Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Hubungan Ungkapan Tradisi Bhapa’ Bhabu’ Guru Rato dalam Islam

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Sosial Budaya Dasar

Dosen pengampuh : Dedi Nurhidayat, BE.,SE.,MM

DISUSUN OLEH :

ANGGA FERDIANSYAH

NIM : 20262007

AKADEMI TEKNIK ELEKTROMEDIK ANDAKARA

TAHUN 2022-2023
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang......................................................................................1
2. Rumusan Masalah...........................................................................................3
3. Manfaat dan Tujuan.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

1. Budaya Madura dalam pespektif


Islam......................................................................................................4
2. Ungkapan tradisi Islam dalam perspektif
Islam......................................................................................................5
3. Tradisi sungkeman dalam budaya
Madura..................................................................................................6

BAB III PENUTUP


1. Saran........................................................................................................8
2. Kesimpulan..............................................................................................8

Daftar Pustaka....................................................................................................9

ii

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang telah menciptakan segala makhluk dan
isinya. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada seluruh pihak terutama kepada dosen
pembimbing yang telah berkontribusi atas terselesainya makalah ini yang berjudul “Islam
dan Budaya Madura” sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw.
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan cahaya
ilmu dan iman. Pembaca yang cermat saya berharap dengan membaca makalah ini dapat
menambah keilmuwan dan bermanfaat bagi seluruhnya.

Kritikan dan saran sangat diharapkan agar makalah ini dapat sempurna sesuai dengan
tujuan yang diinginkan serta bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 8 Agustus 2022

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang.

Edward B. Tailor berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks


yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan perwujudannya dapat berupa benda-benda yang bersifat nyata seperti: pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dll.

Budaya dan peradaban menurut ahli Antropologi adaah sebuah keseluruhan yang
kompleks temasuk di dalamnya pengetahuan, keyakinan, seni, aturan, moral, adat istiadat,
dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan lain yang dipelajari manusia sebagai seorang
anggota masyarakat.kebudayaan yang hidup di masyarakat, pada dasarnya merupakan
gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan nilai yang dianut oleh masyarakat yang
bersangkutan. Karena budaya dijadikan acuan, maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi
dalam suatu masyarakat.

Hubungan kebudayaan dan agama, dalam konteks tersebut agama dipandang sebagai
realitas dan fakta sosial sekaligus sebagai sumber nilai dalam tindakan-tindakan sosial
maupun budaya. Istilah kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “Buddhayah” merupakan
bentuk jamak dari kata budi atau kekal. Suatu sistem niai budaya sering kali merupakan suatu
pandangan hidup.

Seorang ahli Antropolog membagi unsur-unsur kebudayaan menjadi unsur-unsur


kebudayaan Universal (C. Kluckhohn) diantaranya adalah:

1. Bahasa.
2. Sistem pengetahuan.
3. Organisasi sosial.
4. Sistem peraatan hidup dan teknologi.
5. Sistem mata pencaharian hidup.
6. Sistem religi.
7. Kesenian.
1

4
Adanya pandangan bahwa kebudayaan yang hidup sebagai suatu sistem terintegrasi
berkembang sejak tahun 1925. Unsur kebudayaan sering dikaitkan dengan masyarakat,
termasuk masyarakat Madura. Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang
beragama, disamping sebagai pencitraan, masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat
yang beragama.

Masyarakat Madura dikenal sebagai penganut Islam yang fanatik meskipun tidak
pandai membaca huruf Arab1 dan dikenal sebagai orang yang memiiki tingkat religiusitas
yang tinggi. Fanatisme orang Madura dalam memeluk agama Islam sejajar dengan keislaman
orang Aceh dan Minang di Sumatera, Sunda di Jawa, dan Bugis di Sulawesi.2

Ketaatan Masyarakat Madura dalam memeluk Agama Islam ditunjukkan dengan


simbol-simbol yang identik dengan ciri dan tradisi dalam Islam. Selain itu, keterkaitan orang
Madura dengan Isalam dapat dilihat dari bahasa Madura yang banyak mengadopsi bahasa
Arab.

Esensi yang terkandung dalam kesakralan dan keprofanan menurut Elizhabeth


Nottingham adaah benda-benda yang merupakan tanda dari yang sakral, tetapi karena
berbagai sikap dari perasaan manusiaah yang mempekuat kesakraan benda-benda tersebut.
Berdasarkan hal tersebut penyucian terhadap benda-benda tidak semata-mata tertuju pada
bendanya tetapi terletak pada sikap batin (perasaan) sebagai penorong. Karena perasaan
kagum itulah yang mendorong manusia berbuat demikian yang kemudian terimpementasi
dalam upacara keagamaan dengan rasa ketakutan.

Di Madura Islam tidak sekedar dijadikan sebagai referensi bagi tata cara hidup
bermasyarakat, melainkan menyatu sebagai penanda etnik Madura. Dalam pandangan
Antropoogis, antara Isam dan Madura merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya menjadi penanda identitas yang saing melengkapi.

1
Ibid
2
Rifa’i, Manusia Madura, 42.

5
b. Rumusan Masalah

Setelah penulis uraikan tentang kebudayaan, Islam, dan keterkaitannya dengan


Masyarakat, dapat ditarik beberapa rumusan masaah yang muncul diantaranya sebagai
berikut:

1. Bagaimana hubungan budaya Madura dalam perspektif Islam?


2. Bagaimana hubungan ungkapan Bhapa’ Bhabu’ Guru Rato masyarakat Madura
dengan agama Isam?
3. Bagaimana hukum tradisi sungkeman hari raya dalam Islam?

c. Manfaat dan Tujuan

Makalah ini membahas tentang bagaimana kebudayaan masyarakat Madura daam


pandangan Islam, sehingga makalah ini memiliki beberapa manfaat dan tujuan yang dapat
penuis paparkan sebagai berikut:

1. Manfaat
a. Menjelaskan tradisi yang berlaku di masyarakat Madura.
b. Memberikan informasi tentang ungkapan-ungkapan masyarakat Madura.
c. Memberikan informasi tentang hukum tradisi masyarakat Madura.

2. Tujuan
a. Ingin mengetahui arti dari ungkapan-ungkapan tradisi masyarakat Madura.
b. Ingin mengetahui tentang hukum-hukum tradisi masyarakat Madura.

6
BAB II

PEMBAHASAN

1. Budaya Madura dalam Perspektif Islam

Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh
suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyarakat Jawa merupakan salah
satu masyarakat yang hidup dan berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang
secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan
mendiami sebagian besar Pulau Jawa (Herusatoto, 1987: 10).

Menurut Simuh (1996: 110), masyarakat Jawa memiliki budaya yang khas terkait
dengan kehidupan beragamanya. Menurutnya ada tiga karakteristik kebudayaan Jawa yang
terkait dengan hal ini, yaitu:

2. Kebudayaan Jawa pra Hindhu-Buddha

Kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, sebelum datangnya pengaruh


agama Hindhu-Buddha sangat sedikit yang dapat dikenal secara pasti. Sebagai masyarakat
yang masih sederhana, wajar bila nampak bahwa sistem animisme dan dinamisme merupakan
inti kebudayaan yang mewarnai seluruh aktivitas kehidupan masyarakatnya. Agama asli yang
sering disebut orang Barat sebagai religion magis ini merupakan nilai budaya yang paling
mengakar dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa.

3. Kebudayaan Jawa masa Hindhu-Buddha

Kebudayaan Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hindhu-


Buddha, prosesnya bukan hanya sekedar akulturasi saja, akan tetapi yang terjadi adalah
kebangkitan kebudayaan Jawa dengan memanfaatkan unsur-unsur agama dan kebudayaan
India. Ciri yang paling menonjol dalam kebudayaan Jawa adalah sangat bersifat teokratis.
Masuknya pengaruh Hindhu-Buddha lebih mempersubur kepercayaan animisme dan
dinamisme (serba magis) yang sudah lama mengakar dengan cerita mengenai orang-orang
sakti setengah dewa dan jasa mantra-mantra (berupa rumusan kata-kata) yang dipandanggis.
gis.

7
4. Kebudayaan Jawa masa kerajaan Islam

Kebudayaan ini dimulai dengan berakhirnya kerajaan Jawa-Hindhu menjadi Jawa-


Islam di Demak. Kebudayaan ini tidak lepas dari pengaruh dan peran para ulama sufi yang
mendapat gerlar para wali tanah Jawa. Perkembangan Islam di Jawa tidak semudah yang ada
di luar Jawa yang hanya berhadapan dengan budaya lokal yang masih bersahaja (animisme-
dinamisme) dan tidak begitu banyak diresapi oleh unsur-unsur ajaran Hindhu-Buddha seperti
di Jawa. Kebudayaan inilah yang kemudian melahirkan dua varian masyarakat Islam Jawa,
yaitu santri dan abangan, yang dibedakan dengan taraf kesadaran keislaman mereka.

