Anda di halaman 1dari 71

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan parasit plasmodium

yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, penyakit

ini ditularkan melalui nyamuk anopheles betina. (Nugroho . 2011 : 192).

Malaria disebabkan oleh plasmodium vivax, plasmodim falciparum,

plasmodium malariae, plasmodium ovale. malaria juga melibatkan hospes

perantara yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif yaitu

nyamuk anopheles betina. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah

demam, splenomegali, anemia, dan ikterus (Mansjoer . 2001 : 409-411).

Berdasarkan The world malaria 2011, setengah penduduk dunia beresiko

terkena malaria, Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menjadi

transmisi malaria atau beresiko malaria, hingga tahun 2012 jumlah kasus

malaria di Indonesia sebanyak 374 kabupaten endemis malaria. Pada tahun

2011 jumlah kasus malaria di Indonesia sebanyak 256.592 orang dari

1.322.451 kasus suspek malaria di periksa sampel darahnya. Pada tahun 2012

ada 207 juta kasus malaria yang menyebabkan kematian dan pada tahun 2013

dari 932 kasus malaria di papua memiliki angka kasus malaria terbesar yaitu

506 (4,26 %) papua barat 1312 (3,84%) dan NTT 1095 ( 16,3%).

Berdasarkan data yang di peroleh dari RSUD Mgr, Gabriel Manek SVD

Atambua tiga tahun terakhir yaitu jumlah kasus malaria pada tahun 2012

1
2

sebanyak 371 jiwa di antaranya laki-laki 173 jiwa (46,63%), perempuan 198

jiwa (53,36%) dan meninggal 4 jiwa, pada tahun 2013 kasus malaria

sebanyak 350 jiwa di antaranya laki-laki 182 jiwa (52%) dan perempuan 168

jiwa (48%), dan pada tahun 2014 kasus malaria sebanyak 72 jiwa

diantaranya laki-laki 33 jiwa (5,8%) dan perempuan 39 jiwa (54,1%) dan

tidak ada yang meninggal.

Dampak yang terjadi akibat malaria yang tidak tertangani secara dini

meliputi Malaria serebral (malaria otak), merupakan malaria dengan

penurunan kesadaran. Penilaian dearajat kesadaran dilakukan beradasarkan

Skala Koma Glasgow ( GCS, Glasslow Coma Scale). Anemia berat (Hb <5

gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/ mL. Bila

anemia hipokromik mikrositik, harus dikesampingkan adanya anemia

defisiensi besi, talasemia, atau hemoglobinemia lainnya. Gagal ginjal akut

(urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa atau <1 ml/kg BB/jam pada anak

setelah dilakukan rehidrasi, dengan kreatinin darah >3mg%) Edema paru

atau respiratory distress syndrome. Hipoglikemia : gula darah <40 mg/%.

Gagal sirkulasi atau syok : Tekanan sistolik <70 mmHg (pada anak tekanan

nadi <20 mmHg) disertai keringat dingin. Perdarahan spontan dari hidung,

gusi, alat pencernaan dan/atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan

koagulasi intravascular. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah

pendinginan pada hipertermi. Asidemia (Ph <7,25) atau asidosis (bikarbonat

plasma <15 mmol/L). Hemoglobinuria makroskopik karena infeksi malaria


3

akut (bukan karena obat anti malaria pada seseorang dengan defisiensi G6-

PD). (Widoyono, 2008:119-120).

Beberapa solusi yang dilakukan untuk mengatasi, menekan angka

kesakitan dan kematian pada penyakit malaria seperti tidur menggunakan

kelambu, tutup rapat tempat penyimpanan air, bersihkan tempat-tempat air

dan lingkungan sekitar, tingkatkan daya tahan tubuh dengan istrahat yang

cukup dan nutrisi yang adekuat, lakukan pencegahan sebelum menuju daerah

edemi malaria. ( Nugroho.2011.197 ). Obat anti malaria terdidri dari lima

jenis: Skizontizid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit yaitu,

proguanel, pirimetamin. Skizontizid jaringan sekunder yang membasmi

parasit fase eritrosit yaitu kina, klorokuin dan amodiakuin. Gametozid yang

menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh

bagi keempat spesies.gametosid untuk p.vivax, p.malariae, p.ovale adalah

kina, klorokuin dan amodiakuin. Sporontosid mencegah gametosit dalam

untuk membentuk ookita dan sporozoit dalam nyamuk anopheles yaitu

primakuin dan proguanil. (Mansjoer.2001:411)

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menyusun

karya tulis ilmiah dengan judul “ asuhan keperawatan pada An. N.M dan An.

J.M.K yang mengalami malaria falcifarum dengan masalah keperawatan

hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua”


4

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada karya tulis ilmiah ini dibatasi pada Asuhan keperawatan pada

An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami malaria falciparum dengan masalah

keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD

Atambua.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah

”Bagaimana cara memberikan Asuhan keperawatan pada An.N.M dan

An.J.M.K yang mengalami malaria falciparum dengan masalah keperawatan

hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

1.4 Tujuan penulisan karya tulis ilmiah

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengembangkan pola pikir ilmiah dengan memberikan Asuhan

Keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan secara komperensif

yang terdiri dari Pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi,

dokumentasi Asuhan keperawatan pada An.N.M dan An.J.M.K yang

mengalami malaria falciparum dengan masalah keperawatan hipertermi di

ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.


5

1.4.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus proposal karya tulis ilmiah ini agar penulis :

1) Mampu melakukan pengkajian pada Asuhan keperawatan pada

An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami malaria falciparum

dengan masalah keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD

Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

2) Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada Asuhan

keperawatan pada An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami

malaria falciparum dengan masalah keperawatan hipertermi di

ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

3) Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Asuhan

keperawatan pada An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami

malaria falciparum dengan masalah keperawatan hipertermi di

ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

4) Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Asuhan

keperawatan pada An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami

malaria falciparum dengan masalah keperawatan hipertermi di

ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

5) Mampu melakukan evaluasi serta dokumentasi tindakan

keperawatan pada Asuhan keperawatan pada An.N.M dan

An.J.M.K yang mengalami malaria falciparum dengan masalah

keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel

Manek, SVD Atambua.


6

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu keperawatan tentang Asuhan pada

An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami malaria falciparum dengan masalah

keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD

Atambua.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Bagi penulis

Untuk mengembangkan pola pikir dan meningkatkan keterampilan

dalam pemberian Asuhan Keperawatan klien anak yang mengalami

malaria dengan masalah keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD

Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

2) Bagi rumah sakit

Dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan asuhan

keperawatan khususnya bagi klien anak yang mengalami malaria

dengan masalah keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD Mgr.

Gabriel Manek, SVD Atambua.

3) Bagi institusi pendidikan

Memberi gambaran tentang kemampuan peserta didik dalam

menerapkan teori dan kemampuan menganalisa peserta didik dalam

melaksanakan Asuhan keperawatan pada An.N.M dan An.J.M.K yang

mengalami malaria falciparum dengan masalah keperawatan hipertermi

di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi

2.1 Gambar Sistem Hematologi (www. Gambar system hematologi. Com) .

2.1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi

Sistem Hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi

termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus

yang berbeda dengan organ lain karna berbentuk cairan, Darah

merupakan medium transpor tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-

10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah

darah pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada usia, pekerjaan,

serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri atas 2

komponen utama, yaitu sebagai berikut :

7
8

1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,

Elektrolit, dan Protein darah.

2) Butir-butir darah ( blood corpuscles ), yang terdiri atas

Komponen-kompone berikut :

a) Eritrosit : Sel darah merah (SDM-red blood cell)

b) Leukosit : Sel darah Putih (SDP-white blood cell)

c) Trombosit: Butir pembekuan darah -Platelet.

(Handayani. W. 2008: 1)

2.2 Konsep Dasar Penyakit Malaria

2.2.1 Pengertian

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik,

disebabkan protozoa genus plasmodium di tandai dengan demam, anemia,

dan splenomegali. ( Masjoer, 2001.409 ).

Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit

plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

manusia. (Nugroho, 2011).

Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan

oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke manusia

melalui air liur nyamunk. ( Handayani, 2012 : 65)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium

yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan
9

menyerang eritrosit yang ditandai dengan ditemukanya bentuk aseksual di

dalam darah. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk

anopheles betina dan memberikan gejala berupa demam, menggigil,

anemia dan splenomegali.

2.2.2 Etiologi

Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa plasmodium yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina inefektif. Sebagian

besar nyamuk Anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam

hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam

sampai fajar. (Widoyono,2008 : 112).

ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi, yaitu ;

1) Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan

menyebabkan malaria tertiana/vivax (demam pada hari ke tiga), masa

inkubasinya 13-17 hari.

2) Plasmodium falsifarum, memberikan banyak komplikasi dan

mempunyai yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan

menyebabkan malaria tropika/falciparum (demam tiap 24-48 jam),

masa inkubasinya 12 hari.

3) Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan meyebabkan malaria

quartana/malariae (demam tiap hari ke empat).

4) Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan pasifik barat, di

Indonesia dijumpai di daerah Nusa Tenggara dan Irian, memberikan

infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa


10

pengobatan menyebabkan malaria ovale, masa inkubasinya 13-17 hari.

(Harijanto,2009:87).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang ditemukan pada klien dengan malaria secara umum

menurut Mansjoer Arief. 2001, antara lain sebagai berikut:

1) Demam

Demam periodik yang berkaitan dengan pecahnya skizon matang

(sporolasi). Pada malaria falciparum (P.Falciparum) pematangannya

tiap 24-48 jam, malaria tertiana (P.Vivax dan P.Ovale), permatangan

skizon tiap 48 jam maka preodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap

serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik. Gejala

umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “trias malaria” (malaria proxysm)

secara berurutan :

a) Periode dingin

Menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus

diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering

seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai

sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit

sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temparatur.

b) Periode panas

Muka merah, kulit panas dan kering,nadi cepat dan panas tetap panas

tinggi sampai 40o C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,

nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat, terjadi syok (tekanan darah


11

turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini

lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti

dengan keadaan berkeringat.

c) Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,

sampai basah, temperatur turun, penderita merasa lelah dan sering

tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat

melakukan pekerjaan biasa.

2) Splenomegali

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas

malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi

keras karena timbunan pigmen eritrosit, parasit, dan jaringan ikat

bertambah. Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika

membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa

kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan

gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih

lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus

dan fossa iliaca dextra.

3) Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat

adalah anemia karena falcifarum.


12

Anemia disebabkan oleh:

a. penghancuran eritrosit yang berlebihan.

b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama ( reduced survival time).

c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritripoesis dalam

sum-sum tulang.

4) Ikterus

Ikterus disebabkan karna hemolisis dan gangguan hepar. Malaria

laten adalah masa pasien di luar masa serangan demam. Periode ini

terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi

stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.

Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama.

Relaps dapat bersifat:

a. Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu

setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit

yang berkembang biak.

b. Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau

lebih setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit

hati masuk ke darah dan berkembang biak.

2.2.4 Patofisiologi

Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni)

dalam badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (zkisogoni) dalam badan

hospes vertebrata termasuk manusia.


13

1) Fase aseksual

Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase

jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan

berkembang biak membentuk zkison hati yang mengandung ribuan

monozoit proses ini disebut skizogoni pra-eritrosit, lama fase ini

berbeda untuk tiap fase, pada akhir fase ini skizon pecah dan merozoit

keluar dan masuk aliran darah disebut sporulsi, pada plasmodium

vivax, dan plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit

dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan

rekurens.

