Anda di halaman 1dari 11

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

KAJIAN STANDAR MUTU SUSU FORMULA DALAM UPAYA MENEKAN KONTAMINAN Enterobacter sakazakii
Oleh
Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

Misgiyarta1

Abstrak
Mutu dan keamanan pangan merupakan satu parameter terpenting pada produksi pangan, termasuk susu formula bayi. Susu formula bayi merupakan nutrisi bagi bayi. Produk tersebut memerlukan standar mutu dan keamanan yang tinggi. Kontaminasi E. sakazakii pada susu formula bayi mengancam kesehatan dan jiwa bayi. Penanganan kontaminasi E. sakazakii pada susu formula bayi sangat penting dilakukan. Penanganan tersebut antara lain: (a) diperlukan penetapan batas maksimum kontaminan E. sakazakii (< 3 cfu/100g) pada produk susu formula bayi dan sejenisnya, (b). meminimalkan investasi E. sakazakii pada proses produksi susu formula. Keberhasilan menangani kontaminasi E. sakazakii pada produk susu formula bayi menekan tingkat kematian bayi akibat infeksi patogen. Kata kunci: kontaminan, Enterobacter sakazakii, susu formula bayi

Peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

I.

PENDAHULUAN
Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

1.1 Latar belakang Munculnya berita di berbagai media elektronik maupun surat kabar tentang tercemarnya produk susu formula bayi oleh bakteri Enterobacter sakazakii telah banyak menyita perhatian berbagai pihak. Berbagai tanggapan dari elemen masyarakat antara lain meminta pemerintah untuk bertindak tegas dengan mengumumkan berbagai merek produk susu formula bayi yang tercemar dilanjutkan dengan mengharuskan industri terkait menarik produknya dari pasaran (Kompas, 2008). Reaksi masyarakat atas peristiwa kontaminasi produk susu formula bayi oleh bakteri E. sakazakii dapat dimaknai sebagai kepedulian masyarakat terhadap mutu dan keamanan produk pangan. Produk pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai produk yang memenuhi kriteria mutu yaitu aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Oleh sebab itu menjadi tugas semua pihak terutama lembaga ilmiah terkait untuk berperan aktif menyampaikan informasi hasil penelitian, pengembangan yang relevan untuk memberikan kesadaran dari aspek ilmiah. Dengan demikian masyarakat akan terbiasa untuk berfikir dan bertindak secara logis dan sadar akan konsekuensinya. 1.2 Bakteri E. sakazakii E. sakazakii merupakan bakteri berbentuk batang, Gram negatif (White, 1998; Wikipedia, 2008), sel tunggal atau bergandengan, tidak membentuk spora (WHO, 2004), bersifat motil, memiliki flagella peritrik (White, 1998). Morfologi koloni E. sakazakii pada media Trypthon Soy Agar / TSA dari Oxoid: bahwa E. sakazakii membentuk koloni berbentuk bulat dan berwarna hijau (Kane, 2004). Koloni E. sakazakii kering mukoid dan liat seperti karet (Farmer et al., 1980).

Gambar 1 Koloni Enterobacter sakazakii pada media TSA (Sumber: Kane, 2004) Virulensi dari E. sakazakii pada beberapa penelitian terkait dengan kemampuan bakteri tersebut menghasilkan racun yang disebut enterotoksin. Pada pengujian dengan

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

menggunakan tikus dengan injeksi dan melalui oral menyebabkan kematian pada tikus. Setelah diisolasi dari tikus ternyata E. sakazakii mampu menghasilkan enterotoksin (White, 1998). Berbagai studi diperoleh informasi bahwa E. sakazakii bersifat patogen, menyebabkan kematian pada bayi 40-48%. (White, 1998; Wikipedia, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muytjen et al., 1983 melakukan evaluasi terhadap 8 kasus meningitis pada bayi disebabkan oleh E. sakazakii. Dari kasus bayi yang terkena infeksi E. sakazakii tersebut enam diantara bayi baru lahir tersebut meninggal. E. sakazakii juga menyebabkan berbagai penyakit lain diantaranya adalah bakteraemia, nekrotis enterokolitis (Wikipedia, 2008), sepsis, serebritis (WHO, 2004). E. sakazakii dapat menyebabkan penyakit pada semua kelompok umur walaupun kasus banyak terjadi pada bayi. Pada bayi terdapat kelompok yang disebut sebagai kelompok rawan terinfeksi E. sakazakii yaitu bayi dengan berat lahir <2000 g, bayi terlahir prematur (usia kandungan <37 minggu), bayi yang terlahir dari ibu positif mengidap HIV (WHO, 2004). Sumber penularan E. sakazakaii berasal dari susu formula bayi (WHO, 2004; Yin et al., 2006; Wikipedia, 2008). Berdasarkan hasil penelitian di negara maju dari 141 sampel susu formula bubuk, 20 diantaranya positif terkontaminasi E. sakazakii walaupun pada level rendah, berdasarkan standar Codex mengacu pada kontaminan Escherichia coli (< 3 cfu/g). Pada kasus studi yang lain memaparkan bahwa tidak semua E. sakazakii bersifat virulen. Dari hasil studi dikemukakan bahwa dari 18 strain E. sakazakii 2 diantaranya dapat menghasilkan enterotoksin yang mematikan. Dan pada uji dengan menggunakan hewan tikus menyebabkan matinya tikus uji yang diberikan melalui oral. Tingkat virulensi setiap E. sakazakii berbeda. (Pagotto, 2003). 1.3 Standar Mutu Susu Formula bayi Susu formula bayi adalah susu yang dihasilkan oleh industri untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu dipahami susu cair steril sedang susu formula tidak steril (WHO, 2004). Negara Indonesia memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk berbagai produk, termasuk diantaranya adalah produk susu formula bayi SNI mengacu pada produk susu bubuk SNI 01-2970 1999 (Tabel 1). Parameter mutu produk susu formula untuk bayi mencantumkan tingkat cemaran atau kontaminan mikroba antara lain: angka lempeng total, Coliform, E. coli, Salmonella, S. aureus. Tabel 1. SNI 01-2970-1999 Susu Bubuk Persyaratan Susu Bubuk Rendah Lemak

Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

No.

Jenis Uji

Satuan

Susu Bubuk Berlemak

Susu Bubuk Tanpa Lemak

1.

Keadaan:

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

No.

Jenis Uji

Satuan

Susu Bubuk Berlemak Normal Normal Maks 4,0 Mmaks 6,0 Min. 26,0 Min. 25,0 Tidak ternyata Maks. 20,0 Maks. 0,3 Maks. 40,0 Maks.40,0/250* Maks. 0,03 Maks.0,1

1.1 1.2 2. 3. 4. 5. 6. 7. 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 8. 9.

Bau Rasa Air b/b % Abu b/b % Lemak % Protein % Pati % Cemaran Logam: % Tembaga (Cu) mg/kg Timbal (Pb) mg/kg Seng (Zn) mg/kg Timah (Sn) mg/kg Raksa (Hg) mg/kg Arsen (As) mg/kg Cemaran Mikroba: 9.1 Angka Lempeng Koloni/gr Total 9.2 Coliform APM 9.3 E. coli Koloni/g 9.4 Salmonella Koloni/100g 9.5 S. aureus Koloni/g Catatan *: Untuk kemasan kaleng

Persyaratan Susu Bubuk Rendah Lemak Normal Normal Maks 4,0 Maks 9,0 1,5 - < 26,0 Min. 26,0 Tidak ternyata Maks. 20,0 Maks. 0,3 Maks. 40,0 Maks.40,0/250* Maks. 0,03 Maks.0,1

Susu Bubuk Tanpa Lemak


Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

Normal Normal Maks 4,0 Maks 9,0 Maks. 1,5 Min 34,0 Tidak ternyata Maks. 20,0 Maks. 0,3 Maks. 40,0 Maks.40,0/250* Maks. 0,03 Maks.0,1

Maks 5x105 Maks.20 Negatif Negatif 1x102

Maks 5x105 Maks.20 Negatif Negatif 1x102

Maks 5x105 Maks.20 Negatif Negatif 1x102

Upaya-upaya lain yang lebih mendasar adalah dengan cara penentuan standar mutu susu yang mencantumkan parameter tingkat kontaminan E. sakazakii maksimum pada susu formula yang diperbolehkan sehingga peluang terjadinya infeksi E. sakazakii dapat diminimalkan. Kajian standar mutu susu formula terkait dengan parameter tingkat kontaminan E. sakazakii sangat diperlukan agar konsumen susu formula terlindungi dari infeksi E. sakazakii. 1.4 Tujuan Pemaparan karya tulis ini bertujuan untuk: 1. Memberikan pemaparan perlunya penetapan batas maksimum kontaminan E. sakazakii pada produk susu formula bayi. 2. Memberikan pemaparan cara menekan kontaminasi E. sakazakii pada proses produksi susu formula bayi.

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

II.

METODOLOGI

Tulisan ini disusun berdasarkan studi yang dilakukan dengan cara: 1. Mengkaji terhadap SNI susu bubuk 01-2970 1999 dan perlunya mengadopsi parameter mutu susu bubuk terhadap parameter tingkat kontaminan E. sakazakii. Kajian dilakuan terhadap data-data tingkat kontaminan E. sakazakii yang dapat menyebabkan wabah. Kajian dilakukan terhadap data laporan yang keluarkan oleh WHO tahun 2004. 2. Mengkaji peluang investasi E. sakazakii pada proses produksi susu formula dan upaya meminimalkan investasi E. sakazakii pada produk susu formula. Kajian dilakukan dengan mengumpulkan data-data peluang investasi E. sakazakii pada tahapan proses pembuatan susu formula. III. PEMBAHASAN

Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

Idealnya bayi yang baru lahir mendapatkan asupan nutrisi dari air susu ibu/ASI. Namun demikian dengan alasan medis tidak semua bayi memperoleh asupan nutrisi secara memadai dari ASI. Untuk bayi dengan resiko tinggi seperti terlahir secara prematur, terlahir dengan berat badan < 2000 g dan bayi terlahir dari ibu yang positif mengidap HIV keperluan rekomendasi yang diberikan secara medik adalah dengan pemberian nutrisi melalui susu formula khusus bayi. Dengan demikian susu formula bubuk bayi diberikan pada bayi pada saat setelah persalinan. Pemberian dilakukan pada saat bayi masih pada tahap perawatan kelahiran di rumah sakit maupun saat telah kembali ke rumah. Pemberian asupan nutrisi melalui pemberian susu formula bayi bertujuan memberikan segala keperluan nutrisi bayi. Di lain pihak pemberian nutrisi melalui susu formula memberikan peluang bayi terinfeksi oleh bakteri E. sakazakii. Untuk meminimalkan resiko terkena infeksi bakteri E. sakazakii adalah dengan beberapa cara pengaturan standar tingkat kontaminan E. sakazakii pada susu formula. Setiap negara memiliki standar baku untuk mengatur mutu dan keamanan pangan. Standar mutu dan keamanan pangan diberlakukan untuk memberikan pengaturan yang bersifat pencegahan bahaya. Indonesia memiliki standar baku terkait dengan mutu dan keamanan pangan yang disebut sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI). Di tingkat Internasional berlaku standar internasional yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan yang disebut sebagai standar Codex. 1.1 Kajian Standar Mutu Susu Formula sebagai Upaya Menekan Kontaminan E. sakazakii Terkait dengan kontaminan E. sakazakii pada susu formula bayi, SNI belum merekomendasikan tingkat kontaminan E. sakazakii. Demikiaan juga hingga tahun 2004 Codex belum merekomendasikan tingkat kontaminan E. sakazakii pada produk susu formula bayi (WHO, 2004). Standar kontaminan mikroba pada susu bubuk masih

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

mengacu pada tingkat kontaminan Coliform pada level 20 cfu/g (Anonymous, 1999) (Tabel 2). Tabel 2 Standar Tingkat Kontaminan Mikroba Pada Susu Bubuk SNI 01-2970-1999 Persyaratan Susu Bubuk Rendah Lemak

Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

No.

Jenis Uji

Satuan

Susu Bubuk Berlemak

Susu Bubuk Tanpa Lemak

9. 9.1

9.2 9.3 9.4 9.5

Cemaran Mikroba: Angka Lempeng Total Coliform E. coli Salmonella S. aureus

Koloni/gr

Maks 5x105

Maks 5x105

Maks 5x105

APM Koloni/g Koloni/100g Koloni/g

Maks.20 Negatif Negatif 1x102

Maks.20 Negatif Negatif 1x102

Maks.20 Negatif Negatif 1x102

Dengan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba spesifik termasuk penyakit disebabkan oleh E. sakazakii yang bersumber dari susu formula bayi telah memberikan kesadaran baru. Perkembangan mikroba patogen termasuk diantaranya E. sakazakii bersifat dinamis dan spesifik. Perlu diketahui bahwa E. sakazakii pada tingkat populasi < 3 cfu/100 g dapat menyebabkan wabah penyakit (Block et al, 2002). Pada proses distribusi susu formula yang tidak disimpan pada refrigerator dapat menyebabkan peningkatan jumlah kontaminan secara signifikan. Data tersebut diadopsi oleh WHO yang menyatakan tingkat kontaminan E. sakazakii pada level 3 cfu/100 g dapat menyebabkan wabah ( WHO, 2004). Fakta tersebut di atas membuktikan bahwa standar mutu dan keamanan pangan yang dianut harus bersifat dinamis dan spesifik. Terkait dengan hal tersebut perlu kiranya Indonesia dengan SNI merekomendasikan level kontaminan E. sakazakii yang lebih ketat. Berdasarkan fakta yang sudah dipaparkan diatas diperlukan angka tingkat kontaminan E. sakazakii pada produk susu formula bayi adalah dibawah 3 cfu/100 g. 1.2 Meminimalkan Investasi E. sakazakii Pada Produk Susu Formula Ahli industri pengolahan susu bubuk dari USA dan Eropa mengemukakan bahwa susu formula bubuk bayi dapat dihasilkan dengan beberapa cara. Bagan alir produksi dan penggunaan susu formula bubuk bayi serta beberapa poin kemungkinan investasi/masuknya kontaminan bakteri E. sakazakii dipaparkan pada Gambar 2. Cara produksi susu formula bubuk bayi secara umum ada tiga proses pembuatannya, yaitu (WHO, 2004): 1. Proses pencampuran basah

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

2.

3.

Semua komponen ditangani dalam bentuk tahap cair dan perlakuan panas (critical control point/ccp) seperti pasteurisasi atau sterilisasi dan pengeringannya. Proses percampuran kering Setiap bahan dipersiapkan, perlu perlakuan panas awal, dikeringkan, dan pencampuran kering. Proses campuran Bahan diproses menurup proses 1, bahan baku tepung dan bahan tambahan tersisa ditambahkan menurut proses 2.

Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

Bahan Baku *

Pencampuran Basah

Pencampuran Kering

Pemanasan

Pengeringan*

Susu Formula* Bubuk

Penyajian* di rumah

Penyajian rumah sakit

di*

Konsumsi*

Konsumsi*

Gambar 2 Bagan Alir Proses Produksi Susu Formula Bubuk, dan Penyajiannya Pencampuran basah dianggap efektif mengeliminasi kontaminan mikroba. (Keterangan * = titik kritis kontaminasi mikroba) 1.3 Proses Pembuatan Susu Bubuk Formula Proses pembuatan susu formula bubuk merupakan salah satu contoh alternatif pengolahan dan pengawetan susu dengan cara menurunkan kadar air susu dari 87% (susu segar) menjadi 3% (susu bubuk) dengan cara spry drying (Widodo, 2003). Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air (aw) sehingga menekan pertumbuhan mikroba. Bakteri dan khamir terhambat petumbuhannnya pada kadar aw 0,65. Sedangkan bakteri pertumbuhannya terhambat pada aw 0,75 (Early, 1998).

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

Proses pengeringan susu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan freez drying dan spry drying. Freeze drying adalah penguapan susu dilakukan pada keadaan vakum, air tersublimasi keluar dari susu. Teknologi pengeringan freeze drying memerlukan energi yang tinggi. Sedangkan pengeringan spry drying adalah pengeringan dengan cara menyemprotkan susu yang sebelumnya telah dilakukan evaporasi. Proses spry drying adalah menyemprotkan butiran halus ke dalam aliran udara panas. Pengeringan spry drying melalui tahapan sebagai berikut (a) evaporasi, pengupan air susu dari kadar air 88% menjadi 50%, (b) sprying adalah pengeringan seprot untuk menghasilkan bubuk (powder) dan (c) pengeringan lanjut (after dyer) adalah penguapan partikel dari bubuk susu. Pengolahan susu bubuk tidak hanya sekedar menguapkan air namun mempertimbangkan aspek nutrisi dan keamanan dari kontaminan. Secara ringkas pengolahan susu melalui tahapan sebagai berikut: (Widodo, 2003) 1. Standarisasi, yaitu pengolahan awal untuk mendapatkan susu dengan padatan total tertentu. Pada tahapan ini diatur dengan penambahan butter oil, jumlah skim milk, serta potasium kaseinat. 2. Klarifikasi atau pemisahan material asing. Proses ini bertujuan menghilangkan benda asing berbahaya dengan alat clarifier. 3. Pasteurisasi dan steilisasi bertujuan meminimalkan kontaminan mikobiologi dengan menggunakan direct steam injection selama beberapa detik pada saat susu mengalir. 4. Evaporasi, adalah tahapan kunci pada produksi susu bubuk. Tahapan evaporasi dilakukan pada suhu 54-75C pada kondisi vakum. 5. Homogenisasi yaitu proses penyeragaman globula lemak untuk mencegah terjadinya creaming atau pemisahan lemak. 6. Spry drying, adalah proses pembentukan bubuk susu. Pada tahapan ini padatan total mencapai sekitar 95% dan kadar air 5%. 7. Pengeringan pasca sprying merupakan pengeringan lanjut untuk memperoleh kadar air maksimal 2,5-3%. Proses pembuatan susu bubuk memerlukan tahapan yang disebut sebagai tahap standardisasi yang bertujuan mendapatkan padatan total yang diinginkan. Penambahan bahan dasar pada proses pembuatan susu bubuk merupakan salah satu titik kritis terjadinya kontaminan bakteri termasuk diantaranya E. sakazakii. Beberapa bahan dasar yang sering ditambahkan untuk keperluan tertentu termasuk kelengkapan nutrisi diantaranya adalah: (Widodo, 2003) a. Susu bubuk skim. Susu bubuk skim yang ditambahkan memiliki padatan total 96,81% (protein 34,11%, kadar lemak 1,33% dan kadar air 3,19%). Penambahan skim bertujuan meningkatkan kadar lemak. Pada tahapan ini dilakukan pemanasan untuk mengeliminasi kontaminan mikroba. b. Potasium kaseinat, merupakan bahan tambahan yang kadar protein 84,15%, lemak 0,63%, padatan total 95,63, dan kadar air 4,37%. Penambahan potasium kaseinat bertujuan mengatur kadar protein pada produk akhir.

Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

Butter oil, ditambahkan bila produk akhir yang dikehendaki memiliki kadar lemak yang tinggi. Butter oil biasanya ditambahkan dalam keadaan cair pada tahap standardisasi. d. Vitamin premik, merupakan campuran vitamin (A, D, E, K, kalsium pantotenat, thiamin monositrat, nikotinamida, piridoksin, hidroklorida, asam folat, sodium askorbat dan D-biotin). Penambahan vitamin premik sebesar 0,0015% susu bubuk. Penambahan dilakukan dengan cara menyemprotkan ke bubuk susu yang baru keluar dari spry dyer. e. Mineral sebagai trace element yang sering ditambahkan pada susu formula bubuk untuk memenuhi nutrisi bayi. Penambahan dilakukan di ergon setelah spry drying. f. Lesitin, merupakan bioemulsifier yang mampu menggabungkan gogus polar dan non polar sehingga susu bubuk dapat larut air. Lesitin yang sering dipakai adalah soy lesithine. Lesithin diberikan di ergon setelah tahapan spry drying. g. Raftilosa, malto dekstrin dan frukto oligosakarida (FOS), diberikan sebagai prebiotik pada saat standardisasi. h. Madu dan sukrosa, diberikan untuk memberi rasa manis pada susu, terutama susu formula bubuk untuk balita. i. Kalsium karbonat, penambahannya bertujuan untuk pengkayaan kalsium pada susu bubuk. Komponen tersebut di atas berupa bubuk atau cairan, dapat bercampur dengan air untuk membuat campuran kemudian dikeringkan untuk membuat tepung/bubuk (aw<0,3) dalam spray drier yang besar. Prioritas pengeringan campuran cair (pasteurisasi suhu 71,6 C selama 15 detik, atau 74,4C selama 25 detik untuk produk yang mengandung pati, atau mengunakan pans lebih tinggi 105-125C selama kurang dari 5 detik. Pada produk susu formula bayi masih ditemukan terkontaminasi E. sakazakii seperti terpapar pada Tabel 3. Dari bagan alir dan penjelasan proses pembuatan susu formula bubuk untuk bayi masih memiliki peluang terkontaminasi E. sakazakii. Peluang masuknya kontamian E. sakazakii tersebut diantaranya adalah melalui penambahan bahan tidak diperlakukan dengan panas selama proses produksi susu bubuk formula baik pada proses pencampuran kering, dan proses kombinasi. Kontaminan E. sakazakii di samping bersumber dari bahan tambahan juga dapat timbul dari lingkungan proses yang kurang higienis. Kontaminasi terjadi lingkungan proses tahap proses kering, misalnya kontaminasi setelah proses pemanasan, kontaminan dari lingkungan seperti saat pengeringan atau pengemasan, (proses basah, proses kering dan kombinasi proses). Walaupun sudah dilakukan upaya sterilisasi dengan pemanasan peluang kontaminasi masih terjadi terutama bisa terjadi setelah pemanasan. Tabel 3 Keberadaan Enteriobacteriaceae dan E. sakazakii Dalam Bahan Digunakan Dalam Operasi Pencampuran Kering Untuk Semua Formula Bubuk (3 Tahun)

c.

Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

Bahan Material Vitamin/ Vitamine Skim susu bubuk/ Skim of Powdered milk Whey bubuk/ Powdered whey Sukrosa/ Sucrose Laktosa/ Lactose Tepung pisang/ Banan flour Tepung jeruk/ Orange flour Lesitin/ Lecitine Pati/Starc Sumber: WHO, 2004

Jumlah n (10 g) Sum of n (10g)

Coliform/ Enterobacteriaceaae + 793 8 835 1 23 3 28 70 3 1 1 155

E. sakazakii + 0 1 0 0 2 1 1 1 40
Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

1691 2219 105 61 135 1389

Cara pengendalian untuk mengeliminasi kemungkinan produk susu formula bubuk untuk bayi antara lain adalah: (WHO, 2004) Suplier diseleksi dengan kriteria yang ketat misalnya pengukuran yang tepat. Penerapan GHPs (Good Hygienic Practices). Verifikasi prosedur yang digunakan dalam tahapan produksi susu formula bubuk untuk bayi. Pengujian bahan tambahan. Pengamanan bahan baku, terutama bahan baku yang tanpa pemanasan tambahan. Melakukan pengendalian sanitasi lingkungan baik pada proses basah dan proses kering dengan penerapan sistem HACCP secara ketat. Monitoring E. sakazakii terhadap produk akhir proses. Menggunakan standar mikrobia paling akhir. IV. KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas dapat disampaikan beberapa kesimpulan: 1. Diperlukan penetapan batas maksimum kontaminan E. sakazakii pada produk susu formula bayi dan sejenisnya untuk mencegah terjadinya bahaya infensi E. sakazakii bagi konsumen. 2. SNI susu formula bayi perlu merekomendasikan tingkat kontaminan dengan mencantumkan parameter mutu produk susu formula mengandung E. sakazakii = negatif.

10

Prosiding PPI Standardisasi 2008, 25 November 2008

3.

Kontaminasi E. sakazakii pada produk susu formula bayi dapat terjadi pada saat proses produksi, pada tahapan penambahan bahan tambahan pembuatan produk tanpa pemanasan atau setelah pemanasan dan dari lingkungan produksi.
Copyright @ Puslitbang BSN, salinan artikel ini dibuat oleh Puslitbang untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan standar Copyright @ R&D of BSN, this copy issued by R&D for research, education and standard development

V. 1. 2.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1999. SNI 01-2970 Susu Bubuk Block, C., Peleg, O., Minster, N., Bar-Oz, B., Simhon, A., arad, I., and Shapiro, M. 2002. Cluster of neonatal infections in Jerusalem due to unusual biochemical variant of Enterobacter sakazakii. European Journal of Clinical Microbiology and Infectious Diseases, 21(8): 613-616 Early, R. 1998. Milk Concentrates and Milk Powder. In: Early, R. (eds). 1998. The Technology dairy Products. Second edition. Blackie Academic & Professional. P229-297 Farmer J.J III, Asbury MA, Hickman FW, Brenner DJ, The Enterobacteriaceae Study Group (USA) (1980). "Enterobacter sakazakii: a new species of "Enterobacteriaceae" isolated from clinical specimens". Int J Syst Bacteriol 30: 569584 Kane Val. 2004. Faster Detection of Enterobacter sakazakii in Infant Formula. Oxoid Websit Kompas. 2008. Pemerintah Diminta Klarifikasi Soal Susu, Keresahan Harus Dihentikan, Selasa 4 Maret 2008 Muytjens, H.L., Zanen, H.C., Sonderkarnp, H.J., Kollee, L.A., Wachsmuth, I.K. and Farmer, J.J., III. 1983. Analysis of Eight Cases of Neonatal Rneningitis and Sepsis due to Enterobacter sakazakii. J. Clin. Microbiol. 18: 115-120 Pagotto, F.J., Nazarowec-White, M., Bidawid, S., and Farber, J.M. 2003. Enterobacter sakazakii: Infectivity and Enterotoxin Production in Vitro and in Vivo. Journal of Food Protection, 66: 370-375 White. Maria Nazarowec. 1998. Biological Characterization of Enterobacter sakazakii. Desertation. Ottawa-Carleton Institute of Biology. Canada WHO. 2004. Joint WHO/FAO Workshop on Enterobacter sakazakii and other Microorganisms in Powdered Infant Formula. 2-5 February 2004 Geneva, Switzerland. www.who.int/foodsafety/micro/ Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta Yin Liu, Qili Gao, Xia Zhang, Yanmei Hou, Jinliang Yang and Xitai Huang. 2006. PCR and Oligonucleotide Array for Detection of Enterobacter sakazakii in Infant Formula. Molecular and Cellular Probes, Volume 20, p 11-17

3.

4.

5. 6. 7.

8.

9. 10.

11. 12.

11

Anda mungkin juga menyukai