Entitas Imperatif Dalam Kumpulan Cerpen: Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari
Entitas Imperatif Dalam Kumpulan Cerpen: Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
ANISAH
NIM 1111013000027
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
ANISAH
1111013000027
Di bawah Bimbingan,
Yang mengesahkan,
Pembimbing
A!-rr-tq!-E-a
NIP \97601
[Ita:,llIlultl
1t3 200912 1 00')
,/
,t',
['onguji II
I)ekan Fakultas
-f
#rs"
-S/-*, ] uJ!
x:l:
mncl
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Nama : Anisah
NIM : 1111013000027
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Alamat : Jln. Alpukat V E 20 No.3 RT 004 RW 018,
Perum. Benda-Baru, Pamulang
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Anisah
ABSTRAK
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Swt, tuhan semesta alam,
yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Meskipun
rintangan dan segala cobaan sempat ditujukan kepada penulis, namun atas izin
dan kasih-Nya pada akhirnya penulis masih diberikan kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Entitas Imperatif dalam Kumpulan
Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Tak lupa pula shalawat serta
salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw yang
telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.
Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan
gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kepentingan pembacanya.
Pada proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak, skripsi ini
rasanya akan sulit terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, kepada Ibu Roslaini dan Bapak Alizar. Berkat doa,
didikan, dan kesabaran keduanya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kakak perempuan penulis, Indah Permata Sari yang selalu menghibur,
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
5. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
iii
6. Dr. Nuryani, M.A., selaku dosen pembimbing penulis. Beliau yang dengan
sabar dan tulus meluangkan waktu serta berbagi pemikirannya untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam proses
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga jasa-jasanya diberikan
balasan yang setimpal dari-Nya.
7. Ahmad Bahtiar, M.Hum dan Dr. Darsita Suparno, M.Hum., selaku dosen
penguji skripsi. Terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang diberikan
demi perbaikan skripsi ini.
8. Dosen-dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Khususnya dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan pengalaman dan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
9. Teman-teman angkatan 2011, khususnya teman-teman seperjuangan; PBSI
kelas A, B dan C. Teruntuk; Fikri Ayu Putri, Indah Margarina, Nurul
Rahmadini, Mira Rosiana, Indri PY, dan teman lainnya yang tak dapat
disebutkan namanya satu-persatu. Terima kasih telah membantu penulis
dengan berbagai saran, doa, dan selalu menghibur disaat sedih dan senang.
10. Segenap keluarga besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Terima kasih.
Anisah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
C. Batasan Masalah................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ........................................................................... 33
B. Metode Penelitian ................................................................................ 34
C. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 34
D. Objek Penelitian ................................................................................... 35
E. Pengumpulan Data ............................................................................... 35
1. Metode Simak ................................................................................ 35
1) Teknik Bebas Cakap ................................................................ 36
2) Teknik Catat ............................................................................. 36
F. Instrumen Penelitian............................................................................. 36
G. Jenis Data ............................................................................................. 37
H. Analisis Data ........................................................................................ 38
I. Tahap-tahap Analisis Data ................................................................... 38
J. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 39
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................. 124
B. Saran ..................................................................................................... 125
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang universal. Bahasa hidup
di dalam masyarakat tutur dan dipakai oleh para pemiliknya untuk menjalin kerja
sama dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dibayangkan, apabila tanpa sarana
bahasa seseorang tentu akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi, menyatakan
pikiran, perasaan, keinginan dan pendapatnya. Hal ini menegaskan bahwa
kekuatan dari peristiwa tutur dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk berbagai
media sesuai dengan tujuannya, misalnya untuk memengaruhi lawan tutur,
memerintah, mengajak, memberi informasi, menasehati, mengkritik, sebagai
sarana pendidikan, dan lain sebagainya.
Pemanfaatan bahasa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi. Salah satu wujud bahasa yang memiliki fungsi
komunikatif yang cukup luas adalah entitas imperatif. Entitas imperatif dapat
dimanfaatkan dalam berkomunikasi dengan tujuan memengaruhi lawan tutur,
memerintah ataupun mengajak lawan tutur. Kajian mengenai imperatif dengan
ancangan struktural memang selama ini sudah banyak dilakukan. Namun, kajian
secara struktural dirasa masih belum komprehensif karena masih melihat dari satu
sisi saja yakni intralingual.1 Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan
kajian dengan melibatkan unsur ekstralingual dari sisi sosiopragmatik. Hal ini,
bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan bahasa dengan penuturnya
dalam kelompok masyarakat tertentu.
Banyaknya kajian mengenai imperatif yang dilakukan tidak terlepas dari
uniknya kajian tersebut, salah satu alasannya adalah karena entitas kebahasaan ini
1
Nuryani, “Entitas Imperatif dalam Cerpen Pungli Karya Weni Suryandari (Tinjauan
Sosiopragmatik)” disampaikan dalam diskusi sastra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat: 14
November 2013
1
2
2
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 1
3
tuturan yang berasal dari guru lebih banyak dibandingkan tuturan dari siswa saat
pembelajaran sedang berlangsung.
Pengalaman dan pemahaman siswa agar lebih memahami aturan-aturan
sosial dalam bertutur dapat dimulai dari kebiasaan guru berbicara yang baik di
kelas saat menyampaikan materi. Selain itu, materi-materi pembelajaran yang
sifatnya mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan merupakan salah satu upaya
dalam menambah pengalaman dan pengetahuan siswa dalam berkomunikasi.
Salah satunya adalah pembelajaran sastra. Cerita pendek atau cerpen merupakan
salah satu materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah yang
objeknya adalah pengalaman hidup manusia. Cerpen dapat dijadikan bahan
perenungan untuk mencari pengalaman karena cerpen mengandung nilai-nilai
kehidupan, pendidikan, dan pesan moral yang dapat diteladani.
Namun, saat-saat sekarang ini minat baca siswa SMP masih rendah,
khususnya pada bacaan sastra. Taufik Ismail menyatakan bahwa pengajaran
apresiasi sastra di sekolah miskin apresiasi dan nol buku sehingga hasilnya adalah
lulusan yang rendah apresiasi sastranya dan rendah pula minat bacanya. 3
Rendahnya minat baca siswa khususnya di kalangan siswa SMP pada umumnya
dikarenakan kurangnya waktu pembelajaran sastra di sekolah. Dengan demikian,
hal yang perlu diusahakan untuk menumbuhkan minat baca sastra di kalangan
siswa adalah menyediakan waktu untuk membaca dan memilih bahan bacaan
yang baik.
Salah satu bacaan sastra yang berbentuk prosa dan mengandung nilai-nilai
kehidupan adalah kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari.
Ahmad Tohari adalah pengarang yang cerpennya banyak mengangkat persoalan
kehidupan yang dirasa adalah sebuah kritik untuk masyarakat. Cerpen-cerpen
karya Ahmad Tohari dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin banyak
mengangkat tema kehidupan masayarakat pedesaan, persoalan sosial, dan
kemunafikan. Cerpen-cerpen yang ada pada kumpulan tersebut secara keseluruhan
3
Taufik Ismail, “Potensi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Mengembangkan Nilai-Nilai
Karakter Bangsa” disampaikan saat Festival Bulan Bahasa 2011, Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu,
29 Oktober 2011
4
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang ada, maka identifikasi masalah
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurangnya penelitian mengenai kajian entitas imperatif dari sisi ekternal.
2. Kurangnya pemahaman siswa terhadap penggunaan imperatif.
3. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konteks tuturan.
4. Kurangnya minat baca siswa terhadap karya sastra.
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis
maupun praktis. Untuk lebih jelas mengenai kedua manfaat tersebut, dapat
diuraikan sebagai berikut:
Manfaat teoretis:
1. Dengan penerapan tinjauan sosiopragmatik dalam mengkaji entitas
imperatif diharapkan, temuan-temuan kaidah-kaidah kebahasaan nantinya
akan bisa menjadi lengkap, lebih mendalam, dan sekaligus lebih mendasar.
2. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
menambah pengetahuan dan memberi kemudahan bagi pembaca untuk
memahami wujud dan makna imperatif dalam bentuk lisan ataupun tulisan.
Manfaat praktis:
1. Secara praktis, penelitian ini mempunyai manfaat untuk mengetahui
kekhasan wujud dan makna imperatif ditinjau dari sosiopragmatik.
2. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memiliki manfaat bagi peneliti
dan pembelajar, yakni menumbuhkan minat baca khususnya pada bacaan
sastra, dan diharapkan pula nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam
kumpulan cerpen tersebut dapat menjadi bahan perenungan dan
pengalaman siswa dalam menerapkan ilmunya saat berkomunikasi di
masyarakat baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Sosiopragmatik
1
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.14
2
Geofferey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. M.D.D. Oka, (Jakarta: UI-Press,
2011), h. 15
7
8
1. Sosiolinguistik
Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau
didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum,
melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di
dalam masyarakat.
Sesuai dengan namanya, sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan
memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya
masyarakat penutur bahasa itu. 3 Made Iwan Indrawan Jendra dalam
bukunya yang berjudul Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language
mengemukakan „Sociolinguistics the study of language in relation to the
society where it used.4 [Sosiolinguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa
dengan mengkaitkan masyarakat di mana bahasa tersebut digunakan].
Setiap kegiatan kemasyarakatan (manusia), mulai dari upacara
pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah
tentu saja tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Begitu pula dalam
belajar bahasa tidak cukup hanya mempelajari pengetahuan tentang bahasa,
tetapi lebih pada bagaimana bahasa digunakan. Jadi, jelas sekali bahwa
sosiolinguistik sangat mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yaitu
linguistik segi kebahasaannya dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.
Aturan-aturan bahasa yang bersifat sosial harus kita perhatikan
setiap kali kita melakukan komunikasi. Kita harus tahu kapan, di mana,
tentang apa, dan dengan siapa kita berbicara. Oleh karena itu, setiap kita
melakukan komunikasi bukan hanya aturan yang menyangkut tata bahasa,
melainkan aturan-aturan yang bersifat sosial perlu diperhatikan.
I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi dalam bukunya
yang berjudul Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis mengatakan
bahwa konsepsi sosiolinguistik struktur masyarakat yang selalu bersifat
heterogen (tidak pernah homogen) memengaruhi struktur bahasa. Adapun
3
R. Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik: Ihwal Kode dan Alih Kode, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), h. 16
4
Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language,
(Yogyakarta: Graha llmu, 2010), h.197
9
2. Pragmatik
Bidang bahasa yang mengkaji bahasa beserta konteksnya disebut
pragmatik. Ketika seseorang berkomunikasi, ia juga harus melihat situasi
dan kondisi saat berbicara, serta unsur-unsur yang terdapat di dalam situasi
tutur. Hal ini sejalan dengan pengertian bahwa bahasa dipergunakan
sebagai alat untuk komunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan
situasi pemakaian. Orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi
berpikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan
konteks dan situasi.
5
I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Sosiolinguistik: Kajian Teori dan
Analisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 5
6
Diemroh Ihsan, Pragmatik, Wacana dan Guru Bahasa, (Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2011), h. 11
10
7
F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2009),
h. 2
8
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 104
9
J. W. M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h. 14
10
F.X. Nadar, op. cit, h. 7
11
Louise Cummings, Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), h. 2
11
12
I Dewa Putu Wijana, Dasar-dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h.17
13
Patrick Griffiths, An Introduction to English Semantics and Pragmatics, (Edinburgh:
Edinburgh University Press, 2006), h.149
14
Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Jakarta: Kanisius,
1989), h. 20
12
B. Entitas Imperatif
1. Entitas
Istilah entitas dalam bahasa Indonesia berasal dari kata entity, entities
dalam bahasa Inggris yang artinya sesuatu yang sungguh-sungguh ada,
kesatuan yang lahir.16 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti
entitas ialah satuan yang berwujud; maujud.17 Maujud atau wujud dalam
hal ini ialah bahasa Indonesia yang berwujud tuturan.