2) Fase eritrosit

Dimulai dari merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk

trofosoit, proses ini berlanjut menjadi trofosoit skizon-merozoit setelah

2-3 generasi merozoit berubah menjadi bentuk seksual, masa antara

permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi

adalah masa prepaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai

dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala

klinis demam.

3) Fase seksual

Parasit seksual masuk dalam lambung nyamuk betina. Bentuk ini

mengalami pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan

terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila ookista


14

pecah ribuan sporosit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk.

(Mansjoer, 2001:409).

2.2.5 Komplikasi

1) Malaria serebral (malaria otak) , merupakan malaria dengan penurunan

kesadaran. Penilaian dearajat kesadaran dilakukan berdasarkan Skala

Koma Glassglow ( GCS, Glassglow Coma Scale). Pada orang dewasa

GCS < 15, sedangkan pada anak berdasarkan Blantyre Coma Scale < 3

atau koma > 30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan

oleh penyakit lain.

2) Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung

parasit >10.000/ mL. Bila anemia hipokromik mikrositik, harus

dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia, atau

hemoglobinopin lainnya.

3) Gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa atau <1 ml/kg

BB/jam pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dengan kreatinin darah

>3mg%)

4) Edema paru atau respiratory distress syndrome.

5) Hipoglikemia : gula darah <40 mg/%

6) Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <70 mmHg (pada anak

tekanan nadi <20 mmHg) disertai keringat dingin.

7) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai

kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravascular.


15

8) Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada

hipertermi.

9) Asidemia (PH <7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mmol/L).

10) Hemoglobinuria makroskopik karena infeksi malaria akut (bukan karena

obat anti malaria pada seseorang dengan defisiensi G6-PD) (Widoyono,

2008:119-120).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,

meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit,

eritrosit dan trombosit. Biasa juga di lakukan pemeriksaan kimia darah

( Gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto thorax,

EKG dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.

1) Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis

pembuatannya di bagi menjadi preparat darah (SDR, sediaan darah)

tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit

malaria dalam darah. Melalui pemeriksaan ini dapat di lihat jenis

plasmodium dan stadiumnya (P.falcifarum, P. Vivax, P. Malariae, p.

Ovale, troposit, zkison, dan gametosit) serta kapadatan parasitnya.

Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kuantitatif

dan kualitatif. Metode semi-kuantitatif dalam menghitung parasit dalam

LPB (lapangan pandang besar) dengan rincian sebagai berikut:

(-) : SDr negative (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)


16

(+) : SDr positive 1(ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam LPB)

(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam LPB).

Perhitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada SDr tebal adalah

menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Pada SDr tipis, perhitungan

jumlah parasit per 1000 eritrosit.

2) Tes diagnostic cepat (RDT, rapid diagnostic test)

Seringkali pada KLB, diperlukan tes yang cepat untuk dapat

menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat. Metode ini

mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara

imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai

kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat di peroleh, tetapi

lemah dalam hal spesifisitas dan sensifitasnya. (Widoyono, 2008 : 114-

115).

2.2.7 Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan non medik

a) Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara:

(1) Tidur menggunakan kelambu,

(2) Pada malam hari berada di dalam rumah,

(3) Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk,

(4) Memakai obat nyamuk bakar atau menyemprot dengan obat nya

(5) Menjauhkan kandang ternak dari tempat tinggal,


17

(6) Membersihkan tempat-tempat hinggap atau sarang nyamuk dan

memberantas sarang nyamuk, seperti :

(a) Membersihkan rumput-rumput dan semak-semak di tepi

saluran.

(b) Melipat kain-kain yang bergantung dalam ruangan (rumah).

(c) Mengusahakan keadaan di dalam rumah tidak ada tempat

yang gelap dan lembab.

(d) Membunuh nyamuk dewasa (menyemprot rumah-rumah

dan racun serangga). (Depkes 2008)

b) Memberikan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila apabila

terjadi panas.

c) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

(Kusuma dan Nurarif, 2015 : 295).

2) Penatalaksanaan medik

Pengobatan pada anak-anak pada dasarnya sama dengan pengobatan

pada dewasa. Umunya anak-anak lebih tahan terhadap kina, tetapi

pemberian klorokuin ini perlu dilakukan secara hati-hati. Pada pasien

dalam keadaan koma, dan muntah hebat, pengobatan enteral harus segera

diberikan meskipun pemberian obat per oral jauh lebih aman dari anak-

anak. Obat yang dapat diberikan adalah :

7) Kina

Cara pemberian : Infus: 5-10 mg/kg BB dalam 20-30 ml garam

fisiologis diberikan selam 2-4 jam . Bila perlu diulang setelah 6-12
18

jam sampai maksimal 20mg/kg BB. Intramuskular : syarat pemberian

sama pada dewasa. Dosis tunggal maksimal 15 mg/kg BB.

8) Klorokuin

Cara pemberian :

(1) Intravena : dosis pertama 5 mg/kg BB dalam larutan isotonus 20

ml,disuntikan selam 10-15 menit. Bila perlu dapat diulang

setelah 6-8 jam. Suntikan sebaiknya diberikan separuh dosis

dahulu dan sisanya diberikan selang 1-2 jam kemudian.

(2) Infus : 7 mg basa/kg BB diberikan secara tetes terus-menerus

dalam 24 jam.

(3) Intramuscular : dosis pertama maksimal 5 mg basa/kg BB

dengan dosis tidak lebih dari 10 mg/kg BB/24 jam. Sebaiknya

dosis suntika dibagi dua dan masing-masing diberikan dengan

perbedaan waktu 1-2 jam. tidak diberikan pada bayi dan anak

kecil, karena dapat menimbulkan kejang-kejang epileptic yang

fatal atau gangguan saraf pusat yang menetap.

(4) Untuk menghindari muntah, klorokuin dapat dicampur dengan

gula atau madu. Pasien perlu diamati selama 30 menit, dan bila

muntah pengobatan diulang kembali.

(5) Sulfadoksin/pirimetamin pasien infeksi falcifarum di daerah

resisten dapat diberikan suntikan fansidar. (Mansjoer. 2001 )


19

Table 2.1 Pemberian Obat Fansidar Menurut Mansjoer (2001)

Golongan umur (tahun) Dosis intramuscular / infuse


tetes lambat (dalam ml)
0–4 0,5 – 1,5
5–8 1,5 – 2
9 – 14 2–3

2.3 Konsep Hipertermi

2.3.1 Pengertian

Hipertermi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara

pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan

suhu tubuh di dalam batas batas normal (Potter & Perry, 2005 : 760).

Suhu tubuh normal pada neonatus adalah 36,5ºC-37,5ºC melalui

pengukuran di aksila dan rektal, jika nilainya turun dibawah 36,5ºC

maka bayi mengalami hipotermia (Saifuddin, 2009 : 373).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.

( Taylor. 2011: 101)

2.3.2 Klasifikasi

1) Hipertermia

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan suhu

tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan

produksi panas adalah hipertermia.


20

2) Hiperpireksia

Hiperpireksia atau demam terjadi karena mekanisme pengeluaran

panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran

kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan suhu tubuh abnormal.

3) Heatstroke

Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan

suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas yang

disebut dengan heatstroke.Tanda yang paling penting dari heatstroke

adalah kulit yang hangat dan kering (Potter & Perry, 2005 : 764).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

1) Usia

Pada saat lahir,bayi meninggalkan lingkungan yang hangat,yang relatif

konstan,masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan

cepat. Mekanisme kontrol suhu masih imatur. Suhu tubuh bayi dapat

berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi

baru lahir pengeluaran lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala

dan oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk

mencegah pengeluaran panas.

2) Olahraga

Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan pemecahan

karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan

metabolisme dan produksi panas.


21

3) Kadar Hormon

Secara umum, wanita mengalami fruktuasi suhu tubuh yang lebih

besar dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi

menyebabkan fruktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkatkan

dan menurunkan secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila

keadaan progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat di bawah

kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sapai terjadi ovulasi.

Selama ovulasi jumlah progesteron yang lebih besar memasuki sistem

sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai kadar batas atau lebih

tinggi.

4) Irama Sirkadian

Suhu tubuh berubah secara normal 0,5oC sampai 1oC selama periode

24 jam. Suhu tubuh biasanya paling rendah antara pukul 01:00 dan

04:00 dini hari. Sepanjang hari, suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul

18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari.

5) Stres

Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi

hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan

panas.

6) Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam

ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi

suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh


22

akan naik. Jika klien berada di lingkungan luar tanpa baju hangat, suhu

tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan

pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering

dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekanisme suhu mereka

kurang efisien (Potter & Perry, 2005 : 763).

2.3.4 Mekanisme Pengeluaran Panas

1) Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan.

2) Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas dari suatu objek ke objek lain

dengan kontak langsung.

3) Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara.

4) Evaporasi

Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah

menjadi gas (Potter & Perry, 2005 : 762).

2.3.6 Batasan Karakteristik

a. Konvulsi

b. Kulit kemerahan

c. Peneingkatan suhu tubuh diatas kisaran normal

d. Kejang

e. Takikardi
23

f. Takipnea

g. Kulit terasa hangat

2.3.7 faktor yang berhubungan

a. Anastesia

b. Penurunan respirasi

c. Dehidrasi

d. Pemajanan lingkungan yang panas

e. Penyakit

f. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan

g. Peningkatan laju metabolisme

h. Medikasi

i. Trauma

j. Aktivitas berlebihan

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam,

2008:29).

Data dasar pengkajian yang didapat pada pasien dengan malaria:

1) Aktivitas/istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum


24

Tanda : Takikardi, kelemahan otot dan penurunan kekuatan.

2) Sirkulasi

Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer

kuat dan cepat (fase demam) kulit hangat, diuresis (diaphoresis)

karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,

penurunan aliran darah.

3) Eliminasi

Gejala : Diare atau konstipasi ; penurunan haluaran urine Tanda :

Distensi abdomen.

4) Makanan dan minuman

Gejala : Anoreksia mual muntah

Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan,

penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, konsentrasi urine.

5) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.

Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi deliriu atau

koma.

6) Pernapasan

Tanda : Tacipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan

Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas


25

7) Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan

alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/prosedur

invasif, luka traumatik. (Doengoes, 2000:871-873 ).

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu pernyataan yang

menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan

pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas

dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah,

mengubah. (Nursalam,2008 : 59)

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari

tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini :

1) Hipertermia berhubungan dengan respon inflamasi sistemik.

2) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan

sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasive.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

asupan makanan yang tidak adekuat , anoreksia dan mual/muntah.

4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan

nutrient dalam tubuh.

5) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan respon inflamasi

sistemik, mialgia, atralgia, diaphoresis.


26

6) Actual/ resiko tinggi gangguan elektrolit. (hiponatremia,

hipokalemia) berhubungan dengan dieresis osmotic, diaphoresis.

(Doengoes, 2000)

2.4.3 Intervensi/Perencanaan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana

dokumentasi. ( Nursalam, 2008 : 77).

1) Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik.

Tujuan :Menunjukan suhu tubuh dalam batas normal.

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal ( 36,5oC-37,5oC),

bebas dari kedinginan.

Rencana Tindakan :

a) Observasi tanda-tanda vital.

R/: Sebagai barometer untuk melakukan tindakan selanjutnya.

b) Pantau suhu tubuh (derajat dan pola), perhatikan menggigil.

R/: Hipertermia menunjukan proses penyakit infeksius akut, Pola

demam menunjukan diagnosis.

c) Pantau suhu lingkungan.

R/: Suhu ruangan /jumlah selimut harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.


27

d) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol.

R/: Dapat membantu mengurangi demam dengan terjadi

vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga terjadi

penguapan, penggunaan es/alcohol mungkin menyebabkan

kedinginan, selain itu alcohol dapat mengeringkan kulit.

e) Berikan selimut pendingin.

