Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

NASKH MANSUKH (PENGERTIAN NASIKH MANSHUK, KONTROVERSI


TENTANG NASIKH MANSUKH, MACAM MACAM NASKH DALAM ALQURAN,
NASKH ALQURAN DENGAN ASSUNNAH, URGENSI DAN HIKMAH NASIKH
MANSUKH)
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
ULUMUL QUR’AN

Dosen pengampu:
Ichwan Arifin, LC.,MA

Disusun oleh:
Siti Qurrotul Ain (22050100057)
Kemal Fauzan Suparjo (22050100050)
Nailah Najwa (22050100062)
Fardhan Zahid Musyaffa (22050100054)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia Nya untuk kami jadi kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya meski pun dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah
ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi, petunjuk maupun pedoman,
juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, jadi untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini dengan lebih baik. Kami menyadari bahwa maklah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua peserta yang
bersifat membangun selalu kami diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih untuk semua peserta yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah Yang Maha Kuasa terus meridhai segala usaha kita sebuah. Amin.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasikh Mansukh................................................................................. 2
B. Kontroversi Tentang Nasikh Mansukh................................................................. 8
C. Macam-Macam Naskh Dalam Al-Qur’an............................................................. 9
D. Naskh Al-Qur’an dengan As-Sunnah................................................................... 10
E. Urgensi dan Hikmah Nasikh Mansukh................................................................. 11
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang pertama bagi umat Islam, sehingga
diyakini oleh setiap Muslim yang bersifat abadi dan universal. Pernyataan tersebut
disepakati semua ulama. Abadi berarti terus berlaku sampai akhir zaman.
Sedangkan universal berarti syari’atnya berlaku untuk seluruh dunia tanpa
memandang perbedaan struktur etnis dan geografis. Hanya saja, dalam menjabarkan
arti abadi dan universal itu menjadi bahan diskusi para ulama karena adanya
perbedaan masalah yang mereka tekankan. Sebagian dari mereka melihat bahwa
faktor kesucian al-Qur’an yang paling menonjol sedangkan yang lainnya
melihat faktor kelanggengan al-Qur’an dalam menjawab setiap tuntutan situasi dan
kondisi.
1. Dalam Ulumul al-Qur’an yang mengundang perdebatan para ulama adalah
mengenai nāsikh mansūkh. Perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan
ada atau tidak adanya ayat-ayat mansūkh (dihapus) dalam al-Qur’an, antara lain
disebabkan adanya ayat-ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lahirnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa di antara ayat-ayat tersebut, ada yang tidak
bisa dikompromikan. Oleh karena itu, mereka menerima teori nāsikh
(penghapusan) dalam al-Qur’an. Sebaliknya, bagi para ulama yang berpendapat
bahwa ayat-ayat tersebut keseluruhannya bisa dikompromikan, tidak mengakui
teori penghapusan itu.
2. Persoalan menjadi semakin rumit jika dikaitkan dengan landasan hukum adanya
nāsikh mansūkh itu sendiri yang lahir secara ijtihad, mulai dari landasan hukum
naqliyahnya,

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian nasikh dan mansukh
2. Apa saja syarat syarat nasakh
3. Apa saja pembagian nasakh
4. Bagaimana lingkup nasakh
5. Apa hikmah adanya nasakh dalam alquran

4
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH

A. Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur'an


1. Makna Nasikh dan ruang lingkupnya
Naskh secara bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya berarti
"Izalam al syay I waa damuhu" (menghilangkan sesuatu dan
mentiadakannya), yang berarti "Naglu al svay 'I" (memindahkan dan
menyalin sesuatu), berarti "Tabdil" (penggantian), berarti "Tahwil"
(pengalihan)."

Sedangkan Naskh secara istilah mengangkat (mengahapus) hukum


syara' dengan

dalil/khithab syara yang lain". Maksud mengangkat hukum syara'


adalah terutusnya kaitab hukum yang Mansukh dengan perbuatan
mukallaf.Definisi di atas apabila dijelaskan lagi dapat kita tarik
beberapa kesimpulan yakni:
a Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan Mansukh

b. Naskh harus turun belakangan dari Mansukh

c. Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan


ayat-ayat kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan
secara bersama sedangkan syarat kontradiksi:adanya persamaan
subjek, objek, waktu dan lain lain."

d. Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud


juga dengan ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh
hukum yang diangkat atau dihapus'
Dari definisi di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari:
adanya pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum
yang telah ada, harus ada naskh harus ada Mansukh dan harus ada
yang dibebani hukum atasnya.

