Anda di halaman 1dari 33

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

ASMA BRONKHIAL

OLEH :

MUKHLIS, AMK

63080200271

PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIAL

A. Konsep Dasar Asma


1. Definisi Asma Bronkhial
Asma adalah penyakit saluran napas dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran napas dengan derajat yang bervariasi.
Gejala klinis asma dapat berupa batuk, terdengar suara napas wheezing, sesak napas, dada
terasa seperti tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus. (IDAI, 2015).

Menurut (GINA) Global Initiative for Asthma (2018) asma merupakan penyakit
heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas kronis diikuti dengan
gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan dengan keterbatasan aliran udara saat
ekspirasi.

Gambar 1.1
2. Etiologi dan Faktor Risiko Asma

GINA (2012) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya asma dibagi
menjadi faktor yang menyebabkan perkembangan asma dan faktor yang memicu
gejala asma.

a. Faktor host

1) Genetik

Studi keluarga dan analisis asosiasi kontrol kasus telah mengidentifikasi


sejumlah kromosom yang berkaitan dengan kerentanan asma. Kecenderungan untuk
menghasilkan kadar serum IgE total yang meningkat bersamaan dengan 10
terjadinya hiperresponsif jalan napas merupakan salah satu contoh penyebab
terjadinya asma yang disebabkan oleh faktor genetik.

2) Obesitas

Asma cenderung banyak ditemukan pada orang obesitas dengan BMI > 30
kg/m2 dan sulit untuk dikontrol. Efek obesitas pada mekanisme paru
berpengaruh pada jalan napas sehingga mengakibatkan penurunan fungsi paru,
dalam hal ini pasien obesitas memiliki pengurangan volume cadangan respirasi
dan pola napas yang berpengaruh terhadap elastisitas otot polos dan fungsi saluran
napas lainnya.

3) Jenis kelamin

Pada usia anak-anak yaitu sebelum usia 14 tahun, jenis kelamin laki-laki lebih
berisiko mengalami asma dibandingkan dengan perempuan, hal tesebut dikarenakan
ukuran paru-paru pada laki-laki ketika lahir lebih kecil dibandingkan perempuan.
Akan tetapi, ukuran paru-paru pada laki-laki ketika dewasa lebih besar
dibandingkan perempuan, sehingga beberapa penelitian menyebutkan di usia
dewasa perempuan cenderung lebih berisiko mengalami asma dibandingkan laki-
laki.

b. Faktor lingkungan

1) Alergen

Alergen dapat menyebabkan kekambuhan pada penyakit asma. Jenis


alergen dibagi menjadi dua, yaitu alergen indoor dan alergen outdoor. Alergen
indoor
merupakan alergi sebagai faktor pencetus asma yang didapatkan dari dalam ruangan,
seperti debu rumah, bulu pada binatang (anjing, kucing, dan hewan pengerat), alergen
pada kecoak dan jamur (alternaria, aspergilus, caldosporium, dan candida), sedangkan
alergen outdoor merupakan alergen yang didapatkan dari luar ruangan, seperti serbuk
pada pohon, gulma, rumput, jamur, dsb.

2) Infeksi

Sejumlah virus berkaitan dengan fenotif asma muncul sejak masa bayi.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan parainfluenza virus menghasilkan pola gejala
bronkiolitis yang mirip dengan gejala asma pada anak. Hipotesis terkait kebersihan
menunjukkan bahwa paparan infeksi di awal kehidupan perkembangan anak
juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang berkaitan dengan terjadinya asma
pada anak.

3) Asap rokok

Asap rokok pada perokok aktif maupun pasif menyebabkan terjadinya


percepatan penurunan fungsi paru, meningkatkan keparahan asma,
glukokortikosteroid sistemik, mengakibatkan penderita asma kurang responsif
terhadap pengobatan yang diberikan sehingga mengakibatkan rendahnya
kemungkinan dapat terkontrolnya suatu penyakit asma pada pederita.