R/: Digunakan untuk mengurangi hipertermia.

f) Kolaborasi pemberian antipiretik.

R/: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya

pada hipotalamus/memblok spinal cord sehingga nyeri tidak

sampai ke hipotalamus.

2) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan

sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasive.

Tujuan : Menunjukan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas

dari tanda- tanda infeksi.

Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeks, leukosit dalam batas

normal, TTV dalam batas normal.

Rencana Tindakan :

a) Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.

R/: Demam disebabkan oleh efek endrokin pada hipotalamus dan

hipotermia adalah tanda-tanda penting yang merefleksikan

perkembangan status syok/penurunan perfusi jaringan.


28

b) Amati adanya menggigil dan diaphoresis.

R/: Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu tubuh

pada infeksi umum.

c) Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk

memperbaiki selama masa terapi.

R/: Dapat menunjukan ketidaktepatan terapi antibiotic atau

pertumbuhan dari organisme.

d) Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.

R/: Dapat membasmi atau memberikan imunitas sementara untuk

infeksi umum.

e) Batasi pengunjung dan anjurkan untuk istirahat yang adekuat.

R/: Membantu mengurangi adanya peningkatan suhu tubuh.

f) Catat nilai laboratorium (leukosit, eritrosit, dll)

R/: Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

asupan makan yang tidak adekuat : anoreksia,mual/muntah.

Tujuan : pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang

adekuat.

Kriteria Hasil : Intake nutrisi klien meningkat, BB meningkat, mual

muntah berkurang.

Rencana Tindakan :

a) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

R/: Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.


29

b) Observasi dan cata masukan makanan klien.

R/: Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan

konsumsi makanan.

c) Timbang berat badan tiap hari.

R/ : Untuk mengetahui perkembangan berat badan pasien.

d) Berikan makanan sedikit demi sedikit tapi sering.

R/ : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu

cepat setelah periode anoreksia.

e) Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.

R/ : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas

intervensi nutrisi.

f) Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.

R/ : makanan yang hangat dapat meningkatkan nafsu makan

g) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, gejala lain yang

berhubungan.

R/ : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia ( hipoksia )

pada organ.

h) Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi.

R/ : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi

kebutuhan nutrisi.

4) Perubahan perfungsi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan

nutrien dalam tubuh.


30

Tujuan : Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran.

Kriteria Hasil : Menunjukan perfusi adekuat, TTV dalam batas

normal, tidak terjadi sesak, pucat/sianosis hilang.

Rencana Tindakan :

a) Pertahankan tirah baring/ istirahat di tempat tidur, bantu dengan

aktivitas perawatan.

R/: Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen,

memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.

b) Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat

perkembangan hipotalamus dan perubahan pada tekanan nadi.

R/: Hipotalamus akan berkembang bersamaan dengan kuman

yang menyerang darah.

c) Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.

R/: Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung,

nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus

menerus penurunan curang jantung dan vasokontriksi perifer.

d) Kaji frekuensi pernapasan, kedalaman dan kualitas. Perhatikan

dispnea berat.

R/: Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-

efek langsung dari kuman pada pusat pernapasan/medulla

oblongata. Pernapsan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi

pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.


31

e) Beriakan cairan parenteral.

R/: Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar

cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.

5) Nyeri dan ketidaknyaman berhubungan dengan respon inflamasi

sistemik, mialgia, atralgia, diaphoresis.

Tujuan : Pasien akan melaporkan nyeri berkurang.

Kriteria Hasil : Nyeri berkurang, skala nyeri berkurang, pasien tidak

gelisah.

Rencana Tindakan :

a) Kaji tingkat nyeri dan karakteristik nyeri.

R/: sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.

b) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul.

R/: Napas dalam dapat membantu memperlancar peredaran darah

sehingga dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien.

c) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat dengan posisi kaki lebih

tinggi atau posisi semi fowler.

R/: memperlancar peredaran darah ke kepala.

d) Manajemen lingkungan : batasi pengunjung, berikan lingkungan

yang tenang.

R/: mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh pasien.

e) Kolaborasi pemberian anlgesic.

R/: membantu mengurangi nyeri.


32

6) Actual/resiko tinggi gangguan elektrolit (hiponatremia, hipokalemia)

berhubungn dengan dieresis osmotic, diaphoresis.

Tujuan : Tidak terjadi hiponatremia dan hipokalemia atau kondisi

hiponatremia dan hipokalemia dapat teratasi.

Kriteria Hasil : Mual muntah berkurang, TTV dalam batas normal,

pasien tidak mengalami defisit neurologis.

Rencana Tindakan :

a) Kaji faktor penyebab yang dapat menurunkan osmolalitas serum.

R/: Kehilangan garam terjadi pada kehilangan volume cairan

seperti pada muntah, diare, atau diaphoresis yang berlebihan.

b) Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak

atau berbalik ditempat tidur.

R/: Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi

dapat melindungi diri dari efek valsava

c) Monitoring klien yang beresiko terjadi hipokalemia.

R/: Bila hipokalemia terjadi akibat penyalahgunaan laksatif atau

diuretic, penyuluhan klien dapat membantu menghilangkan

masalah.

d) Observasi tingkat kesadaran GCS.

R/: Perubahan kesadaran menunjukan peningkatan TIK dan

berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.


33

e) Berikan diet sumber kalium.

R/: Sumber-sumber kalium termasuk pisang, melon, buah sitrus

merupakan penganti garam yang mengandung 50-60 mEq

kalium.

f) Kolaborasi pemberian obat diuretic osmotic, berikan cairan

intravena jenis NaCL.

R/: pemenuhan natrium secara intravena akan meningkatkan

kadar natrium ke sirkulasi otak.

2.3.4 Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah

rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan

kesehatan, pecegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi

koping. Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat beradaptasi dalam

implementasi asuhan keperawatan. ( Nursalam. 2008 : 127)

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis


34

keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi

memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi

selama tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan tetapi

tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses

keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan

kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang

diobservasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan

kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk

menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara

efektif. ( Nursalam. 2008 : 135).

2.3.6 Dokumentasi

Salah satu tugas dan tanggung jawab perawat adalah melakukan

pendokumentasian mengenai intervensi yang di lakukan. Catatan

tersebut mempunyai manfaat. Tujuan utama dari pendokumentasian

adalah untuk mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka

mencatat kebutuhan, terencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan,

dan mengevaluasi tindakan serta dokumentasi untuk penelitian,

keuangan, hukum etika. (Nursalam,2008 : 143)


35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Menguraikan desain penelitian yang di pakai pada penelitian. Desain

yang di gunakan adalah studi kasus yaitu studi yang mengeksplorasi suatu

masalah atau fenomena dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan

data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi

kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang di pelajari berupa

peristiwa aktivitas atau individu. Studi kasus ini adalah untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada An.N.M dan An.J.M.K

yang mengalami malaria falciparum dengan masalah keperawatan hipertermi

di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

3.2 Batasan Istilah.

Asuhan keperawatan klien anak yang mengalami Malaria dengan

Hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.

Maka penyusun studi kasus menjabarkan tentang konsep Malaria dan

Hipertermi.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

plasmodium oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak

dalam sel darah merah manusia dan menyerang eritrosit yang ditandai

dengan ditemukanya bentuk aseksual di dalam darah. Penyakit ini secara

35
36

alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina dan memberikan

gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Hipertermi

adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

3.3 Partisipan

Pada sub bab ini dideskripsiksn tentang karakteristik partisipan atau

unit analisis atau kasus yang akan diteliti. Unit analisis atau partisipan

dalam keperawatan umumnya adalah klien dan atau keluarganya. Subyek

yang digunakan adalah 2 klien (2 kasus) dengan masalah keperawatan dan

diagnosa medis yang sama. Pada penelitian ini partisipan yang digunakan

adalah An.N.M dan An.J.M.K yang mengalami malaria falciparum dengan

masalah keperawatan hipertermi di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek,

SVD Atambua.

3.4 Lokasi dan waktu penelitian.

Studi kasus individu di ruang anak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD,

atambua. Waktu penelitian pada klien I sejak tanggal 21 mei 2016 sampai

tanggal 23 mei 2016 dan waktu penelitian pada klien II sejak tanggal 24 mei

2016 sampai tanggal 26 mei2016.

3.5 Pengumpulan data.

Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan:
37

1) Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan

utama, Riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga dll). Sumber data dari

klien, keluarga, perawat lainnya).

2) Observasi dan pemeriksaan fisik ( dalam pendekatan IPPA : Inspeksi ,

Palpasi, Perkusi, Auskultasi ) pada sistem tubuh klien.

3) Studi dokumentsai dan anket ( hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data yang relevan).

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh dalam proposal kara tulis ilmiah sehingga

menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping integritas penulis

( karena peneliti menjadi instrumen utama), uji keabsahan data dilaksanakan

dengan: 1) Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan; dan 2)

sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data

utama yaitu: pasien, perawat dan Keluarga klien yang berkaitan dengan

masalah yang di teliti.

3.7 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak penelitian di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data di

lakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan selanjutnya di tuangkan dalam opini


38

pembahasan. Teknik analisa yang digunakan dengan cara menarasikan

jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi

wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah

penelitian. Teknik analisa digunakan dengan cara observasi oleh peneliti

dengan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya di

interprestasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

1) Pengumpulan Data.

Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi,

Dokumentasi), hasil ditulis dalam bentuk catatan, Lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).

2) Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokan menjadi data

subyektif dan obyektif. Dianalisis berdasarkan pemeriksaan diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal.

3) penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4) Kesimpulan

Dari data yang di sajikan, kemudian data dibalas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan prilaku


39

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilanjutkan dengan metode induksi.

Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, dsiagnosa,

perencanaan, tindakan dan evaluasi.

3.8 Etik Penelitian.

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan

penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah dilaksanakan penelitian

dengan memperhatikan etika – etika dalam melakukan penelitian yaitu:

1) Informed consent (persetujuan menjadi klien )

Merupakan cara persetujuan antara penulis dengan partisipan, dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent). Sebelum

melakukan studi kasus, peneliti wajib memberikan penjelasan tentang

tujuan dan maksud dari penelitian ini, setelah klien (responden)

memahami dan menyetujui jadi responden, peneliti memberikan

lembaran informed consent, responden membaca lalu menanda tangani.

2) Anonimity ( tanpa nama )

Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode A untuk responden pertama dan B untuk


40

responden kedua pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan.

3) Confidentiality ( kerahasiaan )

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari

hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua

partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.


41

BAB IV
TINJAUAN KASUS

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran lokasi pengambilan data


Pengkajian dilakukan pada II klien, klien I pada tanggal 21 s/d 24
Mei 2016 dan pada klien II tanggal 24 s/d 26 Maret 2016, di ruang Anak,
RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua, Informasi diperoleh dari klien
dan orangtua klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang.

4.1.2 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Klien

Identitas klien Klien 1 Klien 2


Nama pasien An. N.M An. J. M. K
Umur 3,5 Th 5 Th 6 Bln
Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki
Anak ke Pertama Pertama
Agama Katolik Protestan
Suku bangsa Kemak- Indonesia Rote
Alamat Sadi Tobir
Tanggal MRS 21-05-2016 23-05-2016
No register 095190 095772
Diagnose medik Malaria Falcifarum Malaria Falcifarum
Tanggal pengkajian 21-05-2016 24-05-2016
Sumber informasi Nenek Orangtua

2. Identitas Penanggung Jawab/ Orang Tua

Identitas penanggung jawab Klien 1 Klien 2


Nama ayah Tn. S.L Tn. Y. K
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan Petani TNI AD
Agama Katolik Protestan
Suku bangsa Kemak- Indonesia Rote
Alamat Sadi Tobir
Nama ibu Ny. A. M Ny. A. M
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan IRT IRT
Agama Katolik Protestan
Suku bangsa Kemak-
41 Indonesia Rote
Alamat Sadi Tobir
42

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat Kesehatan
Klien 1 Klien 2
Sekarang
Keluhan utama saat masuk Nenek mengatakan cucunya Orangtua mengatakan
rumah sakit demam naik turun sudah 1 anaknya demam sudah 1
bulan lebih, berobat ke minggu, nyeri telan dan
puskesmas haliwen tetapi susah makan.
tidak ada perubahan.

Nenek mengatakan cucunya


demam, perut kembung, mual, Orangtua mengatakan
nafsu makan menurun, setiap anaknya demam, nyeri telan,
Keluhan saat dikaji
kali cucunya makan selalu susah makan, mual.
sendawa terus menerus, pucat.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit

Riwayat Perjalanan
Klien 1 Klien 2
Penyakit
Riwayat perjalanan Nenek mengatakan Orangtua mengatakan
penyakit cucunya demam naik turun anaknya demam sudah 1
sudah 1 bulan lebih, minggu, nyeri telan,
keringatan, mual, kembung, susah makan, mual.
nafsu makan berkurang pasien sempat berobat di
sampai berat badan anak RST tetapi hanya rawat
menurun drastis. Pasien jalan. Selama sakit di
sempat berobat ke rumah pasien di beri
puskesmas haliwen, dan minum panadol sirup
RSU namun tidak ada tetapi tidak ada
perubahan sehingga pasien perubahan sehingga
di bawa ke UGD untuk pasien di antar ke RSU
mendapatkan perawatan untuk mendapatkan
medis. perawatan medis.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat Kesehatan Dahulu Klien 1 Klien 2


Penyakit yang pernah diderita Nenek mengatakan Orangtua mengatakan anaknya
dan pengobatannya, Operasi, cucunya ada riwayat gizi jarang sakit, paling menderita
Cedera dan Alergi. buruk dan pernah nginap batuk pilek, dan demam, orang
dan berobat di puskesmas tua juga mengatakan anaknya
haliwen, nenek juga belum pernah dilakukan
mengatakan belum pernah operasi, tidak pernah
dilakukan operasi, tidak mengalami cedera, tidak ada
pernah mengalami cedera, riwayat alergi terhadap
43

ada riwayat alergi makanan makanan dan obat dll.


(ikan), tidak alergi
terhadap obat dll.

d. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan

Riwayat Kehamilan Dan Klien 1 Klien 2


Persalinan

Prenatal Nenek mengatakan tidak Orangtua mengatakan selama


tahu tentang masa prenatal masa kehamilan ibu rutin
cucunya. melakukan pemeriksaan
kehamilan di puskesmas.

Natal Nenek mengatakan cucunya Orangtua mengatakan anaknya di


di lahirkan di puskesmas lahirkan di RSU Atambua dengan
haliwen. Sectio Cesarea (SC).

Nenek mengatakan tidak Orangtua mengatakan anaknya


Post natal
tahu IMD pada cucunya, tidak di lakukan IMD, tetapi
nenekn juga mengatakan anaknya mendapatkan ASI sampai
pemberian ASI untuk berusia 2 tahun.
cucunya sampai usia 2
bulan saja.

Anak mendapatkan Orangtua mengatakan anaknya


Imunisasi imunisasi secara lengkap di mendapatkan imunisasi secara
posyandu. lengkap di posyandu.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat Kesehatan Keluarga Klien 1 Klien 2


Kesehatan keluarga Nenek klien mengatakan Orang tua klien
didalam keluarga tidak mengatakan tidak ada
ada penyakit keturunan / keluarga yang menderita
penyakit yang sama penyakit yang sama, dan
dengan klien (malaria). tidak ada penyakit
keturunan.

Termasuk keluarga inti. Orangtua klien mengatakan


Genogram
didalam rumah hanya ada
Komposisi keluarga
anak, mama, bapak
termasuk keluarga inti.

Nenek klien mengatakan Orangtua klien mengatakan


Lingkungan rumah dan komunitas lingkungan rumahnya
lingkungan rumahnya
bersih karena selalu bersih karena selalu
dibersihkan. dibersihkan.
44

Nenek klien mengatakan Orangtua klien mengatakan


Fungsi dan hubungan keluarga: ayah klien berfungsi ayah klien berfungsi
mencari nafkah bagi mencari nafkah bagi
keluarga, sedangkan ibu kekuarga, sedangkan ibu
mengurus ruamah tangga. mengurus ruamah tangga.
Hubungan dengan Hubungan dengan keluarga
keluarga baik. baik.

Nenek klien mengatakan Orang tua klien


lingkungan rumahnya mengatakan lingkungan
Perilaku yang mempengaruhi bersih, namun rumahnya bersih, namun
kesehatan: mempunyai kebiasaan mempunyai kebiasaan
menggantung pakaian menggantung pakaian
sembarang, sehingga sembarang, sehingga
banyak nyamuk dan saat banyak nyamuk. Saat tidur
tidur tidak menggunakan juga tidak menggunakan
kelambu. kelambu.

f. Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan

Riwayat Pertumbuhan Dan


Perkembangan
Klien 1 Klien 2
Pertumbuhan fisik: Baik Baik
Berat badan 9, 5 kg 14 Kg
Tinggi badan 110 cm 120 cm
Waktu pertama tumbuh gigi Nenek mengatakan Orangtua mengatakan
tumbuh gigi cucunya tumbuh gigi anaknya
pada usia 7 bulan
pada usia 11 bulan.
Perkembangan tiap tahap
dengan menggunakan format
DDST:
Personal Sosial
Motorik Halus
Bahasa
Motorik Kasar
Kesimpulan hasil DDST

g. Riwayat Pemberian Nutrisi

Riwayat Pemberian Nutrisi Klien 1 Klien 2


Pemberian ASI atau susu Nenek mengatakan sejak Orangtua mengatakan
formula: umur 2 bulan tidak di beri anaknya diberi ASI sampai
ASI oleh orangtua klien, dan usia 2 bulan, dan susu
susu formula di berikan formula sejak anaknya
45

sejak umur 2 bulan. berusia 4 bulan.


Pemberian makanan tambahan: Nenek mengatakan cucunya Orangtua mengatakan
mendapatkan makanan anaknya diberi makanan
tambahan pada saat klien tambahan (Milna) dari Usia
berusia 2 bulan. 6 bulan, dan usia 1 tahun
anaknya di beri bubur
kasar.

h. Riwayat psikososial (Berisi hubungan dan pola interaksi dalam


keluarga dan masyarakat

Riwayat psikososial (Berisi


hubungan dan pola interaksi
Klien 1 Klien 2
dalam keluarga dan
masyarakat
Riwayat psikososial (Berisi Nenek mengatakan Orangtua mengatakan
hubungan dan pola interaksi interaksi dalam keluarga interaksi dalam keluarga
dalam keluarga dan masyarakat dan masyarakat baik. dan masyarakat baik.

i. Riwayat Spiritual

Riwayat Spiritual Klien 1 Klien 2


Riwayat spiritual Nenek mengatakan selalu Orangtua mengatakan selalu
berdoa terus, aktif dalam mengikuti kebaktian di gereja,
kegiatan doa di kelompok. dan pergumulan doa.

j. Reaksi Hospitalisasi, Focus Pada Pengkajian

Reaksi Hospitalisasi, Focus


Klien 1 Klien 2
Pada Pengkajian
Pemahaman keluarga tentang Saat di tanya nenek klien Orangtua mengatakan sakit
sakit dan rawat nginap mengatakan tidak tau anaknya itu lemah dan tidak mampu
menderita penyakit malaria berbuat apa- apa, sedangkan
dan penaganannya sehingga rawat nginap itu kita masuk
berharap untuk diberikan RS untuk istirahat beberapa
informasi. hari dan mendapatkan
perawatan medis.

Nenek klien mengatakan Orang tua klien mengatakan


Pemahaman anak tentang sakit
cucunya kadang menangis anaknya kadang menangis
dan rawat nginap
karena takut minum obat. karena takut disuntik dan
takut melihat perawat
maupun dokter.
46

4. Pola Aktivitas Sehari – Hari

No Aktivitas Klien 1 Klien 2


1 Nutrisi ( makan /minum) Nenek mengatakan cucunya Orangtua mengatakan anaknya
MAKAN (sebelum sakit) sebelum sakit makan banyak,satu sebelum sakit makan banyak, satu
Jenis porsi makan di habiskan, jenis porsi dihabiskan, jenis
Jumlah makanannya nasi, sayur, terkadang makanannya nasi, sayur, dan lauk.
Frekuensi dengan lauk, frekuensi makannya Frekuensi makannya 3x sehari
Keluhan 3x sehari. Keluhan: tidak ada. terkadan 4x sehari. Keluhan tidak
ada.

MINUM (sebelum sakit) Nenek mengatakan cucunya Orangtua mengatakan anaknya


Jenis sebelum sakit minumnya air minum air putih 3-4 gelas/ hari dan
Jumlah putih,2-3 gelas/ hari. Keluhan: anaknya suka minum minuman
Frekuensi tidak ada. dingin. Keluhan tidak ada.
Keluhan

MAKAN (saat sakit) Nenek mengatakan cucunya saat Orangtua mengatakan saat sakit ini
Jenis sakit makannya 2-3 sendok, jenis anaknya susah makan, makannya
Jumlah makanannya bubur, sayur, dan lauk hanya 1-2 sendok, jenis makannya
Frekuensi (sesuai dengan yang di sediakan di bubur cair, keluhan: mual, nyeri
Keluhan RS). Keluhan: mual, sendawa terus telan.
saat makan, kembung.

MINUM (saat sakit) Nenek mengatakan cucunya saat Orangtua mengatakan anaknya
Jenis sakit minum air putih 3-4 gelas. minum air putih 1-2 gelas saja.
Jumlah Keluhan: - Keluhan: Nyeri telan.
Frekuensi
Keluhan
2 Eliminasi (BAK dan BAB) Nenek mengatakan BAB 1/ hari, Orangtua mengatakan ananknya
BAK (sebelum sakit) frekuensinya banyak, warna BAB 1x/ hari, frekuensinya
Jumlah kuning. banyak, warna kuning. Keluhan
Frekuensi Keluhan: tidak ada. tidak ada.
Warna
Keluhan
BAB (sebelum sakit)
Jumlah Nenek mengatakan tidk tahu Orangtua mengatakan anaknya
Frekuensi dengan BAK cucunya, karena cucu BAK 3-4 kali/ hari. Keluhan tidak
Warna sering main keluar rumah. ada.
konsistensi Keluhan: tidak ada.
Keluhan
47

BAK (saat sakit)


Jumlah Nenek mengatakan cucunya saat Orangtua mengatakan anaknya
Frekuensi sakit BAK 2-3x/ hari, frekuensinya BAK 1-2x
Warna banyak, keluhan tidak ada. / hari, frekuensinya sedikit,
Keluhan keluhan tidk ada.
BAB (saat sakit)
Jumlah Nenek mengatakan saat sakit Orangtua mengatakan anaknya
Frekuensi skarang cucunya belum BAB sudh belum BAB sudah 2 hari. Keluhan
Warna 3 hari. tidak ada.
konsistensi
Keluhan
3 Personal hygiene( mandi, Nenek mengatakan cucunya mandi Orangtua mengatakan anaknya
keramas, gosok gigi) 1 kali sehari, setiap kali mandi mandi 2 kali sehari, pagi dan sore.
sebelum sakit keramas menggunakan sabun Keramas rambut 2 hari sekali.
Frekuensi mandi, dan cucunya jarang sikat Sikat gigi 2 kali sehari setiap kali
Cara pemenuhan gigi. mandi.

