Anda di halaman 1dari 5

At-Tawadlu’

oleh M. Miftahul Huda

ُ‫اَل َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َرا َكاتُه‬

‫ ْي ِء فِى‬B‫لُّ َش‬BB‫ ِه ُك‬B‫ ُر ِإلَ ْي‬Bِ‫ َواهُ َو ْال ُم ْفتَق‬B‫ا ِس‬BB‫ ِّل َم‬B‫ت * اَ ْشهَ ُد َأ ْن الَِإلَهَ ِإالَّ هللاُ ْال َغنِ ُي ُك‬ ِ ‫ث َواَْأل ْل َوا ِن َو ْال َك ْيفِيَّا‬ِ ْ‫ت ْال ُح ُدو‬ ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ ْال ُمنَ َّز ِه ع َْن ِس َما‬
‫ت‬ َ َّ
ِ ‫ض َوالشفا َعا‬ ِ ْ‫ب ال َحو‬ ْ ِ ‫صا ِح‬ َ ِ‫ارك َعلى َرسُوْ ِل هللا‬ َ ْ ِّ
ِ َ‫ص ِّل ّو َسل ْم َوب‬ َّ
ّ ‫ت * للهُ َّم‬ ‫َأ‬ ِ ‫ت * َوَأ ْشهَ ُد ن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َسيِّد ال َمخلوْ قا‬
َ ُ ْ ْ ُ َّ ‫َأ‬ ِ ‫َساِئ ِر ْال َم ْخلُوْ قَا‬
‫َأ‬
‫ ْيًئا‬B‫ ِه َش‬Bِ‫ ِر ُكوْ ا ب‬B‫وْ ا هللاَ َوالَ تُ ْش‬BBُ‫ا َد هللاِ ! ِإتَّق‬BBَ‫ا ِعب‬BBَ‫ ُد – فَي‬B‫ت * َّما بَ ْع‬ ْ ‫َأ‬ ْ َّ َ‫* َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ُم ال ُمف‬
ْ
ِ ‫اع الخَ ْي َرا‬ ِ ‫ضلِ ْينَ الفَاِئ ِز ْينَ بِ ْن َو‬
‫ت‬ِ ‫ت َو ْال ُم ْن َك َرا‬
ِ ‫* َواجْ تَنِبُوْ ا ال َّسيَِّئا‬

Jama’ah Jum’at yang berbahagia;

Dari atas mimbar yang megah ini, perkenankan saya mengajak kita semua, mari kita berusaha
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita dan sekaligus mengaplikasikannya dalam setiap
derap langkah kehidupan kita. Semoga dengan keimanan dan ketaqwaan itu akan membimbing
jalan hidup kita sehingga kita dapat mencapai keridoan Allah swt. Selanjutnya, sebagai umat
Nabi Muhammd yang telah menikmatu hasil pejuangannya membangun dan menyebarkan
ajaran Islam hingga samapi kepada kita, mari kita ucapkan solawat dan salam kepada beliau:

َ‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا َو َموْ الَنَا ُم َح َّم ٍد خَ ات َِم اَْأل ْنبِيَا ِء َو ْال ُمرْ َسلِ ْينَ َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأجْ َم ِع ْين‬ ّ ‫َأللَّهُ َّم‬
ِ َ‫ص ِّل ّو َسلِّ ْم َوب‬

^ Jama’ah Jum’at rohimakumullah

Sungguh Maha Kasih Allah swt kepada hamba-Nya, umat manusia. Kendatipun pada awal
penciptaannya, manusia diciptakan dari tanah yang tidak berharga dan pada penciptaan
berikutnya manusia diciptakan dari perpaduan antara sperma dan laki-laki (ayah) dan ovum
perempuan (ibu) yang menjijikkan, Allah swt menciptakan manusia dengan penciptaan yang
sempurna. Anatomi yang tersusun mengagumkan, memfasilitasi manusia untuk berkarya dan
berprestasi.

Lebih menakjubkan lagi, tidak satupun diantara makhluk ciptaannya itu yang sama persis. Sejuta
manusia yang Ia ciptakan sejuta rupa pula yang ia adakan, tidak pernah seorang ibu tertukar
anaknya karena tidak bisa memedakannya. Semua diciptakan dengan rupa dan karakter yang
berbeda-beda dengan kelebihan dan kekurangan yang beragam pula. Allah memberikan
penjelasan dalam al-Qur`an surat al-Tin 95 ; 4 sebagai berikut:

ِ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا ْا ِال ْن َسـانَ فِي َأحْ َسـ ِن تَ ْق‬


)4( ‫ـو ٍيم‬

Disamping pencipataan manusia dengan anantomi yang indah dan rupa yang menawan, Allah
pun menganugerahkan kemulian dasar, kemuliaan generic, kepada setiap manusia yang
dilahirkan. Firman Allah secara tegas terdapat dalam al-Qur`an surat al-Isro` 17 : 70:

ٍ ِ‫ت َوفَض َّْـلنَاهُ ْم َعلَى َكـث‬


ِ ‫ير ِم َّم ْن خَـلَ ْقنَا تَ ْف‬
)70( ً‫ضـ ْيال‬ ِ ‫َولَقَ ْد َكـ َّر ْمنَا بَنِي َءا َد َم َو َح َم ْـلنَاهُ ْم فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَـحْ ِر َو َر َز ْقنَاهُ ْم ِمنَ الطَّيِّبَـا‬

Ayat Allah ini betul-betul menegaskan dan memastikan bahwa tidak seorangpun diantara
manusia yang dilahirkan di muka bumi ini dalam keadaan hina. Oleh karena itu, tidak ada
satupun manusia berhak memnghina manusia lainnya. Untuk kemuliaan itu Allah swt lengkapi
manusia dengan soft were yang super canggih yang disebut akal atau ratio. Dengan akal yang
terbimbing dan terpimpin serta bertumpu pada nurani yang disinari hadayah Allah yang
dilengkapi dengan tuntunan ilmu pengetahuan yang memadai, maka akan memungkinkan bagi
manusia untuk menjalankan fungsi dan tugas kekhalifahannya di muka bumi ini secara benar
dan bertanggung jawab.

Masih dalam rangka menjaga dan melempangkan kemulian dan martabat kemanusiaan itu,
sekalipun ramat dan karunia yang dianugerahkan kepada manusia sudah tidak terhitung
jumlahnya, namun beban dan kewajiban yang diberikan sungguh tidak sebnding dengan karunia
yang diterimanya. Dengan bahasa lain tidak akan pernah cukup ibadah atau pengabdian seorang
hamba untuk menebus karunia yang pernah ia terima dari Tuhannya. Kendatipun Allah swt
berkehendak memikulkan beban kepada hamba-Nya, namun jika beban standar yang dipikulkan
itu tidak mampu dilaksanakan oleh hamba-Nya, maka akan ada pengecualian atau rukhsoh
sehingga beban dilakukan sesuai kemampuan yang bersangkutan. Di dalam al-Qur`an surat al-
Baqoroj 2: 268 Allah swt berfirman:

‫ا‬B‫رًا َك َم‬B‫ص‬ ْ ‫ا ِإ‬Bَ‫اخ ْذنَا ِإ ْن نَ ِسينَا َأوْ َأ ْخطَْأنَا َربَّنَا َوالَ تَحْ ِملْ َعلَ ْين‬ ْ َ‫الَ يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا ِإالَّ ُو ْس َعهَا لَهَا َما َك َسب‬
ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب‬
ِ ‫ت َربَّنَا الَ تَُؤ‬
ْ َّ ْ
‫َح َملتَهُ َعلَى ال ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِنَا َربَّنَا َوالَ تُ َح ِّملنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ِه‬

Di dalam surat al-Nisa` 4 : 28 juga ditegaskan dan diakui bahwa Allah swt bermaksud
meringankan beban manusia berdasarkan pertimbangan bahwa manusia, disamping
kemliaannya, memiliki kekurgan dan kelemahan.

َ ُ‫ق ْا ِال ْن َسان‬


)28(‫ض ِعيفًا‬ َ ِ‫ي ُِري ُد هَّللا ُ َأ ْن يُ َخفِّفَ َع ْن ُك ْم َو ُخل‬

Memang harus disadari dan diakui, bahwa betapapun mulianya manusia dalam ciptaan Allah
Allah swt, tetap saja ada kelemahan dan kekurangan yang menyertainya. Kiranya kelemahan itu
sudah terbukti sejak orang tua kita Adam dan Hawa tinggal di surga. Diantara kelemahan
manusia adalah terkadang tidak mampu menghadapi dan menahan godaan sebagai mana dialami
oleh leluhur kita Adam dan Hawa. Ketidakmampuan menahan godaan setan menggiring mereka
berdua terusir dari singgasana surga lalu tercampak ke dunia.

Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari yang kita saksikan akhir-akhir ini, tidak sedikit diantara
kita orang yang terjerembat kelembah kehinaan dan kesengsaran karena terseret oleh dahsyatnya
arus godaan dunia.

Hal lain yang sering menjatuhkan martabat dan kemuliaan manusia adalah tiga serangkai sifat
buruk, yaitu ‫ والتفاخر‬,‫ والتكبر‬,‫( العجب‬ujub sombong, merasa bangga dengan diri sendiri). Sifat ujub
dimulai dari kegemaran kita melihat dan memuji diri sendiri dengan memfokskan pada
kelebihan dan dan keberhasilan (prestasi) tanpa membanding-bandingkan dengan orang lain.
Ujub ini apa bila ditambah dengan keemaran merandahkan orang lain, maka ujub itu meningkat
kualitasnya menjadi takabur. Apa bila takabbur ditambah dengan kebanggaan-kebanggaan yang
berlebihan makan menjadilah ia soifat tafakhur. Ketiga sikap yang berjenjang ini merupakan
penyakit hati yang dahsyat, yang apa bila sudah tumbuh di dalam hati tidak mudah mengatasi
apa lagi membasminya.

Sebagai contoh proses lahirnya ujub, takabbur, dan tafakhur dapat dilihat pada ungkapan berikut
ini: “Sungguh hebat saya ini, hartaku berlimpah, amal solehku banyak, dosaku sedikit”. Di saat
itu dia sudah mengantongi sifat ujub. Namun jika ia berkata: “Aku ini hebat, aku lebih kaya dari
pada si fulan, dia itu miskin, amal solehku lebih banyak dari dari dia sementara dosanya labih
banyak dari dosaku”, maka ketika itu ujubnya sudah meningkat menjadi takabbur. Apa bila ia
perkataannya ia lanjutkan dengan: “Kamu tidak usah mimpi untuk menyaingi kekayaan dan
amal solehku, karena kamu tidak akan mampu”, maka sesungguhnya pada waktu itu
ketakabburan yang bersangkutan telah meningkat menjadi tafakhur.

Orang yang memiliki tiga sifat buruk diatas pada mulanya bermaksud untuk menambah
kemuliaan dan martabatnya, tetapi sesungguhnya ujub dan kesombongan itu sepanjang sejarah
telah terbukti justru akan menjatuhkan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Firun dan Namrud
merupakan dua contoh korban kesombongan dan keangkuhan.

Betapapun kecilnya kesombongan atau ketakabburan yang bersemayam di lubuk hati kita,
kiranya tetap akan membawa dampak buruk bagi diri dan keluarga, serta lingkungan. Sungguh
kesombongan akan membuahkan kebencian dan ketidaksenangan dan bahkan akan
memunculkan sikap anti pati mansuia lain terhadap dirinya. Lebih dari itu, Allah swt
menyatakan ketidaksukaannya terhadap orang-orang yang sombong. Firman-Nya dalam al-
Qur`an surat al-Nahl 16 : 23:
)23( َ‫الَ َج َر َم َأ َّن هَّللا َ يَ ْعلَ ُم َما يُ ِسرُّ ونَ َو َما يُ ْعلِنُونَ ِإنَّهُ الَ ي ُِحبُّ ْال ُم ْستَ ْكبِ ِرين‬

Dalam surat al-Nahl 16 : 29 lebih tegas Allah swt berfirman:

)29( َ‫س َم ْث َوى ْال ُمتَ َكب ِِّرين‬ َ ‫فَا ْد ُخلُوا َأ ْب َو‬
َ ‫اب َجهَنَّ َم خَالِ ِدينَ فِيهَا فَلَبِْئ‬

Sebagai mana diuraikan di atas bahwa ifat sombong itu datangnya perlahan-lahan sehingga
sering tidak terasakan, bahkan hampir-hampir tidak disadari. Kesombongan itu menyelinap
dibilik hati kita, terkadang berbaju keindahan, terkadang berbusana kekuatan dan terkadang
tampil seperti satria penolong, dan bahkan terkadang hadir sebagai orang yang mengerti agama
dan berupaya melawan syri’at dengan berpura-pura mengkajinya.

al-Mu’min 40 : 56

ِ َ‫ ِمي ُع ْالب‬B‫الس‬
(ُ‫ير‬B‫ص‬ َّ ‫ َو‬Bُ‫ت َِع ْذ بِاهَّلل ِ ِإنَّهُ ه‬B‫اس‬
ْ َ‫ُور ِه ْم ِإالَّ ِك ْب ٌر َما هُ ْم بِبَالِ ِغي ِه ف‬
ِ ‫صد‬ُ ‫ان َأتَاهُ ْم ِإ ْن فِي‬
ٍ َ‫ت هَّللا ِ بِ َغي ِْر س ُْلـط‬
ِ ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ يُ َجا ِدلُونَ فِي َءايَا‬
)56

Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ttentang ayat-ayat Allah swt tanpa aargumn
yang sampai kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka kecuali (keinginan akan) kebesaran
yang mereka sekali-kali tidak akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah
swt. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Mereka yang di dalam hatinya, baik disadari maupun tidak disadari, terdapat benih-benih
kesombongan, sekecil apapun adanya, niscaya tidak akan diperkenankan Allah swt mencicipi
syurga apa lagi memasukinya. Mari kita secara bersama-sama memperhatikan sabda Rosulullah
saw yang dinukil dalam sebuah hadis beliau:

َ َ‫الَ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ َم ْن َكانَ فِي قَ ْلبِ ِه ِم ْثق‬.


‫ال َذ َّر ٍة ِم ْن ِكب ٍْر‬

Lebih tegas lagi firman Allah dalam al-Qur`an surat al-Mu’min 40 : 76 yang berbunyi:

)76( َ‫س َم ْث َوى ْال ُمتَ َكب ِِّرين‬ َ ‫ا ْد ُخلُوا َأب َْو‬
َ ‫اب َجهَنَّ َم خَ الِ ِدينَ فِيهَا فَبِْئ‬

Hadirin

Penjelasan ayat-ayat dan hadis di atas kiranya cukup untuk mengingatkan kita jika kita belum
terkonstaminasi oleh bibit-bibit kesombongan. Begitu pula dengan muatan ancaman yang
terkandung dalam ayat dn hadits ini kiranya memadai untuk menyadarkan kita apa bila di dalam
hati kita telah tercemar oleh virus-virus kesombongan. Rasa takut kita terhadap dahsyatnya siksa
neraka mungkin akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kesombongan, sementara
kerinduan yang mendalam kita kepada kenikmatan syurga akan menjadi pertimbangan bagi kita
untuk segera meninggalkan dan menjauhi kesombongan yang sesunguhnya tidak pernah
menguntungkan.

Karena takut akan siksa akibat dari kesombongan, seorang sahabat, ketika mendengar hadis di
atas lalu bertanya dan meminta penjelasan lebih lanjut dari Rosulullah saw. Sahabat itu
berkomentar:

ً‫ِإ َّن ال َّرج َُل يُ ِحبُّ اَ ْن يَ ُكوْ نَ ثَوْ بَهُ َح َسنًا َونَ ْعلَهُ َح َسنَة‬

Mendengar komentar sahabatnya itu lalu Rosulullah saw memberikan penjelasan singkat tetapi
memuaskan melalui sabda beliau:

ِّ ‫ اَ ْل ِك ْب ُر بَطَ ُر ْال َح‬,‫ال‬


ِ َّ‫ق َو َغ ْمطُ الن‬
)‫اس (مسلم‬ َ ‫ ِإ َّن هللاَ َج ِم ْي ٌل يُ ِحبُّ ْال َج َم‬:‫قَا َل‬

Hadirin
Untuk membentengi diri dari intervensi kesombongan dalam bersikap dan berprilaku dalam
kehidupan sehari-hari, sebaiknya, bahkan seharusnya, kita memilih dan membangun sikap
tawadlu’ di dalam diri kita masing-masing. Kembali kepada sikap tawadlu’ merupakan langkah
yang bijaksana dan terpuji serta aman dan menyenangkan, lebih-lebih bila dihubungkan dengan
keadaan kehidupan di zaman modern yang penuh dengan godaan yang menyilaukan.

Hadirin

Tawadlu’ adalah suatu sikap yang menunjukkan kerendahan hati seseorang. Dengan demikian
tawadlu’ merupakan lawan dari sikap tinggi hati. Sikap tinggi hati selalu muncul dalam bentuk
kesombongan. Oleh karena itu, tawadlu’ bukanlah sikap atau rasa rendah diri, tetapi tawadlu’
adalah lawan dari ujub, takabbur, dan tafakhur. Memilih tawadlu’ berarti menghindari ujub
membuang takabbur dan memusnahkan tafakhur, mengambil ujub, takabbur dan tafakhur berarti
mencampakkan tawadlu’. Kalau ujub, takabbur, dan tafakhur akan mendorong orang untuk
masuk neraka, maka tawadlu’ berarti menutup salah satu pintu neraka.

Untuk menguraikan pengertian tawadlu’ sehingga menjadi jelas da konkrit tentulah tidak mudah,
karena tawadlu’ pusatnya berada di dasar hati yang terdalam. Yang paling memungkinkan
adalah menjelaskan fenomena-fenomena yang menunjukkan sebuah sikap tawadlu’ atau sikap
rendah hati yang ada pada seseorang. Untuk mengurai penjelasan itu dalam sebuah pertanyaan
dikatakan: “Kapan seseorang dapat disebut bersifat tawadlu’ atau rendah hati”? orang bijak akan
menjawab: “Ketika seseorang merasa tidak memiliki kelebihan padahal sesungguhnya dia lebih
dan tidak merasakan adanya orang yang lebih rendah dari pada dirinya kendatipun
sesungguhnya di lebih tinggi dari orang lain, dia tidak akan tampil berlebihan sekalipun
sesungguhnya dia mampu melakukannya. Ia lakukan segala sesuatunya semata-mata karena
ketundukan mereka kepada Allah swt.

Keikhlasan itu pula yang menyebabkan yang bersangkutan berhak menerima ganjaran dan
penghargaan yang amat tinggi dan prestisius dari Allah swt

‫من ترك اللباس تواضعا هلل تعلى وهو يقدر عليه دعاه هللا يوم القيامة رؤوس الخالئق حتى يُ َخيِّره من ايِّ ُخلَ ِل ْاِإل يمان شاء يلبسه‬
)‫(الحاكم‬

Untuk menjelaskan lebih dalam tentang tawadlu’ saoyidina Umar bin Khottob ra menjelaskan:

‫ وأن تكره‬,‫ وأن ترضى بالدون من المجلس‬,‫ رأس التواضع أن تبتدئ بالسالم على من لقيته من المسلمين‬:‫قال عمر ابن الخطاب‬
)154 :‫أن تذكر بالبر والتقوى (درة الناصحين‬

Ketiga sikap diri yg dikemukakan oleh Umar ibnu Khotob ini bukan hal yang mudah untuk
dilakukan, tetapi membutuhkan latihan yang intensif. Ditengah kehidupan yang cenderung
matererialistis ini sering kita jumpai dan kita saksikan betapa orang, atau justru diri kita sendiri,
lebih senang menjawab salam ketimbang memberi atau memulai salam. Ada kemungkinan sikap
enggan memulai ini disebabkan adanya perasaan bahwa dirinya lebih tinggi dari orang lain
sehingga dalam anggapannya orang lainlah yang seharusnya memulai salam kepadanya.

Juga tidak sedikit orang yang tersinggung atau merasa dilecehkan ketika ia ditempatkan
dibelakang disuatu forum atau majlis karena ia merasa dirinya lebih terhormat dan lebih pantas
untuk dihormati, padahal hal penempatan itu terjadi hanya karena yang bersangkutan terlambat
datang. Ada pula diantara kita yg justru merasa sengan jika dirinya disebut-sebut sebagai orang
baik, orang berjasa dan lain sebagainya.

Rosulullah Saw bersabda: bertawadu’lah, dan duduklah bersama orang-orang miskin, niscaya
kamu menjadi orang-orang yang besar disisi SWT dan terlepas dari sifat sombong dan angkuh.

Latihan tawadlu’ dapat diawali dengan duduk bersama dengan pembantu.untuk mendukung
konsep ini ada riwayat dari Qois bin Hazim yenjelaskan peristiwa yang dialami oleh Khalifah ke
dua, Umar Ibnu Khottob; kisahnya demikian.
Saiyidina Umar Ibnu Khottob, ketika bepergian menuju kota Syam, dalam rangka kunjungan
kerja, bersama dengan pembantunya dengan menunggang seekor kuda. Mereka sadar betul
bahwa jika mereka berdua bersama-sama duduk menunggang kuda adalah merupakan kezoliman
terhadap kuda tersebut, maka mereka berdua, Umar Ibnu Khottob dan pembantunya sepakat
untuk bergilir atau bergantian menunggang kuda tersebut. Ketika memulai perjalanan Umar Ibnu
Khottob mendapat giliran pertama menunggang kuda sementara pembantunya mendapat gilian
pertama membimbing kuda itu. Selama dalam pejalan mereka secara rutin bergantian sesuai
dengan kesepakatan. Akan tetapi keitika menjelang sampai di tujuan, dalam hal ini kotaSyam,
giliran menunggang kuda jatuh kepada pembantunya, ementara Umar Ibnu Khottob mendapat
giliran membimbing kuda. Tidak ada perasaan di hati mereka masing-masing kecuali ikhlas
menjalankan kesepakatan yang telah mereka bangun bersama. Namun, ternyata di depan pintu
gerbang kota, telah berdiri Abu ‘Ubaidah, salah seorang pembesar kota Syam yang bermaksud
menyambut dengan Umar Ibnu Khottob di kota itu. Melihat kejadian, itu lalu Abu Ubaidah
berkata kepada Umar Ibnu Khottob: Wahai Kholifah, para pembesar kota Syam pada saat itu
berkumpul di balai sidang untuk menyambut Kholifah, maka adalah tidak pantas apa bila nanti
mereka melihat kejadian ini, bagai mana komentar mereka nanti.

Mendengar perkataan yang bernuansa keluhan structural dari Abu Ubaidah itu, lalu Umar Ibnu
Khottob menjawab:

‫ فال أبالى من مقالة الناس‬,‫ إنما أعزنا هللا باإلسالم‬.

Ternyata dalam pikiran dan prinsip Umar Ibnu Khottob bahwa rendah hati tidak akan
menghinakan seseorang.

Dalam kejadian berikutnya Umar mengaplikasikan kembali sikap tawadlu’nya dengan


kesediaannya memikul ember berisi air lalu diberikan kepada tetangganya demi untuk menutup
rapat-rapat pintu hatinya dari invasi dan interpensi benih-benih kesombongan. Kiranya
ketawadlu’an Umar telah membangun pengertian dan kesadaran bahwa pujian dan sanjungan
rakyatnya dapat berakibat memunculkan sikap sombong dan angkuh pada dirinya.

Hadirin.

Untuk memperkaya hazanah kita tentang tawadlu’ ini, mari kita ungkap sekelumit wejangan
Ibrohim bin Syaiban dalam kata-kata hikahnya: “Ketinggian itu ada di dalam ketawdlu’an,
kemulyaan ada di dalam ketaqwaan, kebebasan/kemerdekaan ada di dalam sikap qana’ah.

Menutup khutbah kita pada hari ini mari kita simak wejangan Imam al-Ghozali yg termaktub
dalam bukunya ^ Bidayatul Hidayah.

‫الى‬BB‫ذا لم يعص هللا تع‬BB‫ قلت ه‬, ‫غيرا‬BB‫إن رأيت ص‬BB‫ ف‬,‫ك‬BB‫ينبغي ان ال تنظر إلى احد إال وترى أنه خير منك وأن الفضل له على نفس‬
‫ان‬BB‫ … وإن ك‬,‫ني‬BB‫ير م‬B‫ه خ‬BB‫ك أن‬B‫الى قبلي فال ش‬B‫د هللا تع‬BB‫د عب‬BB‫ذا ق‬BB‫ ه‬:‫ قلت‬,‫يرا‬B‫ وإن رأيت كب‬,‫ني‬B‫ير م‬B‫وأنا عصيته فال شك أنه خ‬
‫ هذا قد عصى هللا بجهل وأنا عصيته بعلم فحجة هللا علي آكد وما أدري بما يختم لي وبما يختم له … هكذا وهكذا‬:‫ قلت‬, ‫جاهال‬.

‫الخطبة الثانية‬

‫د‬BB‫الحمد هلل حمدا حامدين والشكر هلل شكرا شاكرين – اشهد أن الإله هللا المالك الحق المبين – وأشهد أن محمدا عبده صادق الوع‬
‫ان إلى‬BB‫األمين – اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد خاتم األنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين ومن تبعهم بإحس‬
‫يوم الدين – أما بعد فياعباد هللا – إتقوا هللا وال تموتن إال وأنتم متمسكين بالدين‬.

‫ميع‬BB‫و الس‬BB‫ه ه‬BB‫ه إن‬BB‫ وتقبل مني ومنكم تالوت‬,‫ ونفعني وإياكم بما فيه من األيات والذكر الحكيم‬,‫بارك هللا لي ولكم في القرآن العظيم‬
‫ فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم‬,‫ أقول قولي هذا وأستغفر هللا العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات‬,‫العليم‬

Anda mungkin juga menyukai