4) Makanan

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bayi yang diberikan susu sapi maupun
susu protein kedelai memiliki insiden lebih tinggi mengalami mengi dibandingkan
dengan bayi yang diberikan ASI. Peningkatan penggunaan makanan olahan
yang mengandung pewarna, pengawet, mengandung lemah jenuh berkontribusi dalam
peningkatan gejala munculnya penyakit asma.

3. Tanda dan Gejala Asma


Gejala klinis yang muncul pada penderita asma adalah sebagai berikut, (Riyadi, 2009) :
a. Sesak napas
Sesak napas yang dialami oleh penderita asma terjadi setelah berpaparan
dengan bahan alergen dan menerap beberapa saat.
b. Batuk
Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran pernapasan
untuk mengurangi penumpukan mukus yang berlebihan pada saluran pernapasan dan
partikel asing melalui gerakan silia mukus yang ritmik keluar. Batuk yang terjadi pada
penderita asma sering bersifat produktif.
c. Suara napas wheezing/ mengi
Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang bergelombang yang dihasilkan
dari tekanan aliran udara yang melewati mukosa bronkus yang mengalami
pembengkakan tidak merata. Wheezing pada penderita asma akan terdengar pada saat
ekspirasi.
d. Pucat
Pucat pada penderita asma sangat tergantung pada tingkat penyempitan bronkus.
Pada penyempitan yang luas penderita dapat mengalami sianosis karena kadar
karbondioksida yang ada lebih tinggi daripada kadar oksigen jaringan.
e. Lemah
Oksigen di dalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan digunakan
untuk proses metabolisme sel termasuk pembentukan energi yang bersifat aerobic
seperti glikolisis, jika jumlah oksigen berkurang maka proses pembentukan
energi secara metabolik juga menurun sehingga penderita mengeluh lemah.
4. Klasifikasi Asma

Tabel 1
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

Gina, (2012).

5. Patofisiologi Asma
Patofisiologi asma pada anak menurut IDAI (2015), adalah sebagi berikut :
a. Obstruksi saluran napas
Inflamasi saluran napas pada pasien asma merupakan hal yang mendasari
terjadinya gangguan fungsi paru. Obstruksi saluran napas menyebabkan keterbatasan
aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan maupun setelah pengobatan.
Perubahan fungsional yang terjadi berhubungan dengan gejala khas pada asma, yaitu
batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran napas terhadap
berbagai
rangsangan. Gejala batuk disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
napas oleh mediator inflamasi.
Pada anak, batuk berulang dapat menjadi salah satu gejala asma yang sering
ditemukan. Penyempitan saluran jalan napas pada asma dipengaruhi oleh banyak
faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkus yang diperkuat oleh
adanya pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamin,
triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari
saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot
polos saluran napas diperkuat oleh adanya penebalan dinding saluran napas akibat
edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi
kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding
saluran napas. Selain itu, hambatan saluran napas juga bertambah akibat produksi
sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa,
protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular bronkus, dan debris selular.
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada bronkus
(airway remodeling) terjadi pada saluran napas. Inflamasi dicetuskan oleh berbagai
faktor, termasuk alergen, virus, aktivitas fisik, dan lain sebagainya yang menimbulkan
respons hiperreaktivitas pada saluran napas penderita asma.
b. Hiperreaktivitas saluran napas
Penyempitan saluran napas secara berlebihan merupakan patofisiologi yang
secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui secara
jelas. Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot polos saluran
napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder, yang menyebabkan
perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran napas terutama daerah
peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran napas selama kontraksi
otot
polos.
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis diperiksa dengan memberikan stimulus
aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara progresif, kemudian
perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1) diukur. Provokasi/stimulus lain seperti latihan
fisis, hiperventilasi, udara kering, aerosol garam hipertonik, dan adenosin tidak
memunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan metakolin)
tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung serabut saraf, atau sel-
sel lain pada saluran napas. Dikatakan hiperreaktif bila dengan cara pemberian
histamin
didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg% (IDAI,
2015).
6. Pathway Asma Bronkhial

Pencetus serangan (allergen,


emosi/stress, obat-obatan, dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibody

Dikeluarkannya substansi vasoaktif


(histamine, bradikinin, dan anafilatoksin)

Kontraksi Otot Polos ↑ Permebilitas Kapiler Sekreisi mucus ↑

Bronkospasme  Kontraksi otot polos Produksi mucus


 Edema mikosa bertambah
 hipersekresi

Obstruksi saluran nafas


Bersihan jalan nafas Ketidakseimbangan
tidak efektif nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(resiko/aktual)

Hipoventilasi

DIstribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah paru-paru

Kerusakan pertukaran
gas

Hipoksemia
Hiperkapnea

Gambar 2.1 Skema 1. Pathway Asma Bronkial


7. Gambaran Klinis Asma
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala lainnya
dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri
tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut
dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial,
beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh
adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas,
obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada
pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja
atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan. (Nurarif & kusuma, 2015).

8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan yang meninngkat, penggunaan
otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
(Muttaqin, 2008)
B1 (Breathing)
Inspeksi pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan,
serta penggunaan otot bantu pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat poster bentuk
dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antreoposterior, retraksi otot-otot
interkostalis, sifat dan irama pernafasan, dan frekuensi pernafasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler ynag meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama, wheezing pada akhir
ekspirasi
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT
B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperukan pemeriksaan
GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien aopakah compos mentis, somnolen, atau
koma.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengigat hal
tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien
meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada
klien dengan sesak nafas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutri
si, hal ini karna terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami
klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda –tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan
yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, mengelupas, atau
bersisik, perdarahan pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis.
Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang
bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta
berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji juga tentang aktifitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas
lainnyaaktifitas fisik juhga dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan
excercise induced asma. (Muttaqin, 2008)
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkkatan FEV atau FVC sebenyak lebih dari 20 % menunjukkan
diagnosis asma
Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunah FEV sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna
bila menimbulkaan penurunan PEFR10% atau lebih.
Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukka antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
Pemeriksaan laboraturium
1. Analisa Gas Darah (AGD/Atrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdappat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
2. Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang meyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelupuk sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudiandiikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrensik, sedangkan hitug sel eosinofil normal
antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15000/mm3 terjadi karena infeksi.
SGOT dan SGPT menigkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea. (Muttaqin, 2008)
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan asanya proses
patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
etelektasis, dan lain-lain (Muttaqin, 2008).
10. Penatalaksanaan Asma
Menurut Kemenkes, (2008) pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi penatalaksanaan saat serangan asma dan penatalaksanaan asma jangka
panjang.
a. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan
apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan
harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan
berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya
pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan
cepat. Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
1) Bronkodilator (ß2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
2) Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 32 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan
secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin
oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari.
Pada serangan sedang diberikan B2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada
dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau
drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV.
Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV Pada serangan berat
pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan M, 32 agonis kerja cepat ipratropium
bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila
B2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-
obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila
tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
b. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma
dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi : Edukasi,
obat asma
(pengontrol dan pelega); dan menjaga kebugaran.

1) Edukasi yang diberikan mencakup :


a) Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
b) Mengenali gejala serangan asma secara dini
c) Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara
dan waktu penggunaannya
d) Mengenali dan menghindari faktor pencetus
e) Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien
adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
2) Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol.
Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol
ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan
terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid
inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan
kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah
terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
a) Inhalasi kortikosteroid
b) B2 agonis kerja panjang
c) Antileukotrien
d) Teofilin lepas lambat
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA BRONKHIAL

I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register
B. Status Kesehatan Saat Ini
a) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak ada
nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas.
b) Sesak setelah melakukan aktivitas
c) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
d) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada. (Wijaya dan Putri, 2014)
C. Riwayat Kesehatan Dulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus
serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
(Purwanti, 2015)
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada klien pada serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersenstifitas pada penyakit
asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Muttaqin, 2018).
a) Riwayat keluarga yang memiliki asma
b) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti rinitis alergi,
sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
1. Pengkajian Sistem
a. Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan
sianosis perifer
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
b. Integritas Ego
Gejala :
 Peningkatan faktor resiko
 Perubahan pola hidup
Tanda :
 Ansietas, ketakutan, peka rangsang
c. Makanan/Cairan
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
meninjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
 Turgor kulit buruk
 Edema dependen
 Berkeringat
 Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)
 Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)
d. Pernapasan
Gejala :
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
c) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
d) Penggunaan otot bantu pernafasan
e) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan/ tidak adanya bunyi nafas.
e. Keamanan
Gejala :
 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan

2. Pola Aktivitas/Istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise,
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
 Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
 Keletihan
 Gelisah, insomnia
 Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

3. Pengkajian Psikososial dan Spiritual


Interaksi Sosial
Gejala :
 Hubungan ketergantungan
 Kurang sistem pendukung
 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan
 Keterbatasan mobilitas fisik
 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.
Spiritual
Keyakinan terhadap agama masih kuat. Tetapi kurang mampu
dalam melaksanakan ibadahnya. (Wijaya dan Putri, 2014)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut Amin Huda
Nurafif & Hardhi Kusuma, (2015) yaitu :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
sekunder terhadap ketidakmampuan batuk efektif
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
d. Gangguan pola tidur berhubugan dengan sesak nafas dan batuk
e. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita
f. Manajement kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota yang sakit

III. RENCANA KEPERAWATAN

Rencanaan keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana
keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) dan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI,2019) dapat dijabarkan dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 1. Rencanaan Keperawatan

Diagnosa
No NOC/ Tujuan NIC/ Rencana Keperawatan
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajement jalan nafas
berhubungan dengan akumulasi sekretkeperawatan Setelah dilakukan 1. Observasi
sekunder terhadap ketidakmampuantindakan keperawatan diharapkan a. Monitor bunyi nafas tambahan
batuk efektif klien jalan nafas klien tetap paten b. Monitor sputum
dengan kriteria hasil : 2. Terapeutik
1. Batuk efektif meningkat a. Posisikan semifowler atau fowler
2. Produksi sputum menurun b. Berikan minum hangat
3. Mengi menurun c. Berikan oksigen jika perlu
4. Wheezing menurun 3. Edukasi
5. Gelisah menurun a. Ajarkan teknik batuk efektif
6. Frekuensi nafas membaik 4. Kolaborasi
7. Pola nafas membaik a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
Intervensi : Manajement Asma
1. Observasi
a. Monitor frekuensi dan keadaan nafas
b. Monitor tanda dan gejala hipoksia
c. Monitor bunyi nafas tambahan
2. Terapeutik
Berikan posisi semifowler 30-45o
3. Edukasi
a. Anjurkan meminimalkan ansietas yang dapat
meningkatkan kebutuhan oksigen
b. Anjurkan bernafas lambat dan dalam
c. Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan Setelah diberikan tindakan Intervensi : Pemantauan respirasi
dengan kerusakan membran alveolar- keperawatan diharapkan pernafasan 1 Observasi
kapiler pasien membaik, dengan kriteria a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
hasi : b. Monitor pola nafas
1 Tingkat kesadaran pasien c. Monitor kemampan batuk efektif
meningkat d. Monitor adanya produksi sputum
2 Bunyi nafas tambahan e. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
menurun f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3 Gelisah menurun g. Auskultasi bunyi nafas
4 Nafas cuping hidung h. Monitor saturasi oksigen
menurunNadi 60 – 100 x/menit 2. Terapeutik
Dyspnea (–) a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan
Intervensi : Dukungan ventilasi
1. Observasi
a. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
b. Monitorr status respirasi dan oksigenasi
2. Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semifowler atau fowler
c. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Edukasi
a. Ajarkan malakukan teknik relaksasi nafas dalam
b. Ajarkan teknik batuk efektif
3 Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajement jalan nafas
dengan penurunan ekspansi paru keperawatan pola nafas pasien 1. Observasi
kembali normal, dengan kriteria Monitor pola nafas
hasil : 2. Terapeutik
1. Ventilasi semenit meningkat a. Posisikan semifowler atau fowler
2. Tekanan ekspirasi dan b. Berikan oksigen jika perlu
inspirasi meningkat 3. Edukasi
3. Penggunaan otot bantu nafas Ajarkan teknik batuk efektif
menurun Intervensi : Dukungan ventilasi
4. Frekuensi nafas membail 1. Observasi
5. Kedalaman nafas membaik a. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
b. Monitorr status respirasi dan oksigenasi
2. Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semifowler atau fowler
c. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Edukasi
Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
4. Gangguan pola tidur berhubugan dengan Setelah dilakukan tindakan Intervensi :
sesak nafas dan batuk keperawatan diharapkan gangguan 1. Kaji masalah gangguan tidur
istirahat dan tidur dapat teratasi, R : mengetahui itervensi lebih lanjut
dengan kriteria hasil : 2. Kurangi kebisingan
1. Keadaan umum baik R : meminimalkan gangguan ekstensi
2. Wajah nampak segar 3. Catat keadaan bersih dan nyaman
R : meningkatkan tidur
4. Batasi asupan makanan atau minuman yang mengandung
kafein
R : kafein dapat mempengaruhi tidur

5. Ansietas berhubungan dengan penyakit Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Terapi relaksasi otot progresif
yang diderita keperawatan diharapkan kecemasan 1 Observasi
pasien berkurang, dengan kriteria a. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
hasil : b. Monitor secara berkala untuk memastikan otot rileks
1 Kekhawatiran akibat kondisi c. Monitor adanya indikator tidak rileks
yang dihadapi menurun 2. Terapeutik
2 Perilaku gelisah menurun a. Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi
3 Perilaku tegang menurun b. Berikan posisi yang nyaman bersandar dikursi atau
4 Frekuensi pernafasan posisi tidur
menurun c. Beri waktu mengungkapkan perasaan tentang terapi
5 Frekuensi nadi menurun 3. Edukasi
6 Tekanan darah menurun a. Anjurkan memakai pakaian yang nyaman dan tidak
7 Pucat menurun sempit
8 Konsentrasi membaik b. Ajarkan langkahlangkah sesuai prosedur
c. Anjurkan menegangkan otot selama 5 sampai 10 detik,
kemudian anjurkan merilekskan otot 20- 30 detik,
masing masing 4-8 kali
d. Anjurkan menegangkan otot kaki selama tidak lebih
dari 5 detik untuk menghindari kram
e. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang menegang
f. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks
g. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan
6. Manajement kesehatan keluarga tidak Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Pendampingan Keluarga
efektif berhubungan dengan keperawatan diharapkan keluarga 1. Observasi
ketidakmampuan keluarga mengambil mampu mengambil keputusan, a. Identifikasi kebutuhan keluarga terkait masalah
keputusan dalam merawat anggota dengan kriteria hasil: kesehatan keluarga
1 Kemampuan menjelaskan b. Identifikasi tugas kesehatan keluarga yang terhambat
masalah kesehatan yang c. Identifikasi dukungan spiritual yang mungkin untuk
dialami meningkat keluarga
2 Aktifitas keluarga mengatasi 2. Terapeutik
masalah kesehatan dengan a. Berikan harapan yang realistis
tepat meningkat b. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
3 Tindakan untuk mengurangi c. Dengarkan keinginan dan perasaan keluarga
faktor resiko meningkat d. Dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
4 Gejala penyakit anggota keluarga
menurun 3. Edukasi
5 Kemampuan melakukan Ajarkan mekanisme koping yang dapat dijalankan
tindakan pencegahan masalah keluarga
kesehatan meningkat Intervensi : Dukungan Keluarga
6 Kemampuan peningkatkan Merencanakan Perawatan
kesehatan meningkat 1. Observasi
7 Pencapaian pengendalian a. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang
kesehatan kesehatan
b. Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga
2. Terapeutik
a. Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang
mendukung upaya kesehatan
b. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal
3. Edukasi
Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2008). Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes RI Jakarta
. Donsu, Jenita DT; Induniasih; Purwanti, NS. (2015). Panduan Praktik Keperawatan
Keluarga.
Yogyakarta: Pustaka Rihama.
GINA. (2018). Global Strategy for Asthma Management and Prevention (2018 update).
http://ginasthma.org
Global Initiative for Asthma (GINA)., (2012). At-A-Glance Asthma Management Reference.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2015). Penilai Kualitas Hidup pada Anak Menerapkan
Aspek Penting yang Sering terlewatkan. Diakses dari http://www.idai.or.id. Pada
tanggal 15 April 2017.
Muttaqin,Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, Amin Huda, & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdesakan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 1. (p 65-75).

Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). (2017). Jakarta : BKKBN, BPS, Kementerian
Kesehatan, dan ICF International
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:Nuha Medika.
.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA BRONKHIAL

4. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin agama, status perkawinan,
pendidikan terakhir pekerjaan, alamat, nomor medical record, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, hubungan dengan klien, alamat
3. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Sesak nafas.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat, sakit pada dada dan
pada jalan nafas.
b. Sesak setelah melakukan aktivitas
c. Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
d. Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Ada mempunyai riwayat alergi (eksim, urtikaria dan rhinitis)
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ada salah satu keluarga yang juga mengalami penyakit asma bronkial
5. Genogram
4. Aktifitas Sehari-hari
Tidak dapat melakukan aktifitas, mengalami kelemahan, kelelahan, tidak
dapat tidur, pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur, dyspnea pada
istirahat atau aktifitas
5. Data Psikologis
Cemas dan khawatir tentang sakitnya
6. Data Sosial
Hubungan dengan keluarga baik
7. Data Spiritual
Rajin beribadah
8. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : kelemahan, sesak nafas frekuensi >28 kali /menit, kesadaran
compos mentis, GCS =15 (E:4, V:5, M:6)
2. Sistem pernafasan
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
c) Pernafasan cepat >28 kali /menit , fase ekspirasi memanjang
d) Penggunaan otot bantu pernafasan
e) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan/ tidak adanya bunyi nafas.
3. Sistem kardiovaskuler
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
 Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg
 Peningkatan frekuensi jantung > 90 kali/menit
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; dan sianosis perifer
 Pucat
4. Sistem gastrointestinal
Peristaltik usus normal 7 hingga 12 kali/menit, tidak ada nyeri ulu hati, tidak
ada mual dan muntah
5. Sistem musculoskeletal
Tidak ada kekakuan otot dan sendi
6. Sistem neurologi
Kesadaran compos mentis, GCS =15 (E:4, V:5, M:6)
7. Sistem endokrin
Tidak ada penyakit akibat gangguan sistem endokrin
8. Sistem Genetalia
Tidak ada gannguan pada genitalia

IV. ANALISA DATA


Dari data yang didapatkan, kemudian dianalisis, selanjutnya menentukan diagnose
keperawatan yang akan muncul dan intervensi keperawatan

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut Amin Huda Nurafif
& Hardhi Kusuma, (2015) yaitu :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
sekunder terhadap ketidakmampuan batuk efektif
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru c. Gangguan pola tidur berhubugan dengan sesak nafas dan batuk
d. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita

VI. RENCANA KEPERAWATAN

Rencanaan keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana keperawatan
berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI,2019) dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Rencanaan Keperawatan

Diagnosa
No NOC/ Tujuan NIC/ Rencana Keperawatan
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajement jalan nafas
berhubungan dengan akumulasi sekretkeperawatan Setelah dilakukan 1. Observasi
sekunder terhadap ketidakmampuantindakan keperawatan diharapkan a. Monitor bunyi nafas tambahan
batuk efektif klien jalan nafas klien tetap paten b. Monitor sputum
dengan kriteria hasil : 4. Terapeutik
1. Batuk efektif meningkat a. Posisikan semifowler atau fowler
2. Produksi sputum menurun b. Berikan minum hangat
3. Mengi menurun c. Berikan oksigen jika perlu
4. Wheezing menurun 5. Edukasi
5. Gelisah menurun a. Ajarkan teknik batuk efektif
6. Frekuensi nafas membaik 6. Kolaborasi
7. Polanafas membaik a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
Intervensi : Manajement Asma
1. Observasi
a. Monitor frekuensi dan keadaan nafas
b. Monitor tanda dan gejala hipoksia
c. Monitor bunyi nafas tambahan
2. Terapeutik
Berikan posisi semifowler 30-45o
3. Edukasi
a. Anjurkan meminimalkan ansietas yang dapat
meningkatkan kebutuhan oksigen
b. Anjurkan bernafas lambat dan dalam
c. Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajement jalan nafas
dengan penurunan ekspansi paru keperawatan pola nafas pasien 1. Observasi
kembali normal, dengan kriteria Monitor pola nafas
hasil : 2. Terapeutik
1 Ventilasi semenit meningkat a. Posisikan semifowler atau fowler
2 Tekanan ekspirasi dan inspirasi b. Berikan oksigen jika perlu
meningkat 3. Edukasi
3 Penggunaan otot bantu nafas Ajarkan teknik batuk efektif
menurun Intervensi : Dukungan ventilasi
4 Frekuensi nafas membail 1. Observasi
5 Kedalaman nafas membaik a. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
b. Monitorr status respirasi dan oksigenasi
2. Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semifowler atau fowler
c. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Edukasi
Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
3. Gangguan pola tidur berhubugan dengan Setelah dilakukan tindakan Intervensi :
sesak nafas dan batuk keperawatan diharapkan gangguan a. Kaji masalah gangguan tidur
istirahat dan tidur dapat teratasi, R : mengetahui itervensi lebih lanjut
dengan kriteria hasil : b. Kurangi kebisingan
1. Keadaan umum baik R : meminimalkan gangguan ekstensi
2. Wajah nampak segar c. Catat keadaan bersih dan nyaman
R : meningkatkan tidur
d. Batasi asupan makanan atau minuman yang mengandung
kafein
R : kafein dapat mempengaruhi tidur
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Terapi relaksasi otot progresif
yang diderita keperawatan diharapkan kecemasan 1. Observasi
pasien berkurang, dengan kriteria a. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
hasil : b. Monitor secara berkala untuk memastikan otot rileks
1 Kekhawatiran akibat kondisi c. Monitor adanya indikator tidak rileks
yang dihadapi menurun 2. Terapeutik
2 Perilaku gelisah menurun a. Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi
3 Perilaku tegang menurun b. Berikan posisi yang nyaman bersandar dikursi atau
4 Frekuensi pernafasan menurun posisi tidur
5 Frekuensi nadi menurun c. Beri waktu mengungkapkan perasaan tentang terapi
6 Tekanan darah menurun 3. Edukasi
7 Pucat menurun a. Anjurkan memakai pakaian yang nyaman dan tidak
8 Konsentrasi membaik sempit
b. Ajarkan langkah-langkah sesuai prosedur
c. Anjurkan menegangkan otot selama 5 sampai 10 detik,
kemudian anjurkan merilekskan otot 20- 30 detik,
masing masing 4-8 kali
d. Anjurkan menegangkan otot kaki selama tidak lebih
dari 5 detik untuk menghindari kram
e. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang menegang
f. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks
g. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan
VII. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan rencana keperawatan
dan strategi pelaksanaan yang telah disusun

VIII. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri klien dan
menilai sejauh mana masalah klien dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga
memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan
belum tercapai, maka dalam hal ini proses peawatan dapat di modifikasi.
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika klien menunjukkan tanda atau gejala
sesuai dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
2. Tujuan sebagian yaitu jika klien menunjukan tanda dan gejala sebagian dari
kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika klien tidak menunjukan tanda dan gejala sesuai
dengan kreteria hasil yang sudah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai