Jurnal Ilneg Tujuan Negara
Jurnal Ilneg Tujuan Negara
Abstract
As thinker who lived in renaissance atmosphere Machiavelly had put his empirical per
spective into the end ofstate concept. In his book Prince he tended to focus on how to
perpetuate power for thesubstance ofa state of a kingdom was throne of a king. Today,
eventhough military power has been used to strengthen a state, the idea of dictatorship
would have been going to fade up. At this point, the end ofstate should be based upon
political ethicsand moral from this day forward.
Pendahuluan
'A. Rahman Zainudin. 1992. Kekuasaan Negara, Pemikiran PolitikIbnu Khaldun. Jakarta; Gramedia
Pustaka Utama. Negara sebagai kajian teoritik sempatmendominasi abad 20. Him. 1-3.
^Definisi kata-kuasa yang dirangkum dari Kamus Besar Bahasa Indonesia:Jakarta: Departemen
Pendidlkan dan Kebudayaan dan Balai Pustaka. 1976.Him. 528.
^Hamzah Ya'cub. 1984. FiisafatKetuhanan. Bandung: Al-Maarif. Him. 169.
31
tahta kekuasaan yang diberikan kepada para pemimpin yang telah mendapat kepercayaan
Nabi yang akan menjalankan kekuasaannya untuk memimpin dengan adil sesuai dengan
secara riil dalam masyarakat/Dalam perintah kekuasaan pertama dan kedua.^Oleh
perspektif ini, wewenang atau kekuatan untuk karena itu, kekuasaan dalam perspektif Islam
menguasai secara mutlak hanya milik Allah, adalah amanah dan mempunyai sifat
penguasa atas alam makro kosmos dan alam metafisis, kosmopolit, dan universal, karena
mikro kosmos serta alam materi dan non berlaku untuk alam semesta.
materi. Kekuasaan yang diberikan kepada Pertanggungjawabannya tidak hanya didunia,
manusia adalah amanat yang berasal dari tetapi berlmplikasi di alam akherat.
Tahta Otoriter. Manusia memerlukan institusi Implementasi konsep kekuasaan dalam
kekuasaan yang lebih konkrit dalam negara menurut hukum Islam didasarkan atas
mengkoordinasi massa (umat) untuk beberapa prinsip. Muhammad Taher Azhary
mewujudkan tata kehidupan yang makmur, mengemukakan bahwa praktek kekuasaan
tertib dan adil. Kerangka pikirseperti ini diakui dalam Islam berada pada konsep negara
oleh hampir semua agama Samawi (Islam, hukum menurut prinsip-prinsip yang terdapat
Nasrani, Yahudi). dalam Al-Quran dan Sunnah,® Prinsip-prinsip
Sebuah gambaran dari perspektif agama, tersebut adalah: Prinsip Kekuasaan sebagai
misalnya dalam tinjauan Islam, A! Quran telah Amanah, Prinsip Musyawarah, Prinsip
menggariskan bahwa Allah adalah pemilik Keadilan, Prinsip Persamaan, Prinsip
segala'kerajaan dan Maha Kuasa atas segala Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak
sesuatu.® Allah menciptakan manusia dan Asasi Manusia, Prinsip Peradilan Bebas,
menurunkanke bumi dengan satu kekuasaan Prinsip Perdamaian, Prinsip Kesejahteraan,
yang menyertainya yaitu sebagai khalifah yang dan Prinsip Ketaatan Rakyat. Prinsip-prinsip
akan memakmurkan bumi.® Secara ini memperoleh landasan nilai dari Al-Quran
kelembagaan, Al-Quran juga menegaskantiga dan Hadist Nabi. Dengan demikian, praktek
prinsip pentaatan pada kekuasaan. Pertama, kekuasaan negara menurut Islam bersifat
taat kepada Allah sebagai otoritas tertinggl. theologis. Namun, sifat theologis ini berbeda
Kedua, taat kepada Rasulullah yang jauh dari praktek kekuasaan pada abad
memegangtugas sucidarikekuasaan tertinggi perterigahan yang juga mendasarkan pada
dengan dasar wahyu yang diterim.a secara nilai-nilai theologis, terutama dari ajaran
langsung. Ketiga, taat pada para uW amr/atau Nasrani yang pada akhirnya melahirkan
®A. Rahman Zainudin. Op.Cit. Him 114,135,139,164,165. Ibnu Khaldun juga mengatakan oahwa
peranan agamasangatbesardalam mendirikan negara yang besar. lamelihat besarnya peranan agamadalam
mengadakan persatuandikalangan rakyat melebihi faktor apapundidunia.
'°Mirjan Budiarjo. Demokrasi di Indonesia, DemokrasI Pariementer dan Demokrasi Pancasila.
Jakarta: Gramedia. Him 92-93.
33
Dari ketiga rumusan tersebut, dari segi Kekuasaan juga diartikan sebagai
substansi, kekuasaan tetap mengandung dominasi dan pengawasan. Barrington Moore
kemampuan atau wewenang. Pada rumusan memberikan definisi yang berorientasi pada
Max Weber, ^ wewenang menyangkut metode atau cara bagaimana golongan-
pelaksanaan kemauan individu dalam golongan atau individu-individu tertentu
kelompok. Dalam rumusan Laswell dan berhasil melakukan dominasi terhadap
Abraham Kaplan seolah-oleh wewenang itu sesamanya. Adapun Talcott Parsons dan Rob
bersifat subordinatif, sebabadakelompok yang ert Lync cenderung merumuskan kekuasaan
menentukan dan yang ditentukan. Atau dalam sebagai kekuatan untuk mengawasi atau
interprestasi bebas, kelompok kedua (yang melakukan pengawasan. Parsons
diperintah) menjadi tidak leluasa bertindak, menganggap kekuasaan sebagai pemilihan
karena dibatasi oleh tujuan yang hendak fasilitas-fasilitas untuk menguasai. Sedangkan
dicapai oleh pihak pertama. Jika wewenang Robert Lync menganggap kekuasaan sebagai
itu bersifat subordinatif, maka gagasan sumbersoslat yang utama untuk mengadakan
Machiavelll bahwa seorang raja adalah pengawasan."
kehendak utama dalam bertindak, dalam arti Meskipun berbau sosialis, barangkali ada
sebagai pusat dari segala keputusan, maka benarnya penyataan Frederich Engels bahwa
Machiavelli lebih melihat persoalan keuasaan itu sesuatu yang berasal dari
kekuasaansebagai persoalan bagaimana raja masyarakat dan berkuasa di atas masyarakat.
sebagai seorang penguasa mempunyai Dari rumusan Itu, ternyata kekuasaan dapat
wewenang berupa keharusan untuk mengatur ditarik pada pengertlan yang lebih umum, yaitu
sedemikian rupa rakyat yang dikuasainya. sebagai suatu kesempatan bagi seseorang
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa atau sekelompok orang untuk mewujudkan
Machiavelli .lebih ,melihat persoalan kehendaknya dalam bentuk suatu aksi sosial
kekuasaan sebagai persoalan hubungan bagi mereka yang menentang kehendak
antara penguasa dengan yang dikuasal, maupun tidak.'^
dimana penguasa dipandang mempunyai Dari segi substansi kekuasaan, pemikiran
kemampuan untuk memimpin negara dan Machiavelli lebih dekat pada tataran konsep
mempunyai wewenang untuk mengatur dari Parsons, dimana kekuasaan mengandung
negara. unsur pengawasan. Bagi Machiavelli.
"Miriam Budiarjo. 1991. AnekaPem/Wran tentang Kekuasaan dan tV/bawa. Jakarta: PustakaS;nar
Harapan. Him. 31.
•'Anthony Giddens dan David Held. Pendekatan Klasik dan Kontemporer mengenai Kelompok
Kekuasaan dan Konflik. Jakarta: Rajawali Press. Him. 21,23.
kekuasaan yang ada pada raja pada akhirnya organisasi apapun, struktur kekuasaan yang
harus menjelmakan kekuasaan untuk dominatif selalu ada. Kekuasaan dalam
mengawasi tindakan para menteri- terminologi sosial ini timbul karena adanya
menterinya,'^ bangsawan,'"'' angkatan interaksi sosial, dimana dalam interaksi sosial
perang/^dan rakyat.^^ para pihak tidak selalu berada pada posisi
Sebenarnya kekuasaan dalam perspektif egaliter.
sosiologis ini mempunyai landasan asas Dari perspektif sosiologis ini, ,pada
kedaulatan rakyat atau rakyat dianggap dasarnya hakikat atau substansi kekuasaan
sebagai suatu supremasi dalam struktur relatif tidak berbeda dengan perspektif filsafat
kekuasaan yang legal. Tetapi ketika Ketuhanan, sebab sama-sama mengarah
kekuasaan Itu dilembagakan, maka rakyat pada kemampuan, kekuatan dan wewenang.
menjadi komunitas yang dikuasai oleh Perbedaannya terletak pada basis nilai yang
kebijakan-kebijakan penguasa. Rakyat harus melandasi adanya kekuasaan. Nilal religius
dibatasi geraknya dalam sistem aturan main dominan dalam filsafat Ketuhanan. bahkan
yang dibuat penguasa. Karena itu terjadi menjadi basis nilai yang melandasi
dominasi. Dalam segala jenis dan skala kekuasaan. Sedangkan niiai-nilai soslai
'^Machiavelli berpendapat bahwa ada suatu cara bag! raja untuk mengetahul kinerja menterinya, yaitu jika
menterl lebih memikirkan dan mau mencari untung untuk diri sendiri dibandingkan dengan.kepentlngan raja,
maka dia bukan menteri yang baik dan raja tidak perlu mempercayainya. Untuk membuat menterl setia, raja
harus memikirkannya, member! kehormatan dan kekayaan serta membuat menteri selalu merasa berutang pada
raja. KuncI dari semua itu adalah kepercayaan. Raja harus memilih orang-orang yang bijaksana untuk menguasai
pemerintahan. Tetapi raja harus teliti. sebab pada akhirnya rajalah yang mengambil keputusan. Raja dapat
menerima maupun menolak nasehat yang diberikan padanya.
"Machiavelli membahas kekuasaan institusional. lamemfokuskan pada kekuasaan yang diperoleh karena
jasa balk terhadap rakyat. Rakyat memberi dukungan penuh terhadap orang biasa karena kemampuannya
menjadi penguasa, namun ada segolongan bagsawan yang harus disikapi hati-hati. Pertama, memanfaatkan
bangsawan untuk memberi nasihat yang sehat sehingga mereka merasa dihormati; Kedua. jika bangsawan
memilih independen. maka penguasa harus menjaga ambisi pribadi para bangsawan. Penguasa yang didukung
rakyat harus tetap mempertahankan persahabatan. karena yang dibutuhkan rakyat adalah kehldupan tanpa
penindasan.
'^Dasar setiap negara adalah adanya hukum dan pasukan yang baik untuk mempertahankan negaranya.
Militer harus merupakan organisasi yang didukung oleh pasukannya sendiri yang terdiri dari rakyat atau warga
negaraatau orang-orang yang dikuasainya. Pasukan bayaran, bantuan, dangabungan merupakan pasukan
yang membahayakan raja. Raja hendaknya mempelajari perang dan organisasi sebagai seni yang dibutuhkan
seorangpemimpin.
'®Raja harus bertindak untuk tetap disegani rakyat, dengan menunjukkan kemampuan pribadi dan
keahliannya dalam berperang dan memimpin pasukan; penghargaan terhadap bakat seseorang, dan mendorong
rakyat melakukan tugas dengan rasatenang, tanpa rasa takut, serta menghargai orang yang ikut memakmurkan
negara.
35
dianggap iebih rasional menjadi acuan utama Ketuhanan dasar legitimasinya adalah Tuhan
bagi mereka yang melihat kekuasaan sebagai melalui perintah-perintah dalam kitab suci.
fenomena sosial yang tidak terelakkan. Dengan demikian, sumber legitimasi
Jika dilihat dari substansi kekuasaan, kekuasaan dalam perspektif ini berasal dari
pikiran Machiavelli dapat masuk dalam tataran kekuatan supranaturai, yaitu Tuhan.
kedua perspektif ini. Tetapi dari segi basis nilai Sedangkan perspektif sosiologis dasar
pikiran Machiavelii terasa sulit untuk legitimasinya berasal dari masyarakat. Apabila
dikategorikan. Di satu pihak, la mengambii kekuasaan adaiah fenomena yang alami,
jarak dengan perspektif religius dalam maka masyakarat melalui interaksi akan
memandang soal-soal yang berbau duniawi. menghimpun suatu kekuatan dan selanjutnya
Di pihak iain, ia mengkonsentrasikan perhatian secara institusional kekuasaan dipercayakan
pada bagaimana raja sebagai penguasa kepada pimpinan atau sekelompok orang
harus bersikap dan bertindak daiam untuk melaksanakan.
menjalankan kekuasaan. Baginya, dengan Pengalaman di negara-negara Eropa
adanya angkatan perang yang kuat, maka Barat terutam pada akhir abad pertengahan,
menjadi jaminan bagi keamanan dan legitimasi atas dasar kekuasaan Tuhan
kokohnya negara. ia seolah menekankan mendapat banyak kritikan, sebab para
adanya negara penjaga malam yang hanya penguasa pada waktu itu justru memonopoii
menjalankan fungsi ketertiban tanpa kekuasaan atas dalih sebagai wakii Tuhan,
meiibatkan secara penuh masyarakat yang sehingga tidak seorangpun mempunyai
ada didalamnya. la tampaknya berpikirbahwa wewenang untuk meniiai.
tanggung jawab untuk membuat ketertiban Legitimasi atas dasar nilai religius
sepenuhnya ada pada seorang raja.Untuk itu, yang berasal dari kekuatan lllahi ini membawa
raja harus membuat rakyat selalu takut, taat implikasi bahwa kekuasaannya berada di atas
dan bergantung padanya. Pengabaian penilaian moral. Penguasa adalah sesuatu
perspektif religius dan sosiologis oieh .yang menggerakkan bukan sebagai subjek
Machiavelli ini membuat ketidakjelasan penanggungjawab. Masyarakat tidak dapat
mengenai perspektif mana yang digunakan bertindak iain kecuali menerima titah
Machiavelli dalam member! kontribusi penguasa. Thomas Aquinas (1255-1274)
pemikiran kepada Raja Lorenzo De Medici. menggantungkan legitimasi kekuasaan
negara pada kesesuaiannya dengan tuntutan-
tuntutan normatif. Thomas Aquinas
Dasar Legitimasi Kekuasaan
menegaskan bahwa hukum kbdrat harus
Apabila secara hakikat antara kekuasaan menjadi dasar kekuasaan, bukan kekuasaan
dalam tinjauan filsafat Ketuhanan sebagai yang menjadi dasar hukum. la menuntut
gejala sosial tidak menampakkan perbedaan adanya penggunaan kekuasaan atas dasar
yang mencolok, maka dari segi dasar legitimasi etis.^^
legitimasinya sangat berbeda, Perspektif
''Fran Magnis Suseno. 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta; Gramedia. Him. 1.4,5,
Dengan demikian, pengabsahan atau adalah keyakinan bahwa untuk menerima dan
legitimasi kekuasaan atas dasar religius ini mentaati penguasa dan memenuhi tuntutan-
bersifat perenial atau^abadi. Implikasi tuntutan dari rezim itu merupakan sesuatu
negatifnya adalah apabila penguasa tidak yang wajar A.M. Lipest menegaskan bahwa
dapat mengendalikan ego pribadinya sebagai cakupan legitimasi ini meiiputi kemampuan
manusia, sehingga muncul kecenderungan untuk membentuk dan mempertahankan
seperti yang dikemukakan oleh Lord Acton kepercayaan bahwa adanya iembaga-
bahwa kekuasaan itu cenderung absolut. ie.mbaga politik adalah sesuatu yang wajar
Bagaimanapun kekuasaan manusia untuk masyarakat.^®
mempunyai banyak kelemahan, kecuali Jika konsep legitimasi ini dianggap
manusia itu merupakan makhluk par excel sebagai suatu keyakinan dan keyakinan itu
lence seperti Nabi yang menerima legitimasi didelegasikan dalam bentuk kekuasaan, maka
tahta kekuasaan atas dasar wahyu yang sebenarnya ada ha! yang lebih dalam atau
diterimanya secara langsung dari Tuhah imanen dari keyakinan, yaitu nilai yang
sebagai pemegang tahta iegitimasi tertlnggi. meiandasi adanya keyakinan atau
Kekuasaan atas dasar wahyu tersebut kepercayaan itu. Mengapa masyarakat begitu
digunakan untuk mewujudkan kehidupan yakin bahwa penguasa yang ada dipercaya
yang lebih baik bagi umat. melaksanakan kekuasaan? Hal ini bararigkaii
Kekuasaan ataS'dasar legitimasi Tuhan sukardijeiaskan secara iogika. Sebab, sifatnya
terutama di Eropa pada abad pertengahan. yang imanen (terselubung) dalam hati nurani
memberikan preseden bahwa kekuasaan rakyat. Sedangkan dimensi transedensi
yang mempunyai legitimasi seperti itu ternyata keyakinan adalah kekuasaan yang
tidak menjamin adanya keadiian bagi rakyat. dilaksanakan berdasarkan iegitimasi tidak
Hal Ini yang dilihat dan dirasakan Machiavelli hanyamenyangkut keyakinan untuk menerima
sehingga ia menentang penggunaan dan mentaati penguasa serta meiiputi
kekuasaan atas dasar legitimasi lembaga kemampuan membentuk, mempertahankan
religius ketika itu. kepercayaan terhadap lembaga-iembaga
Pudarnya dominasi lembaga religius kekuasaan semat. Lebih dari itu, legitimasi
daiam politik praktis mendorong munculnya menyangkut tentang keyakinan, yaitu nilai
pemikiran agar kekuasaan itu mempunyai kebenaran dan keadiian yang menggerakkah
dasar legitimasi yang dapat diterima secara keyakinan pada hati nurani, Oleh karena itu
rasional. Kemudian muncul suatu pemikiran nilai dapat menjadi kontrol bagi kekuasaan,
bahwa dasar kekuasaan itu adalahrakyat atau minimal kontrol moral.
masyarakat. Kontrol moral inilah yang tampak oleh
Legitimasi dalam perspektif masyarakat Machiavelli, karena ia memberi begitu banyak
ini sebagaimana dikatakan oleh David Easton hak tentang bagaimana seorang raja
'®Lihat pendapat David Easton dan AM. dikutip oleh Mirian Bidiarjo. Op.CitHim 90-91.
37
memerintah, tetapi tidak memberi keterangan penguasa. Machiavelli tampaknya berada
tentang apa atau siapa yang harus memberi pada wilayah ini. la begitu apatis terhadap
kontrol moral terhadap raja. Aspek moralitas institusi moral yang mengatasi persoalan
inilah yang tidak dikedepankan oleh negara. Hal ini sesuai dengan alam pikiran
Machiavelli, sehingga pemikirannya sering Renaissance yang menghilangkan segala hal
dicap tidak moralis. yang bersifat transedental, metafisi, karena
Bagi Machiavelli. legitimasi moral dianggap tidak rasional termasuk
bukanlah hal yang utama, sebab kestabilan memisahkan agama dan negara. Agama
dan kelestarlan kekuasaan lebih penting. la dalam pandangan Machiavelli dianggap
memang melawan arus pemiklran yang sebagai institusi moral. Sebaliknya kritik yang
berkembang ketika itu. Machiavelli menganut ditujukan kepada legitimasi masyarakat
semacam sinisme moral dalam fllsafat politik adalah sekularisasi dalam kekuasaan.
dan dengan berani la menuangkan sehingga kekuasaan jauh dari keberpihakan
gagasannya bahwa tujuan berpolitik bagi terhadap kebenaran dan keadllan yang harus
penguasa adalah mengamankan kekuasaan ditegakkan di muka bumi. Legitimasi pertama
yang ada di tangannya.'® seolah-olah hanya mendasarkan pada
Jika kita membuat perbandingan dengan pendekatan intuitif. Sebaliknya legitimasi
pemiklran politik Islam. Ibnu Khaldun menolak kedua menekankan pada pendekatan
legitimasi religlus dan kekuasaan. Tetapi Ibnu rasional. Dalam hal ini, sikap Machiavelli tidak
Khaldun pernah mengungkapkan bahwa terlalu jelas, sebab ia tidak begitu peduli
penolakannya untuk memandang kekuasaan apakah legitimasi kekuasaan raja berasal dari
dari tinjauan religlus bukan berarti ia masyarakat atau bukan. Baginya, karena raja
mengabalkan peran agama sama sekali. sudah memegang kekuasaan, maka ia harus
Agama merupakan faktor penting untuk mempertahankannya.
membimbing dan menuntun manusia dari Jika menerapkan metode dialektika,
sifat-sifat "kebinatangan". Dalam hubungan legitimasi religius sebagai tesis dan legitimasi
kekuasaan dan moralitas, agama sebagai masyarakat sebagai antitesis, maka keduanya
unsur rabbani dapat menjadi kontrol agar dapat dipertemukan dengan pernyataan
manusia lebih dekat kepada kebaikan dan bahwa kekuasaan selain memiliki dimensi
prinsip-prinsip keadilan.^° legitimasi intuitif atau keyakinan keimanan.
Respon yang muncul terhadap dua juga memiliki dimensi rasional. Tetapi
paradigma legitimasi ituyaitu legitimasi religlus kecenderungan yang besar terjadi pada
dan legitimasi masyarakat melahlrkan dominannya pendekatan rasional terhadap
penilaian tajam bahwa legitimasi religius kekuasaan, sebab kekuasaan adalah hal yang
cenderung memberikan status Quo bagi empirik dan dapat dikontrol oleh masyarakat
'®M. Sastrapratedja dan Franz M. Parera. Sang Penguasa, Surat-surat Kenegaraan untuk Umat
Lorenzo De Medici. Jakarta: Gramedia.HIm xxx-xxxi.
^°A Rahman Zainudin. Op. Cit. Him 114,135,140.
secara nyata melalui carayang logis. Dari segi petugas atau lembaga tertinggi. Tugas
legitimasi ini pikiran.Machiaveili makin tampak utamanya iaiah mengatur dan menjaga agar
tidak berangkat dari legitimasi religius. organisasi dengan bagian-bagiannya
Barangkali ia agak condong pada legitimasi mengejar tujuan bersama dengan cara yang
masyarakat seperti yang dapat kita lihat pada tepat dan efektif. Untuk bagian-bagian
pikirannya tentang kekuasaan yang organisasi, fungsi-fungsi pimpinan dan
konstitusional, yaitu kekuasaan yang mendapat pengawasan itu dapatdan biasanya jugaharus
dukungan psnuh dari rakyat. Dukungan penuh diserahkan kepada petugas-petugas atau
ini mengandung aspek keyakinan yang pada pemimpin-pemimpin bawahan.^'
akhirnya melahirkan legitimasi. Berbeda dengan organisasi-organisasi
masyarakat itu, negara adaiah suatu
Retrospeksi atas Haklkat dan Tujuan organisasi masyarakat yang berdaulat.
Negara Berdasarkan kedauiatannya ini negara dapat
menentukan bahwa semua orang yang
Pemikiran Machiavelil daiam the Prince mendiami wilayahnya, kecuali orang asing,
pada dasarnya mengajak kita untuk adalah warganya yang harus tunduk padanya.
memikirkan kembali apa sebenarnya hakikat Orang-orang tidak ditanya lebih dahulu, tetapi
dan tujuan negara. Pada hakikatnya negara secara otomatis adalah warga negara dengan
adalah suatu organisasi masyarakat, yaitu hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Demikian
sekelompok orang yang dengan kerjasama pula anak-anak yang lahir dari mereka.
dan pembagian tugas yang jelas mengejar Berdasarkan kedauiatannya itu pula negara
suatu tujuan bersama yang tidak dapat dicapai dapat menetapkan peraturan perundang-
orang masing-masing, karena di iuar undangan yang bersifat memaksa mengenai
kemampuannya sendiri. Kerjasama demi tingkah iaku warganya dan harus dipatuhi di
tercapainya tujuan bersama serupa itu dijamin: bawah ancaman hukuman bagi pelanggar-
Pertama, Dengan adanya pembagian tugas pelanggarnya. Selain itu, negara mempunyai
yang jelas dan terarah pada tujuan bersama; hak untuk menuntut kepada para warganya
Kedua, dengan adanya pimpinan, dan agar menyerahkan sebagian kekayaan dan
pengawasan. Dengan menggunakan pendapatan kepadanya, antara lain sebagai
pembagian tugas itu. maka setiap anggota pajak, atau melakukan sesuatu untuknya
mempunyai tugas tertentu dalam hubungan seperti membela tanah air terhadap serangan
dengan keseluruhan. Tugas itu biasa disebut musuh dari Iuar. Mengenai persoalan moral
fungsi. Selain itu, setiap organisasi mempunyai dalam negara, seharusnyanegara dikeluarkan
pucuk pimpinan yang diserahkan kepada dari persoaian-persoaian moral.^^
Logeman dalam Kirdi Dipoyudo. 1989. Tugas PokokNegara dalam Memajukan Kesejahteraan
Sosial. Analisis CSIS. him 539.
Isjwara. 1987. Pengantarllmu Politik. Bandung, him 58.99-108.
39
Kedaulatan yang merupakan ciri utama menyusun dan menjaga tertib dalam
negara itu bersumber pada tujuan negara masyarakat itu muncul suatu bentuk baru
sebagai masyarakat yang paling lengkap dan kehidupan bersama, yaitu negara. Dengan
paling tinggi. Tanpa kedaulatan; negara.tidak perkembangan organisasi kekuasaan dan
akan dapat mencapai tujuannya, yang juga tugasnya, berkembang pula negara. Dewasa
lebih luas dan lebih lengkap daripada tujuan ini negara merupakan suatu organisasi yang
masyarakat lain. Justru karena Iain-Iain sangat kompleks dan mempunyai berbagai
masyarakat itu tidak mencukupi kebutuhan segi."
manusia sepenuhnya, maka negara dibentuk. Dari uraian di atas jelaslah bahwa negara
Kepentingan-kepentlngan yang menjadi bukanlah tujuan, melainkan untuk mencapai
urusan negara mengatasi kemampuan suatu tujuan. Sesuai dengan hal tersebut,
masyarakat itu. pemimpin-pemimpin menganggap negara
Di antara kepetingan-kepentlngan itu yang sebagai suatujembatan yang menghubungkan
dirasakan sebagai kepentingan utama adalah kita dengan masa depan yang lebih baik. Ada
keamanan diri dan harta benda orang-orang juga yang menyamakannya dengan sebuah
terhadap bahaya dari luar. Dengan adanya bahtera yang menyangkut seluruh rakyat ke
ancaman itu orang-orang bersatu menjadi pelabuhan kesejahteraan. Pada hakikatnya
kesatuan menetap untuk menangkisnya. negara adalah suatu lembaga sosial yang
Dengan demikian, dibentuk organisasi dibentuk oleh orang-orang untuk memenuhi
masyarakat yang bertugas untuk kebutuhan-kebutuhan vital mereka yang tidak
memperhatikan kepentingan itu. Agar dapat dapat dipenuhl dengan jalan lain. Negara
menjalankan tugasnya dengan baik, adalah suatu keharusan dalam arti bahwa
organisasiitu.diberi kekuasaan untuk membuat pada tahap perkembangan tertentu, orang-
peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh orang harus membentuk negara. Dengan
seluruh masyarakat dan mengambil tindakan- demikian, mutu suatu negara bergantung
tindakan yang perlu. Timbullah suatu pada kemampuannya untuk memenuhi
kekuasaan yang dapat menclptakan dan kebutuhan-kebutuhan rakyat dengan baik.
membina tata tertib serta menjaga keamanan. Kirdi Dipoyudo mengatakan bahwatujuan
Kekuasaan itu diberikan kepada seorang atau negara merupakan masalah utama bagi para
sekelompok orang yang menonjol dalam negarawan dan ahli politik sejak zaman kuno.
kebijaksanaan, kecakapan dan keberanian. Plato dalam karyanya tentang negara timbul
Setiap orang tunduk padanya dan yang tidak karena kebutuhan orang-orang. Tiada
mau dapat dipaksa dengan kekerasan untuk seorang pun dapat memenuhi kebutuhannya
taat kepadanya. Pada permulaan peradaban sendiri. Untuk memenuhi kebutuhannya yang
organisasi kekuasaan itu bersifat sederhana tidak dapatdipenuhi oleh maslng-masing orang,
dan belum begitu besar. Tetapi dengan disusunlah negara. Demikian pula untuk
kekuasaan umum yang dimaksud untuk
"J.D. Mabbot dan Ernst B. Shultzdalam Kirdi Dipoyudo, op.cit, him. 540.
•^^Hidup yang baik artinya adanya keamanan dari bahaya-bahaya yang mengancam orang-orang dan
kebebasan darikekurangan-kekurangan fisik, juga tersedlanyasararia-sarana yang beriimpah-limpah untuk
mewujudkan kesejahteraanmateriil dan splrituil. termasuk kehidupan intelektual dan susila,
^^Kirdi Dipoyudo, op.cit, him 540-541.
^AriefBudiman. 1996. TeoriNegara, Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Gramedia.Jakarta, him 24.
- 41
Ide-ide Machiavelli tentang pengamanan konsekuensinya raja harus selalu
terhadap kekuasaan dengan instrumen utama menanamkan kepercayaan rakyat kepadanya.
kekuatan militer patut dikhawatirkan. Hal ini Dengan demikian. indikasi penguatan peran
menyebabkan destruksikekuasaan yang lebih negara melalui tangan raja dalam
besar. Jika instrumen kekuatan militer ini memobiiisasi kekuasaan sangat kuat.
menjadi andalan utama negara dalam Machiavelli tampaknya mengabaikan
mempertahankan kekuasaan, maka apapun unsurperanrakyat yangbesar dalam dinamika
yang dianggap dapat mengancam kekuasaan kehidupan bernegara. Soal kekuasaan dalam
dari manapun datangnya merupakan musuh pandangannya seolah hanya urusan
yang harus berhadapan dengan kekuatan penguasa..Adapun rakyat hanya menjadi
represif militer, Walaupun Machiaveilimelihat- pendukung penuh dari kebijakan penguasa
nya dari konteks kekuatan defensif negara tanpa memberi tempatyang lebih leluasa pada
terhadap serangan dari iuar, tetapi besar peranserta rakyat secara riil dalam
kemungkinan ha! itu juga berlaku bagi menjalankan pemerintahan. Meskipun
penindakan terhadap rakyat yang dianggap Machiavelli menggulirkan pemikiran tentang
musuh, karena mengobarkan perlawanan kekuasaan yang konstitusional. Namun
terhadap kekuasaan. Dengan demikian, sebuah ironi kekuasaan muncul ketika raja
kekuasaan negara akan dieksploitasi untuk sebagai pemegang kekuasaan justru
mengamankan kekuasaan seorang yang dianjurkan untuk mempertahankannya
sedang berkuasa, bukan untuk membela dengan dukungan kekuatan militer atau
ketertindasan rakyat. Oleh karena itu, tujuan angkatan perang. Sementara rakyat harus
negara menjadi terfokus pada bagaimana senantiasa patuh, taat dan merasa tergantung
mempertahankan kekuasaan yang sudah ada pada raja. Disinilah sebenarnya letak gejala
di tangan, apapun caranya. sentralisasi kekuasaan pada seorang, yang
Jika hai itu terjadi, maka negara dapat dapat memicu tumbuhnya rasa tidak puas di
memaksakan kehendaknya kepada warga kalangan rakyat. Disamping itu, kekuasaan
atau keiompok. yang ada di masyarakat. yang ada pada raja cenderung memperbesar
Bahkan, jika periu. negara mewakili kekuasannya. Dengan mengatasnamakan
keabsahan menggunakan kekerasan fisik negara, raja dapat bertindak sewenang-
dalam memaksakan kepatuhan masyarakat wenang. Arief Budiman mengatakan bahv/a
terhadap perintah-perintah yang dikeluarkan. kekuasaan kepentingan umum dapat
Negara sebagai keiembagaan menghadirkan memaksakan kehendaknya melawan
keamanan di tengah kehidupan rakyatdengan kehendak-kehendak pribadi atau keiompok
membentuk angkatan perang yang kuat. masyarakat yang lebih kecil.^^
Pemikiran Machiavelli ini menegaskan bahwa Machiavelli tampak berada pada
negara harus mengambilalih seluruh pernyataan di atas. Sebab, raja atas nama
kekuasaan yang ada pada rakyatdan sebagai negara diperbolehkan bertindak dengan
^'Ibid.. Him. 5.
^®Moh. Kusnardi dan Bintan RSaragih. 1988. Ilmu Negara. Gaya Media. Jakarta.
43
gereja yang dominan atas negara, tetapi Daftar Pustaka
alasan mengapa ia mendobraknya hanya A. Rahman Zainudin. 1992. Kekuasaan
dapat dipahami bahwa kekuasaan negara Negara. Pemikiran Poiitik Ibnu
yang dijalankan oleh lembaga-lembaga Khaldun. Jakarta: Gramedia Pustaka
religius dan raja merupakan perpanjangan Utama.
tangannya yang telah melahirkan kehancuran
dan ketidakadilan. Anthony Giddens dan David Held. Pendekatan
Sikap Machiavelli ini berimbas padatujuan Kiasik dan Kontemporer mengenai
negara. Kekuasaan sebagai substansi dari Kelompok Kekuasaan dan Konflik.
negara dan ada pada tangan seorang raja Rajawali Press. Jakarta
harus dipertahankan sedemikian rupa, Arief Budiman. 1996.Teor/ Negara, Negara,
sehingga kekuasaan itu tidak hilang, dengan Kekuasaan dan Ideoiogi. Gramedia.
dibentuknya angkatan perang yang kuat. Jakarta.
Negara merupakan alat bagi raja untuk
mempertahankan kekuasaannya. Dalam Departemen Agama Republik Indonesia.
kontek kekinian, ide Machiavelli tanpa sadar 1989. Al-Qur'an dan Terjemahan-
memudar, walaupun di beberapa negara nya. JayaSakti. Surabaya.
tampay menguat dengan kekuatan militer F. Isjwara. 1987. Pengantar llmu Poiitik.
dalam struktur kekuasaan negara. Bandung.
Terlepas darl polemik yang sering
Fran Magnis Suseno. 1986. Kuasa dan
mewarnai diskursus tantang pemikiran
Moral. Gramedia. Jakarta.
Machiavelli, agaknya menjadi sebuah
keharusan bagi penguasa untuk memlliki ba , 1988. Etika Poiitik, Prinsip-prinsip
sis moral yang agak kuat agar ia menjalankan Moral Dasar Kenegaraan Modern.
kekuasaan secara bijak. Disamping itu, Gramedia. Jakarta.
penguasa harus pula memahami etika politik Hamzah Ya'cub. 1984. FHsafat Ketuhanan.
agar ia mampu mewujudkan kekuasaan yang Ai-Maarif. Bandung.
berwajah humanis atau kata Fran Magnis
Suseno, dapat membantu usaha Kirdi DIpoyudo. 1989. Tugas Pokok Negara
pengejawantahan ideologi negara yang luhur dalam Memajukan Kesejahteraan
didalam realitas poiitik yang nyata. Hal ini dapat Sosial. Analisis CSIS,
direfleksikan pada apa yang menjadi inti M. Sastrapratedja dan Franz M. Parera. Sang
keadilan sosial, apa dasaretis kerakyatan, dan Penguasa, Suraf-surat Kenegaraan
bagaimana kekuasaan harus ditangani untuk Umat Lorenzo De Medici.
supaya sesuai dengan martabat Gramedia. Jakarta
kemanusiaan.^^Soal etika ini tampak hilang
dari pemikiran Machiavelli. •
^Franz Magnis Suseno. 1988. Etika Poiitik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.
Gramedia. Jakarta. Him. 7.
Miriam Budiarjo. 1991. Aneka Pemikiran Muhammad Tahir Azhary. 1992. Negara
tentang Kekuasaan dan Wibawa. Hukum: Suatu Studi tentang
Pustaka Sinar Harapa. Jakarta. Prinslp-Prinsipnya, Dilihat dari Segi
Hukum islam, Implementasinya
, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi
pada Periods Negara Madinah dan
Parlementer dan Demokrasi
Masa Kini. Bulan Bintang. Jakarta.
Pancasila. Gramedia. Jakarta
W.J.S. Poerwodarminto. 1976. Kamus Besar
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih. 1988.
Bahasa Indonesia. Departemen
Ilmu Negara. Qaya Media. Jakarta.
Pendldikan dan Kebudayaan dan Balai
Pustaka. Jakarta.
• ••
45