Dalam ilmu linguistik, wujud „fisik‟ bahasa pada dasarnya adalah ciri-
ciri fisik bahasa yang dilisankan atau diujarkan.18 Objek linguistik terdiri
atas langage, langue, dan parole. Para sarjana sering memakai ketiga
15
Made Iwan Indrawan Jendra, op. cit., h.179
16
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian
Dictionary, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 216
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 376
18
Kushartanti, dkk, op.cit., h. 32
13
2. Imperatif
Istilah Imperatif (imperative) dalam Kamus Linguistik memiliki arti
bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan
atau larangan melaksanakan perbuatan. Konsep gramatikal ini harus
dibedakan dari perintah yang merupakan konsep semantik.20
Alan Cruse dalam bukunya yang berjudul A Glossary of Semantics and
Pragmatics mendefinisikan imperatif sebagai berikut:
The prototypical function of a sentence in imperative form is to get
someone to do something. The grammatical imperative shares
meaning with explicit performative verbs such as command, tell to,
urge, demand, request, and so on, but is more general than any of
them.21
[Imperatif: fungsi dasar dari kalimat imperatif ialah agar
mendapatkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Gramatikal
imperatif yang memiliki arti eksplisit ditandai dengan kata kerja
performatif seperti perintah, desakan, permintaan, dan seterusnya
yang lebih umum dari itu].
Imperatif secara struktural dikenal dengan kalimat perintah ataupun
suruhan. Dari studi kepustakaan, didapatkan bahwa ternyata beberapa
19
J. W. M. Verhaar, op. cit., h. 3
20
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 91
21
Alan Cruse, A Glossary of Semantics and Pragmatics, (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2006), h. 84-85
14
22
R. Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2005), h. 1
23
Hasan Alwi, dkk.,Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2010), cet. 8, h. 344
24
Rahardi, Sosiopragmatik, op. cit., h. 10
15
25
Rahardi, Pragmatik, op. cit., h. 79
26
Ibid., h.79-83
16
Kalimat perintah atau yang dalam kajian ini disebut kalimat imperatif
mengandung maksud memerintah atau meminta agar lawan tutur melakukan
sesuatu sebagaimana yang diinginkan penutur. Kalimat imperatif dapat
berkisar antara suruhan yang sangat keras sampai dengan permintaan yang
sangat halus. Jadi, dapat dikatakan bahwa bentuk yang paling kasar itu dapat
disebut suruhan, sedangkan bentuk yang paling halus itu disebut dengan
permintaan. Makna imperatif secara sosiopragmatik nantinya akan dapat
terlihat dari tegas tidaknya entitas imperatif dalam mengemban makna atau
27
Rahardi, Sosiopragmatik, op. cit., h. 12
17
28
Rahardi, Pragmatik, op. cit., h. 93
29
Achmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2012), h.145
18
30
Rahardi, Pragmatik, op. cit., h.93-116
31
ibid., h. 94
19
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang panglima angkatan bersenjata
kepada masyarakat umum pada saat kerusuhan di berbagai kota mulai
terjadi menjelang peristiwa pemilihan umum.
Dengan demikian, jelas bahwa banyak tuturan di sekirar kita yang
sebenarnya mengandung makna imperatif tertentu, namun wujud
konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah
yang dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai
imperatif perintah dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan
dengan makna imperatif yang lain.
32
Ibid., h. 95
33
ibid., h. 96
20
Informasi indeksal:
Tuturan ini diungkapkan oleh seorang ibu kepada anaknya pada malam
hari karena besok di sekolah akan ada ulangan.
37
ibid., h. 102
38
Ibid., h. 103
22
39
ibid., h. 105
40
ibid., h. 106
41
Ibid., h. 107
23
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang sekretaris kepada direkturnya yang
saat itu menanyakan hal tertentu yang pernah diputuskan di dalam rapat
sebelumnya.
42
ibid., h. 108
43
Ibid., h. 110
24
44
ibid., h. 112
45
Ibid., h.113
46
ibid.
25
Informasi indeksal:
Tuturan seorang pimpinan kepada bawahan yang berbuat kesalahan besar
dan membuat perusahaan itu hancur karena kesalahan tersebut.
47
Ibid., h. 114
26
Informasi indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh ketua RT kepada para warganya di dalam
suatu rapat RT.
D. Kumpulan Cerpen
Kumpulan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
sesuatu yang telah dikumpulkan; himpunan. 50 Jadi, yang dimaksud dengan
kumpulan cerpen ialah kumpulan atau himpunan dari beberapa judul cerpen
menjadi sebuah buku.
48
ibid., h. 115
49
Ibid., h. 116
50
Depdiknas, KBBI, op. cit., h.756
27
1. Pengertian Cerpen
Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu bentuk sastra
Indonesia yang tumbuh sejak tumbuhnya sastra Indonesia itu sendiri. Akan
tetapi, kepesatan perkembangannya baru tampak sejak tahun 1950.
Pertumbuhan yang pesat sesudah tahun 1950 itu ditunjang oleh
bertambahnya jumlah penerbitan buku, majalah, dan surat kabar yang
secara teratur memuat cerpen yang jumlahnya mencapai ribuan judul.
Wahyudi Siswanto mengatakan bahwa cerpen merupakan bentuk
prosa rekaan yang pendek. Pendek di sini masih mempersyaratkan adanya
keutuhan cerita, bukan asal sedikit halaman. Karena pendek, permasalahan
yang digarap tidak begitu kompleks. 51 Cerpen biasanya menceritakan
peristiwa dan kejadian sesaat dengan bahasa sederhana.
Heru Kurniawan dan Sutardi mengatakan bahwa Cerpen (sebagai
genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di
dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri
dalam latar dan alur. Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan
antartokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. 52 Dapat
dikatakan bahawa kekuatan cerpen terletak pada deskripsi cerita yang baik,
yang didalamnya merupakan perpaduan antara tokoh, latar, dan alur.
Cerpen biasanya mengandung pesan atau amanat yang sangat mudah
dipahami, sehingga sangat cocok dibaca oleh semua kalangan.
Dalam buku Cerita Pendek Indonesia, Rosidi memberi pengertian
dan keterangan tentang cerpen. Cerpen adalah cerita yang pendek dan
merupakan suatu kebulatan ide. 53 Semua bagian dari sebuah cerpen harus
terikat pada suatu kesatuan, yaitu lengkap, bulat, dan singkat.
Dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjiman menyatakan bahwa cerpen
(short story) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan. Cerpen
51
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 141
52
Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012), h. 59
53
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.50
28
memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika. 54
Rangkaian peristiwa pada cerpen pendek dan menghadirkan satu konflik
dalam satu persoalan.
Dari beberapa pengertian cerpen tersebut dapat disimpulkan
bahawa cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen, sesuai
dengan namanya adalah cerita yang relatif pendek yang selesai dibaca
sekali duduk. Proses sekali duduk dapat diartikan sebagai memahami isi
pula. Cerpen biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian,
mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas,
mencakup jangka waktu yang singkat. Meski relatif singkat, kelebihan
cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara implisit
dari sekedar apa yang diceritakan.
Walaupun sama-sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi.
Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek
sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle
short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri
dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. 55 Cerpen sebagai
karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Cerpen
memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, yang
rangkaian peristiwanya pendek dan menghadirkan satu konflik dalam satu
persoalan.
2. Ciri-ciri Cerpen
Berdasarkan pengertian cerita pendek, ciri khusus cerita pendek
dapat diuraikan sebagai berikut:56
a. Ciri utama cerpen adalah singkat, padu dan intensif.
b. Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak.
c. Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
54
ibid., h. 51
55
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2012), h. 10
56
Henry G. Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 177-
178
29
3. Klasifikasi Cerpen
Cerpen dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kata.
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung oleh cerpen, maka dapat
dibedakan menjadi dua jenis cerpen, yaitu: cerpen yang pendek (short
short story) dan cerpen yang panjang (long short story).57
Cerpen yang dimaksud dengan short short story adalah cerita pendek
yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata, maksimum
5000 kata, kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca
dalam waktu kira-kira seperempat jam.
Cerpen yang dimaksud dengan long short story adalah cerita pendek
yang jumlah kata-katanya di antara 5000 sampai 10.000 kata; minimal
57
ibid., h. 178
30
5000 kata dan maksimal 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto
spasi rangkap, yang dapat dibaca kira-kira setengah jam.
Begitupula dengan Wahyudi yang membagi cerpen menjadi dua, yaitu
cerpen yang panjang (cerpenpan) dan cerpen yang pendek, biasanya
disebut cerita mini. Misalnya “Cermin” di majalah Gadis dan cerpen yang
panjang seperti karya Budi Darma yang berjudul “Fofo” (42 halaman) dan
“Kritikus Adinan” (56 halaman). 58 Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa cerpen short short story atau cerpen mini biasanya terdiri atas satu
halaman atau kurang dari itu.
58
Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 142
31
dalam teks pidato, serta untuk mengetahui bagaimana bentuk kalimat yang
menjadikan nilai komunikasi kesantunan imperatif ajakan, permintaan dan
suruhan dalam pidato bahasa Indonesia dan untuk mengidentifikasi penggunaan
bahasa Indonesia yang menunjukkan kesantunan imperatif dalam teks pidato.
Kedua, Skripsi Sulistyawati (C0298054) Mahasiswa Universitas Sebelas
Maret Surakarta Fakultas Sastra dan Seni Rupa, tahun 2004, yang berjudul
“Pemakaian Imperatif Bahasa Indonesia Oleh Guru Taman Kanak-kanak dalam
Proses Belajar-Mengajar.” Tujuan penelitiannya ialah untuk menjelaskan wujud
pemakaian imperatif bahasa Indonesia, menjelaskan pemakaian wujud
nonimperatif bahasa Indonesia, serta menjelaskan persentase pemakaian imperatif
bahasa Indonesia oleh guru taman kanak-kanak dalam proses belajar-mengajar.
Dalam penelitiannya tersebut, Sulistiyawati menggunakan metode deskriptif
karena datanya berupa tuturan lisan, bukan berupa angka. Dari hasil analisis
datanya, ditemukan 15 wujud imperatif dan 16 wujud nonimperatif. Serta
ditemukan pemanfaatan wujud imperatif yang diidentifikasi melalui tiga hal yakni
intonasi guru, isyarat para linguistik dan pembubuhan penanda kesantunan dan
pembubuhan kata-kata tertentu.
Ketiga, berupa artikel ilmiah. Penelitian yang dilakukan oleh Diah
Indaryani Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STIKP PGRI Jombang, tahun 2013. Judul penelitiannya adalah “Entitas Imperatif
Pedagang Pakaian Di Pasar Mojoagung: Sebuah Kajian Sosiopragmatik.”
Dalam penelitiannya, Diah Indaryani memfokuskan pada frekuensi keseringan
tuturan imperatif pedagang pakaian di pasar Mojoagung. Penelitiannya ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sumber data penelitiannya adalah
pedagang pakaian di pasar Mojoagung, sedangkan data penelitiannya adalah
tuturan-tuturan pedagang pakaian di pasar Mojoagung yang mengandung makna
sosiopragmatik imperatif. Data-data tersebut dianalisis dan dihitung persentasenya
berdasarkan ketujuh belas jenis imperatif yang telah ditetapkan. Hasil penelitianya
menunjukkan bahwa tidak semua tuturan pedagang pakaian di pasar Mojoagung
mengandung wujud dan makna imperatif, melainkan terdapat beberapa jenis yang
tidak termasuk di dalamnya.
32
METODOLOGI PENELITIAN
1
Metodologi, yaitu cara memahami suatu fenomena. Metodologi
merupakan hal yang penting dalam melakukan kegiatan penelitian. Melalui
metodologi penelitian yang sistematis, maka proses mendapatkan data hingga
proses pengolahan data akan menjadi terorganisir. Adapun unsur-unsur
metodologi dalam penelitian ini sebagai berikut.
Metodologi
Penelitian
Ancangan Metode
Teknik
kualitatif
deskriptif
Sosiolinguistik Pragmatik Teknik
Metode simak
simak
Skema Konseptual 1
Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam istilah
metodologi penelitian, yaitu ancangan, metode, dan teknik penelitian. Ancangan
merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir. Ancangan
1
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 17
33
34
B. Metode Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wujud dan makna imperatif yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Makna
imperatif tidak selalu diwujudkan dengan konstruksi imperatif melainkan dapat
ditemukan dalam wujud nonimperatif sehingga makna ditentukan berdasarkan
konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Makna imperatif
digolongkan menjadi tujuh belas makna imperatif yang sudah dijabarkan dalam
Bab II, berdasarkan temuan Rahardi (2005).
