(DIN LAW GROUP
Jakarta, 6 Desember 2092
PERBAIKAN PERMOHONAN
Kepada Yang Mulia
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
JI. Merdeka Barat No. 6, Jakarta 10110
Jam
Perihal: Perbaikan Permohonan Pengujian Pasal 168 ayat (2), Pasal $42 ayat
(2), Pasal $53 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420
huruf ¢ dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Nomor
182 Tahun 2017, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan hormat,
Perkenankanlah kami yang bertanda tangan di bawah ini, Sururudin, 8.H., LL.M.,
Iwan Maftukhan, S.HL., dan Aditya Setiawan, S.H., MH, dalam hal ini adalah
para advokat dan penasihat hukum dari kantor hukum DIN LAW GROUP,
berdomisili di The Dharmawangsa Square, Lantai $ Nomor 366, JI. Dharmawangsa
VI, Kelurahan Pulo, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160.
Bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa di bawah ini, berdasarkan surat kuasa
Khhusus tanggal 26 Oktober 2022, dalam hal ini bertindak bersama — sama ataupun
sendiri— sendiri untuk dan atas nama:
1. Riyanto, warga negara Indonesia, NIK $32610171175004, lahir di
Pekalongan, 17 November 1975, beralamat di Dukuh Pesantren, RT 002 RW
O11, Desa Sragi, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa
‘Tengah, selanjutnya disebut Pemohon I.
2. Nono Marijono, warga negara Indonesia, NIK 3603170805730011, lahir di
Jombang, 3 Mei 1973, beralamat di Bomar # Residence, Blok F1, RT 003 RW
006, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Provinsi Jawa
Barat, selanjutnya disebut Pemohon II.
3. Ibnu Rachman Jaya, warga negara Indonesia, NIK $174092106730004,
lahir di Jakarta, 21 Juni 1973, beralamat di Kp. Kalibata RT 001 RW 006,
Srengseng Sawah, Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta,
selanjutnya disebut Pemohon Til,
4. Yuwono Pintadi, warga negara Indonesia, NIK: 1771021810670002, lahir
di Palembang, 18 Oktober 1967, beralamat di I. Kapuas IV Komp. DOLOG
No. 40 BKI, RT 004/RW 002, Kel/Desa Lingkar Barat, Kecamatan, Gading
1
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: vunw.dinlawgroup.com,{DIN LAW GROUP
Cempaka, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Indonesia, untuk selanjutnya
disebut sebagai Pemohon IV,
5. Demas Brian Wicaksono, warga__ negara Indonesia, NIK.
36091903 12880008, lahir di Situbondo pada tanggal 03 Desember 1988,
beralamat di JI, Perum Tiara Brawijaya Blok Anggrek No. 5 Lingkungan
Gaplek, RT 004/RW 003, Bakungan, Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur,
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V.
6. Fahrurrozi, warga negara Indonesia, NIK: 1771081809690001 lahir di
Curup, tanggal 18 September 1969, beralamat di Jalan Irian RT 002 RW 001,
Tanjung Agung, Sungai Serut, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Untuk
selanjutnya disebut sebagai Pemohon VI.
Para Pemohon dengan ini mengajukan permohonan agar sudilah kiranya Mahkamah
Konstitusi menguji norma undang-undang, yakni menguji Pasal 168 ayat (2), Pasal
942 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420
huruf ¢ dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Nomor 182 Tahun 2017,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) terhadap Undang-Undang Dasar
‘Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebelum melangkah untuk sampai kepada petitum permohonan ini, izinkanlah
Pemohon untuk terlebih dabulu secara sistematik menguraikan: (1) Hal-hal yang,
terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus
perkara pengujian undang-undang sebagaimana yang dimohonkan dalam
permohonan ini; (2) Hal-hal yang terkait dengan kedudukan hukum atau “legal
standing’ Pemohon yang menerangkan adanya hak-hak konstitusional Pemohon
yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang dirugikan dengan
berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; (3) Hal-hal yang
terkait dengan argumentasi yuridis yang diajukan Pemohon sebagai landasan untuk.
mengajukan petitum dalam permohonan ini; (#) Permohonan Provisi; (5) Petitum,
sebagai berikut:
I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
1. Bahwa Pemohon, sebagaimana telah dikemuka
di awal permohonan ini,
memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian Pasal
168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal $53 ayat (1) huruf b, Pasal 386
ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(Lembaran Negara Nomor 182 Tahun 2017, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 6109) terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal
19 ayat (1), Pasal 22K ayat (3), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www. dinlavm.
