Anda di halaman 1dari 98

Kata Sambutan

Duyung merupakan salah satu biota langka dan terancam punah yang telah ditetapkan
sebagai biota dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar yang telah diperbaharui oleh Permen LHK No.P20 Tahun 2018
tentang Tumbuhan dan Satwa Liar jo Permen KLHK No.P92 Tahun 2018 dan menjadi
salah satu spesies target pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Upaya-upaya
pelestarian duyung telah dilakukan di antaranya melalui perlindungan habitat serta perbaikan
data dan informasi. Upaya-upaya tersebut disinergikan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN)
Konservasi Duyung dan Lamun di Indonesia yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No.79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi
Mamalia Laut Periode 2018-2022. Dengan demikian diharapkan upaya perlindungan dan
pelestarian duyung lebih terencana, terpadu dan terukur dampaknya.
Salah satu isu utama dari kegiatan perlindungan dan pelestarian duyung dan lamun
adalah peningkatan penelitian dan penguatan data dasar. Penelitian, data dan informasi
populasi duyung dan lamun saat ini masih terbatas dan metodenya belum seragam. Melalui
dukungan Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) buku panduan ini disusun untuk
menyeragamkan hasil monitoring dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, baik
peneliti, teknisi, maupun tenaga-tenaga non-spesialis yang akan berperan dalam pendataan
di tingkat nasional.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, khususnya para
pakar dari LIPI yang telah membantu dan bekerja sama sehingga penyusunan buku ini dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga buku ini dapat menjadi panduan bersama dan memberikan
manfaat dalam peningkatan kualitas dan standar pendataan duyung dan lamun di Indonesia.

Jakarta, November 2018


Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut,

Ir. Andi Rusandi, M. Si

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun iii


iv Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
Kata Sambutan

Terdapat 35 spesies mamalia laut di Indonesia yang terdiri dari duyung, paus lumba-
lumba dan porpoise. Duyung (Dugong dugon) adalah satu-satunya mamalia laut pemakan
lamun dan satu-satunya ordo Sirenia yang terdapat di Indonesia. Secara nasional duyung
telah dilindungi dan secara internasional duyung telah terdaftar didalam ‘Global Red List of
IUCN’ sebagai ‘vulnerable to extinction’ atau rentan terhadap kepunahan dan juga telah masuk
ke dalam Appendix I CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora) yang  ini berarti bagian tubuh duyung tidak dapat diperdagangkan dalam
bentuk apapun.
Meskipun secara nasional dan internasional duyung telah ditetapkan sebagai satwa
yang dilindungi namun upaya konservasinya belum berjalan optimal. Minimnya data dan
informasi baik terhadap duyung maupun habitatnya, menyebabkan keterbatasan dalam aksi
konservasi terkait duyung dan lamun di Indonesia. Oleh karena itu melalui Dugong and Seagrass
Conservation Project (DSCP), dibentuklah tim untuk membuat Panduan Survei dan Monitoring
Duyung dan Lamun ini. Metode survei dan monitoring di dalam buku ini merupakan metode
praktis yang dapat diterapkan oleh kalangan stakeholder yang lebih luas di Indonesia ketimbang
metode-metode lainnya yang membutuhkan keahlian dan keterampilan tertentu. Penyusunan
buku panduan ini sebagai langkah awal untuk membentuk database dan meningkatkan jumlah
penelitian tentang duyung guna menjawab isu dan permasalahan duyung di Indonesia. Di sisi
lain LIPI juga telah menginisiasi penelitian dan data base tentang lamun dan berperan sebagai
Wali Data Lamun di Indonesia.
Akhir kata saya ucapkan selamat kepada tim penulis, editor, dan reviewer buku panduan
survei dan monitoring duyung dan lamun, semoga karyanya dapat menjadi amal ibadah yang
bermanfaat khususnya bagi keberlanjutan populasi duyung di Indonesia.

Jakarta, November 2018


Kepala Pusat Oseanografi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dr. Dirhamsyah, MA

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun v


vi Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
Kata Pengantar

Syukur ke hadirat Allah SWT yang maha melindungi (Al-Waliyy) dan maha memelihara
(Al-Wakiil), yang hanya karena izinNya buku “Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan
Lamun” ini dapat terbit. Buku ini merupakan salah satu aksi nyata konservasi (melindungi
dan memelihara) duyung dan lamun di Indonesia dengan meningkatkan penelitian mengenai
duyung dan lamun.
Penyusunan buku ini merupakan salah satu program dari Dugong and Seagrass
Conservation Project (DSCP). Kegiatan DSCP ini merupakan kerja sama antara Direktorat
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKHL-
KKP) dengan Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-
LIPI), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), dan WWF-
Indonesia.
Keberadaan buku ini diharapkan menjadi panduan praktis para peneliti, akademisi,
praktisi dan masyarakat umum dalam melakukan survei dan monitoring duyung dan lamun.
Hasil riset yang didapatkan akan berkontribusi dalam basis data duyung dan lamun di
Indonesia yang menjadi landasan kegiatan konservasi.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh mitra DSCP dan para penelaah
atas koreksi, masukan, dan motivasinya terhadap buku ini. Kami berharap buku ini dapat
bermanfaat dalam upaya pelestarian duyung dan habitat lamun di Indonesia.


Salam Lestari

Tim Penulis

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun vii


Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
Survei duyung menggunakan kapal di Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah, 2016

viii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ 9
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... 10
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. 10
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 2
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
1.3 Sasaran ................................................................................................ 3
1.4 Ruang Lingkup ..................................................................................... 3
1.5 Alur Kegiatan ........................................................................................ 4
BAB II INFORMASI UMUM .................................................................................. 5
2.1. Duyung ............................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi ................................................................................. 5
2.1.2 Morfologi .................................................................................. 6
2.1.3 Tingkah laku ............................................................................. 6
2.1.4 Reproduksi ............................................................................... 8
2.1.5 Sebaran duyung di Indonesia ................................................. 11
2.2. Lamun ................................................................................................. 11
2.3. Electronic Toolkit (E-Toolkit) ................................................................ 13
BAB III SURVEI KUISIONER DAN MONITORING DUYUNG DAN LAMUN .......... 17
3.1 Rancangan Survei ............................................................................. 18
3.1.1 Usaha dan efisiensi .................................................................. 18
3.1.2 Pencuplikan bertingkat (Stratified sampling) ........................... 19
3.1.3 Pencuplikan acak (Random sampling) ..................................... 20
3.2. Peralatan, Bahan dan Personil yang Dibutuhkan ........................... 20
3.2.1 Alat dan bahan .......................................................................... 20
3.2.2 Personil ...................................................................................... 21
3.3 Pengambilan Data ............................................................................. 22
3.3.1 Kuesioner UNEP-CMS .............................................................. 22
3.3.2 Tabel .......................................................................................... 23
3.3.3 Peta ........................................................................................... 24
3.4. Analisis Data dan Pelaporan ............................................................. 26
3.4.1 Analisis Data ............................................................................. 26
3.4.2 Pelaporan .................................................................................. 28

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun ix


BAB IV SURVEI DAN MONITORING HABITAT LAMUN ........................................ 29
4.1 Metode Pengamatan Jejak Makan (Feeding Trail) ............................ 29
4.1.1 Peralatan dan bahan .................................................................. 31
4.1.2 Personil yang dibutuhkan .......................................................... 32
4.1.3 Pengambilan data ..................................................................... 32
4.1.4 Analisis data dan pelaporan ..................................................... 33
4.2 Metode Transek .................................................................................. 33
4.2.1 Peralatan dan bahan .................................................................. 34
4.2.2 Personil yang dibutuhkan .......................................................... 35
4.2.3 Pengambilan data ..................................................................... 35
4.2.4 Analisis data dan pelaporan ...................................................... 41
BAB V SURVEI DAN MONITORING DUYUNG DENGAN MENGGUNAKAN KAPAL ... 47
5.1 Persiapan Survei Kapal ........................................................................ 48
5.1.1 Batasan lokasi survei ................................................................ 48
5.1.2 Persiapan survei kapal .............................................................. 49
5.2 Peralatan dan Bahan ............................................................................ 51
5.3 Personil yang Dibutuhkan .................................................................... 51
5.4 Pengambilan Data ................................................................................ 51
5.5 Analisis Data ......................................................................................... 56
5.5.1 Kepadatan ................................................................................ 56
5.5.2 Kelimpahan relatif .................................................................... 56
5.6 Pelaporan .............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 57
LAMPIRAN .............................................................................................................. 59

x Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur kegiatan survei dan monitoring duyung dan lamun................. 4
Gambar 2 Morfologi duyung .............................................................................. 6
Gambar 3 Perbedaan jenis kelamin pada duyung (Eros et al., 2007) .............. 9
Gambar 4 Peta sebaran duyung di Indonesia (LIPI, 2018) ............................... 10
Gambar 5 Ekosistem Lamun .............................................................................. 12
Gambar 6 Tampilan halaman depan E-Toolkit .................................................. 15
Gambar 7 Teknik-teknik yang direkomendasikan untuk meneliti tentang
hotspot duyung di suatu area berdasarkan biaya, spasial dan
keahlian yang dibutuhkan ................................................................. 16
Gambar 8 Pengisian nomor seri pada kuesioner .............................................. 23
Gambar 9 Contoh pengisian tabel kuesioner .................................................... 23
Gambar 10 Contoh penulisan nomor seri pada peta .......................................... 25
Gambar 11 Contoh informasi kegiatan perikanan pada peta ............................. 25
Gambar 12 Contoh data tabel yang ditampilkan pada peta ............................... 26
Gambar 13. Contoh grafik dari data responden (Sumber: Survei DSCP 2018) ... 27
Gambar 14 Fungsi untuk menambahkan titik, garis, dan poligon ...................... 27
Gambar 15 Tampilan Google Earth pada saat analisis data lokasi kegiatan
perikanan ........................................................................................... 28
Gambar 16 Jejak makan duyung pada hamparan lamun jenis Halodule dan
Halophila ............................................................................................ 30
Gambar 17 Beberapa alat yang digunakan dalam pemantauan padang lamun,
yaitu: (a) sepatu untuk menyelam (alat pelindung diri), (b) masker
dan snorkel, (c) perangkat GPS yang dilindungi plastik, (d) meteran
gulung, (e) frame kuadrat, (f) lembar data dan papan jalan, (g) patok
besi, dan (h) pelampung tanda (Rahmawati et al. 2014) .................... 34
Gambar 18. Skema metode transek lamun terkait studi duyung ........................ 35
Gambar 19 Pengamatan di dalam kuadrat pada transek Seagrass Watch
(McKenzie, Campbell and Roder 2003) ............................................ 37
Gambar 20 Standar prosentase tutupan lamun pada Seagrass Watch ............ 37
Gambar 21 Patokan penentuan tutupan lamun berdasarkan COREMAP CTI ... 38
Gambar 22 Panduan identifikasi lamun di lapangan (dimodifikasi dari
the Marine Ecology Group, Nothern Fisheries Centre CAIRNS,
Australia, Sumber: SeagrassNet) ..................................................... 41

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun xi


Gambar 23 Cara menghitung tutupan lamun di dalam kuadrat ....................... 42
Gambar 24 Cara menghitung tutupan lamun di dalam kuadrat ....................... 42
Gambar 25 Cara menghitung tutupan tiap jenis lamun di dalam kuadrat ....... 44
Gambar 26 Contoh perhitungan prosentase penutupan jenis lamun pada
satu stasiun ..................................................................................... 45
Gambar 27 Cara menggabungkan data transek pada area yang sama ........... 46
Gambar 28 Contoh jalur pengamatan di kawasan pesisir dan teluk ............... 48
Gambar 29 Kemunculan duyung ketika mengambil nafas di permukaan air.. 49
Gambar 30 Posisi personil monitoring duyung pada kapal kecil ..................... 51
Gambar 31 Posisi personil monitoring duyung pada kapal besar ................... 52
Gambar 32 Survei visual dengan kapal ............................................................. 53
Gambar 33. Teknik menentukan sudut penampakan duyung dari arah kapal
menggunakan navigasi angka jam ................................................ 55

xii Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


DAFTAR TABEL
Table 1 Contoh stratifikasi sampling ................................................................. 19
Table 2 Lembar data jejak makan duyung ........................................................ 32
Table 3 Kategori tutupan lamun COREMAP CTI (Rahmawati et al. 2014) ...... 43
Table 4 Kriteria status padang lamun menurut Keputuan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004 .......................................... 43
Table 5 Kecepatan Angin berdasarkan Skala Beaufort ..................................... 53
Table 6 Form data survei duyung ....................................................................... 54

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun xiii


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner UNEP-CMS untuk survei (tipe 1) ................................ 59
Lampiran 2 Tabel luesioner .............................................................................. 74
Lampiran 3 Kuesioner UNEP-CMS untuk monitoring (tipe 2) ........................ 75
Lampiran 4 Lembar data transek lamun ......................................................... 77

xiv Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dugong (Dugong dugon) atau biasa dikenal dengan nama
duyung merupakan satu dari 35 jenis mamalia laut yang dijumpai
tersebar di perairan Indonesia khususnya di habitat padang
lamun (Mira, 2013). Duyung merupakan biota yang dilindungi
secara nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Hewan yang
telah diperbaharui oleh Permen LHK No.P20 Tahun 2018 tentang
Tumbuhan dan Satwa Liar jo Permen KLHK No.P92 Tahun 2018.
Penetapan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa populasi
duyung di alam sudah menurun antara lain akibat kerusakan area
tempat mencari makan (feeding ground), tertangkap tidak sengaja
(bycacth), akibat terdampar dan perburuan ilegal, ditambah dengan
siklus reproduksi duyung yang rendah.
Duyung hidup berasosiasi secara khusus dengan ekosistem
lamun sebagai habitat pakannya. Selain merupakan habitat pakan
utama duyung, lamun juga merupakan ekosistem yang sangat
penting di kawasan pesisir dan perairan pantai. Beberapa peran

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 1


penting padang lamun adalah sebagai habitat pakan utama beberapa biota selain
duyung seperti penyu hijau, area asuhan (nursery) berbagai jenis biota laut lain,
pengikat sedimen dan pemecah gelombang dan penyimpan karbon dalam siklus
karbon di alam dan tempat terjadinya daur unsur hara lainnya.
Sampai dengan saat ini data status populasi duyung yang ada di Indonesia
belum diketahui secara pasti, hal ini disebabkan karena minimnya kegiatan
monitoring dan survei populasi yang dilakukan. Oleh sebab itu, diperlukan kegiatan
survei dan monitoring duyung untuk mengetahui tren populasi duyung dari waktu
ke waktu. Kegiatan survei dan monitoring ini merupakan bagian tidak terpisahkan
dari kegiatan pengelolaan duyung yang cukup penting karena akan menjadi baseline
data untuk menentukan arah kebijakan selanjutnya. Dengan demikian, keberadaan
panduan survei dan monitoring duyung ini dapat menjadi acuan bagi setiap pemangku
kepentingan dalam melaksanakan survei dan monitoring duyug dan lamun dengan
baik.

1.2 Tujuan
Buku Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun ini bertujuan untuk
memberikan panduan dan menyeragamkan metode survei maupun monitoring
terhadap duyung dan habitatnya untuk stakeholder terkait, sehingga data yang
diperoleh dapat dibandingkan baik secara nasional maupun internasional. Hasil
pendataan diharapkan dapat membentuk satu sistem manajemen basis data
(database) yang baik tentang duyung dan habitat lamun di Indonesia.

1.3. Sasaran
Sasaran atau pengguna panduan ini adalah kementerian/lembaga teknis
terkait, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, praktisi dalam bidang
konservasi duyung dan lamun, dan masyarakat umum yang telah terlatih.

1.4 Ruang Lingkup


Secara umum, buku panduan ini berisi tentang tata cara untuk mengetahui
sebaran dan estimasi populasi duyung dan status kondisi habitatnya. Metode
survei dan monitoring yang dijelaskan dalam buku ini adalah metode wawancara
menggunakan kuesioner, dan metode pengamatan duyung di atas kapal. Metode
lainnya yang digunakan untuk survei dan monitoring duyung seperti survei aerial,
hidroakustik dan metode penandaan (tagging) tidak dibahas di dalam buku ini. Namun
deskripsi singkat tentang ketiga metode ini dapat ditemukan dalam Electronic Toolkit
(E-Toolkit). Electronic Toolkit mencakup semua metode yang direkomendasikan oleh

2 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


United Nations Environment Programme (UNEP) untuk melakukan penelitian terkait
duyung dengan tiga macam pendekatan yaitu melalui studi berbasis masyarakat,
studi ekosistem lamun maupun studi langsung terkait duyung. Deskripsi singkat
tentang E-Toolkit dapat dilihat di Bab 2 tentang Informasi Umum.
Secara umum, buku panduan ini dibagi dalam lima bab, meliputi:

Bab 1. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, dan
ruang lingkup;
Bab 2. Informasi Umum, berisi tentang duyung, lamun, dan E-toolkit.
Bab 3. Panduan survei kuisioner tentang keberadaan dan tingkat pemaha-
man masyarakat akan duyung dan lamun;
Bab 4. Panduan survei dan monitoring habitat lamun; berisi tentang metode
jejak makan duyung (feeding trail) dan metode transek lamun.
Bab 5. Panduan suvei dan monitoring duyung, berisi tentang metode pen-
gamatan di atas kapal.
Bab 6. Penutup.
Buku panduan ini merupakan dokumen awal dan bersifat dinamis, edisi
pertama panduan ini berisi metode praktis yang dapat digunakan oleh para pihak
di Indonesia. Penerapan panduan ini harus disertai dengan pengetahuan yang
cukup dari para pihak, sehingga pelatihan survei dan monitoring duyung dan lamun
perlu dilakukan untuk memahami lebih baik isi panduan ini. Metode-metode lain
yang membutuhkan keahlian dan keterampilan tertentu akan dibahas dalam edisi
berikutnya.