5
Dalam naskh diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah
hukum syara', dalil pengahpusan hukum tersebut adalah kitab syar'i
yang datang kemudian dari kitab yang dimansukh, dan kitab yang

dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan


waktu tertentu. Beranjak dari keterangan di atas, tentu syarat-syarat
tersebut akan dihubungkan langsung dengan hal-hal mengalami
Naskh maka dalam hal ini akan dijelaskan hal hal yang mengalami
Naskh. Naskh hanya terjadi pada perintah (amr) dan larangan (nahy),
baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang
diungkapkan dengan kalimat berita yang bermaksud perintah atau
larangan, selama tidak terhubung dengan akidah zat Allah dan sifat-
sifat Allah, kitab-kitab Allah, pada rasul, hari kiamat, dan juga tidak

2. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur'an


Naskh terbagi kedalam 3 bagian
a. Naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Para ulama yang mengakui
adanya naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur'an dengan Al-
Qur'an dan itupun telah terjadi menurut mereka. Salah satu
contohnya ayat iddah satu tahun di-naskhan dengan iddah 4 bulan 10
hari

b. Naskh Al-Qur'an dengan Sunnah. Naskh yang macam ini terbagi


menjadi dua. Pertama naskh Al-Qur'an dengan hadits ahad. Jumhur
ulama berpendapat, hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur'an
karena Al-Qur'an adalah naskh yang mutawatir, menunjukan
keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya, sedangkan
hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula
menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat
dugaan/diduga."

c. Naskh sunnah dengan al-Qur'an. Jumhur ulumu membolehkan


naskh seperti ini, salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul
maqdis yang ditetapkan oleh sunnah, kemudian ketetapan ini di
nashkan oleh Al-Qur'an.

6
d. Nash sunnah dengan sunnah, sunnah maca mini terbagi pada
empat macam, yaitu: Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah
mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan sunnah ahad. naskh sunnah
ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan
sunnah ahad."

A. Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur'an 1. Makna Nasikh dan ruang


lingkupnya Naskh secara bahasa mempunyai beberapa arti
diantaranya berarti "Izalam al syay I waa damuhu"
(menghilangkan sesuatu dan mentiadakannya), yang berarti
"Naglu al svay 'I" (memindahkan dan menyalin sesuatu), berarti
"Tabdil" (penggantian), berarti "Tahwil" (pengalihan)."

Sedangkan Naskh secara istilah mengangkat (mengahapus) hukum


syara' dengan dalil/khithab syara yang lain". Maksud mengangkat
hukum syara' adalah terutusnya kaitab hukum yang Mansukh dengan
perbuatan mukallaf.Definisi di atas apabila dijelaskan lagi dapat kita
tarik beberapa kesimpulan yakni:
a Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan Mansukh

b. Naskh harus turun belakangan dari Mansukh

c. Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan


ayat-ayat
kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan secara
bersama sedangkan syarat kontradiksi:adanya persamaan subjek,
objek, waktu dan lain lain."

d. Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud


juga dengan ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh
hukum yang diangkat atau dihapus'

Dari definisi di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari:


adanya pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum
yang telah ada, harus ada naskh harus ada Mansukh dan harus ada
yang dibebani hukum atasnya. diperlukan syarat yaitu hukum yang
Mansukh adalah hukum syara', dalil pengahpusan hukum tersebut

7
adalah kitab syar'i yang datang kemudian dari kitab yang dimansukh,
dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau
dibatasi dengan waktu tertentu.

Beranjak dari keterangan di atas, tentu syarat-syarat tersebut akan


dihubungkan langsung dengan hal-hal mengalami Naskh maka dalam
hal ini akan dijelaskan hal hal yang mengalami Naskh. Naskh hanya
terjadi pada perintah (amr) dan larangan (nahy), baik yang
diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan
dengan kalimat berita yang bermaksud perintah atau larangan,
selama tidak terhubung dengan akidah zat Allah dan sifat-sifat Allah,
kitab-kitab Allah, pada rasul, hari kiamat, dan juga tidak terkait
dengan etika atau akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan
muamalat. Sebagaimana pendapat al-Zarqani tentang hal ini "Definisi
Naskh adalah mengangkat hukum syara' dengan dalil hukum syara'.
Yang memberi kesan bahwa Naskh hanya terjadi pada hukum-hukum
yang berhubungan dengan furu' ibadah dan muamalat menurut
orang-orang yang mengakui Naskh. Adapun yang berkaitan dengan
akidah, dasar-dasar akhlak dan etika, pokok-pokok ibadah dan
muamalat dan berita-berita mahdhah, maka menurut jumhur ulama
tidak terjadi naskh padanya".

Pedoman untuk mengetahui naskh dan Mansukh ada beberapa cara


berikut!
1. Ada keterangan pegas pentransimisian yang jelas dari Nabi SAW:
Konsensus (Ijma) umat bahwa ayat ini naskh dan ayat Mansukh,
Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan
berdasarkan histori Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada
ijtihad para mujtahid tanpa penukilan yang shahih, tidak juga
penadapat para ahli tafsir atau karena ayat-ayat kontradiktif secara
lahirin, terlambatnya keislaman salah seorang dari dua periwayat.
Yang di pegang dalam masalah ini adalah penukilan yang meyakinkan
dan sejarah.
2. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur'an

Naskh terbagi kedalam 3 bagian:

8
a. Naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Para ulama yang mengakui
adanya naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur'an dengan Al-
Qur'an dan itupun telah terjadi menurut mereka. Salah satu
contohnya ayat iddah satu tahun di-naskhan dengan iddah 4 bulan 10
hari

b. Naskh Al-Qur'an dengan Sunnah. Naskh yang macam ini terbagi


menjadi dua. Pertama naskh Al-Qur'an dengan hadits ahad. Jumhur
ulama berpendapat, hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur'an
karena Al-Qur'an adalah naskh yang mutawatir, menunjukan
keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya, sedangkan
hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula
menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat
dugaan/diduga." c. Naskh sunnah dengan al-Qur'an. Jumhur ulumu
membolehkan naskh seperti ini, salahsatu contohnya adalah
menghadap ke Baitul maqdis yang ditetapkan oleh sunnah, kemudian
ketetapan ini di nashkan oleh Al-Qur'an.

d. Nash sunnah dengan sunnah, sunnah maca mini terbagi pada


empat macam, yaitu: Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah
mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan sunnah ahad. naskh sunnah
ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan
sunnah ahad."

Adapun Mansukh menurut bahasa, berarti sesuatu yang dihapus/


dihilangkan/ dipindah atau disalin/dinukil. Sedangkan menurut
istilah, Mansukh adalah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’
yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti
dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian (Djalal,
120-121).

Di antara persoalan dalam Ulumul al-Qur’an yang mengundang


perdebatan para ulama adalah mengenai nāsikh mansūkh. Perbedaan
pendapat para ulama dalam menetapkan ada atau tidak adanya ayat-
ayat mansūkh (dihapus) dalam al-Qur’an, antara lain disebabkan
adanya ayat-ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lahirnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa di antara ayat-ayat tersebut ada

9
yang tidak bisa dikompromikan. Oleh karena itu, mereka menerima
teori nāsikh (penghapusan) dalam al-Qur’an. Sebaliknya, bagi para
ulama yang berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut keseluruhannya
bisa dikompromikan, tidak mengakui teori penghapusan itu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam
mengenai Kontroversi nāsikh mansūkh (Studi pemikiran Imam
Jalāluddīn Al-Suyūtī dan Abū Muslim Al-Isfahānī). Penelitian ini
bersifat kepustakaan yaitu dengan menganalisis data primer yang
terdapat pada karya-karya Imam Jalāluddīn Al-Suyūtī dan Abū Muslim
Al-Isfahānī. Serta berbagai literatur yang berkaitan dengan nāsikh
mansūkh sebagai data sekunder.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif,
penulis mengumpulkan sejumlah kitab dan buku yang berkaitan dengan obyek
penelitian ini seperti kitab-kitab tafsir, buku-buku Ulumul al-Qur’an, majalah,
jurnal, data-data atau informasi yang relevan, dan yang masih ada kaitannya
dengan pembahasan yang telah dirumuskan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyebab perbedaan pendapat


antara kedua tokoh tersebut yaitu: Adanya perbedaan dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang selalu dijadikan dasar ada dan
tidaknya nāsikh mansūkh dalam al-Qur’an. Dan yang menjadi titik
singgung dalam penelitian yang penulis temukan yaitu: Pertama,
tidak adanya kesepakatan para ulama mengenai keberadaan ayat-
ayat al-Qur’an yang di nāskh, menurut al-Suyūtī ada sedangkan
menurut al-Isfahānī tidak ada, tidak ada kesepakatan tentang jumlah
ayat yang di nāskh, menurut al-Suyūtī terdapat 20-22 ayat yang di
nāsakh sedangkan menurut al-Isfahānī, dan tidak ada kesepakatan
tentang batasan pertentangan yang mengharuskan diberlakukannya
teori nāskh untuk menyelesaikannya, menurut al-Suyūtī harus
diberlakukan sedangkan menurut al-Isfahānī tidak. Kedua, adanya
perkembangan terminologi nāsakh mulai dari zaman klasik hingga
zaman kontemporer sekarang ini, menurut al-Suyūtī bahwa nāsikh
mansūkh itu berkembang sedangkan menurut al-Isfahānī tidak
berkembang. Ketiga, adanya kontradiksi dalam melakukan istinbāt
hukum.

B. Kontroversi
10
Kontroversi teori naskh tidak hanya terjadi antara yang menerima
dan menolak naskh, tetapi juga di kalangan para penerima naskh.
Mereka berpolemik tentang apakah ayat-ayat al-Qur’an bisa di-naskh
dengan selain al-Qur’an. Apakah as-Sunnah bisa me-nasakh al-
Qur’an. Imam Syafi’i menolak otoritas as-Sunnah sebagai Nasikh atas
al-Qur’an ( Asy-Syafi’I, 1992: 6).
Menyikapi adanya kontroversi ulama terhadap eksistensi nasikh dan mansukh
dalam al-Qur’an, maka menurut hemat penulis, bahwa nasikh dan mansukh
hanya berlaku pada nas yang ketentuannya saja (hukum) dihapus, sementara
ungkapannya (tilawah) tetap dipertahankan. Contohnya perubahan masa
iddah satu tahun (Q.S. Al-Baqarah: 240), perubahan arah kiblat, dari baitul
maqdis ke Makkah (Q.S. Al-Baqarah: 142). Pendapat yang diajukan oleh
penulis dengan argumentasi; (1) apabila Nasikh -Mansukh itu belaku pada
penghapusan ayat al-Qur’an maka menunjukkan adanya pertentangan antar
ayat-ayat al-Qur’an dan hal itu adalah suatu yang mustahil, karena al-Qur’an
adalah kitab yang memuat ayat-ayat yang saling memiliki keterkatiatan
(munasabah) (2) berlandaskan definisi nasakh sendiri bahwa “nasakh adalah
menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil syara’ dengan adamya
tenggang waktu, dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah
hukum yang pertama itu tetap berlaku” (3) bertentangan dengan Q.S. al-
Qiyamah: 16-18 dan Q.S. al-A’la: 6.

C. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur'an


Naskh terbagi kedalam 3 bagian:
a. Naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Para ulama yang mengakui
adanya naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur'an dengan Al-
Qur'an dan itupun telah terjadi menurut mereka. Salah satu
contohnya ayat iddah satu tahun di-naskhan dengan iddah 4 bulan 10
hari

b. Naskh Al-Qur'an dengan Sunnah. Naskh yang macam ini terbagi


menjadi dua. Pertama naskh Al-Qur'an dengan hadits ahad. Jumhur
ulama berpendapat, hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur'an
karena Al-Qur'an adalah naskh yang mutawatir, menunjukan
keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya, sedangkan
hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula

11
menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat
dugaan/diduga."

c. Naskh sunnah dengan al-Qur'an. Jumhur ulumu membolehkan


naskh seperti ini, salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul
maqdis yang ditetapkan oleh
sunnah, kemudian ketetapan ini di nashkan oleh Al-Qur'an.

d. Nash sunnah dengan sunnah, sunnah maca mini terbagi pada


empat macam, yaitu: Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah
mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan sunnah ahad. naskh sunnah
ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan
sunnah ahad."

D. Naskh al-quran dengan as-sunnah


sebuhisakhAl- Al-Qur'andenganhaditsAhad:
Jumhur ulama' berpendapat, Al-Al-Qur'antidak boleh dinasakh oleh
hadits ahad, Sebab AL-Qur'an adalah mutawatir dan menunjukkan
yakin,sedang hadits ahad dzanni, bersifat dugaan,disamping tidak sah
pula menghapuskan sesuatu yang ibu(jelas diketahui) dengan yang
madznun(diduga).
b. Nasakh Al-Al-Qur'andenganditsMutawatir:
Naskh demikian dibolehkan oleh saya_Malik,Imam Abu
Hanifah,dan imam Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-
masing keduanya adalah wahyu. Allah berfirman dalam surat an-
Najmayat3-4:

‫ إن هو إال وحي يوحى‬-‫وما ينطق عن الهوى‬

Yang artinya:

"Dan tiada lah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa


nafsunya”

12
a.Ucapannya itu tiada aku hanya wahyu yang
diwahyukan(kepadanya)."

Sedangkan asy-Syafi'i ahli Zahirdan Ahmad dalam riwayatnya yang


lain.

Menolak naskh seperti ini, berdasarkan firman Allah surat al-


Baqarah ayat 106:

‫نا تنسخ من مائية أو للسبها نفت بخبر عنها أو منها ألم تعلم أن هللا على كل شيء قدير‬

Yang artinya:

"Apa saja ayat yang Kami nasak kan atau kami ini (manusia) lupa
kepadanya, Kami dating kanyang lebih baik atau yang sebanding
dengannya."

E. Hikmah dan Manfaat


1. Terciptanya kemaslahatan umat, sesuai dengan perubahan kondisi
sosiokultural;

2. Menunjukkan adanya proses syariat dari awal pertumbuhannya


menuju kesempurnaannya;

2. Menguji pada mukallaf untuk melaksanakan atau meninggalkan;

3. Adanya tujuan kebaikan dan kemudahan pada umat. Jika nasikh


lebih berat ada kebaikan bertambahnya pahala, dan jika lebih dari
berarti ada tujuan memudahkan dan meringankan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

13
Naskh ialah menghapuskan hukum syara‟ dengan dalil syara‟ yang lain.
sesuatu yang menggantikan, menghapus dan mengubah disebut nasikh,
sedangkan sesuatu yang digantikan, dihapus, dan diubah disebut mansukh.
Pedoman yang dapat membantu kita untuk mengetahui nasikh-mansukh
dalam al-Qur'an ada 3, yaitu : keterangan tegas dari Nabi SAW atau
sahabatnya, kesepakatan umat bahwa ayat tersebut nasikh atau sebaliknya
mansukh, mengetahui ayat mana yang lebih dahulu temurun dan mana yang
kemudian dalam prespektif sejarah.: Bentuk-bentuk naskh dilihat dari segi
otoritasnya ada 4, yaitu : Naskh al-Quran dengan al-Quran, al-Quran dengan
sunnah, sunnah dengan al-Quran, Sunnah dengan sunnah. Namun naskh al-
Quran dengan sunnah, dan naskh sunnah dengan al-Quran merupakan hal
yang tidak mungkin mengingat hadits adalah penjelas al-Quran, maka tidak
mungkin ada pertentangan.4. Macam-macam naskh dilihat dari segi hukum
dan bacaannya ada 3, yaitu : naskh hukum dan tilawah, naskh hukum duna
tilawah, dan naskh tilawah duna hukum. Sedangkan naskh yang terakhir ini
sungguh tidak logis dan hal ini akan menimbulkan kekaburan, karena dalil
merupakan hujjah dari suatu hukum, maka keduanya harus ada, jika dalil itu
tidak ada maka hukumnya juga tidak ada pula.

DAFTAR PUSTAKA

“Naskh Mansukh”
https://sg.docs.wps.com/l/sIO_c4aKqAZPu9JkG?sa=00&st=0

“Ulumul Quran nasikh dan mansukh”


https://www.academia.edu/38475120/
Makalah_Ulumul_Quran_Nasikh_dan_Mansukh_docx

“Nasikh dan Mansukh dan perdebatan”

14
https://www.nata.ponpes.id/blog/NASIKH-DAN-MANSUKH-DALAM-
PERDEBATAN-2

“Kontrovesi Nasikh Mansukh dalam al-quran”


https://www.harakatuna.com/kontroversi-nasikh-mansukh-dalam-al-quran-
bagian-1.html

15

Anda mungkin juga menyukai