akan diikat oleh hansip, melalui tuturannya ia bermaksud memohon
kepada hansip untuk berhenti bertanya kepadanya.‟

e. Makna Imperatif Desakan

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tuturan yang memiliki makna
sosiopragmatik desakan sebanyak 7 tuturan. Lazimnya, imperatif dengan
makna desakan menggunakan kata ayo atau mari sebagai pemarkah makna.
Selain itu, kadang-kadang digunakan juga kata harap atau harus untuk
memberi penekanan maksud tertentu.

(51) “Istrimu tidak hanya menarik mata petugas bank harian. Jangan
dilupa tukang edar kupon buntut itu. Kudengar dia juga sering datang
ke rumahmu bila kamu sedang keluar. Apa kamu juga percaya dia
datang hanya untuk menjual kupon buntut? Jangan-jangan dia
menjual buntutnya sendiri!”
Konteks tuturan: Tuturan merupakan lanjutan dari tuturan sebelumnya,
di sampaikan oleh salah seorang kawan Karyamin. Meski tuturan ini
secara keseluruhan merupakan tuturan yang berisi informasi, namun
tuturan ini disampaikan dengan maksud mendesak Karyamin agar
pulang ke rumahnya.
99

Tuturan (51) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Secara bentuk


tuturan tersebut bermodus deklaratif, interogatif dan imperatif. Tuturan (51)
merupakan lanjutan dari tuturan (11) dan (12). Jika pada tuturan (11) dan (12)
makna imperatif yang muncul ialah suruhan. Pada tuturan (51) ini dapat
dianggap memiliki makna imperatif desakan. Hal ini dikarenakan tuturan (51)
ini merupakan tuturan ketiga kalinya yang disampaikan oleh kawan Karyamin
agar Karyamin pulang. Makna imperatif desakan memang tidak dinyatakan
dalam wujud imperatif pada tuturan tersebut, tetapi dengan memerhatikan
konteks tuturan didapati bahwa maksud dari tuturan tersebut adalah desakan.

(52) “Kalau tidak, mengapa kamu tesenyum-senyum? Hayo cepat; mana


uang iuranmu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Pak Pamong yang
marah saat melihat Karyamin malah tersenyum dan bukannya
mambayar uang iuran. Melalui tuturannya „Hayo cepat‟ ia bermaksud
mendesak Karyamin agar membayar uang iuran.

Tuturan (52) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Secara bentuk


tuturan tersebut bermodus interogatif. Akan tetapi, ketika penutur
menyampaikan pertanyaan „Hayo cepat; mana uang iuranmu?‟ mengandung
unsur imperatif desakan di dalamnya. Dapat dikatakan pula, bahwa penanda
linguistik „Hayo‟ atau lazim disebut „ayo‟ merupakan makna desakan agar
Karyamin segera membayar uang iuran kepada Pak Pamong. Perhatikan
kembali konteks tuturan.

(53) “Ceritakan dulu. Kamu harus memulai pertemuan ini dengan


keterbukaan. Ingat siapa aku dan siapa kamu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „Aku‟ sebagai lanjutan
tuturan sebelumnya. Sebelum memberikan koran ia mendesak agar
kawannya yang terluka itu bercerita terlebih dahulu tentang
kehidupannya selama di Jakarta.

Tuturan (53) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Secara bentuk kalimat
tuturan ini berbentuk pernyataan. Namun, ketika penutur menyampaikan
„Ceritakan dulu. Kamu harus ...‟ terdapat maksud desakan di dalamnya.
100

Dengan memerhatikan konteks didapati bahwa „Tuturan disampaikan oleh


„Aku‟. Sebelum memberikan koran ia mendesak agar karibnya itu
menceritakan dahulu tentang kehidupannya selama di Jakarta.‟

(54) “Ah, mana koran kemarin?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kawan/karib „aku‟.
Setelah ia menceritakan sebab kenapa kakinya terluka, ia kembali
mendesak agar diberikan koran.

Tuturan (54) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan. Akan tetapi, dengan melihat konteks
bahwa tuturan ini tidak digunakan untuk bertanya maka ada makna lain dalam
tuturan ini. Dalam hal ini, makna imperatif yang muncul adalah desakan.
Ketika penutur menyampaikan „Ah, mana koran kemarin?‟ memiliki maksud
desakan. Kata „Ah‟ dapat dianggap sebagai bentuk desakan agar ia segera
diberikan koran.

(55) “Siapa ayah si jabang bayi?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh seorang hansip, dengan
maksud mendesak Blokeng agar mau memberi tahu siapa ayah dari
anak yang sedang dikandungnya.

Tuturan (55) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif. Sama seperti tuturan (51),
latarbelakang munculnya tuturan (55) juga merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya yakni tuturan (6) yang memiliki makna imperatif perintah. Jika
tuturan yang bermakna perintah atau suruhan diucapkan secara berulang-ulang
dapat memunculkan makna imperatif desakan. Hal ini dikarenakan sesuatu hal
yang mendesak harus dilakukan sesegera mungkin. Dalam konteks tuturan ini,
„Hansip terus mendesak Blokeng dengan berbagai pertanyaan perihal siapa
ayah sah dari bayinya.‟

(56) “Eh, jangan alot seperti itu. Aku ini hansip. Kamu tak boleh mungkir.
Atau kudatangkan polisi kemari?”
101

Konteks tuturan: Tuturan lanjutan dari tuturan sebelumnya. Karena


Blokeng masih tidak mau memberitahu siapa ayah sah dari anak yang
dikandungnya. Hansip pun mendesaknya sekali lagi dengan cara
mengancam akan mendatangkan polisi.

Tuturan (56) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini bermodus


deklaratif dan interogatif. Sama seperti tuturan sebelumnya, makna imperatif
desakan memang tidak dinyatakan dalam wujud imperatif. Akan tetapi, makna
imperatif desakan muncul karena tuturan hansip yang bernada ancaman, yakni
„Atau kudatangkan polisi kemari?‟ dapat menunjukkan bahwa tuturan tersebut
bermakna imperatif desakan. Perhatikan kembali konteks tuturan.

(57) “Jadi ayah bayimu datang ke sarang ini membawa senter?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh hansip. Karena
Blokeng telah bersuara, hansip mendesaknya sekali lagi agar mau
memberi tahu kebenarannya.

Tuturan (57) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif. Akan tetapi, dengan melihat
konteks bahwa tuturan ini muncul sebagai bentuk rasa ingin tahu hansip
tentang siapa ayah sah anak Blokeng memimbulkan makna imperatif desakan
di dalamnya. Melalui kata „jadi‟ yang disampaikan hansip menandakan bahwa
ada unsur desakan dalam tuturan tersebut.
Pada tuturan (51), (52), (53), (54), (55), (56) dan (57) makna imperatif
desakan dapat ditentukan dari maksud „keharusan‟ dari sebuah tuturan. Selain
itu, tuturan yang memiliki makna suruhan dan perintah apabila diungkapkan
secara berulang-ulang dapat juga menjadi faktor yang menyebabkan ketegasan
maksud imperatif desakan muncul.

f. Makna Imperatif Bujukan

Dari hasil tabel 4.1 makna imperatif bujukan diperoleh sebanyak 5 tuturan.
Imperatif yang bermakna bujukan di dalam bahasa Indonesia, biasanya,
diungkapkan dengan penanda kesantunan ayo atau mari. Selain itu, dapat juga
imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunan tolong.
102

(58) “Iya, Min, Iya. Tetapi kamu lapar, kan? “Makan, ya Min? Aku tak
tahan melihat orang lapar. Tak usah bayar dulu. Aku sabar Menunggu
tengkulak datang. Batumu juga belum dibayarnya, kan?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Saidah untuk
meyakinkan Karyamin agar mau „makan‟ nasi yang dijualnya. Saidah
mengetahui kondisi Karyamin yang sudah setengah bulan, tengkulak
yang biasa membawa batunya menghilang dan belum membayar batu
Kayamin. Saidah juga memaklumi keadaan Karyamin.

Tuturan (58) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Tuturan tersebut


bermodus interogatif dan deklaratif. Tuturan tersebut memiliki makna
imperatif bujukan sekalipun tidak ada penanda linguistik „ayo‟ atau „mari‟ di
dalamnya. Adapun yang menjadi penentu makna bujukan dari tuturan tersebut
adalah konteks tuturanya. Dalam konteks tersebut dapat dilihat Saidah
berusaha „meyakinkan‟ atau „membujuk‟ Karyamin agar makan, melalui
tuturannya „Tak usah bayar dulu. Aku sabar Menunggu tengkulak datang.
Batumu juga belum dibayarnya, kan?‟ Berdasarkan konteks dijelaskan bahwa
„Saidah mengetahui kondisi Karyamin yang sudah setengah bulan, tengkulak
yang biasa membawa batunya menghilang dan belum membayar batu
Kayamin sehingga Saidah memaklumi keadaan Karyamin.

(59) “Oh, itu gampang. Gampang! Sampean akan melihat nanti si Cepon
yang baru kujinakkan ini akan menggarap sawah sampean dengan
gampang. Empat petak sawah sampean akan diselesaikannya dalam
waktu setengah hari. Percayalah!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Musgepuk kepada
Ayah. Dia yang merasa mampu menyelesaikan tugasnya, berusaha
meyakinkan Ayah agar sabar menunggu. Melalui tuturan „Percayalah!
terdapat makna tuturan imperatif bujukan.

