TM Agama Kehidupan Beragama Dilingkungan Keluarga PDF Free
TM Agama Kehidupan Beragama Dilingkungan Keluarga PDF Free
NPM : 160810058
Prodi : Akuntansi
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Buddha dengan
tema pembahasan mengenai “Pelaksanaan Agama Buddha Dalam
Kehidupan Sehari Hari Dalam Keluarga” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala dapat teratasi.
Akhir saya menyadari tulisan ini memiliki banyak kekurangan, karena itu
sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi
perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat tulisan ini sebagai
referensi.
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
(Semoga Semua Makhluk Bahagia)
Irvon Anggraini
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan....................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 19
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai
lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk
lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Di Indonesia, pendidikan agama mempunyai tujuan kedua-
duanya. Selain untuk menciptakan manusia-manusia berilmu
pengetahuan dan menumbuhkan kohesi sosial, artinya mewujudkan
keseimbangan kehidupan di tengah masyarakat, pendidikan agama di
Indonesia juga untuk membentuk manusia yang shaleh. Pendidikan
Agama di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam
membentuk karakter siswa disamping menumbuhkan keterampilan
ilmu pengetahuan. Itulah yang membedakan fungsi dan tujuan
pendidikan agama di Indonesia dengan negara-negara lain di Timur
Tengah, Eropa, dan Amerika.
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dimana anak
berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, karena sebagian
besar kehidupan atau aktifitas anak dilakukan didalam keluarga,
sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam
keluarga dan disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga
orang tua berperan besar sebagai pendidikan bagi anak-anaknya.
Proses pembentukan tingkah laku atau kepribadian ini hendaklah di
mulai dari masa kanak-kanak, karena masa ini termasuk masa yang
sangat sensitive bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara
berpikir dan sosislisasi anak. Di dalamnya terjadi proses pembentukan
jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya.
Sering kali anak remaja kontradiksi dengan orang-orang disekitarnya,
seperti enggan bekerja sama, membantah dan menentang.
Di sini peran serta orang tua adalah harus memberikan
perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan
mempersiapkannya untuk menjadi insane yang handal dan aktif di
masyarakatnya kelak.Dalam hal ini,keluarga sebagai peletak dasar
bagi perkembangan pribadi anak yang pertama dansebagai tempat
utama anak mengenal.Kehidupannya sangat berperan dalam
2
pembentukan kepribadian anak.Kepribadaian orang tua memberi
pengaruh yang besar terhadap terbentuknyakepribadian anak, sebab
segala tingkah laku orang tua mempengaruhi anak. Olehkarena itu,
para orang tua harus menyadari, bahwa kepribadian muslim anak
hanya dapat dibentuk melalui pendidikan akhlak.
1.3 TUJUAN
Pendidikan agama Buddha bertujuan agar :
a. Agar lebih mengenal maksud daripada Agama dalam segala
lingkungan terutama dalam lingkungan keluarga.
b. Dapat mengembangkan keyakinan (Saddha) kepada Sang Trirtna
Buddha,Dhamma, dan Sangha, Para Bhodhisattva dan Mahasatva.
c. Mengembangkan manusia Indonesia yang memahami,
menghayati, dan mengamalkan/menerapkan dharma sesuai
dengan ajaran Buddha yang terkandung dalam kitab suci
tripitaka sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab sesuai
dengan prinsip
dharma dalam kehidupan sehari-hari.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
agama yang tidak meresap ke dalam kebudayaannya tak akan dapat
bertahan, agama itu hanya akan menjadi filsafat kering dan
menghilangkan beberapa waktu kemudian. Toleransi adalah hal utama
dalam ajaran-ajaran Sang Buddha. Jika seserang tidak dapat
menerima pelaksanaan-pelaksanaan budaya tertentu, ia setidak-
tidaknya harus membiarkan pelaksanaan-pelaksanaan tersebut. Dalam
pada itu, seseorang harus meneliti makna dan arti yang mendasari
pelaksanaan tersebut daripada ia mengeluarkan kata-kata yang
gegabah dan tidak pada tempatnya.
Pengembangan batin adalah segi terpenting dari agama.
Untuk mencapai perkembangan batin ini, kita harus memulai dengan
menumbuhkan dasar moral yang kuat sehingga kita mempunyai dasar
yang teguh, dan dengan mengerti ajaran-ajaran Sang Buddha, kita
dapat memperoleh inspirasi batin yang diperlukan. Rasa terima kasih
dan penghormatan kita tertuju kepada Sang Guru Agung, Ajaran-
ajaranNya dan Sangha tidak boleh dilupakan. Dengan demikian kita
mempunyai tiga objek suci, Buddha, Dhamma dan Sangha, yang
dalam bahasa Buddhis biasa kita sebut Tiratana yang harus kita
hormati. Pencapaian pengembangan batin dan penghormatan pada
Sang Tiratana adalah jalan yang dapat membawa kita kepada
kehidupan yang benar menuju kedamaian, kebahagiaan dan
keselamatan akhir. Inilah tujuan setiap umat Buddha.
5
mereka yang mampu, suatu bentuk perbuatan jasa yang lebih patut
dipuji adalah berdana kepada yayasan keagamaan atau panti derma
guna menghormati orang yang telah meninggal duniai atau
menerbitkan buku-buku keagamaan untuk dibagikan pada masyarakat
untuk memberi penerangan mengenai ajaran Sang Buddha nan
agung.
Pemberkatan Rumah
Menempati suatu rumah baru atau pindah dari suatu rumah ke
rumah lainnya sering diikuti dengan sesuatu bentuk peringatan atau
upacara selamatan. Adalah suatu tradisi Buddhis bagi keluarga yang
bersangkutan untuk mengundang para bhikkhu untuk memberikan
berkah demi kedamaian, kesejahteraan dan keselarasan rumah
tangga itu.
6
melanggar azas-azas pokok Buddhis, namun harus ditarik suatu
perbedaan terhadap kenyataan bahwa perayaan-perayaan yang
demikian sifatnya tidaklah mernbantu dalam kemajuan batin kita
kecuali untuk kemajuan duniawi. Hal-hal itu harus dengan jelas
dibedakan dari Buddha Dhamma sendiri. Oleh karena itu kita jangan
memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan menurut adat atau tradisi ini
sebagai kebiasaan-kebiasaan agama Buddha. Menurut ajaran-ajaran
Sang Buddha cara yang tepat untuk mengenang atau menghormati
dewa-dewa ini adalah melalui pemindahan jasa-jasa dengan jalan
melaksanakan perbuatan-perbuatan berjasa dan memancarkan cinta
kasih (Metta) kita kepada mereka melalui meditasi.
7
Sakit
Pemberkahan seperti itu dapat menanamkan pengaruh
spiritual dan kejiwaan pada si pasien sehingga mempercepat
penyembuhannya. Khususnya bila penyakit itu kebetulan
berhubungan dengan sikap batin si sakit, suatu pelayanan spiritual
oleh seorang bhikkhu akan sangat menolong. Dalam hal terdapat
kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh pengaruh buruk
dari luar atau "roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian Pemberkahan
dapat menjadi obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai umat Buddha
yang mengerti, kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau
khayalan keliru bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita.
Pemakaman
Bertentangan dengan kepercayaan popular dalam
masyarakat, upacara pemakaman Tionghoa yang sangat ramai, rumit
dan kadang-kadang menyolok yang menelan biaya jutaan rupiah dan
sering dikatakan sebagai kebiasaan normal bagi umat Buddha
sebenarnya sama sekali bukanlah pelaksanaan Buddhis. Kebiasaan-
kebiasaan itu hanya merupakan pengabdian adat istiadat dan tradisi
kuno yang berasal dari generasi lampau. Meskipun agama Buddha
tidak berkeberatan terhadap penerusan pelaksanaan itu, sepanjang
praktik-praktik itu tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha,
8
bunga-bunga dan pembakaran hio dan lilin adalah kebiasaan normal
dan dapat diterima.
Penguburan
Banyak umat Buddha mempersoalkan apakah seorang yang
meninggal dunia harus dikubur atau diperabukan. Buddha Dhamma
bersikap lunak dalam persoalan ini. Tidak ada aturan yang keras dan
ketat, meskipun di beberapa negara Buddhis perabuan merupakan
kebiasaan yang lazim. Pilihan atas sesuatu cara pada dasarnya
tergantung pada "permintaan terakhir" dari orang yang meninggal
dunia atau atas kebijaksanaan keluarga terdekat.
Pengaturan Abu
Pertanyaan sering diajukan tentang apakah yang harus
dilakukan terhadap abu jenazah yang telah diperabukan. Tidak ada
aturan yang keras dan ketat tentang pengaturannya. Abu itu dapat
disimpan dalam sebuah guci dan diletakkan dalam suatu pagoda yang
khusus didirikan dalam sebuah wihara untuk maksud itu atau dapat
disimpan di mana saja menurut kehendak keluarga terdekat. Pada
umumnya, setelah kebaktian singkat abu jenazah ditaburkan ke dalam
laut atau sungai.
9
pada upacara-upacara kita melihat karangan-karangan bunga bernilai
ratusan ribu rupiah bertumpuk-tumpuk diatas makam, yang hanya
dibersihkan sebagai sampah dalam satu atau dua hari berikutnya.
Untuk menghindari pemborosan seperti ini, suatu kebiasaan yang
lebih dapat diterima dan lebih layak telah disetujui oleh orang-orang
masa kini yang lebih mengerti.
Upacara Peringatan
Penyelenggaraan upacara keagamaan untuk peringatan di
wihara atau di rumah merupakan suatu bentuk lain untuk menghormati
orang yang meninggal dunia. Ini dapat diikuti dengan perbuatan jasa
yang lain dengan memberikan dana kepada bhikkhu-bhikkhu dan
orang-orang miskin. Penyelenggaraan upacara peringatan biasanya
dilakukan pada hari ketujuh setelah seseorang meninggal dunia dan
juga pada bulan ketiga atau hari keseratusnya. Selanjutnya upacara
itu dapat dilakukan pada hari peringatan tanggal kematiannya.
1
orang tua sangatlah taat pada agama, dan mereka mengajarkan
agama pada anaknya secara terus menerus dan selalu memberikan
contoh yang baik pada anaknya. Dan pada suatu keluarga yang lain si
orang tua tidak terlalu peduli pada ajaran agamanya sehingga
pengajaran untuk anaknya pun menjadi terbengkalai. Dari contoh
tersebut kita akan mengetahui hasil dari ajaran orang tua masing-
masing, dilihat dari perilaku si anak di lingkungannya. Pastinya akan
terdapat suatu perbedaan yang sangat mencolok. Untuk mengetahui
akibat yang ditimbulkan dengan pentingnya suatu pengajaran agama
dalam keluarga bagi kehidupan lingkungannya.
1
BAB III
PEMBAHASAN
1
serta tanpa ada perasaan bermusuhan dan iri hati, agar mahluk lain dapat
hidup dengan tenang, damai dan bahagia.
Panna atau kebijaksanan adalah sebagai hasil dari pengalaman,
penalaran, dari pengetahuan pribadi.Secara ideal, yang dimaksudkan
dengan panna adalah pengertian benar dari penembusan tentang anicca
(ketidak kekalan), dukkha (sulit mempertahankan sesuatu karena sesuatu
itu tidak kekal), dan anatta (tanpa inti atau jiwa yang
kekal) sampai mencapai penerangan sempurna.
Tugas seorang ibu adalah mengasihi, memperhatikan, dan
melindungi anaknya, sekali pun dengan akibat-akibat yang sangat buruk.
Umat Buddha mengikuti ajaran bahwa orang tua mesti memberi perhatian
kepada anaknya seperti bumi mengasihi semua tanaman dan binatang.
1
Kewajiban orang tua adalah untuk menyejahterakan anaknya.
Sesungguhnya orang tua yang penuh tanggung-jawab dan kasih sayang
akan memikul tanggung jawab dengan senang hati. Memimpin anak ke
jalan yang benar, orang tua pertama-tama memberi contoh dengan
menjalankan hidup yang benar. Tidak mungkin mengharapkan anak yang
baik namun orang tua tak bermartabat. Di samping hasil karma dari
kehidupan masa lampau yang dibawa oleh seorang anak, mereka juga
akan mewarisi sifat-sifat baik dan jelek dari orang tuanya. Orang tua yang
bertanggung-jawab selayaknya membuat pencegahan dimana dibutuhkan
untuk tidak menularkan hal-hal yang tidak diinginkan kepada
keturunannya.
1
(atheis) mungkin saja memiliki kepribadian yang matang walaupun ia tidak
memiliki kesadaran beragama.
Kepribadian yang menyakut salah tafsir dan jenis kelamin, bagi
seorang yang mempunyai kepribadian introvert, maka kegagalan dalam
mendapatkan pertolongan tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan
sifat tuhan yang maha asih dan penyayang. Perbedaan jenis kelamin dan
kematangan merupakan pula factor yang menentuhkan dalam keraguan
agama. Wanita yang lebih matang dalam perkembangan nya lebih cepat
menunjukan keraguan keraguan dari pad remaja pria, tetapai sebaliknya
dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putriu lebih kecil jumlahnya,
disamping itu keraguan wanita bersifat alami dan pria bersifat intelek.
Keadaan jiwa remaja yang demikian itu nampak pula dalam dalam
kehidupan agama yang mudah goyah, timbul kebimbangan, kerisauaan
dan konflik batin. Di samping itu remaja mulai menemukan pengalaman
dan penghayatan yang bersifat indiividual dan sukar digambarkan kepada
orang lain seperti dalam pertobatan. Kepercayaannya mulai otonom,
hubungannya dengan tuhan makin disertai kesadaran dan kegiatannya
dalam bermasyarakat makin diwaranai oleh rasa keagamaan.
1
pribadi dan hati nuraninya mengalami pembaruan, restrukturalisasi dan
pematangan. Walaupun moral dan agama tidaklah identik, tapi keduanya
berhubungan erat.
1
tanggung jawab pribadi untuk perasaan dan pikiran kita, serta kepedulian
bahwa kita bukanlah reaktor melainkan interaktor atas kejadian dan
orang-orang dalam kehidupan kita.
1
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Rumah adalah sekolah pertama, dan orang tua sebagai guru yang
pertama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru di rumah; guru adalah
orang tua di sekolah. Baik orang tua maupun guru bertanggung-jawab
atas masa depan yang baik bagi anak-anak, yang akan menjadi
sebagaimana mereka dibentuk. Melalui pengembangan batin yang
berdasarkan kebijaksanaan, perilaku moral (sila), konsentrasi, dan belas
kasih. Menyadari betapa pentingnya keterkaitan antara manusia dengan
lingkungan secara luas, sehingga manusia tidak dapat hidup sendiri.
Menjaga keseimbangan antara dunia kecil (diri manusia) dan dunia besar
(lingkungan yang luas).
1
DAFTAR PUSTAKA