Anda di halaman 1dari 37
(DIN LAW GROUP Jakarta, 6 Desember 2092 PERBAIKAN PERMOHONAN Kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia JI. Merdeka Barat No. 6, Jakarta 10110 Jam Perihal: Perbaikan Permohonan Pengujian Pasal 168 ayat (2), Pasal $42 ayat (2), Pasal $53 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Nomor 182 Tahun 2017, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan hormat, Perkenankanlah kami yang bertanda tangan di bawah ini, Sururudin, 8.H., LL.M., Iwan Maftukhan, S.HL., dan Aditya Setiawan, S.H., MH, dalam hal ini adalah para advokat dan penasihat hukum dari kantor hukum DIN LAW GROUP, berdomisili di The Dharmawangsa Square, Lantai $ Nomor 366, JI. Dharmawangsa VI, Kelurahan Pulo, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160. Bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa di bawah ini, berdasarkan surat kuasa Khhusus tanggal 26 Oktober 2022, dalam hal ini bertindak bersama — sama ataupun sendiri— sendiri untuk dan atas nama: 1. Riyanto, warga negara Indonesia, NIK $32610171175004, lahir di Pekalongan, 17 November 1975, beralamat di Dukuh Pesantren, RT 002 RW O11, Desa Sragi, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa ‘Tengah, selanjutnya disebut Pemohon I. 2. Nono Marijono, warga negara Indonesia, NIK 3603170805730011, lahir di Jombang, 3 Mei 1973, beralamat di Bomar # Residence, Blok F1, RT 003 RW 006, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, selanjutnya disebut Pemohon II. 3. Ibnu Rachman Jaya, warga negara Indonesia, NIK $174092106730004, lahir di Jakarta, 21 Juni 1973, beralamat di Kp. Kalibata RT 001 RW 006, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, selanjutnya disebut Pemohon Til, 4. Yuwono Pintadi, warga negara Indonesia, NIK: 1771021810670002, lahir di Palembang, 18 Oktober 1967, beralamat di I. Kapuas IV Komp. DOLOG No. 40 BKI, RT 004/RW 002, Kel/Desa Lingkar Barat, Kecamatan, Gading 1 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: vunw.dinlawgroup.com, {DIN LAW GROUP Cempaka, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Indonesia, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon IV, 5. Demas Brian Wicaksono, warga__ negara Indonesia, NIK. 36091903 12880008, lahir di Situbondo pada tanggal 03 Desember 1988, beralamat di JI, Perum Tiara Brawijaya Blok Anggrek No. 5 Lingkungan Gaplek, RT 004/RW 003, Bakungan, Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V. 6. Fahrurrozi, warga negara Indonesia, NIK: 1771081809690001 lahir di Curup, tanggal 18 September 1969, beralamat di Jalan Irian RT 002 RW 001, Tanjung Agung, Sungai Serut, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VI. Para Pemohon dengan ini mengajukan permohonan agar sudilah kiranya Mahkamah Konstitusi menguji norma undang-undang, yakni menguji Pasal 168 ayat (2), Pasal 942 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Nomor 182 Tahun 2017, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) terhadap Undang-Undang Dasar ‘Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum melangkah untuk sampai kepada petitum permohonan ini, izinkanlah Pemohon untuk terlebih dabulu secara sistematik menguraikan: (1) Hal-hal yang, terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus perkara pengujian undang-undang sebagaimana yang dimohonkan dalam permohonan ini; (2) Hal-hal yang terkait dengan kedudukan hukum atau “legal standing’ Pemohon yang menerangkan adanya hak-hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang dirugikan dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; (3) Hal-hal yang terkait dengan argumentasi yuridis yang diajukan Pemohon sebagai landasan untuk. mengajukan petitum dalam permohonan ini; (#) Permohonan Provisi; (5) Petitum, sebagai berikut: I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Bahwa Pemohon, sebagaimana telah dikemuka di awal permohonan ini, memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal $53 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Nomor 182 Tahun 2017, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22K ayat (3), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www. dinlav m. {DIN LAW GROUP 2. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Makkamah Agung dan badan peradilan yang di bawaknya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Bahwa selanjutnya Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengkela kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan”. 3. Bahwa Mabkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 berdasarkan Pasal 10 ayat (1) hurufa Undang-Undang No. 24 Tahun 2008 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 2% Tahun 2005 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut_ UU Mahkamah Konstitusi) yang menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji Undang-Undang (UU) terhadap UUD RI tahun 1945”. 4, Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) hurufa Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), yang mengatakan bahwa, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Bahwa selanjutnya dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 menyatakan, “Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.” 6. Berdasarkan uraian di atas, menurut Pemohon Mabkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili permohonan pengujian undang-undang ini pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2% Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 mengatakan bahwa Pemohon pengujian undang-undang adalah “pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang” yang: dalam hurof a menyebutkan “perorangan warga negara Indonesia”. Sclanjutnya dalam Penjclasan atas Pasal 51 3 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: Jinlawgroup.com, (DIN LAW GROUP ayat (1) undang-undang a quo, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah “hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945", sedangkan yang dimaksud ‘perorangan” termasuk “helompok orang yang memiliki kepentingan sama”. Bahwa Yurisprudensi Tetap Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Putusan No. 006/PUU-II/2008 jo Putusan No. 11/PUU-V/2007 dan putusan- putusan selanjutnya telah memberikan pengertian dan batasan kumulatif tentang apa yang dimaksud dengan “kerugian konstitusional” dengan berlakunya suatu norma undang-undang, yaitu: (1) Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Bahwa hak konstitusional tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji; (3) Kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifiks (Ithusus) dan aktual, atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; (4) Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diujis dan (5) Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Bahwa Para Pemohon adalah warga negara yang aktif sebagai Pemilih dalam Pemilu dan memiliki kepentingan untuk hadirnya wakil rakyat yang benar- benar mementingkan rakyat saat terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Para Pemohon sebagai masyarakat sipil berharap agar Pemilu yang menggunakan biaya dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Pemilu seharusnya menghadirkan anggota legislatif yang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Para Pemohon ini mengharapkan calon yang dipilih dalam Pemilu yang menentukan jalannya pemerintahan haruslah orang-orang yang, berkualitas dan berjuang untuk rakyat. Bahwa para wakil rakyat nantinya membuat kebijakan-kebijakan yang berefek pada kehidupan Para Pemohon Oleh karena itu seharusnya mereka adalah orang-orang yang benar-benar disaring dan dididik untuk membangun bangsa bukan untuk kepentingan pribadinya, 4, Bahwa secara khusus Pemohon I, I, dan If adalah warga negara yang aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, berkumpul, dan berorganisasi di lingkungan, oleh karenanya melihat kondisi Pemilu yang terjadi merasa dirugikan jika proses demokrasi ya kepentingan-m menghadirkan ca tentu ada kerugian yang timbul dan diderita oleh Para Pemohon sebagai masyarakat. Terlebih lagi Pemohon I dan IL pernah aktif dalam aktivita ig tidak berjalan secara baik dan mewakili ka Pemilu tidak dapat lon yang berkualitas sedangkan mereka menjalankan negara arakat las, Oleh karenanya 4 Din Law Goup beralamat di ‘The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: svw.dinlaweroup.com, (DIN LAW GROUP kepartaian yang partainya dinyatakan tidak dapat ikut dalam pemilihan umum, Oleh karena itu