Tuturan (59) terdapat dalam cerpen “Tinggal Matanya Berkedip-kedip”.


Tuturan tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk deklaratif dan imperatif.
Sama seperti tuturan (58) makna imperatif bujukan dalam tuturan ini dapat
dilihat dengan memerhatikan konteks tuturan. Dalam hal ini, „Musgepuk yang
belum berhasil membuktikan bahwa si Cepon bisa diambil tenaganya untuk
103

membajak berusaha meyakinkan dan membujuk ayah bahwa tidak lama lagi
Cepon pasti bisa diambil tenaganya untuk membajak.‟

(60) “Tidak cukup hanya dengan tali kekang biasa?”


Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Disampaikan oleh ayah kepada Musgepuk yang merasa
cara Musgepuk bertentangan dengan perasaannya. Sekali lagi Ayah
menanyakan Musgepuk dengan maksud membujuk agar memakaikan
tali kekang saja kepada si Cepon.

Tuturan (60) terdapat dalam cerpen “Tinggal Matanya Berkedip-kedip”.


Secara bentuk kalimat tuturan ini adalah bentuk interogatif atau pertanyaan.
Akan tetapi, ketika penutur menyampaikan tuturan tersebut ada unsur imperatif
lain di dalamnya, yakni makna imperatif bujukan. Dengan memerhatikan
konteks didapati bahwa, „Ayah berusaha membujuk Musgepuk agar si Cepon
hanya diikat dengan tali kekang biasa saja.‟

(61) “Nanti Kang, aku jadi takut. Kamu sungguh-sungguh bukan sedang
mintoni? Lho, meskipun kamu melarat aku tidak mau jadi janda.
Sungguh Kang!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet yang merasa
takut karena prilaku suaminya yang tiba-tiba berubah. Melalui
tuturannya Dawet membujuk agar suaminya sadar dan tidak
melakukan hal yang aneh-aneh.

Tuturan (61) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Kenthus”.


Dalam tuturan tersebut terdapat modus kalimat deklaratif, interogatif, dan
deklaratif. Maksud imperatif bujukan pada tuturan tersebut dinyatakan dengan
imperatif yang sifatnya tidak literal. Maka, pemaknaan harus benar-benar
dilakukan dengan memerhatikan konteks tuturannya. Konteks yang dimaksud
adalah, „Tuturan disampaikan oleh Dawet yang merasa takut karena prilaku
suaminya yang tiba-tiba berubah. Melalui tuturannya Dawet membujuk agar
suaminya tidak melakukan hal yang aneh-aneh.‟

(62) “Oh, aku tahu sekarang. Kamu tak usah menunggu emakmu. Nanti
aku yang memberimu baju.”
104

Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan „aku‟ kepada Sulam yang


menginginkan baju baru untuk lebaran. Tuturan ini bermaksud
membujuk Sulam agar ia tidak mengunggu emaknya. Karena emak
Sulam sudah tiada.

Tuturan (62) terdapat dalam cerpen “Wangon Jatilawang”. Tuturan ini


secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Tuturan
tersebut memiliki makna imperatif bujukan sekalipun tidak ada penanda
linguistik di dalamnya. Adapun yang menjadi penentu makna bujukan dari
tuturan tersebut adalah konteks tuturanya. Dalam konteks tersebut dapat dilihat
„aku‟ berusaha „meyakinkan‟ atau „membujuk‟ Sulam agar tidak menunggu
emaknya lagi. Berdasarkan konteks dijelaskan bahwa, „aku berusaha
membujuk Sulam agar tidak lagi menunggu emaknya yang sudah tiada dengan
„iming-iming‟ bahwa ia yang akan membelikan Sulam baju baru untuk lebaran.

g. Makna Imperatif Imbauan

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah makna imbauan sebanyak 2
tuturan. Imperatif yang mengandung makna imbauan, lazimnya, digunakan
bersama partikel –lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan bersama
dengan ungkapan penanda kesantunan harap dan mohon.

(63) “Bukan begitu. Sebaiknya di antara kita ada penyabar-penyabar.


Maksudku agar kita memberi kesempatan kepada siapa yang akan
membuktikan dirinya tidak kehilangan akal sehat,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ranti yang mengetahui
ketegangan antara Sampir dan Waras. Dalam tuturan ini ia
mengimbau kawannya agar bersabar.

Tuturan (63) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk deklaratif. Makna imperatif
imbauan diperoleh berdasarkan tuturan yang disampaikan Ranti, yakni
„Sebaiknya di antara kita ada penyabar-penyabar.‟ Dengan memerhatikan
konteks didapati bahwa Ranti mengimbau atau menyerukan kepada Sampir dan
Waras agar mereka sama-sama saling sabar.
105

(64) “Blokeng bukan perawan Mariam. Dan bayinya bukan Yesus yang
ketika lahir sudah mampu mengatasi keblingsatan semacam ini.
Pokoknya Blokeng tidak seperti keluarga Mariam yang diberkati
banyak hal surgawi. Blokeng hanya diberkati sampah pasar.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Lurah Hadining
kepada warga kampungnya yang geger karena kelahiran bayi Blokeng
yang ayahnya masih belum diketahui siapa. Melalui pidatonya ini ia
mengimbau warganya agar tidak saling curiga atas siapa sebenarnya
ayah bayi Blokeng.

Tuturan (64) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan tersebut bermodus


deklaratif. Tuturan ini dari awal berisi informasi atau pernyataan yang
memiliki makna imperatif imbauan. Dalam hal ini, tuturan yang disampaikan
oleh Lurah Hadining dalam bentuk pidato ini, bermaksud mengimbau
warganya agar tidak saling curiga atas siapa sebenarnya ayah bayi Blokeng.
Makna imperatif imbauan yang ditemukan dalam kumpulan cerpen ini,
lazimnya ditemukan dalam ranah pemerintahan desa. Maksud-maksud
imperatif imbauan biasanya dituturkan oleh seseorang yang memiliki jarak
peringkat sosial. Orang yang berkedudukan lebih tinggi cenderung untuk
memberikan perintah, instruksi, imbauan, dan permintaan kepada
bawahannya.6 Misalnya pada (64) tuturan ini disampaikan oleh seorang Lurah
kepada warganya. Berdasarkan konteks tuturannya, ia mengimbau agar warga
kampungnya tidak saling curiga perihal siapa ayah sah dari bayi Blokeng.

h. Makna Imperatif Persilaan

Data dari tabel 4.1 menunjukkan jumlah makna imperatif persilaan


sebanyak 3 tuturan. Imperatif persilaan dalam bahasa Indonesia, lazimnya,
digunakan dengan penanda kesantunan silakan.

(65) “Nah, lihatlah, Aku seorang diri telah berhasil menangkap si Cepon
dan merebahkannya. Seorang diri!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Musgepuk kepada para
penonton yang menyaksikan ia berhasil merebahkan Cepon. Melalui

6
Rahardi, op. cit., h. 57
106

tuturannya ia bermaksud menyilakan orang-orang untuk melihat aksi


hebatnya.

Tuturan (65) terdapat dalam cerpen “Tinggal Matanya Berkedip-kedip”.


Tuturan ini bermodus deklaratif dan imperatif. Maksud imperatif persilaan
memang tidak dinyatakan dalam wujud imperatif. Akan tetapi, melalui tuturan
„Nah, lihatlah‟ terdapat maksud persilaan di dalamnya. Dengan kata lain,
Musgepuk mempersilakan orang-orang melihat aksinya yang berhasil
merebahkan Cepon.

(66) “Nah, silakan madi. Kamu harus menginap di sini,”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „aku‟. Setelah ia
mengetahui semua kisah karibnya itu yang ternyata buronan polisi.
Meskipun begitu ia tetap menerima karibnya seperti biasa.

Tuturan (66) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut


bermodus deklaratif. Sedikit berbeda dengan tuturan sebelumnya, maksud
imperatif persilaan dalam tuturan ini dinyatakan melalui penanda kesantunan
„silakan‟. Tuturan „Nah, silakan madi‟ yang disampaikan „aku‟ menunjukkan
bahwa ia mempersilakan karibnya itu untuk mandi dan beristirahat di
rumahnya. Dengan demikian, jelas sekali bahwa tuturan ini bermakna imperatif
persilaan.

(67) “Baik. Silakan pulang dulu. Aku segera menyusul.”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan „aku‟ kepada Samin. Ia
mempersilahkan Samin untuk pulang terlebih dahulu karena ia akan
segera menyusul ke rumah Madrakum.

Tuturan (67) terdapat dalam cerpen “Orang-Orang Seberang Kali”.


Tuturan tersebut bermodus deklaratif. Sama seperti tuturan sebelumnya,
tuturan (67) juga memiliki makna imperatif persilaan. Hal ini didasarkan atas
konstruksi imperatif persilaan yang lazim ditandai dengan kata silakan. Selain
itu, makna yang muncul juga didapati dari konteks situasi terjadinya tuturan
tersebut. Konteks tuturan yang dimaksud adalah „Tuturan disampaikan „aku‟
107

kepada Samin. Ia mempersilahkan Samin untuk pulang terlebih dahulu dan ia


akan segera menyusul ke rumah Madrakum.‟

i. Makna Imperatif Ajakan

Berdasarkan tabel 4.1 tuturan yang memiliki makna imperatif ajakan


berjumlah 6 tuturan. Imperatif dengan makna ajakan, biasanya, ditandai dengan
pemakaian penanda kesantunan mari atau ayo.

(68) “Jadi kawan-kawan, kita sudah sepakat sama-sama merasa kasihan


pada Sanwirya. Begitu?
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir sebagai ajakan
kepada aku, Ranti, dan Waras yang sedang duduk di atas lincak untuk
membicarakan rencana jasa yang akan mereka berikan kepada
Sanwirya. Karena Sanwirya sedang sekarat akibat terjatuh dari pohon
kelapa.

Tuturan (68) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut bermodus interogatif. Makna imperatif ajakan diperoleh berdasarkan
tuturan yang disampaikan Sampir, yakni „Jadi kawan-kawan, kita sudah
sepakat sama-sama merasa kasihan pada Sanwirya. Begitu?.‟ Dengan
memerhatikan konteks didapati bahwa Sampir mengajak kawan-kawannya
untuk membicarakan rencana jasa yang akan mereka berikan kepada Sanwirya.

(69) “Syukur! Marilah. Ada banyak cara untuk merasa kasihan kepada
penderes itu. “Menyobek kaus yang sedang kupakai untuk membalut
luka Sanwirya adalah sejenis rasa kasihan yang telah kulakukan.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh tokoh „aku‟ sebagai
lanjutan dari tuturan sebelumnya. Penutur bermaksud untuk mengajak
kawannya untuk berpikir dari hal yang sederhana sebagai rencana jasa
untuk Sanwirya. Hal ini ditandai dengan imperatif Marilah.

Tuturan (69) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut bermodus imperatif dan deklaratif. Makna imperatif ajakan dalam
tuturan tersebut dapat ditentukan melalui penanda kesantunan „marilah‟ yang
dituturkan oleh „aku‟. Dalam tuturannya ia bermaksud mengajak kawan-
108

kawannya untuk berpikir dari hal yang sederhana sebagai rencana jasa untuk
Sanwirya.

(70) “Kita akan menemui tengkulak yang biasa menerima gula Sanwirya.
Kukira takkan sulit meminjam sembilan puluh rupiah darinya.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras yang
memberikan rencana jasa untuk Sanwirya. Dalam tuturan ini Waras
mengajak kawan-kawannya untuk menemui tengkulak gula.

Tuturan (70) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan ini
secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Dengan melihat konteks
tuturan yang disampaikan Waras tersebut memiliki makna imperatif ajakan di
dalamnya. Dalam hal ini, Waras mengajak kawan-kawannya untuk menemui
tengkulak gula. Penulis dapat menunjukkan bahwa makna imperatif tuturan
tersebut adalah ajakan karena pertimbangan konteks bagi munculnya tuturan
imperatif tersebut.

(71) “Suing, kamu masih kuat berjalan? Mari kita pulang. Aku akan
memapahmu. Jangan takut kepada polisi kehutanan. Kukira mereka
tak mau menangkap siapa pun yang dipapah. Ayo, ayo, Suing! Kamu
masih mendengar kata-kataku bukan?”
Konteks tuturan: Masih dalam suasana yang sama, Kimin mengajak
Suing pulang dan memberinya semangat agar ia tetap sadar dan kuat.

Tuturan (71) terdapat dalam cerpen “Surabanglus”. Pada tuturan tersebut


terdapat modus kalimat interogatif, deklaratif dan imperatif. Makna imperatif
ajakan dalam tuturan tersebut diperoleh berdasarkan penanda kesantunan mari
dan ayo yang disampaikan oleh Kimin „Mari kita pulang dan Ayo, ayo, Suing!‟
sebagai bentuk ajakan pulang kepada Suing dan ajakan agar ia tetap sadar dan
kuat.
(72) “Nanti dulu. Aku masih payah. Kita ngobrol dulu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh karib „aku‟. Karena ia
merasa sudah diterima dengan baik tanpa rasa curiga, ia pun mengajak
kawannya itu untuk berbincang lebih dulu.
109

Tuturan (72) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Maksud imperatif ajakan memang
tidak dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif dalam tuturan tersebut.
Akan tetapi, dengan memerhatikan tuturan „Kita ngobrol dulu‟ yang
disampaikan oleh karib „aku‟ terdapat makna ajakan di dalamnya.

(73) “Anu, Mas. Mbok sampean mau pergi ke rumah Madrakum, sekarang.
Jenguklah dia. Kasihan, Mas.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan tuturan sebelumnya.
disampaikan oleh Samin yang mengajak „aku‟ menjenguk Madrakum.

Tuturan (73) terdapat dalam cerpen “Orang-Orang Seberang Kali”. Secara


bentuk kalimat tuturan tersebut adalah bentuk pernyataan atau deklaratif.
Makna imperatif ajakan terlihat dari tuturan „Mbok sampean mau pergi ke
rumah Madrakum, sekarang‟ yang disampaikan oleh Samin dengan maksud
mengajak „aku‟ agar mau datang menjenguk Madrakum.
Tuturan yang memiliki makna imperatif ajakan, lazimnya digunakan untuk
mengajak, atau anjuran kepada lawan tutur supaya berbuat sesuatu. Tuturan
yang terdapat pada (69) dan (71) makna sosiopragmatik ajakan tidak hanya
ditandai oleh konstruksi imperatif seperti „marilah‟ ataupun „ayo‟ tetapi juga
muncul tanpa dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif seperti pada
(68) dan (70). Melainkan, pemaknaan diperoleh dengan memerhatikan konteks
secara cermat. Selain itu, apabila dikenakan teknik parafrasa atau teknik ubah
wujud secara berturut-turut pada tuturan (71), (72), dan (73) dapat terlihat
makna ajakan menjadi, Kimin mengajak Suing untuk pulang, Karib „aku‟
mengajaknya untuk mengobrol terlebih dahulu dan Kang Samin mengajak „aku‟
agar menjenguk Madrakum yang sedang sekarat.

j. Makna Imperatif Larangan

Dari tabel 4.1 diperoleh makna imperatif larangan berjumlah 13 tuturan.


Makna imperatif larangan lazimnya digunakan sebagai perintah untuk
melarang atau tidak memperbolehkan seseorang melakukan suatu hal.
110

Imperatif dengan makna larangan dalam bahasa Indonesia, biasanya ditandai


oleh pemakaian kata jangan.

(74) “Masih pagi kok mau pulang, Min? Sakit?


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Saidah penjual nasi
pecel yang sedang menggelar dagangannya di bawah pohon waru.
Meskipun tuturan ini disampaikan dalam bentuk pertanyaan, tetapi
ada maksud larangan di dalamnya. Karena Saidah melihat Karyamin
yang akan pulang dari bekerja saat hari belum petang.

Tuturan (74) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Tuturan tersebut


secara bentuk kalimat adalah bentuk interogatif atau pertanyaan. Akan tetapi,
dengan melihat konteks bahwa tuturan tersebut tidak digunakan untuk bertanya
maka ada makna lain di dalamnya. Penulis dapat menunjukkan bahwa makna
sosiopragmatik tuturan ini adalah larangan karena pertimbangan konteks
tuturan bagi munculnya tuturan imperatif tersebut. Konteks yang dimaksud
adalah sebagai berikut, „Tuturan ini disampaikan oleh Saidah penjual nasi
pecel yang sedang menggelar dagangannya di bawah pohon waru. Saidah
bermaksud melarang Karyamin pulang karena hari belum petang.‟

(75) “Kau menyuruh kami meminta ubi kayu? Tak mungkin! Musim ini
semua orang hanya menanam ubi estepe sebab celeng dan monyet tak
mau menyukainya. Kita takkan memberi makan Sanwirya dengan ubi
beracun itu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras, yang mengira
bahwa Sampir akan memberikan Sanwirya makanan ubi beracun,
karena ia tahu di desanya orang-orang menanam ubi estepe. Dalam
tuturan ini Waras bermaksud melarang Sampir untuk memberikan
makanan kepada Sanwirya berupa ubi kayu beracun.

Tuturan (75) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dalam


tuturan tersebut terdapat modus kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif.
Makna imperatif larangan terlihat dari tuturan „Kita takkan memberi makan
Sanwirya dengan ubi beracun itu‟ yang disampaikan oleh Waras. Selain itu,
penulis dapat menunjukkan bahwa tuturan tersebut bermakna imperatif
larangan karena pertimbangan konteks tuturan yakni, „Waras mengira bahwa
111

Sampir akan memberikan Sanwirya makanan ubi beracun, karena yang ia tahu
di desanya orang-orang sedang musim menanam ubi estepe. Oleh karena itu,
melalui tuturannya Waras bermaksud melarang Sampir memberi Sanwirya
makanan berupa ubi kayu beracun.

(76) “Tunggu Sampir. Biarkan jaketmu tetap di situ. Bila kau bertelanjang
dada siapa yang akan mengurusi bengekmu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ranti. Pada tuturan
sebelumnya Sampir bermaksud menjual jaketnya sebagai upah dukun.
Ranti yang mengetahui bahwa Sampir memiliki penyakit sesak napas
bermaksud melarang Sampir menjual jaketnya dengan cara menyindir.