Pada prinsipnya masyarakat Jawa adalah masyarakat yang religius, yakni masyarakat
yang memiliki kesadaran untuk memeluk suatu agama. Hampir semua masyarakat Jawa
meyakini adanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan manusia dan alam semesta
serta yang dapat menentukan celaka atau tidaknya manusia di dunia ini atau kelak di akhirat.
Yang perlu dicermati dalam hal ini adalah bagaimana mereka meyakini adanya Tuhan
tersebut.

5. Arti Ungkapan Tradisi Bhapa’ Bhabu’ Guru Rato.

Indonesia merupakan bangsa multikultural. Banyak sekali suku bangsa dengan segala
keanekaragaman budaya, tradisi dan bahasa. Madura merupakan salah satu suku yang juga
memiliki tradisi, budaya dan bahasa tersendiri. Dari sudut pandang bahasa, Madura bahkan
memiliki keanekaragaman yang cukup kaya.

Aspek kebahasaan di Madura juga mengenal pribahasa. Dalam Bahasa Madura,


pribahasa disebut dengan parébâsân. Salah satu pribahasa atau parébâsân Bahasa Madura
yang terkenal ialah kalimat "bâpa' bâbhu' ghuru rato". Secara bahasa, arti kalimat ini ialah
'ayah, ibu, guru raja'. Meski terdengar sederhana, kalimat "bâpa' bâbhu' ghuru rato" memiliki
arti yang sangat luas.

Kalimat "bâpa' bâbhu' ghuru rato" berisi pesan moral yang sangat berharga dalam
kehidupan sehari-hari. Pribahasa tersebut berisi tatakrama dalam kehidupan sosial dengan
sesama. Penyebutan ayah, ibu, guru dan raja (sekarang lebih dikenal dengan pemerintah) me-

8
urutan orang-orang yang harus kita hormati. Hal ini menunjukkan kalau masyarakat
Madura sangat peduli dengan tatakrama.

Penyebutan ayah ibu di kata pertama dan kedua, memberikan arti, bahwa orang tua
merupakan orang yang paling utama harus dihormati. Orang tua merupakan orang yang
paling berjasa dalam hidup kita. Orang tua lah yang telah merawat kita hingga kita mampu
berdiri di atas kaki sendiri. Ayah yang telah bekerja keras mencari nafkah untuk kita. Ibu
yang telah berkorban darah mengandung, melahirkan dan menyusui kita. Setelah itu,
mereka masih bertanggung jawab menanamkan pendidikan dasar untuk kita. Khususnya,
menanamkan pendidikan budi pekerti atau akhlakul karimah.

Setelah ayah ibu, guru merupakan orang yang berikutnya harus dihormati. Karena
guru, kita mengenal siapa diri kita. Karena guru pula, kita bisa menjadi manusia seutuhnya.
Manusia yang bisa mengemban amanah Tuhan, sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.
Guru lah yang mengenalkan kepada kita bahwa dunia itu tak sesempit lingkungan bermain
kita. Guru pula yang telah mengorbankan waktunya demi mencerdaskan kita. Orang yang
bahlan bukan sanak-familinya

Orang yang harus kita hormati selanjutnya ialah raja. Dalam hal ini ialah pemimpin
desa, kabupaten atau pemimpin negara yang diangkat secara legal. Karena bagaimanapun,
kita hidup di tanah yang mereka pimpin.Cara menghormati ayah ibu, guru dan raja esensinya
sama. Intinya, kita harus mematuhi perintah mereka selama itu baik. Selama kita tidak
memiliki opsi yang jauh lebih baik, kita memang sebaiknya menghormati dan mengikuti
perintah mereka. Selama perintah mereka tidak untuk bermaksiat kepada Sang Pencipta.
Itulah makna pribahasa "bâpa' bâbhu' ghuru rato". Sebagai suku yang cukup peduli dengan
tatakrama, dalam bahasa pun, masyarakat Madura menyelipi nilai-nilai sopan santun.

6. Tradisi Sungkeman / Halal bi Halal Hari Raya Idul Fitri.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki keragaman budaya. Salah satu budaya
yang menarik adalah budaya yang berkaitan dengan acara keagamaan. Pada hari raya idul
fitri adalah salah satu momen besar yang sangat ditunggu oleh seluruh masyarakat Indonesia
termasuk di daerah-daerah tertentu. Salah satunya di daerah Madura yang terkenal dengan

9
daerah yang berbudaya.

Pada hari raya idul firti, banyak acara yang dilakukan untuk memeriahkan acara
tersebut. Diantaranya adalah pembagian kartu ucapan, pesta ketupat, dan halal bi halal. Di
daerah Madura terdapat istilah lebaran pengiring yang disebut dengan tellasan topa’ atau
lebaran ketupat. Halal bi Halal adalah salah satu acara yang sering dilaksanakan oleh
masyarakat Islam di hari raya. Halal bi Halal adalah acara yang dilakukan untuk
menyambung silaturrhim antar sesama Muslim pada waktu tertentu. Dalam acara itu,
saling memaafkan atau menghalalkan dilakukan. Acara tersebut merupakan acara budaya
dalam wujud silaturrahim massal. Terkadang acara tersebut kehilangan substansi karena
terjebak menjadi acara hura-hura.

Pada hakikatnya Idul Fitri adalah kembali kepada fitrah, yaitu kesucian hakiki
sebagaimana sucinya bayi yang baru lahir, maka hendaknya fitrah tersebut tidak dicoreng
oleh tindakan-tindakan yang tidak terpuji dengan memanfaatkan acara Halal bi Halal.
Hala bi Halal perlu arah yang jelas dengan menampilkan yang serba halal. Mulai dari
makanan, agar tidak kehilangan nilai-nilai kesuciannya. Karena acara tersebut adalah
silaturrahim untuk mempertemukan kembali jiwa yang terpisah dalam suasana saling
memaafkan, saling menjalin kasih sayang.

Dalam Islam Halal bi Halal sangat dianjurkan guna menjalin silaturrahim dan
merupakan salah satu simbol-simbol budaya Islam yang perlu dilestarikan. Dengan
demikian, seorang seniman dan masyarakat harus mencari rujukan pada akhlak terpuji (al-
akhlaqul karimah) dengan memanfaatkan Halal bi Halal.

Selain itu, ungkapan-ungkapan : “Manossa coma dharma”. Ungkapan ini


menunjukkan keyakinan akan kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. Selain itu, “Abhantal
ombha’ asapo’ angen, abhantal syahadad asapo’ iman” Ungkapan ini menunjukkan berjalin
kelindannya Budaya Madura dengan nilai-nilai aga“Asel
aga ta’ adhina asal” yang mengingatkan
kita untuk tidak lupa diri ketika menjadi orang yang sukses dan selalu ingat akan asal mula
keberadaan diri. Pun, Lakona lakone, kennengnganna kennengnge. Pae’ jha’ dhuli palowa,
manes jha’ dhuli kalodu’. Ini juga nasehat agar kita tidak terburu-buru mengambil keputusan
hanya berdasarkan fenomena.

10
BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Di Madura Islam tidak sekedar dijadikan sebagai referensi bagi tata cara hidup
bermasyarakat, melainkan menyatu sebagai penanda etnik Madura. Dalam pandangan
Antropologis, antara Islam dan Madura merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Di Madura terdapat adat dan tradisi yang sering dilakukan terutama untuk
merayakan hari-hari besar Islam. Adat dan tradisi Madura lebih menekankan pada
penanaman Moral terhadap sesama.

2. Saran

Dengan adanya makalah ini yang berjudul hubungan ungkapan tradisi Madura
dalam Islam. Dengan adanya makalah ini, penulis berharap agar pembaca dapat menambah
wawasan tentang adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat Madura.

11
Daftar Pustaka

Simon Coleman,dkk. 2005. Pengantar Antropologi. Bandung: Nuansa.

Ghazali, Adeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung: ALFABETA cv.

File:///G:/budaya%20lokal%20dimadura/TRADISI%20DAN%20BUDAYA
%20MASYARAKAT%20JAWA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20ISLAM
%20_%20Ide-ide%20ringan%20Marzuki.htm

F:/Makna%20Pribahasa%20B%C3%A2pa'%20B%C3%A2bhu'%20Ghuru
%20Rato%20%20eMadura.com%20_%20Informasi%20Madura%20Masa
%20Kini.html

file:///D:/Makna%20Pribahasa%20B%C3%A2pa'%20B
%C3%A2bhu'%20Ghuru%20Rato%20-%20eMadura.com%20_%20Informasi
%20Madura%20Masa%20Kini.html

D. Zawawi Imron. 2000. Gumam-gumam dari Dusun. Bandung: PUSTAKA


HIDAYAH

12
13

Anda mungkin juga menyukai