memahami begitu sulitnya mendirikan partai politik, mengelola administrasi kepartaian, apalagi untuk dapat menjadi peserta Pemilu. Pemohon TIL saat ini aktif dalam dunia pendidikan dan pengabdian masyarakat melalui kan politik yang benar-benar sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945. Pemohon TV bermaksud mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR dan DPRD. Bahwa Pemohon V adalah perseorangan warga negara Indonesia yang aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dalam hal ini juga akttif dalam kegiatan partai politik, dalam hal ini selaku kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tingkat cabang Kabupaten Banyuwangi, bermaksud mencalonkan diri dalam Pemilu namun merasa pesimis karena tidak populer ataupun memiliki biaya yang cukup, Pemohon VI adalah seorang anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD namun tidak terpilih karena tidak memiliki biaya yang cukup banyak untuk dapat meningkatkan popularitas dan membiayai proses pemilihan. Bahwa secara keseluruhan Para Pemohon adalah warga negara yang peduli terhadap kemajuan demokrasi dan proses pemilihan umum yang seyogyanya menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara yang final, oleh karena itu sudah selayaknya seluruh peraturan harus didasarkan pada tujuan bernegara tersebut. Para Pemohon bisa disebut sebagai Kaum Demokrat Kritis yang secara rasional ikut berpartisipasi politik dalam proses Pemilu (Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskridho Ambardi, 2019). Para Pemohon sebagai warga negara yang sadar dan mencoba menghritisi atau mengeveluasi hal-hal berkaitan dengan jalannya proses demokrasi dan pemilihan umum, Bahwa Para Pemohon meyakini bentuk negara harus dibangun oleh sebuah pondasi politik yang stabil yang dapat menguatkan eksistensinya. Penyangga bentuk negara haruslah solid dan kokoh, seperti halnya doktrin érias politica yang terdiri dari eksckutif/pemerintah, legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat dan aan kehakiman yang independen, Bahwa salah satu hal yang diatur sec Khusus di dalam konstitusi adalah perihal pengis 1a bab. Partai Politik/Parpol memiliki kegiatan pengajaran oleh karena itu berharap adanya ke kekua n kekuasaan dalam bernegara, hal ini diatur secara Ihusus dalam bebe peranan yang besar sebagai saluran pengisian kekuasaan sebagaimana perintah konstit Bahwa konstitu i tersebut. cendiri mengatur mengenai pembagian dan tata cara pengis kekuasaan dalam bernegara dimana Parpol memiliki andil yang tak tergantikan, Beberapa bab dalam UUD 1946 mengenai peranan partai politik adalah: Bab 1 mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat di mana di dalamnya adalah jabatan politik yang dipilih melalui Pemilu melalui saringan partai politik, Bab TI mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara adanya jabatan Presiden dan Wakil esiden yang pemilihannya adalah dari partai politik, Bab VI_mengenai n 5 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www.cinawgroup.com, (DIN LAW GROUP Pemerintahan Daerah yaitu terkait adanya Gubernur, Bupati, dan Walikota serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih melalui Pemilu dan diisi dari wakil partai politik, Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui Pemilu yang jelas dan tegas pesertanya dari partai politik. Bahwa hal tersebut menjelaskan bahwa begitu sangat esensialnya peranan partai politik dan menonjolnya peran partai politik dalam nadi konstitusi. Jabatan dan kekuasaan membutubkan saluran politik dari sistem kepartaian yang sehat dan kokoh agar dapat menjalankan fangsinya sebagaimana cita-cita konstitusi. Partai politik sebagai sistem yang dapat mendidik kader-kadernya dalam saluran demokrasi dalam membangun bangsa dan negara, demi tercapainya tujuan bersama mencapai kesejahteraan masyarakat. Bahwa oleh karena itu semua cita-cita mulia konstitusi menjadi terhalang dengan adanya norma yang terdapat dalam Pasal 168 ayat (2), Pasal $42 ayat (2), Pasal $58 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf, c dan d, Pasal 492, Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang berbunyi: 1) Pasal 168 ayat (2) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. 