Personal hygiene( mandi, Nenek mengatakan 2/3 hari baru Orangtua mengatakan selama sakit
keramas, gosokgigi) saat cucunya di lap badannya dan di anaknya hnya di lap badan setiap
sakit ganti pakaiannya, tidak pagi dan di ganti pakaiannya,tidak
Frekuensi keramas,dan tidak sikat gigi. keramas, dan sikat gigi sehari
Cara pemenuhan sekali.
4 Istirahat dan tidur (sebelum Neneknya mengatakan setiap siang Orangtua mengatakan setiap siang
sakit) cucunya jarang istirahat karena anaknya istirahat kurang lebih 1-2
Jumlah jam tidur bermain, tidur malamnya biasa jam jam, dan tidur malam waktunya
Pola tidur 20.00 dan bangun pagi jam 06.00. tidak tentu. Bangun paginya setiap
Keluhan Keluhan tidak ada. jam 06.30. Keluhan tidak ada.

Istirahat dan tidur (saat


sakit) Nenek mengatakan saat sakit Orangtua mengatakan saat sakit
Jumlah jam tidur cucunya hanya tidur saja. cucunya hanya tidur saja.
Polatidur
Keluhan
5 Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit Nenek klien mengatakan anaknya Orang tua klien mengatakan
sudah bisa melakukan aktivitas anaknya sudah bisa melakukan
dengan sendiri. aktivitas dengan sendiri.
Saat Sakit Nenek Klien mengatakan aktivitas Orang tua Klien mengatakan
seperti makan, minum, mandi dan aktivitas seperti makan, minum,
menggangti baju selalu dibantu. mandi dan menggangti baju selalu
dibantu.
48

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum Klien 1 Klien 2

Kesadaran : Compos mentis Compos mentis


Penampilan : Anak tampak kurang rapih Anak tampak rapih

Berat badan : 9,5 Kg 14 Kg


Panjang badan: 110 Cm 120 Cm
Lingkar kepala: 40 Cm 42 Cm
Lingkar dada: 48 Cm 45 Cm
Lingkar lengan: 12 Cm 15 Cm
Tanda – Tanda Vital :
TD : 90/50mmHg 90/60 mmHg
Nadi : 100x/m 118x/m
Respirasi : 28x/m 26x/m
Suhu : 38,5oc 38,9oc

b. Pemeriksaan Fisik (Pendekatan Head to Toe/ Pendekatan


sistem)

Pemeriksaan Fisik (Head to


Toe) Klien 1 Klien 2

Pemeriksaan Fisik (Head to I: rambut tampak kotor dan I: rambut tampak bersih,
Toe) berbau keringat, distribusi distribusi rambut merata,
Kepala dan wajah rambut merata, rambut rambut berwarna hitam,
(Inspeksi,palpasi) berwarna hitam, tidak ada rambut lurus, tidak ada
pembesaran kepala pembesaran kepala
(hydrocefalus),luka jahit (-). (hydrocefalus),luka jahit(-).
P: nyeri tekan (-), tidak ada P: nyeri tekan (-), tidak ada
benjolan, rambut rontok (-) benjolan, rambut rontok (-)

Mata (Inspeksi dan palpasi) I: konjungtiva anemis, I: konjungtiva merah muda,


skelera putih, pupil isokor, skelera putih, pupil isokor,
oedema (-). oedema (-).
P: nyeri tekan tidak ada. P: nyeri tekan tidak ada.

I: Telinga tampak kotor, ada I: Telinga tampak bersih, tidak


Telinga (Inspeksi dan palpasi) serumen, kedua telinga ada serumen, kedua telinga
simetris, tidak ada lesi. simetris, tidak ada lesi.
P:nyeri tekan tidak ada. P:nyeri tekan tidak ada.
49

I: hidung tampak kotor, tidak I: hidung tampak bersih, tidak


Hidung (Inspeksi dan palpasi) ada secret, adanya septum, ada secret, adanya septum,
kedua lobang hidungya kedua lobang hidungya
simetris, pasien bernapas simetris, pasien bernapas
dengan bebas. dengan bebas.
P: tidak ada nyeri tekan, P: tidak ada nyeri tekan, tidak
tidak ada pembesaran polip. ada pembesaran polip.

I: mukosa bibir kering, bibir I: mukosa bibir kering, lidah


tampak pucat, lidah tampak tampak kotor berwarna putih,
Mulut (Inspeksi dan palpasi) kotor, gigi bersih, tidak ada gigi bersih, tidak ada caries
caries gigi, tidak ada gigi, adanya peradangan pada
peradangan pada tonsil. tonsil.
P: tidak ada nyeri tekan. P: ada nyeri tekan pada bagian
tenggorokan.

I: tidak ada lesi, dan I: tidak ada lesi, dan


pembengkakan. pembengkakan.
Leher (Inspeksidan palpasi) P: tidak ada pembesaran K. P: tidak ada pembesaran K.
Getah bening, tidak ada Getah bening, tidak ada
pembesaran K. Thyroid. pembesaran K. Thyroid.

I: tidak ada lesi,benjola(-), I: tidak ada lesi,benjolan(-),


bentuk dada simetris. bentuk dada simetris.
Dada
P: nyeri tekan tidak ada. P: nyeri tekan tidak ada.
 Paru (Inspeksi, P: bunyi rensonan
P: bunyi rensonan
palpasi, perkusi, A: bunyi paru vesikuler
A: bunyi paru vesikuler
auskultasi)
I: tidak tampak icterus I: tidak tampak icterus cordis.
cordis. P: tidak ada nyeri tekan.
P: tidak ada nyeri tekan. P: bunyi pekak.
 Jantung (Inspeksi, P: bunyi pekak. A: bunyi jantung S1 dan S2
palpasi, perkusi, A: bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak ada bunyi
auskultasi) normal, tidak ada bunyi tambahan.
tambahan.

I:abdomen tampak kembung, I:abdomen tampak datar, lesi


lesi (-). (-), tidak kembung.
A:BU: 15 x/m. A:BU: 10 x/m.
Abdomen (Inspeksi, auskultasi, P:tidak ada nyeri tekan, tidak P:tidak ada nyeri tekan, tidak
palpasi, perkusi) ada pembesaran hati. ada pembesaran hati.
P: hipertimpani P: bunyi timpani.

I:tidak ada kelainan I:tidak ada kelainan


P:tidak ada nyeri tekan P:tidak ada nyeri tekan

Punggung/ tulang belakang I:tidak ada kelaianan pada I: tidak ada kelaianan pada
(Inspeksi dan palpasi) ektremitas, tidak ada patah ektremitas, tidak ada patah
tulang. tulang.
P: tidak ada nyeri tekan. P:tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas (inspeksi dan
palpasi)
Tidak terkaji Tidak terkaji
50

Genitalia (Inspeksi dan palpasi)

6. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


Lab: WBC (Leukosit) : 8,7 WBC (Leukosit) : 5,6
Pemeriksaan darah RBC (Eritrosit) :4,96 RBC (Eritrosit) : 5,60
HGB (Hemoglobin) : 9,4 HGB (Hemoglobin) :11,0
HCT (Hematokrit) : 28,5 HCT (Hematokrit) : 34,0
MCV: 57,5 MCV: 60,7
MCH: 16,2 MCH: 19,6
MCHC: 29,5 MCHC : 32,4
PLT (Trombosit): 499 PLT (Trombosit): 378
RDW: 19,1 RDW: 17,7
PDW:10,6 PDW: 102,0
MRV: 2,6 MRV: 97,0
P-LCR: 16,1 P-LCR: 22,5
NEUTH %: 43 NEUTH %: 65
LYMPH%: 45 LYMPH%: 13
MXD%: 12 MXD%: 22
NEUT# :3,7 NEUT# : 3,7
LYMPH# : 0,2 LYMPH# : 0,2
MXD# : 1,2 MXD# : 1,2
MALARIA:FALCIFARUM MALARIA:FALCIFARUM
GDS : 117

7. Analisa Data

Analisa Data Etiologi Masalah


Klien 1
DS: Nenek pasien mengatakan Proses Inflamasi sistemik Peningkatan suhu tubuh
cucunya demam naik turun
selama 1 bulan di rumah

DO: k/u lemah, Demam


dan pucat,
TTV :
TD : 90/60 mmHg,
N: 120 x/m,
RR : 32 x/m,
51

S : 38 ◦c Sedang
Terpasang IVFD
D5 ¼ Ns 10 tpm
Klien 2
Data Subyektif: Orangtua Proses Inflamasi sistemik Peningkatan suhu tubuh
mengatakan anaknya demam, nyeri
telan, susah makan, mual.

Data Obyektif: k/u lemah, demam,


TTV :
TD : 90/60 mmHg, N : 112
x/m, S : 38,9 0 c, RR : 32x/m sedang
terpasang IVFD D5 ¼ Ns 10 tpm.

B. Diagnosis Keperawatan

Data Problem (masalah) Etiologi (penyebab+tanda


& gejala)
Klien 1
DS: Nenek pasien mengatakan Proses Inflamasi sistemik Peningkatan Suhu Tubuh
cucunya demam naik turun
selama 1 bulan di rumah.

DO: k/u lemah, demam dan


pucat,
TTV : TD : 90/60mmHg, N: 120
x/m, RR : 32 x/m, Suhu :38◦c,
Sedang terpasang IVFD D5 ¼ Ns
10 tpm.
Klien 2
Data Subyektif: Orangtua Proses Inflamasi sistemik Peningkatan suhu tubuh
mengatakan anaknya demam,
nyeri telan, susah makan, mual.

Data Obyektif: k/u lemah,


demam, TTV : TD :
90/60 mmHg,
N : 112 x/m, S : 370 c, sedang
terpasang IVFD D5 ¼ Ns 10 tpm.

C. Perencanaan Keperawatan

Dx Keperawatan Kriteria Hasil Perencanaan & Rasional


Klien 1
Peningkatan suhu tubuh Setelah melakukan 1. BHSP
berhubungan dengan Proses tindakan keperawatan R/ : hubungan saling percaya
Inflamasi sistemik selama 3 X 24 jam antara perawat dan pasien dapat
52

peningkatan suhu tubuh membantu pasien dalam


kembali normal. (36,5 ◦c melakukan tindakan selanjutnya.
-37,5 ◦c), dengan kriteria 2. Observasi TTV
hasil: R/ : Sebagai barometer untuk
 TTV dalam melakukan tindakan selanjutnya.
batas normal, 3. Lakukan kompres hangat.
 pasien tampak R/ : Dapat membantu mengurangi
rileks demam dengan terjadi vasodilatasi
 pasien tidak pembuluh darah perifer sehingga
pucat terjadi penguapan,
4. Anjurkan untuk banyak minum air
putih.
R/ : banyak minum air putih,
dapat membantu dalam
mempertahankan cairan keluar
agar tidak terjadinya dehidrasi.
5. Anjurkan untuk menggunakan
pakaian yang tipis.
R/ : dapat terjadi penguapan dan
dapat menyerap keringat
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapai.
R/ : pemberian terapi
Antipeuretik, digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada
hipotalamus/memblok spinal cord
sehingga nyeri tidak sampai ke
hipotalamus.

Klien 2
Peningkatan suhu tubuh Setelah melakukan 1. BHSP
berhubungan dengan Proses tindakan keperawatan R/ : hubungan saling percaya
Inflamasi sistemik selama 3 X 24 jam antara perawat dan pasien dapat
peningkatan suhu tubuh membantu pasien dalam
kembali normal. (36,5 ◦c melakukan tindakan selanjutnya.
-37,5 ◦c), dengan kriteria 2. Observasi TTV
hasil: R/ : Sebagai barometer untuk
 TTV dalam melakukan tindakan selanjutnya.
batas normal, 3. Lakukan kompres hangat.
 pasien tampak R/ : Dapat membantu mengurangi
rileks demam dengan terjadi vasodilatasi
 pasien tidak pembuluh darah perifer sehingga
pucat terjadi penguapan,
4. Anjurkan untuk banyak minum air
putih.
R/ : banyak minum air putih,
dapat membantu dalam
mempertahankan cairan keluar
agar tidak terjadinya dehidrasi.
5. Anjurkan untuk menggunakan
pakian yang tipis
53

R/ : dapat terjadi penguapan dan


dapat menyerap keringat
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapai
R/ : pemberian terapi
Antipeuretik, digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada
hipotalamus/memblok spinal cord
sehingga nyeri tidak sampai ke
hipotalamus.

D. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan Hari 1 Hari 2 Hari 3


Tanggal 21-05-2016 Tanggal 22-05-2016 Tanggal 23-05-2016
Klien 1 Jam 10.10: Jam 07.30: mengobservasi Jam 07.15: mengobservasi
Melakukan pemasangan keadaan umum pasien. keadaan umum pasien.
infus dengan Cairan k/u lemah, k/u lemah,
D5+1/4 Ns 10 Tpm. TD : 90/50 mmHg, Sh: TD : 90/50 mmHg,
38,5 oc ,N: 100x/m, RR: 28 Sh: 38,5 oc ,
Jam 10.20: x/m. keluhan: mual, muntah N: 118x/m,
Melakukan pengukuran tidak ada , kembung, perut RR: 28 x/m. keluhan:
TTV dan antropometri. sakit, makan dan minum tidak mual, muntah
T: 90/50 mmHg, sudah membaik, belum BAB berkurang, kembung, sakit
Sh: 38,5 Oc sudah 3 hari. perut, makan dan minum
N: 100 x/m, sudah membaik, sudah BAB
RR: 28 x/m. Jam 08.00: Layani makanan 1x.
BB: 9,7 Kg, untuk pasien (bubur, sayur, Jam 07.30: Menyediakan
LILA: 12 Cm. lauk). makanan untuk pasien
Pasien di suap neneknya dan (bubur, sayur, lauk).
Jam 10.30: Memasang menghabiskan setengah porsi Pasien di suap neneknya dan
Cairan D5 ¼ Ns dengan makan dan setengah gelas air menghabiskan setengah
Drip Kina 100 mg dalam putih. porsi makan dan setengah
D5% 100 ml (Hari I). gelas air putih.
Jam 08.30:
Jam 10.45: melayani minum obat sirup Jam 08.00:
Melakukan kompres Elkana Cl 1 Cth (PO). melayani minum obat sirup
hangat Elkana Cl 1 Cth (PO).
Jam 09.30:
Jam 11.00: mengobservasi TTV Jam 11.30: Melakukan
Menganjurkan untuk TD : 90/50 mmHg, N:100 pemasangan drip Qina
banyak minum air. x/m, RR: 28 x/m, 100Mg dalam D5% 100 ml
Jam 11.15: S: 38,5 ◦c hari ke III.
Layani makan minum.
Jam 12.25: Menyediakan
54

Jam 11.30: makanan untuk pasien


Jam 13.00: Melakukan pemasangan drip (bubur, sayur, dan lauk).
melayani injeksi Qina 100Mg dalam D5% 100
ondancentron 1,5 ml hari ke II Jam 12.30: Menganjurkan
mg/intravena. untuk banyak minum air dan
Jam12.10: memakai pakaian tipis.
Menyediakan makanan untuk Jam 13.00:
Jam13.30: mengobservasi pasien (bubur, sayur, dan Melayani Injeksi
keadaan umum pasien. lauk). ondancentron 1,5 Mg/ Iv.
k/u: lemah, akral teraba Jam 12.15:
hangat, mual, kembung, Melakukan kompres hangat, Jam 13.15: Melakukan
keringatan. anjurkan banyak minum air pengukuran TTV
TTV: T: 90/50 mmHg, dan anjurkan memakai T: 90/60 mmHg,
Sh: 38,5 oc, N: 100 x/m, pakaian yang tipis. Sh: 36 oc, N: 100x/m,
RR: 28 x/m. Rr: 28 x/m,
Jam 12.30: BB: 9,9 Kg
Melakukan pengukuran TTV Keluhan: tidak mual, tidak
T: 90/60 mmHg, muntah, tidak panas,
Sh: 35,4 oc, keringatan, kembung,
N: 110 x/m, makan dan minum
Rr: 28 x/m. membaik.
Keluhan: tidak panas,tidak
mual, tidak muntah, tidak
panas, keringatan, kembung,
makan dan minum membaik.

Jam 13.00:
Melayani Injeksi
ondancentron 1,5 Mg/ Iv.

Klien 2 Hari 1 Hari 2 Hari 3


Tanggal 24-05-2016 Tanggal 25-05-2016 Tanggal 26-05-2016
Jam 14.30: Mengobservasi Jam 15.15: Mengobservasi Jam 07.05: Mengobservasi
keadaan umum pasien. keadaan umum pasien. keadaan umum pasien.
K/U: Lemah, TTV: K/U: Lemah, TTV: K/U: Lemah, TTV:
T: 90/60 mmHg, T: 90/60 mmHg, Sh: T: 90/60 mmHg,
Sh: 36,4 oc, N: 118 x/m, 36,6oc, N: 100 x/m, RR: 26 Sh: 35,6oc, N: 118 x/m, RR:
RR: 28 x/m. S/T: IVFD D5 x/m. S/T: IVFD D5 ¼ Ns 10 26 x/m. S/T: IVFD D5 ¼ Ns
¼ Ns 10 Tpm. Tpm. 10 Tpm. BB: 14 kg.
Keluhan: Nyeri telan, tidak Keluhan: Nyeri telan Keluhan: tidak ada keluhan.
panas, susah makan dan berkurang, tidak panas,
minum, mual. makan dan minum sedikit Jam 07.20: menganjurkan
membaik, mual. pasien untuk makan.
Jam 16.00: Pasien makan di suap
Melayani injeksi Jam 16.00: ibunya, pasien
cefotaxime 700 mg/ iv. Melayani injeksi cefotaxime menghabiskan setengah
700 mg/ iv. porsi makan dan setengah
Jam 16.15: gelas air putih. Keluhan:
Melakukan pengukuran Jam 16.10: tidak ada.
TTV: Sh: 37,1 oc, Melakukan kompres hangat,
N: 110 x/m, banyak kinum air dan Jam 09.30: Melakukan Aff
Rr 26 x/m. memakai pakaian yang tipis. infus.
55

Jam 17.25: Jam 17.20: Jam 11.00: Pasien pulang.


Melakukan pengukuran Melakukan pengukuran TTV:
TTV: Sh: 38 oc, Sh: 38,8oc,
N: 110 x/m, N: 110 x/m,
RR: 26 x/m. RR: 26 x/m.

Jam 17.30: Jam 17.25:


Melayani Paracetamol Drip Melayani Drip paracetamol
140 mg/ Iv 10 mg/Iv

jam 18.00: Menyediakan Jam 18.00: Obs TTV


makan untuk pasien suhu : 37,3 0c.
(bubur, sayur, dan lauk)
Jam 18.10 :
jam 18.30: Menganjurkan Melayani makan minum.
pasien untuk makan.
Pasien di suap ibunya, Jam 19.10:
pasien hanya makan 3 melayani Nystatin Drops 1
sendok bubur, dan ¼ air ml/ oral
putih. Keluhan: Nyeri
telan, mual karena pasien
tidak terbiasa makan bubur Jam 19:25: mengobservasi
cair. pasien dan melakukan
pengukuran TTV:
Jam 19.00: T: 90/60 mmHg,
melayani Nystatin Drops 1 Sh: 36 oc, N: 120 x/m, Rr:
ml/ oral 28 x/m
S/T : IVFD D5+ ¼ Ns 10
Jam 19.15: mengobservasi t/m.
pasien dan melakukan Keluhan: nyeri telan
pengukuran TTV: berkurang, tidak panas, tidak
T: 90/60 mmHg, mual, makan dan minum
Sh: 37 oc, N: 112 x/m, membaik.
Rr: 28 x/m. S/T : IVFD
D5+ ¼ Ns 10 t/m.
Keluhan: nyeri telan, mual,
rasa tidak enak di mulut,
susah makan dan minum.

E. Evaluasi Keperawatan

EVALUASI Hari 1 Hari 2 Hari 3


Tanggal 21-05-2015 Tanggal 22-05-2015 Tanggal 23-05-2015
Klien 1
Klien 1 Jam: 13.30 Jam: 13.30 Jam: 13.30
Dx: S: nenek pasien S: nenek pasien mengatakan S: nenek pasien mengatakan
Peningkatan mengatakan cucunya tidak cucunya tidak demam lagi. cucunya tidak tidak demam
Suhu Tubuh demam lagi . lagi.
berhubungan O: K/U :Lemah, perut
dengan Proses tampak kembung, pasien O: K/U : Lemah, perut
inflamasi O: K/U :Lemah, perut tampak keringatan, akral tampak kembung sekali,
56

sistemik tampak kembung, pasien teraba dingin, pasien makan pasien tampak keringatan,
masih sering sendawa saat menghabiskan setengah akral teraba hangat, pasien
makan, pasien tampak porsi makan, dan setengah makan menghabiskan
keringatan, akral teraba gelas air putih. setengah porsi makan, dan
hangat. TTV setengah gelas air putih.
TTV: T: 90/50 mmHg, Sh: T: 90/60 mmHg, Sh: 35,4 oc, TTV:
37,5 oc, N: 110 x/m, T: 90/60 mmHg, Sh: 36 oc,
N: 100 x/m, Rr: 28 x/m. N: 100x/m, Rr: 28 x/m,
Rr: 28 x/m. S/t: drip Qina 100Mg dalam BB: 9,9 Kg
BB: 9,7 Kg, LILA: D5% 100 ml hari ke II S/t: drip Qina 100Mg dalam
12 Cm.S/t: Drip Kina 100 D5% 100 ml hari ke III
mg dalam D5% 100 ml A: Masalah teratasi
(Hari I). sebagian. A: Masalah teratasi

A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi di pertahankan.

P: Intervensi dilanjutkan.
Klien 2
Tanggal, 24-05-2016 Tanggal, 25-05-2016 Tanggal, 26-05-2016
Jam: 19.30 Jam: 19.30 Jam: 10.00
Dx: S: orangtua mengatakan S: orangtua pasien S:orangtua pasien
Peningkatan anaknya masih nyeri telan, mengatakan tidak demam mengatakan anaknya tidak
suhu tubuh demam nya naik turun. lagi. ada keluhan lagi.
berhubungan
dengan proses O: K/U pasien baik.
inflamasi O: K/U: Lemah, pasien O: K/U lemah, pasien
sistemik tampak keringatan, akral tampak keringatan, akral A:masalah tertasi
teraba hangat. teraba hangat.
TTV: TTV: P:intervensi di hentikan,
T: 90/60 mmHg, T: 90/60 mmHg, Sh: 36 oc, pasien pulang.
Sh: 37 oc, N: 120 x/m,
N: 112 x/m, Rr: 28 x/m.
Rr: 28 x/m. S/T : IVFD S/T : IVFD D5+ ¼ Ns 10
D5+ ¼ Ns 10 t/m. t/m.

A: masalah belum teratasi. A: masalah teratasi


sebagian.
P: intervensi di lanjutkan.
P: intervensi dilanjutkan.

4.2 PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan

kenyataan yang dirawat pada klien An. N.M dan An. J.M.K dengan Diagnosa

Malaria falcifarum yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, evaluasi dan dokumentasi keperawatan di Ruang Anak


57

RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua. Dalam BAB ini peneliti akan

membahas secara khusus mengenai kesenjangan antara fakta, teori dan opini

Malaria Falsifarum dengan kasus nyata yang dapat di uraikan sebagai berikut :

4.2.1 Pengkajian

Pada kasus nyata pada klien I ditemukan keluhan utama saat masuk

rumah sakit : Nenek Klien mengatakan cucunya demam naik turun, perut

kembung, mual, nafsu makan menurun dan setiap kali cucunya makan selalu

sendawa terus menerus. Riwayat perjalan penyakit : Nenek klien

mengatakan cucunya demam naik turun sudah 1 bulan, nafsu makan menurun.

Klien sempat berobat ke Puskesmas Haliwen dan RSUD Mgr.Gabriel

Manek,SVD Atambua tetapi hanya rawat jalan dan tidak ada perubahan

sehingga hari kamis 21-05-2016 klien di bawa ke IGD rumah sakit umum

daerah Mgr.Gabriel Manek,SVD Atambua. Perilaku yang mempengaruhi

kesehatan: lingkungan rumahnya bersih, namun mempunyai kebiasaan

menggantung pakaian sembarang, sehingga banyak nyamuk. Saat tidur tidak

menggunakan kelambu. Pemeriksaan fisik sesuai kasus nyata ditemukan

data, Status kesehatan umum: Kesadaran : composmentis, Penampilan :

klien tampak lemah, pucat,demam terpasang IVFD D5 1/4 Ns 10 tpm, Berat

badan: 9,5 kg, Tanda – Tanda Vital :TD: 90/60 mmHg, Nadi : 120x/m,

Respirasi: 32x/m, Suhu:38,00C, klien tampak lemah, berkeringat, pucat, akral

teraba hangat dan lembab, mukosa bibir kering. Hasil pemeriksaan

laboratorium DDR (+) Plasmodium falcifarum. Pada klien II, keluhan

utama saat masuk rumah sakit : Orang tua Klien Mengatakan anaknya
58

panas, nyeri telan dan susah makan. Riwayat perjalanan penyakit : Orangtua

Klien mengatakan anaknya sudah demam 1 minggu,susah makan, mual, klien

sempat berobat ke RST tetapi tidak hanya rawat jalan, dirumah klien di beri

obat panadol sirup tetapi tidak ada perubahan sehingga hari sabtu 23-06-2016

orang tua klien mengantar anaknya ke IGD RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD

Atambua. perilaku yang mempengaruhi kesehatan : orang tua klien

mengatakan lingkungan rumahnya bersih, namun mempunyai kebiasaan

menggantung pakaian sembarang, sehingga banyak nyamuk dan saat tidur

tidak menggunakan kelambu. Pemeriksaan fisik sesuai kasus nyata

ditemukan data, status kesehatan umum klien Kesadaran: composmentis,

Penampilan: klien tampak lemah, terpasang IVFD D5 ¼ Ns 10 tpm, Berat

badan : 14 kg, Tanda – Tanda Vital : TD : 90/60 mmHg,Nadi : 112x/m,

respirasi: 32x/m, Suhu:38,90C, pucat, akral teraba hangat dan lembab, mukosa

bibir kering. DDR ( +) Plasmodium falcifarum.

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam mengumpulkan data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam

memberikan Asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.

(Nursalam, 2008). Pengkajian data dasar pada klien dengan Malaria

Falsifarum antara lain: aktifitas/ istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan dan

cairan, neurosensori, pernapasan, penyuluhan/ pembelajaran.

Menurut penulis, Pengkajian dilakukan secara komprehensif pada semua

aspek kehidupan yakni bio, psiko, sosial, dan spiritual yang meliputi : identitas
59

pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,

riwayat kesehatan keluarga, perubahan pola kesehatan (pola manajamen

kesehatan, pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas, pola istirahat dan tidur,

pola mekanisme koping), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, serta

menyimpulkannya dalam lembar analisa data.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Pada An. N.M diagnosa yang ditemukan yaitu hipertermi berhubungan

dengan respon sistemik inflamasi yang di tandai dengan : demam, tampak

lemah, berkeringat, pucat, akral teraba hangat dan lembab, mukosa bibir

kering.Tanda-tanda Vital : S : 38,0 0C / Axilla, N :120 x/ Menit, kuat, teratur,

RR: 32x/menit, DDR: + Plasmodium falcifarum. Sedangkan pada An. J.M.K

diagnose yang ditemukan yaitu hipertermi berhubungan dengan respon

sistemik inflamasi yang di tandai dengan: demam tinggi sudah 3 hari

dirumah, tampak lemah, pucat, akral teraba hangat dan lembab, mukosa bibir

kering.Tanda-tanda Vital : S : 38,9 C / Axilla, N :112x/ Menit, kuat,teratur RR:

32x/menit, DDR: + Plasmodium falcifarum.

Pada perumusan diagnosa keperawatan dimana pada tinjauan teoritis

menurut Doengoes (2000) terdapat 6 (enam) diagnosa keperawatan yaitu: (1)

Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik, (2) Gangguan

perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang

di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh, (3) Gangguan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang

tidak adekuat, anorexia, mual/ muntah, (4) Resiko tinggi terhadap infeksi
60

berhubungan dengan penururnan sistem kekebalan tubuh, (5) Aktual/ resiko

tinggi gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi) berhubungan dengan

diuresis osmotik, diaforesis, (6) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan

dengan respons inflamasi sistemik, mialgia, artralgia, diaforesis.

Menurut penulis, dengan adanya inflamasi sistemik pada pasien maka

respon yang muncul yaitu hipertermi. Pernyataan ini didukung oleh teori

yang dikemukakan oleh Dongoes (2000) yang mengatakan bahwa salah satu

diagnose keperawatan pada pasien Malaria Falcifarum, yaitu Hipertermi

berhubungan dengan respon inflamasi sistemik.

4.2.3 Intervensi Keperawatan.

Pada kasus An.N.M dan An.J.M.K intervensi yang dibuat, antara lain

sebagai berikut:Observasi tanda-tanda vital, Pantau suhu tubuh (derajat dan

pola), perhatikan menggigil, Pantau suhu lingkungan, Berikan kompres

hangat, hindari penggunaan alcohol, Berikan selimut pendingin, Kolaborasi

pemberian antipiretik.

Menurut Doengoes (2000) intervensi untuk diagnosa keperawatan

hipertermi berhubungan respon inflamasi sistemik adalah :

1. Observasi tanda-tanda vital. R/: Sebagai barometer untuk melakukan

tindakan selanjutnya. 2. Pantau suhu tubuh (derajat dan pola), perhatikan

menggigil. R/: Hipertermia menunjukan proses penyakit infeksius akut,

Pola demam menunjukan diagnosis. 3. Pantau suhu lingkungan. R/: Suhu

ruangan /jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu


61

mendekati normal. 4. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol.

R/: Dapat membantu mengurangi demam dengan terjadi vasodilatasi

pembuluh darah perifer sehingga terjadi penguapan, penggunaan es /

alksohol mungkin menyebabkan kedinginan, selain itu alcohol dapat

mengeringkan kulit. 5. Berikan selimut pendingin. R/: Digunakan untuk

mengurangi hipertermia. 6. Kolaborasi pemberian antipiretik. R/:

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus/memblok spinal cord sehingga nyeri tidak sampai ke

hipotalamus.

Menurut penulis, perencanaan yang dibuat untuk klien Malaria

Falcifarum dengan diagnosa keperawatan Hipertermi berhubungan

dengan respon inflamasi sistemik, yaitu Klien I, 1. BHSP R/ : hubungan

saling percaya antara perawat dan pasien dapat membantu pasien dalam

melakukan tindakan selanjutnya. 2. Observasi TTV R/ : Sebagai barometer

untuk melakukan tindakan selanjutnya. 3. Lakukan kompres hangat. R/ :

Dapat membantu mengurangi demam dengan terjadi vasodilatasi

pembuluh darah perifer sehingga terjadi penguapan. 4. Anjurkan untuk

banyak minum air putih. R/ : banyak minum air putih, dapat membantu

dalam mempertahankan cairan keluar agar tidak terjadinya dehidrasi. 5.

Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis. R/ : dapat terjadi

penguapan dan dapat menyerap keringat. 6. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian terapai. R/ : pemberian terapi Antipeuretik, digunakan untuk

mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus/memblok


62

spinal cord sehingga nyeri tidak sampai ke hipotalamus. Klien II, 1. BHSP

R/ : hubungan saling percaya antara perawat dan pasien dapat membantu

pasien dalam melakukan tindakan selanjutnya. 2. Observasi TTV R/ :

Sebagai barometer untuk melakukan tindakan selanjutnya.3. Lakukan

kompres hangat. R/ : Dapat membantu mengurangi demam dengan terjadi

vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga terjadi penguapan. 4.

Anjurkan untuk banyak minum air putih. R/ : banyak minum air putih,

dapat membantu dalam mempertahankan cairan keluar agar tidak terjadinya

dehidrasi. 5. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis. R/ : dapat

terjadi penguapan dan dapat menyerap keringat. 6. Kolaborasi dengan

dokter untuk pemberian terapai. R/ : pemberian terapi Antipeuretik,

digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus/memblok spinal cord sehingga nyeri tidak sampai ke

hipotalamus.

4.2.5 Implementasi

Pada klien I untuk diagnose Hipertermi berhubungan dengan respon

inflamasi sistemik,. Hari pertama, Jam 10.10: Melakukan pemasangan

infus dengan Cairan D5+1/4 Ns 10 Tpm. Jam 10.20: Melakukan pengukuran

TTV dan antropometri. TD : 90/50 mmHg, Sh: 38,5 Oc, N: 100 x/m, RR: 28

x/m.BB: 9,7 Kg, LILA: 12 Cm. Jam 10.30: Memasang Cairan D5 ¼ Ns

dengan Drip Kina 100 mg dalam D5% 100 ml (Hari I).Jam 10.45: Melakukan

kompres hangat. Jam 11.00: Menganjurkan untuk banyak minum air. Jam

11.15: Layani makan minum. Jam 13.00: melayani injeksi ondancentron 1,5
63

mg/intravena. Jam13.30: mengobservasi keadaan umum pasien : k/u: lemah,

akral teraba hangat, mual, kembung, keringatan. TTV: TD : 90/50 mmHg, Sh:

38,5 oc, N: 100 x/m,RR: 28 x/m. Hari kedua, Jam 07.30: mengobservasi

keadaan umum pasien : k/u lemah,TD : 90/50 mmHg, Sh: 38,5 oc ,N: 100x/m,

RR: 28 x/m. keluhan: mual, muntah tidak ada , kembung, perut sakit, makan

dan minum sudah membaik, belum BAB sudah 3 hari. Jam 08.00: Layani

makanan untuk pasien (bubur, sayur, lauk). Pasien di suap neneknya dan

menghabiskan setengah porsi makan dan setengah gelas air putih. Jam

08.30:melayani minum obat syirup Elkana Cl 1 Cth (PO).