{DIN LAW GROUP
2. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan:
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Makkamah Agung dan badan
peradilan yang di bawaknya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Bahwa
selanjutnya Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan,
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengkela kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan”.
3. Bahwa Mabkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 berdasarkan Pasal 10 ayat (1)
hurufa Undang-Undang No. 24 Tahun 2008 yang telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang No. 2% Tahun 2005 tentang Mahkamah
Konstitusi (selanjutnya disebut_ UU Mahkamah Konstitusi) yang
menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji Undang-Undang
(UU) terhadap UUD RI tahun 1945”.
4, Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) hurufa Undang-Undang No.
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5076), yang mengatakan bahwa, “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk: (a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Bahwa selanjutnya dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 menyatakan, “Dalam
hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi.”
6. Berdasarkan uraian di atas, menurut Pemohon Mabkamah Konstitusi
berwenang untuk mengadili permohonan pengujian undang-undang ini pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING)
Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2% Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 mengatakan bahwa Pemohon pengujian undang-undang
adalah “pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya undang-undang” yang: dalam hurof a menyebutkan
“perorangan warga negara Indonesia”. Sclanjutnya dalam Penjclasan atas Pasal 51
3
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website:
Jinlawgroup.com,(DIN LAW GROUP
ayat (1) undang-undang a quo, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak
konstitusional adalah “hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945", sedangkan yang dimaksud ‘perorangan”
termasuk “helompok orang yang memiliki kepentingan sama”.
Bahwa Yurisprudensi Tetap Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam
Putusan No. 006/PUU-II/2008 jo Putusan No. 11/PUU-V/2007 dan putusan-
putusan selanjutnya telah memberikan pengertian dan batasan kumulatif
tentang apa yang dimaksud dengan “kerugian konstitusional” dengan
berlakunya suatu norma undang-undang, yaitu: (1) Adanya hak konstitusional
Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; (2) Bahwa hak konstitusional tersebut dianggap oleh
Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji; (3) Kerugian
konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifiks (Ithusus) dan aktual,
atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar
dapat dipastikan akan terjadi; (4) Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband)
antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diujis
dan (5) Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
Bahwa Para Pemohon adalah warga negara yang aktif sebagai Pemilih dalam
Pemilu dan memiliki kepentingan untuk hadirnya wakil rakyat yang benar-
benar mementingkan rakyat saat terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Para Pemohon sebagai
masyarakat sipil berharap agar Pemilu yang menggunakan biaya dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dapat bermanfaat bagi masyarakat
luas. Pemilu seharusnya menghadirkan anggota legislatif yang bekerja untuk
kepentingan masyarakat. Para Pemohon ini mengharapkan calon yang dipilih
dalam Pemilu yang menentukan jalannya pemerintahan haruslah orang-orang
yang, berkualitas dan berjuang untuk rakyat. Bahwa para wakil rakyat nantinya
membuat kebijakan-kebijakan yang berefek pada kehidupan Para Pemohon
Oleh karena itu seharusnya mereka adalah orang-orang yang benar-benar
disaring dan dididik untuk membangun bangsa bukan untuk kepentingan
pribadinya,
4, Bahwa secara khusus Pemohon I, I, dan If adalah warga negara yang aktif
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, berkumpul, dan berorganisasi di
lingkungan, oleh karenanya melihat kondisi Pemilu yang terjadi merasa
dirugikan jika proses demokrasi ya
kepentingan-m
menghadirkan ca
tentu ada kerugian yang timbul dan diderita oleh Para Pemohon sebagai
masyarakat. Terlebih lagi Pemohon I dan IL pernah aktif dalam aktivita
ig tidak berjalan secara baik dan mewakili
ka Pemilu tidak dapat
lon yang berkualitas sedangkan mereka menjalankan negara
arakat las, Oleh karenanya
4
Din Law Goup beralamat di ‘The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: svw.dinlaweroup.com,(DIN LAW GROUP
kepartaian yang partainya dinyatakan tidak dapat ikut dalam pemilihan umum,
Oleh karena itu memahami begitu sulitnya mendirikan partai politik, mengelola
administrasi kepartaian, apalagi untuk dapat menjadi peserta Pemilu. Pemohon
TIL saat ini aktif dalam dunia pendidikan dan pengabdian masyarakat melalui
kan politik yang
benar-benar sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945. Pemohon
TV bermaksud mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR dan DPRD. Bahwa
Pemohon V adalah perseorangan warga negara Indonesia yang aktif dan
berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dalam hal ini juga akttif dalam
kegiatan partai politik, dalam hal ini selaku kader Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P) tingkat cabang Kabupaten Banyuwangi, bermaksud
mencalonkan diri dalam Pemilu namun merasa pesimis karena tidak populer
ataupun memiliki biaya yang cukup, Pemohon VI adalah seorang anggota
Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang pernah mencalonkan diri sebagai
anggota DPRD namun tidak terpilih karena tidak memiliki biaya yang cukup
banyak untuk dapat meningkatkan popularitas dan membiayai proses pemilihan.
Bahwa secara keseluruhan Para Pemohon adalah warga negara yang peduli
terhadap kemajuan demokrasi dan proses pemilihan umum yang seyogyanya
menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara yang
final, oleh karena itu sudah selayaknya seluruh peraturan harus didasarkan pada
tujuan bernegara tersebut. Para Pemohon bisa disebut sebagai Kaum Demokrat
Kritis yang secara rasional ikut berpartisipasi politik dalam proses Pemilu (Saiful
Mujani, R. William Liddle, dan Kuskridho Ambardi, 2019). Para Pemohon
sebagai warga negara yang sadar dan mencoba menghritisi atau mengeveluasi
hal-hal berkaitan dengan jalannya proses demokrasi dan pemilihan umum,
Bahwa Para Pemohon meyakini bentuk negara harus dibangun oleh sebuah
pondasi politik yang stabil yang dapat menguatkan eksistensinya. Penyangga
bentuk negara haruslah solid dan kokoh, seperti halnya doktrin érias politica yang
terdiri dari eksckutif/pemerintah, legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat dan
aan kehakiman yang independen, Bahwa salah satu hal yang diatur sec
Khusus di dalam konstitusi adalah perihal pengis
1a bab. Partai Politik/Parpol memiliki
kegiatan pengajaran oleh karena itu berharap adanya ke
kekua
n kekuasaan dalam bernegara,
hal ini diatur secara Ihusus dalam bebe
peranan yang besar sebagai saluran pengisian kekuasaan sebagaimana perintah
konstit
Bahwa konstitu
i tersebut.
cendiri mengatur mengenai pembagian dan tata cara pengis
kekuasaan dalam bernegara dimana Parpol memiliki andil yang tak tergantikan,
Beberapa bab dalam UUD 1946 mengenai peranan partai politik adalah: Bab 1
mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat di mana di dalamnya adalah jabatan
politik yang dipilih melalui Pemilu melalui saringan partai politik, Bab TI
mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara adanya jabatan Presiden dan Wakil
esiden yang pemilihannya adalah dari partai politik, Bab VI_mengenai
n
5
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www.cinawgroup.com,(DIN LAW GROUP
Pemerintahan Daerah yaitu terkait adanya Gubernur, Bupati, dan Walikota
serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih melalui Pemilu dan diisi
dari wakil partai politik, Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
melalui Pemilu yang jelas dan tegas pesertanya dari partai politik.
Bahwa hal tersebut menjelaskan bahwa begitu sangat esensialnya peranan partai
politik dan menonjolnya peran partai politik dalam nadi konstitusi. Jabatan dan
kekuasaan membutubkan saluran politik dari sistem kepartaian yang sehat dan
kokoh agar dapat menjalankan fangsinya sebagaimana cita-cita konstitusi.
Partai politik sebagai sistem yang dapat mendidik kader-kadernya dalam saluran
demokrasi dalam membangun bangsa dan negara, demi tercapainya tujuan
bersama mencapai kesejahteraan masyarakat.
Bahwa oleh karena itu semua cita-cita mulia konstitusi menjadi terhalang
dengan adanya norma yang terdapat dalam Pasal 168 ayat (2), Pasal $42 ayat
(2), Pasal $58 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf,
c dan d, Pasal 492, Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum, yang berbunyi:
1) Pasal 168 ayat (2)
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
2) Pasal 342 ayat (2)
Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (1) huruf'b untuk calon
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda
gambar partai politik, nomor urut dan nama calon anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan.
3) Pasal $53 ayat (1) huruf b
Pemberian suara untuk Pemilu dilakukan dengan cara: mencoblos satu kali pada
nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama calon anggota DPR,
DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
4) Pasal $86 ayat (2) hurufb
Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota
dinyatakan sah apabila: b. tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai
politik dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota berada pada kolom yang disediakan.
5) Pasal 420 huruf ¢ dan d
Penetapan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu
daerah pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
¢. hasil pembagian sebagaimana dimaksud pada hurufb diurutkan berdasarkan
jumlah suara terbanyak.
6
166, Jalan Darmawangea
up.com,
Din Law Goup beralamat di ‘The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suit
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, webs{DIN LAW GROUP
4. nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, nilai terbanyak kedua
mendapat kursi kedua, nilai terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga, dan
seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi.
6) Pasal 422
Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan
kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah Pemilihan ditetapkan
berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota di satu
dacrah pemilihan yang tercantum pada surat suara.
7) Pasal 496 ayat (3)
Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta
Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan suara calon
terbanyak berikutnya.
10. Bahwa norma-norma hukum yang kami sebutkan di atas yaitu Pasal 168 ayat
(2) UU No.7 tahun 2017 secara khusus menyebutkan kata “proporsional terbuka’,
itu adalah sistem Pemilu yang ada di Indonesia, Tentunya adanya norma
's norma tersebut yang,
terdapat pada norma yang diatur selanjutnya. Oleh karena itu norma lain yang
diatur adalah sebagai kelanjutan dari pasal 168 ayat (2) juga harus dibatalkan
Karena merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan.
11. Bahwa norma-norma hukum sebagai tindak lanjut dari Pasal 168 ayat (2) yaitu
terdapat pada Pasal $42 ayat (2), Pasal 368 ayat (1) huruf b, Pasal $86 ayat (2)
huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d, Pasal 492, Pasal 426 ayat (3) UU No. 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum, Oleh karena
satu kesatuan makna.
12. Bahwa norma tersebut kami mohonkan untuk diuji karena mengatur peranan
individu yang begitu besar dalam pemilihan umum padahal mereka
menggunakan mesin pa ‘a proporsional
terbuka, nomor urut, nama ealon dan ealon terpilih berdasarkan perolehan
suara terbanyak menunjukkan kekuatan perseorangan dalam proses pemilihan
umum yang kami anggap merugikan.
13. Bahwa para pemohon melihat kekuatan dan pengaruh individu dalam proses
Pemilu yang begitu besar cenderung mengarah pada populisme semata yang
bisa membahayakan bentuk negara dalam hal ini adalah bentuk negara kesatuan
sebagaimana Pasal 1 ayat (1). Hal ini dapat terlihat dari beberapa tahun sejak
Pemilu tahun 2019 polarisasi masyarakat dan penggalangan massa oleh individu
populis telah mengoyak rasa persatuan dan kesatuan di masyarakat. Hal ini
dapat terjadi karena orang-orang memiliki hasrat untuk menjadi populer demi
tersebut diikuti oleh petunjuk teknis operasionalisasi
1 norma tersebut harus dilihat
ai politik dalam prosesnya. Adanya
7
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www.d 0(DIN LAW GROUP
menggalang dukungan massa, Tokoh populis ini berupaya terkenal secara
instan dengan segala cara tanpa harus ada ikatan pada rambu-rambu konstitusi.
Bahwa mereka justru memanfaatkan kendaraan ormas (organisasi massa) dan
orang-orang kuat (strongman) untuk menggalang dukungan publik secara
sporadik, seperti I'P1, Forkabi, Laskar Merah Putih, PP, dan Forum Betawi
Rempug/FBR (lan Wilson dalam Made Supriatna dan Hui Yew Fong, 2022),
14, Bahwa hal itu terjadi karena tidak adanya pendidikan politik yang mapan dari
sistem partai politik, Seseorang menampilkan diri ke publik tanpa melalui seleksi
dan kaderisasi terlebih dahulu melalui sistem yang demokratis dan taat
konstitusi dalam setiap langkahnya, Lebih jauh lagi dengan adanya bentuk
liberalisasi dan kebebasan tanpa batas dalam Pemilu dalam demokrasi kita
ternyata dapat dibajak oleh ideologi radikal, premanisme, dan mengarah kepada
anarkis yang menunggangi kebebasan itu sendiri untuk dapat tumbuh di NKRI.
Hal ini seperti yang terjadi pada saat pemilihan kepala daerah di Jakarta tahun
2017 di mana terjadi penggalangan massa oleh tokoh populis perorangan. Hal
ini tentu dapat mengancam negara kesatuan yang sebagai dasar negara kita
Oleh karena itu Pemohon menganggap Pasal tersebut telah bertentangan
dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945.
15. Bahwa norma yang mengatur mengenai norma proporsional terbuka yang
mengarusutamakan perolehan suara terbanyak secara perseorangan/individu
dalam pemilihan calon anggota DPR/DPRD dalam Pemilu- menyimpangi
maksud dari norma-norma yang ditentukan konstitusi, Hal ini sebagaimana
dimaksud di dalam Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 yang menerangkan
bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam Pemilu, di mana pesertanya
adalah partai politik. Namun, peranan partai politik terdistorsi dan terlihat
samar-samar dalam sistem pemilihan yang berdasarkan “sara terbanyak
berdasarkan nomor urut dan nama calon”. Hal yang lebih jauh lagi adalah peranan
partai politik dikesampingkan dalam proses Pemilu, meskipun partai politiklah
sebagai peserta Pemilu sebagaimana Pasal 22% ayat (3) UUD 1945, bahwa
“Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”.
16. Bahwa selanjutnya hak Para Pemohon sebagai warga negara yang dilindungi
oleh konstitusi berpotensi dilanggar haknya karena sistem proporsional terbuka
menimbulkan persaingan yang tidak schat yang menitikberathan pada aspek
popularitas dan kekuatan modal dalam proses pemilihan umum. Hal ini karena
tidak adanya saringan yang baik dalam proses pencalonan anggota
DPR/DPRD. Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader~
kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidal: memiliki keki
modal dan popularitas. Walaupun dalam struktur kepemimpinan nasional partai
politik menentukan siapa saja yang dapat diusulkan menjadi calon anggota
tan
8
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: yww.dinlayeroup.com,(DIN LAW GROUP
legislatif, namun pada kenyataannya partai politik akan terdorong mencari calon
yang memiliki modal dana besar dan populer, Hal ini terbukti dari $ kali Pemilu
sejak ditetapkannya sistem proporsional terbuka.
17. Bahwa bagi pemohon, berlakunya ketentuan norma-norma pada pasal a quo
berupa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak ini telah dibajal
oleh caleg pragmatis yang hanya modal “populer dan menjual diri” tanpa ikatan
dengan ideologi dan struktur partai politik, tidak memiliki pengalaman dalam
mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial_politik
Akibatnya saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD_ seolah-olah_ bukan
mewakili organisasi partai politik, namun mewakili dirinya sendiri. Oleh karena
itu scharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak
menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikutipendidikan_politik,
kaderisasi, dan pembinaan ideologi partais
18. Bahwa sebagai kader partai politik, berlakunya norma hukum dalam pasal a quo
yang kami mohonkan untuk diuji telah merugikan hak konstitusional pemohon
karena telah menimbulkan individualisme para politisi, menyebabkan konflik
internal, dan kanibalisme di internal part Format proporsional
terbuka melahirkan liberalisme politik atau “persaingan bebas", yakni
menempatkan kemenangan individual yang total dalam Pemilu, Padahal
seharusnya kompetisi terjadi antar partai politik di arena Pemilu, Sebab peserta
Pemilu adalah partai politik bukan individu sebagaimana dinyatakan dalam
ketentuan Pasal 29F ayat (3) UUD 1945;
19. Dengan demikian, penerapan ketentuan Pasal 168 ayat (2), Pasal $42 ayat (2),
Pasal $53 ayat (1) huruf b, Pasal 986 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf ¢ dan d,
Pasal 429, Pasal yyat (3) UU Pemilu dengan sistem pemilu proporsional
terbuka tersebut bertentangan dengan Pasal 22K ayat (3) UUD 1945. Maka
dengan dibatalkannya ketentuan pasal a quo kerugian pemohon tidak terjadi
karena kelak dalam Pemilu tidak lagi terjadi kompetisi antar individu di internal
partai namun kompetisi antar partai politik dan partai politiklah yang
menentukan siapa saja yang; sel
iti sen
rusnya duduk di parlemen;
20. Berlakunya sistem pemilu berdasarkan ketentuan a quo telah merugikan
pemohon ka
pemilu proporsional. Kebanyakan penerapan sistem proporsional di dunia
memakai varian daftar tertutup (closed list of proportional representation), artinya
wa urutan Caleg yang dipilih berdasarkan daftar urut yang ditentukan oleh
partai politik melalui seleksi ketat dan demokratis di internal partai politik.
Sistem ini ditujukan untuk memperkuat sistem kepartaian, (Ramlan Surbakti
dalam Widya P. Setyanto dan Halomoan Pulungan, 2009);
21. Pemohon dirugikan dengan diberlakukannya ketentuan pasal a quo yang
mengatur sistem penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak karena
telah menjadikan pemilu menjadi berbiaya sangat mahal (high cost), Sistem
ena sistem pemilu ini telah melawan arus kebiasaan pilihan sistem
9
ite 366, Jalan Darmawangsa
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3,
VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website:(DIN LAW GROUP
pemilu proporsional terbuka berbasis penentuan berdasarkan suara terbanyak
ini telah menciptakan model kompetisi antar Caleg dalam pemilu yang tak sehat.
Itulah sebabnya orientasi meraih suara terbanyak telah mendorong Caleg,
melakukan kecurangan, seperti pembagian uang (money polities) ke pemilih agar
dipilih dalam pemungutan suara, Hal ini menyebabkan pemilih bersifat
pragmatis dan materialistis dalam memilih caleg. Politik uang ini juga termasuk
pemberian uang ke panitia penyclenggara pemilihan, hal ini misalnya untuk
memindahkan suara partai ke suara perseorangan (nomor urut atau nama orang)
dalam tahap rekapitulasi suara. Apabila ketentuan Pasal a quo dibatalkan maka
akan mereduksi praktik politik uang dan menjadikan Pemilu lebih bersih, jujur,
dan adil.
22. Bahwa Pemohon dirugikan hak konstitusionalitasnya terhadap berlakunya
ketentuan a quo karena sistem pemilu proporsional berbasis _proporsional
terbuka telah membuat pemilu Indonesia berbiaya tinggi. Dalam hal ini biaya
tersebut termasuk: pembiayaan alat peraga kampanye, menyewa konsultan
politik termasuk survei calon, menyusun tim sukses, membiayai posko
pemenangan sebagai pusat mobilisasi massa, sewa kendaraan, biaya kampanye,
pembiayaan saksi di TPS, pengolahan data perolehan suara, bantuan sosial ke
daerah pemilihan, Semua ini menyebabkan caleg berlomba-lomba mengeluarkan
biaya agar dapat terpilih sebagai anggota DPR/DPRD. Pemohon sebagai kader
partai politik yang sclama ini telah berkarir dan mengabdi pada partai politik
menjadi enggan untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif
dikarenakan kalah popularitas dan kalah modal (wang) dari calon pendatang di
luar kader partai yang hanya bermodal popularitas dan wang tanpa mengikuti
jenjang pengkaderan partai,
23. Bahwa mahalnya biaya Pemilu menyebabkan mengakibatkan kerugian yang
dialami oleh kader partai karena tidak mendapatkan prioritas untuk dicalonkan
oleh partai sebab partai pada akhirnya lebih memilih mencalonkan calon anggota
legislatif yang memiliki popularitas dan uang untuk mendapatkan si
‘a dari
para pemilih, sehingga kader partai yang sudah mengabdi selama ini dengan
mudah tersingkir dari proses pencalonan anggota legislatif pada partainya
sendir
24, Bahwa sistem pemilu proporsional terbuka ini hanya menguntungkan individu
yang memiliki uang banyak dan tidak ada kompetisi yang schat antara pengurus
partai dan para caleg pragmatis tapi bermodal banyak, Menurut pemohon di
sinilah terdapat korelasi yang cukup kuat mengapa korupsi politik (political
corruption) menguat pasca pemilu di Indonesia. Karena para Anggota DPR dan
DPRD harus mengembalikan modal uang yang dikeluarkan saat berkompetisi
dalam pemilu, Materi
25. Bahwa selanjutnya Para Pemohon adalah orang perorangan warga yang hak
konstitusionalnya dilanggar atau berpotensi dilanggar karena membengkaknya
isme ini tentu dapat merusak sistem demokrasi
10
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: ww.dinlawsroup.(DIN LAW GROUP
biaya Pemilu yang diambil dari APBN dalam penyelenggaran Pemilu dengan
sistem proporsional terbuka, namun demikian tidak menghasilkan anggota
legislatif yang berkualitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini
terbukti dari jumlah peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak sejalan
dengan biaya yang, dikeluarkan oleh negara.
26. Selain itu, Para pemohon dirugikan karena banyaknya suara yang tidak sah
sebagai akibat pemilih kebingungan dalam melakukan pencoblosan dan
kerumitan pencoblosan surat suara yang memuat nama-nama partai berikut
nama-nama Caleg padahal sudah menggunakan anggaran yang begitu besar.
27.Bahwa pada dasarnya Pemohon sebagai Pemilih juga tidak memiliki
Kewenangan kontrol terhadap calon yang telah dipilihnya, hal ini seperti
melakukan recall atau penggantian kepada calon yang dipilih apabila tidak dapat
bekerja sebagai anggota DPR/DPRD secara memuaskan atau justru
menyalahgunakannya, pada kenyataannya penggantian (Penggantian Antar
‘Waktu/PAW) ini merupakan kewenangan partai politik, namun demikian
Parpol tidak bisa serta merta melakukan PAW, harus disertai dengan alasan
yang kuat, Karena jika keberatan seorang anggota DPR/DPRD akan
mengajukan keberatan ke pengadilan yang tentunya memakan waktu berbulan-
bulan/tahun agar dapat berkekuatan hukum tetap/inkracht, Dengan demikian
seorang anggota DPR/DPRD tersebut kedudukannya begitu kuat.
28. Dengan adanya sistem proporsional terbuka Pemohon merasa dirugikan karena
dalam masa kampanye pemandangan lingkungan menjadi semrawut dengan
adanya baliho, banner, spanduk yang dibuat oleh para calon anggota legislatif
yang bertujuan merebut simpati dan suara pemilih, Namun hal tersebut
dipasang secara serampangan dan tanpa memperhatikan keindahan dan
ketertiban dan justru menyebabkan gangguan di lingkungan.
29. Selain itu, Para Pemohon dirugikan karena para caleg yang hadir hanya
memanfaatkan materi semata dan tidak menjelaskan mengenai_pendidikan
politik kepada masyarakat, mengabaikan ide, gagasan dan platform politik partai
politik. Caleg dalam mempengaruhi pemilih dan memasarkan parpol (political
marketing) tak lagi berlandaskan ideologi parpol, melainkan_ berdasarkan
sejumlah uang untuk menarik pemilih. Hal tersebut ditambah lagi segala cara
untuk meraih dukungan termasuk adanya intimidasi dan ancaman kepada
pemilih yang dilakukan oleh tim sukses caleg.
30. Para Pemohon dirugikan hak konstitusionalitasnya atas diberlakukannya pasal
@ quo karena melihat hilangnya peranan partai politik dalam menjelaskan
pendidikan politik ke masyarakat karena terdistorsi pada kepentingan clektoral
personal semata, Hal-hal yang, berkaitan dengan ideologi, nilai-
dan program kerja dalam perpolitikan saat ini tidak lagi dibicarakan, Penentuan
caleg berdasarkan suara terbanyak dalam pemilu 2009, 2014 dan 2019 telah
ai, visi-misi,
W
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www i(DIN LAW GROUP
melahirkan kompetisi yang semu (pseudo competition) antar parpol dan melebih-
lebihkan peranan individu pada Pemilu yang, berdasarkan proporsional terbuka.
I. ALASAN PERMOHONAN
1, Bahwa pentingnya mengokohkan bentuk negara kesatuan adalah dengan
membuat pondasi-pondasi hukum dan kelembagaan negara yang. secara
konsisten menguatkan, agar Indonesia tegak berdiri melalui lintasan zaman,
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana menjadi pasal pembuka
dalam konstitusi adalah suatu landasan eksistensial keberadaan kita semua
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 haruslah terus dijaga dari seluruh potensi yang bisa
merongrong, kita belajar dari beraneka pengalaman zaman sejarah bangsa yang
terus menguji tegaknya NKRI. Sejak berdiri bentuk kelembagaan dan sistem
politik adalah cara untuk menjaga dan menguatkan bentuk negara kesatuan
tersebut. Banyak bangsa yang dulu besar dan kini hilang karena sistem politik
tidak dapat mendukung eksistensinya, Saluran politik begitu penting untuk
dapat menyalurkan aspirasi masyarakat, menjaga keseimbangan dan kestabilan
antar kepentingan dan bentuk pendidikan masyarakat untuk membangun
kesadaran dalam berbangsa dan bernegara.
2. Bahwa integrasi kebangsaan harus dibangun dan identitas kebangsaan harus
terus dijaga, hal ini begitu penting untuk menguatkan kepercayaan kepada
pemerintah yang memiliki legitimasi politik (political confidence). Jangan sampai
terjadi seperti pasca Pemilu tahun 1997 di mana tidak adanya kepercayaan
politik kepada pemerintah setelah Pemilu dilaksanakan yang ditambah krisis
ekonomi menyebabkan disintegrasi bangsa dan menyebabkan masalah politik
dan konflik di negara kita, seperti yang terjadi di Aceh, Sambas, Ambon, Papua,
serta lepasnya Timor Leste (Hermawan Sulistyo, 2002; Harold Crouch, 2000;
Fy ukuyama, 2014)
3. Bahwa persoalan integrasi bangsa juga terlihat dari beberapa tahun sejak Pemilu
tahun 2019. Polarisasi masyarakat dan penggalangan massa oleh individu
populis telah mengoyak rasa persatuan dan kesatuan di masyarakat. Hal ini
incis F
dapat terjadi karena orang-orang memiliki hasrat individu: untuk menjadi
populer demi menggalang —dukungan massa dengan __kkekuatan
‘modal/Kapitalisme tanpa tunduk secara ketat pada rambu-rambu konstitusi Hal
tersebut adalah akibat dari sistem pemilu yang mengutamakan kekuatan
individualisme dan liberalisme dalam proses pemilihan, sehingga mengabaikan
kepentingan kolektif sebagai nilai dan jatidiri bangsa Indonesi
Peran Penting Partai Politik dalam Pemilu Sebagaimana Perintah Konstitusi
4. Bahwa salah satu yang begitu penting dalam mengokohkan negara dan
masyarakat adalah adanya pemilihan umum (Pemilu). Ini adalah saluran politik
r dapat sesuai hukum dan
12
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: www.dinlawgroup.com,
agar kekuasaan dalam mengatur bangsa yang bes{DIN LAW GROUP
demokratis. Warga negara yang ikut dalam kontestasi pemilihan umum ini
seharusnya sudah memiliki latar belakang dan pandangan yang ideal akan
konstitusi sebagai dasar bernegara dan mengatur pemerintahan, Mereka dididik,
disaring, dipilih, dan memilih dalam Pemilu sesuai dengan kepentingan politik.
secara kolektif yang terkumpul dalam partai politik. Bukan sekedar kepentingan
pribadi dalam mencari eksistensinya. Pemilu yang demokratis juga harus sesuai
dengan jatidiri bangsa Indonesia, Bapak Bangsa kita, Ir. Sockarno menyatakan,
“bagi kita bangsa Indonesia, demokrasi atau kedaulatan rakyat mempunyai Gorak
nasional, satu Yorak kepribadian kita, satu tjorak jang dus tidak perlu sama dengan
Gjorak demokrasi jang dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai alat tehnis.
Artinja, demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia yang membatwa tjorak kepribadian
bangsa sendiri” (Bung Karno, Pantjasila Dasar Filsafat Negara, Djakarta: Jajasan
Empu Tantular, 1960);
Bahwa sebagaimana sejarah pembentukan parlemen di negara kita, lahir dari
adanya tanggapan terhadap pentingnya aspirasi masyarakat disalurkan dalam
badan yang kokoh dan bentuk kontrol pada pemerintah. Muhammad Hatta,
sebagai wakil presiden pertama mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden
Nomor X tanggal 16 Oktober 1945, mallumat ini dibuat setelah kemerdekaan
dan pengesahan UUD 1945. Dibentuknya parlemen sec:
dibutuhkan Partai Politik yang akan mengisinya, hal ini diperlukan sebagai
sarana untuk menyalurkan aspirasi dan ideologi masyarakat schingga dapat
diarahkan ke dalam kekuatan bangsa dan negara, Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan maklumat 3 November 1945 sebagai dasar pembentukan partai
politik. Mulailah tumbuh subur partai politik sebagai saluran ideologi dan sarana
pendidikan masyarakat menuju kemakmuran dan kemajuan bangsa
Bahwa sclanjutnya jika dilihat dari aktualisasi sila ke-+ Pancasila, “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”.
Dengan memberikan ruang adanya permusyawaratan dalam menentukan
perwakilan. Esensi nyata, dalam konsep tersebut, ditunjukkan dalam
implementasi Pemilihan Umum 1955. Pemilih melakukan pilihan terhadap
formal maka tentu
partai politik, antusiasme warga negara bergelora dan tidak terbendung. Dalam
pemilihan anggota DPR saat itu, total suara yang sah sebanyak 97.875.299 atau
87,65% dari jumlah total pemilih 43.104.464, (Arsip Nasional Republik
Indonesia, 2019). Berdasarkan hal ini, menunjukkan bahwa tradi
anggota DPR dengan sistem proporsional tertutup merupakan kehendak dari
the founding fathers dalam mengaktualisasikan corak demokrasi Indonesia yang
mendasarkan pada sila ke-4 Pancasila
Bahwa Pemilu yang berhasil dilaksanakan pada tahun 1955 adalah sejarah
keberhasilan pelaksanaan demokrasi se
Pemilu
ber}
pemilihan
a langsung setelah melalui uji coba
secara lokal di Yogyakarta dan Sulawesi. Keberhasilan itu tidak tidak
lan mulus pada tahapan selanjutnya karena tidak stabilnya kondisi politik
13
Din Law Goup beralamat di The Darmawangsa Square, Lantai 3, Suite 366, Jalan Darmawangsa
Vi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12160, website: wwiv.