2
Ibid., h.30
35
D. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh tuturan yang memiliki wujud dan
makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya
Ahmad Tohari. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
terdapat 13 judul cerpen. Peneliti membaca, mencermati lalu kemudian mencatat
tuturan dalam kumpulan cerpen tersebut dan kemudian menentukan maknanya
berdasarkan konteks tuturan.
E. Pengumpulan Data
3
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa:Tahapan, Strategi, dan Tekniknya, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011), h. 242
36
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mencari atau
mengumpulkan data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Sugiyono
menambahkan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. 6 Dengan demikian selain alat bantu
penelitian, peneliti sendiri juga merupakan instrumen dalam penelitian karena
peneliti berfungsi untuk menetapkan objek penelitian, memilih sumber data,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyimpulkan penemuannya.
4
Muhammad, op. cit., h. 208
5
ibid., h. 194
6
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 222
37
Instrumen penelitian ini adalah format data yang ditampilkan dalam bentuk
tabel yang terdiri dari komponen-komponen analisis berupa nomor data, lokasi,
wujud imperatif, konteks tuturan, jenis atau modus kalimat, dan makna imperatif.
Instrumen ini juga digunakan oleh peneliti sebelumnya Rahardi (2009) untuk
menganalisis entitas impratif bahasa Indonesia. Komponen-komponen tersebut
akan ditampilkan dalam format tabel sebagai berikut.
Pada format data di atas, yang dimaksud dengan lokasi adalah tempat asal
terjadinya tuturan imperatif, wujud imperatif adalah bentuk imperatif yang
dituturkan oleh tokoh yang ada dalam cerpen, konteks tuturan adalah situasi yang
melatarbelakangi munculnya wujud imperatif, jenis/modus kalimat merupakan
jenis tuturan yang muncul apakah berbentuk interogatif, deklaratif atau imperatif,
dan makna imperatif adalah makna yang ditemukan setelah proses analisis tuturan
imperatif.
G. Jenis Data
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumpulan
cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Identitas kumpulan cerpen
tersebut adalah:
Judul buku : Senyum Karyamin Cetakan : IX - Juli 2013
Pengarang : Ahmad Tohari Tebal : 88 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
38
H. Analisis Data
J. Pelaksanaan Penelitian
Metode analisis
kontekstual
Penelitian
Kualitatif
Teori Rahardi Deskriptif
Teknik Hubung
Banding
Menyamakan
Hasil Data Wujud dan Makna
Imperatif dalam Kumpulan
Cerpen Senyum Karyamin
Teknik Hubung Karya Ahmad Tohari
Banding
Membedakan
Teknik Hubung
Banding
Menyamakan Hal
Pokok
Skema Konseptual 2
Mahsun (2011) dan Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi peneliti
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Tentang Pengarang: Ahmad Tohari1
1
Ahmad Tohari, Senyum Karyamin, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h.73
41
42
Kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ini terdiri atas
tiga belas judul cerita, di antaranya:
a. “Senyum Karyamin”: Mengisahkan tentang Karyamin seorang
pengumpul batu sungai yang selalu tersenyum dalam menghadapi
kepahitan hidupnya.
b. “Jasa-Jasa buat Sanwirya”: Mengisahkan tentang rencana-rencana jasa
(belas kasihan) dari beberapa kawan kepada Sanwirya yang sedang
sekarat karena terjatuh dari pohon.
c. “Si Minem Beranak Bayi”: Mengisahkan tentang si Minem perempuan
empat belas tahun yang harus melahirkan diusia kandungannya yang
baru tujuh bulan karena kemalasan sang suami mengambil air ke
seberang desa.
d. “Surabanglus”: Mengisahkan tentang nasib dua orang pencari kayu
yang dikejar-kejar polisi hutan. Selama persembunyian mereka harus
menahan rasa lapar. Namun, rasa lapar yang didera oleh Suing tak
mampu meluruskan akalnya sehingga ia memakan singkong beracun,
Surabanglus.
e. “Tinggal Matanya Berkedip-kedip”: Mengisahkan tentang
kesombongan seorang pawang kerbau. Dialah Musgepuk yang sangat
yakin dapat menaklukan si Cepon, kerbau yang mogok membajak
sawah. Musgepuk memang berhasil merubuhkan Cepon tapi ia tak
berhasil membuat Cepon membajak lagi.
f. “Ah, Jakarta”: Mengisahkan tentang seorang gali dari Jakarta yang
menjadi buronan polisi. Selama pelariannya ia sempat menemui karib
lamanya. Namun, tak lama berselang mayatnya ditemukan mengapung
di sungai, hingga akhirnya karibnya itu yang mengurusi jenazahnya.
g. “Blokeng”: Mengisahkan tentang sebuah kampung yang blingsatan
karena Blokeng perempuan yang keterbelakangan mental melahirkan
bayi tanpa ayah sah. Warga yang takut dituduh menjadi ayah sah dari
bayi tersebut saling curiga tentang siapa ayah bayi Blokeng.
43
Tabel 4.1
Wujud dan Makna Sosiopragmatik Imperatif dalam Kumpulan Cerpen
Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari
di atas tebing.
2. Tuturan ini “Memang bahaya Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan meninggalkan
dari tuturan istrimu seorang diri
sebelumnya, di rumah. Min.
sehingga bentuk Kamu ingat anak- Interogatif
imperatif suruhan anak muda petugas
menjadi lebih jelas. bank harian itu?
Jangan kira mereka Deklaratif
hanya datang setiap
hari buat nagih
setoran kepada
istrimu. Jangan
percaya kepada-
anak-anak muda
penjual duit itu.
Pulanglah. Istrimu
kini pasti sedang
digodanya.”
3. Tuturan ini juga “Istrimu tidak Deklaratif Desakan
merupakan lanjutan hanya menarik mata
dari tuturan petugas bank
sebelumnya, yang harian. Jangan
disampaikan oleh dilupa tukang edar
salah seorang kawan kupon buntut itu.
Karyamin. Meski Kudengar dia juga
tuturan ini secara sering datang ke
keseluruhan rumahmu bila kamu
merupakan tuturan sedang keluar.
yang berisi Apa kamu juga Interogatif
informasi, namun percaya dia datang
tuturan ini hanya untuk
disampaikan dengan menjual kupon
maksud mendesak buntut?
Karyamin agar Jangan-jangan dia Imperatif
pulang ke rumahnya. menjual buntutnya
sendiri!”
4. Tuturan ini di “Min!” Kamu diam Interogatif Suruhan
sampaikan oleh salah saja, apakah kamu
seorang kawan tidak melihat ikan
Karyamin yang putih-putih sebesar
melihat beberapa paha?
orang perempuan
pulang dari pasar dan
sedang menyeberang
sungai.
46
ia hanya memberikan
minum saja.
8. Tuturan ini “Iya, Min, Iya. Interogatif Bujukan
disampaikan oleh Tetapi kamu lapar,
Saidah dengan kan?”
maksud membujuk “Makan, ya Min?
Karyamin agar mau Aku tak tahan
„makan‟ nasi yang melihat orang lapar.
dijualnya. Saidah Tak usah bayar
mengetahui kondisi dulu. Aku sabar
Karyamin yang Menunggu
sudah setengah tengkulak datang.
bulan, tengkulak Batumu juga belum
yang biasa membawa dibayarnya, kan?”
batunya menghilang
dan belum membayar
batu Kayamin.
Saidah juga
memaklumi keadaan
Karyamin.
9. Rumah Tuturan ini “Ya. Kamu Deklaratif Perintah
Karyamin disampaikan oleh memang mbeling,
Pak Pamong untuk Min. Di gerumbul
menagih uang dana ini hanya kamu
Afrika kepada yang belum
Karyamin. Selain berpartisipasi.
bermaksud Hanya kamu yang
menyindir, tuturan belum setor uang
ini juga memiliki dana Afrika, dana
maksud perintah untuk menolong
agar Karyamin orang-orang yang
segera membayar kelaparan di sana.
uang iuran. Nah, sekarang hari
terakhir. Aku tak
mau lebih lama kau
persulit.”
10. Tuturan ini “Kalau tidak, Interogatif Desakan
disampaikan oleh mengapa kamu
Pak Pamong yang tesenyum-senyum?
marah saat melihat Hayo cepat; mana
Karyamin malah uang iuranmu?”
tersenyum dan
bukannya mambayar
uang iuran. Dia
merasa terhina
karena Karyamin
48
tersenyum.
11. Di emper Tuturan ini “Jadi kawan- Interogatif Ajakan
samping disampaikan oleh kawan, kita sudah
rumah Sampir sebagai sepakat sama-sama
Sanwirya ajakan kepada aku, merasa kasihan
Ranti, dan Waras pada Sanwirya.
(kawan Sanwirya) Begitu?
yang sedang duduk
di atas lincak2 untuk
membicarakan
rencana jasa yang
akan mereka berikan
kepada Sanwirya.
Karena Sanwirya
sedang sekarat
akibat terjatuh dari
pohon kelapa.
12. Tuturan ini “Syukur! Marilah. Imperatif Ajakan
disampaikan oleh Ada banyak cara dan
tokoh „aku‟ sebagai untuk merasa Deklaratif
lanjutan dari tuturan kasihan kepada
sebelumnya. Penutur penderes3 itu.
bermaksud untuk Menyobek kaus
mengajak kawannya yang sedang
untuk berpikir dari kupakai untuk
hal yang sederhana membalut luka
sebagai rencana jasa Sanwirya adalah
untuk Sanwirya. Hal sejenis rasa kasihan
ini ditandai dengan yang telah
imperatif Marilah. kulakukan. Oh,
jangan tergesa, kita
akan menentukan
lebih dulu demi apa
rasa kasihan itu
kita adakan.”
13. Tuturan ini “Baik kalau itu Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh menyulitkan kita
Sampir. Tuturan ini singkirkan saja.
merupakan lanjutan Yang pertama-tama
dari tuturan harus kita
sebelumnya. Dalam selenggarakan
tuturan ini Sampir adalah makanan
bermaksud untuk keluarga
2
bangku panjang terbuat dari bambu
3
penyadap nira kelapa
49
marah menyuruh
agar ia dipanggilkan
modin.
29. Tuturan ini “Kau Sampir! Ada Imperatif Perintah
disampaikan oleh jasa yang masih
„Aku‟ kepada dapat kau lakukan.
Sampir sebagai Turuti permintaan
maksud memberi Nyai Sanwirya
perintah kepada memanggil
Sampir agar segera modin!”
memanggil modin.
30. Rumah Tuturan ini “Tunggu. Aku Deklaratif Permintaan
orang tua disampaikan oleh ambil air untuk
Minem mertua perempuan mu.”
Kasdu. Saat ia
melihat Kasdu yang
baru saja datang ke
rumahnya dan
terlihat pucat, ia
segera
mengambilkan air
untuk Kasdu.
31. Tuturan ini “Kau jangan Deklaratif Larangan
disampaikan oleh banyak omong, dan
mertua perempuan Kang. Kau lupa, Interogatif
Kasdu kepada Minem sendiri
suaminya. Suaminya dilahirkan ketika
yang masih belum aku juga berusia
percaya bahwa empat belas
anaknya si Minem tahun?”
„bocah‟ berusia
empat belas tahun
juga sudah
melahirkan bayi.
Mertua perempuan
Kasdu bermaksud
melarang suaminya
agar tidak banyak
bicara.
32. Di hutan, Tuturan ini “Tunggu! Imperatif Larangan
belukar disampaikan oleh Beranikah kau Interogatif
puyengan Kimin kepada Suing. memakan singkong
Mereka berdua itu?
55
dengan cara
Musgepuk yang
akan memasangkan
kaluh untuk Cepon.
45. Tuturan ini “Tidak cukup Interogatif Bujukan
merupakan lanjutan hanya dengan tali
dari tuturan kekang biasa?”
sebelumnya.
Disampaikan oleh
ayah kepada
Musgepuk yang
merasa cara
Musgepuk
bertentangan dengan
perasaannya. Sekali
lagi Ayah
menanyakan
Musgepuk dengan
maksud membujuk
agar memakaikan
tali kekang saja
kepada si Cepon.
46. Tuturan ini “Memang, banyak Deklaratif Perintah
disampaikan kerbau yang bisa dan
Mugepuk kepada dikendalikan Interogatif
Ayah dengan dengan tali kekang
maksud perintah biasa. Tetapi buat
mempercayainya. si Cepon terang
Karena Musgepuk tidak cukup.
merasa untuk urusan Hidungnya harus
kerbau ia yang lebih dicucuk kaluh. Ah,
tahu. urusan seekor
kerbau, akulah
yang lebih tau.
Kalau tidak
demikian, mengapa
aku sampean
undang kemari?”
60
terluka, ia kembali
mendesak agar
diberikan koran.
51. Tuturan ini “Ini, baca sendiri.” Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan
sebelumnya.
Disampaikan oleh
kawan „aku‟, setelah
ia diberi koran yang
diminta dan
menemukan berita
yang ia cari.
Kemudian ia
memberikan kepada
karibnya itu.
52. Tuturan ini “Nah, silakan madi. Deklaratif Persilaan
disampaikan oleh Kamu harus
„aku‟. Setelah ia menginap di sini,”
mengetahui semua
kisah karibnya itu
yang ternyata
buronan polisi.
Meskipun begitu ia
tetap menerima
karibnya seperti
biasa.
53. Tuturan ini “Nanti dulu. Aku Deklaratif Ajakan
disampaikan oleh masih payah. Kita
karib „aku‟. Karena ngobrol dulu.”
ia merasa sudah
diterima dengan baik
tanpa rasa curiga, ia
pun mengajak
kawannya itu untuk
berbincang lebih
banyak lagi.
54. Di kamar Tuturan ini “Nah, awas kamu. Deklaratif Larangan
tidur disampaikan oleh aku tidak ingin ada dan
istri „aku‟ yang bangkai manusia Interogatif
sudah tahu bahwa yang pernah
karib suaminya menginap di rumah
adalah buronan. ini. kau tahu orang-
Melalui tuturannya orang macam dia
ia bermaksud untuk yang kini mayatnya
melarang suaminya tercampak di mana-
agar tidak terlibat mana?”
62
dengan karibnya
yang seorang gali.
55. Di pinggir Tuturan ini “Nah, siapa Interogatif Permintaan
kali disampaikan oleh namanya?”
Serayu (di seorang polisi yang
bawah meminta data karib
jalan raya) si „aku‟ yang sudah
menjadi mayat.
Mayat karib „aku‟
ditemukan
mengapung di kali
setelah seminggu
kepergiannya dari
rumah „aku‟.
56. Tuturan ini “Baiklah, kami Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh sudah selesai dan
polisi yang sudah dengan urusan Interogatif
selesai mendapatkan kami. Sekarang
data. Melalui tuturan bagaimana
ini ia bermaksud saudara?”
menyuruh „aku‟
untuk mengurus
mayat karibnya itu.
57. Tuturan ini “Pak, aku Deklaratif Permintaan
merupakan lanjutan menunggu di sini.
tuturan sebelumnya. Mungkin nanti ada
Disampaikan oleh saudaraku yang
„aku‟ kepada polisi lewat sehingga aku
dengan maksud ada teman buat
permintaan agar ia mengurus mayat
dapat mengurus ini.”
mayat karibnya itu.
58. Sarang Tuturan ini “Siapa ayah si Interogatif Desakan
(gubuk) disampaikan oleh jabang bayi?”
Blokeng seorang hansip yang
mendesak Blokeng
agar mau memberi
tahu siapa ayah dari
anak yang sedang
dikandungnya.
59. Tuturan ini “Eh, katakan saja, Deklaratif Suruhan
merupakan lanjutan demi kebaikanmu
dari tuturan sendiri dan demi
sebelumnya. bayimu yang pasti
Disampaikan oleh memerlukan wali
63
kebenarannya.
64. Kantor Tuturan ini “Blokeng bukan Deklaratif Imbauan
Lurah disampaikan oleh perawan Mariam.
Lurah Hadining Dan bayinya bukan
kepada warga Yesus yang ketika
kampungnya yang lahir sudah mampu
geger karena mengatasi
kelahiran bayi keblingsatan
Blokeng yang semacam ini.
ayahnya masih Pokoknya Blokeng
belum diketahui tidak seperti
siapa. keluarga Mariam
Melalui pidatonya yang diberkati
ini ia mengimbau banyak hal
warganya agar tidak surgawi. Blokeng
saling curiga atas hanya diberkati
siapa sebenarnya sampah pasar.”
ayah bayi Blokeng.
65. Di rumah Tuturan ini “Menebang itu Deklaratif Larangan
Sutabawor disampaikan oleh gampang. Anak
mertua Sutabawor. sekarang memang
Kakek yang sudah suka tebang sana
bungkuk itu tebang sini, tetapi
mencegah malas menanam,”
menantunya
sembarangan
menebang pohon.
66. Tuturan ini “E, lha. Sabar Nak, Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh sabar. Pertama,
mertua Sutabawor carilah kutu di
yang menyuruh kepalamu sendiri.
Sutabawor agar Cari kesalahan
bersabar dan tidak pada dirimu
tergesa menebang mengapa pohon
pohon jengkol. jengkol ini tidak
Mertuanya juga mau berbuah.
memperingatkan Jangan tergesa
Sutabawor agar seperti itu.”
mencari penyebab
kenapa pohon
jengkolnya tidak
mau berbuah.
67. Rumah Tuturan ini “Itulah! Anak-anak Imperatif Perintah
Sutabawor disampaikan oleh sekarang memang dan
kakek, mertua begitu. Maunya Deklaratif
Sutabawor yang mendapatkan
65
dengan rakyat
biasa. Dan mereka
angkuh tentu saja.
Mereka jarang
menyadari bahwa
gaji yang mereka
terima berasal dari
wong cilik,
setidaknya berasal
dari harta milik
bersama seluruh
rakyat. Pokoknya
priayi zaman dulu
itu menurut pohon
jengkol demikian
tak berharga karena
miskin akan nilai
kemanusiaan yang
sejati.”
69. Tuturan ini “E lah, jadi Interogatif Anjuran
disampaikan tamu begitu?” dan
Sutabawor kapada “Kalau demikian Deklaratif
kakek. Mereka mantera itu tidak
bermaksud cocok lagi buat
menganjurkan kakek masa sekarang.
agar mengganti kata- Sampean yang
kata mantera priayi mengerti soal
zaman akhir menjadi mantera, maka
priayi zaman dulu. gantilah kata-kata
priayi zaman akhir
dengan priayi
zaman dulu.”
70. Rumah Tuturan ini “Nah, lebih enak Interogatif Sindiran
„aku‟ disampaikan oleh dengan listrik, ya
dua orang tetangga Mas?”
belakang rumah
„aku‟ saat
menghadiri acara
tahlil seratus hari
kepergian ayah
„aku‟. Tuturan ini
dimaksudkan untuk
menyindir karena
pemasangan listrik
baru terlaksana
setelah kematian
67
ayahnya.
71. Rumah Tuturan ini “Ngawur! Jangan Imperatif Suruhan
Kenthus disampaikan oleh ngomong yang dan
Kenthus kepada macam-macam. Deklaratif
istrinya. Dia Lebih baik siapkan
menyuruh Dawet kopi dan siapkan
untuk menyiapkan Gudang Garam.”
kopi dan rokok.
72. Tuturan ini “Nanti Kang, aku Interogatif Bujukan
disampaikan oleh jadi takut. Kamu
Dawet yang merasa sungguh-sungguh
takut karena prilaku bukan sedang
suaminya yang tiba- mintoni?
tiba berubah. Lho, meskipun
Melalui tuturannya kamu melarat aku Imperatif
Dawet membujuk tidak mau jadi
agar suaminya sadar janda. Sungguh
dan tidak melakukan Kang!”
hal yang aneh-aneh.
73. Tuturan ini “Sudah kukatakan Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh jangan macam- dan
Kenthus. Karena macam. Nah, Imperatif
malas mendengar pergilah ke warung
„ocehan‟ Dawet ia sana!”
menyuruh istrinya
itu ke warung.
74. Tuturan ini “Kan uang tadi Deklaratif Harapan
disampaikan Dawet, bukan hasil
ia berharap bahwa nyolong Kang”
uang yang diperoleh
suaminya bukan
hasil mencuri.
75. Tuturan ini “Ngawur lagi! Imperatif Perintah
disampaikan oleh Sepanjang dan
Kenthus kepada mengenal si Interogatif
Dawet. Ia Kenthus,
meyakinkan Dawet pernahkah kamu
bahwa ia bukanlah mendengar si
maling. Kenthus jadi
maling?”
76. Tuturan ini “Ya. Tetapi mbok Deklaratif Permintaan
disampaikan oleh ya katakan,
Dawet kepada mengapa kamu
Kenthus yang berubah tingkah
meminta agar ia hari ini.”
68
menceritakan alasan
mengapa suaminya
berubah sikap.
77. Tuturan ini “Nah, sudah jelas Interogatif Suruhan
disampaikan oleh kan? Jadi, sore dan
Kenthus yang nanti, lihatlah. Deklaratif
menyuruh Dawet Semua orang
untuk melihat orang- kumpul di sini
orang yang akan hendak setor buntut
berkumpul di tikus. Mereka akan
rumahnya untuk antre dan
setor buntut tikus. berhimpitan di
hadapanku.”
78. Rumah Tuturan ini “He, Thus, aku Deklaratif Suruhan
Kenthus disampaikan oleh dapat lima puluh
Korim kepada buntut. Sini, bayar
Kenthus. Korim lima ratus,”
yang sudah
membawa buntut
tikus meminta uang
bayaran yang
dijanjikan Kenthus.
79. Tuturan ini “Kalian bisa Deklaratif Perintah
disampaikan menunggu sampai
Kenthus kepada semua orang
Korim. Sebelum ia datang. Kemudian
menerima susun antrean agar
bayarannya, Kenthus tertib.”
memerintahkan
Korim agar
menunggu sampai
orang-orang datang,
dan menyuruhnya
agar ia menertibkan
antrean.
80. Tuturan ini “Intiplah keluar. Interogatif Suruhan
disampaikan oleh Hi-hi. Lucu, ya?”
Kenthus kepada
Dawet. Ia menyuruh
istrinya untuk
melihat orang-orang
yang sudah
berkumpul dan
berdesakan demi
menyetor buntut
tikus.
69
wong gemblung.
Tuturan ini
bermaksud
menyuruh Sulam
agar ia memberi tahu
siapa orang yang
memanggilnya
seperti itu.
90. Tuturan ini “Oh, aku tahu Deklaratif Bujukan
disampaikan „aku‟ sekarang. Kamu
kepada Sulam yang tak usah menunggu
menginginkan baju emakmu. Nanti aku
baru untuk lebaran. yang memberimu
Tuturan ini baju.”
bermaksud
membujuk Sulam
agar ia tidak
mengunggu
emaknya. Karena
emak Sulam sudah
tiada.
91. Tuturan ini “Oh iya. Kamu Deklaratif Suruhan
disampaikan oleh nanti akan
„aku‟ kepada Sulam, memakai baju yang
dengan maksud baik. Tetapi aku
menyuruhnya agar tidak akan
datang mengambil menyerahkan baju
baju barunya di pagi itu kepadamu
hari saat lebaran. sekarang. Nanti
saja, tepat pada hari
lebaran kamu pagi-
pagi kemari.”
92. Tuturan ini “Ya, tetapi Deklaratif Anjuran
disampaikan oleh untukmu, nanti
„aku‟. Sulam yang saja. Aku tidak
terus mendesak bohong. Bila baju
„aku‟ agar itu kuberikan
memberinya baju sekarang, wah,
baru. Namun, „aku‟ repot. Kamu pasti
tidak akan mengotorinya
memberikannya dan dengan lumpur
menganjurkan Sulam sebelum Lebaran
agar memakainya itu tiba.”
saat lebaran saja.
93. Di dalam Tuturan ini “He, sira! Kenapa Interogatif Suruhan
bus disampaikan oleh kamu tidak turun?
72
(Analisis mengikuti cara Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi oleh peneliti)
73
B. Pembahasan Penelitian
1. Analisis Data
Makna Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya
Ahmad Tohari
(2) “Berhenti, Bung mau berbicara soal koperasi! Tunggu Sampir, aku
mau menanyakan selain kepadamu apakah kesepakatan kita masih
berkepanjangan?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras, yang kurang
sepakat atas usul Sampir mengenai pinjaman koperasi untuk Sanwirya.
Waras dan Sampir selalu berselisih paham. Pada awal pembicaraan
keduanya telah sepakat untuk tidak memberikan rencana yang sulit,
namun Sampir kembali memberikan ide mengenai pinjaman koperasi.
75
Tuturan (2) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dilihat dari
modus kalimat, tuturan tersebut bermodus imperatif dan interogatif. Makna
perintah dalam tuturan tersebut dapat kita lihat dengan memperhatikan konteks,
bahwa Waras memerintahkan Sampir untuk berhenti bicara tentang koperasi
„Berhenti, Bung mau berbicara soal koperasi!‟ Meskipun tuturan tersebut
disampaikan oleh orang yang memiliki status sosial yang sederajat, namun
tuturan yang disampaikan Waras „aku mau menanyakan selain kepadamu
apakah kesepakatan kita masih berkepanjangan?‟ menegaskan bahwa
sebelumnya ada kesepakatan dari mereka bahwa tidak akan memberikan
rencana jasa yang sulit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tuturan (2)
memiliki makna imperatif perintah agar Sampir „berhenti bicara soal koperasi.‟
(3) “Dengar Sampir, Kau harus menyetujui kata-kataku ini. Bahwa jasa-
jasa buat Sanwirya seharusnya bukan merupakan hal yang tanggung.
Semuanya baru memadai bila Sanwirya sudah memegang polis
asuransi jiwa. Sebab semua penderes semestinya mati bila jatuh dari
pohon kelapa. Sehingga akan terdengar suara semacam ini. Seorang
penderes semacam Sanwirya telah menanggungkan nyawanya hingga
bila ia jatuh dan mati, istrinya takkan kesukaran mencari kain kafan.
Merdu mana dengan gamelan degung kedengarannya?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras sebagai bentuk
perintah kepada Sampir agar menyetujui rencana yang dia usulkan.
(4) “Kau Sampir! Ada jasa yang masih dapat kau lakukan. Turuti
permintaan Nyai Sanwirya memanggil modin!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „Aku‟ kepada Sampir
sebagai maksud memberi perintah kepada Sampir agar segera
76
Tuturan (4) merupakan tuturan yang terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat
Sanwirya”. Sama halnya seperti tuturan (2) dan (3) tuturan ini juga memiliki
makna imperatif perintah. Jika dilihat, tuturan ini bermodus imperatif. Selain
tuturan berkonstruksi imperatif, pemaknaan juga dapat dilihat dengan
mencermati konteks tuturan, yakni „Si „Aku‟ memerintahkan Sampir untuk
menuruti permintaan Nyai Sanwirya; memanggil Modin‟ ketegasan dan
keharusan Sampir menuruti permintaan Nyai Sanwirya dalam tuturan tersebut
menunjukkan terdapat makna imperatif perintah di dalam tuturan tersebut.
Semakin teliti konteks tuturan dicermati akan semakin mudah makna
imperatif ditangkap. Maka, dalam pemakaian bahasa yang sesungguhnya di
dalam masyarakat, konteks tuturan itu tidak pernah boleh dilepaskan.
(5) “Memang, banyak kerbau yang bisa dikendalikan dengan tali kekang
biasa. Tetapi buat si Cepon terang tidak cukup. Hidungnya harus
dicucuk kaluh. Ah, urusan seekor kerbau, akulah yang lebih tau. Kalau
tidak demikian, mengapa aku sampean undang kemari?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Musgepuk kepada
Ayah dengan maksud memerintah ayah agar mempercayainya.
Sebelumnya ayah meminta Musgepuk memasang tali kekang biasa
saja untuk Cepon, namun Musgepuk merasa bahwa untuk urusan
kerbau ia yang lebih tahu.
Sutabawor tidak mudah putus asa karena pohon jengkolnya yang sulit berbuah,
tetapi di dalamnya terdapat makna perintah agar Sutabawor tidak menebang
pohon jengkolnya dan menunggu sampai hari jumat kliwon, karena mertuanya
itu akan mengadakan setiar dengan mantra srana.‟
(9) “Kalian bisa menunggu sampai semua orang datang. Kemudian susun
antrean agar tertib.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan Kenthus kepada Korim.
Kenthus yang merasa sudah memiliki kekuasaan setelah mimpi
nunggang macan memerintahkan Korim agar menunggu orang-orang
datang dan perintah untuk menertibkan antrean.
(10) “Turun!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kondektur kepada
pengemis. Suasana di bus sangat panas. Saat itu kondektur baru saja
bertengkar dengan sopir. Sebelumnya kondektur sudah menegur
pengemis agar turun, karena pengemis diam saja maka, ia dengan
tegas kembali memerintahkan pengemis untuk turun dari bus.
Dari hasil data tabel 4.1 terlihat bahwa makna imperatif suruhan ternyata
paling dominan ditemukan dalam kumpulan cerpen ini, yakni sebanyak 31
tuturan. Makna imperatif suruhan pada tuturan kumpulan cerpen ini tidak
selalu ditandai dengan penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah,
hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Tetapi makna didapatkan dari
memerhatikan konteks yang melatabelakangi terjadinya tuturan.
4
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 50
80
tuturan, makna suruhan menjadi lebih jelas, bahwa „Sarji menyuruh Karyamin
pulang ke rumah karena ia melihat Karyamin tidak fokus bekerja. Hal ini
ditandai dengan Karyamin yang sudah dua kali terjatuh saat membawa batu
ke pangkalan.‟
Tuturan (12) merupakan lanjutan dari tuturan (11) terdapat dalam cerpen
“Senyum Karyamin”. Tuturan tersebut bermodus interogatif dan deklaratif.
Jika pada tuturan (11) alasan Sarji menyuruh Karyamin pulang tidak secara
eksplisit diterangkan, maka pada tuturan (12) ini melalui tuturan yang
disampaikan Sarji makna imperatif suruhan menjadi lebih jelas. Tuturan Sarji
yang cenderung „memprovokasi‟ Karyamin dengan mengatakan bahwa istri
Karyamin mungkin sedang digoda oleh petugas bank harian yang setiap hari
menagih uang setoran. Selain itu, tuturan „Pulanglah‟ yang disampaikan oleh
Sarji kepada Karyamin pada tuturan (11) dan (12) cukup mewakili bahwa ini
adalah makna imperatif suruhan.
(13) “Min!” Kamu diam saja, apakah kamu tidak melihat ikan putih-putih
sebesar paha?
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh salah seorang kawan
Karyamin yang melihat beberapa orang perempuan pulang dari pasar
dan sedang menyeberang sungai.
Tuturan (13) juga terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin”. Tuturan ini
memiliki modus imperatif dan interogatif. Secara bentuk kalimat tuturan ini
adalah bentuk pertanyaan. Akan tetapi, dengan melihat konteks bahwa tuturan
ini tidak digunakan untuk bertanya maka ada makna lain, yaitu makna
imperatif suruhan. Adapun yang menjadi penentu adalah konteks tuturannya,
81
(15) “Baik kalau itu menyulitkan kita singkirkan saja. Yang pertama-tama
harus kita selenggarakan adalah makanan untuk keluarga Sanwirya.
Siapa yang mengetahui ada peladang sedang mencabuti ubi kayu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir kepada Waras,
„aku, dan Ranti. Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Dalam tuturan ini Sampir bermaksud menyuruh kawan-
kawannya untuk mencari ubi kayu.
Tuturan (15) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dilihat dari
modus kalimat, tuturan tersebut bermodus deklaratif dan interogatif.
Munculnya makna suruhan dalam tuturan tersebut berasal kalimat yang berisi
82
(17) “Itu berarti Waras telah sepakat. Catat Ranti! Satu rencana jasa telah
kita setujui. Selanjutnya saya bermaksud menjual jaketku sebagai
upah dukun. Siapa yang akan menutup kekurangannya?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir karena mereka
sudah sepakat tentang kebaikan yang akan diberikan kepada Sanwirya.
Dalam tuturan ini Sampir juga bermaksud menyuruh temannya untuk
menutup kekurangan upah dukun.
Tuturan (17) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Dilihat dari
bentuk kalimat, tuturan tersebut bermodus deklaratif, imperatif dan interogatif.
Berdasarkan konteks tuturan didapati bahwa mereka telah mencapai kata
sepakat untuk satu rencana jasa yang akan diberikan kepada Sanwirya.
Sedangkan, makna imperatif suruhan didapati dari tuturan yang disampaikan
83
(18) “Akan kita buktikan siapa di antara kita yang tidak kehilangan separo
akal sehat, Dan kau Waras bisa meninggalkan lincak ini bila mau!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir sebagai
lanjutan dari tuturan sebelumnya. Dalam tuturan ini Sampir secara
halus menyuruh Waras untuk meninggalkan perundingan mereka,
apabila Waras masih tidak mau sepakat.
Tuturan (18) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan ini
bermodus imperatif. Meski demikian, makna imperatif suruhan dalam tuturan
ini tidak terlepas dari konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan
tersebut. Dalam hal ini, Sampir menyuruh Waras meninggalkan perundingan
mereka jika Waras masih saja tidak mencapai kata sepakat.
(20) “Sampir kau tak boleh membunuh Sanwirya dengan cara melolong
seperti itu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ranti kepada Sampir
yang sedang berteriak. Tuturan ini bermaksud nyuruh Sampir agar ia
berhenti berteriak.
84
Tuturan (21) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan ini
bermodus deklaratif. Tuturan yang berbunyi, „panggilkan modin‟ meski tidak
ada penanda linguistik imperatif „suruhan‟ di dalamnya, tuturan ini dapat
dikategorikan memiliki makna imperatif suruhan. Adapun yang menjadi
penentu adalah konteks tuturannya, „Tuturan ini disampaikan oleh Nyai
Sanwirya. Saat keluar rumah ia mengetahui bahwa ternyata kawan-kawan
suaminya sedang berkumpul merencanakan belas kasihan untuk keluarganya.
Ia yang merasa tidak memerlukan belas kasihan menyuruh agar dipanggilkan
Modin karena suaminya hampir ajal.‟
Perhatikan tuturan (15), (16), (17), (18), (19), (20), dan (21). Tuturan
tersebut dapat dikategorikan ke dalam ranah kemasyarakatan. Salah satu
alasannya ialah tuturan tersebut dituturkan dalam konteks sosial masyarakat.
Dalam ranah kemasyarakatan khusunya tuturan dalam konteks tersebut, tidak
terlalu memerhatikan jarak peringkat sosial, sehingga makna suruhan lazim
disampaikan dalam ranah tersebut.
(22) “Mamah ini supaya kau dapat mengisap airnya. Ayo, jangan
menunggu sampai kau pingsan.”
Konteks tuturan: Tuturan disampaikan oleh Kimin. Ia berhasil
menemukan sebatang pohon pisang di balik semak. Kulit batangnya
yang basah diberikan kepada Suing agar ia dapat meminum airnya dan
tidak pingsan karena kelaparan.
85
(23) “Lah! Jadi, air dan makanan itu untuk temanmu? Cepat, Nak! Dan
kali lain bila hendak mengambil kayu, jangan lupa membeli karcis.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh pemilik warung. Dia
yang mengetahui bahwa Kimin merupakan salah satu pencuri kayu
yang sedang dicari polisi kehutanan. Tuturan ini ia sampaikan kepada
Kimin sebagai bentuk suruhan agar Kimin segera memberikan
makanan kepada Suing yang hampir pingsan.
(24) “Ya, ya. Aku tidak kaget. Tetapi temanmu itu, Nak. Ayo, cepat! Bila
berjumpa polisi kehutanan, tunjukkan karcismu.
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh pemilik warung yang
kembali ingat kepada teman Kimin yang hampir pingsan. Tuturan ini
bermaksud agar Kimin lekas pergi memberikan makanan kepada
temannya.
Tuturan (24) merupakan lanjutan dari tuturan (23) yang terdapat dalam
cerpen “Surabanglus”. Tuturan tersebut bermodus deklaratif dan imperatif.
Pada tuturan (24), makna imperatif suruhan selain ditemukan dari konteks
tuturan, juga ditemukan dari penanda konstruksi imperatif ayo, cepat dan
86
(25) “Astaga! Suing, kau makan juga singkong surabanglus itu? Kau
makan semuanya? “Dengar, Suing! Kau makan jugakah singkong itu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kimin yang sudah
kembali dari warung membawa makanan. Kimin yang melihat
sekeliling perapian terdapat remah-remah singkong. Segera ia
menyuruh Suing sadar dan menjawab pertanyaannya.
(27) “Lho, lihat, yang hendak kutusukkan ini bukan apa-apa, melainkan
sekadar jarum bambu. Yang hendak kutusuk juga bukan apa-apa
melainkan sekadar cingur kerbau dungu. Dasar perempuan. Apa yang
membuat kau merasa ngeri?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan Musgepuk kepada beberapa
perempuan yang sedang menonton „pertunjukannya‟. Ia dengan
sombong menyuruh semua yang menonton untuk melihat baik-baik.
Untuk tuturan (26) dan (27) terdapat dalam cerpen “Tinggal Matanya
Berkedip-kedip”. Tuturan tersebut memiliki modus kalimat deklaratif dan
interogatif. Untuk tuturan (26) makna imperatif suruhan dapat kita lihat dengan
memperhatikan konteks terjadinya tuturan tersebut. Sedangkan, makna
87
Tuturan (28) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan ini bermodus
deklaratif. Sama halnya dengan tuturan (27), pada tuturan (28) makna imperatif
suruhan selain dimaknai melalui konteks juga dapat dilihat dari gerak kinesik
penutur, dalam hal ini ditandai dengan gerakan karib „aku‟ memberikan koran
kepada „aku‟. Dengan memberikan koran hal ini bermaksud bahwa karib „aku‟
menyuruh „aku‟ agar membaca berita yang ada di koran.
5
Rahardi, Sosiopragmatik, h.58
88
(30) “Eh, katakan saja, demi kebaikanmu sendiri dan demi bayimu yang
pasti memerlukan wali bila kawin kelak.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Disampaikan oleh hansip yang sekali lagi menyuruh
Blokeng agar mau memberi tahu siapa sebenarnya ayah dari anaknya.
Tuturan (30) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk deklaratif atau pernyataan. Meski makna imperatif
suruhan tidak dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif, tuturan yang
disampaikan oleh hansip yang berbunyi „Eh, katakan saja‟ dapat dianggap
sebagai maksud suruhan kepada Blokeng agar ia mau mengatakan perihal siapa
ayah sah dari banyinya.
(31) “E, lha. Sabar Nak, sabar. Pertama, carilah kutu di kepalamu sendiri.
Cari kesalahan pada dirimu mengapa pohon jengkol ini tidak mau
berbuah. Jangan tergesa seperti itu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua Sutabawor
yang menyuruh Sutabawor agar bersabar dan tidak tergesa menebang
pohon jengkol. Mertuanya juga memperingatkan Sutabawor agar
mencari penyebab kenapa pohon jengkolnya tidak mau berbuah.
(35) “Nah, sudah jelas kan? Jadi, sore nanti, lihatlah. Semua orang
kumpul di sini hendak setor buntut tikus. Mereka akan antre dan
berhimpitan di hadapanku.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus yang
menyuruh Dawet untuk melihat orang-orang yang akan berkumpul di
rumahnya untuk setor buntut tikus.
91
(36) “He, Thus, aku dapat lima puluh buntut. Sini, bayar lima ratus,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Korim kepada Kenthus.
Korim yang sudah membawa buntut tikus meminta uang bayaran yang
dijanjikan Kenthus.
Tuturan (38) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Penanda linguistik imperatif
-lah pada „Cepatlah layani mereka‟ menunjukkan bahwa tuturan ini bermakna
imperatif suruhan. Selain itu, penentu lainnya adalah berdasarkan konteks,
yakni „Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus. Dawet yang
melihat kerumunan orang sudah mengantre di depan rumahnya menunggu
Kenthus keluar. Ia menyuruh suaminya segera keluar melayani orang-orang
yang sudah datang.‟
Makna sosiopragmatik suruhan yang ditemukan dalam ranah kekeluargaan
cukup dominan. Kenyataan kebahasaan yang demikian ini memang sangatlah
wajar mengingat dalam ranah keluarga, hubungan antaranggota keluarga itu
lazimnya bersifat sangat personal. Dengan begitu, maka masing-masing akan
sangat mudah saling menyuruh untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
Jadi, hubungan personal demikian itulah yang menyebabkan makna
sosiopragmatik suruhan cukup banyak digunakan dalam ranah keluarga.
(40) “Oh iya. Kamu nanti akan memakai baju yang baik. Tetapi aku tidak
akan menyerahkan baju itu kepadamu sekarang. Nanti saja, tepat
pada hari lebaran kamu pagi-pagi kemari.”
93
(41) “He, sira! Kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta?
Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan
rumpon?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh kondektur bus kepada
pengemis yang sedang jongkok dekat pintu belakang. Suasana di
dalam bus sangat panas, kondektur yang sedang marah kembali
menumpahkan kata kasarnya kepada pengemis. Melalui tuturannya ia
menyuruh pengemis untuk turun.
dengan imperatif yang sifatnya literal maupun yang sifatnya tidak literal.
Begitu pula dapat dinyatakan melalui gerak kinesik.
(42) “Tenanglah Nyai, tenang. Kami belum pergi dari sini karena kami
sudah sepakat akan mengasihani suamimu. Kami sedang
merencanakan banyak jasa untuk menolong kalian,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Sampir kepada Nyai
Sanwirya. Saat itu Nyai Sanwirya histeris dan hampir pingsan saat
mengetahui suaminya hampir ajal. Tuturan ini bermaksud meminta
Nyai Sanwirya agar ia tenang.
Tuturan (43) terdapat dalam cerpen “Si Minem Beranak Bayi”. Tuturan
tersebut secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Makna imperatif
permintaan muncul jika kita lihat tuturan „Tunggu. Aku ambil air untuk mu‟
yang disampaikan oleh ibu mertua Kasdu. Maksud tuturan tersebut ialah ibu
mertuanya meminta Kasdu untuk menunggu karena ia akan mengambilkan air.
95
Perhatikan tuturan (42) dan (43). Tuturan tersebut dapat dibedakan dari
dimensi sosial saat tuturan tersebut disampaikan. Untuk tuturan (42) termasuk
dalam ranah kemasyarakatan, dalam ranah tersebut makna sosiopragmatik
permintaan dapat diketahui dari konteks tuturan. Yang mana maksud dari
tuturan tersebut untuk meminta seseorang agar tenang. Sedangkan, tuturan (43)
masuk dalam ranah kekeluargaan. Hubungan menantu dan mertua di dalam
ranah kekeluargaan cukup dekat sehingga makna permintaan bisa saja muncul.
Tuturan (44) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Melalui „Aku mau
lihat koran kemarin, atau hari ini‟ dalam tuturan tersebut terdapat maksud atau
makna imperatif permintaan di dalamnya. Jika kita lihat, ketika penutur
menyampaikan keinginannya untuk melihat berita ada maksud permintaan agar
ia diberikan koran oleh karibnya itu.
Tuturan (45) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif. Akan tetapi, ketika
penutur menyampaikan pertanyaan „Nah, siapa namanya?‟ mengandung unsur
imperatif permintaan di dalamnya. Dalam hal ini, petugas polisi meminta
diberikan data-data mayat yang ditemukan mengapung di kali setelah „aku‟
mengakui bahwa mayat tersebut adalah karibnya.
96
(46) “Pak, aku menunggu di sini. Mungkin nanti ada saudaraku yang
lewat sehingga aku ada teman buat mengurus mayat ini.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan tuturan sebelumnya.
Disampaikan oleh „aku‟ dengan maksud meminta kepada polisi agar
ia diizinkan mengurus mayat karibnya itu.
Tuturan (46) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan atau deklaratif. Maksud imperatif
permintaan memang tidak dinyatakan dalam wujud imperatif ataupun penanda
kesantunan imperatif seperti kata tolong, coba, harap, dan mohon. Akan tetapi,
tuturan yang disampaikan „aku‟ kepada polisi, yakni „Pak, aku menunggu di
sini‟ memiliki makna imperatif permintaan di dalamnya. Dalam hal ini, „aku‟
meminta kepada polisi agar ia diizinkan mengurus mayat karibnya itu.
(47) “Ya. Tetapi mbok ya katakan, mengapa kamu berubah tingkah hari
ini.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus
yang meminta agar ia menceritakan alasan mengapa suaminya
berubah sikap.
(48) “Kali ini jangan bicara soal ayam, Mas. Saya mau minta tolong, dan
ini amat penting.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Samin kepada „aku‟.
Melalui tuturan ini ia bermaksud meminta tolong agar „aku‟ mau pergi
ke rumah Madrakum yang sedang sekarat menunggu ajal.
(49) “Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya Cuma mau
ngemis kok. Coba, suruh sopir berhenti. Nanti saya akan turun.
Mumpung belum jauh.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh pengemis yang
dimarahi oleh kondektur. Melalui tuturan ini ia bermaksud meminta
kondektur agar memberi tahu sopir untuk berhenti agar ia dapat turun
dari bus.
dengan hadirnya penanda kesantunan itu, partikel –lah juga lazim digunakan
untuk memperhalus kadar tuturan imperatif permohonan.
(50) “Aku tidak boleh berkata apa-apa. Kalau mulutku bocor dia akan
memukulku dengan ini,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Blokeng kepada hansip.
Blokeng yang takut akan diikat oleh hansip, melalui tuturannya ia
bermaksud memohon kepada hansip untuk berhenti bertanya
kepadanya.
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tuturan yang memiliki makna
sosiopragmatik desakan sebanyak 7 tuturan. Lazimnya, imperatif dengan
makna desakan menggunakan kata ayo atau mari sebagai pemarkah makna.
Selain itu, kadang-kadang digunakan juga kata harap atau harus untuk
memberi penekanan maksud tertentu.
(51) “Istrimu tidak hanya menarik mata petugas bank harian. Jangan
dilupa tukang edar kupon buntut itu. Kudengar dia juga sering datang
ke rumahmu bila kamu sedang keluar. Apa kamu juga percaya dia
datang hanya untuk menjual kupon buntut? Jangan-jangan dia
menjual buntutnya sendiri!”
Konteks tuturan: Tuturan merupakan lanjutan dari tuturan sebelumnya,
di sampaikan oleh salah seorang kawan Karyamin. Meski tuturan ini
secara keseluruhan merupakan tuturan yang berisi informasi, namun
tuturan ini disampaikan dengan maksud mendesak Karyamin agar
pulang ke rumahnya.
99
Tuturan (53) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Secara bentuk kalimat
tuturan ini berbentuk pernyataan. Namun, ketika penutur menyampaikan
„Ceritakan dulu. Kamu harus ...‟ terdapat maksud desakan di dalamnya.
100
Tuturan (54) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pertanyaan. Akan tetapi, dengan melihat konteks
bahwa tuturan ini tidak digunakan untuk bertanya maka ada makna lain dalam
tuturan ini. Dalam hal ini, makna imperatif yang muncul adalah desakan.
Ketika penutur menyampaikan „Ah, mana koran kemarin?‟ memiliki maksud
desakan. Kata „Ah‟ dapat dianggap sebagai bentuk desakan agar ia segera
diberikan koran.
Tuturan (55) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif. Sama seperti tuturan (51),
latarbelakang munculnya tuturan (55) juga merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya yakni tuturan (6) yang memiliki makna imperatif perintah. Jika
tuturan yang bermakna perintah atau suruhan diucapkan secara berulang-ulang
dapat memunculkan makna imperatif desakan. Hal ini dikarenakan sesuatu hal
yang mendesak harus dilakukan sesegera mungkin. Dalam konteks tuturan ini,
„Hansip terus mendesak Blokeng dengan berbagai pertanyaan perihal siapa
ayah sah dari bayinya.‟
(56) “Eh, jangan alot seperti itu. Aku ini hansip. Kamu tak boleh mungkir.
Atau kudatangkan polisi kemari?”
101
Tuturan (57) terdapat dalam cerpen “Blokeng”. Tuturan ini secara bentuk
kalimat adalah bentuk pertanyaan atau interogatif. Akan tetapi, dengan melihat
konteks bahwa tuturan ini muncul sebagai bentuk rasa ingin tahu hansip
tentang siapa ayah sah anak Blokeng memimbulkan makna imperatif desakan
di dalamnya. Melalui kata „jadi‟ yang disampaikan hansip menandakan bahwa
ada unsur desakan dalam tuturan tersebut.
Pada tuturan (51), (52), (53), (54), (55), (56) dan (57) makna imperatif
desakan dapat ditentukan dari maksud „keharusan‟ dari sebuah tuturan. Selain
itu, tuturan yang memiliki makna suruhan dan perintah apabila diungkapkan
secara berulang-ulang dapat juga menjadi faktor yang menyebabkan ketegasan
maksud imperatif desakan muncul.
Dari hasil tabel 4.1 makna imperatif bujukan diperoleh sebanyak 5 tuturan.
Imperatif yang bermakna bujukan di dalam bahasa Indonesia, biasanya,
diungkapkan dengan penanda kesantunan ayo atau mari. Selain itu, dapat juga
imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunan tolong.
102
(58) “Iya, Min, Iya. Tetapi kamu lapar, kan? “Makan, ya Min? Aku tak
tahan melihat orang lapar. Tak usah bayar dulu. Aku sabar Menunggu
tengkulak datang. Batumu juga belum dibayarnya, kan?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Saidah untuk
meyakinkan Karyamin agar mau „makan‟ nasi yang dijualnya. Saidah
mengetahui kondisi Karyamin yang sudah setengah bulan, tengkulak
yang biasa membawa batunya menghilang dan belum membayar batu
Kayamin. Saidah juga memaklumi keadaan Karyamin.
(59) “Oh, itu gampang. Gampang! Sampean akan melihat nanti si Cepon
yang baru kujinakkan ini akan menggarap sawah sampean dengan
gampang. Empat petak sawah sampean akan diselesaikannya dalam
waktu setengah hari. Percayalah!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Musgepuk kepada
Ayah. Dia yang merasa mampu menyelesaikan tugasnya, berusaha
meyakinkan Ayah agar sabar menunggu. Melalui tuturan „Percayalah!
terdapat makna tuturan imperatif bujukan.
membajak berusaha meyakinkan dan membujuk ayah bahwa tidak lama lagi
Cepon pasti bisa diambil tenaganya untuk membajak.‟
(61) “Nanti Kang, aku jadi takut. Kamu sungguh-sungguh bukan sedang
mintoni? Lho, meskipun kamu melarat aku tidak mau jadi janda.
Sungguh Kang!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet yang merasa
takut karena prilaku suaminya yang tiba-tiba berubah. Melalui
tuturannya Dawet membujuk agar suaminya sadar dan tidak
melakukan hal yang aneh-aneh.
(62) “Oh, aku tahu sekarang. Kamu tak usah menunggu emakmu. Nanti
aku yang memberimu baju.”
104
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah makna imbauan sebanyak 2
tuturan. Imperatif yang mengandung makna imbauan, lazimnya, digunakan
bersama partikel –lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan bersama
dengan ungkapan penanda kesantunan harap dan mohon.
(64) “Blokeng bukan perawan Mariam. Dan bayinya bukan Yesus yang
ketika lahir sudah mampu mengatasi keblingsatan semacam ini.
Pokoknya Blokeng tidak seperti keluarga Mariam yang diberkati
banyak hal surgawi. Blokeng hanya diberkati sampah pasar.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Lurah Hadining
kepada warga kampungnya yang geger karena kelahiran bayi Blokeng
yang ayahnya masih belum diketahui siapa. Melalui pidatonya ini ia
mengimbau warganya agar tidak saling curiga atas siapa sebenarnya
ayah bayi Blokeng.
(65) “Nah, lihatlah, Aku seorang diri telah berhasil menangkap si Cepon
dan merebahkannya. Seorang diri!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Musgepuk kepada para
penonton yang menyaksikan ia berhasil merebahkan Cepon. Melalui
6
Rahardi, op. cit., h. 57
106
(69) “Syukur! Marilah. Ada banyak cara untuk merasa kasihan kepada
penderes itu. “Menyobek kaus yang sedang kupakai untuk membalut
luka Sanwirya adalah sejenis rasa kasihan yang telah kulakukan.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh tokoh „aku‟ sebagai
lanjutan dari tuturan sebelumnya. Penutur bermaksud untuk mengajak
kawannya untuk berpikir dari hal yang sederhana sebagai rencana jasa
untuk Sanwirya. Hal ini ditandai dengan imperatif Marilah.
kawannya untuk berpikir dari hal yang sederhana sebagai rencana jasa untuk
Sanwirya.
(70) “Kita akan menemui tengkulak yang biasa menerima gula Sanwirya.
Kukira takkan sulit meminjam sembilan puluh rupiah darinya.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras yang
memberikan rencana jasa untuk Sanwirya. Dalam tuturan ini Waras
mengajak kawan-kawannya untuk menemui tengkulak gula.
Tuturan (70) terdapat dalam cerpen “Jasa-Jasa buat Sanwirya”. Tuturan ini
secara bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Dengan melihat konteks
tuturan yang disampaikan Waras tersebut memiliki makna imperatif ajakan di
dalamnya. Dalam hal ini, Waras mengajak kawan-kawannya untuk menemui
tengkulak gula. Penulis dapat menunjukkan bahwa makna imperatif tuturan
tersebut adalah ajakan karena pertimbangan konteks bagi munculnya tuturan
imperatif tersebut.
(71) “Suing, kamu masih kuat berjalan? Mari kita pulang. Aku akan
memapahmu. Jangan takut kepada polisi kehutanan. Kukira mereka
tak mau menangkap siapa pun yang dipapah. Ayo, ayo, Suing! Kamu
masih mendengar kata-kataku bukan?”
Konteks tuturan: Masih dalam suasana yang sama, Kimin mengajak
Suing pulang dan memberinya semangat agar ia tetap sadar dan kuat.
Tuturan (72) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. Tuturan tersebut secara
bentuk kalimat adalah bentuk pernyataan. Maksud imperatif ajakan memang
tidak dinyatakan dalam tuturan yang berwujud imperatif dalam tuturan tersebut.
Akan tetapi, dengan memerhatikan tuturan „Kita ngobrol dulu‟ yang
disampaikan oleh karib „aku‟ terdapat makna ajakan di dalamnya.
(73) “Anu, Mas. Mbok sampean mau pergi ke rumah Madrakum, sekarang.
Jenguklah dia. Kasihan, Mas.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan tuturan sebelumnya.
disampaikan oleh Samin yang mengajak „aku‟ menjenguk Madrakum.
(75) “Kau menyuruh kami meminta ubi kayu? Tak mungkin! Musim ini
semua orang hanya menanam ubi estepe sebab celeng dan monyet tak
mau menyukainya. Kita takkan memberi makan Sanwirya dengan ubi
beracun itu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Waras, yang mengira
bahwa Sampir akan memberikan Sanwirya makanan ubi beracun,
karena ia tahu di desanya orang-orang menanam ubi estepe. Dalam
tuturan ini Waras bermaksud melarang Sampir untuk memberikan
makanan kepada Sanwirya berupa ubi kayu beracun.
Sampir akan memberikan Sanwirya makanan ubi beracun, karena yang ia tahu
di desanya orang-orang sedang musim menanam ubi estepe. Oleh karena itu,
melalui tuturannya Waras bermaksud melarang Sampir memberi Sanwirya
makanan berupa ubi kayu beracun.
(76) “Tunggu Sampir. Biarkan jaketmu tetap di situ. Bila kau bertelanjang
dada siapa yang akan mengurusi bengekmu?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ranti. Pada tuturan
sebelumnya Sampir bermaksud menjual jaketnya sebagai upah dukun.
Ranti yang mengetahui bahwa Sampir memiliki penyakit sesak napas
bermaksud melarang Sampir menjual jaketnya dengan cara menyindir.
Jika dilihat, pada tuturan tersebut terdapat penanda konstruksi larangan „jangan‟
di dalamnya. Selain itu, penulis dapat menunjukkan bahwa tuturan tersebut
memiliki maksud larangan dengan pertimbangan konteks terjadinya tuturan.
Perhatikan kembali tuturan tersebut.
(78) “Kau jangan banyak omong, Kang. Kau lupa, Minem sendiri
dilahirkan ketika aku juga berusia empat belas tahun?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua perempuan
Kasdu kepada suaminya. Suaminya yang masih belum percaya bahwa
anaknya si Minem „bocah‟ berusia empat belas tahun juga sudah
melahirkan bayi. Mertua perempuan Kasdu bermaksud melarang
suaminya agar tidak banyak bicara.
Tuturan (78) terdapat dalam cerpen “Si Minem Beranak Bayi”. Tuturan
tersebut secara bentuk kalimat bermodus deklaratif dan interogatif. Dengan
memerhatikan penanda larangan „jangan‟ penulis dapat menunjukkan bahwa
tuturan tersebut bermakna imperatif larangan. Selain itu, penentu lainnya
adalah konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Melalui
tuturan „Kau jangan banyak omong, Kang.‟ mertua perempuan Kasdu
bermaksud melarang suaminya agar tidak banyak bicara.
(79) “Tunggu! Beranikah kau memakan singkong itu? Aku sudah mencium
baunya. Kini aku yakin kita tak bisa memakannya. Jangan Wing!,
jangan! Bisa celaka kau nanti.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kimin kepada Suing.
Mereka berdua sedang bersembunyi dari kejaran polisi kehutanan.
Kondisi Suing yang kelelahan dan hampir pingsan karena kelaparan.
(81) “Sabar-sabar. Kau masih lemah. Seraup kulit batang pisang takkan
memberimu cukup tenaga. Dan kau akan tetap demikian selama
perutmu kosong. Maka dengarlah. Aku mau lari ke kampung mencari
air dan makanan untukmu. Kau menunggu di sini. Dan ingat, wanti-
wanti kau tidak boleh menjamah singkong bakar itu. Mengerti?”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan dari tuturan
sebelumnya. Setelah Kimin berhasil memberikan sedikit air kepada
Suing, kini ia akan pergi ke sebuah kampung. Tuturan ini
dimaksudkan melarang Suing agar tidak memakan singkong beracun
yang sudah mereka bakar.
boleh secara jelas dapat dijadikan penanda imperatif larangan, dengan catatan
bahwa konteks tuturan tidak boleh diabaikan.
(83) “Nah, awas kamu. aku tidak ingin ada bangkai manusia yang pernah
menginap di rumah ini. kau tahu orang-orang macam dia yang kini
mayatnya tercampak di mana-mana?”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh istri „aku‟ yang sudah
tahu bahwa karib suaminya adalah buronan. Melalui tuturannya ia
bermaksud untuk melarang suaminya agar tidak terlibat dengan
karibnya yang seorang gali.
Tuturan (83) terdapat dalam cerpen “Ah, Jakarta”. tuturan tersebut secara
bentuk bermodus deklaratif dan interogatif. Makna imperatif larangan dalam
tuturan tersebut dinyatakan dengan imperatif yang sifatnya tidak literal. Penulis
dapat menunjukkan bahwa makna imperatif tuturan ini adalah larangan karena
pertimbangan konteks tuturan bagi munculnya tuturan tersebut. Konteks yang
dimaksud adalah sebagai berikut, „Tuturan ini disampaikan oleh istri „aku‟
yang sudah tahu bahwa karib suaminya adalah buronan. Melalui tuturannya
ia bermaksud untuk melarang suaminya agar tidak terlibat dengan karibnya
yang seorang gali.‟
115
(84) “Menebang itu gampang. Anak sekarang memang suka tebang sana
tebang sini, tetapi malas menanam,”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh mertua Sutabawor.
Kakek yang sudah bungkuk itu melarang menantunya sembarangan
menebang pohon.
(85) “Lha! Kamu seperti tak tahu. Rumah siapa saja yang sering
disinggahi orang macam Sulam, bisa apes. Tak ada wibawa dan rejeki
jadi tidak mau datang. Lihat tetanggamu itu; tamunya gagah-gagah,
bagus-bagus. Tamumu malah si Sulam.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh emak/ibu „aku‟ yang
melarang anaknya agar tidak menerima tamu seperti Sulam ke
rumahnya.
(86) “Memang rumahnya kan pasar Wangon dan pasar Jatilawang, bukan
rumahmu ini. kamu saja yang bodoh.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh ibu „aku‟ sebagai
lanjutan tuturan sebelumnya. Melalui tuturannya ibu bermaksud
melarang anaknya agar tidak menerima Sulam di rumahnya.
116
Dari tabel 4.1 jumlah tuturan yang memiliki makna imperatif harapan
sebanyak 2 tuturan. Imperatif yang menyatakan makna harapan, biasanya
ditunjukkan dengan penanda kesantunan harap dan semoga. Kedua macam
penanda kesantunan itu di dalamnya mengandung makna harapan.
(89) “Apakah mak mengira kami tidak membayar? Tadi pagi kami
dimintai uang oleh mandor Dilam. Bangsat dia. Dia menghilang bila
datang polisi kehutanan.”
Konteks tuturan: Tuturan ini merupakan lanjutan sebelumnya.
Disampaikan oleh Kimin yang mengumpat karena kesal. Kimin
118
(90) “Jijik-jijiiiik! Apa itu mimpi nunggang macan? Kamu jadi bau tikus.
Tengik dan busuk! Aku benci, benciiiiiii!”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Dawet kepada Kenthus.
Setelah semua orang menyetor buntut tikus ke rumahnya, ia merasa
jijik akan bau dan perangai suaminya.
Sedikit berbeda dengan bentuk umpatan yang terdapat dalam tuturan (89).
Tuturan (90) terdapat dalam cerpen “Kenthus”. Secara bentuk kalimat tuturan
ini bermodus interogatif dan imperatif. Dalam hal ini, makna imperatif
umpatan muncul akibat rasa jengkel dan kecewa Dawet kepada suaminya,
Kenthus, yang disampaikan melalui tuturan „Jijik-jijiiiik, Tengik dan busuk!
benci, benciiiiiii‟.
Dari hasil tabel 4.1 makna imperatif anjuran diperoleh sebanyak 3 tuturan.
Imperatif yang mengandung makna anjuran, biasanya ditandai dengan
penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya. Makna sosiopragmatik anjuran
lazimnya digunakan sebagai bentuk saran, usul, nasihat ataupun anjuran untuk
melakukan atau berbuat sesuatu.
(91) “Tidak. Beri aku minum saja. Daganganmu sudah ciut seperti itu. aku
tak ingin menambah utang.”
119
(92) “E lah, jadi begitu? “Kalau demikian mantera itu tidak cocok lagi
buat masa sekarang. Sampean yang mengerti soal mantera, maka
gantilah kata-kata priayi zaman akhir dengan priayi zaman dulu.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan tamu Sutabawor kapada
kakek. Mereka bermaksud menganjurkan kakek agar mengganti kata-
kata mantera priayi zaman akhir menjadi priayi zaman dulu.
(93) “Ya, tetapi untukmu, nanti saja. Aku tidak bohong. Bila baju itu
kuberikan sekarang, wah, repot. Kamu pasti akan mengotorinya
dengan lumpur sebelum Lebaran itu tiba.”
120
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh „aku‟. Saat itu, Sulam
terus mendesak „aku‟ agar memberinya baju baru. Namun, „aku‟ tidak
memberikannya karena ia khawatir baju tersebut akan dikotori Sulam
sebelum hari lebaran tiba. Karenanya ia menganjurkan Sulam agar
memakainya saat lebaran saja.
7
Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2005), h. 116
121
(95) “Hi-hi, biar saja. Aku belum puas melihat liliput-liliput itu
berdesakan. Seperti bebek menunggu gabah, ya? Hi-hi.”
Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kenthus kepada Dawet.
Ia menyindir orang-orang yang datang ke rumahnya rela berdesakan
setor buntut, bak bebek menunggu gabah.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data yang diuraikan dalam pembahasan, diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Makna sosiopragmatik imperatif yang ditemukan dalam kumpulan cerpen
Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari sebanyak empat belas macam
makna imperatif. Keempat belas macam makna imperatif tersebut di
antaranya (a) makna imperatif perintah, (b) makna imperatif suruhan, (c)
makna imperatif permintaan, (d) makna imperatif permohonan, (e) makna
imperatif desakan, (f) makna imperatif bujukan, (g) makna imperatif
imbauan, (h) makna imperatif persilaan, (i) makna imperatif ajakan, (j)
makna imperatif larangan, (k) makna imperatif harapan, (l) makna
imperatif umpatan, (m) makna imperatif anjuran dan (n) makna imperatif
sindiran. Makna-makna imperatif tersebut diperoleh dari hasil data tuturan
sebanyak sembilan puluh lima wujud imperatif yang terdapat dalam
kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Pemahaman
terhadap wujud dan makna imperatif dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin karya Ahmad Tohari sangat ditentukan oleh keberadaan konteks
situasi tutur yang terdapat di dalam cerita atau narasi cerpen tersebut.
Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari terdapat
tiga ranah kehidupan yang mencerminkan konteks sosial dan situasional
masyarakat pedesaan. Ketiga ranah kehidupan tersebut di antaranya adalah
ranah kekeluargaan, ranah kemasyarakatan, dan ranah pemerintahan desa.
Beragamnya wujud dan makna imperatif yang diperoleh dalam kumpulan
cerpen ini dikarenakan gaya bahasa kumpulan cerpen ini lugas, jujur, dan
sederhana, disamping kuatnya metafora dan ironi. Berdasarkan hal-hal
tersebut, maksud tuturan imperatif dalam kumpulan cerpen ini menjadi
sangat beragam. Selain itu, terdapat pesan persaudaraan dan nilai-nilai
kehidupan yang dapat diteladani dari kumpulan cerpen ini.
124
125
B. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan, penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian mengenai entitas imperatif
maka dapat melakukan penelitian yang sama, namun menggunakan
ancangan lain yang belum pernah dilakukan. Misalnya melakukan
penelitian terhadap entitas imperatif dalam bahasa Indonesia dengan
ancangan sosiolinguistik. Hal tersebut, akan menambah referensi tentang
kajian entitas imperatif dalam bahasa Indonesia.
2. Bagi siswa dan guru, memahami wujud dan makna imperatif dapat dapat
dimanfaatkan dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Memahami
bentuk imperatif dan maknanya menunjang keterampilan berbicara agar
dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, bagi sekolah
diharapkan melengkapi perpustakaan sekolah dengan bahan bacaan sastra
yang memadai. Hal ini dapat menanamkan kecintaan membaca buku
khususnya bacaan sastra pada siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, cet. 8.
Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Cruse, Alan. A Glossary of Semantics and Pragmatics. Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2006. (ebook)
Cummings, Louise. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Echlos, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia, 2000.
Griffiths, Patrick. An Introduction to English Semantics and Pragmatics.
Edinburgh: Edinburgh University Press, 2006.
HP, Achmad dan Alex Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga, 2012.
Ihsan, Diemroh. Pragmatik, Analisis Wacana dan Guru Bahasa. Palembang:
Universitas Sriwijaya, 2011.
Ismail, Taufik. “Potensi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Mengembangkan
Nilai-Nilai Karakter Bangsa” disampaikan saat Festival Bulan Bahasa
2011, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu, 29
Oktober 2011.
Jendra, Made Iwan Indrawan. Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language.
Yogyakarta: Graha llmu, 2010.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Kurniawan, Heru dan Sutardi. Penulisan Sastra Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012.
Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa: Langkah awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2005.
Leech, Geofferey. Prinsip-prinsip Pragmatik, penerjemah, M.D.D. Oka. Jakarta:
UI-Press, 2011.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, dan Tekniknya. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2011.
126
127
A. Standar Kompetensi
7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerpen
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
7.2 Menemukan bentuk dan makna imperatif serta menganalisis nilai-nilai kehidupan
pada cerpen dalam buku kumpulan cerita pendek (cerpen)
Indikator:
a) Mampu menentukan unsur pokok cerpen yang dibaca dalam kumpulan cerpen
b) Mampu menemukan bentuk-bentuk imperatif yang terdapat dalam kumpulam cerpen
c) Mampu mengklasifikasikan makna imperatif yang terdapat dalam kumpulan cerpen
d) Mampu menemukan nilai-nilai kehidupan yang positif maupun negatif dalam
kumpulan cerpen
e) Mampu menyimpulkan nilai kehidupan dalam cerpen yang dapat menjadi teladan
siswa
C. Tujuan Pembelajaran
1. Peserta didik dapat berdiskusi untuk menemukan unsur pokok cerpen dalam
kumpulan cerpen
2. Peserta didik dapat menemukan bentuk imperatif dari tuturan yang terdapat dalam
kumpulan cerpen
3. Peserta didik dapat mengklasifikasikan tuturan imperatif berdasarkan makna
imperatif yang ditemukan dalam kumpulan cerpen
4. Peserta didik dapat berdiskusi untuk menemukan nilai kehidupan yang positif dan
negatif dalam kumpulan cerpen
5. Peserta didik menyimpulkan nilai kehidupan dalam cerpen yang dapat menjadi
teladan siswa.
E. Metode Pembelajaran
a. Inkuiri
b. Penugasan
c. Tugas proyek
Pertemuan Kedua
Pendahuluan (10 menit)
1. Peserta didik mencermati cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum
Karyamin.
2. Peserta didik mencari nilai kehidupan yang terdapat dalam cerpen.
Memotivasi :
Penganalisisan nilai-nilai kehidupan pada cerpen baik nilai positif maupun nilai
negatif; kumpulan cerpen Senyum Karyamin
Kegiatan Inti (60 menit)
3. Peserta didik diarahkan untuk membentuk kelompok dengan anggota 5-6 orang.
Untuk berdiskusi menemukan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Senyum Karyamin.
4. Guru memfasilitasi peserta didik menentukan nilai-nilai kehidupan yang positif
maupun yang negatif dari cerpen yang sudah dibaca.
5. Peserta didik membandingkan hasil diskusi tentang nilai-nilai kehidupan yang telah
ditemukan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dengan nilai kehidupan siswa.
6. Masing-masing kelompok peserta didik mempresentasikan dan menyimpulkan nilai-
nilai kehidupan dalam cerpen, kemudian ditanggapi oleh kelompok peserta didik
yang lain dalam diskusi kelas.
Penutup (10 menit)
7. Dengan bimbingan guru, peserta didik menyimpulkan materi pelajaran tentang nilai-
nilai kehidupan yang dapat menjadi teladan siswa.
8. Peserta didik mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat mengaitkan
nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cerpen dengan nilai kehidupan yang dapat
menjadi teladan siswa.
9. Peserta didik menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
10. Peserta didik menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran.
G. Sumber Belajar
a. Buku kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
b. Video, koran atau surat kabar tentang biografi Ahmad Tohari
c. Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
H. Penilaian
Penilaian pertemuan pertama
Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung
Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Bentuk
Instrumen
Penilaian Penilaian
Mampu menentukan Penugasan Tes Uji Bacalah buku kumpulan
unsur pokok cerpen individual/ Petik Kerja cerpen Senyum
yang dibaca kelompok Karyamin karya Ahmad
Mampu menemukan Tohari kemudian
bentuk-bentuk tentukan unsur pokok
imperatif yang cerpen yang kamu baca!
terdapat dalam Setelah menentukan
kumpulam cerpen unsur pokok cerpen,
Mampu temukan bentuk-bentuk
mengklasifikasikan imperatif yang terdapat
makna imperatif dalam kumpulan cerpen
yang terdapat dalam tersebut!
kumpulan cerpen Kemudian klasifikasikan
makna-makna imperatif
yang terdapat dalam
kumpulan cerpen
tersebut!
Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi Teknik Bentuk
Instrumen
Penilaian Penilaian
Mampu menemukan Penugasan Proyek Bacalah buku kumpulan
nilai-nilai kehidupan individual/ cerpen Senyum
yang positif maupun kelompok Karyamin karya Ahmad
negatif dalam Tohari, kemudian
kumpulan cerpen analisislah nilai
Mampu kehidupan yang ada
menyimpulkan nilai dalam kumpulan cerpen
kehidupan dalam tersebut, bandingkan
cerpen yang dapat dengan nilai kehidupan
menjadi teladan siswa, dan tentukan nilai
siswa kehidupan dalam cerpen
yang dapat menjadi
teladan siswa!
Rubrik
Nama : Anisah
NIM : 1111013000027
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum
Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP
Kepada Yth.
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II
(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:
Nama : Anisah
NIM : 1111013000027
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester : IX (Sembilan)
Judul Skripsi : Entitas Imperatif dalam Kumpulan Cerpen Senyum
Karyamin Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 1
Desember 2014, abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan
redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu,
mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat
diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Tembusan:
1. Dekan FITK
2. Mahasiswa ybs.
Gambar Sampul Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari
BIODATA PENULIS