Tuturan (76) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut memiliki modus kalimat deklaratif dan interogatif. Meski makna
imperatif larangan tidak dinyatakan dalam wujud imperatif, dengan
mempertimbangkan konteks tuturan penulis dapat menunjukkan bahwa tuturan
tersebut bermaksud larangan. Konteks tuturan yang dimaksud adalah „Tuturan
ini disampaikan oleh Ranti. Pada tuturan sebelumnya Sampir bermaksud
menjual jaketnya sebagai upah dukun. Ranti yang mengetahui bahwa Sampir
memiliki penyakit sesak napas bermaksud melarang Sampir menjual jaketnya.‟

(77) “Menolong? Oalah gusti... menolong?” “Iya. Kalian tak suka


kelaparan bukan? “Itukah sebabnya kalian mencarikan pinjaman ke
lumbung desa dan ke tengkulak? Oalah pangeran... jangan lakukan itu.
wanti-wanti jangan. Kami takkan lebih senang dengan pinjaman-
pinjaman itu. Kami tak pernah punya persoalan yang namanya lapar!
Dan gusti pangeran..., kalian tadi ramai-ramai mau menentukan harya
nyawa Kang Sanwirya? Mengharapkan dia cepat mati? Oalah...
oalah...”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Nyai Sanwirya kepada
Sampir, Waras, „Aku‟ dan Ranti. Nyai baru mengetahui bahwa
kawan-kawan suaminya sedang berkumpul merencanakan jasa-jasa
(belas kasihan) yang akan diberikan kepada suaminya yang sedang
sekarat. Ia pun merasa geram. Melalui tuturannya ia bermaksud
melarang mereka memberikan belas kasihan untuk suaminya.

Tuturan (77) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut secara bentuk kalimat bermodus interogatif, deklaratif, dan imperatif.
112

Jika dilihat, pada tuturan tersebut terdapat penanda konstruksi larangan „jangan‟
di dalamnya. Selain itu, penulis dapat menunjukkan bahwa tuturan tersebut
memiliki maksud larangan dengan pertimbangan konteks terjadinya tuturan.
Perhatikan kembali tuturan tersebut.

(78) “Kau jangan banyak omong, Kang. Kau lupa, Minem sendiri
dilahirkan ketika aku juga berusia empat belas tahun?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua perempuan
Kasdu kepada suaminya. Suaminya yang masih belum percaya bahwa
anaknya si Minem „bocah‟ berusia empat belas tahun juga sudah
melahirkan bayi. Mertua perempuan Kasdu bermaksud melarang
suaminya agar tidak banyak bicara.

Tuturan (78) terdapat dalam cerpen “Si Minem Beranak Bayi”. Tuturan
tersebut secara bentuk kalimat bermodus deklaratif dan interogatif. Dengan
memerhatikan penanda larangan „jangan‟ penulis dapat menunjukkan bahwa
tuturan tersebut bermakna imperatif larangan. Selain itu, penentu lainnya
adalah konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Melalui
tuturan „Kau jangan banyak omong, Kang.‟ mertua perempuan Kasdu
bermaksud melarang suaminya agar tidak banyak bicara.

(79) “Tunggu! Beranikah kau memakan singkong itu? Aku sudah mencium
baunya. Kini aku yakin kita tak bisa memakannya. Jangan Wing!,
jangan! Bisa celaka kau nanti.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kimin kepada Suing.
Mereka berdua sedang bersembunyi dari kejaran polisi kehutanan.
Kondisi Suing yang kelelahan dan hampir pingsan karena kelaparan.

Tuturan (79) terdapat dalam cerpen “Surabanglus”. Tuturan tersebut secara


bentuk kalimat bermodus imperatif, deklaratif, dan interogatif. Sama seperti
tuturan sebelumnya, dalam tuturan tersebut terdapat penanda linguistik „jangan‟
di dalamnya. Berdasarkan konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan
tersebut didapati bahwa „Kimin melarang Suing agar tidak memakan singkong
beracun, surabanglus.‟
113

(80) “Tenanglah sahabatku. Sesungguhnya sejak semula aku ragu. Kini


aku sudah yakin betul akan singkong yang kita bakar itu. Jangan gila.
Munyuk dan monyet pun tak mau memakannya. Hanya perut celeng
yang mampu bertahan tehadap racun singkong itu, singkong
surabanglus. Suing, apa pun yang terjadi kau tidak boleh
memakannya!”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Tuturan ini disampaikan oleh Kimin kepada Suing
sebagai larangan agar Suing tidak memakan singkong beracun
meskipun ia sedang kelaparan.

Tuturan (80) terdapat dalam cerpen “Surabanglus”. Tuturan tersebut secara


bentuk kalimat bermodus deklaratif dan imperatif. Sama seperti sebelumnya,
tuturan ini dari awal berisi informasi atau pernyataan. Akan tetapi, ketika
penutur menyampaikan „Suing, apa pun yang terjadi kau tidak boleh
memakannya!‟ di dalamnya mengandung unsur imperatif larangan. Dalam hal
ini, „Kimin bermaksud melarang Suing memakan singkong beracun,
surabanglus.‟

(81) “Sabar-sabar. Kau masih lemah. Seraup kulit batang pisang takkan
memberimu cukup tenaga. Dan kau akan tetap demikian selama
perutmu kosong. Maka dengarlah. Aku mau lari ke kampung mencari
air dan makanan untukmu. Kau menunggu di sini. Dan ingat, wanti-
wanti kau tidak boleh menjamah singkong bakar itu. Mengerti?”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Setelah Kimin berhasil memberikan sedikit air kepada
Suing, kini ia akan pergi ke sebuah kampung. Tuturan ini
dimaksudkan melarang Suing agar tidak memakan singkong beracun
yang sudah mereka bakar.

Tuturan (81) terdapat dalam cerpen “Surabanglus”. Masih sama seperti


sebelumnya, tuturan ini secara bentuk bermodus deklaratif dan interogatif. Jika
pada tuturan sebelumnya imperatif larangan ditandai dengan kata „jangan‟.
Maka, dalam tuturan ini makna imperatif larangan ditandai dengan tuturan
„tidak boleh‟. Dalam hal ini, „Kimin mewanti-wanti (melarang) Suing agar
tidak memakan singkong beracun yang sudah mereka bakar.‟ Tuturan tidak
114

boleh secara jelas dapat dijadikan penanda imperatif larangan, dengan catatan
bahwa konteks tuturan tidak boleh diabaikan.

(82) “Tunggu, Jadi sampean hendak memasang kaluh?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ayah kepada
Musgepuk. Ayah merasa kurang setuju dengan cara Musgepuk yang
akan memasangkan kaluh untuk Cepon. Melalui tuturannya ini ia
bermaksud melarang Musgepuk memasang kaluh.

Tuturan (82) terdapat dalam cerpen “Tinggal Matanya Berkedip-kedip”.


Tuturan tersebut secara bentuk bermodus interogatif. Tuturan tersebut dapat
dianggap memiliki makna imperatif larangan sekalipun tidak ada penanda
linguistik imperatif „jangan‟ di dalamnya. Adapun yang menjadi penentu
adalah konteks tuturannya, „Tuturan disampaikan oleh Ayah kepada Musgepuk.
Ayah merasa kurang setuju dengan cara Musgepuk yang akan memasangkan
kaluh untuk Cepon. Melalui tuturannya ini ayah bermaksud melarang
Musgepuk memasang kaluh.‟

(83) “Nah, awas kamu. aku tidak ingin ada bangkai manusia yang pernah
menginap di rumah ini. kau tahu orang-orang macam dia yang kini
mayatnya tercampak di mana-mana?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh istri „aku‟ yang sudah
tahu bahwa karib suaminya adalah buronan. Melalui tuturannya ia
bermaksud untuk melarang suaminya agar tidak terlibat dengan
karibnya yang seorang gali.

Tuturan (83) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. tuturan tersebut secara
bentuk bermodus deklaratif dan interogatif. Makna imperatif larangan dalam
tuturan tersebut dinyatakan dengan imperatif yang sifatnya tidak literal. Penulis
dapat menunjukkan bahwa makna imperatif tuturan ini adalah larangan karena
pertimbangan konteks tuturan bagi munculnya tuturan tersebut. Konteks yang
dimaksud adalah sebagai berikut, „Tuturan ini disampaikan oleh istri „aku‟
yang sudah tahu bahwa karib suaminya adalah buronan. Melalui tuturannya
ia bermaksud untuk melarang suaminya agar tidak terlibat dengan karibnya
yang seorang gali.‟
115

(84) “Menebang itu gampang. Anak sekarang memang suka tebang sana
tebang sini, tetapi malas menanam,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua Sutabawor.
Kakek yang sudah bungkuk itu melarang menantunya sembarangan
menebang pohon.

Tuturan (84) terdapat dalam cerpen “Syukuran Sutabawor”. Tuturan


tersebut secara bentuk adalah pernyataan atau bermodus deklaratif. Tuturan
tersebut dapat dianggap memiliki makna imperatif larangan sekalipun tidak ada
penanda linguistik imperatif „jangan‟ di dalamnya. Adapun yang menjadi
penentu adalah konteks tuturannya, „Tuturan ini disampaikan oleh mertua
Sutabawor. Kakek yang sudah bungkuk itu bermaksud melarang menantunya
agar tidak sembarangan menebang pohon.‟

(85) “Lha! Kamu seperti tak tahu. Rumah siapa saja yang sering
disinggahi orang macam Sulam, bisa apes. Tak ada wibawa dan rejeki
jadi tidak mau datang. Lihat tetanggamu itu; tamunya gagah-gagah,
bagus-bagus. Tamumu malah si Sulam.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh emak/ibu „aku‟ yang
melarang anaknya agar tidak menerima tamu seperti Sulam ke
rumahnya.

Tuturan (85) terdapat dalam cerpen “Wangon Jatilawang”. Tuturan


tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan atau bermodus
deklaratif. Tuturan tersebut dapat dianggap memiliki makna imperatif larangan
sekalipun tidak ada penanda linguistik imperatif „jangan‟ di dalamnya. Adapun
yang menjadi penentu adalah konteks tuturannya, „Tuturan ini disampaikan
oleh emak/ibu „aku‟ yang melarang anaknya agar tidak menerima tamu seperti
Sulam ke rumahnya.‟

(86) “Memang rumahnya kan pasar Wangon dan pasar Jatilawang, bukan
rumahmu ini. kamu saja yang bodoh.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh ibu „aku‟ sebagai
lanjutan tuturan sebelumnya. Melalui tuturannya ibu bermaksud
melarang anaknya agar tidak menerima Sulam di rumahnya.
116

Tuturan (86) terdapat dalam cerpen “Wangon Jatilawang”. Tuturan


tersebut secara bentuk adalah bentuk imperatif atau bermodus deklaratif.
Berdasarkan tuturan „Memang rumahnya kan pasar Wangon dan pasar
Jatilawang, bukan rumahmu ini‟ penulis dapat menunjukkan bahwa makna
imperatif tuturan tersebut adalah larangan. Dalam hal ini, „Ibu aku bermaksud
melarang anaknya agar tidak menerima Sulam di rumahnya.‟
Tuturan (83), (84), (85), dan (86) merupakan tuturan yang termasuk dalam
ranah kekeluargaan. Disebut ranah kekeluargaan karena tuturan tersebut terjadi
di rumah dalam sebuah keluarga, dan terdapat partisipan tutur yang merupakan
bagian dari keluarga. Seperti tuturan seorang istri kepada suami pada (83),
tuturan seorang mertua kepada menantunya pada (84) dan tuturan seorang ibu
kepada anak lelakinya pada (85) dan (86). Makna sosiopragmatik imperatif
larangan memang sangat lazim terjadi di dalam ranah keluarga. Hal ini
disebabkan hubungan antaranggota keluarga yang bersifat personal. Dengan
begitu, masing-masing akan sangat mudah melarang atau memerintahkan
anggota keluarga supaya tidak melakukan sesuatu atau tidak memperbolehkan
berbuat sesuatu.

k. Makna Imperatif Harapan

Dari tabel 4.1 jumlah tuturan yang memiliki makna imperatif harapan
sebanyak 2 tuturan. Imperatif yang menyatakan makna harapan, biasanya
ditunjukkan dengan penanda kesantunan harap dan semoga. Kedua macam
penanda kesantunan itu di dalamnya mengandung makna harapan.

(87) “Satu perkara yang lebih besar ialah bagaimana melindungi


Sanwirya. Maksudku agar ia tidak ditipu dua ons tiap kali menimbang
gulanya. Agar ia dapat bertahan bila tengkulak menentukan harga
gula terlalu rendah. Pokoknya agar harga gula tidak lagi menjadi
pertanyaan yang mengerikan!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir yang
mengetahui kelemahan Sanwirya yang selalu saja tertipu oleh harga
gula yang rendah yang diberikan tengkulak. Meskipun tuturan ini
berisi informasi, namun terdapat maksud imperatif harapan.
117

Tuturan (87) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan


tersebut dari awal berisi informasi atau pernyataan. Makna imperatif harapan
lazimnya digunakan sebagai bentuk memohon atau meminta sesuatu yang
dapat diharapkan. Makna imperatif harapan pada tuturan (87) tidak dinyatakan
dalam wujud konstruksi imperatif, melainkan diperoleh dari perincian
konteksnya, yakni „Tuturan disampaikan oleh Sampir yang mengetahui
kelemahan Sanwirya yang selalu saja tertipu oleh tengkulak. Sampir berharap
nantinya Sanwirya tidak lagi tertipu oleh rendahnya harga gula yang
ditawarkan oleh tengkulak.‟

(88) “Kan uang tadi bukan hasil nyolong Kang”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan Dawet, ia berharap bahwa
uang yang diperoleh suaminya bukan hasil mencuri.

Tuturan (88) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Sama halnya seperti


tuturan sebelumnaya, tuturan (88) secara bentuk kalimat adalah bentuk
pernyataan. Makna imperatif harapan memang tidak dinyatakan secara jelas
dalam wujud imperatif, melainkan dapat diperoleh dari perincian konteks yang
melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Dalam hal ini, „Dawet berharap
bahwa uang yang dimiliki oleh suaminya bukanlah hasil curian‟.

l. Makna Imperatif Umpatan

Dari tabel 4.1 makna imperatif umpatan sebanyak 2 tuturan. Imperatif


jenis ini relatif banyak ditemukan dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia
dalam ranah kemasyarakatan. Makna sosiopragmatik umpatan lazimnya
digunakan sebagai bentuk makian, cercaan, umpatan sebagai akibat dari rasa
marah dan kecewa dari penutur.

(89) “Apakah mak mengira kami tidak membayar? Tadi pagi kami
dimintai uang oleh mandor Dilam. Bangsat dia. Dia menghilang bila
datang polisi kehutanan.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan sebelumnya.
Disampaikan oleh Kimin yang mengumpat karena kesal. Kimin
118

merasa sudah ditipu oleh mandor Dilam, karena ia sudah membayar


uang karcis agar dapat masuk ke hutan.

Tuturan (89) terdapat dalam cerpen “Surabanglus”. Tuturan tersebut


bermodus interogatif dan imperatif. Dalam hal ini, tuturan „Bangsat dia‟ dapat
dikatakan sebagai penanda bentuk makna imperatif umpatan. Dengan
memerhatikan konteks tuturan, bahwa munculnya umpatan tersebut
dikarenakan rasa kecewa Kimin kepada mandor Dilam. Ia merasa sudah ditipu
karena sudah membayar uang karcis masuk hutan tetapi mandor Dilam selalu
menghilang bila polisi kehutanan datang sehingga Kimin dan Suing menjadi
kejaran polisi karena dikira pencuri.

(90) “Jijik-jijiiiik! Apa itu mimpi nunggang macan? Kamu jadi bau tikus.
Tengik dan busuk! Aku benci, benciiiiiii!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus.
Setelah semua orang menyetor buntut tikus ke rumahnya, ia merasa
jijik akan bau dan perangai suaminya.

Sedikit berbeda dengan bentuk umpatan yang terdapat dalam tuturan (89).
Tuturan (90) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Secara bentuk kalimat tuturan
ini bermodus interogatif dan imperatif. Dalam hal ini, makna imperatif
umpatan muncul akibat rasa jengkel dan kecewa Dawet kepada suaminya,
Kenthus, yang disampaikan melalui tuturan „Jijik-jijiiiik, Tengik dan busuk!
benci, benciiiiiii‟.

m. Makna Imperatif Anjuran

Dari hasil tabel 4.1 makna imperatif anjuran diperoleh sebanyak 3 tuturan.
Imperatif yang mengandung makna anjuran, biasanya ditandai dengan
penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya. Makna sosiopragmatik anjuran
lazimnya digunakan sebagai bentuk saran, usul, nasihat ataupun anjuran untuk
melakukan atau berbuat sesuatu.

(91) “Tidak. Beri aku minum saja. Daganganmu sudah ciut seperti itu. aku
tak ingin menambah utang.”
119

Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Karyamin saat ia


ditawari Makan oleh Saidah. Karyamin tahu dagangan Saidah sudah
hampir „ciut‟ karena sering dihutangi oleh Karyamin dan kawan-
kawan. Tuturan ini bermaksud anjuran kepada Saidah agar ia hanya
memberikan minum saja.

Tuturan (91) terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Secara bentuk


kalimat tuturan tersebut adalah bentuk deklaratif atau pernyataan. Makna
imperatif anjuran memang tidak dinyatakan dalam wujud imperatif. Adapun
yang menjadi penentu tuturan tersebut bermakna anjuran adalah konteks
tuturannya, yaitu „Tuturan ini disampaikan oleh Karyamin saat ia ditawari
Makan oleh Saidah. Karyamin tahu dagangan Saidah sudah hampir „ciut‟
karena sering dihutangi oleh Karyamin dan kawan-kawan. Ia tidak mau
dagangan Saidah tambah habis jika ia berhutang makan lagi. Melalui
tuturannya Karyamin bermaksud menganjurkan Saidah agar memberi minum
saja kepadanya.

(92) “E lah, jadi begitu? “Kalau demikian mantera itu tidak cocok lagi
buat masa sekarang. Sampean yang mengerti soal mantera, maka
gantilah kata-kata priayi zaman akhir dengan priayi zaman dulu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan tamu Sutabawor kapada
kakek. Mereka bermaksud menganjurkan kakek agar mengganti kata-
kata mantera priayi zaman akhir menjadi priayi zaman dulu.

Tuturan (92) terdapat dalam cerpen “Syukuran Sutabawor”. Tuturan


tersebut bermodus interogatif dan deklaratif. Sama seperti tuturan sebelumnya,
makna imperatif anjuran tidak dinyatakan dalam wujud imperatif. Adapun
yang menjadi penentu tuturan tersebut bermakna anjuran adalah konteks
tuturannya, yaitu „Tuturan ini disampaikan tamu Sutabawor kapada kakek.
Mereka bermaksud menganjurkan kakek agar mengganti kata-kata mantera
priayi zaman akhir menjadi priayi zaman dulu.‟

(93) “Ya, tetapi untukmu, nanti saja. Aku tidak bohong. Bila baju itu
kuberikan sekarang, wah, repot. Kamu pasti akan mengotorinya
dengan lumpur sebelum Lebaran itu tiba.”
120

Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „aku‟. Saat itu, Sulam
terus mendesak „aku‟ agar memberinya baju baru. Namun, „aku‟ tidak
memberikannya karena ia khawatir baju tersebut akan dikotori Sulam
sebelum hari lebaran tiba. Karenanya ia menganjurkan Sulam agar
memakainya saat lebaran saja.

Begitu pula dengan tuturan (93) terdapat dalam cerpen “Wangon


Jatilawang”. Secara bentuk kalimat tuturan tersebut adalah bentuk pernyataan
atau deklaratif. Makna imperatif anjuran dapat dilihat dari konteks yang
melatarbelakangi terciptanya tuturan tersebut. Konteks yang dimaksud adalah
„Tuturan disampaikan oleh „aku‟. Saat itu, Sulam terus mendesak „aku‟ agar
memberinya baju baru. Namun, „aku‟ belum memberikannya karena ia
khawatir baju tersebut akan kotor sebelum hari lebaran tiba. Karenanya ia
menganjurkan Sulam agar memakainya saat lebaran tiba.‟

n. Makna Imperatif Sindiran

Makna imperatif sindiran memang tidak disebut dalam 17 macam


imperatif yang disampaikan Rahardi dalam bukunya yang berjudul Pragmatik:
Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Namun, penulis berasumsi bahwa
makna imperatif “Ngelulu” yang disebutkan oleh Rahardi merupakan bentuk
yang sama dengan makna imperatif sindiran yang biasa ditemukan dalam
tuturan bahasa Indonesia.
Kata “ngelulu” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang bermakna seperti
menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu namun sebenarnya yang dimaksud
adalah melarang melakukan sesuatu.7
Maksud „lain‟ yang muncul dalam imperatif “ngelulu” berkaitan dengan
makna imperatif sindiran, yakni sifatnya tidak literal meskipun dituturkan
langsung ataupun tidak langsung. Makna imperatif sindiran biasanya
digunakan dan bermaksud menyindir orang secara tidak langsung. Makna
imperatif sindiran dapat diketahui dengan mencermati konteks yang
melatarbelakangi munculnya tuturan.

7
Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2005), h. 116
121

(94) “Nah, lebih enak dengan listrik, ya Mas?”


Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh dua orang tetangga
belakang rumah „aku‟ saat menghadiri acara tahlil seratus hari
kepergian ayah „aku‟. Tuturan ini dimaksudkan untuk menyindir
karena pemasangan listrik baru terlaksana setelah kematian ayahnya.

Tuturan (94) terdapat dalam cerpen “Rumah yang Terang”. Tuturan


tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan atau bermodus
interogatif. Akan tetapi, ketika penutur menyampaikan pertanyaan „Nah, lebih
enak dengan listrik, ya Mas?‟ di dalamnya mengandung unsur imperatif yang
mengarahkan tujuan tertentu. Dalam hal ini, makna yang dimaksud adalah
makna imperatif sindiran. Penulis dapat menunjukkan bahwa tuturan tersebut
bermakna sindiran karena pertimbangan konteks tuturan bagi munculnya
tuturan tersebut. Konteks yang dimaksud adalah sebagai berikut „Tuturan ini
disampaikan oleh dua orang tetangga belakang rumah „aku‟ saat menghadiri
acara tahlil seratus hari kepergian ayah „aku‟. Semasa hidup ayah „aku‟
terkenal karena sikapnya yang dianggap kolot, yakni tidak mau pasang listrik.
Setelah ayah „aku‟ meninggal pemasangan listrik baru terlaksana di rumahnya.
Tuturan ini dimaksudkan untuk menyindir „aku‟ karena pemasangan listrik
baru terlaksana setelah kematian ayahnya.‟

(95) “Hi-hi, biar saja. Aku belum puas melihat liliput-liliput itu
berdesakan. Seperti bebek menunggu gabah, ya? Hi-hi.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet.
Ia menyindir orang-orang yang datang ke rumahnya rela berdesakan
setor buntut, bak bebek menunggu gabah.

Tuturan (95) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan tersebut secara


bentuk kalimat bermodus deklaratif dan interogatif. Makna imperatif sindiran
yang terdapat dalam tuturan tersebut dapat diketahui melalui konteks situasi
tutur yang melatarbelakanginya. Konteks yang dimaksud adalah sebagai
berikut „Tuturan disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet. Ia bermaksud
menyindir orang-orang yang datang ke rumahnya rela berdesak-desakan setor
buntut, bak bebek menunggu gabah.‟
122

2. Implikasi Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum


Karyamin Karya Ahmad Tohari terhadap Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di SMP

Pengajaran sastra dalam pendidikan diterapkan bersamaan dengan


pengajaran bahasa. Bahasa dan sastra dalam pengajarannya memiliki aspek
yang sama, yaitu aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Adanya kesamaan aspek tersebut bahasa dan sastra menjadi saling melengkapi.
Bahasa dan sastra menjadi satu kepaduan untuk menciptakan manusia yang
komunikatif, berkarakter, dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Bahasa
berada pada tata cara menyampaikan informasi ataupun pemikiran kepada
orang lain sedangkan sastra berada pada cara memahami dan memaknai
dinamika kehidupan.
Cerita pendek atau cerpen merupakan salah satu materi pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Cerpen sebagai karya sastra
mengandung nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan sumber pengetahuan
dan pengalaman siswa dalam belajar. Melalui membaca langsung kumpulan
cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari, diharapkan dapat
menumbuhkan kebiasaan membaca sastra pada siswa. Selain mengandung
nilai-nilai kehidupan, membaca kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya
Ahmad Tohari, juga dapat menambah pengetahuan siswa dalam hal
kebahasaan.
Kebahasaan yang dapat dipelajari siswa melalui kumpulan cerpen Senyum
Karyamin karya Ahmad Tohari adalah entitas imperatif. Bentuk tuturan dan
makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin
didapati dengan memahami konteks yang terdapat di dalam cerita. Hal ini
didasari oleh pemahaman bahwa sastra merupakan cerminan dari kehidupan,
sehingga semua konteks yang digunakan untuk memaknai macam-macam
imperatif dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin diperoleh dari narasi atau
cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut.
123

Pemahaman terhadap entitas imperatif dapat dimanfaatkan siswa dalam


berkomunikasi sehari-hari. Memahami imperatif dan maknanya menunjang
keterampilan berbicara siswa agar berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berbahasa yang benar maksudnya siswa memakai bahasa yang mengikuti
kaidah bahasa yang sudah dibakukan, sedangkan berbahasa yang baik
maksudnya siswa dapat berbahasa sesuai dengan pemanfaatan ragam yang
tepat dan serasi berdasarkan golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa atau
biasa dikenal dengan sebutan konteks tuturan. Pemahaman siswa dalam
berbahasa sesuai konteks berkaitan dengan pemakaian imperatif dalam bertutur.
Berdasarkan uraian di atas, hasil penelitian entitas imperatif dalam
kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ini dapat
diimplikasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, siswa SMP kelas IX. Standar
Kompetensi yang dapat diimplikasikan, yaitu aspek keterampilan membaca
dan berbicara. Kompetensi dasar dalam aspek membaca, yakni memahami
wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerpen. Berdasarkan
Standar Kompetensi tersebut, ada dua Kompetensi Dasar yang diharapkan
dimiliki siswa; (1) menemukan bentuk dan macam-macam makna imperatif,
dan (2) menganalisis nilai-nilai kehidupan dalam kumpulan cerpen. Dengan
demikian, implikasi dari penelitian ini bertujuan menumbuhkan kebiasaan
membaca sastra pada siswa, selain itu diharapkan agar nilai-nilai kehidupan
yang terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut dapat menjadi bahan
perenungan dan pengalaman siswa di kehidupan sehari-hari. Begitu pula
dengan tujuan dari pemahaman kebahasaan dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin karya Ahmad Tohari, agar siswa mampu memahami wujud dan
makna imperatif yang dapat digunakan siswa saat berkomunikasi baik lisan
maupun tulisan.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan analisis data yang diuraikan dalam pembahasan, diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Makna sosiopragmatik imperatif yang ditemukan dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari sebanyak empat belas macam
makna imperatif. Keempat belas macam makna imperatif tersebut di
antaranya (a) makna imperatif perintah, (b) makna imperatif suruhan, (c)
makna imperatif permintaan, (d) makna imperatif permohonan, (e) makna
imperatif desakan, (f) makna imperatif bujukan, (g) makna imperatif
imbauan, (h) makna imperatif persilaan, (i) makna imperatif ajakan, (j)
makna imperatif larangan, (k) makna imperatif harapan, (l) makna
imperatif umpatan, (m) makna imperatif anjuran dan (n) makna imperatif
sindiran. Makna-makna imperatif tersebut diperoleh dari hasil data tuturan
sebanyak sembilan puluh lima wujud imperatif yang terdapat dalam
kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Pemahaman
terhadap wujud dan makna imperatif dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin karya Ahmad Tohari sangat ditentukan oleh keberadaan konteks
situasi tutur yang terdapat di dalam cerita atau narasi cerpen tersebut.
Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari terdapat
tiga ranah kehidupan yang mencerminkan konteks sosial dan situasional
masyarakat pedesaan. Ketiga ranah kehidupan tersebut di antaranya adalah
ranah kekeluargaan, ranah kemasyarakatan, dan ranah pemerintahan desa.
Beragamnya wujud dan makna imperatif yang diperoleh dalam kumpulan
cerpen ini dikarenakan gaya bahasa kumpulan cerpen ini lugas, jujur, dan
sederhana, disamping kuatnya metafora dan ironi. Berdasarkan hal-hal
tersebut, maksud tuturan imperatif dalam kumpulan cerpen ini menjadi
sangat beragam. Selain itu, terdapat pesan persaudaraan dan nilai-nilai
kehidupan yang dapat diteladani dari kumpulan cerpen ini.

124
125

2. Penelitian entitas imperatif dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin


karya Ahmad Tohari ini dapat diimplikasikan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia,
siswa SMP kelas IX. Dengan Kompetensi Dasar, yakni menemukan
bentuk dan macam-macam makna imperatif serta dapat menganalisis nilai-
nilai kehidupan dalam kumpulan cerpen. Melalui hasil penelitian, guru
dapat menumbuhkan kebiasaan membaca sastra pada siswa. Selain itu,
diharapkan pula nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari dapat menjadi bahan
perenungan dan pengalaman siswa di kehidupan sehari-hari. Siswa pun
dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi dan pembelajaran
kebahasaan dalam memahami wujud dan macam-macam makna imperatif
yang dapat digunakan saat berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.

B. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan, penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian mengenai entitas imperatif
maka dapat melakukan penelitian yang sama, namun menggunakan
ancangan lain yang belum pernah dilakukan. Misalnya melakukan
penelitian terhadap entitas imperatif dalam bahasa Indonesia dengan
ancangan sosiolinguistik. Hal tersebut, akan menambah referensi tentang
kajian entitas imperatif dalam bahasa Indonesia.
2. Bagi siswa dan guru, memahami wujud dan makna imperatif dapat dapat
dimanfaatkan dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Memahami
bentuk imperatif dan maknanya menunjang keterampilan berbicara agar
dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, bagi sekolah
diharapkan melengkapi perpustakaan sekolah dengan bahan bacaan sastra
yang memadai. Hal ini dapat menanamkan kecintaan membaca buku
khususnya bacaan sastra pada siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, cet. 8.
Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Cruse, Alan. A Glossary of Semantics and Pragmatics. Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2006. (ebook)
Cummings, Louise. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Echlos, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia, 2000.
Griffiths, Patrick. An Introduction to English Semantics and Pragmatics.
Edinburgh: Edinburgh University Press, 2006.
HP, Achmad dan Alex Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga, 2012.
Ihsan, Diemroh. Pragmatik, Analisis Wacana dan Guru Bahasa. Palembang:
Universitas Sriwijaya, 2011.
Ismail, Taufik. “Potensi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Mengembangkan
Nilai-Nilai Karakter Bangsa” disampaikan saat Festival Bulan Bahasa
2011, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu, 29
Oktober 2011.
Jendra, Made Iwan Indrawan. Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language.
Yogyakarta: Graha llmu, 2010.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Kurniawan, Heru dan Sutardi. Penulisan Sastra Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012.
Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa: Langkah awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2005.
Leech, Geofferey. Prinsip-prinsip Pragmatik, penerjemah, M.D.D. Oka. Jakarta:
UI-Press, 2011.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, dan Tekniknya. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2011.

126
127

Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.


Nadar, F.X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: GRAHA ILMU,
2009.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press, 2012.
Nuryani, “Entitas Imperatif dalam Cerpen Pungli Karya Weni Suryandari
(Tinjauan Sosiopragmatik)” disampaikan dalam diskusi sastra UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ciputat:14 November 2013.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Kanisius,
1989.
Rahardi, R. Kunjana. Kajian Sosiolinguistik: Ihwal Kode dan Alih Kode. Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2010.
--------------------. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga, 2005.
--------------------. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga, 2009.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1986.
Tohari, Ahmad. Senyum Karyamin. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013.
Verhaar. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2006.
Wijana, I Dewa Putu. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI, 1996.
--------------------------. dan Rohmadi, Muhammad. Sosiolinguistik: Kajian Teori
dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
LAMPIRAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan : SMP AL ZAHRA INDONESIA


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : IX/1
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 pertemuan)

A. Standar Kompetensi
7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerpen
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
7.2 Menemukan bentuk dan makna imperatif serta menganalisis nilai-nilai kehidupan
pada cerpen dalam buku kumpulan cerita pendek (cerpen)
Indikator:
a) Mampu menentukan unsur pokok cerpen yang dibaca dalam kumpulan cerpen
b) Mampu menemukan bentuk-bentuk imperatif yang terdapat dalam kumpulam cerpen
c) Mampu mengklasifikasikan makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen
d) Mampu menemukan nilai-nilai kehidupan yang positif maupun negatif dalam
kumpulan cerpen
e) Mampu menyimpulkan nilai kehidupan dalam cerpen yang dapat menjadi teladan
siswa

C. Tujuan Pembelajaran
1. Peserta didik dapat berdiskusi untuk menemukan unsur pokok cerpen dalam
kumpulan cerpen
2. Peserta didik dapat menemukan bentuk imperatif dari tuturan yang terdapat dalam
kumpulan cerpen
3. Peserta didik dapat mengklasifikasikan tuturan imperatif berdasarkan makna
imperatif yang ditemukan dalam kumpulan cerpen
4. Peserta didik dapat berdiskusi untuk menemukan nilai kehidupan yang positif dan
negatif dalam kumpulan cerpen
5. Peserta didik menyimpulkan nilai kehidupan dalam cerpen yang dapat menjadi
teladan siswa.

 Karakter siswa yang diharapkan: Dapat dipercaya (Trustworthines)


Rasa hormat dan perhatian (respect)
Tekun (diligence)
Tanggung jawab (responsibility)
D. Materi Pembelajaran
- Unsur pokok pembangun cerpen
- Macam-macam bentuk dan makna imperatif
- Menemukan nilai kehidupan baik positif maupun negatif
- Menyimpulkan nilai kehidupan dalam cerpen

E. Metode Pembelajaran
a. Inkuiri
b. Penugasan
c. Tugas proyek

F. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Pertemuan Pertama
Pendahuluan (10 menit)
1. Peserta didik merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi
siswa dan kelas.
2. Peserta didik merespon pertanyaan dari guru tentang keterkaitan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
3. Peserta didik menerima informasi kompetensi, materi, tujuan, manfaat, dan langkah
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4. Untuk memberikan motivasi peserta didik dalam membaca sastra; kumpulan cerpen,
guru menayangkan video tentang biografi tokoh; sastrawan Indonesia yaitu Ahmad
Tohari.
Kegiatan Inti (60 menit)
5. Peserta didik mengamati, video biografi sastrawan Indonesia; Ahmad Tohari dengan
cermat.
6. Setelah siswa mengamati video tentang Ahmad Tohari, siswa dengan percaya diri
dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, menanyakan tentang karya-
karya Ahmad Tohari khususnya tentang kumpulan cerpen Senyum Karyamin.
7. Peserta didik diarahkan untuk membentuk kelompok dengan anggota 5-6 orang.
Untuk berdiskusi tentang unsur pokok apa saja yang terdapat dalam cerpen.
Khusunya cerpen-cerpen yang tedapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin.
8. Setelah itu, peserta didik diberi tugas untuk menemukan bentuk-bentuk tuturan
imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin, dengan jujur,
percaya diri, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
9. Peserta didik mendiskusikan hasil temuan tentang bentuk imperatif yang kemudian
diklasifikasikan berdasarkan makna imperatif yang sudah dijelaskan oleh guru.
10. Peserta didik membandingkan hasil diskusi macam-macam makna imperatif yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin.
11. Masing-masing kelompok peserta didik mempresentasikan perbedaan dari macam-
macam bentuk dan makna imperatif dengan jujur, percaya diri, dan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, kemudian ditanggapi oleh kelompok peserta
didik yang lain dalam diskusi kelas.
Penutup (10 menit)
12. Dengan bimbingan guru, peserta didik menyimpulkan materi pelajaran tentang unsur
pokok cerpen dan macam-macam bentuk dan makna imperatif dalam kumpulan
cerpen Senyum Karyamin.
13. Peserta didik mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat memahami
perbedaan dari makna-makna imperatif.
14. Peserta didik menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
15. Peserta didik menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran.

Pertemuan Kedua
Pendahuluan (10 menit)
1. Peserta didik mencermati cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin.
2. Peserta didik mencari nilai kehidupan yang terdapat dalam cerpen.
Memotivasi :
Penganalisisan nilai-nilai kehidupan pada cerpen baik nilai positif maupun nilai
negatif; kumpulan cerpen Senyum Karyamin
Kegiatan Inti (60 menit)
3. Peserta didik diarahkan untuk membentuk kelompok dengan anggota 5-6 orang.
Untuk berdiskusi menemukan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Senyum Karyamin.
4. Guru memfasilitasi peserta didik menentukan nilai-nilai kehidupan yang positif
maupun yang negatif dari cerpen yang sudah dibaca.
5. Peserta didik membandingkan hasil diskusi tentang nilai-nilai kehidupan yang telah
ditemukan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dengan nilai kehidupan siswa.
6. Masing-masing kelompok peserta didik mempresentasikan dan menyimpulkan nilai-
nilai kehidupan dalam cerpen, kemudian ditanggapi oleh kelompok peserta didik
yang lain dalam diskusi kelas.
Penutup (10 menit)
7. Dengan bimbingan guru, peserta didik menyimpulkan materi pelajaran tentang nilai-
nilai kehidupan yang dapat menjadi teladan siswa.
8. Peserta didik mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat mengaitkan
nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cerpen dengan nilai kehidupan yang dapat
menjadi teladan siswa.
9. Peserta didik menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
10. Peserta didik menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran.

G. Sumber Belajar
a. Buku kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
b. Video, koran atau surat kabar tentang biografi Ahmad Tohari
c. Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
H. Penilaian
Penilaian pertemuan pertama
 Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung

Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Bentuk
Instrumen
Penilaian Penilaian
 Mampu menentukan Penugasan Tes Uji  Bacalah buku kumpulan
unsur pokok cerpen individual/ Petik Kerja cerpen Senyum
yang dibaca kelompok Karyamin karya Ahmad
 Mampu menemukan Tohari kemudian
bentuk-bentuk tentukan unsur pokok
imperatif yang cerpen yang kamu baca!
terdapat dalam  Setelah menentukan
kumpulam cerpen unsur pokok cerpen,
 Mampu temukan bentuk-bentuk
mengklasifikasikan imperatif yang terdapat
makna imperatif dalam kumpulan cerpen
yang terdapat dalam tersebut!
kumpulan cerpen  Kemudian klasifikasikan
makna-makna imperatif
yang terdapat dalam
kumpulan cerpen
tersebut!

Penilaian pertemuan kedua


 Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung

Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Bentuk
Instrumen
Penilaian Penilaian
 Mampu menemukan Penugasan Proyek  Bacalah buku kumpulan
nilai-nilai kehidupan individual/ cerpen Senyum
yang positif maupun kelompok Karyamin karya Ahmad
negatif dalam Tohari, kemudian
kumpulan cerpen analisislah nilai
 Mampu kehidupan yang ada
menyimpulkan nilai dalam kumpulan cerpen
kehidupan dalam tersebut, bandingkan
cerpen yang dapat dengan nilai kehidupan
menjadi teladan siswa, dan tentukan nilai
siswa kehidupan dalam cerpen
yang dapat menjadi
teladan siswa!
Rubrik

No. Kriteria Penilaian Skor


1. Isi
Lengkap dan terinci 4
Lengkap tetapi kurang terinci 3
Kurang lengkap dan terinci 2
Kurang lengkap dan kurang terinci 1
2. Organisasi
Teratur dan logis 4
Teratur tetapi tidak logis 3
Kurang teratur dan logis 2
Kurang teratur dan kurang logis 1
3. Pilihan kata
Tepat dan sesuai 3
Kurang tepat dan sesuai 2
Tiidak tepat dan sesuai 1
4. Kalimat
Mudah dipahami 3
Sedikit sulit dipahami 2
Sulit dipahami 1
5. Ejaan dan tanda baca
Tidak ada yang salah 3
Sedikit yang salah 2
Banyak yang salah 1

Mengetahui, Pamulang, 2015


Guru Pamong Guru PPKT Bahasa Indonesia

Ni’matul Bidayah, S.Pd Anisah


UJI REFERENSI

Nama : Anisah
NIM : 1111013000027
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum
Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP

Dosen Pembimbing : Dr. Nuryani, M.A.

NO. REFERENSI PARAF


1. Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
Edisi ketiga, cet. 8. Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
2. Cruse, Alan. A Glossary of Semantics and Pragmatics.
Edinburgh: Edinburgh University Press, 2006. (ebook)
3. Cummings, Louise. Pragmatik: Sebuah Perspektif
Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
4. Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
5. Echlos, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris-
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 2000.
6. Griffiths, Patrick. An Introduction to English Semantics and
Pragmatics. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2006.
7. HP, Achmad dan Alex Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta:
Erlangga, 2012.
8. Ihsan, Diemroh. Pragmatik, Analisis Wacana dan Guru
Bahasa. Palembang: Universitas Sriwijaya, 2011.
9. Ismail, Taufik. “Potensi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam
Mengembangkan Nilai-Nilai Karakter Bangsa” disampaikan
saat Festival Bulan Bahasa 2011, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Sabtu, 29 Oktober 2011.
10. Jendra, Made Iwan Indrawan. Sociolinguistics: The Study of
Societies’ Language. Yogyakarta: Graha llmu, 2010.
11. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
12. Kurniawan, Heru dan Sutardi. Penulisan Sastra Kreatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
13. Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa: Langkah awal Memahami
Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2005.
14. Leech, Geofferey. Prinsip-prinsip Pragmatik, penerjemah,
M.D.D. Oka. Jakarta: UI-Press, 2011.
15. Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, dan
Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
16. Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011.
17. Nadar, F.X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik.
Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2009.
18. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
UGM Press, 2012.
19. Nuryani, “Entitas Imperatif dalam Cerpen Pungli Karya
Weni Suryandari (Tinjauan Sosiopragmatik)” disampaikan
dalam diskusi sastra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Ciputat:14 November 2013.
20. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012.
21. Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran
Bahasa. Jakarta: Kanisius, 1989.
22. Rahardi, R. Kunjana. Kajian Sosiolinguistik: Ihwal Kode dan
Alih Kode. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.
23. Rahardi, R. Kunjana. Pragmatik: Kesantunan Imperatif
Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2005.
24. Rahardi, R. Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga,
2009.
25. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Grasindo, 2008.
26. Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.
27. Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra.
Bandung: Angkasa, 1986.
28. Tohari, Ahmad. Senyum Karyamin. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2013.
29. Verhaar. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2006.
30. Wijana, I Dewa Putu. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta:
ANDI, 1996.
31. Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad.
Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.

Jakarta, 14 Desember 2015


Yang Menyatakan
Dosen Pembimbing

Dr. Nuryani, M.A.


NIP. 19820628 200912 2 003
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-LABF-081
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FORM (FR)
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/ 1628 /2015 Jakarta, 29 September 2015


Lamp. : -
Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.

Dr. Nuryani, M.A.


Pembimbing Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II
(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:
Nama : Anisah
NIM : 1111013000027
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester : IX (Sembilan)
Judul Skripsi : Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum
Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 1
Desember 2014, abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan
redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu,
mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat
diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Tembusan:
1. Dekan FITK
2. Mahasiswa ybs.
Gambar Sampul Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari
BIODATA PENULIS

ANISAH, lahir 27 November 1991 di Tangerang. Anak kedua


dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Alizar dan Roslaini
memulai pendidikannya di TK Putera Indonesia 5 selama satu
tahun. Menamatkan pendidikan dasar di SDN Sarua X (2004).
Penulis pernah bersekolah di SDN Batu Hampar, Padang,
Sumatera Barat, selama dua tahun pada saat kelas III dan IV
(2000-2002). Kemudian kembali ke Jakarta dan melanjutkan
pendidikan di sekolah dasar yang sama yaitu SDN Sarua X saat
kelas V dan VI. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di
SMPN 2 Pamulang (2007) dan SMAN 1 Kota Tangerang Selatan periode tahun 2007-2010.
Sempat rehat sejenak selama satu tahun dan kemudian pada tahun 2011 melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia (2011-2015).
Pernah bekerja di PT Telkom Indonesia sebagai telemarketing (2010) dan memiliki
pengalaman magang di The Jakarta Post Digital sebagai penerjemah artikel travel (September
– November 2014). Selain itu, penulis juga pernah menjadi mahasiswa PPKT di SMP Al-
Zahra Indonesia, mengajar Bahasa Indonesia di kelas VIII (Februari – Mei 2015). Penulis
sempat pula menjadi pengajar Bahasa Indonesia untuk BIPA Turki di salah satu lembaga
pendidikan yang berada di Ciputat (2015). Kesibukannya saat ini adalah menjadi guru Bahasa
Indonesia di Lembaga Ocean Education, Ciputat.
Bagi penulis mempelajari Bahasa dan Sastra merupakan hal yang luar biasa. Menurut
penulis, dengan mempelajari Bahasa dapat meningkatkan keterampilan berbahasa, baik
dalam hal berkomunikasi lisan ataupun tulisan. Sedangkan dengan mempelajari Sastra dapat
memperkaya pengalaman batin sehingga lebih tanggap dalam memaknai kehidupan.
Berdasarkan kecintaannya terhadap Bahasa dan Sastra, maka penulis dalam skripsinya
menggabungkan bahasa dan sastra sebagai bahan penelitian. Judul skripsi penulis adalah
“Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.”

Anda mungkin juga menyukai