2) Pasal 342 ayat (2) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (1) huruf'b untuk calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut dan nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan. 3) Pasal $53 ayat (1) huruf b Pemberian suara untuk Pemilu dilakukan dengan cara: mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. 4) Pasal $86 ayat (2) hurufb Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dinyatakan sah apabila: b. tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada kolom yang disediakan. 5) Pasal 420 huruf ¢ dan d Penetapan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dilakukan dengan ketentuan: ¢. hasil pembagian sebagaimana dimaksud pada hurufb diurutkan berdasarkan jumlah suara terbanyak. 6 166, Jalan Darmawangea up.com, Din Law Goup beralamat di ‘The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suit Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, webs {DIN LAW GROUP 4. nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, nilai terbanyak kedua mendapat kursi kedua, nilai terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi. 6) Pasal 422 Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah Pemilihan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota di satu dacrah pemilihan yang tercantum pada surat suara. 7) Pasal 496 ayat (3) Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan suara calon terbanyak berikutnya. 10. Bahwa norma-norma hukum yang kami sebutkan di atas yaitu Pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 secara khusus menyebutkan kata “proporsional terbuka’, itu adalah sistem Pemilu yang ada di Indonesia, Tentunya adanya norma 's norma tersebut yang, terdapat pada norma yang diatur selanjutnya. Oleh karena itu norma lain yang diatur adalah sebagai kelanjutan dari pasal 168 ayat (2) juga harus dibatalkan Karena merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan. 11. Bahwa norma-norma hukum sebagai tindak lanjut dari Pasal 168 ayat (2) yaitu terdapat pada Pasal $42 ayat (2), Pasal 368 ayat (1) huruf b, Pasal $86 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 492, Pasal 426 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Oleh karena satu kesatuan makna. 12. Bahwa norma tersebut kami mohonkan untuk diuji karena mengatur peranan individu yang begitu besar dalam pemilihan umum padahal mereka menggunakan mesin pa ‘a proporsional terbuka, nomor urut, nama ealon dan ealon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak menunjukkan kekuatan perseorangan dalam proses pemilihan umum yang kami anggap merugikan. 13. Bahwa para pemohon melihat kekuatan dan pengaruh individu dalam proses Pemilu yang begitu besar cenderung mengarah pada populisme semata yang bisa membahayakan bentuk negara dalam hal ini adalah bentuk negara kesatuan sebagaimana Pasal 1 ayat (1). Hal ini dapat terlihat dari beberapa tahun sejak Pemilu tahun 2019 polarisasi masyarakat dan penggalangan massa oleh individu populis telah mengoyak rasa persatuan dan kesatuan di masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena orang-orang memiliki hasrat untuk menjadi populer demi tersebut diikuti oleh petunjuk teknis operasionalisasi 1 norma tersebut harus dilihat ai politik dalam prosesnya. Adanya 7 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www.d 0 (DIN LAW GROUP menggalang dukungan massa, Tokoh populis ini berupaya terkenal secara instan dengan segala cara tanpa harus ada ikatan pada rambu-rambu konstitusi. Bahwa mereka justru memanfaatkan kendaraan ormas (organisasi massa) dan orang-orang kuat (strongman) untuk menggalang dukungan publik secara sporadik, seperti I'P1, Forkabi, Laskar Merah Putih, PP, dan Forum Betawi Rempug/FBR (lan Wilson dalam Made Supriatna dan Hui Yew Fong, 2022), 14, Bahwa hal itu terjadi karena tidak adanya pendidikan politik yang mapan dari sistem partai politik, Seseorang menampilkan diri ke publik tanpa melalui seleksi dan kaderisasi terlebih dahulu melalui sistem yang demokratis dan taat konstitusi dalam setiap langkahnya, Lebih jauh lagi dengan adanya bentuk liberalisasi dan kebebasan tanpa batas dalam Pemilu dalam demokrasi kita ternyata dapat dibajak oleh ideologi radikal, premanisme, dan mengarah kepada anarkis yang menunggangi kebebasan itu sendiri untuk dapat tumbuh di NKRI. Hal ini seperti yang terjadi pada saat pemilihan kepala daerah di Jakarta tahun 2017 di mana terjadi penggalangan massa oleh tokoh populis perorangan. Hal ini tentu dapat mengancam negara kesatuan yang sebagai dasar negara kita Oleh karena itu Pemohon menganggap Pasal tersebut telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945. 15. Bahwa norma yang mengatur mengenai norma proporsional terbuka yang mengarusutamakan perolehan suara terbanyak secara perseorangan/individu dalam pemilihan calon anggota DPR/DPRD dalam Pemilu- menyimpangi maksud dari norma-norma yang ditentukan konstitusi, Hal ini sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 yang menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam Pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik. Namun, peranan partai politik terdistorsi dan terlihat samar-samar dalam sistem pemilihan yang berdasarkan “sara terbanyak berdasarkan nomor urut dan nama calon”. Hal yang lebih jauh lagi adalah peranan partai politik dikesampingkan dalam proses Pemilu, meskipun partai politiklah sebagai peserta Pemilu sebagaimana Pasal 22% ayat (3) UUD 1945, bahwa “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”. 16. Bahwa selanjutnya hak Para Pemohon sebagai warga negara yang dilindungi oleh konstitusi berpotensi dilanggar haknya karena sistem proporsional terbuka menimbulkan persaingan yang tidak schat yang menitikberathan pada aspek popularitas dan kekuatan modal dalam proses pemilihan umum. Hal ini karena tidak adanya saringan yang baik dalam proses pencalonan anggota DPR/DPRD. Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader~ kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidal: memiliki keki modal dan popularitas. Walaupun dalam struktur kepemimpinan nasional partai politik menentukan siapa saja yang dapat diusulkan menjadi calon anggota tan 8 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: yww.dinlayeroup.com, (DIN LAW GROUP legislatif, namun pada kenyataannya partai politik akan terdorong mencari calon yang memiliki modal dana besar dan populer, Hal ini terbukti dari $ kali Pemilu sejak ditetapkannya sistem proporsional terbuka. 17. Bahwa bagi pemohon, berlakunya ketentuan norma-norma pada pasal a quo berupa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak ini telah dibajal oleh caleg pragmatis yang hanya modal “populer dan menjual diri” tanpa ikatan dengan ideologi dan struktur partai politik, tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial_politik Akibatnya saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD_ seolah-olah_ bukan mewakili organisasi partai politik, namun mewakili dirinya sendiri. Oleh karena itu scharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikutipendidikan_politik, kaderisasi, dan pembinaan ideologi partais 18. Bahwa sebagai kader partai politik, berlakunya norma hukum dalam pasal a quo yang kami mohonkan untuk diuji telah merugikan hak konstitusional pemohon karena telah menimbulkan individualisme para politisi, menyebabkan konflik internal, dan kanibalisme di internal part Format proporsional terbuka melahirkan liberalisme politik atau “persaingan bebas", yakni menempatkan kemenangan individual yang total dalam Pemilu, Padahal seharusnya kompetisi terjadi antar partai politik di arena Pemilu, Sebab peserta Pemilu adalah partai politik bukan individu sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 29F ayat (3) UUD 1945; 19. Dengan demikian, penerapan ketentuan Pasal 168 ayat (2), Pasal $42 ayat (2), Pasal $53 ayat (1) huruf b, Pasal 986 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 429, Pasal yyat (3) UU Pemilu dengan sistem pemilu proporsional terbuka tersebut bertentangan dengan Pasal 22K ayat (3) UUD 1945. Maka dengan dibatalkannya ketentuan pasal a quo kerugian pemohon tidak terjadi karena kelak dalam Pemilu tidak lagi terjadi kompetisi antar individu di internal partai namun kompetisi antar partai politik dan partai politiklah yang menentukan siapa saja yang; sel iti sen rusnya duduk di parlemen; 20. Berlakunya sistem pemilu berdasarkan ketentuan a quo telah merugikan pemohon ka pemilu proporsional. Kebanyakan penerapan sistem proporsional di dunia memakai varian daftar tertutup (closed list of proportional representation), artinya wa urutan Caleg yang dipilih berdasarkan daftar urut yang ditentukan oleh partai politik melalui seleksi ketat dan demokratis di internal partai politik. Sistem ini ditujukan untuk memperkuat sistem kepartaian, (Ramlan Surbakti dalam Widya P. Setyanto dan Halomoan Pulungan, 2009); 21. Pemohon dirugikan dengan diberlakukannya ketentuan pasal a quo yang mengatur sistem penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak karena telah menjadikan pemilu menjadi berbiaya sangat mahal (high cost), Sistem ena sistem pemilu ini telah melawan arus kebiasaan pilihan sistem 9 ite 366, Jalan Darmawangsa Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: (DIN LAW GROUP pemilu proporsional terbuka berbasis penentuan berdasarkan suara terbanyak ini telah menciptakan model kompetisi antar Caleg dalam pemilu yang tak sehat. Itulah sebabnya orientasi meraih suara terbanyak telah mendorong Caleg, melakukan kecurangan, seperti pembagian uang (money polities) ke pemilih agar dipilih dalam pemungutan suara, Hal ini menyebabkan pemilih bersifat pragmatis dan materialistis dalam memilih caleg. Politik uang ini juga termasuk pemberian uang ke panitia penyclenggara pemilihan, hal ini misalnya untuk memindahkan suara partai ke suara perseorangan (nomor urut atau nama orang) dalam tahap rekapitulasi suara. Apabila ketentuan Pasal a quo dibatalkan maka akan mereduksi praktik politik uang dan menjadikan Pemilu lebih bersih, jujur, dan adil. 22. Bahwa Pemohon dirugikan hak konstitusionalitasnya terhadap berlakunya ketentuan a quo karena sistem pemilu proporsional berbasis _proporsional terbuka telah membuat pemilu Indonesia berbiaya tinggi. Dalam hal ini biaya tersebut termasuk: pembiayaan alat peraga kampanye, menyewa konsultan politik termasuk survei calon, menyusun tim sukses, membiayai posko pemenangan sebagai pusat mobilisasi massa, sewa kendaraan, biaya kampanye, pembiayaan saksi di TPS, pengolahan data perolehan suara, bantuan sosial ke daerah pemilihan, Semua ini menyebabkan caleg berlomba-lomba mengeluarkan biaya agar dapat terpilih sebagai anggota DPR/DPRD. Pemohon sebagai kader partai politik yang sclama ini telah berkarir dan mengabdi pada partai politik menjadi enggan untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dikarenakan kalah popularitas dan kalah modal (wang) dari calon pendatang di luar kader partai yang hanya bermodal popularitas dan wang tanpa mengikuti jenjang pengkaderan partai, 23. Bahwa mahalnya biaya Pemilu menyebabkan mengakibatkan kerugian yang dialami oleh kader partai karena tidak mendapatkan prioritas untuk dicalonkan oleh partai sebab partai pada akhirnya lebih memilih mencalonkan calon anggota legislatif yang memiliki popularitas dan uang untuk mendapatkan si ‘a dari para pemilih, sehingga kader partai yang sudah mengabdi selama ini dengan mudah tersingkir dari proses pencalonan anggota legislatif pada partainya sendir 24, Bahwa sistem pemilu proporsional terbuka ini hanya menguntungkan individu yang memiliki uang banyak dan tidak ada kompetisi yang schat antara pengurus partai dan para caleg pragmatis tapi bermodal banyak, Menurut pemohon di sinilah terdapat korelasi yang cukup kuat mengapa korupsi politik (political corruption) menguat pasca pemilu di Indonesia. Karena para Anggota DPR dan DPRD harus mengembalikan modal uang yang dikeluarkan saat berkompetisi dalam pemilu, Materi 25. Bahwa selanjutnya Para Pemohon adalah orang perorangan warga yang hak konstitusionalnya dilanggar atau berpotensi dilanggar karena membengkaknya isme ini tentu dapat merusak sistem demokrasi 10 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: ww.dinlawsroup. (DIN LAW GROUP biaya Pemilu yang diambil dari APBN dalam penyelenggaran Pemilu dengan sistem proporsional terbuka, namun demikian tidak menghasilkan anggota legislatif yang berkualitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini terbukti dari jumlah peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak sejalan dengan biaya yang, dikeluarkan oleh negara. 26. Selain itu, Para pemohon dirugikan karena banyaknya suara yang tidak sah sebagai akibat pemilih kebingungan dalam melakukan pencoblosan dan kerumitan pencoblosan surat suara yang memuat nama-nama partai berikut nama-nama Caleg padahal sudah menggunakan anggaran yang begitu besar. 27.Bahwa pada dasarnya Pemohon sebagai Pemilih juga tidak memiliki Kewenangan kontrol terhadap calon yang telah dipilihnya, hal ini seperti melakukan recall atau penggantian kepada calon yang dipilih apabila tidak dapat bekerja sebagai anggota DPR/DPRD secara memuaskan atau justru menyalahgunakannya, pada kenyataannya penggantian (Penggantian Antar ‘Waktu/PAW) ini merupakan kewenangan partai politik, namun demikian Parpol tidak bisa serta merta melakukan PAW, harus disertai dengan alasan yang kuat, Karena jika keberatan seorang anggota DPR/DPRD akan mengajukan keberatan ke pengadilan yang tentunya memakan waktu berbulan- bulan/tahun agar dapat berkekuatan hukum tetap/inkracht, Dengan demikian seorang anggota DPR/DPRD tersebut kedudukannya begitu kuat. 28. Dengan adanya sistem proporsional terbuka Pemohon merasa dirugikan karena dalam masa kampanye pemandangan lingkungan menjadi semrawut dengan adanya baliho, banner, spanduk yang dibuat oleh para calon anggota legislatif yang bertujuan merebut simpati dan suara pemilih, Namun hal tersebut dipasang secara serampangan dan tanpa memperhatikan keindahan dan ketertiban dan justru menyebabkan gangguan di lingkungan. 29. Selain itu, Para Pemohon dirugikan karena para caleg yang hadir hanya memanfaatkan materi semata dan tidak menjelaskan mengenai_pendidikan politik kepada masyarakat, mengabaikan ide, gagasan dan platform politik partai politik. Caleg dalam mempengaruhi pemilih dan memasarkan parpol (political marketing) tak lagi berlandaskan ideologi parpol, melainkan_ berdasarkan sejumlah uang untuk menarik pemilih. Hal tersebut ditambah lagi segala cara untuk meraih dukungan termasuk adanya intimidasi dan ancaman kepada pemilih yang dilakukan oleh tim sukses caleg. 30. Para Pemohon dirugikan hak konstitusionalitasnya atas diberlakukannya pasal @ quo karena melihat hilangnya peranan partai politik dalam menjelaskan pendidikan politik ke masyarakat karena terdistorsi pada kepentingan clektoral personal semata, Hal-hal yang, berkaitan dengan ideologi, nilai- dan program kerja dalam perpolitikan saat ini tidak lagi dibicarakan, Penentuan caleg berdasarkan suara terbanyak dalam pemilu 2009, 2014 dan 2019 telah ai, visi-misi, W Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www i (DIN LAW GROUP melahirkan kompetisi yang semu (pseudo competition) antar parpol dan melebih- lebihkan peranan individu pada Pemilu yang, berdasarkan proporsional terbuka. I. ALASAN PERMOHONAN 1, Bahwa pentingnya mengokohkan bentuk negara kesatuan adalah dengan membuat pondasi-pondasi hukum dan kelembagaan negara yang. secara konsisten menguatkan, agar Indonesia tegak berdiri melalui lintasan zaman, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana menjadi pasal pembuka dalam konstitusi adalah suatu landasan eksistensial keberadaan kita semua Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 haruslah terus dijaga dari seluruh potensi yang bisa merongrong, kita belajar dari beraneka pengalaman zaman sejarah bangsa yang terus menguji tegaknya NKRI. Sejak berdiri bentuk kelembagaan dan sistem politik adalah cara untuk menjaga dan menguatkan bentuk negara kesatuan tersebut. Banyak bangsa yang dulu besar dan kini hilang karena sistem politik tidak dapat mendukung eksistensinya, Saluran politik begitu penting untuk dapat menyalurkan aspirasi masyarakat, menjaga keseimbangan dan kestabilan antar kepentingan dan bentuk pendidikan masyarakat untuk membangun kesadaran dalam berbangsa dan bernegara. 2. Bahwa integrasi kebangsaan harus dibangun dan identitas kebangsaan harus terus dijaga, hal ini begitu penting untuk menguatkan kepercayaan kepada pemerintah yang memiliki legitimasi politik (political confidence). Jangan sampai terjadi seperti pasca Pemilu tahun 1997 di mana tidak adanya kepercayaan politik kepada pemerintah setelah Pemilu dilaksanakan yang ditambah krisis ekonomi menyebabkan disintegrasi bangsa dan menyebabkan masalah politik dan konflik di negara kita, seperti yang terjadi di Aceh, Sambas, Ambon, Papua, serta lepasnya Timor Leste (Hermawan Sulistyo, 2002; Harold Crouch, 2000; Fy ukuyama, 2014) 3. Bahwa persoalan integrasi bangsa juga terlihat dari beberapa tahun sejak Pemilu tahun 2019. Polarisasi masyarakat dan penggalangan massa oleh individu populis telah mengoyak rasa persatuan dan kesatuan di masyarakat. Hal ini incis F dapat terjadi karena orang-orang memiliki hasrat individu: untuk menjadi populer demi menggalang —dukungan massa dengan __kkekuatan ‘modal/Kapitalisme tanpa tunduk secara ketat pada rambu-rambu konstitusi Hal tersebut adalah akibat dari sistem pemilu yang mengutamakan kekuatan individualisme dan liberalisme dalam proses pemilihan, sehingga mengabaikan kepentingan kolektif sebagai nilai dan jatidiri bangsa Indonesi Peran Penting Partai Politik dalam Pemilu Sebagaimana Perintah Konstitusi 4. Bahwa salah satu yang begitu penting dalam mengokohkan negara dan masyarakat adalah adanya pemilihan umum (Pemilu). Ini adalah saluran politik r dapat sesuai hukum dan 12 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www.dinlawgroup.com, agar kekuasaan dalam mengatur bangsa yang bes {DIN LAW GROUP demokratis. Warga negara yang ikut dalam kontestasi pemilihan umum ini seharusnya sudah memiliki latar belakang dan pandangan yang ideal akan konstitusi sebagai dasar bernegara dan mengatur pemerintahan, Mereka dididik, disaring, dipilih, dan memilih dalam Pemilu sesuai dengan kepentingan politik. secara kolektif yang terkumpul dalam partai politik. Bukan sekedar kepentingan pribadi dalam mencari eksistensinya. Pemilu yang demokratis juga harus sesuai dengan jatidiri bangsa Indonesia, Bapak Bangsa kita, Ir. Sockarno menyatakan, “bagi kita bangsa Indonesia, demokrasi atau kedaulatan rakyat mempunyai Gorak nasional, satu Yorak kepribadian kita, satu tjorak jang dus tidak perlu sama dengan Gjorak demokrasi jang dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai alat tehnis. Artinja, demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia yang membatwa tjorak kepribadian bangsa sendiri” (Bung Karno, Pantjasila Dasar Filsafat Negara, Djakarta: Jajasan Empu Tantular, 1960); Bahwa sebagaimana sejarah pembentukan parlemen di negara kita, lahir dari adanya tanggapan terhadap pentingnya aspirasi masyarakat disalurkan dalam badan yang kokoh dan bentuk kontrol pada pemerintah. Muhammad Hatta, sebagai wakil presiden pertama mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945, mallumat ini dibuat setelah kemerdekaan dan pengesahan UUD 1945. Dibentuknya parlemen sec: dibutuhkan Partai Politik yang akan mengisinya, hal ini diperlukan sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi dan ideologi masyarakat schingga dapat diarahkan ke dalam kekuatan bangsa dan negara, Selanjutnya pemerintah mengeluarkan maklumat 3 November 1945 sebagai dasar pembentukan partai politik. Mulailah tumbuh subur partai politik sebagai saluran ideologi dan sarana pendidikan masyarakat menuju kemakmuran dan kemajuan bangsa Bahwa sclanjutnya jika dilihat dari aktualisasi sila ke-+ Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Dengan memberikan ruang adanya permusyawaratan dalam menentukan perwakilan. Esensi nyata, dalam konsep tersebut, ditunjukkan dalam implementasi Pemilihan Umum 1955. Pemilih melakukan pilihan terhadap formal maka tentu partai politik, antusiasme warga negara bergelora dan tidak terbendung. Dalam pemilihan anggota DPR saat itu, total suara yang sah sebanyak 97.875.299 atau 87,65% dari jumlah total pemilih 43.104.464, (Arsip Nasional Republik Indonesia, 2019). Berdasarkan hal ini, menunjukkan bahwa tradi anggota DPR dengan sistem proporsional tertutup merupakan kehendak dari the founding fathers dalam mengaktualisasikan corak demokrasi Indonesia yang mendasarkan pada sila ke-4 Pancasila Bahwa Pemilu yang berhasil dilaksanakan pada tahun 1955 adalah sejarah keberhasilan pelaksanaan demokrasi se Pemilu ber} pemilihan a langsung setelah melalui uji coba secara lokal di Yogyakarta dan Sulawesi. Keberhasilan itu tidak tidak lan mulus pada tahapan selanjutnya karena tidak stabilnya kondisi politik 13 Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: wwiv.

Anda mungkin juga menyukai