Duyung merupakan salah satu biota langka dan terancam punah yang telah ditetapkan
sebagai biota dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar yang telah diperbaharui oleh Permen LHK No.P20 Tahun 2018
tentang Tumbuhan dan Satwa Liar jo Permen KLHK No.P92 Tahun 2018 dan menjadi
salah satu spesies target pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Upaya-upaya
pelestarian duyung telah dilakukan di antaranya melalui perlindungan habitat serta perbaikan
data dan informasi. Upaya-upaya tersebut disinergikan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN)
Konservasi Duyung dan Lamun di Indonesia yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No.79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi
Mamalia Laut Periode 2018-2022. Dengan demikian diharapkan upaya perlindungan dan
pelestarian duyung lebih terencana, terpadu dan terukur dampaknya.
Salah satu isu utama dari kegiatan perlindungan dan pelestarian duyung dan lamun
adalah peningkatan penelitian dan penguatan data dasar. Penelitian, data dan informasi
populasi duyung dan lamun saat ini masih terbatas dan metodenya belum seragam. Melalui
dukungan Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) buku panduan ini disusun untuk
menyeragamkan hasil monitoring dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, baik
peneliti, teknisi, maupun tenaga-tenaga non-spesialis yang akan berperan dalam pendataan
di tingkat nasional.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, khususnya para
pakar dari LIPI yang telah membantu dan bekerja sama sehingga penyusunan buku ini dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga buku ini dapat menjadi panduan bersama dan memberikan
manfaat dalam peningkatan kualitas dan standar pendataan duyung dan lamun di Indonesia.
Terdapat 35 spesies mamalia laut di Indonesia yang terdiri dari duyung, paus lumba-
lumba dan porpoise. Duyung (Dugong dugon) adalah satu-satunya mamalia laut pemakan
lamun dan satu-satunya ordo Sirenia yang terdapat di Indonesia. Secara nasional duyung
telah dilindungi dan secara internasional duyung telah terdaftar didalam ‘Global Red List of
IUCN’ sebagai ‘vulnerable to extinction’ atau rentan terhadap kepunahan dan juga telah masuk
ke dalam Appendix I CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora) yang ini berarti bagian tubuh duyung tidak dapat diperdagangkan dalam
bentuk apapun.
Meskipun secara nasional dan internasional duyung telah ditetapkan sebagai satwa
yang dilindungi namun upaya konservasinya belum berjalan optimal. Minimnya data dan
informasi baik terhadap duyung maupun habitatnya, menyebabkan keterbatasan dalam aksi
konservasi terkait duyung dan lamun di Indonesia. Oleh karena itu melalui Dugong and Seagrass
Conservation Project (DSCP), dibentuklah tim untuk membuat Panduan Survei dan Monitoring
Duyung dan Lamun ini. Metode survei dan monitoring di dalam buku ini merupakan metode
praktis yang dapat diterapkan oleh kalangan stakeholder yang lebih luas di Indonesia ketimbang
metode-metode lainnya yang membutuhkan keahlian dan keterampilan tertentu. Penyusunan
buku panduan ini sebagai langkah awal untuk membentuk database dan meningkatkan jumlah
penelitian tentang duyung guna menjawab isu dan permasalahan duyung di Indonesia. Di sisi
lain LIPI juga telah menginisiasi penelitian dan data base tentang lamun dan berperan sebagai
Wali Data Lamun di Indonesia.
Akhir kata saya ucapkan selamat kepada tim penulis, editor, dan reviewer buku panduan
survei dan monitoring duyung dan lamun, semoga karyanya dapat menjadi amal ibadah yang
bermanfaat khususnya bagi keberlanjutan populasi duyung di Indonesia.
Dr. Dirhamsyah, MA
Syukur ke hadirat Allah SWT yang maha melindungi (Al-Waliyy) dan maha memelihara
(Al-Wakiil), yang hanya karena izinNya buku “Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan
Lamun” ini dapat terbit. Buku ini merupakan salah satu aksi nyata konservasi (melindungi
dan memelihara) duyung dan lamun di Indonesia dengan meningkatkan penelitian mengenai
duyung dan lamun.
Penyusunan buku ini merupakan salah satu program dari Dugong and Seagrass
Conservation Project (DSCP). Kegiatan DSCP ini merupakan kerja sama antara Direktorat
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKHL-
KKP) dengan Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-
LIPI), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), dan WWF-
Indonesia.
Keberadaan buku ini diharapkan menjadi panduan praktis para peneliti, akademisi,
praktisi dan masyarakat umum dalam melakukan survei dan monitoring duyung dan lamun.
Hasil riset yang didapatkan akan berkontribusi dalam basis data duyung dan lamun di
Indonesia yang menjadi landasan kegiatan konservasi.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh mitra DSCP dan para penelaah
atas koreksi, masukan, dan motivasinya terhadap buku ini. Kami berharap buku ini dapat
bermanfaat dalam upaya pelestarian duyung dan habitat lamun di Indonesia.
Salam Lestari
Tim Penulis
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ 9
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... 10
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. 10
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 2
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
1.3 Sasaran ................................................................................................ 3
1.4 Ruang Lingkup ..................................................................................... 3
1.5 Alur Kegiatan ........................................................................................ 4
BAB II INFORMASI UMUM .................................................................................. 5
2.1. Duyung ............................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi ................................................................................. 5
2.1.2 Morfologi .................................................................................. 6
2.1.3 Tingkah laku ............................................................................. 6
2.1.4 Reproduksi ............................................................................... 8
2.1.5 Sebaran duyung di Indonesia ................................................. 11
2.2. Lamun ................................................................................................. 11
2.3. Electronic Toolkit (E-Toolkit) ................................................................ 13
BAB III SURVEI KUISIONER DAN MONITORING DUYUNG DAN LAMUN .......... 17
3.1 Rancangan Survei ............................................................................. 18
3.1.1 Usaha dan efisiensi .................................................................. 18
3.1.2 Pencuplikan bertingkat (Stratified sampling) ........................... 19
3.1.3 Pencuplikan acak (Random sampling) ..................................... 20
3.2. Peralatan, Bahan dan Personil yang Dibutuhkan ........................... 20
3.2.1 Alat dan bahan .......................................................................... 20
3.2.2 Personil ...................................................................................... 21
3.3 Pengambilan Data ............................................................................. 22
3.3.1 Kuesioner UNEP-CMS .............................................................. 22
3.3.2 Tabel .......................................................................................... 23
3.3.3 Peta ........................................................................................... 24
3.4. Analisis Data dan Pelaporan ............................................................. 26
3.4.1 Analisis Data ............................................................................. 26
3.4.2 Pelaporan .................................................................................. 28
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dugong (Dugong dugon) atau biasa dikenal dengan nama
duyung merupakan satu dari 35 jenis mamalia laut yang dijumpai
tersebar di perairan Indonesia khususnya di habitat padang
lamun (Mira, 2013). Duyung merupakan biota yang dilindungi
secara nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Hewan yang
telah diperbaharui oleh Permen LHK No.P20 Tahun 2018 tentang
Tumbuhan dan Satwa Liar jo Permen KLHK No.P92 Tahun 2018.
Penetapan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa populasi
duyung di alam sudah menurun antara lain akibat kerusakan area
tempat mencari makan (feeding ground), tertangkap tidak sengaja
(bycacth), akibat terdampar dan perburuan ilegal, ditambah dengan
siklus reproduksi duyung yang rendah.
Duyung hidup berasosiasi secara khusus dengan ekosistem
lamun sebagai habitat pakannya. Selain merupakan habitat pakan
utama duyung, lamun juga merupakan ekosistem yang sangat
penting di kawasan pesisir dan perairan pantai. Beberapa peran
1.2 Tujuan
Buku Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun ini bertujuan untuk
memberikan panduan dan menyeragamkan metode survei maupun monitoring
terhadap duyung dan habitatnya untuk stakeholder terkait, sehingga data yang
diperoleh dapat dibandingkan baik secara nasional maupun internasional. Hasil
pendataan diharapkan dapat membentuk satu sistem manajemen basis data
(database) yang baik tentang duyung dan habitat lamun di Indonesia.
1.3. Sasaran
Sasaran atau pengguna panduan ini adalah kementerian/lembaga teknis
terkait, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, praktisi dalam bidang
konservasi duyung dan lamun, dan masyarakat umum yang telah terlatih.
Bab 1. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, dan
ruang lingkup;
Bab 2. Informasi Umum, berisi tentang duyung, lamun, dan E-toolkit.
Bab 3. Panduan survei kuisioner tentang keberadaan dan tingkat pemaha-
man masyarakat akan duyung dan lamun;
Bab 4. Panduan survei dan monitoring habitat lamun; berisi tentang metode
jejak makan duyung (feeding trail) dan metode transek lamun.
Bab 5. Panduan suvei dan monitoring duyung, berisi tentang metode pen-
gamatan di atas kapal.
Bab 6. Penutup.
Buku panduan ini merupakan dokumen awal dan bersifat dinamis, edisi
pertama panduan ini berisi metode praktis yang dapat digunakan oleh para pihak
di Indonesia. Penerapan panduan ini harus disertai dengan pengetahuan yang
cukup dari para pihak, sehingga pelatihan survei dan monitoring duyung dan lamun
perlu dilakukan untuk memahami lebih baik isi panduan ini. Metode-metode lain
yang membutuhkan keahlian dan keterampilan tertentu akan dibahas dalam edisi
berikutnya.
HASIL
3 EKOSISTEM LAMUN MONITORING
(t1, t2 ,t3)
INFORMASI UMUM
2.1. Duyung
Duyung merupakan mamalia herbivora yang hidup tersebar
di perairan dangkal Indonesia. Di beberapa daerah duyung memiliki
nama yang berbeda, antara lain :duyun atau buy laot (Aceh), sakoilok
koat atau sakokok koat (Mentawai), duyung kerbau (Banten), dan
babi laut (Papua). Sebagai mamalia herbivora, duyung memiliki
peran ekologis yamg sangat penting dalam ekosistem pesisir, yaitu
antara lain sebagai penstabil dan penyubur ekosistem padang
lamun. Dengan memakan lamun melalui tingkah laku bulldozing,
duyung merangsang produktivitas lamun lebih cepat dari
produktivitas umumnya (Aragones dan Marsh, 2000; Christianen
et.al., 2012). Saat memakan lamun, duyung secara tidak langsung
membantu memperluas sebaran lamun melalui penyebaran biji
lamun (Tol et.al., 2017), dengan demikian duyung membantu
menyediakan mekanisme pemulihan bagi padang lamun.
2.1.1. Klasifikasi
Duyung dimasukkan dalam kelas mamalia yang berciri
memiliki kelenjar mammae/susu, melahirkan, dan berambut.
Sedangkan keseluruhan siklus hidupnya yang berada di lautan,
menyebabkan duyung digolongkan ke dalam mamalia laut.
2.1.2. Morfologi
Bentuk tubuh duyung lebih menyerupai ikan besar tanpa sirip dorsal, dengan
berat tubuh duyung dewasa dapat mencapai + 400 kg dengan panjang mencapai
3 meter (Gambar 2.). Kulit duyung tebal, keras dengan warna kulit abu-abu dan
ditumbuhi rambut kecil. Lengan depannya termodifikasi menjadi sirip pektoral yang
tebal dan bertulang seperti lengan dan jari-jari, fungsi dari sirip ini berfungsi sebagai
penyeimbang ketika berenang dan untuk menopang tubuhnya pada saat mencari
makan. Ekor duyung berbentuk pipih horizontal dan bercabang seperti ekor lumba-
lumba dan paus.
Ekor
Mulut
Sirip pektoral
Mata
2.1.4. Reproduksi
Siklus reproduksi duyung relatif lama. Perilaku kawin bersifat polyandrous
artinya, seekor betina dapat dibuahi beberapa jantan. Perkawinan terjadi ketika
duyung beranjak remaja, Marsh (1984) menyebutkan pada usia 6 atau 10-17 tahun.
Hasil penelitian Torres Strait Regional Authority’s Land and Sea Management Unit
(2009) menunjukkan bahwa duyung yang memiliki panjang di bawah 2,2 meter
belum dewasa dan akan memasuki masa dewasa atau siap kawin pada ukuran di
atas 2,5 meter. Umumnya duyung betina memiliki ukuran lebih besar dibandingkan
duyung jantan.
Alat reproduksinya duyung sangat sulit untuk dibedakan antara jantan dan
betina, karena morfologinya hampir sama (monomorphic). Para pemburu duyung di
Australia membedakan jenis kelamin duyung dari pengalaman mereka berburu di
alam (TSRA LSMU, 2009). Duyung jantan dan betina dapat dibedakan dari wajah,
cara berenang dan suara. Duyung jantan memiliki wajah yang lebih memanjang
dibandingkan dengan duyung betina. Pada saat sepasang duyung ditemukan sedang
berenang dalam satu baris, biasanya duyung betina berada di depan duyung jantan.
Duyung betina yang sedang hamil dapat dikenali dengan melihat posisi ekornya
pada saat menyelam, ekor akan ditarik sangat tinggi ke atas. Suara duyung jantan
keras dan jelas, sedangkan duyung betina bersuara lembut seperti bisikan.
Penentuan jenis kelamin duyung yang tertangkap ataupun terdampar
dapat dilakukan dengan lebih pasti. Pada bagian ventral, dari ekor ke arah kepala
Duyung betina
Duyung jantan
Panjang tubuh
2.2. Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang kaya dengan keanekaragaman
biota yang menghuninya, seperti ikan, krustasea, moluska, ekinodermata, polichaeta
dan mamalia laut serta merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling
produktif.
Secara umum, fungsi-fungsi ekologi padang lamun antara lain (Kawaroe 2015):
- Menyimpan sekitar 15% karbon di laut.
- Menyuplai 24,3% dari produktivitas bersih lamun ke ekosistem lainnya yang
berdampingan.
- Menyediakan oksigen untuk perairan dan sedimen.
- Menyerap karbon dari atmosfer.
- Menangkap dan mendaur ulang nutrien.
- Menstabilkan dan mencegah resuspensi sedimen.
- Meningkatkan kecerahan dan kualitas air.
- Mengurangi aktivitas arus dan melindungi garis pantai.
- Menyediakan makanan dan habitat bagi mikroba, flora, dan fauna.
- Berinteraksi secara ekologis dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove.
Berbagai jenis ikan menjadikan daerah padang lamun sebagai daerah mencari
makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), pengasuhan larva
(nursery ground). Secara fisik lamun berperan sebagai stabilisator dan penahan
sedimen, mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang, dan sebagai
tempat terjadinya siklus nutrien. Fungsi lain dari padang lamun yang tidak kalah
penting dan banyak diteliti saat ini adalah perspektifnya sebagai penyerap karbon
(carbon sink) atau blue carbon (Kawaroe 2009). Di samping itu, ekosistem lamun
mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad
hidup di laut dangkal (Kawaroe 2015).
Duyung menjadikan ekosistem lamun sebagai salah satu habitatnya (Gambar
5) yaitu sebagai tempat untuk makan dan habitat bermainnya. Duyung merupakan
mamalia herbivor sejati yang menjadikan lamun sebagai pakan utamanya, dalam
satu hari duyung dapat menghabiskan 41% atau 10 jam untuk makan (Hodgson
2004), dari hasil analisis isi perut yang dilakukan oleh Marsh et al. (1982) 98% isi
dari perut duyung adalah lamun. Indonesia memiliki 13 jenis lamun, 5 diantaranya
menjadi preferensi duyung untuk makan. Menurut penelitian De Iongh et al. (1997)
duyung di Kepulauan Lease (Maluku) memiliki preferensi makan lamun sebagai
berikut dengan urutan dimulai dengan yang paling disukai: Halophila ovalis, Halodule
uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, dan Thalassia hemprichii. Jenis
lamun Halophila dan Halodule paling disukai oleh duyung karena jenis ini mempunyai
# jml total
# jml
# jml pelabuhan Perhitungan
Perhitungan proporsi pelabuhan
pelabuhan yang harus sebenarnya
yang dicuplik
disurvei*
10 Besar = 10 / 100 * 40 4
# jml
Usaha yang
30 Sedang 40 pelabuhan = 30 / 100 * 40 12
X
dibutuhkan
Jml total
60 Kecil = 60 / 100 * 40 24
Catatan: * Jumlah pelabuhan yang disurvei ditentukan berdasarkan ketersediaan dana atau
jumlah wawancara yang dapat dilakukan dengan sumber daya yang dimiliki.
3.3.2 Tabel
Selain formulir kuesioner, elemen yang penting dalam survei kuesioner adalah
tabel. Tabel yang disertakan ke dalam formulir survei merupakan bagian yang
tidak dapat terpisahkan dalam survei (Lampiran 2, Gambar 9). Tabel harus diisi setiap
kali responden menyatakan telah bertemu dengan duyung/penyu/cetacean. Nomor
seri kuesioner juga dicatat pada tabel.
Tabel kuesioner di atas menunjukkan bahwa responden mengindikasikan
pernah bertemu dengan duyung pada tahun 2009 dan 2010 antara bulan Maret dan
April. Hanya satu kali sepasang induk duyung dengan anaknya terlihat (lihat pada
3.3.3 Peta
Peta sangat penting dalam pelaksanaan survei kuesioner karena informasi-
informasi geografis yang diperoleh akan lebih mudah dicatat jika dituliskan ke
dalam peta. Peta harus disediakan dengan skala yang tepat (tidak terlalu besar
atau terlalu kecil).
Semua data yang didapat di proyek ini harus saling dihubungkan. Data dari
tabel harus dihubungkan dengan kuesioner, dan data dari peta harus dihubungkan
dengan tabel dan kuesioner. Setiap enumerator harus paham pentingnya
pelabelan tiap lembar peta karena peta merupakan bagian dari wawancara dari
setiap responden. Contoh peta yang dihubungkan dengan kuesioner terdapat pada
Gambar 10, peta tersebut merupakan informasi geografis dari kuesioner dengan
nomor seri AUO102 (lingkaran merah). Semua peta dari setiap wawancara harus
diberi nomor, minimal satu peta disiapkan untuk satu wawancara, peta ini akan
memuat semua informasi tentang daerah penangkapan ikan, daerah padang
lamun, dan titik kemunculan/tempat terdampar duyung /penyu/mamalia laut.
Sebagai contoh, informasi terkait daerah penangkapan ikan ditandai dengan
area bergaris putih (Gambar 10) kemudian didigitalkan lebih lanjut menggunakan
Google Earth sehingga seluruh daerah penangkapan ikan yang didatangi komunitas
nelayan tertentu atau daerah padang lamun dapat dibentuk dalam peta.
Pada sesi wawancara, enumerator akan menggali informasi tentang area
perairan yang biasa didatangi para nelayan, dan meminta area tersebut digambarkan
di peta. Area tersebut dapat digambarkan sebagai area area yang diarsir (bergaris),
atau area yang diwarnai gelap atau dapat diberi tanda yang dipahami oleh nelayan.
Semua kegiatan perikanan dapat digambarkan dalam bentuk grafis di peta. Area
penangkapan ikan dengan alat tangkap yang berbeda dapat ditandai dengan warna
yang berbeda, atau pola gambar yang berbeda. Musim tangkapan ikan dari setiap
daerah penangkapan dapat dicatat juga pada peta tersebut. Contoh pada Gambar
11, daerah penangkapan ikan ditandai dengan lingkaran merah, area bergaris
menunjukkan daerah penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring
insang (gillnet) dan area kotak-kotak menunjukkan daerah penangkapan dengan
menggunakan pancing (fishing), masing-masing area diberi catatan waktu musim
puncak dan musim paceklik.
Sebagai tambahan, catatan tentang pertemuan dengan duyung, penyu, dan
cetacean dapat ditampilkan juga di peta. Sebagai contoh, tabel pada Gambar 9
menunjukkan bahwa enumerator telah mencatat delapan pertemuan (yang diberi
nomor 1 sampai dengan 8 di kolom kedua). Setiap penampakan dilengkapi dengan
informasi tentang: jumlah individu, pasangan ibu dan anak, waktu pertemuan
Gambar 11.
Contoh informasi kegiatan
perikanan pada peta
Gambar 12.
Contoh data tabel yang ditampilkan
pada peta
merah). Titik-titik tersebut dapat didigitalkan dan kelengkapan data dari tiap
titik dapat disertakan di tahap SIG pada saat menganalisis lebih lanjut.
Dalam wawancara sebaiknya enumerator menggunakan lembar peta yang
berbeda untuk setiap responden. Hal ini penting dilakukan agar responden tidak
terdorong untuk memberikan jawaban yang sama dengan jawaban yang telah
tercatat pada peta sebelumnya.
Untuk Untuk
menambahkan menambahkan
titik garis
Untuk
menambahkan
poligon
Gambar 15
Tampilan
Google Earth
pada saat
analisis data
lokasi kegiatan
perikanan
3.4.2 Pelaporan
Data yang telah disimpan dalam format elektronik yaitu upload sheet yang
telah dientri dalam Microsoft Excell dan digitasi data dengan menggunakan Google
Earth dapat dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id
1. Bentuk jejak makan berupa alur yang memanjang (dapat mencapai 6 m) dan
memiliki lebar kurang lebih 9 sampai dengan 25 cm.
2. Terdapat pada padang lamun yang tumbuh pada substrat pasir.
3. Umumnya terdapat pada padang lamun jenis Halophila ovalis, Halodule uninervis,
Cymodocea rotundata dan Syringodium isoetifolium.
4. Pada alur baru atau jejak makan yang baru ditinggalkan oleh duyung 98% bersih
dari lamun, namun pada jejak makan yang sudah lama ditinggalkan mulai
ditumbuhi lamun-lamun pionir seperti Halophila ovalis, Halodule uninervis dan
Syringodium isoetifolium.
Gambar 16. Jejak makan duyung pada hamparan lamun jenis Halodule dan Halophila.
Dimensi
No. Kode Lokasi Koordinat Jenis lamun
P (cm) L (cm) D (cm)
Gambar 17.
Beberapa alat yang
digunakan dalam
pemantauan padang
lamun, yaitu: (a) sepatu
untuk menyelam (alat
pelindung diri), (b)
masker dan snorkel, (c)
perangkat GPS yang
dilindungi plastik, (d)
meteran gulung, (e)
frame kuadrat, (f) lembar
data dan papan jalan,
(g) patok besi, dan
(h) pelampung tanda
(Rahmawati et al. 2014)
Gambar 18.
60m 60m 60m
Skema metode
transek lamun
terkait studi 50m 50m 50m
duyung
Per 5 m sampai 50m
5m 5m 5m
25m 25m
Pantai
1 2
Tutupan Penuh
kosong
Th Ea
Thalassia hemprichii
Enhalus acoroides
Mirip Cymodocea rotundata, tapi
rhizoma beruas-ruas dan tebal Berukuran paling besar
(daun bisa mencapai 1
Garis/bercak coklat pada helaian daun meter)
Daun berbentuk sabit Rambut pada rhizoma
Panjang daun 10 - 40 cm
Cr Cs
Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata
Tepi daun tidak bergerigi Tepi daun, bulat bergerigi
Seludang daun menutup sempurna Seludang daun membentuk
Panjang daun 7 - 15 cm segitiga, tidak menutup sempurna
Ho Hs
Halophila ovalis Halophila spinulosa
Daun oval, berpasangan dengan
Satu tangkai daun yang keluar dari
tangkai pada tiap ruas dari rimpang
rhizome terdiri dari beberapa pasang
Tulang daun 8 atau lebih daun yang tersusun berseri
Permukaan daun tidak berambut
Hd Hm
Halophila decipiens Halophila minor
Daun lebih cenderung oval-lonjong, Daun oval, ukuran kecil, berpasangan
ukuran kecil dengan tangkai pada setiap ruas dari
6-8 tulang daun rimpang
Permukaan daun berambut Tulang daun kurang dari 8
Gambar 22. Panduan identifikasi lamun di lapangan (dimodifikasi dari the Marine Ecology Group,
Nothern Fisheries Centre CAIRNS, Australia, Sumber: SeagrassNet)
8. Tipe substrat di tiap kuadrat dicatat dengan cara memilinnya oleh tangan.
Kemudian tentukan tipe substrat yang dominan apakah lumpur, pasir,
atau pecahan karang.
9. Pengamatan dilakukan pada setiap kuadrat. Pada 50 meter pertama
kuadrat diletakan setiap 5 meter, setelah meter ke-50 dilanjutkan
peletakan kuadrat di setiap 10 meter hingga meter ke-100.
10. Setelah transek pertama selesai, geser 25 meter ke arah samping untuk
membuat transek yang ke dua. Lakukan kembali langkah nomor 3 hingga
9. Begitu pula dengan transek yang ke tiga.
11. Bila masih memungkinkan, lakukan pengamatan pada meter ke-100 ke
arah tubir untuk memperoleh data padang lamun yang lebih banyak. Amati
perubahan tutupan dan komposisi jenis lamun dan catat koordinatnya.
12. Pada monitoring selanjutnya, cari posisi titik nol tiap transek dan lakukan
kembali pemasangan transek dan pengamatan tiap kuadrat.
Gambar 23.
Cara menghitung
tutupan lamun di
dalam kuadrat.
Gambar 24.
Cara menghitung
tutupan lamun di
dalam kuadrat.
Tabel 4. Kriteria status padang lamun menurut Keputuan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004
Kondisi Penutupan
Baik Kaya/Sehat ≥ 60
Kurang kaya / Kurang sehat 30 – 59,9
Rusak
Miskin ≤ 29,9
Data hasil pengamatan dalam bentuk tabel spreadsheets Microsoft Excel, dapat
dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id
46
BAB V
b c
Pembuatan rencana jalur yang akan dipergunakan saat pengamatan, sangat berkaitan
dengan luas wilayah pengamatan, kemampuan pengamat dan pola tingkah laku.
Gambar berikut adalah contoh rencana jalur pengamatan duyung.
1
AREA YANG DIAMATI
Posisi:
(1) Navigator
sekaligus 2 3
pencatat (2) dan
(3) Pengamat 900 900
tanpa teropong garis 900
binokular 4 5
(1800) (4) dan
(5) Pengamat AREA YANG
dengan teropong TIDAK DIAMATI
binokular (900)
Pencatat akan mencatat hal berikut: tanggal, lokasi, posisi, waktu, kondisi
cuaca, kecepatan angin berdasarkan Skala Beaufort (Tabel 5), dan keterangan lainnya
pada saat melakukan monitoring duyung seperti sedang makan atau mengapung
di permukaan. Skala Beaufort juga perlu diperhatikan untuk faktor keselamatan.
Umumnya survei masih aman dilakukan dalam skala 1-3. Diatas skala 3, sebaiknya
survei dihentikan karena faktor keamanan dan efektivitas pengamatan.
Para pengamat juga akan menyampaikan hal-hal yang perlu dicatat pada saat
terjadi kemunculan duyung dalam area pengamatannya. Hal-hal yang perlu dicatat
saat mengalami perjumpaan dengan duyung adalah: posisi (menggunakan GPS),
jarak duyung dari kapal, perkiraan jumlah (perkiraan maksimum dan minimum),
jumlah individu dewasa, jumlah individu anak dan tingkah laku duyung. Pencatat
Nama pencatat
: Posisi mulai :
No. Waktu ID Posisi / Sudut Jarak dari Perkiraan Perkiraan Kecepatan Keterangan
Perjumpaan (xx:xx) koordinat dari kapal jumlah ukuran Angin
kapal kapal (m) (individu) (m) (Skala
Beaufort)
1
2
…
dst
Posisi mulai : Posisi mulai merupakan titik koordinat saat kapal akan
memulai pengamatan, dicatat dengan format “derajat,
menit detik). Contoh 15024’15”, 9034’25”,…dst.
Posisi akhir : Posisi akhir merupakan titik koordinat saat kapal telah
kembali dari pengamatan, dicatat dengan format “derajat,
menit detik). Contoh 15024’15”, 9034’25”,…dst.
Waktu mulai : Waktu memulai pengamatan.
Waktu akhir : Waktu berakhir pengamatan.
No. Perjumpaan : No. Perjumpaan dicatat setiap ada perjumpaan dengan duyung.
Waktu : Waktu setiap ada perjumpaan dengan duyung.
ID : ID yang dipakai bebas, tetapi harus disepakati
sebelum pengamatan dilakukan. Contoh pengamatan
dilakukan di Bintan (BI01, BI02,…dst)
Posisi Kapal : Posisi koordinat kapal dicatat dengan format “derajat,
menit, detik. Contoh 15024’15”, 9034’25”,…dst.
Jarak dari kapal : Jarak duyung yang ditemukan dari kapal ke duyung
tersebut. Jarak dituliskan dalam meter dan diberi arah
mata angin. Contoh : 30 meter , 75 meter,….dst.
Sudut dari kapal : Sudut dari kapal dicatat menggunakan
navigasi arah angka pada jam
Perkiraan jumlah : Perikiraan jumlah duyung yang ditemukan saat pengamatan.
Perkiraan ukuran : Perikiraan ukuran duyung yang ditemukan saat pengamatan.
Kecepatan angin : Kecepatan angin dicatat sesuai arahan tabel 5.
10 2
9 3
8 4
7 5
6
12
11 1
10 2
9 3
8 4
7 5
6
Keterangan :
D = Kepadatan (Individu/km2)
n = Jumlah duyung yang ditemukan (Individu)
a = Luas area pengamatan (km2)
P = Probabilitas suatu individu dapat terhitung berulang pada survei yang sama.
Terkadang kita dapat menyadari bahwa ada individu yang dijumpai
lebih dari sekali ketika melakukan transek. Maka nilai P adalah jumlah
kemungkinan suatu individu terhitung berulang mis: 2x, 3x dst.
L = Luas area pantau dari salah satu sisi kapal (m) dihitung dari jarak pantau
terjauh dari sisi kapal dikali panjang transek.
5.6 Pelaporan
Laporan hasil pengamatan dapat dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id
Anderson PK. 1998. Shark Bay dugongs (Dugong dugon) in summer II: Foragers in a
Haloduledominated community. Mammalia, 62 (3): 409-425.
Aragones LV. Jefferson TA. Marsh H. 1997. Marine Mammal Survey Techniques
Applicable in Developing Countries. Asian Marine Biology 14 15 – 39.
Aragones LV. Marsh H. 2000. Impact of dugong grazing and turtle cropping on
tropical seagrass communities. Pac. Conserv. Biol.5, 286–288. doi: 10.1071/
PC000277
Christianen MJA. Govers LL. Bouma TJ. Kiswara W. Roelofs JGM. Lamers LPM. 2012.
Marine megaherbivore grazing may increase seagrass tolerance to high
nutrient loads. J. Ecol. 100, 546–560. doi: 10.1111/j.1365-2745.2011.01900.x
De Iongh HH. Wenno B. Meelis E. 1995. Seagrass distribution and seasonal changes
in relation to dugong grazing in the Moluccas, East Indonesia. Aquatic Botany
50:1-19.
De Iongh HH. Bierhuizen B. Orden BV. 1997. Observations on the behaviour of
thedugong (Dugong dugonMüller, 1776) from waters of the Lease Islands,
eastern Indonesia. Contributions to Zoology, 67 (1): 71-77.
Eros C.Marsh H. Bonde R. O’Shea T. Beck C. Recchia C. Dobbs K. Turner M. Lemm S.
Pears R. Bowater P. 2007. Procedures for The Salvage and Necropsy of the
Dugong (Dugong dugon).2nd ed. Great Barrier Reef Marine Park Authority.
Townsville: V + 98 pg.
Hodgson AJ. 2004. Dugong behaviour and responses to human influences. PhD
thesis, James Cook University,Townsville, Ausralia.
IUCN. 2006. IUCN Red List of Threatened Species. Gland, Switzerland, IUCN.
Kawaroe M. Indra J. IndartoH. 2009. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Rekayasa
Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia
hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Kawaroe M. Nugraha AH.Juraij.2015 Ekosistem Padang Lamun.IPB Press.
Marsh H.Heinsohn GE. Janice M. 1982 Analysis Stomach Contents of Dugongs from
Queensland. Aust. Widl. Res. 9:55-67.
KUESIONER
SURVEI DUYUNG DAN LAMUN
Enumerator: Hari/tanggal :
Kota/Desa: Provinsi :
PERNYATAAN
Catatan : Membacakan pernyataan ini kepada responden merupakan keharusan, demi
menjamin perlakuan yang sama diberikan terhadap semua responden.
NAMA SAYA
Saya adalah relawan untuk kegiatan Konservasi Dugong dan Lamun Indonesia yang
dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian Oseanografi-
LIPI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, dan WWF Indonesia yang mendukung riset
perlindungan jenis dan kawasan laut. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengkaji secara umum
perihal konservasi dugong dan habitat lamun di …………………........................………..(cantumkan
lokasi). Saya bermaksud mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada anda tentang lamun dan
dugong yang pernah anda lihat, alat tangkap dugong yang anda gunakan (bila ada), dimana
anda menangkap, dan pertanyaan lain semacam itu. Kami menyiapkan peta dan gambar/
foto yang dapat digunakan untuk membantu menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan.
Pertanyaan/kuesioner akan memakan waktu sekitar 30-45 menit untuk menyelesaikannya.
Hasil riset kami dapat dimanfaatkan untuk membantu mengurangi penangkapan dugong,
mungkin lewat dukungan langsung dari masyarakat , atau juga dengan regulasi dan
penegakan hukum yang efektif. Partisipasi anda dalam survei ini bersifat sukarela dan rahasia.
Kami tidak akan merekam nama atau informasi personal yang anda sampaikan kepada kami,
kecuali bila anda memberi persetujuan. Jawaban-jawaban individual akan digabungkan dan
dilaporkan sebagai suatu kelompok untuk mendapatkan gambaran umum tentang status
mutakhir, dan kami pasti tidak akan menyampaikan jawaban-jawabn individual anda kepada
siapapun di luar tim riset kami. Anda tidak harus menjawab pertanyaan bila Anda memang
tidak menghendakinya.
□ 10. Bulan apa biasanya Anda pergi menangkap ikan (dalam 12 bulan terakhir)? .........
(bila sifatnya musiman, jelaskan bila musim dimulai dan berakhir) ……………..……...
..................................................................................................................................
□ 19. Menurut Anda, berapa lama dugong dapat bertahan hidup? ..…….....................…..
Tidak tahu □
□ 24. Apakah Anda tahu tempat dimana dugong sering terlihat secara regular/ berkala?
Ya □ Tidak □ (Catatan: Regular/berkala berarti waktu terlihatnya dugong itu
berulang dalam waktu tertentu setiap tahun) Dimana lokasi dugong yang terlihat
secara regular/berkala ini? (Tunjukkan dalam peta)
□ 26. Menurut perkiraan Anda, ada berapa ekor dugong yang hidup di daerah ini?
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
□ 28. Apakah ada orang atau masyarakat dari desa lain yang menangkap dugong?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu
(Bila Ya) Berapa orang)? ………………. Desa mana? …………………...............................
Apakah dapat dijelaskan lebih rinci? ……………………………………………………………………
……………………………….…………………………....................................................................
Apakah tangkapan tersebut tak sengaja atau disengaja?
Tak sengaja □ Sengaja □ Keduanya □
□ 30. Apakah ada orang atau masyarakat di desa Anda yang pernah menangkap dugong?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
(Bila Ya) Berapa orang? …………. Untuk berapa lama? ………..................................….
Rinciannya...............................................................................................................
Apakah tangkapan itu terjadi dengan tak sengaja atau disengaja?
Tak sengaja □ Dengan sengaja □ Keduanya□
□ 31. Apakah Anda sendiri pernah menangkap dugong dalam beberapa tahun silam?
(dengan sengaja atau tak sengaja) Ya □ Tidak □
□ 32. Berapa dugong yang Anda tangkap dalam lima tahun terakhir?
0 □ 1-2 □ <10 □ >10 □
Lebih spesifik (bila mungkin dengan angka) ………………………………………...................
□ 34. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah
Anda berpendapat bahwa jumlah dugong yang diburu/ditangkap di wilayah
Anda? Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Sama saja □ Tidak tahu □
(Catatan: keterangan ini didasarkan pada jumlah aktual, bukan persepsi)
(Bila lebih banyak atau lebih sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian?................
………………………….......................................…………………………………………………………………..
□ 35. Apa yang Anda lakukan atau akan dilakukan terhadap dugong bila Anda menangkap
dugong dengan sengaja? Dimakan □ Dijual □ Untuk umpan □ Lainnya □
.................……………..……………………………………… (Catatan: jangan arahkan responden)
□ 36. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap dugong bila anda
menangkap dugong dengan tidak sengaja? Dibuang (sudahmati) □
Dilepaskan (bila masih hidup) □ Dimakan □ Dijual □ Untuk umpan □
Lainnya □ ………………………...........................…………..…………………………………………….
□ 38. Apa yang akan dilakukan bila Anda menemukan dugong terdampar di pantai? .............
…………..…………………………………………………………………………………………………….………………
PERSEPSI
□ 39. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah Anda
berpendapat bahwa jumlah dugong di wilayah Anda?
Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Sama saja □ Tidak tahu □
(Catatan: keterangan ini didasarkan pada jumlah aktual, bukan persepsi)
(Bila lebih banyak atau lebih sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian? ……………
…………….......................................…………………………………………………………………................
□ 40. Apakah Anda berpendapat bahwa dugong akan selalu ada di laut?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu □ (Bila Tidak) Jelaskan bagaimana ..............
..................………………………………......……………...........................................................
□ 42. Apakah Anda tahu padang lamun? (Tunjukkan gambar lamun) Ya □ Tidak □
Apakah ada padang lamun di sekitar sini? Ya □ Tidak □ Tidak Tahu □
Dimana lokasi padang lamun? (Tunjukkan peta) .………………......……………………...……
Apakah Anda menangkap ikan di padang lamun? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Tunjukkan lokasi penangkapan ikan Anda di padang lamun? (Tunjukkan
peta) .................…………………………........………….……………………………..........................
Apakah padang lamun penting untuk kebutuhan lainnya? Ya □ Tidak □
Sebutkan alasannya?………………………………………………………………………………..............
□ 46. Adakah adat, kepercayaan, budaya, dongeng atau ritual setempat dan/atau
kearifan tradisional yang terkait dengan dugong dan/atau mengatur hubungan
antara kehidupan manusia dengan lingkungannya? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Jelaskan ………………………………………………………………...................................
................................................................................................................................
Dari siapa Anda mendengar tentang hal tersebut? ..................................……….……
Adakah cerita/kejadian lain yang ingin Anda laporkan? ...............……………...…….....
INFORMASI PERIKANAN
(istilah Ikan dalam kuesioner ini merupakan semua jenis sumberdaya ikan)
Catatan ke pewawancara: responden seharusnya menjawab pertanyaan ini untuk
menjelaskan pengalaman individunya, bukan dari komunitasnya. Gunakan ilustrasi
untuk membantu jika dibutuhkan.
□ 49. Apakah ada nelayan di desa/dusun Anda yang secara khusus menangkap hiu?
Ya □ Tidak □ Tidak, tetapi terkadang ada hiu yang didaratkan□
Tolong jelaskan: …………………………………………………………………………………………………..
(Catatan ke pewawancara: pertanyaan ini bisa jadi sensitif)
□ 51. Apakah jenis penyu yang Anda lihat? Hijau □ Sisik □ Lekang □
Tempayan □ Pipih □ Belimbing □ Tidak Tahu □
Apakah Anda tahu perbedaan antara jenis penyu? Ya □ Tidak □ Tidak Tahu □
(Tunjukkan gambar penyu) Tolong jelaskan: ………………………...............………………….
Apakah mereka memiliki nama yang berbeda?
(Bila Ya) Tolong jelaskan: …..........................……………….. (bedakan untuk tiap jenis)
□ 52. Menurut Anda, berapa lama seekor penyu hidup? ……………........... Tidak Tahu □
□ 53. Pada saat apa Anda melihat penyu? Ketika menangkap ikan □ Ketika menuju
lokasi penangkapan ikan □ Datang ke darat untuk bertelur □ Tidak sengaja
tertangkap di jaring □ Diburu □ Terdampar di pantai □
(Catatan ke pewawancara: mengacu ke dan lengkapi tabel terlampir serta tandai
semua lokasi di peta)
□ 54. Seberapa sering Anda melihat penyu? Tidak pernah □ Sekali dalam hidup
saya □ Hanya beberapa kali □ Sering □ Setiap tahun selama 5 tahun
terakhir □
□ 57. Apakah Anda tahu lokasi di mana penyu biasa muncul? Ya □ Tidak □
(Catatan ke pewawancara: biasa berarti waktu tertentu dalam setahun di mana
penyu ditemukan, tunjukkan di peta)
□ 58. Apakah lokasi penyu berubah sepanjang waktu? Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
□ 59. Menurut Anda, berapa ekor penyu yang hidup di daerah ini?
<10 □ >10 □ >100 □ Tidak tahu □
□ 60. Apakah Anda pernah melihat penyu kawin?
Ya □ Tidak □ (Bila Ya) Kapan? ………...........................................................
Di mana (gunakan peta)? …….........................................................................……….
□ 63. Apa Anda sendiri pernah menangkap penyu tahun lalu? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Berapa banyak yang tertangkap tahun lalu?
1-2 □ ≤10 □ >10 □
Rinciannya (Bila ada): …………………...........................................................................
□ 66. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah Anda
berpendapat bahwa jumlah penyu yang ditangkap di wilayah Anda?
Lebih banyak □ sedikit □ atau sama□ Tidak tahu □
(Catatan:berdasar pada jumlah angka, bukan persepsi). (Bila lebih banyak atau
sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian? .………………..................................
□ 67. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap penyu bila Anda menangkap
secara sengaja? Dimakan □ Dijual □ Dijadikan umpan □
Untuk hal lain □ ..……………….................... (Catatan: jangan arahkan narasumber)
□ 68. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap penyu yang tertangkap tidak
sengaja? Dibuang (mati) □ Dilepaskan (hidup) □ Dimakan Dijual □
Dijadikan umpan□ Untuk hal lain □: …………………..............................................
□ 69. Apa Anda pernah menemukan □ atau mendengar □ tentang penyu yang
terdampar di pantai? Ya □ Tidak □ (jelaskan) ………….........................……
Atau Anda pernah menemukan□ atau mendengar □ penyu mati di perairan?
Ya□ Tidak□ Atau Anda pernah menemukan □ atau mendengar □
penyu dengan luka potong di punggungnya? Ya □ Tidak □
(jelaskan) ………………................................................................................................
(Bila Ya) Di mana, kapan, dan berapa banyak? (minta narasumber untuk
menunjukkan dipeta) ………....Apa yang terjadi pada penyu tersebut? ………………..
□ 70. Apa yang akan Anda lakukan bila menemukan penyu yang terdampar? …………....
□ 71. Dibandingkan dengan saat Anda mulai menjadi nelayan, apakah jumlah penyu yang
diburu/ditangkap lebih banyak □ sedikit□ atau sama □ Tidak Tahu □
(Catatan: didasarkan pada angka, bukan persepsi). (Bila lebih atau kurang)
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? ……….…………………………................................
□ 75. Apakah ada kebiasaan, kepercayaan, legenda, ritual atau cerita lokal terkait
penyu? Ya □ Tidak □ (Bila ya) Tolong jelaskan: ………..................………………….
Dari siapa Anda mendengar tentang hal ini? …………………….........…………………………
□ 85. Menurut perkiraan Anda, ada berapa ekor lumba-lumba yang hidup di daerah
ini? <10□ >10□ >100□ Tidak tahu□
□ 91. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah Anda
berpendapat bahwa jumlah lumba-lumba yang diburu/ditangkap di wilayah Anda
Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Sama saja □ Tidak tahu□
(Catatan: keterangan ini didasarkan pada jumlah aktual, bukan persepsi)
(Bila lebih banyak atau lebih sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian?
………………………….......................................……………………………........………………………
□ 92. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap lumba-lumba yang ditangkap
secara sengaja? Dimakan □ Dijual □ Dijadikan umpan □
Untuk hal lain □: ………………..................... (Catatan: jangan arahkan narasumber)
□ 93. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap lumba-lumba yang
tertangkap tidak sengaja? Dibuang (mati) □ Dilepaskan (hidup) □
Dimakan □ Dijual □ Dijadikan umpan □ Untuk hal lain □: …………..
□ 94. Apa Anda pernah menemukan □atau mendengar □ tentang lumba-lumba yang
terdampar di pantai? Ya □ Tidak □ (jelaskan) (Bila Ya)Di mana, kapan, dan
berapa banyak? …………………………………………………….....................................
(minta narasumber untuk menunjukkan di peta) Atau Anda pernah menemukan □
atau mendengar □ lumba-lumba mati di perairan? Ya □ Tidak □
Atau Anda pernah menemukan □atau mendengar □ lumba-lumba dengan luka
potong di punggungnya? Ya □ Tidak □ (Bila Ya) Di mana, kapan, dan berapa
banyak? …………………(minta narasumber untuk menunjukkan di peta) Apa yang
terjadi pada hewan tersebut? ………………………………………………...............................
□100. Apa ada kebiasaan, kepercayaan, legenda, ritual atau cerita lokal terkait lumba-
lumba? Ya □ Tidak□ (Bila Ya) Tolong jelaskan: .………………..............…............
Dari siapa Anda mendengar tentang hal ini? .……………………………………………………..
□ 103. Seberapa yakin responden dengan jawaban mereka terkait pertanyaan dengan
angka? Sangat yakin □ Cukup yakin □ Tidak yakin □
74
Kondisi : (F) Segar, (D) Membusuk
Lampiran 3 Kuesioner UNEP-CMS untuk Monitoring (Tipe 2)
KUESIONER MONITORING
DUGONG DAN HABITAT LAMUN
Enumerator: Hari/tanggal :
Kota/Desa: Provinsi :
Catatan: Tolong beri tanda centang pada kotak yang ada di sebelah kiri untuk
pertanyaan yang tidak ditanyakan
□
1. Nama: Umur:
Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan
2. □ Pekerjaan utama Anda?
Nelayan □ Pemandu Wisata □ Kapten/Kru Kapal □
Moda Transportasi Udara □ Pensiunan □ Lainnya □
3. □ Bagaimana Anda melihat?
Dugong:
Memancing Berlayar Dalam jaring Diburu Terdampar Lainnya __________________
Penyu:
Memancing Berlayar Dalam jaring Diburu Terdampar Lainnya __________________
Paus/Lumba-lumba:
Memancing Berlayar Dalam jaring Diburu Terdampar Lainnya __________________
4. □ Tahun lalu, seberapa sering Anda melihat?
Dugong:
Hanya sekali □ Beberapa kali □ Setiap bulan □ Setiap minggu □ Setiap hari □
Penyu:
Hanya sekali □ Beberapa kali □ Setiap bulan □ Setiap minggu □ Setiap hari □
Paus/lumba-lumba:
Hanya sekali □ Beberapa kali □ Setiap bulan □ Setiap minggu □ Setiap hari □
Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 75
5. □ Apa Anda tahu di mana dugong biasa muncul? Ya □ Tidak □ (tunjukkan pada peta)
6. □ Berapa banyak yang kira-kira hidup di area ini?
Dugong:
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
Penyu:
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
Paus/Lumba-lumba:
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
7. □ Dibandingkan saat Anda mulai memancing, apa:
Jumlah dugong:
Lebih banyak □ Sedikit □ Sama □ Tidak tahu □?
Jumlah penyu:
Lebih banyak □ Sedikit □ Sama □ Tidak tahu □?
Jumlah paus/lumba-lumba:
Lebih banyak □
□ Sama □
Sedikit Tidak tahu □?
8. □ Apa ada orang yang menangkap dugong? Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
(jika ya) Berapa banyak (orang)? ________________Kampung apa? _________________
Apa tangkapannya tidak disengaja atau disengaja? Tidak disengaja □ Sengaja □ Keduanya □
9. □ Apa Anda secara pribadi menangkap dugong tahun lalu? (tidak disengaja atau diburu)
Ya □ Tidak □
(jika ya) Berapa banyak pada tahun terakhir? 1-2 □ ≤10 □ >10 □
Detail lainnya (jika tersedia): ________________________________________________
10. □ Dibandingkan dengan saat mulai memancing, Apa jumlah dugong yang diburu/
ditangkap dengan alat tangkap lebih banyak □ sedikit □ sama □
Tidak tahu □