Jam 09.30: mengobservasi TTVTD : 90/50 mmHg, N:100 x/m, RR: 28 x/m,

S : 38,5 ◦c Jam 11.30: Melakukan pemasangan drip Qina 100Mg dalam

D5% 100 ml Hari ke II, Jam12.10: Menyediakan makanan untuk pasien

(bubur, sayur, dan lauk). Jam 12.15: Melakukan kompres hangat, anjurkan

banyak minum air dan anjurkan memakai pakaian yang tipis. Jam 12.30:

Melakukan pengukuran TTV T: 90/60 mmHg, Sh: 35,4 oc, N: 110 x/m, Rr:

28 x/m. Keluhan: tidak panas,tidak mual, tidak muntah, tidak panas,

keringatan, kembung, makan dan minum membaik. Jam 13.00: Melayani

Injeksi ondancentron 1,5 Mg/ Iv. Hari ketiga, Jam 07.15: mengobservasi

keadaan umum pasien.k/u lemah, TD : 90/50 mmHg, Sh: 38,5 oc , N: 118x/m,

RR: 28 x/m. Keluhan : tidak mual, muntah berkurang, kembung, sakit perut,

makan dan minum sudah membaik, sudah BAB 1x. Jam 07.30: Menyediakan

makanan untuk pasien (bubur, sayur, lauk). Pasien di suap neneknya dan

menghabiskan setengah porsi makan dan setengah gelas air putih. Jam 08.00:
64

melayani minum obat sirup Elkana Cl 1 Cth (PO). Jam 11.30: Melakukan

pemasangan drip Qina 100Mg dalam D5% 100 ml hari ke III. Jam 12.25:

Menyediakan makanan untuk pasien (bubur, sayur, dan lauk). Jam 12.30:

Menganjurkan untuk banyak minum air dan memakai pakaian tipis. Jam

13.00: Melayani Injeksi ondancentron 1,5 Mg/ Iv. Jam 13.15: Melakukan

pengukuran TTV TD : 90/60 mmHg, Sh: 36 oc, N: 100x/m, Rr: 28 x/m, BB:

9,9 Kg. Keluhan: tidak mual, tidak muntah, tidak panas, keringatan, kembung,

makan dan minum membaik. Sedangkan pada klien II, Hari pertama Jam

14.30: Mengobservasi keadaan umum pasien.K/U: Lemah, TTV: T: 90/60

mmHg, Sh: 36,4 oc, N: 118 x/m, RR: 28 x/m. S/T: IVFD D5 ¼ Ns 10

Tpm.Keluhan: Nyeri telan, tidak panas, susah makan dan minum, mual. Jam

16.00: Melayani injeksi cefotaxime 700 mg/ iv.Jam 16.15: Melakukan

pengukuran TTV: Sh: 37,1 oc, N: 110 x/m, Rr 26 x/m.Jam 17.25:Melakukan

pengukuran TTV: Sh: 38 oc, N: 110 x/m, RR: 26 x/m.Jam 17.30: Melayani

Paracetamol Drip 140 mg/ Iv. Jam 18.00: Menyediakan makan untuk pasien

( bubur, sayur, dan lauk). Jam 18.30: Menganjurkan pasien untuk

makan.Pasien di suap ibunya, pasien hanya makan 3 sendok bubur, dan ¼ air

putih. Keluhan: Nyeri telan, mual karena pasien tidak terbiasa makan bubur

cair. Jam 19.00:melayani Nystatin Drops 1 ml/ oral Jam 19.15:

mengobservasi pasien dan melakukan pengukuran TTV:T: 90/60 mmHg, Sh:

37 oc, N: 112 x/m, Rr: 28 x/m. S/T : IVFD D5+ ¼ Ns 10 t/m. Keluhan: nyeri

telan, mual, rasa tidak enak di mulut, susah makan dan minum. Hari kedua

Jam 15.15: Mengobservasi keadaan umum pasien.K/U: Lemah, TTV: T:


65

90/60 mmHg, Sh: 36,6oc, N: 100 x/m, RR: 26 x/m. S/T: IVFD D5 ¼ Ns 10

Tpm.Keluhan: Nyeri telan berkurang, tidak panas, makan dan minum sedikit

membaik, mual. Jam 16.00: Melayani injeksi cefotaxime 700 mg/ iv.Jam

16.10: Melakukan kompres hangat, banyak kinum air dan memakai pakaian

yang tipis. Jam 17.20: Melakukan pengukuran TTV: Sh: 38,8oc, N: 110 x/m,

RR: 26 x/m. Jam 17.25: Melayani Drip paracetamol 10 mg/Iv. Jam 18.00:

Obs TTV suhu : 37,3 0c. Jam 18.10 :Melayani makan minum. Jam

19.10:melayani Nystatin Drops 1 ml/ oral Jam 19:25: mengobservasi pasien

dan melakukan pengukuran TTV: T: 90/60 mmHg, Sh: 36 oc, N: 120 x/m, Rr:

28 x/m S/T : IVFD D5+ ¼ Ns 10 t/m. Keluhan: nyeri telan berkurang, tidak

panas, tidak mual, makan dan minum membaik. Hari ketiga Jam 07.05:

Mengobservasi keadaan umum pasien.K/U: Lemah, TTV: T: 90/60 mmHg,

Sh: 35,6oc, N: 118 x/m, RR: 26 x/m. S/T: IVFD D5 ¼ Ns 10 Tpm. BB : 14

kg.Keluhan: tidak ada keluhan. Jam 07.20: menganjurkan pasien untuk

makan.Pasien makan di suap ibunya, pasien menghabiskan setengah porsi

makan dan setengah gelas air putih. Keluhan: tidak ada. Jam 09.30:

Melakukan Aff infus. Jam 11.00: Pasien pulang.

Menurut doengoes.2000 perencanaan pada klien dengan hipertermi

yaitu Observasi tanda-tanda vital, Pantau suhu tubuh (derajat dan pola),

perhatikan menggigil, Pantau suhu lingkungan, Berikan kompres hangat,

hindari penggunaan alcohol, Berikan selimut pendingin, Kolaborasi pemberian

antipiretik.
66

Menurut penulis, pemberian implementasi yang tepat seperti mengukur

tanda-tanda vital, memberikan kompres hangat dan berkolaborasi untuk

pemberian antipiretik akan sangat membantu pasien dengan diagnosa

keperawatan hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik

4.2.5 Evaluasi

Pada An.N.M evaluasi yang ditemukan pada hari pertama S : Nenek

Klien mengatakan cucunya tidak panas lagi. O : k/u klien tampak lemah, perut

tampak kembung klien masih sering sendawa saat makan, klien tampak

keringatan, akral teraba hangat. Tanda-tanda vital: S : 37.5, N: 100, RR:

28x/m, A : masalah belum teratasi, P : intervensi dilanjutkan. Evaluasi yang

ditemukan pada hari kedua S : nenek klien mengatakan cucunya tidak panas

lagi. O : k/u klien tampak lemah, pucat,perut tampak kembung, keringat, akral

teraba hangat, mukosa bibir kering. Tanda-tanda vital: S : 35,4, N: 110, RR:

28x/m, A: masalah teratasi sebagian, P : intervensi dilanjutkan. Evaluasi yang

ditemukan pada hari ketiga S: nenek klien mengatakan cucunya sudah tidak

panas lagi. O : k/u klien tampak semangat, mukosa bibir lembab.Tanda-tanda

vital: S : 36,0, N: 100x/m, RR: 28x/m, A: masalah teratasi, P : intervensi

dipertahankan. Sedangkan pada An.J.M.K evaluasi yang ditemukan. Hari

pertama S : orang tua klien mengatakan anaknya panas naik turun, nyeri

telan. O : k/u klien tampak lemah, pucat, keringat, akral teraba hangat. Tanda-

tanda vital:S : 37,0 ,N: 112, RR: 28x/m, A : masalah belum teratasi, P :

intervensi dilanjutkan. Evaluasi yang ditemukan pada hari kedua S : orang

tua klien mengatakan anaknya panas naik turun. O : k/u klien tampak lemah,
67

pucat, akral teraba hangat, mukosa bibir kering.Tanda-tanda vital : S : 36,0, N:

120, RR: 28 x/m, A: masalah teratasi sebagian, P : intervensi dilanjutkan.

Evaluasi yang ditemukan pada hari ketiga S : orang tua klien mengatakan

anaknya tidak panas lagi. O: k/u klien tampak semangat, mukosa bibir

lembab.Tanda-tanda vital S : 37,4, N: 108, RR: 33x/m, A : masalah teratasi, P

: intervensi dihentikan klien pulang.

Evaluasi pada tinjauan teori dilakukan pada saat itu juga, namun dalam

prakteknya, evaluasi dilakukan sesuai dengan waktu yang dicapai dalam

tujuan obyektif, waktu yang diperlukan 2 hari maka evaluasi dibuat dalam

bentuk catatan perkembangan (SOAPIE) pada klien I dan II semua masalah

teratasi dan pasien dipulangkan.

Menurut penulis evaluasi yang perlu diperhatikan adalah suhu tubuh

pasien sudah dalam batas normal karena jika suhu tubuh kembali dalam batas

normal maka masalah hipertermi dengan sendirinya akan teratasi.


68

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti

dapat menyimpulkan sebagai berikut:

5.1.2 Pada pengkajian klien I : keluhan yang ditemukan adalah Nenek Klien

mengatakan cucunya panas naik turun, perut kembung, mual, nafsu makan

menurun dan setiap kali cucunya makan selalu sendawa terus menerus.

Riwayat perjalan penyakit Nenek klien mengatakan cucunya panas naik

turun sudah 1 bulan, nafsu makan menurun. Tanda-tanda vital : TD: 90/60

mmHg, Nadi : 120x/m, Respirasi: 32x/m, Suhu:38,0 0C, klien tampak

lemah, berkeringat, pucat, akral teraba hangat dan lembab, mukosa bibir
69

kering. Pada klien II : Orangtua Klien mengatakan anaknya sudah panas 1

minggu,susah makan, mual. Tanda – Tanda Vital : TD : 90/60 mmHg,Nadi

: 112x/m, respirasi: 32x/m, Suhu:38,90C, pucat, akral teraba hangat dan

lembab, mukosa bibir kering.

5.1.2 Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata berdasarkan kondisi

dan respon klien sehingga ada diagnosa keperawatan yang sesuai dengan

tinjauan teoritis. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien I dank

lien II adalah sebagai berikut: Hipertermi berhubungan dengan respon

inflamasi sistemik.

5.1.3 Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan  yang muncul

pada kasus nyata semuanya telah


74dilakukan pada pasien

5.1.4 Implementasi dari diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata

telah dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan dan respon

dari pasien.

5.1.5 Evaluasi dari diagnosa keperawatan yang diprioritaskan ada masalah

keperawatan yang teratasi.

5.2 SARAN

5.2.1 Bagi institusi pendidikan

Memberi gambaran tentang kemampuan peserta didik dalam

menerapakan teori dan kemampuan menganalisa peserta didik dalam

melaksanakan pada klien dengan Diagnosa Malaria Falsifarum.

5.1.2 Bagi rumah sakit


70

Dapat dijadikan sebagai pedoman bagi bidang keperawatan khususnya di

ruang anak dalam mengembangkan ilmu keperawatan dimasa yang akan

datang, serta meningkatkan penerapan asuhan keperawatan pada klien

dengan malaria .

5.1.3 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan pada

kliendengan Malaria Falcifarum yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilyna. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta : EGC
Harijanto P. N . 2009. Malaria Dari Molekuler Ke Klinis : Edisi 2. Jakarta: EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: EGC
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Praktik. Jakarta:
Salemba Medika
Nurarif H & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose
Medis Dan Nanda Nic- Noc. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta: EGC
Taylor dan Ralph. 2011. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan, Edisi 10.
Jakarta: EGC
71

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epdemiologi, Penularan, Pencegahan Dan


Pemberantasnya. Jakarta: Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai