Referat Radiologi THT Karawang
Referat Radiologi THT Karawang
PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
CT dan MRI saat ini sudah menjadi salah satu metode pencitraan radiologi untuk
sebagian besar penyakit pada telinga dan bila ada kerusakan pada tulang temporal. Pada
penyakit pengikisan tulang, seperti otitis media kronik dengan kolesteatom, CT dengan
pengaturan jendela tertentu akan memberikan sumber informasi yang akurat. Dengan
pemeriksaan ini dapat dinilai besar dan perluasan suatu lesi besar yang berasal dari tulang
2
temporal atau yang merupakan perluasan dari lesi-lesi struktur sekitar tulang temporal ke arah
tulang temporal.
Proyeksi radiologi yang biasa digunakan adalah :
1 Proyeksi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Pada posisi ini
perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak dengan lebih
jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius
eksterna.
Proyeksi ini menampakkan beberapa kelainan pada processus mastoideus.
kedua sisi diperiksa sebagai perbandingan.
- Persiapan Alat
• Pesawat Sinar-X
• Kaset dan Film 18 x 24
• Marker
• Lysolm
• Gonad shield
- Persiapan Pasien: Instruksikan pasien untuk melepaskan benda-benda logam pada
daerah kepala
- Posisi Pasien: Semiprone
- Posisi Obyek
• Atur MSP (Mid sagital plane) sejajar dengan meja/permukaan bucky
• Atur interpupilary line tegak lurus terhadap meja/permukaan bucky
• Lipat daun telinga yang terdekat dengan film
• Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting
3
- Central Ray: 25 derajat ke Caudal
- Central Point: 1½ (4 cm) inci superior dan 1½ (4 cm) posterior MAE
- FFD (focus film distance) : 40 inci (100 cm)
- Tahan nafas saat eksposi
- Struktur yang ditampakkan : Tampak Os mastoid yang dekat dengan kaset
Kriteria Gambaran
Tampak bagian os mastoid dan sebagian os petrosum dipertengahan film
Mastoid air cells tampak di bagian posterior petrous ridge
TMJ tampak di bagian anterior petrous ridge
Bagian mastoid dan petrossum yang tidak diperiksa terproyeksi di bagian
inferior
Tampak marker R/L di tepi film
4
o CP : 3 inchi (7,5 cm) diatas superciliary arch, menuju setinggi 1 inci (2,5cm)
anterior tepi bawah MAE.
o FFD : 40 inchi (100cm)
o Alternatif Owen modification :
pada proyeksi ini rotasi kepala berkisar antara 30-40 derajat dari sisi
lateral dan CR berkisar 30-40 derajat ke caudad.
5
2.2.1 Kelainan pada tulang temporal dan mastoid
MASTOIDITIS AKUT2
Pembuatan foto radiologic untuk mestoiditis akut biasanya digunakan posisi
Schuller atau Owen, sedangkan Chausse III digunakan untuk memeriksa telinga tengah.
Gambaran radiologic mastoiditis akut bergantung pada lamanya proses inflamasi dan
proses pneumatisasi tulang temporal. Mastoiditis dini mastoiditis akut adalah berupa
perselubungan ruang telinga tengah dan sel udara mastoid, dan bila proses inflamasi
terus berlanjut akan terjadi perselubungan difus pada kedua daerah tersebut.
MASTOIDITIS KRONIS 2
Gambaran perselubungan tak homogen di daerah antrum mastoid dan sel udara
mastoid. Proses inflamasi pada mastoid menyebabkan penebalan struktur trabekulasi
diikuti demineralisasi trabekulae. Pada inflamasi yang berlangsung terus dapat terjadi
obliterasi sel udara mastoid dan mastoid sklerotik. Gambaran perselubungan lain (sel
udara mastoid yang terisi jaringan granulasi).
6
KOLESTEATOMA
Kolesteatoma adalah kista epitelia yang berisi deskuamasi epitel
(keratin).Deskuamasi terbentuk terus menerus, menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar. Kolesteatoma juga disebut sebagai epitel kulit di tempat yang salah
atau epitel kulit yang terperangkap.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang
paling sering adalah Pseudomonas Aeruginosa.Bila terjadi infeksi, pembesaran
kolesteatoma menjadi lebih cepat sehingga menekan dan mendesak organ disekitarnya,
menyebabkan nekrosis tulang. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Pada kolesteatoma yang menyebar kearah mastoid akan menyebabkan destruksi
struktur trabekulae mastoid dan pembentukan kavitas besar yang berselubung dengan
dinding yang licin. Kolesteatoma yang meluas ke sel udara mastoid tanpa merusak
trabekulasi tulang membentuk gambaran perselubungan pada sel udara mastoid dan
sulit dibedakan dari mastoiditis biasa.
FRAKTUR OS TEMPORAL2
Fraktur os temporal merupakan diskontinuitas tulang temporal, biasanya akibat
trauma tumpul kepala.Foto polos kepala dapat menunjukkan opasitas pada ruang
mastoid udara intrakranial dan gambaran lusen pada garis fraktur, namun garis fraktur
ini biasanya jarang terlihat. CT Scan dengan potongan tipis ( 1mm ) menunjukkan
gambaran lusen melalui apeks os petrosa.
Fraktur longitudinal berjalan parallel dengan aksis panjang tulang petrosus.Perlu
diperhatikan keterlibatan telinga tengah, kanalis karotikus, labirintus osesus, dan
7
kanalis auditoris eksternus.Fraktur transversal membentuk sudut dengan aksis panjang
os petrosus, perlu diperhatikan keterlibatan struktur telinga dalam dan nervus fasialis.
Pada pasien-pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya
sinusitis, antara lain pilek kronik, nyeri kepala, nyeri kepala satu sisi, nafas berbau, atau
kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya mukokel, pembentukan cairan dalam
sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus paranasal, diperlukan informasi mengenai
keadaan sinus tersebut. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus
paranasal dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih
dini.
8
Patologi yang sering terjadi sehingga dilakukkannya pemeriksaan radiograf sinus
paranasal adalah Ssinusitis, osteomalitis dan sinus polip
c. Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi sinus paranasal antara lain
melepaskan benda-benda logam,plastik atau benda lain yang terdapat dikepala. Pengambilan
radiograf dengan pasien berdiri atau tiduran.
9
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus frontal dan sinus
ethimoid tampak secara lateral
10
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal, sejajar dengan kaset
(2) Titik bidik keluar nasion
(3) Minimum SID 100 cm
d) Kolimasi
Pada semua rongga sinus
e) Pernafasan
Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus frontal diatas sutura frontonasal, cairan anterior etmoid
tergambarkan secara lateral terhadap tulang nasal langsung dibawah sinus frontal.
11
3) Proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth)
Tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth) adalah
untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi
parietoacanthial (waters method close mouth):
a) Posisi pasien
Atur pasien dalam posisi erect
b) Posisi objek:
(1) Ekstensikan leher, letakkan dagu dan hidung pada permukaan kaset.
(2) Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset, sehingga OML akan
membentuk sudut 370 dari kaset.
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan kaset keluar dari acanthion
(2) Minimum SID 100 cm
d) Kolimasi
Pada semua rongga sinus
e) Pernafasan
Pasien tahan nafas selama eskpos berlangsung
Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus alveolar
dan petrous ridges.Inferior orbital rim tampak Sinus frontal tampak oblique
12
Gambar 12b. Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth
13
f) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus alveolar
dan petrous ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal tampak oblique dan tampak
sinus spenoid dengan membuka mulut
14
(1) Arah sinar tegak lurus IOML
(2) Titik bidik jatuh di pertengahan sudut mandibular
(3) Minimum SID 100 cm
d) Kolimasi
Pada semua rongga sinus
e) Pernafasan
Pasien tahan nafas selama eksposi berlngsung
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus sphenoid, ethmoid, maksillaris dan fossa nasal
15
3) Foto Rhese
Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid, kanalis
optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.
16
Untuk mengevaluasi sinus paranasal cukup melakukan pemeriksaan foto kepala posisi
AP/ PA, lateral dan waters. Bila dari foto di atas belum dapat ditentukan atau belum didapat
informasi yang lengkap, baru dilakukan dengan posisi yang lain.
Pemeriksaan Tomogram.
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan multidirection
tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram penggunaannya agak
tergeser.Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu
tehnik yang terbaik untuk menyajikan fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan
pemeriksaan aksial dan coronal CT-Scan.Pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada
kepala dengan posisi AP atau Waters.
17
Gambar 17b. CT-scan potongan aksial
Irisan melalui bidang IOM dapat menyajikan anatomi paranasalis dengan baik dan
gampang dibandingkan dengan atlas standar cross section.Dapat juga mempelajari nervus
optikus dan mengevaluasi orbita.Bidang IOM berjalan sejajar dengan paltum durum,
sebagian dasar orbita, sebagian besar dasr fossa kranialis anterior (dasar sinus nasalis, sinus-
sinus etmoidalis, dan orbita).Dalam hal ini gampang sekali membandingkan sisi kanan dan
sisi kiri.Pada irisan ini dapat memperlihatkan volum, penyakit/kelainan jaringan lunak
diantara tulang-tulang atau erosi yang kecil.
Sinusitis2
Dapat dilihat dengan proyeksi AP, lateral dan waters, berupa:
- Perselubungan semi opak homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus
paranasal akibat penebalan mukosa dan submukosa.
- Penebalan mukosa (tebal > 5 mm)
- Air fluid level (kadang-kadang)
- Penebalan dinding sinus dengan gambran sklerotik (kronik)
- Unilateral dengan fluid air level terbatas di satu sinus pada sinusitis bakterial.
- Bilateral simetris dan mengenai banyak sinus (sinusitis alergika)
18
Pada sinusitis, mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling sering
adalah sinus maksilaris, sedangkan pada sinusitis kronik juga terdapat penebalan dinding
sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Pada foto
polos tidak dapat membedakan keduanya, dimana yang tampak hanya penebalan dinding
sinus. Tetapi CT-scan dengan penyuntikan kontras daat membedakan keduanya, dimana
apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhance
biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.
19
dimana tulang nasal tertekan kedalam dan perselubungan pada sinus etmoidalis.
Pemeriksaann CT-Scan khususnya irisan koronal, dapat memperlihatkan secara tepat
kolap sinus etmoid.
fraktur trimalar, sering terjadi pada olah raga tinju dimana terdapat pukulan keras pada
tulang zigomatikus. Fraktur dapat ditegakkan dengan pemotretan posisi Water dan
pemeriksaan CT-Scan.
fraktur Le Fort, fraktur komplek tulang-tulang muka yang sering terlihat pada
kecelakaan. Pemeriksaan foto polos muka dan CT-Scan dapat memperlihatkan luasnya
daerah yang terkena, dan tulang-tulang apa saja yang fraktur.
20
dipalpasi. MRI dan CT keduanya dapat memberikan informasi akurat mengenai
tingkat/level dari tumor larink ini, terutama ukuran tumor atau kanker. 5
Untuk proses pencitraannya sendiri, CT dapat dengan mudah memperoleh data hanya
dengan waktu kurang dari 10 detik, sehingga menghindari kesalahan yang diakibatkan
oleh gerak pasien. Sedangkan larink sangat sulit untuk dicitra dengan MRI karena adanya
“motion artifac” akibat denyut nadi pasien. 5
21
mengetahui adanya node “titik” abnormal; CT dengan slicing yang tipis sangat cocok dipakai
pada pelebaran extravaskular. Digital substriction angiography dan conventinal
superselective angiography merupakan peralatan diagnostik pada hemangioma, arterivenous
malformations, dan parangangliomas. CT adalah peralatan yang paling penting untuk
mendiagnosa masa leher karena alat tersebut secara efektif dapat membedakan/menentukan
tumor utama dan node-node tertentu. 5
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24