1.5 Alur Kegiatan


Metode yang terdapat dalam buku panduan ini dipilih dan disusun secara
sistematis dan user friendly, sehingga dapat digunakan oleh semua pihak yang telah
mendapatkan pelatihan metode survei dan monitoring duyung dan lamun. Alur
kegiatan survei dan monitoring duyung dan lamun disajikan pada Gambar 1.
Sebuah lokasi yang belum terdapat rekaman ilmiah keberadaan duyung
merupakan target lokasi untuk dilakukan survei. Berdasarkan Gambar 1, survei
diawali dengan survei yang menggunakan metode kuesioner. Hasil dari survei
kuesioner menjadi landasan untuk langkah selanjutnya. Apabila terdapat informasi
keberadaan duyung di perairan tersebut maka survei dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Tahap berikutnya adalah mencari jejak makan duyung, jejak makan duyung yang
ditemukan menjadi informasi mengenai feeding ground duyung di perairan tersebut.
Selanjutnya pada lokasi ditemukannya jejak makan duyung tersebut dilakukan

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 3


BELUM ADA DATA SURVEI HASIL SURVEI (t0)

Pindah Lokasi 1 KUESIONER (1)


Tidak MONITORING
ada
duyung Ada 1. Kuesioner (1)
duyung
2. Jejak makan
3. Ekosistem lamun
4. Pengamatan
2 JEJAK MAKAN PENGAMATAN putri duyung
4
VISUAL DUYUNG

HASIL
3 EKOSISTEM LAMUN MONITORING
(t1, t2 ,t3)

Gambar 1. Alur kegiatan survei dan monitoring duyung dan lamun

pengamatan ekosistem lamun untuk mengetahui kondisi habitatnya. Untuk


mengetahui distribusi duyung, dilakukan dengan metode pengamatan visual. Hasil
dari survei duyung dan lamun tersebut menjadi data awal di lokasi tersebut (t0).
Apabila tidak didapatkan informasi keberadaan duyung maka survei di lokasi
tersebut dihentikan, kemudian memulai survei yang sama di lokasi lainnya.
Lebih lanjut monitoring duyung dan lamun dilakukan secara berkala di lokasi
survei sebelumnya. Monitoring dilakukan dengan empat metode yaitu (1) kuesioner,
(2) jejak makan, (3) ekosistem lamun dan (4) pengamatan visual. Penjelasan
terperinci untuk metode kuesioner terdapat pada Bab III, metode jejak makan dan
ekosistem lamun pada Bab IV dan pengamatan visual duyung pada Bab V.

4 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


BAB II

INFORMASI UMUM

2.1. Duyung
Duyung merupakan mamalia herbivora yang hidup tersebar
di perairan dangkal Indonesia. Di beberapa daerah duyung memiliki
nama yang berbeda, antara lain :duyun atau buy laot (Aceh), sakoilok
koat atau sakokok koat (Mentawai), duyung kerbau (Banten), dan
babi laut (Papua). Sebagai mamalia herbivora, duyung memiliki
peran ekologis yamg sangat penting dalam ekosistem pesisir, yaitu
antara lain sebagai penstabil dan penyubur ekosistem padang
lamun. Dengan memakan lamun melalui tingkah laku bulldozing,
duyung merangsang produktivitas lamun lebih cepat dari
produktivitas umumnya (Aragones dan Marsh, 2000; Christianen
et.al., 2012). Saat memakan lamun, duyung secara tidak langsung
membantu memperluas sebaran lamun melalui penyebaran biji
lamun (Tol et.al., 2017), dengan demikian duyung membantu
menyediakan mekanisme pemulihan bagi padang lamun.

2.1.1. Klasifikasi
Duyung dimasukkan dalam kelas mamalia yang berciri
memiliki kelenjar mammae/susu, melahirkan, dan berambut.
Sedangkan keseluruhan siklus hidupnya yang berada di lautan,
menyebabkan duyung digolongkan ke dalam mamalia laut.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 5


Klasifikasi duyung adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Sirenia
Famili : Dugongidae
Marga : Dugong
Spesies : Dugong dugon (Muller, 1766)

2.1.2. Morfologi
Bentuk tubuh duyung lebih menyerupai ikan besar tanpa sirip dorsal, dengan
berat tubuh duyung dewasa dapat mencapai + 400 kg dengan panjang mencapai
3 meter (Gambar 2.). Kulit duyung tebal, keras dengan warna kulit abu-abu dan
ditumbuhi rambut kecil. Lengan depannya termodifikasi menjadi sirip pektoral yang
tebal dan bertulang seperti lengan dan jari-jari, fungsi dari sirip ini berfungsi sebagai
penyeimbang ketika berenang dan untuk menopang tubuhnya pada saat mencari
makan. Ekor duyung berbentuk pipih horizontal dan bercabang seperti ekor lumba-
lumba dan paus.

2.1.3. Tingkah laku


Menurut Hodgson (2004) aktivitas harian duyung di alam dibagi menjadi 6,
yaitu:

Kulit tebal berwarna abu,


pada jantan banyak goresan
Hidung sedangkan betina mulus

Ekor

Mulut

Sirip pektoral
Mata

Gambar 2. Morfologi duyung

6 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


1. Merumput (feeding)
Merumput atau makan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh duyung
di dasar laut, menurut penelitian Hodgson di Moreton Bay, duyung mampu
merumput dan makan di dasar laut selama 3-5 menit dan menghabiskan waktu
dalam satu hari sekitar 10 jam (41% dari keseluruhan aktivitas hariannya).
Makanan kesukaannya adalah lamun (seagrass), walaupun tidak semua jenis
lamun dimakan oleh duyung. Duyung sangat menyukai jenis lamun Halophila
ovalis dan Halodule uninervis. Penelitian De Iongh (1997) di Kepulauan Lease
menunjukkan bahwa, terdapat lima jenis lamun yang menjadi kesukaannya,
yaitu: Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea
serrulata dan Thalassia hemprichii.
Duyung memiliki dua cara makan, yaitu grazzing dan cropping. Grazzing
adalah memakan seluruh bagian tumbuhan lamun, mulai dari daun, batang
serta rimpang. Caranya dengan mencongkel dan menggali seluruh tumbuhan
lamun, dan mengakibatkan kepulan sedimen di sekitarnya. Aktivitas grazing
meninggalkan jejak atau jalur-jalur bekas congkelan dan galian pada substrat
di dasar perairan atau dikenal sebagai feeding trail. Cropping, adalah memakan
hanya bagian helaian daun dan pelepah daun saja, sehingga tidak menimbulkan
kepulan sedimen dan tidak meninggalkan jejak (feeding trail).
2. Menjelajah (travelling)
Menjelajah atau travelling merupakan aktivitas yang dilakukan oleh duyung
dengan berpindah tempat dari satu tempat menuju tempat yang lainnya.
Aktivitas ini dilakukan dengan cara berenang dengan kecepatan lambat,
sedang dan cepat. Ketika duyung berenang cepat ekornya berayun cepat untuk
memberikan dorongan, sedangkan jika berenang lambat ekornya berayun
pelan dan mengindikasikan sedang mencari tempat untuk merumput atau
makan. Dalam satu hari duyung mampu menjelajah selama 8 jam atau 32%
dari keseluruhan aktivitas hariannya.
3. Istirahat (resting)
Istirahat atau resting dilakukan oleh duyung di permukaan kolom perairan dan
di dasar substrat. Menurut Anderson (1998) duyung lebih sering melakukan
istirahat pada siang hari pukul 10.00-13.00 dan malam hari. Dalam satu
hari duyung beristirahat selama 2-3 jam atau 7% dari keseluruhan aktivitas
hariannya.
4. Sosialisasi (socializing)
Sosialisasi atau socializing merupakan aktivitas duyung berinteraksi dengan
duyung lainnya. Di Indonesia aktivitas ini sangat sulit sekali diamati, karena
duyung tidak hidup pada kelompok yang besar. Dalam satu hari duyung dapat

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 7


melakukan aktivitas sosial selama 1-2 jam atau 6% dari keseluruhan aktivitas
hariannya.
5. Menjungkir (rolling)
Menjungkir atau rolling merupakan aktivitas duyung berenang dengan
membalikan tubuh dan menggaruk-garukan badannya pada dasar perairan.
Aktivitas ini dilakukan untuk membersikan parasit-parasit yang ada pada
tubuhnya. Perilaku ini jarang sekali dilakukannya hanya 1% dari keseluruhan
aktivitas hariannya.
6. Ke permukaan (surfacing)
Ke permukaan atau surfacing merupakan aktivitas duyung untuk mengambil
udara. Ketika naik ke permukaan, lubang hidungnya terbuka untuk mengeluarkan
CO2 lalu menghirup oksigen dan menutupnya dengan cepat hanya hitungan
detik. Duyung melakukan aktivitas ini setiap 3-5 menit sekali, dalam satu hari
duyung dapat naik ke permukaan sebanyak 8% dari keseluruhan aktivitas
hariannya.

2.1.4. Reproduksi
Siklus reproduksi duyung relatif lama. Perilaku kawin bersifat polyandrous
artinya, seekor betina dapat dibuahi beberapa jantan. Perkawinan terjadi ketika
duyung beranjak remaja, Marsh (1984) menyebutkan pada usia 6 atau 10-17 tahun.
Hasil penelitian Torres Strait Regional Authority’s Land and Sea Management Unit
(2009) menunjukkan bahwa duyung yang memiliki panjang di bawah 2,2 meter
belum dewasa dan akan memasuki masa dewasa atau siap kawin pada ukuran di
atas 2,5 meter. Umumnya duyung betina memiliki ukuran lebih besar dibandingkan
duyung jantan.
Alat reproduksinya duyung sangat sulit untuk dibedakan antara jantan dan
betina, karena morfologinya hampir sama (monomorphic). Para pemburu duyung di
Australia membedakan jenis kelamin duyung dari pengalaman mereka berburu di
alam (TSRA LSMU, 2009). Duyung jantan dan betina dapat dibedakan dari wajah,
cara berenang dan suara. Duyung jantan memiliki wajah yang lebih memanjang
dibandingkan dengan duyung betina. Pada saat sepasang duyung ditemukan sedang
berenang dalam satu baris, biasanya duyung betina berada di depan duyung jantan.
Duyung betina yang sedang hamil dapat dikenali dengan melihat posisi ekornya
pada saat menyelam, ekor akan ditarik sangat tinggi ke atas. Suara duyung jantan
keras dan jelas, sedangkan duyung betina bersuara lembut seperti bisikan.
Penentuan jenis kelamin duyung yang tertangkap ataupun terdampar
dapat dilakukan dengan lebih pasti. Pada bagian ventral, dari ekor ke arah kepala

8 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


terlihat tiga buah lubang/celah, yaitu lubang anus, celah kelamin, dan umbilicus
atau pusar. Celah kelamin pada duyung betina terlihat lebih panjang dan biasanya
bersambungan dengan lubang anus, sedangkan pada celah kelamin duyung jantan
biasanya memiliki jarak dengan lubang anus dan lebih pendek (Gambar 3.).
Organ kelamin pada duyung jantan berada di dalam perut, ketika bergairah
penisnya akan dikeluarkan. Duyung jantan menghasilkan sperma, sedangkan
duyung betina menghasilkan ovum, ketika keduanya bersatu akan terbentuk zigot,
zigot berkembang menjadi embrio yang akan berkembang di dalam tubuh duyung
betina. Masa kehamilan duyung dapat berlangsung selama 12-14 bulan. Sekali
melahirkan, duyung hanya mengeluarkan satu anak saja. Anak duyung akan disusui
dan diasuh selama 14-18 bulan sampai anak tersebut menjelang dewasa. Meskipun
tercatat duyung dapat hidup hingga usia 70 tahun, namun induk duyung baru dapat
melahirkan kembali tiga sampai tujuh tahun kemudian, sehingga sepanjang hidupnya
seekor duyung betina hanya dapat melahirkan beberapa kali saja (Marsh et.al., 1984).
Pola reproduksi yang sangat lambat ini menjadi dasar pentingnya mengupayakan
koservasi duyung.

Duyung betina

Puting susu Pusar Celah kelamin Anus

Duyung jantan

Panjang tubuh

Gambar 3. Perbedaan jenis kelamin pada Duyung (Eros et al., 2007)

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 9


Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
10
Gambar 4. Peta sebaran duyung di Indonesia (LIPI, 2018)
2.1.5. Sebaran duyung di Indonesia
Duyung merupakan mamalia herbivor yang hidup di perairan dangkal,
penyebarannya dari pesisir timur Afrika sampai Vanuatu di sebelah tenggara Papua
Nugini (Marsh, 2002). Penyebaran duyung di Indonesia sangat menyeluruh dan
hampir menyebar pada seluruh perairan laut dangkal. Marsh (2002) memprediksi
bahwa pada 1970-an jumlah populasi duyung di Indonesia lebih kurang 10.000 ekor,
tetapi pada tahun 1994 jumlah populasinya menurun menjadi 1.000 ekor. Selain
keberadaannya yang sudah sulit untuk ditemukan, duyung juga termasuk kategori
hewan yang dilindungi dan menurut IUCN (1996) termasuk hewan yang rentan
terhadap kepunahan (vulnerable).
Melalui implementasi Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) di
Indonesia, LIPI membuat peta sebaran duyung di Indonesia pada 2017 berdasarkan
data perjumpaan, keterdamparan, laporan tertangkap, dan tangkapan sampingan
(Gambar 4). Data yang digunakan untuk pembuatan peta adalah data dari tahun 2005
sampai dengan 2018. Sumber data diperoleh dari KKP, LIPI, Whale Stranding Indonesia,
WWF Indonesia dan LSM lainnya serta hasil dari Simposium Nasional Duyung dan
Lamun yang juga merupakan salah satu kegiatan DSCP yang diselenggarakan pada
Januari 2016.

2.2. Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang kaya dengan keanekaragaman
biota yang menghuninya, seperti ikan, krustasea, moluska, ekinodermata, polichaeta
dan mamalia laut serta merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling
produktif.
Secara umum, fungsi-fungsi ekologi padang lamun antara lain (Kawaroe 2015):
- Menyimpan sekitar 15% karbon di laut.
- Menyuplai 24,3% dari produktivitas bersih lamun ke ekosistem lainnya yang
berdampingan.
- Menyediakan oksigen untuk perairan dan sedimen.
- Menyerap karbon dari atmosfer.
- Menangkap dan mendaur ulang nutrien.
- Menstabilkan dan mencegah resuspensi sedimen.
- Meningkatkan kecerahan dan kualitas air.
- Mengurangi aktivitas arus dan melindungi garis pantai.
- Menyediakan makanan dan habitat bagi mikroba, flora, dan fauna.
- Berinteraksi secara ekologis dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 11


Gambar 5. Ekosistem Lamun

Berbagai jenis ikan menjadikan daerah padang lamun sebagai daerah mencari
makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), pengasuhan larva
(nursery ground). Secara fisik lamun berperan sebagai stabilisator dan penahan
sedimen, mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang, dan sebagai
tempat terjadinya siklus nutrien. Fungsi lain dari padang lamun yang tidak kalah
penting dan banyak diteliti saat ini adalah perspektifnya sebagai penyerap karbon
(carbon sink) atau blue carbon (Kawaroe 2009). Di samping itu, ekosistem lamun
mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad
hidup di laut dangkal (Kawaroe 2015).
Duyung menjadikan ekosistem lamun sebagai salah satu habitatnya (Gambar
5) yaitu sebagai tempat untuk makan dan habitat bermainnya. Duyung merupakan
mamalia herbivor sejati yang menjadikan lamun sebagai pakan utamanya, dalam
satu hari duyung dapat menghabiskan 41% atau 10 jam untuk makan (Hodgson
2004), dari hasil analisis isi perut yang dilakukan oleh Marsh et al. (1982) 98% isi
dari perut duyung adalah lamun. Indonesia memiliki 13 jenis lamun, 5 diantaranya
menjadi preferensi duyung untuk makan. Menurut penelitian De Iongh et al. (1997)
duyung di Kepulauan Lease (Maluku) memiliki preferensi makan lamun sebagai
berikut dengan urutan dimulai dengan yang paling disukai: Halophila ovalis, Halodule
uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, dan Thalassia hemprichii. Jenis
lamun Halophila dan Halodule paling disukai oleh duyung karena jenis ini mempunyai

12 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


kandungan nitrogen (N) yang tinggi dan rendah serat, tetapi mengandung karbohidrat
dan berkalori tinggi (De longh 1995).

2.3. Electronic Toolkit (E-Toolkit)


Para peneliti dan ahli yang membidangi duyung tergabung dalam sebuah
kelompok kerja internasional yang disebut dengan Dugong Technical Group (DTG)
yang dibentuk untuk memberikan dukungan teknis dan ilmiah kepada negara-negara
penandatangan Dugong Memorandum of Understanding (Dugong MoU) dan Sekretariat
Dugong MoU CMS-UNEP. Pada 2015 DTG telah menyusun Dugong and Seagrass
Research Toolkit, yaitu toolkit yang memberikan petunjuk kepada penggunanya
tentang teknik mana yang paling efektif dan efisien di dalam melakukan studi dan
riset tentang duyung dan lamun sesuai dengan kapasitas, anggaran, dan ketersediaan
waktu. Toolkit ini kemudian disingkat menjadi Electronic Toolkit (E-Toolkit).
Electronic Toolkit (E-Toolkit) dirancang sebagai platform berbasis pertanyaan.
Saat ini duyung dan lamun mendapatkan ancaman terbesar dari aktivitas manusia,
dengan menggunakan E-Toolkit diharapkan banyak informasi yang bisa didapatkan
untuk:
1. Memahami dengan baik status duyung, lamun dan komunitas masyarakat di
tempat penelitian yang akan dilakukan;
2. Memahami ancaman terhadap duyung dan lamun dan membantu menemukan
solusi atas ancaman tersebut;
3. Memahami karakter masyarakat untuk mengetahui seberapa besar
pengaruhnya terhadap duyung dan lamun.
Beberapa manfaat dari menggunakan E-Toolkit:
• E-Toolkit dirancang untuk menstandardisasi kumpulan data dan metode
dari berbagai negara, sehingga hasilnya bisa dibandingkan dan status
konservasi duyung dan lamun secara global dapat diketahui.
• E-Toolkit dirancang untuk digunakan oleh pengelola sumber daya alam
dan pengambil keputusan (pemerintah dan non-pemerintah) serta
peneliti duyung dan lamun.
• E-Toolkit membantu organisasi untuk menilai proposal pendanaan
dengan menggambarkan ruang lingkup pekerjaan, pilihan teknik dan
alat, serta anggaran yang dibutuhkan.
Sebelum memulai menggunakan E-Toolkit, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Mentukan tujuan yang jelas. Apa yang ingin dicapai dan kapan?

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 13


2. Mentukan pertanyaan penelitian, misalnya bagaimana status duyung saat ini
di Kalimantan Tengah?
3. Memahami topik yang diminati, dengan:
- Dimulai dengan mencari literatur penelitian yang telah dipublikasikan
untuk mengetahui topik penelitian apa yang akan dilakukan.
- Menyertakan literatur ‘abu-abu’, seperti laporan pemerintah yang
tidak diterbitkan, laporan internal atau laporan organisasi lainnya, dan
penelitian-penelitian mahasiswa.
- Meringkas literatur yang telah diterbitkan dan juga yang ‘abu-abu’.
Memperbanyak diskusi dengan para ahlinya
- Berdiskusi dengan nelayan dan warga setempat dimana anda akan
melakukan penelitian, karena akan menambah pengetahuan anda
sebelum melakukan penelitian.
4. Memahami perbedaan antara teknik dan alat, yaitu:
- Teknik adalah prosedur untuk melakukan pekerjaan, sedangkan alat
adalah alat yang digunakan untuk melakukan teknik tertentu.
- Misalnya, jika anda memutuskan untuk melakukan survei udara untuk
mengetahui distribusi duyung di daerah yang dipilih, maka survei udara
adalah ‘teknik’.
- Pesawat terbang, helikopter atau kendaraan udara tak berawak (biasa
disebut pesawat tak berawak) dan pesawat multirotor/drone merupakan
‘alat’ yang mungkin dipergunakan untuk survei udara (tekniknya). Alat
yang dianggap paling tepat adalah tergantung pada pertanyaan penelitian
dan sumber daya yang ada.
5. Memahami sumber daya yang dimiliki (ketersediaan waktu, ketersediaan
anggaran, tenaga/jumlah orang dan keahlian yang dimiliki)
- Waktu: pastikan telah mengalokasikan waktu yang cukup untuk
melakukan sebuah penelitian. Perkirakan jumlah keseluruhan waktu yang
dibutuhkan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
setiap tahap penelitian.
- Anggaran: anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
penelitian tergantung pada desain penelitian itu sendiri, teknik dan alat
yang akan digunakan serta keahlian yang dibutuhkan untuk menggunakan
alat tersebut. Seringkali ada beberapa teknik yang tersedia untuk
kegiatan penelitian yang sama. Pilihlah teknik yang paling sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
6. Orang dan keahlian: pastikan memiliki cukup orang dan keahlian yang
tepat untuk melakukan semua tahap penelitian termasuk desain penelitian,

14 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


persetujuan penelitian, pengamanan dana, pengumpulan data, analisis,
interpretasi data, dan penulisan laporan. Ingat anda mengumpulkan data
untuk mencapai tujuan penelitian.
7. Mendapatkan perizinan dan dukungan masyarakat
- Perizinan: kegiatan penelitian memerlukan izin dari lembaga penelitian,
pemerintah dan/atau disetujui oleh komite perizinan dari lembaga
penelitian.
- Dukungan masyarakat: diskusikan dan minta persetujuan dari masyarakat
setempat untuk melakukan penelitian di wilayah mereka. Persetujuan ini
sering kali penting bagi keberhasilan sebuah proyek penelitian.
Untuk mengetahui E-toolkit secara keseluruhan dapat mengakses alamat web
http://www.conservation.tools (Gambar 6.).

Gambar 6. Tampilan halaman depan E-Toolkit

Tahapan memulai E-toolkit sebagai berikut:


- Klik launch toolkit pada halaman E-toolkit.
- Pilih topik penelitian yang ingin diteliti yaitu duyung, lamun atau komunitas
masyarakat.
- Pilih pertanyaan yang sesuai dengan yang dibutuhkan dari opsi pertanyaan
yang disediakan dan ikuti sampai akhir.
- Untuk membantu menentukan teknik yang akan digunakan dan alatnya,
rangkuman informasi tentang biaya, skala dan kapasitas teknis dari
masing-masing teknik atau alat tersedia dalam bentuk tabel. Untuk
mengetahui arti dari informasi tersebut, klik pada judul di kolom, misalnya
‘biaya’ (Gambar 7.).

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 15


Gambar 7. Teknik-teknik yang direkomendasikan untuk meneliti tentang hotspot duyung di
suatu area berdasarkan biaya, spasial dan keahlian yang dibutuhkan

Setelah memutuskan teknik atau alat yang sesuai dengan pertanyaan


penelitian, kapasitas yang dimiliki dan anggaran penelitian, kemudian klik pada
teknik yang dipilih. Pedoman tentang pelaksanaan teknik tersebut akan langsung
muncul, pedoman tersebut memberikan lebih banyak informasi tentang teknik atau
alat, poin penting yang harus dipertimbangkan dan sumber daya eksternal yang
berguna seperti artikel, buku petunjuk dan manual.

16 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


BAB III

SURVEI KUISIONER DAN MONITORING


DUYUNG DAN LAMUN

Sejumlah teknik survei yang canggih telah dikembangkan


untuk meneliti mamalia laut, termasuk survei line transect
menggunakan kapal dan pesawat. Namun, seringkali penerapan
metode-metode tersebut terbatas di negara-negara berkembang,
karena membutuhkan peralatan yang canggih dan mahal, orang-
orang yang terlatih, atau biaya yang dibutuhkan terlalu besar
(Aragones et. al. 1997). Namun terdapat beberapa teknik survei
yang membutuhkan biaya yang lebih sedikit, seperti survei
wawancara, pemantauan pada area pantai, dan analisis bangkai
(Aragones et. al. 1997). Survei yang sifatnya lebih hemat biaya
seperti wawancara, ideal dilakukan sebagai survei awal pada area-
area yang memiliki sedikit atau tidak ada informasi sama sekali
(Marsh dan Lefebvre 1994; Aragones et. al. 1997). Lebih penting
lagi, jika terdapat kebutuhan untuk mengkaitkan data demografi
populasi dengan informasi spasial duyung, habitat duyung, dan
distribusi kegiatan perikanan.
Hasil survei dapat membantu menentukan distribusi dan
kelimpahan populasi duyung, membantu mengidentifikasi dan
memberi tanda pada area penting habitat duyung seperti padang
lamun, dan risiko yang ditaksir, serta mengembangkan pengukuran
untuk mitigasi degradasi populasi duyung serta habitatnya.
Di bawah bantuan Dugong MoU CMS-UNEP, survei berbasis
kuisioner yang berorientasi pada duyung telah dikembangkan.
Survei ini juga dapat digunakan untuk mengumpulkan data penyu
dan cetacean. Survei ini disusun berdasarkan protokol yang
telah direvisi dan dikembangkan oleh Project Global Rapid Bycatch

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 17


Assessment (http://bycatch.env.duke.edu/) namun juga menggunakan protokol
yang dikembangkan di Phuket Marine Biological Center (Thailand), di San Francisco
State University (USA) dan di James Cook University (Australia).

3.1 Rancangan Survei


Rancangan survei kuesioner mencakup berapa banyak wawancara
dilakukan, dimana, berapa lama, dan hal lainnya yang merupakan aspek kunci dari
proses survei ini. Cakupan yang tidak cukup akan menghasilkan respon yang tidak
valid secara statistik, sedangkan sampling yang berlebihan membuat sumber daya
terbuang percuma. Bagian selanjutnya dari subbab ini akan menjelaskan beberapa
konsep yang membantu untuk mengembangkan suatu kerangka yang tepat bagi
implementasi survei, yaitu (1) usaha dan efisiensi yang menunjukkan berapa
banyak upaya yang dibutuhkan dalam suatu survei; (2) pencuplikan bertingkat
(stratified sampling) yang menjelaskan bagaimana pencuplikan harus terdistribusi;
dan (3) pencuplikan acak (random sampling) yang menitikberatkan pada pemilihan
area yang tidak bias sepanjang tingkatan sampling.

3.1.1 Usaha dan efisiensi


Survei yang efisien adalah upaya yang dilakukan tidak melebihi dari yang
dibutuhkan, dan sebaliknya data yang dikumpulkan jangan sampai tidak mencukupi.
Secara optimal, setiap proyek harus mencari area yang mencakup 10% dari
keseluruhan area target, namun cakupan dalam survei ini didasarkan pada besarnya
populasi atau ukuran komunitas yang akan diwawancara.
Besarnya upaya sangat penting untuk disesuaikan dengan ukuran komunitas,
namun fleksibilitas juga diperlukan yaitu pada saat enumerator menentukan data
yang diperoleh dirasa telah cukup. Hal ini membutuhkan pengetahuan awal tentang
besarnya komunitas di pesisir atau nelayan, dan “merasakan” berapa banyak
informasi baru yang didapatkan selama pengambilan data berlangsung. Pengetahuan
ini dapat didapatkan dari studi perikanan dan survei wawancara sebelumnya, atau
dari berbagai literatur yang relevan.
Sebagai contoh, jika suatu komunitas nelayan yang terdiri dari 2000 orang,
maka survei terhadap 200 responden sudah melebihi jumlah yang dibutuhkan jika
data tambahan yang diperoleh tidak menunjukkan temuan atau informasi baru.
Pada kasus ini, mungkin sekitar 3-5% data telah cukup. Contoh sebaliknya, pada
komunitas kecil yang hanya terdiri dari sepuluh orang nelayan, satu wawancara
(10% dari 10 orang) hanya dapat menggambarkan apa yang satu orang tahu dan
dapat menjadi tidak representatif terhadap keseluruhan komunitas dan juga

18 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


dapat menyebabkan bias. Disarankan untuk mewawancara empat sampai lima
nelayan kunci (50% dari 10 orang). Jumlah minimal wawancara yang dibutuhkan
secara general untuk memahami situasi adalah lima sampai sepuluh wawancara
pada suatu lokasi.

3.1.2 Pencuplikan bertingkat (Stratified sampling)


Pencuplikan bertingkat atau stratified sampling adalah metode pencuplikan
terhadap berbagai segmen atau berbagai kategori dari suatu populasi. Berbagai
segmen atau kategori ini dapat juga disebut sebagai subpopulasi. Stratifikasi
adalah proses mengelompokkan anggota populasi yang relatif sama menjadi
subkelompok atau subpopulasi atau kategori sebelum dilakukan pencuplikan.
Setelah semua nelayan didata, pencuplikan acak atau sistematis diaplikasikan pada
setiap kategori/subkelompok. Hal ini dapat meningkatkan representasi sampel yaitu
dengan mengurangi kesalahan pencuplikan dan dapat menghasilkan nilai rata-rata
yang memiliki variabilitas yang lebih kecil daripada nilai rata-rata sampel acak
dari seluruh populasi. Hal ini berarti nilai rata-rata dari setiap subpopulasi lebih
representatif dibandingkan apabila kita mengambil rata- rata dari keseluruhan
populasi.
Stratifikasi dilakukan berdasarkan ukuran komunitas atau berdasarkan
distribusi yang belum diketahui. Jika berdasarkan ukuran komunitas, maka upaya
untuk melakukan survei perlu dibagi proporsinya berdasarkan sebaran komunitas.
Contoh: jika terdapat 10 pelabuhan besar, 30 pelabuhan sedang, dan 60 pelabuhan
kecil, maka sebaiknya upaya survei dibagi dengan proporsi 10:30:60 sebagaimana
contoh Tabel 1.

Tabel 1. Contoh stratifikasi sampling

# jml total
# jml
# jml pelabuhan Perhitungan
Perhitungan proporsi pelabuhan
pelabuhan yang harus sebenarnya
yang dicuplik
disurvei*

10 Besar = 10 / 100 * 40 4
# jml
Usaha yang
30 Sedang 40 pelabuhan = 30 / 100 * 40 12
X
dibutuhkan
Jml total
60 Kecil = 60 / 100 * 40 24

Catatan: * Jumlah pelabuhan yang disurvei ditentukan berdasarkan ketersediaan dana atau
jumlah wawancara yang dapat dilakukan dengan sumber daya yang dimiliki.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 19


Jika berdasarkan distribusi yang diketahui, maka di lokasi yang diketahui
situasinya sebaiknya dilakukan survei dengan upaya sebesar 80-90%, sementara pada
lokasi yang tidak diketahui sebaiknya dilakukan survei dengan upaya sebesar 10-20%.
Bahkan jika hasil survei menunjukkan “tidak terdapat duyung”, informasi tersebut tetap
bernilai karena mengetahui duyung tidak ada di suatu lokasi sama pentingnya dengan
mengetahui ada duyung di suatu lokasi.

3.1.3 Pencuplikan acak (Random sampling)


Desain survei membutuhkan pendekatan acak untuk memilih responden, untuk
menghilangkan bias dan untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh dapat
merepresentasikan populasi yang dicuplik.
Beberapa cara untuk melakukan pencuplikan acak:
1. Mengidentifikasi berapa banyak nelayan yang terdapat dalam satu desa dan
memutuskan untuk mewawancara setiap nelayan ke-sepuluh yang ditemui.
2. Mewawancara orang yang berada di setiap kapal ke-lima yang berlabuh di dermaga.
3. Mendapatkan daftar seluruh nama nelayan, kemudian setiap nama diberi nomor (1,
2, 3, dst) kemudian tentukan siapa yang akan diwawancara dengan menggunakan
program Excel untuk memilih nomor nelayan secara acak. Di Excel, masukkan fungsi
=RANDBETWEEN(1,N) dimana N merupakan jumlah dari nama nelayan. Nomor
yang diberikan oleh Excel merupakan salah satu nelayan di dalam daftar nama dan
orang tersebut yang harus diwawancarai.

3.2. Peralatan, Bahan dan Personil yang Dibutuhkan


3.2.1 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam survei kuesioner ini adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner UNEP-CMS. Format kuesioner terlampir di Lampiran 1 untuk survei dan
Lampiran 3 untuk monitoring. Kuesioner yang digunakan untuk survei merupakan
kuesioner tipe 1 dengan jumlah pertanyaan mencapai 106 pertanyaan, sedangkan
kuesioner yang digunakan untuk monitoring adalah kuesioner tipe 2 dengan
pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan. Kuesioner tertulis dalam bentuk kertas formulir
sebaiknya disiapkan sebanyak jumlah responden. Peta lokasi survei sebagai
pelengkap pengambilan data, sebaiknya diprint sebanyak jumlah responden yang
ditargetkan.
2. Alat tulis.
3. Perekam suara (opsional, dapat digunakan untuk mendukung klarifikasi data dan
jika responden mengijinkan penggunaannya).

20 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


3.2.2 Personil
Jumlah personil yang diperlukan dalam survei kuesioner tergantung pada jumlah
responden dan waktu yang ditargetkan. Dalam 1 hari, seorang enumerator terlatih dapat
mengambil data dari 3-5 responden. Jika target kuesioner adalah 100 kuesioner dengan
waktu pelaksanaan survei selama 5 hari, maka dibutuhkan 4-6 orang untuk melakukan
survei tersebut.
Enumerator survei kuesioner sebaiknya yang telah dilatih sehingga paham
mengenai:
• Tujuan kegiatan – enumerator harus tahu tujuan dari kegiatan, apa yang akan
dicapai, dan bagaimana cara memperolehnya.
• Teknik dan praktek wawancara – sebelum melakukan pengambilan data,
enumerator perlu melakukan latihan wawancara beberapa kali dengan sukarelawan
(minimal sepuluh kali) sebelum turun ke lapangan agar memahami bagaimana
bertanya dengan benar dan melakukan wawancara dengan teknik yang baik. Teknik
wawancara yang baik membutuhkan praktek dan waktu yang tidak singkat.
• Desain pencuplikan dan bias – enumerator harus memahami semua bias dan
desain pencuplikan agar pada saat di lapangan nenumerator dapat mengambil
keputusan tentang siapa yang akan diwawancara, berapa banyak orang yang
akan diwawacara, dan bagaimana caranya menyesuaikan apabila terjadi atau
terdapat sesuatu yang tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan (contoh:
di daerah target yang dikunjungi ternyata para nelayan telah pindah).
• Biologi duyung dan identifikasinya – penting bagi enumerator untuk memiliki
pemahaman dasar dan sejarah kehidupan duyung sehingga nantinya mampu
mengajukan pertanyaan dengan benar di waktu yang tepat.
• Biologi penyu dan identifikasinya (opsional) – untuk mendapatkan enumerator
yang paham tentang dasar-dasar identifikasi penyu yaitu mampu menjelaskan jenis-
jenis penyu, dan biologi atau sejarah kehidupan penyu, maka pengetahuan tersebut
diberikan sebagai materi dalam pelatihan enumerator. Enumerator diharapkan
dapat membantu mengarahkan nelayan yang ragu-ragu dalam menentukan jenis
penyu.
• Melengkapi formulir survei dan peta – Enumerator perlu memahami bagaimana
cara melengkapi formulir survei dan peta secara lengkap dan akurat. Formulir
survei merupakan sejumlah pertanyaan tertulis (kuesioner) dengan tujuan
untuk mendapatkan tanggapan dari responden melalui wawancara. Data yang
dikumpulkan dalam wawancara digambarkan ke dalam suatu peta atau grafik atau
ke dalam gambar Google Earth.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 21


3.3 Pengambilan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung terhadap
responden yang telah ditentukan. Kuesioner dalam survei ini cukup panjang, namun
dirancang untuk mendapatkan sejumlah besar data yang kuat dan valid secara
statistik. Pernyataan di awal wawancara sangat penting untuk disampaikan kepada
responden agar responden mengerti mengapa mereka ditanyai berbagai pertanyaan,
dan konsekuensi apa yang mereka dapatkan dengan terlibat dalam survei ini, dan
hasil wawancaranya digunakan untuk apa.
Salah satu satu aspek penting dari survei ini adalah kumpulan data yang
diperoleh selama wawancara agar diberi nomor identitas sehingga kemudian dapat
ditautkan atau dilacak dengan benar. Dengan demikian semua informasi yang
dikumpulkan dalam survei dapat dengan mudah dihubungkan ke suatu sistem
informasi geografis (SIG), dan mencegah kehilangan informasi selama pengolahan
data.

3.3.1 Kuesioner UNEP-CMS


Kuesioner UNEP CMS terdiri dari 106 pertanyaan dalam bentuk kertas formulir.
Setiap formulir kuesioner diisi dengan nomor seri kuesioner pada sudut kanan atas
(Gambar 8). Penomoran pada setiap formulir ini bertujuan untuk melacak formulir-
formulir tersebut setelah kembali dari lapangan, dengan demikian penomoran ini
untuk mempermudah mengetahui jika ada formulir yang hilang. Nomor seri dari
formulir suvei juga akan memudahkan untuk untuk melacak data-data geografis dan
data tabulasi yang didapatkan selama wawancara.
Nomor seri kueisoner pada Gambar 8 terdiri dari awalan dua huruf kode negara
yang merupakan Standarisasi untuk Organisasi Internasional (SOI). Contoh: PG untuk
Papua New Guinea, TH untuk Thailand, MY untuk Malaysia, AU untuk Australia. Dua
huruf ini dapat diikuti oleh tiga digit angka (mulai dari 000 hingga 999) yang artinya
setiap negara dapat menghasilkan 1000 formulir kuesioner dari 1000 wawancara,
dimana 1000 formulir ini lebih dari cukup untuk survei ini. Contoh: AU001, AU002,
AU003, AU004… dan seterusnya. Daftar seluruh kode ISO dunia dapat dilihat di: http://
www.iso.org/iso/english_country_ names_and_code_elements.
Untuk survei di Indonesia, selain kode negara, maka perlu dilengkapi dengan
kode desa lokasi survei, inisial nama enumerator, dan nomer responden. Nomer
kuisioner akan terdiri dari inisial negara Indonesia (ID) + tiga huruf kapital kode
bandara terdekat (XXX) + dua huruf kapital inisial nama enumerator (YY) + tiga angka
nomer responden. Contoh: Survei dilakukan di Bangka (kode bandara Pangkal Pinang
adalah PKL) oleh Sekar Mira, maka nomer kuisioner menjadi: IDPKLSM 001, dst.

22 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Gambar 8.
Pengisian nomor
seri pada kuesioner

3.3.2 Tabel
Selain formulir kuesioner, elemen yang penting dalam survei kuesioner adalah
tabel. Tabel yang disertakan ke dalam formulir survei merupakan bagian yang
tidak dapat terpisahkan dalam survei (Lampiran 2, Gambar 9). Tabel harus diisi setiap
kali responden menyatakan telah bertemu dengan duyung/penyu/cetacean. Nomor
seri kuesioner juga dicatat pada tabel.
Tabel kuesioner di atas menunjukkan bahwa responden mengindikasikan
pernah bertemu dengan duyung pada tahun 2009 dan 2010 antara bulan Maret dan
April. Hanya satu kali sepasang induk duyung dengan anaknya terlihat (lihat pada

Gambar 9. Contoh pengisian tabel kuesioner

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 23


baris ke-lima), terlihat dua ekor duyung di perairan dalam (D) berukuran besar dan
kecil (L, S), pada siang hari (D) dalam kondisi hidup (A). Seekor penyu (baris ke-enam)
berukuran besar (L) dan hidup (A), juga terlihat di perairan dalam (D), pada siang hari
(D).
Berbagai macam data dapat dikumpulkan ke dalam tabel ini, dan data tersebut
dapat ditautkan ke setiap wawancara/formulir survei. Catatan tambahan dapat ditulis
di sisi kanan setiap kolom yaitu untuk data yang tidak sesuai dengan judul kolom
manapun. Pengisian tabel ini sebaiknya dilakukan oleh enumerator terlatih, setiap
informasi sebagaiamana yang disampaikan responden kepada enumerator dicatat
ke dalam formulir, dan enumerator harus memastikan setiap nomor kemunculan
(kolom 2) secara grafis dicatat pada peta atau grafik yang tepat.

3.3.3 Peta
Peta sangat penting dalam pelaksanaan survei kuesioner karena informasi-
informasi geografis yang diperoleh akan lebih mudah dicatat jika dituliskan ke
dalam peta. Peta harus disediakan dengan skala yang tepat (tidak terlalu besar
atau terlalu kecil).
Semua data yang didapat di proyek ini harus saling dihubungkan. Data dari
tabel harus dihubungkan dengan kuesioner, dan data dari peta harus dihubungkan
dengan tabel dan kuesioner. Setiap enumerator harus paham pentingnya
pelabelan tiap lembar peta karena peta merupakan bagian dari wawancara dari
setiap responden. Contoh peta yang dihubungkan dengan kuesioner terdapat pada
Gambar 10, peta tersebut merupakan informasi geografis dari kuesioner dengan
nomor seri AUO102 (lingkaran merah). Semua peta dari setiap wawancara harus
diberi nomor, minimal satu peta disiapkan untuk satu wawancara, peta ini akan
memuat semua informasi tentang daerah penangkapan ikan, daerah padang
lamun, dan titik kemunculan/tempat terdampar duyung /penyu/mamalia laut.
Sebagai contoh, informasi terkait daerah penangkapan ikan ditandai dengan
area bergaris putih (Gambar 10) kemudian didigitalkan lebih lanjut menggunakan
Google Earth sehingga seluruh daerah penangkapan ikan yang didatangi komunitas
nelayan tertentu atau daerah padang lamun dapat dibentuk dalam peta.
Pada sesi wawancara, enumerator akan menggali informasi tentang area
perairan yang biasa didatangi para nelayan, dan meminta area tersebut digambarkan
di peta. Area tersebut dapat digambarkan sebagai area area yang diarsir (bergaris),
atau area yang diwarnai gelap atau dapat diberi tanda yang dipahami oleh nelayan.
Semua kegiatan perikanan dapat digambarkan dalam bentuk grafis di peta. Area
penangkapan ikan dengan alat tangkap yang berbeda dapat ditandai dengan warna

24 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Gambar 10 .
Contoh penulisan nomor
seri pada peta

yang berbeda, atau pola gambar yang berbeda. Musim tangkapan ikan dari setiap
daerah penangkapan dapat dicatat juga pada peta tersebut. Contoh pada Gambar
11, daerah penangkapan ikan ditandai dengan lingkaran merah, area bergaris
menunjukkan daerah penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring
insang (gillnet) dan area kotak-kotak menunjukkan daerah penangkapan dengan
menggunakan pancing (fishing), masing-masing area diberi catatan waktu musim
puncak dan musim paceklik.
Sebagai tambahan, catatan tentang pertemuan dengan duyung, penyu, dan
cetacean dapat ditampilkan juga di peta. Sebagai contoh, tabel pada Gambar 9
menunjukkan bahwa enumerator telah mencatat delapan pertemuan (yang diberi
nomor 1 sampai dengan 8 di kolom kedua). Setiap penampakan dilengkapi dengan
informasi tentang: jumlah individu, pasangan ibu dan anak, waktu pertemuan

Gambar 11.
Contoh informasi kegiatan
perikanan pada peta

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 25


(malam atau siang), kondisi pada saat diketemukan (hidup/mati), dan seterusnya.
Semua informasi tersebut dapat dihubungkan secara geografis ke survei yang
dilakukan dengan mencatat setiap nomor perjumpaan pada peta. Pada Gambar
12, setiap perjumpaan dari delapan individu dicatat (ditandai dengan lingkaran

Gambar 12.
Contoh data tabel yang ditampilkan
pada peta

merah). Titik-titik tersebut dapat didigitalkan dan kelengkapan data dari tiap
titik dapat disertakan di tahap SIG pada saat menganalisis lebih lanjut.
Dalam wawancara sebaiknya enumerator menggunakan lembar peta yang
berbeda untuk setiap responden. Hal ini penting dilakukan agar responden tidak
terdorong untuk memberikan jawaban yang sama dengan jawaban yang telah
tercatat pada peta sebelumnya.

3.4. Analisis Data dan Pelaporan


3.4.1 Analisis Data
Setelah survei selesai, data yang dikumpulkan kemudian dientri ke dalam
basis data dalam bentuk results upload sheet pada program Microsoft Excel. Result
upload sheet yang dikembangkan oleh Pilcher dan Kwan (2012) memungkinkan data
yang dientri untuk langsung menghasilkan analisis dalam bentuk grafik (Gambar
13). Result upload sheet dapat diunduh di https://www.cms.int/en/document/
standardised-dugong-questionnaire-results-record-sheet. Informasi yang dapat
ditampilkan dari data file excel ini adalah grafik responden, grafik kapal dan alat
tangkap, grafik persepsi masyarakat, dan grafik data duyung.
Informasi atau data grafik yang ditampilkan pada peta dapat didigitasi dengan
menggunakan Google Earth atau perangkat SIG lainnya. Penggunaan Google Earth
untuk menyimpan data dimulai dengan tahapan sebagai berikut:

26 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Gambar 13.
Contoh grafik dari
data responden
(Sumber: Survei
DSCP 2018)

- Menyepakati kode yang digunakan untuk penamaan titik kemunculan


(contoh: IDARD001_1, IDARD001_2, dst), lokasi kegiatan perikanan (contoh:
IDARD001FAa, IDARD001FAb, dst. FA: Fishing Area), dan lokasi padang lamun
(IDARDSAa, IDARDSAb, dst. SA: Seagrass Area).
- Membuat folder untuk menyimpan hasil di Google Earth. Contoh:
Dugong_Project_Data
All_kmz_data
Sighting (untuk semua data kemunculan spesies)
Individual_FA (untuk semua data area kegiatan perikanan)
Individiual_SA (untuk semua data area padang lamun)
- Menggunakan fungsi-fungsi dalam Google Earth untuk menambahkan titik,
garis, dan poligon (Gambar 14.).
- Menyimpan titik, garis, dan poligon yang telah ditambahkan sesuai dengan
folder yang telah dibuat.

Untuk Untuk
menambahkan menambahkan
titik garis

Untuk
menambahkan
poligon

Gambar 14. Fungsi untuk menambahkan titik, garis, dan poligon

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 27


Dari peta Google Earth dapat diketahui lokasi mana yang merupakan hotspot
duyung, lokasi distribusi padang lamun, hotspot kegiatan perikanan, dan lokasi
konflik yaitu lokasi tempat kemunculan duyung yang tumpang tindih dengan lokasi
kegiatan perikanan. Tampilan Google Earth pada proses analisis data dapat dilihat
pada Gambar 15.

Gambar 15
Tampilan
Google Earth
pada saat
analisis data
lokasi kegiatan
perikanan

3.4.2 Pelaporan
Data yang telah disimpan dalam format elektronik yaitu upload sheet yang
telah dientri dalam Microsoft Excell dan digitasi data dengan menggunakan Google
Earth dapat dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id

28 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


BAB IV

SURVEI DAN MONITORING


HABITAT LAMUN
Padang lamun sebagai habitat makan duyung memiliki
banyak karakteristik, baik dari segi komposisi jenis, kerapatan,
jenis substratnya dan lain-lain. Menurut beberapa literatur, tidak
semua tipe padang lamun dimanfaatkan oleh duyung, karena pada
umumnya duyung lebih menyukai makan lamun yang berukuran
kecil yang tumbuh pada substrat berpasir untuk memakan
rimpang lamun tersebut. Dengan demikian, untuk mengetahui
apakah keberadaan suatu padang lamun bermanfaat bagi duyung
perlu dilihat terlebih dahulu apakah terdapat jejak makan duyung
di padang lamun tersebut atau tidak. Setelah dipastikan terdapat
jejak makan kemudian dilanjutkan dengan pemasangan transek
pengamatan di lamun untuk mengetahui kondisi padang lamun
secara keseluruhan.

4.1. Metode Pengamatan Jejak Makan (Feeding Trail)


Pengamatan jejak makan duyung ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang keberadaan duyung di perairan
yang terdapat padang lamun dengan cara mengamati ada/
tidaknya jejak makan duyung pada padang lamun tersebut dan
memantau perubahannya sepanjang waktu. Pengamatan ini juga
bisa dipergunakan untuk melakukan pengelolaan area makan
duyung dengan melihat perubahannya atau dinamika letak dan
ukuran feeding trail dari dari waktu ke waktu. Metode ini dilakukan
untuk mengetahui area padang lamun yang dimanfaatkan duyung
sebagai area makannya.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 29


Cara makan duyung tergantung pada morfologi lamun dan substratnya. Saat
duyung memakan jenis-jenis lamun yang berukuran kecil (Cymodocea, Halophila,
Halodule dan Syringodium) yang tumbuh pada dasar perairan bersubstrat pasir halus,
dengan mencongkel (menggunakan mulutnya) seluruh bagian dari lamun tersebut
maka akan meninggalkan jejak makan (feeding trail) di padang lamun berupa alur-
alur dengan panjang sekitar 30 cm sampai 6 meter dengan lebar sekitar 10-25 cm
(ukuran lebar muka duyung) (Gambar 16). Cara makan ini dikenal dengan nama
grazing. Saat duyung memakan lamun yang lebih besar (Enhalus dan Thalassia) yang
tumbuh pada substrat kasar dan padat, duyung akan memotong daun lamun dan
tidak meninggalkan jejak pada dasar perairan, cara makan ini dikenal dengan nama
cropping.
Ciri-ciri feeding trail ialah:

1. Bentuk jejak makan berupa alur yang memanjang (dapat mencapai 6 m) dan
memiliki lebar kurang lebih 9 sampai dengan 25 cm.
2. Terdapat pada padang lamun yang tumbuh pada substrat pasir.
3. Umumnya terdapat pada padang lamun jenis Halophila ovalis, Halodule uninervis,
Cymodocea rotundata dan Syringodium isoetifolium.
4. Pada alur baru atau jejak makan yang baru ditinggalkan oleh duyung 98% bersih
dari lamun, namun pada jejak makan yang sudah lama ditinggalkan mulai
ditumbuhi lamun-lamun pionir seperti Halophila ovalis, Halodule uninervis dan
Syringodium isoetifolium.

Gambar 16. Jejak makan duyung pada hamparan lamun jenis Halodule dan Halophila.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan metode pengamatan


jejak makan (feeding trail) ini adalah:

30 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


a. Menentukan apakah ada padang lamun di area pasang surut intertidal atau di
subtidal di wilayah yang akan diteliti.
b. Memerlukan waktu dan kejelian untuk mendeteksi dan memetakan jejak makan
di daerah subtidal terutama di perairan yang keruh.
c. Bentuk jejak makan akan bervariasi dan sulit dibedakan dengan bekas lain,
seperti: bekas tambatan kapal, bekas baling kapal, jangkar kapal dan aktivitas
manusia.
d. Jejak makan yang secara intensif dibuat oleh satu atau lebih duyung memiliki
kepadatan yang sama dengan jejak makan oleh kelompok besar, sehingga
membuat kesimpulan mengenai kelimpahan relatif jumlah individu duyung
dengan menggunakan parameter jejak makan, membutuhkan banyak asumsi
yang perlu dibuat secara eksplisit.
e. Konsultasi dengan peneliti berpengalaman dapat dilakukan untuk mengetahui
desain studi, pengumpulan dan analisis data.
f. Menentukan teknik yang sesuai dengan kondisi wilayah yang akan disurvei atau
pembiayaan. Jejak makan duyung dapat dideteksi dan dipetakan saat air surut
oleh beberapa teknik mulai dari pengamat yang berjalan kaki, hingga teknologi
maju seperti pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV), fotogrametri
dan algoritma pengenalan citra.
g. Pengamatan harus dicatat secara konsisten untuk memungkinkan perbandingan
datanya.

4.1.1 Peralatan dan bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pengamatan jejak makian antara
lain:
1. Alat pelindung diri, seperti topi, pakaian untuk menyelam, sepatu untuk
menyelam
2. Obatan-obatan dan peralatan P3K
3. Perahu
4. Papan mantatow/ kayu
5. Global Positioning System (GPS)
6. Water quality checker (jika memungkinkan)
7. Peralatan snorkeling (masker, snorkle, fin)
8. Peralatan SCUBA Diving (air tank, regulator, BCD)
9. Lembar data pada kertas anti air
10. Pensil 2B (lebih baik tipe benzia/cabut-cabut)
11. Kamera bawah air
12. Alat ukur berupa meteran (5 m)

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 31


4.1.2 Personil yang dibutuhkan
Personil yang dibutuhkan dalam kegiatan ini minimal dua orang, dengan peran
sebagai berikut:
a. Satu orang untuk mencatat, mengambil koordinat dan mendokumentasikan
b. Satu orang melakukan pengukuran parameter air, melakukan mantatow
dan mengukur feeding trail
4.1.3. Pengambilan data
Keberadaan jejak makan dicari dengan melakukan snorkeling di area-area yang
diindikasikan telah dijumpai duyung. Jika memungkinkan pencarian terhadap jejak
makan dapat pula dilakukan dengan cara mantatow untuk memperbesar kapasitas
pencarian. Terkadang peralatan SCUBA dibutuhkan jika jejak makan ditemukan
di kedalaman lebih dari 3 m. Jika jejak makan ditemukan di suatu lokasi, maka
dilakukan:
- Pencatatan posisi/koordinat
- Pendokumentasian (foto)
- Pencatatan waktu dan kedalaman
- Pengukuran dimensi jejak makan: lebar dan panjang dari masing-masing
jejak makan. Hal ini dapat digunakan sebagai data awal untuk estimasi
jumlah individu duyung yang ada di wilayah tersebut.
- Bila memungkinkan, amati sisa-sisa lamun di dalam jejak makan tersebut
dan catat jenisnya. Atau bila jejak makan bersih dari lamun, bisa diamati
dan dicatat jenis lamun yang ada di sekeliling jejak makan.
- Data-data tersebut dicatat pada lembar data jejak makan duyung sebagai
berikut.

Tabel 2. Lembar data jejak makan duyung

Dimensi
No. Kode Lokasi Koordinat Jenis lamun
P (cm) L (cm) D (cm)

Ket: P= Panjang, L= Lebar, D= Dalam

32 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


4.1.4. Analisis data dan pelaporan
Analisis singkat dari hasil pengamatan jejak makan duyung antara lain
sebagai berikut:
a. Koordinat jejak makan dapat dimasukkan ke dalam Google earth atau
google map atau piranti lunak (software) pemetaan lainnya untuk membuat
sebaran jejak makan.
b. Bila lebar jejak makan beragam maka dapat diperkirakan duyung yang
makan di area tersebut lebih dari satu individu. Data lebar jejak makan
dapat mengindikasikan individu yang berbeda satu dengan lainnya dan
berkorelasi dengan usia individu.
c. Data dimensi jejak makan juga dapat dijadikan dasar dari perkiraan berapa
banyak lamun yang dimakan oleh duyung .
d. Dari data jenis lamun dapat diketahui jenis lamun apa yang dimakan oleh
duyung di padang lamun tersebut.
Data yang disimpan dalam format elektronik, yaitu data jejak makan duyung
dalam bentuk tabel dan Google Earth, dapat dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui
email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id

4.2 Metode Transek


Transek pada padang lamun bertujuan untuk mengetahui kondisi padang
lamun, yang meliputi banyak jenis, kerapatan dan statusnya. Dengan mengetahui
parameter-parameter tersebut, kondisi padang lamun dapat dimonitor secara
berkala dan dievaluasi bila terdapat perubahan kondisi pada padang lamun tersebut.
Metode transek yang digunakan adalah adaptasi dari metode Seagrass Watch
(McKenzie et al. 2003) dan Manual Monitoring Padang Lamun COREMAP CTI
(Rahmawati et al. 2014), agar data yang dikumpulkan dapat dikomparasi secara
global dan berkontribusi pada data nasional. Untuk efisiensi waktu, sebaiknya
metode ini dilaksanakan setelah diketahui lokasi-lokasi padang lamun yang terdapat
keberadaan duyung melalui metode kuisioner atau wawancara dengan masyarakat
setempat. Lebih baik lagi bila metode transek ini dilakukan pada lokasi yang terdapat
jejak makan (feeding trail) duyung.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 33


4.2.1 Peralatan dan bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan ketika melakukan transek di padang
lamun (Gambar 17), yaitu:
a. Alat pelindung diri, seperti topi dan sepatu untuk menyelam
b. Obat-obatan dan peralatan P3K
c. Perahu
d. GPS
e. Water quality checker
f. Peralatan Snorkeling (masker, snorkle, fin)
g. Peralatan SCUBA Diving (air tank, regulator, BCD)
h. Lembar data (pada kertas anti air)
i. Pinsil 2B (lebih baik tipe benzia/cabut-cabut)
j. Kamera bawah air
k. Roll meter (100-200m)
l. Kuadrat (50 x 50 cm)
m. Patok besi (minimal 30 cm)
n. Pelampung tanda
o. Plastik dan label (jika dibutuhkan pengambilan sampel lamun)

Gambar 17.
Beberapa alat yang
digunakan dalam
pemantauan padang
lamun, yaitu: (a) sepatu
untuk menyelam (alat
pelindung diri), (b)
masker dan snorkel, (c)
perangkat GPS yang
dilindungi plastik, (d)
meteran gulung, (e)
frame kuadrat, (f) lembar
data dan papan jalan,
(g) patok besi, dan
(h) pelampung tanda
(Rahmawati et al. 2014)

34 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


4.2.2 Personil yang dibutuhkan
Dalam melaksanakan transek di padang lamun diperlukan minimal 3 orang,
dengan tugas sebagai berikut:
- Satu orang untuk mencatat dan mendokumentasikan
- Satu orang mengamati dan mengestimasi tutupan lamun
- Satu orang operator water quality checker

4.2.3. Pengambilan data


Sebelum melakukan kegiatan, informasi tentang kondisi pasang surut di lokasi
harus diketahui dengan melihat tabel pasang surut atau bertanya pada penduduk
lokal. Hal ini dilakukan untuk menentukan waktu terbaik turun ke lapangan.
Sebelum memulai pengamatan lamun dalam transek, beberapa informasi
yang harus dicatat antara lain: keterangan lokasi seperti nama lokasi, nomor stasiun
transek, pengambil data, tanggal dan waktu. Selain itu, informasi umum lokasi
pengamatan juga penting untuk dicatat, antara lain cuaca, kedalaman, kecerahan,
keberadaan mangrove, sungai, penduduk, dermaga, dan aktivitas penduduk yang
ada.
Tubir

100m 100m 100m


Per 10m dari titik 50m - 100m

70m 70m 70m

Gambar 18.
60m 60m 60m
Skema metode
transek lamun
terkait studi 50m 50m 50m
duyung
Per 5 m sampai 50m

15m 15m 15m

10m 10m 10m

5m 5m 5m

25m 25m

Pantai

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 35


Di dalam metode ini, transek yang digunakan berupa garis sebanyak tiga unit
ditarik tegak lurus garis pantai, mulai dari lamun pertama ditemukan hingga 100
meter. Bila padang lamun berakhir pada jarak kurang dari 100 m, garis transek bisa
disesuaikan hingga ujung padang lamun. Pada meter ke-0 dan ke-100 di tiap transek
dilakukan pencatatan koordinatnya, hal ini dilakukan agar monitoring di masa
yang akan datang dapat dilakukan lokasi transek di titik yang sama. Pada salah
satu transek, garis transek dilanjutkan hingga ke area tubir, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan gambaran distribusi jenis lamun dan tutupannya dari awal padang
lamun di pantai hingga tubir (Gambar 18). Kegiatan tambahan pengamatan distribusi
lamun hingga ke tubir ini dilaksanakan apabila pengamatan pada ketiga transek 100
m telah selesai dilakukan dan kondisi masih memungkinkan untuk bekerja.
Pada setiap transek dilakukan pendataan jenis dan tutupan lamun dengan
menggunakan kuadrat berukuran 50 x 50 cm pada sisi kanan garis transek. Pada 50
meter pertama, pengamatan pada kuadrat dilakukan setiap 5 m, sedangkan dari meter
ke-50 hingga ke-100 diambil tiap 10 m. Dengan demikian, pada transek terdapat 16
titik kuadrat pengamatan (Gambar 14). Pada setiap kuadrat dicatat jenis dan tutupan
(%) lamunnya serta tipe substratnya (Lampiran 2). Untuk transek tambahan hingga
tubir, pengamatan dengan kuadrat dilakukan jika ditemui perbedaan komposisi jenis
dari kuadrat sebelumnya serta dicatat posisinya dengan GPS.
Dalam melakukan metode transek terkadang kita juga memerlukan peralatan
SCUBA Diving jika lamun berada di kedalaman tertentu. Selain itu, bila memungkinkan,
data kualitas lingkungan perairan seperti salinitas, suhu, oksigen terlarut (DO) dan
lain-lain juga dicatat dengan menggunakan water quality checker.
Tahapan pemantaun dengan metode transek sebagai berikut:
1. Catat koordinat titik awal (meter ke-0) dan tandai dengan patok dan
pelampung tanda untuk memudahkan pencarian kembali di waktu
selanjutnya. Lakukan hal yang sama pada meter ke-100. Pada pengamatan
tambahan (di atas 100 m menuju tubir), koordinat setiap titik pengamatan
dicatat.
2. Tarik meteran dari meter ke-0 tegak lurus ke arah laut hingga 100 m untuk
membuat garis transek. Bila terlihat adanya jejak makan duyug, usahakan
garis transek melewati area tersebut untuk mengetahui jenis lamun yang
dimakan duyung.
3. Bila membawa alat pengukur kualitas air, maka pengukuran dapat
dilakukan di setiap kuadrat atau minimal satu kali pada setiap lokasi
pada pertengahan transek.

36 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


4. Pada setiap transek dilakukan pengamatan tutupan lamun dengan
menggunakan kuadrat berukuran 50 x 50 cm pada sisi kanan garis
transek (Gambar 19).

Gambar 19. Pengamatan di dalam


kuadrat pada transek Seagrass
Watch (McKenzie, Campbell and
Roder 2003)

5. Untuk pengamatan tutupan lamun


dapat menggunakan standar Seagrass
Watch atau estimasi tutupan model
COREMAP CTI. Pada standar Seagrass
Watch sudah ada beberapa gambar
yang bisa digunakan sebagai standar
persen tutupan (Gambar 20). Standar
ini mudah digunakan bila lamun yang
ada di lapangan sama dengan jenis
lamun yang ada di gambar standar,
apabila jenisnya berbeda maka perlu
penyesuaian sesuai perkiraan. Pada
teknik estimasi model COREMAP
CTI, perkiraan tutupan lamun dibuat
dalam kategori berdasarkan tutupan
lamun pada empat kotak kecil di
dalam kuadrat (Gambar 21). Setelah
itu, nilai empat kotak tersebut dirata- Gambar 20.
Standar prosentase tutupan lamun pada
ratakan sebagai nilai tutupan untuk Seagrass Watch
kuadrat tersebut.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 37


4 3

1 2

KATEGORI NILAI PENUTUPAN LAMUN (%)

Tutupan Penuh

Tutupan 3/4 Kotak kecil

Tutupan 1/2 Kotak kecil

Tutupan 1/4 Kotak kecil

kosong

Gambar 21. Patokan penentuan tutupan lamun berdasarkan COREMAP CTI

6. Tutupan vegetasi lamun dalam kuadrat merupakan data utama yang


diperlukan untuk menentukan kondisi padang lamun. Bila memungkinkan
dan agar data yang diperoleh lebih bermakna maka bisa dilakukan juga
pengamatan besar tutupan untuk tiap jenis lamun yang ada di dalam
kuadrat tersebut. Caranya adalah dengan mengidentifikasi dahulu jenis
lamun yang ada kemudian diperkirakan proporsi tutupan daun tiap jenis
terhadap tutupan vegetasi lamun yang sebelumnya dihitung. Dengan
demikian, berdasarkan data tersebut, akan dapat dianalisis: besarnya
tutupan lamun, kekayaan jenis lamun, dan jenis lamun yang dominan di
padang lamun tersebut

38 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


7. Untuk membantu identifikasi di lapangan, data menggunakan lembar
panduan identifikasi lamun yang memberikan informasi ciri khas tiap
jenis lamun yang umum dijumpai (Gambar 22).

Th Ea
Thalassia hemprichii
Enhalus acoroides
Mirip Cymodocea rotundata, tapi
rhizoma beruas-ruas dan tebal Berukuran paling besar
(daun bisa mencapai 1
Garis/bercak coklat pada helaian daun meter)
Daun berbentuk sabit Rambut pada rhizoma
Panjang daun 10 - 40 cm

Cr Cs
Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata
Tepi daun tidak bergerigi Tepi daun, bulat bergerigi
Seludang daun menutup sempurna Seludang daun membentuk
Panjang daun 7 - 15 cm segitiga, tidak menutup sempurna

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 39


Hp Hu
Halodule pinifolia Halodule uninervis
Daun pipih panjang, tapi berukuran Daun pipih panjang, tapi berukuran
kecil kecil
Satu urat tengah daun jelas Satu urat tengah daun jelas
Rhizome halus dengan bekas daun Rhizome halus dengan bekas daun
jelas menghitam jelas menghitam
Ujung daun agak membulat Ujung daun seperti trisula

Ho Hs
Halophila ovalis Halophila spinulosa
Daun oval, berpasangan dengan
Satu tangkai daun yang keluar dari
tangkai pada tiap ruas dari rimpang
rhizome terdiri dari beberapa pasang
Tulang daun 8 atau lebih daun yang tersusun berseri
Permukaan daun tidak berambut

Hd Hm
Halophila decipiens Halophila minor
Daun lebih cenderung oval-lonjong, Daun oval, ukuran kecil, berpasangan
ukuran kecil dengan tangkai pada setiap ruas dari
6-8 tulang daun rimpang
Permukaan daun berambut Tulang daun kurang dari 8

40 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Si Tc
Syringodium isoetifolium Thalassodendron ciliatum
Daun berbentuk silindris Daun pita, terkumpul membentuk
cluster
Satu cluster daun terbentuk dari
‘tangkai’ daun yang panjang dari
rhizoma

Gambar 22. Panduan identifikasi lamun di lapangan (dimodifikasi dari the Marine Ecology Group,
Nothern Fisheries Centre CAIRNS, Australia, Sumber: SeagrassNet)

8. Tipe substrat di tiap kuadrat dicatat dengan cara memilinnya oleh tangan.
Kemudian tentukan tipe substrat yang dominan apakah lumpur, pasir,
atau pecahan karang.
9. Pengamatan dilakukan pada setiap kuadrat. Pada 50 meter pertama
kuadrat diletakan setiap 5 meter, setelah meter ke-50 dilanjutkan
peletakan kuadrat di setiap 10 meter hingga meter ke-100.
10. Setelah transek pertama selesai, geser 25 meter ke arah samping untuk
membuat transek yang ke dua. Lakukan kembali langkah nomor 3 hingga
9. Begitu pula dengan transek yang ke tiga.
11. Bila masih memungkinkan, lakukan pengamatan pada meter ke-100 ke
arah tubir untuk memperoleh data padang lamun yang lebih banyak. Amati
perubahan tutupan dan komposisi jenis lamun dan catat koordinatnya.
12. Pada monitoring selanjutnya, cari posisi titik nol tiap transek dan lakukan
kembali pemasangan transek dan pengamatan tiap kuadrat.

4.2.4 Analisis data dan pelaporan


Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan piranti lunak lembar
bentang (spreadsheets) seperti Microsoft Excel dan sebagainya.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 41


1. Pada pengamatan tutupan dengan menggunakan model COREMAP CTI,
maka terlebih dahulu dihitung rata-rata tutupan dari tiap kuadratnya
(Gambar 23).

Gambar 23.
Cara menghitung
tutupan lamun di
dalam kuadrat.

2. Tutupan lamun tiap stasiun dihitung dengan merata-ratakan tutupan


lamun dari semua kuadrat (Gambar 24).
3. Bila menggunakan model data Seagrass Watch tinggal rata-ratakan
tutupan lamun per kuadratnya, seperti pada Gambar 21 (abaikan kolom
kotak 1-4)

Gambar 24.
Cara menghitung
tutupan lamun di
dalam kuadrat.

42 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


4. Bila data tutupan tiap jenis lamun juga diambil maka tutupan tiap jenis
juga dirata-ratakan. Pada pengamatan tutupan dengan menggunakan
model COREMAP CTI, maka terlebih dahulu dihitung rata-rata tutupan
dari tiap kuadratnya (Gambar 24).
5. Pada kuadrat yang tidak berisi lamun maka dalam analisis data harus
diberi nilai 0 (nol). Begitu pula untuk tiap jenis lamun, bila tidak dijumpai
dalam kuadrat harus diberi nlai 0.
6. Seperti halnya tutupan lamun, tutupan per jenis lamun dalam satu lokasi
ditentukan dengan merata-ratakan tutupan lamun dari tiga transek
tersebut (Gambar 25).
7.. Bila dalam lokasi atau wilayah yang sama terdapat beberapa titik
pengambilan data (stasiun) maka datanya dapat digabung dengan
merata-ratakan nilai pada semua stasiun pengamatan dalam area yang
sama (Gambar 27).
8. Kondisi lamun dapat ditentukan berdasarkan kategori dari COREMAP CTI
(Tabel 3) maupun kriteria status kondisi lamun dari Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004 (Tabel 4).

Tabel 3. Kategori tutupan lamun COREMAP CTI (Rahmawati et al. 2014)

Persentase penutupan (%) Kategori


0 – 25 Jarang
26 – 50 Sedang
51 – 75 Padat
76 - 100 Sangat Padat

Tabel 4. Kriteria status padang lamun menurut Keputuan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004
Kondisi Penutupan
Baik Kaya/Sehat ≥ 60
Kurang kaya / Kurang sehat 30 – 59,9
Rusak
Miskin ≤ 29,9

Data hasil pengamatan dalam bentuk tabel spreadsheets Microsoft Excel, dapat
dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 43


Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
44
Gambar 25. Cara menghitung tutupan tiap jenis lamun di dalam kuadrat
Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
45
Gambar 26. Contoh perhitungan prosentase tutupan jenis lamun pada satu stasiun
Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
Gambar 27. Cara menggabungkan data transek pada area yang sama

46
BAB V

SURVEI DAN MONITORING DUYUNG


DENGAN MENGGUNAKAN KAPAL
Survei dengan menggunakan kapal dapat digunakan untuk
mempelajari keberadaan, distribusi, kepadatan, kelimpahan
relatif, penggunaan habitat dan/atau perilaku duyung dari atas
kapal. Survei ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar jika
digabungkan dengan metode lain seperti metode mark-recapture
(metode yang digunakan untuk memperkirakan ukuran populasi
suatu biota), penilaian kesehatan dan teknik genetika untuk
memperkirakan kelimpahan, residensi, parameter demografi,
status kesehatan, struktur populasi, dan pergerakan suatu jenis
biota perairan. Di dalam penentuan kelimpahan duyung di suatu
area, maka survei dengan kapal ini harus mencakup strategi untuk
menjelaskan bias deteksi, karena kemunculan duyung sering sekali
bias dengan gelombang perairan.
Dalam panduan ini, survei dengan kapal bertujuan untuk
memastikan keberadaan, menghitung kepadatan dan kelimpahan
relatif dari duyung di habitat aslinya melalui pengamatan langsung
dari atas kapal. Metode survei dengan kapal mempunyai kelebihan
sebagai berikut:
1. Mudah untuk dilakukan,
2. Lebih efektif dalam pembiayaan untuk mengetahui
pemanfaatan habitat dan perilaku duyung di daerah
yang terlindung atau habitat pesisir pada skala lokal.
Besarnya biaya survei kapal tergantung dari tujuan
penelitian, skala spasial, lokasi, waktu survei dan
kapasitas pengamat.
Kekurangan dari metode ini adalah kemampuan pengamatan
dari atas kapal yang tergantung pada sudut pandang dari
pengamat, lingkungan (angin, kekeruhan air), karakteristik duyung
(tidak adanya sirip punggung dan tanda alami yang terlihat jelas,

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 47


serta perilaku yang tidak biasa, dimana duyung cenderung berenang menjauh dari
kapal karena suara yang ditimbulkan oleh mesin kapal, bias pengamat (keberadaan
duyung di perairan sering tidak terlihat oleh pengamat, atau kemampuan pengamat
membedakan duyung dari spesies mamalia laut lainnya), dan juga sangat sulit
pengamatan dari kapal jika di daerah yang akan disurvei memiliki sejarah perburuan
duyung.

5.1 Tahapan Survei dengan Kapal


5.1.1. Batasan Lokasi Survei
Batasan lokasi yang dipergunakan dalam survei menggunakan kapal yaitu
daerah dimana duyung sering terlihat berdasarkan informasi nelayan dan masyarakat
atau berdasarkan hasil dari survei kuesioner. Hal ini dilakukan karena tidak mudah
melihat langsung duyung di alam, sehingga dengan adanya informasi awal tersebut
dapat memberi fokus kepada lokasi-lokasi yang lebih berpotensi ditemukan duyung.

b c

Gambar 28. Contoh jalur pengamatan di kawasan pesisir dan teluk.

Pembuatan rencana jalur yang akan dipergunakan saat pengamatan, sangat berkaitan
dengan luas wilayah pengamatan, kemampuan pengamat dan pola tingkah laku.
Gambar berikut adalah contoh rencana jalur pengamatan duyung.

48 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Jalur pengamatan pada gambar 28.a. adalah jalur yang digunakan untuk
mengetahui distribusi dan menghitung kepadatan. Jalur dibuat tegak lurus garis
pantai dan menyisir luasan area tertentu, sesuai wilayah yang ditargetkan. Hal ini
dimaksudkan agar pengamatan dapat meliputi kedalaman yang berbeda, karena
duyung tidak selalu berada di pesisir atau wilayah padang lamun. Duyung pernah
tercatat berada sejauh 58 km dari garis pantai dan di area dengan kedalaman 37m
(Marsh dan Saalfeld, 1989). Dengan jalur seperti ini luasan pengamatan dapat
diketahui persis, sehingga kepadatan dapat dinyatakan dalam satuan individu /km2
ataupun individu/ha.
Jalur pengamatan pada gambar 28.b. dan 28.c. adalah jalur yang digunakan
untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan relatif (relative abundance). Jalur ini
kebanyakan diperoleh pada opportunistic survey atau survey yang dilaksanakan
sesuai dengan lintasan kapal yang tersedia maupun sesuai kesempatan yang ada.
Jalur pengamatan seperti ini tidak menyisir suatu wilayah dengan sempurna sehingga
hasil pengamatan hanya dapat dinyatakan berdasarkan satuan panjang lintasan dari
periode pengamatan. Kelimpahan relatif dapat dinyatakan dalam individu/ km.

5.1.2. Persiapan Survei Kapal


Untuk mengurangi bias dalam data dan meningkatkan keakuratan informasi
pengamatan di lapangan, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan metode
survei dengan kapal ini, yaitu:
1. Menstandarkan parameter berikut:
- Kecepatan kapal
Kecepatan kapal yang baik digunakan maksimum 10 km/jam. Kecepatan ini
cukup lambat dibanding kecepatan untuk pengamatan lumba-lumba dan
paus, yaitu 15 km/jam. Hal ini untuk mengantisipasi tingkah laku duyung
yang umumnya suka menghindar dari keramaian atau kehadiran manusia.

Gambar 29. Kemunculan duyung ketika mengambil nafas di permukaan air.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 49


Kemunculan duyung juga harus diamati dengan seksama karena hanya
memunculkan lubang nafasnya di permukaan laut (Gambar 29 ). Sebelum
memulai kegiatan harus dilakukan kesepakatan dengan awak kapal untuk
memudahkan komunikasi tentang isyarat yang akan digunakan ketika
kecepatan harus ditingkatkan, diturunkan, maupun apa isyarat yang digunakan
untuk menghentikan dan memulai kapal untuk berjalan.
- Transek/rute
Transek dilakukan dengan rute menyisir area target (Gambar 28).
- Jumlah minimum transek dalam satu kali survei
Kita perlu memperhitungkan kesediaan waktu dalam melakukan survei.
Tentu saja ini sangat ditentukan dari jam pengamatan, dimana pengamatan
secara visual masih dapat dilakukan (pagi hingga sore). Dengan durasi waktu
pengamatan yang tersedia dan kecepatan maksimum yang dianjurkan maka
kita dapat merencankan jarak minimum yang dapat ditempuh dalam satu kali
survei.
Misal: waktu survei jam 07.00-17.00 yaitu 10 jam pengamatan, maka dengan
kecepatan maksimum 10 km/jam kita dapat melakukan transek minimum 10
jam x 10 km/jam = 100 km. 100 km inilah yang akan kita plotkan sebagai target
menyisir area.
- Frekuensi monitoring
Kita harus merencanakan kapan survei akan dilaksanakan. Apakah setiap
bulan, setiap tiga bulan, atau setiap tahun.
- Kondisi cuaca yang dapat diterima dan peran pengamat
Kita perlu mencatat apakah cuaca cerah, mendung, maupun hujan. Skala
kekuatan agin pun juga dicatat dengan skala beaufort (Tabel 5.). Peran
pengamat di masing –masing posisi juga perlu di stadartkan (Gambar 30 dan
Gambar 31.).
2. Memberikan pelatihan pengamat yang efektif dan komprehensif.
Konsultasi dengan ahli survei kapal untuk belajar bagaimana cara
terbaik melatih pengamat.
3. Mengurangi resiko negatif palsu seperti keberadaan duyung yang tidak terlihat,
atau perkiraan perubahan jumlah duyung yang siginifikan di suatu daerah. Resiko
negatif palsu ini dapat diminimalisir dengan melakukan survei berulang di daerah
yang sama, yaitu melakukan beberapa kali survei secara berturut-turut dan/atau
melakukan survei pada skala temporal yang berbeda (saat pasang rendah atau
pasang tinggi, atau pada musim yang berbeda).
4. Pengamatan duyung lebih berpotensi terlihat pada saat air sedang pasang tinggi +
3-5 meter.

50 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


5.2 Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam survei kapal, yaitu:
- GPS 1 buah
- Teropong binokular 2 buah
- Kamera dengan lensa tele 2 buah
- Lembar data pada kertas anti air (Tabel 6)

5.3 Personil yang dibutuhkan


Personil yang dibutuhkan minimal 3 orang, yaitu jika survei menggunakan kapal
berukuran kecil (< 3 GT) dengan tugas sebagai berikut:
a. Dua orang pengamat dengan teropong binokular
b. Satu orang sebagai navigator dan pencatat.
c. Jika kapal yang digunakan cukup besar (> 5 GT), maka jumlah personil dapat
mencapai 5 orang dengan tugas sebagai berikut:
d. Dua orang pengamat memegang kamera
e. Dua orang pengamat dengan binokular
f. Satu orang sebagai navigator dan pencatat

5.4 Pengambilan data


Survei secara visual dilakukan dengan pengamatan di atas perahu. Posisi titik awal
dan akhir lintasan ditandai dengan metode tracking pada GPS sehingga dapat diestimasi
panjang lintasan pengamatan (km). Waktu pengamatan juga dicatat sehingga diketahui
durasi pengamatan.
Jika kapal yang digunakan berukuran kecil, pengamatan dapat dilakukan secara
efisien dengan tiga orang personil. Ketiga pengamat dapat mengambil posisi di atas kapal
sebagaimana (Gambar 30). Posisi ke-1 sebagai navigator sekaligus pencatat, sedangkan

AREA YANG DIAMATI


1
Posisi:
(1) Navigator
sekaligus 900 900
pencatat (2) dan garis 900
(3) Pengamat 2 3
dengan
teropong
binokular AREA YANG
TIDAK DIAMATI

Gambar 30. Posisi personil monitoring duyung pada kapal kecil

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 51


posisi ke-2 dan ke-3 adalah sebagai pengamat dengan teropong binokular dengan luas
pandangan sebesar 90º dari utara ke kanan dan ke kiri.
Sedangkan pada penggunaan kapal berukuran cukup besar, pengamatan
dapat dilakukan oleh lima orang personil. Empat orang menjadi pengamat dan
satu orang sebagai pencatat. Pengamat ke-1 sebagai navigator sekaligus pencatat,
pengamat ke-2 dan ke-3 mengamati tanpa teropong binokular pada area horison
180º dan dilengkapi kamera lensa tele untuk mendokumentasikan ketika terjadi
perjumpaan dengan duyung. Sedangkan posisi ke-4 dan ke-5 mengamati dengan
teropong binokular seluas 90º dari utara ke kanan dan ke kiri (Gambar 31).

1
AREA YANG DIAMATI

Posisi:
(1) Navigator
sekaligus 2 3
pencatat (2) dan
(3) Pengamat 900 900
tanpa teropong garis 900
binokular 4 5
(1800) (4) dan
(5) Pengamat AREA YANG
dengan teropong TIDAK DIAMATI
binokular (900)

Gambar 31. Posisi personil monitoring duyung pada kapal besar

Pencatat akan mencatat hal berikut: tanggal, lokasi, posisi, waktu, kondisi
cuaca, kecepatan angin berdasarkan Skala Beaufort (Tabel 5), dan keterangan lainnya
pada saat melakukan monitoring duyung seperti sedang makan atau mengapung
di permukaan. Skala Beaufort juga perlu diperhatikan untuk faktor keselamatan.
Umumnya survei masih aman dilakukan dalam skala 1-3. Diatas skala 3, sebaiknya
survei dihentikan karena faktor keamanan dan efektivitas pengamatan.
Para pengamat juga akan menyampaikan hal-hal yang perlu dicatat pada saat
terjadi kemunculan duyung dalam area pengamatannya. Hal-hal yang perlu dicatat
saat mengalami perjumpaan dengan duyung adalah: posisi (menggunakan GPS),
jarak duyung dari kapal, perkiraan jumlah (perkiraan maksimum dan minimum),
jumlah individu dewasa, jumlah individu anak dan tingkah laku duyung. Pencatat

52 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


juga berperan dalam pendokumentasian foto maupun video (dapat dibantu anggota
lainnya juga). Setiap 15-20 menit adakan pergeseran posisi dalam tim survei agar
konsentrasi terjaga. Format data survei duyung dapat dilihat pada Tabel 6. Gambaran
survei kapal dapat dilihat pada Gambar 32.

Tabel 5. Kecepatan Angin berdasarkan Skala Beaufort

SKALA KECEPATAN ANGIN


DESKRIPSI
BEAUFORT (KNOTS)

0 0–1 Laut datar seperti kaca

1 1-3 Terlihat riak air kecil, tidak ada busa

Gelombang kecil (tinggi gelombang : 0.2 – 0.5 m), Tapi


2 4–6
tidak pecah

Gelombang membesar (tinggi gelombang: 0.6 – 1 m)


3 7 – 10
dan mulai pecah. Mulai terlihat busa

Gelombang memanjang (tinggi gelombang: 1 – 1.5


4 11 - 16
m), busa semakin banyak

Gelombang sedang memanjang (tinggi gelombang:


5 17 - 21
1.5 – 2.5 m). Busa banyak sebagian memercik

Gelombang besar (tinggi gelombang: 2.5 – 4 m), busa


6 22 - 27
banyak dan air memercik

Gambar 32. Survei visual dengan kapal

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 53


Tabel 6. Form data survei duyung

Nama pencatat
: Posisi mulai :

Tanggal : Posisi selesai


:

Lokasi : Waktu mulai :

Cuaca : Waktu selesai


:

No. Waktu ID Posisi / Sudut Jarak dari Perkiraan Perkiraan Kecepatan Keterangan
Perjumpaan (xx:xx) koordinat dari kapal jumlah ukuran Angin
kapal kapal (m) (individu) (m) (Skala
Beaufort)
1
2

dst

Posisi mulai : Posisi mulai merupakan titik koordinat saat kapal akan
memulai pengamatan, dicatat dengan format “derajat,
menit detik). Contoh 15024’15”, 9034’25”,…dst.
Posisi akhir : Posisi akhir merupakan titik koordinat saat kapal telah
kembali dari pengamatan, dicatat dengan format “derajat,
menit detik). Contoh 15024’15”, 9034’25”,…dst.
Waktu mulai : Waktu memulai pengamatan.
Waktu akhir : Waktu berakhir pengamatan.
No. Perjumpaan : No. Perjumpaan dicatat setiap ada perjumpaan dengan duyung.
Waktu : Waktu setiap ada perjumpaan dengan duyung.
ID : ID yang dipakai bebas, tetapi harus disepakati
sebelum pengamatan dilakukan. Contoh pengamatan
dilakukan di Bintan (BI01, BI02,…dst)
Posisi Kapal : Posisi koordinat kapal dicatat dengan format “derajat,
menit, detik. Contoh 15024’15”, 9034’25”,…dst.
Jarak dari kapal : Jarak duyung yang ditemukan dari kapal ke duyung
tersebut. Jarak dituliskan dalam meter dan diberi arah
mata angin. Contoh : 30 meter , 75 meter,….dst.
Sudut dari kapal : Sudut dari kapal dicatat menggunakan
navigasi arah angka pada jam
Perkiraan jumlah : Perikiraan jumlah duyung yang ditemukan saat pengamatan.
Perkiraan ukuran : Perikiraan ukuran duyung yang ditemukan saat pengamatan.
Kecepatan angin : Kecepatan angin dicatat sesuai arahan tabel 5.

54 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


12
11 1

10 2

9 3

8 4

7 5
6

12
11 1

10 2

9 3

8 4

7 5
6

Gambar 33. Teknik menentukan sudut penampakan Duyung dari arah


kapal menggunakan navigasi angka jam

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 55


5.5 Analisis Data
5.5.1 Kepadatan
Dari hasil pengamatan pada survei kapal dapat dihitung kepadatan populasi
duyung. Kepadatan dapat dihitung dengan membagi jumlah individu yang dijumpai
dengan luasan wilayah pengamatan yang berhasil diamati selama melakukan survei
kapal. Kepadatan populasi duyung disuatu wilayah dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
…………………………. (Williams et al., 2017)

Keterangan :
D = Kepadatan (Individu/km2)
n = Jumlah duyung yang ditemukan (Individu)
a = Luas area pengamatan (km2)
P = Probabilitas suatu individu dapat terhitung berulang pada survei yang sama.
Terkadang kita dapat menyadari bahwa ada individu yang dijumpai
lebih dari sekali ketika melakukan transek. Maka nilai P adalah jumlah
kemungkinan suatu individu terhitung berulang mis: 2x, 3x dst.
L = Luas area pantau dari salah satu sisi kapal (m) dihitung dari jarak pantau
terjauh dari sisi kapal dikali panjang transek.

5.5.2 Kelimpahan relatif

N= jumlah individu yang dijumpai


d = jarak tempuh pengamatan
Satuan kelimpahan relatif dinyatakan dengan individu/km

5.6 Pelaporan
Laporan hasil pengamatan dapat dikirimkan ke:
1. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui email:
- Indonesian.Duyung@gmail.com
2. Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut melalui email:
- subditkonservasijenis@gmail.com
- kkhl.prl.@kkp.go.id

56 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


DAFTAR PUSTAKA

Anderson PK. 1998. Shark Bay dugongs (Dugong dugon) in summer II: Foragers in a
Haloduledominated community. Mammalia, 62 (3): 409-425.
Aragones LV. Jefferson TA. Marsh H. 1997. Marine Mammal Survey Techniques
Applicable in Developing Countries. Asian Marine Biology 14 15 – 39.
Aragones LV. Marsh H. 2000. Impact of dugong grazing and turtle cropping on
tropical seagrass communities. Pac. Conserv. Biol.5, 286–288. doi: 10.1071/
PC000277
Christianen MJA. Govers LL. Bouma TJ. Kiswara W. Roelofs JGM. Lamers LPM. 2012.
Marine megaherbivore grazing may increase seagrass tolerance to high
nutrient loads. J. Ecol. 100, 546–560. doi: 10.1111/j.1365-2745.2011.01900.x
De Iongh HH. Wenno B. Meelis E. 1995. Seagrass distribution and seasonal changes
in relation to dugong grazing in the Moluccas, East Indonesia. Aquatic Botany
50:1-19.
De Iongh HH. Bierhuizen B. Orden BV. 1997. Observations on the behaviour of
thedugong (Dugong dugonMüller, 1776) from waters of the Lease Islands,
eastern Indonesia. Contributions to Zoology, 67 (1): 71-77.
Eros C.Marsh H. Bonde R. O’Shea T. Beck C. Recchia C. Dobbs K. Turner M. Lemm S.
Pears R. Bowater P. 2007. Procedures for The Salvage and Necropsy of the
Dugong (Dugong dugon).2nd ed. Great Barrier Reef Marine Park Authority.
Townsville: V + 98 pg.
Hodgson AJ. 2004. Dugong behaviour and responses to human influences. PhD
thesis, James Cook University,Townsville, Ausralia.
IUCN. 2006. IUCN Red List of Threatened Species. Gland, Switzerland, IUCN.
Kawaroe M. Indra J. IndartoH. 2009. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Rekayasa
Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia
hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Kawaroe M. Nugraha AH.Juraij.2015 Ekosistem Padang Lamun.IPB Press.
Marsh H.Heinsohn GE. Janice M. 1982 Analysis Stomach Contents of Dugongs from
Queensland. Aust. Widl. Res. 9:55-67.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 57


Marsh H. Heinsohn GE. Marsh LM. 1984. Breeding cycle, life history and population
dynamics of the dugong, Dugong dugon(Sirenia: Dugongidae). Australian
Journal ofZoology, 32 (6): 767-788.
Marsh H. Lefebvre LW. 1994 Sirenian Status and Conservation Efforts. Aquatic
Mammals 20 155 – 170.
Marsh H. Penrose H. Eros C. Hugues J. 2002. Dugong Status Report and Action Plan
for Countries and Territories. UNEP. Early Warning and Assessment Report
Series: 162 pp.
Marsh H. Saalfeld WK. 1989. Distribution and abundance of Dugongs in the Northern
Great Barier Reef Marine Park. Aust.Wildl.Res, (16): 420-440.
Mc Kenzie LJ. 2003. Draft Guiedlines for The Rapid Assessment of Seagrass Habitats
in The Western Pacific. QFS, NFS, Cairns:43pp.
Mira S. 2013. Pengenalan Jenis-jenis Mamalia Laut di Indonesia. Kementrian
Kelautan dan Perikanan: xiii + 78hlm.
Pilcher NJ. Kwan D. 2012. Dugong Questionnaire Survey Project Manual.CMS-UNEP
Abu Dhabi Office. United Arab Emirates. September 2012. 44 pp.
RahmawatiS.Irawan A. Supriyadi IH. Azkab MH. 2014. Panduan Monitoring Padang
Lamun. CRITC COREMAP CTI LIPI, Jakarta: vii +32 pp.
Tol SJ. Jarvis JC. York PH. Grech A. Congdon BC. Coles RG. 2017. Long distance
biotic dispersal of tropical seagrass seeds by marine mega-herbivores. Sci.
Rep. 7:4458. doi: 10.1038/s41598-017-04421-1
Williams R. Ashe E. Gaut K. Gryba R. Moore JE. Rexstad E. Sandilands D. Steventon
J. Reeves R. 2017. Animal Counting Toolkit: a practical guide to small-boat
surveys for estimating abundance of coastal marine mammals.Endang
Species Res 34:149-165.

58 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Lampiran 1 Kuesioner UNEP-CMS untuk Survei (Tipe 1)

KUESIONER
SURVEI DUYUNG DAN LAMUN

Enumerator: Hari/tanggal :

Kota/Desa: Provinsi :

Nomor Seri Lembar Data:

PERNYATAAN
Catatan : Membacakan pernyataan ini kepada responden merupakan keharusan, demi
menjamin perlakuan yang sama diberikan terhadap semua responden.

NAMA SAYA

Saya adalah relawan untuk kegiatan Konservasi Dugong dan Lamun Indonesia yang
dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian Oseanografi-
LIPI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, dan WWF Indonesia yang mendukung riset
perlindungan jenis dan kawasan laut. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengkaji secara umum
perihal konservasi dugong dan habitat lamun di …………………........................………..(cantumkan
lokasi). Saya bermaksud mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada anda tentang lamun dan
dugong yang pernah anda lihat, alat tangkap dugong yang anda gunakan (bila ada), dimana
anda menangkap, dan pertanyaan lain semacam itu. Kami menyiapkan peta dan gambar/
foto yang dapat digunakan untuk membantu menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan.
Pertanyaan/kuesioner akan memakan waktu sekitar 30-45 menit untuk menyelesaikannya.
Hasil riset kami dapat dimanfaatkan untuk membantu mengurangi penangkapan dugong,
mungkin lewat dukungan langsung dari masyarakat , atau juga dengan regulasi dan
penegakan hukum yang efektif. Partisipasi anda dalam survei ini bersifat sukarela dan rahasia.
Kami tidak akan merekam nama atau informasi personal yang anda sampaikan kepada kami,
kecuali bila anda memberi persetujuan. Jawaban-jawaban individual akan digabungkan dan
dilaporkan sebagai suatu kelompok untuk mendapatkan gambaran umum tentang status
mutakhir, dan kami pasti tidak akan menyampaikan jawaban-jawabn individual anda kepada
siapapun di luar tim riset kami. Anda tidak harus menjawab pertanyaan bila Anda memang
tidak menghendakinya.

TERIMA KASIH ATAS KERJA SAMA ANDA.

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 59


LATAR BELAKANG RESPONDEN
(Contrenglah kotak di sebelah kiri dari pertanyaan yang tidak ditanyakan. Siapkan peta
yang baik bagi responden untuk menunjukkan lokasi)
□ 1. Nama .......................................................................................................................
□ 2. Usia ……… Jenis kelamin: Pria □ Wanita □

□ 3. Pernahkah Anda sebelumnya mengikuti wawancara terkait dengan:


Perikanan □ Mamalia laut □ Kawasan Konservasi Laut □ Ekowisata □
Penyu □ Lainnya □ Tak pernah □
Kapankah Anda mengikuti wawancara tersebut? ……………….…………………….………...
Jelaskan …………………………………………………………………………………………….…................

□ 4. Apakah pekerjaan utama Anda?


Nelayan tangkap □ Nelayan budidaya □ Pemandu wisata□
Kapten/Kru Kapal □ Pensiunan □ Lainnya □
Jelaskan.....................................................................................................................
□ 5. Sudah berapa tahun Anda terlibat dalam pekerjaan anda? ................………………….

□ 6. Apakah Anda mempunyai latar belakang nelayan? Ya □ Tidak □

□ 7. Apakah orang tua Anda berprofesi nelayan? Ya □ Tidak □


Kakek? Ya □ Tidak □

□ 8. Apakah nelayan merupakan mata pencaharian utama Anda? Ya □ Tidak □

□ 9. Apakah nelayan merupakan mata pencaharian Anda satu-satunya? Ya □ Tidak □


(Bila tidak) Apa mata pencaharian lainnya? .………………………………………………………..

□ 10. Bulan apa biasanya Anda pergi menangkap ikan (dalam 12 bulan terakhir)? .........
(bila sifatnya musiman, jelaskan bila musim dimulai dan berakhir) ……………..……...
..................................................................................................................................

□ 11. Berapa hari dalam seminggu Anda menangkap ikan?


....…….… hari (pada musim paceklik)
………….. hari (pada musim puncak)
□ 12. Apa posisi Anda di kapal? Nahkoda □ Anak Buah Kapal □
Posisi tidak tetap □ Tidak bekerja di kapal □

60 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


□ 13. Berapa banyak orang yang bekerja di kapal Anda (termasuk Anda)? ..…………………
□ 14. Berapa panjang kapal Anda (dalam meter)? …………………….....................................
□ 15. Apakah kapal Anda bermesin? Tidak □ Ya □;
(Bila Ya) Mesin dalam□ Mesin luar□

□ 16. Berapa daya-kuda mesinnya? ………………………………


SATWA DUGONG/TANGKAPAN SAMPINGAN DUGONG
□ 17. Pernahkan Anda melihat dugong di perairan sekitar Anda? (Tunjukkan gambar dugong)
Ya □ Tidak □
Apa nama lain untuk dugong di daerah Anda? ..…………………………………………………..

□ 18. Bisakah Anda menjelaskan perbedaan antara dugong dan lumba-lumba


(dan/atau paus)? Bisa □ Tidak □
.……………………………………………………………………………………………………………………………
..................................................................................................................................
(Bawa foto lumba-lumba, paus dan dugong)

□ 19. Menurut Anda, berapa lama dugong dapat bertahan hidup? ..…….....................…..
Tidak tahu □

□ 20. Pada saat apa Anda melihat dugong?


Saat menangkap ikan □ Saat menuju tempat penangkapan□
Saat dugong kebetulan tertangkap jaring atau alat tangkap lain□ Diburu □
Terdampar di pantai □
Lainnya ……………………………......................................................................................

□ 21. Seberapa sering Anda melihat dugong?


Tidak pernah □ Hanya sekali seumur hidup□ Beberapa kali seumur hidup □
Sering kali □ Setiap tahun dalam lima tahun terakhir □
Dalam setahun terakhir hanya sekali □ Beberapa kali □ Tiap bulan □
Tiap minggu □ Tiap hari □

□ 22. Pada bulan-bulan apa Anda melihat dugong? .……………………..................................


(nyatakan dalam bulan atau musim)

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 61


□ 23. Kapan terakhir kali Anda melihat dugong? ……………………….....................................
(Bila telah lama berselang, cantumkan tahun berapa)

□ 24. Apakah Anda tahu tempat dimana dugong sering terlihat secara regular/ berkala?
Ya □ Tidak □ (Catatan: Regular/berkala berarti waktu terlihatnya dugong itu
berulang dalam waktu tertentu setiap tahun) Dimana lokasi dugong yang terlihat
secara regular/berkala ini? (Tunjukkan dalam peta)

□ 25. Apakah lokasi tersebut berubah menurut waktu?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu □

□ 26. Menurut perkiraan Anda, ada berapa ekor dugong yang hidup di daerah ini?
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □

□ 27. Apakah Anda pernah melihat anak dugong? Ya □ Tidak □


Kapan? …………………. (bulan berapa). Dimana anda melihatnya?
(mohon responden menunjukkannya dalam peta).

□ 28. Apakah ada orang atau masyarakat dari desa lain yang menangkap dugong?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu
(Bila Ya) Berapa orang)? ………………. Desa mana? …………………...............................
Apakah dapat dijelaskan lebih rinci? ……………………………………………………………………
……………………………….…………………………....................................................................
Apakah tangkapan tersebut tak sengaja atau disengaja?
Tak sengaja □ Sengaja □ Keduanya □

□ 29. Apakah di desa Anda ada spesialis penangkap dugong?


Ya □ Tidak □ Berapa orang? ………………………..

□ 30. Apakah ada orang atau masyarakat di desa Anda yang pernah menangkap dugong?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
(Bila Ya) Berapa orang? …………. Untuk berapa lama? ………..................................….
Rinciannya...............................................................................................................
Apakah tangkapan itu terjadi dengan tak sengaja atau disengaja?
Tak sengaja □ Dengan sengaja □ Keduanya□
□ 31. Apakah Anda sendiri pernah menangkap dugong dalam beberapa tahun silam?
(dengan sengaja atau tak sengaja) Ya □ Tidak □

62 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


(Bila Ya) Berapa banyak yang tertangkap tahun lalu? 1-2 □ <10 □ >10 □
Rinciannya (bila ada) …………………………………………………….........................................
Apakah tangkapan itu merupakan jumlah normal dalam setahun? Ya □ Tidak □
(Bila Tidak) Apakah tangkapan itu lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya?
Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Apakah tangkapan itu tak sengaja atau
sengaja diburu? Tak sengaja □ Sengaja □ Keduanya □

□ 32. Berapa dugong yang Anda tangkap dalam lima tahun terakhir?
0 □ 1-2 □ <10 □ >10 □
Lebih spesifik (bila mungkin dengan angka) ………………………………………...................

□ 33. Bagaimana cara Anda menangkap dugong?


Dengan harpun/ seruit □ Dengan jaring □ Dengan cara lainnya □
Jelaskan ……………………………………………………………..................................................…

□ 34. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah
Anda berpendapat bahwa jumlah dugong yang diburu/ditangkap di wilayah
Anda? Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Sama saja □ Tidak tahu □
(Catatan: keterangan ini didasarkan pada jumlah aktual, bukan persepsi)
(Bila lebih banyak atau lebih sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian?................
………………………….......................................…………………………………………………………………..

□ 35. Apa yang Anda lakukan atau akan dilakukan terhadap dugong bila Anda menangkap
dugong dengan sengaja? Dimakan □ Dijual □ Untuk umpan □ Lainnya □
.................……………..……………………………………… (Catatan: jangan arahkan responden)
□ 36. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap dugong bila anda
menangkap dugong dengan tidak sengaja? Dibuang (sudahmati) □
Dilepaskan (bila masih hidup) □ Dimakan □ Dijual □ Untuk umpan □
Lainnya □ ………………………...........................…………..…………………………………………….

□ 37. Pernahkah Anda menemukan □ atau mendengar □ mengenai dugong yang


terdampar di pantai? Ya □ Tidak □ (Jelaskan) …………………………………….....…
…………………………..……...............................................................................................
Atau pernahkan Anda menemukan □ atau mendengar □
mengenai dugong yang mati di perairan? Ya □ Tidak □

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 63


Atau pernahkah Anda menemukan □ atau mendengar □ dugong dengan
bekas luka di punggungnya? Ya □ Tidak □ (Jelaskan) ……………………………………….
................................................................................................................................................
(Bila Ya) Dimana, kapan dan berapa banyak? (mohon responden tunjukkan dalam peta) ……
………………………………………………………………………………………….….…...................................
Apa yang terjadi dengan dugong tersebut?…………..........……………………………...…….……...

□ 38. Apa yang akan dilakukan bila Anda menemukan dugong terdampar di pantai? .............
…………..…………………………………………………………………………………………………….………………

PERSEPSI
□ 39. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah Anda
berpendapat bahwa jumlah dugong di wilayah Anda?
Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Sama saja □ Tidak tahu □
(Catatan: keterangan ini didasarkan pada jumlah aktual, bukan persepsi)
(Bila lebih banyak atau lebih sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian? ……………
…………….......................................…………………………………………………………………................

□ 40. Apakah Anda berpendapat bahwa dugong akan selalu ada di laut?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu □ (Bila Tidak) Jelaskan bagaimana ..............
..................………………………………......……………...........................................................

□ 41. Apakah Anda berpendapat bahwa keberadaan dugong itu penting?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu □ (Bila Ya) Jelaskan bagaimana .......................
..............………………………………......……………...............................................................

□ 42. Apakah Anda tahu padang lamun? (Tunjukkan gambar lamun) Ya □ Tidak □
Apakah ada padang lamun di sekitar sini? Ya □ Tidak □ Tidak Tahu □
Dimana lokasi padang lamun? (Tunjukkan peta) .………………......……………………...……
Apakah Anda menangkap ikan di padang lamun? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Tunjukkan lokasi penangkapan ikan Anda di padang lamun? (Tunjukkan
peta) .................…………………………........………….……………………………..........................
Apakah padang lamun penting untuk kebutuhan lainnya? Ya □ Tidak □
Sebutkan alasannya?………………………………………………………………………………..............

64 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


□ 43. Apakah membunuh dugong dengan segaja itu melanggar hukum?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
Bagaimana bila dugong tak sengaja tertangkap (misal: dalam jaring)?
Ya □ Tidak □ Tidak tahu □ Apakah anda akan melaporkan dugong
yang tertangkap tak sengaja itu kepada pejabat setempat? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Kepada siapa Anda melaporkan?…………………...………………………………………

□ 44. Apakah ada kegiatan pengawasan/patroli di perairan kawasan Anda secara


rutin? Sering □ Jarang □ Tak pernah □ Tidak tahu □
(Bila Sering/Jarang) Apakah Anda tahu siapa yang melakukan kegiatan
pengawasan tersebut? Ya □ Tidak tahu □ (Bila Ya) Jelaskan apa tujuan
kegiatan pengawasan tersebut dan siapa yang melakukan? ..................................
.................................................................................................................................

□ 45. Pernahkah ada kegiatan penegakan hukum dari hasil pengawasan/patroli


tersebut? Sering □ Jarang □ Tak pernah □ Tidak tahu □

□ 46. Adakah adat, kepercayaan, budaya, dongeng atau ritual setempat dan/atau
kearifan tradisional yang terkait dengan dugong dan/atau mengatur hubungan
antara kehidupan manusia dengan lingkungannya? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Jelaskan ………………………………………………………………...................................
................................................................................................................................
Dari siapa Anda mendengar tentang hal tersebut? ..................................……….……
Adakah cerita/kejadian lain yang ingin Anda laporkan? ...............……………...…….....

INFORMASI PERIKANAN
(istilah Ikan dalam kuesioner ini merupakan semua jenis sumberdaya ikan)
Catatan ke pewawancara: responden seharusnya menjawab pertanyaan ini untuk
menjelaskan pengalaman individunya, bukan dari komunitasnya. Gunakan ilustrasi
untuk membantu jika dibutuhkan.

□ 47. Apa jenis alat tangkap yang Anda gunakan?


a. Jaring insang/trammel net:
Hanya jaring/trammel net □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
Apa Anda menjaga jaring ketika berada di air? Ya □ Tidak□

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 65


Apa Anda menangkap ikan sepanjang hari □ atau malam □?
Atau keduanya □? Bagaimana posisi jaring? Di permukaan □ Kolom air □
Dasar □ Kedalaman air penuh □ (biasanya di perairan dangkal) Mohon
jelaskan jaring Anda: Kedalaman: ……......... Mata jaring: .................
b. Pancing rawai (banyak mata kail):
Hanya pancing rawai □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
c. Pancing rawai dasar (banyak mata kail pada kedalaman tertentu):
Hanya rawai dasar □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
e. Pancing (satu atau sedikit mata kail):
Hanya pancing □ Sebagian besar □ Terkadang□
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
f. Pukat cincin (jaring melingkar):
Hanya pukat cincin □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
g. Pukat tarik pantai:
Hanya pukat tarik pantai □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
h. Pukat hela (atau jaring tarik lainnya):
Hanya pukat hela □ Sebagian besar □ Terkadang□
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
i. Perangkap kecil (Bubu/perangkap kecil lainnya):
Hanya Perangkap kecil □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
j. Perangkap besar (Kelong atau perangkap besar lainnya):
Hanya perangkap besar □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..
k. Lainnya (jelaskan): …………..
Hanya ………….….. □ Sebagian besar □ Terkadang □
Musim: .......................... Habitat: ……........…… Target tangkapan: ………………………..

66 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


□ 48. Di mana Anda biasa menangkap ikan? ………............................................................
(Gunakan peta dan minta narasumber menunjukkan lokasinya)
Jarak dari tempat tinggal: ……...................................................................................
Apa Anda biasa menggunakan alat yang berbeda di lokasi berbeda? Ya □ Tidak □
(Bila Ya), Jelaskan ……….............................................................................................
(Gunakan peta dan minta narasumber menunjukkan lokasinya)

□ 49. Apakah ada nelayan di desa/dusun Anda yang secara khusus menangkap hiu?
Ya □ Tidak □ Tidak, tetapi terkadang ada hiu yang didaratkan□
Tolong jelaskan: …………………………………………………………………………………………………..
(Catatan ke pewawancara: pertanyaan ini bisa jadi sensitif)

TANGKAPAN/TANGKAPAN SAMPINGAN PENYU


(Pilihan bila waktu memungkinkan dan narasumber bersedia)

□ 50. Apakah Anda pernah melihat penyu? Ya □ Tidak □


(Tunjukkan gambar penyu) Apakah Anda punya nama lain untuk mereka? …….....

□ 51. Apakah jenis penyu yang Anda lihat? Hijau □ Sisik □ Lekang □
Tempayan □ Pipih □ Belimbing □ Tidak Tahu □
Apakah Anda tahu perbedaan antara jenis penyu? Ya □ Tidak □ Tidak Tahu □
(Tunjukkan gambar penyu) Tolong jelaskan: ………………………...............………………….
Apakah mereka memiliki nama yang berbeda?
(Bila Ya) Tolong jelaskan: …..........................……………….. (bedakan untuk tiap jenis)

□ 52. Menurut Anda, berapa lama seekor penyu hidup? ……………........... Tidak Tahu □
□ 53. Pada saat apa Anda melihat penyu? Ketika menangkap ikan □ Ketika menuju
lokasi penangkapan ikan □ Datang ke darat untuk bertelur □ Tidak sengaja
tertangkap di jaring □ Diburu □ Terdampar di pantai □
(Catatan ke pewawancara: mengacu ke dan lengkapi tabel terlampir serta tandai
semua lokasi di peta)

□ 54. Seberapa sering Anda melihat penyu? Tidak pernah □ Sekali dalam hidup
saya □ Hanya beberapa kali □ Sering □ Setiap tahun selama 5 tahun
terakhir □

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 67


Seberapa sering Anda melihat penyu tahun lalu? hanya sekali □ beberapa kali □
setiap bulan □ setiap minggu □ setiap hari □
□ 55. Kapan Anda melihat penyu? (indikasikan bulan atau musim): ………………...........….
□ 56. Kapan terakhir kali Anda melihat penyu? …………………….. (Bila sudah lama,
sebutkan tahun)

□ 57. Apakah Anda tahu lokasi di mana penyu biasa muncul? Ya □ Tidak □
(Catatan ke pewawancara: biasa berarti waktu tertentu dalam setahun di mana
penyu ditemukan, tunjukkan di peta)

□ 58. Apakah lokasi penyu berubah sepanjang waktu? Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
□ 59. Menurut Anda, berapa ekor penyu yang hidup di daerah ini?
<10 □ >10 □ >100 □ Tidak tahu □
□ 60. Apakah Anda pernah melihat penyu kawin?
Ya □ Tidak □ (Bila Ya) Kapan? ………...........................................................
Di mana (gunakan peta)? …….........................................................................……….

□ 61. Apa masyarakat dari desa/komunitas lain menangkap penyu?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu□ (Bila Ya) Berapa banyak (orang)? ………….....
Kampung mana? ………………..................................................................................…
Apakah tangkapan tersebut disengaja atau tidak?
Tidak disengaja □ Sengaja□ Keduanya □

□ 62. Apa masyarakat di desa/komunitas Anda menangkap penyu?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu □

(Bila Ya) Berapa banyak (orang)? ………........… Untuk berapa lama? …………………....
Apakah tangkapan tersebut disengaja atau tidak?
Tidak sengaja □ Sengaja □ Keduanya□

□ 63. Apa Anda sendiri pernah menangkap penyu tahun lalu? Ya □ Tidak □
(Bila Ya) Berapa banyak yang tertangkap tahun lalu?
1-2 □ ≤10 □ >10 □
Rinciannya (Bila ada): …………………...........................................................................

68 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


□ 64. Apakah Anda menangkap penyu dalam 5 tahun terakhir?
0 □ 1-2 □ ≤10 □ >10 □ Rinciannya (Bila ada): ...................................
Berapa banyak penyu yang Anda tangkap hingga saat ini?
0 □ 1-2 □ ≤10 □ >10 □ Rinciannya (Bila ada): ..................................

□ 65. Bagaimana cara Anda menangkap penyu?Harpun □


Jaring □ Lainnya □ Jelaskan: ………………………………………………………………………….

□ 66. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah Anda
berpendapat bahwa jumlah penyu yang ditangkap di wilayah Anda?
Lebih banyak □ sedikit □ atau sama□ Tidak tahu □
(Catatan:berdasar pada jumlah angka, bukan persepsi). (Bila lebih banyak atau
sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian? .………………..................................

□ 67. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap penyu bila Anda menangkap
secara sengaja? Dimakan □ Dijual □ Dijadikan umpan □
Untuk hal lain □ ..……………….................... (Catatan: jangan arahkan narasumber)

□ 68. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap penyu yang tertangkap tidak
sengaja? Dibuang (mati) □ Dilepaskan (hidup) □ Dimakan Dijual □
Dijadikan umpan□ Untuk hal lain □: …………………..............................................

□ 69. Apa Anda pernah menemukan □ atau mendengar □ tentang penyu yang
terdampar di pantai? Ya □ Tidak □ (jelaskan) ………….........................……
Atau Anda pernah menemukan□ atau mendengar □ penyu mati di perairan?
Ya□ Tidak□ Atau Anda pernah menemukan □ atau mendengar □
penyu dengan luka potong di punggungnya? Ya □ Tidak □
(jelaskan) ………………................................................................................................
(Bila Ya) Di mana, kapan, dan berapa banyak? (minta narasumber untuk
menunjukkan dipeta) ………....Apa yang terjadi pada penyu tersebut? ………………..
□ 70. Apa yang akan Anda lakukan bila menemukan penyu yang terdampar? …………....
□ 71. Dibandingkan dengan saat Anda mulai menjadi nelayan, apakah jumlah penyu yang
diburu/ditangkap lebih banyak □ sedikit□ atau sama □ Tidak Tahu □
(Catatan: didasarkan pada angka, bukan persepsi). (Bila lebih atau kurang)
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? ……….…………………………................................

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 69


□ 72. Menurut Anda, apakah penyu selalu ada di laut? Ya □ Tidak□ Tidak
Tahu □ (Bila ya atau tidak) Mengapa? ...…………………………………………………………….
(Catatan ke pewawancara: Coba tentukan apa dampak lainnya yang menyebabkan tren tersebut)

□ 73. Apakah menurut Anda keberadaan penyu penting? Ya □ Tidak□ Tidak


Tahu □ Kenapa? ………………………………………………………...…………………………………….

□ 74. Apakah membunuh penyu secara sengaja itu melanggar hukum?


Ya□ Tidak□ Tidak Tahu□
Bagaimana dengan kecelakaan (tertangkap di jaring tanpa sengaja)?
Ya□ Tidak□ Tidak Tahu □

□ 75. Apakah ada kebiasaan, kepercayaan, legenda, ritual atau cerita lokal terkait
penyu? Ya □ Tidak □ (Bila ya) Tolong jelaskan: ………..................………………….
Dari siapa Anda mendengar tentang hal ini? …………………….........…………………………

TANGKAPAN/TANGKAPAN SAMPINGAN LUMBA-LUMBA


(Daftar pertanyaan pilihan, bila waktu memungkinkan dan narasumber bersedia)

□ 76. Apakah Anda pernah melihat lumba-lumba di perairan sekitar?


Ya □ Tidak □ (tunjukkan gambar lumba-lumba (dan/atau paus))
Apa Anda punya sebutan lain untuk hewan tersebut? ………………………………………
………………...................................................................... (daftar berdasarkan jenis)

□ 77. Apakah jenis lumba-lumba yang Anda lihat (jelaskan)?...........................................


Apakah ada jenis lumba-lumba lainnya (jelaskan)? ……………………......Tidak tahu □
□ 78. Menurut Anda, berapa lama seekor lumba-lumba dapat bertahan hidup?
……………………………. Tidak Tahu □

□ 79. Pada saat apa Anda melihat lumba-lumba?


Ketika menangkap ikan □ Ketika menuju lokasi penangkapan ikan □
Tidak sengaja tertangkap di jaring □ Diburu □ Terdampar di pantai □
Apa lokasi berbeda berdasarkan jenis? Ya □ Tidak □ Tidak Tahu □

(Bila ya) Tolong jelaskan: ……………………………………………………….................……………
(Catatan ke pewawancara: tandai semua lokasi di peta)

70 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


□ 80. Seberapa sering Anda melihat lumba-lumba?
Tidak pernah □ Sekali dalam hidup saya □ Hanya beberapa kali □
Sering □ Setiap tahun selama 5 tahun terakhir □ Tahun lalu, hanya sekali □
beberapa kali □ setiap bulan □ setiap minggu □ setiap hari □

□ 81. Pada bulan-bulan apa Anda melihat lumba-lumba?


(indikasikan bulan atau musim)……………………...........................…………..............…..

□ 82. Kapan terakhir kali Anda melihat lumba-lumba? …………...........................……………


(Bila sudah lama, sebutkan tahun)

□ 83. Apakah Anda tahu tempat di mana lumba-lumbabiasa muncul?


Ya □ Tidak □ (Catatan ke pewawancara: biasa berarti waktu tertentu dalam
setahun di mana Lumba-lumba ditemukan, tunjukkan di peta)

□ 84. Apakah lokasi lumba-lumba berubah menurut waktu?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu □

□ 85. Menurut perkiraan Anda, ada berapa ekor lumba-lumba yang hidup di daerah
ini? <10□ >10□ >100□ Tidak tahu□

□ 86. Apakah masyarakat dari desa/komunitas lain menangkap lumba-lumba?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu □ (Bila ya) Berapa banyak (orang)?
…….………. Desa mana? …………………………………. Apa tangkapan tersebut disengaja
atau tidak? Tidak disengaja □ Sengaja □ Keduanya □

□ 87. Apa masyarakat di desa/komunitas Anda menangkap lumba-lumba?


Ya □ Tidak □ Tidak tahu □ (Bila ya) Berapa banyak (orang)? …......………...
Untuk berapa lama? ……………………Apa tangkapan tersebut disengaja atau tidak?
Tidak sengaja □ Sengaja □ Keduanya □

□ 88. Apa Anda sendiri pernah menangkap lumba-lumba tahun lalu?


Ya □ Tidak □ (Bila ya) Berapa banyak tahun lalu?
1-2 □ ≤10 □ >10 □ Jelaskan (Bila ada): ………………........................………….
Apa ada jumlah yang biasa ditangkap dalam setahun? Ya □ Tidak □
(Bila Tidak) Apa jumlah tangkapan lumba-lumba lebih tinggi atau rendah dari
biasanya? Lebih tinggi □ Lebih rendah □ Apa tangkapan tersebut disengaja
atau tidak? Tidak disengaja □ Sengaja □ Keduanya □

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 71


□ 89. Apa Anda pernah menangkap lumba-lumba dalam 5 tahun terakhir?
Ya □ Tidak □ 0 □ 1-2 □ ≤10 □ >10 □
Jelaskan (Bila ada): …………..……………….....................................................................
Berapa banyak lumba-lumba yang Anda tangkap hingga saat ini?
0 □ 1-2 □ ≤10 □ >10 □ Jelaskan (Bila ada): ………………...........………..

□ 90. Bagaimana cara Anda menangkap lumba-lumba?


Harpun □ Jaring □ Lainnya □ Jelaskan: …………........................…………
Kapan Anda menangkap mereka? ………….. (bulan apa?)
Di mana Anda menangkap lumba-lumba? (minta narasumber menunjukkan di peta)

□ 91. Dibandingkan dengan saat pertama kali Anda bekerja sebagai nelayan, apakah Anda
berpendapat bahwa jumlah lumba-lumba yang diburu/ditangkap di wilayah Anda
Lebih banyak □ Lebih sedikit □ Sama saja □ Tidak tahu□
(Catatan: keterangan ini didasarkan pada jumlah aktual, bukan persepsi)
(Bila lebih banyak atau lebih sedikit) Mengapa Anda berpendapat demikian?
………………………….......................................……………………………........………………………

□ 92. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap lumba-lumba yang ditangkap
secara sengaja? Dimakan □ Dijual □ Dijadikan umpan □
Untuk hal lain □: ………………..................... (Catatan: jangan arahkan narasumber)

□ 93. Apa yang Anda lakukan atau akan lakukan terhadap lumba-lumba yang
tertangkap tidak sengaja? Dibuang (mati) □ Dilepaskan (hidup) □
Dimakan □ Dijual □ Dijadikan umpan □ Untuk hal lain □: …………..

□ 94. Apa Anda pernah menemukan □atau mendengar □ tentang lumba-lumba yang
terdampar di pantai? Ya □ Tidak □ (jelaskan) (Bila Ya)Di mana, kapan, dan
berapa banyak? …………………………………………………….....................................
(minta narasumber untuk menunjukkan di peta) Atau Anda pernah menemukan □
atau mendengar □ lumba-lumba mati di perairan? Ya □ Tidak □
Atau Anda pernah menemukan □atau mendengar □ lumba-lumba dengan luka
potong di punggungnya? Ya □ Tidak □ (Bila Ya) Di mana, kapan, dan berapa
banyak? …………………(minta narasumber untuk menunjukkan di peta) Apa yang
terjadi pada hewan tersebut? ………………………………………………...............................

72 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


□ 95. Apa yang akan Anda lakukan bila menemukan lumba-lumba yang terdampar? ………………..
□ 96. Dibandingkan dengan saat Anda mulai menjadi nelayan, apa jumlah lumba-
lumba yang diburu/ditangkap lebih banyak □ sedikit □ atau sama □
Tidak Tahu □ (Catatan: didasarkan pada angka, bukan persepsi).
(Bila lebih atau kurang) Mengapa hal tersebut dapat terjadi?………………………….....

□ 97. Apakah menurut Anda lumba-lumba akan selalu ada di laut?


Ya □ Tidak□ Tidak Tahu □ (Bila ya atau tidak) Mengapa? ……………..…..…

□ 98. Apakah menurut Anda keberadaan lumba-lumba penting?


Ya □ Tidak□ Tidak Tahu □ (Bila ya atau tidak) Kenapa? .…………………….

□ 99. Apakah membunuh lumba-lumba secara sengaja itu melanggarhukum?


Ya □ Tidak □ Tidak Tahu □ Bagaimana dengan kecelakaan (tertangkap di
jaring tanpa sengaja)? Ya □ Tidak□ Tidak Tahu □

□100. Apa ada kebiasaan, kepercayaan, legenda, ritual atau cerita lokal terkait lumba-
lumba? Ya □ Tidak□ (Bila Ya) Tolong jelaskan: .………………..............…............
Dari siapa Anda mendengar tentang hal ini? .……………………………………………………..

KOMENTAR RAHASIA PEWAWANCARA


□ 101. Seberapa terbuka dan jujur responden tersebut dalam menjawab pertanyaan terkait
tangkapan sampingan? Sangat terbuka/Jujur □ Cukup terbuka/jujur □
Tidak jujur □

□ 102. Seberapa tertarik dan terlibat responden dalam wawancara?


Sangat tertarik □ Cukup tertarik □ Terganggu/tidak tertarik □

□ 103. Seberapa yakin responden dengan jawaban mereka terkait pertanyaan dengan
angka? Sangat yakin □ Cukup yakin □ Tidak yakin □

□ 104. Seberapa nyaman Anda dengan kemampuan responden untuk membedakan


jenis? Sangat nyaman □ Cukup nyaman □ Tidak nyaman □

□ 105. Mengapa Anda berpikir demikian? ....…………………………………………………………………


□ 106. Tolong indikasikan mengapa (jika ada) pertanyaan tidak ditanyakan ………………….
TERIMA KASIH ATAS KERJA SAMA ANDA

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 73


Lampiran 2 Tabel Kuesioner
#
NOMOR ID REKAMAN UKURAN IBU-ANAK SIANG / MATI / TIDAK/ DILAPORKAN
INDIVIDU HABITAT TAHUN BULAN PENYEBAB KONDISI CATATAN
SURVEI KEMUNCULAN # S,L Y/T MALAM HIDUP DISENGAJA Y/T
TERLIHAT

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Kode Habitat : (D) Air Dalam, (C) Karang, (S) Lamun, (F) Sedimen halus, (M) Mangroves, (R) Batu, (E) Estuari, (U) Tidak diketahui
Penyebab : (G) Jaring insang, (O) Alat tangkap perikanan lainnya (jelaskan dengan catatan), (B) Tabrakan kapal, (H) Perburuan (D) Tidak tahu

74
Kondisi : (F) Segar, (D) Membusuk
Lampiran 3 Kuesioner UNEP-CMS untuk Monitoring (Tipe 2)

KUESIONER MONITORING
DUGONG DAN HABITAT LAMUN

Enumerator: Hari/tanggal :

Kota/Desa: Provinsi :

Nomor Seri Lembar Data:

Catatan: Tolong beri tanda centang pada kotak yang ada di sebelah kiri untuk
pertanyaan yang tidak ditanyakan

1. Nama: Umur:
Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan
2. □ Pekerjaan utama Anda?
Nelayan □ Pemandu Wisata □ Kapten/Kru Kapal □
Moda Transportasi Udara □ Pensiunan □ Lainnya □
3. □ Bagaimana Anda melihat?
Dugong:
Memancing Berlayar Dalam jaring Diburu Terdampar Lainnya __________________
Penyu:
Memancing Berlayar Dalam jaring Diburu Terdampar Lainnya __________________
Paus/Lumba-lumba:
Memancing Berlayar Dalam jaring Diburu Terdampar Lainnya __________________
4. □ Tahun lalu, seberapa sering Anda melihat?
Dugong:
Hanya sekali □ Beberapa kali □ Setiap bulan □ Setiap minggu □ Setiap hari □
Penyu:
Hanya sekali □ Beberapa kali □ Setiap bulan □ Setiap minggu □ Setiap hari □
Paus/lumba-lumba:
Hanya sekali □ Beberapa kali □ Setiap bulan □ Setiap minggu □ Setiap hari □
Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 75
5. □ Apa Anda tahu di mana dugong biasa muncul? Ya □ Tidak □ (tunjukkan pada peta)
6. □ Berapa banyak yang kira-kira hidup di area ini?
Dugong:
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
Penyu:
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
Paus/Lumba-lumba:
1 □ <10 □ >10 □ Tidak tahu □
7. □ Dibandingkan saat Anda mulai memancing, apa:
Jumlah dugong:
Lebih banyak □ Sedikit □ Sama □ Tidak tahu □?
Jumlah penyu:
Lebih banyak □ Sedikit □ Sama □ Tidak tahu □?
Jumlah paus/lumba-lumba:
Lebih banyak □
□ Sama □
Sedikit Tidak tahu □?
8. □ Apa ada orang yang menangkap dugong? Ya □ Tidak □ Tidak tahu □
(jika ya) Berapa banyak (orang)? ________________Kampung apa? _________________
Apa tangkapannya tidak disengaja atau disengaja? Tidak disengaja □ Sengaja □ Keduanya □
9. □ Apa Anda secara pribadi menangkap dugong tahun lalu? (tidak disengaja atau diburu)
Ya □ Tidak □
(jika ya) Berapa banyak pada tahun terakhir? 1-2 □ ≤10 □ >10 □
Detail lainnya (jika tersedia): ________________________________________________
10. □ Dibandingkan dengan saat mulai memancing, Apa jumlah dugong yang diburu/
ditangkap dengan alat tangkap lebih banyak □ sedikit □ sama □
Tidak tahu □

76 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun


Lampiran 4 Lembar Data Transek Lamun

Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 77


78 Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun 79
Panduan Survei dan Monitoring Duyung dan Lamun
80
Tim survey DSCP, Gosong beras basah, Kotawaringin Barat, Kalimantan tengah, 15 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai