Anda di halaman 1dari 9
Korupsi Politik Teori dan Praktiknya di Indonesia ‘Mada Sukmajati Wacana tentang korupsi di Indonesia sélama ini didominasi oleh perspektif kukicm, Padabat, dalam Jiteratur imu politik, topik Rorupsi politit merupakax salak satu tema sang banyak sdiperdebathan sejak lama. Tulisan ini menselashan feori dan konsep horwpsi potitit, mula dari definiss, penyebad dan akibal yang ditimbulkan kingga relasi korupsi politik dengan pariai politt schagai akler wtama dalam sisters politik sag drmonvatis, Tulisan ini juga berusaha untae menjadi pemicu dalam mendishusitan korupsi politik di Indomesia dengan fobus pada hazus Hambalang dan KTPlektronik. Karena telah mewiadi isu womum, tulisan ini mendiskusitan topit ‘Rorepsi politit dengan metode perbandiegan, baik dengan negero-negaa yang demohasinya sudah mapan maupun yang demokrasteya sedang berkembeng. Kata Kunci: dane kanpanye, korupsi politk, partal politik, pembiavaan parpol, pendekatan Jultural ara sarjana time pobtii telah menawar- kan bermgom cara pandang dalam me- mahami korupsi politik. Michael Johnston, misalnya, mengajulken dua perspek- ‘if utama dalam keflan korepe! polit, yaltu per spektif behaviouratisme dan perspektif neo- ‘asil,’ Perspektii pertama memahemi korupsi sebagai penyalahgunaan jabatanjabatan pu- biik, keluasaan, dan sumber deya untuk keun- tungan pribadi. Sedangkan perspektif kedua rmelihat korupsi politik bukan sckadar periakm politik, tetapi sebagai proses politik lebih luas yang melibatkan pengaruh dan otoritas. Se- mentara itu, Amold.tHeidenheimer menawar- ‘kan tiga perspeltifyaita perspektit jabstan publik, kepettidigan publik, dan fasar (model * Michad! Wihachon, “Tae Dedaition Dobiies: Oia Condes in New Guloes", dalam Arvind X Jein Ced,), Woes Pubifieal Eedonsy “of Carruption edo dat New Yor Route, 200, hal prinsipalagen-iien).’ Perspelif pasar meng: gonzkan kerangka analisis ekonombpolltik.* Berdasarkan ketlga perspektif tersebut, Heldenheimer mendefinisiken kerupsi politik sebagai bentuk transaksl yang dilaicukan antar- aktor sektor privat dan publik melalul bareng ublik yang secara egal dikonversi ke dalam pertukaran yang bersifat privat, Serupa dengan itu, Joseph J Nye mendefinisikan korupsi politik sebagai “perilaku menyimpang dari ‘kewajibar-kewajiban restil ates sebuah peran publi kerens alssen pribadi yang terkait * Lihat, Ammold ] Heldenbeimer, Michael Johnsioo, dan Vicor T LeVine (ede), Pailtieal Cormeption: A Hesdhook (New Burnswick: Transsetion, 2089). * Lebiltjauh tentang lorupsi poi deri perwpeksit pasar iat miselaya, Jomw-sung You, Dronocract, Ineguality and Corruption: Korea, Taiwan, and Philippines Compared (Cambridge: Cambridge Univeesty Press, 2025), bal 22:90, Mada Suimasati, Korapst Polite: Teork dam Pratcshcya at ‘Tabel 1. Perbandingan Korups Polltk dan Korups! Birckrast iment Konipai Pole ‘Kerons? Birckrasi Stats | Konpei bacar (grand coruption) Krups! kod (petty eorpsor) asior | Pembustxebjskan yang cpm relstaiperiiastsu | Birckrasi | eJaDET malt penunjon pos a tives | Wernersharkan tehuesssn stius, dan Kekayaen | Mendanenin akses kepada sunbeds negara [Xena | Pembustan babijahan pubis Ql) [elemenias!kabijakan pth (hil) Bex | susp oncurin largeung ‘Sat Pal ‘Adziriatai ‘Sumber Dindaptesi Get Rey Fisman daa Mire A Golden, Corruption: What Beerwne Nesis to Kewe (Oxiord: (Oxtont University Press, 9017) din lage Amundsen, “Putical Corruption: An Intreducion to tho Isunes”, Working ‘paper Chr, Micbalsen insttite Developmest Studies and Horan Rights, Bergea, Norwegia, 1993, bersifat kecil (petty corruption), Selain ita, korupsi politk dilakulkan oleh mereka yang ipl melalui penunjuken poll atan metalul pemilu, sedangkan korups! birokras! dllzkukan leh birokrat yang dipilth karena kempetens! teknokratisnya dan memiliki jenjang karier ‘yang panjang, Jka korupsi poliik biasanya dil iukan dalam bentule suap, maka kortipsi biro- Jangsung berupa penggelapan dana pemerin- tab. Inge Amundsen menambahkan bahwa ‘Korupai poli nielibaikan para pembuat kebi- jaken schingge teradiditingkattertings dalam sistem palitik,”” Namun demildan, kendati ka- rater keduanys berbeda, praktik korupsl poll ‘ik biasanya melibathan kolaborest antara politist (embuat kebijakan) dan birokrat (pelalusana ‘kebijekan). ‘Terkait dengan bentuk Korupsi pelitik, Gibbons menjelaskan enam bentuk korupsi obitik bercasarican yang terjadi dl Kanada, vain ‘Batronsse, pembelian suara, Kebfjakan geatone ‘babi (font barrel), suxp, Konflik kepentingan, pendanaan kampanye yang kocup, dan menja- Lihat, Inge Arramndsen, “Political Corruption: An Introduetioa to the Issuts", Wonkine paber Cian Michelsen Institute Developmeat Studies and Human Rights, Berzea, Nocweaia, 1898, ARTIKEL jakan penguruh (iyfumner paddling.” Secara lebih spesifik, Gibbons menjetaskan karakter- patronase, yalcni aktivitas yang berdays jangkau Tuas dan Kanya dapat terjadi ketika beberepa oreng dijanjikan pekerjean atau kontrakekontrak pemerintah oleh akter politik yang memiliki Jabatan dan sumber daya yang biasanya terjadi di arena clektoral dan lembaga legislatit, Sementara dar sisi pengalaman demokrasi baru, Paul Hutchcrofi menjelaskan tige bentuk ‘korupsl politik, yakni reate, korupei, dan kdien- telisme."* Remte terjadi ketiia negara membs- tasi bekerjanya mekanisme pasar. Salah satu conteh populer dari sltivitas perburuan rente adalah rekayasa perizinan. Di sisi lain, relasi ‘patroreklien sebenarnya tidak selaiu mencipta- kan korupel. Klentelisme cenderung melchir kken praktik korupsi politik ketike pstron men- ‘duduki sebuah jabaten publik dan memanfnat- ‘kan posisi tereebut untuk mengambil keun- tungen pribadi dengan memanfiatkan sumber Lihat, Gibbons, “The Study of Poiltical, Lihat, Paul D Hatcherafl, “The Paitics of Pri ‘ilege: Assessing the Impact of Rents, Cocrustion, and Cienteliem oa Third World Development”, alam Politi Studies, VoL XL 1997 ana hitos: #oalinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/ 1457-9048,00400 (Giskses 6 Apel 2018). Mada Stkmaiati, Korapsi Pott: Toort dan Pratt 23 sionalisasi xerta deseatralisasi yang mem. ‘pesuas arena keluassan. Termasuk di dalam saya adalah derajat pelembagaan partat politi ddan sistem kepariaian. Fisman dan Golden, yang termasuk ke- ‘Tempel pendukung “penjelesan kultural", me ‘nyebutkan bahwa Korupsi pobtik terjadi karena -duachal. Pertoma, beberapa masyaruita tertentt rmemiliki budaya yang toleran terhadap korupst. edua, praletils korupsi menjadi bagian dari ‘keselmbangan sosial sehingga membuat ko- rupsi bersifat konaisten; nilainilai dan norma ‘budaya member! pembenaran terhadap praletil ‘Korupe.. Sebagal contol, Korupel sangat berkalt ‘dengan budaya memberi din menerina yang ada di Kelangen masyarakat tertentu. Oskar ‘Kurer menyatakan bahwe korupsi politik terjer di karena sedemikian terlembbsganya Klientel- tame dan faktor kulbaral berupa tradi membest dan menerima.” Selain itu, masyarakat dengan ‘etnis yang heterogen sangat rentan terhadap ‘korups. Namun dernildan, sejauh inl belum ada ‘teorl yang secara tegas mamou menjelaskan srelasi antara dimensi korupsi dan kultural, lebih spesii lagi adalah dimensi agama dan etisitas. Pare penduleung pendekatan Knultural me negaskan bahiwa serupa dengan pendekatan ‘kultural, pendekatan institusional tidak dapat ‘sepeauhnya menjelaskan terjadinga kerupst politik. Sebagei contoh, tidak ada pola baku ‘yang menunjukkan bahwa negara demokratis Jebth Korup daripada negara tidak demokraiis. Demokrasi pada situ sisi memang dapat men dorong parpal aaa para kandidat bersaing dalam rangka meningketlen kualites pemerin- ‘tahan. Namur, is lain, demote’ juss dapat mmendorong para Kandidar kelvar sebagai pe- ‘menang dalam pemily dengan melakeukan pral- ‘Uk pembelian suara, Contoh Iain, tidak ada formula yang tepat untuk menjlaskan relast ‘sistem pemerintahan presidensial atau parle “Oskar Karer, “Why do Voters Support Corrupt Politisians?", dalam Arvind K Jain (od), The Political Eeanomy of Corruption (London: Routledge, 2007), habGt-e3, ARTIKEL ‘menter dengan korupsi, termosuk teak adenya relasi yang kuat antara sistem sentralisasi atau desentralises! dengan tingkat korupel dalam kkornteks hubungan pusat-daersh. ‘Amold Heidenheimer™, dengan menemuna- ‘ean perpelstif lautural, menjelaskan relasi antara karakter kewaiiben politi di dalam masyarakat dengan sistem sesial berdssarkan keleluergean tradicional (kinship), patroncklien tradistonal, majiken-peagikut modem, dan warga kebu- dayaan. Memurut Heideahelmer, karups! polit terjadi pada hampir semus sister sosial. Se- mentara itu, James Scott memaparkan relasi ‘aniara karater kewafbar dan loyaltias dengan ‘Sstrategi clektoral parpol atau para kandidat™ ‘Menurut Seott, di dalam masyarekat berda sarkan loyalitas alas kharbema, strates! elektoral Dbissanya bertumpe pads hal-hel bersifet sim bolik dan non-material, Sementara dalzm lea rakter masyarakat dengan loyalitas bertumpa pada komunitas loka! dan etnis serta keke- rabatan an individual, perpol atas para kendidat bissanye aken berpegang teguh pada habhal Dersifat material dan konkret, Sedangkan untuk ‘kearakter rhasyarakatt yang berbesis pada keles, srategi elektoral biasanya sian bertumpu pada hhal-hal bersifat politik-programatik. Dengan demiklan, korupsl palitik cenderung rentan ‘erjadi pada masyeralt dengen keralter yang loyal pada komunitas lokal dan etnis serta pada Ikekerabatan dan individual. Berbeda dengan paperan pendelatan lark tutal, Veronique Pujas dan Martin Rhodes ber argumen bahwa korupsi politik terjadi karena ‘adanya strukiur kesempetan poli (boltical 5 Amold J Heldeohalmer, “Porepeetivos on. the Perception of Corruption”, dalam Arnold J Heldenheimer dan Michael Jehaston (eds.}, Political Corruption: Concepts & Contests (New Jersey: Trunsection Publishers, 2007}, hal 11. 1s, James C Scott “Corruption, Machine Polltcs end Poitical Change”, dalam Arnold J Heidenheimer ‘dan Michac! Johnston (ads). Political Cormsption: Concepts & Contexts (New Jersey: ‘Transaction Publishers, 2007), hel 223-290, Made Submias, Korupsi Politi: Teor don Praititeya = 25 adanya kontrol parts! yang sengat lost techadap anggota mereka yang duduk di lembaya te- szislaif melalui dobby, Dengan demikian, korupst politik terjadi ketika parpol memifiki dan me- ngambil peran sangat dominan dalam setiap proses pembuatan kebijakan publik, Di situlzh peran parpol menjadi sangat penting dalam memengaruhi sikap serta perllaku para pem- buat kebijakan. ‘Sementara itu, berdasarkan hasil studi ‘komperasi, Martin Bull dan James Newel mengetegoriken tige faktor penyebeb korupsl Gi demokresi yang sudah mapan, yaitu budaya politik, struktur dan institusi politk, sistem ‘epartaian, sistem pemerintahan, watal: parpol dan politiet serts ckonomipolitil.” Delem ‘konteks tertentu, korupsi politk lebih benyalk terledé di negare negara dengan perilaku budaya (dak terlalu kuat menduicung tembagelemaga demolrasi, miselnya, Ile, Poruugal, Yunani, dan Belgia. Pralaik korupsi politdk juga cen- sderung terjedi di negere-negara ternpat praktik ‘kebijekan *“gentong babi” aleh para paiitisi tidak ‘banyak mendapat Ikritik publik. Negare-negare tersebut adalah Italia, Irlandia, Jeneng. Belgia, ‘Portugel, Spanyol, Yunani, dan Amerti Serica ‘Lebih jauh, negare dengan keerakter masyars- kat yang kunt menganut pols relasi patromidien ‘den kono! personal (misalaya, Tali, rlancia, Jepang, Belgie, Perancis, Portugel, dan Spanyol) juga cenderung melahirkan praktik-praktik ‘korupsl politik. Dart sisi struktur dan Instinist olitik, korupsi politike banyak terjadi di negara dengan sistem politik sangat tersentralisasi, ‘kelruasonn elite yang bertahan sojek lama, dan negara belum sepenuhnya mengalami pelemba- mean politike yang stabil, ‘Lebih jauh, praktic korupsi politik cende- Tung meningkat di negarsnegars yang me- :ngadopsi sistem kepartsian dengan satu parpol sengat dominan, misalnya, Italia dan Jepang. ‘Dominasi satu ateu sedikit perpol juga cen 7" Lihat Martin J Bull dea James L Newell (ede), Comaption sie Cratemporary Palities (New York Palgrave Macmillan Ltd, 2005). TIKEL derung mendorong dominas! parpol etas negara dan mesyarakst sipil. Selain itu, dalam situasi pembiaysan kampanye mengalami pening- ‘katan, pembiayean dari anggote dan negara tidak mencukupl serta reeulas! Keuangan parpol ‘sangat lemah, maka praktik korups! polidk juga cendering meningicat. Hal tersebut terjedi di Ikalia, Inlandia, Jepang, Belgie, Peraneis, Par- ‘tugal, Spanyol, dan Jerman. Sementarsitu, dari perspektif ekonomi-polittk, korupst politik ‘beradia pada relas! antara pengusaha di satu sisi dengan. politisi serta birokrat di sisi lain, Di negara dengan “iklim etis” yang kuat dan kepastian regulasi serta para pejabat publik ‘bersiaap efisien dan imparsial, pret korupal cenderung rentish. Untuk negara demokrasidemokresi bara, ‘studi pang disialan Jong-sung You di Korea, ‘Taiwan, dan Filipina, menerrukan bahwa ketim pangan ekenamni berupa straktur kepemélkan lahan telah mendorong praktik klientelisme dan Iehirnya elite yang mengontrol kekuastan (capture) dan pada gilirannya meningkatkan raktik korupsi politi” Ketimpangan ekoaomi menyebabken bertembahnya “jumiah” para ‘een di sanz sist. Di sis nin, ietimpangan elie ‘nomi mendorong para politsi kaya untuk mem- perkuat relasl klientelisme dengan tidalk lagi menggunakan strategi politk programatik, Ketimpangan ekonomi juga meninghatixan ke mungkinan kontrel kekuasaan untuk kepen- ‘tingen pefbadi atau kelompok. Dengan kata lain, tingginya ketimpangan ekonomi aken mening kathan tekanen redistrbusi dari masyarakat, schingge orang kaya lebih memili insentif dan keemampuan melakuikan korupel dan mengon ‘rol pemerintahan dalam rangka merespoas telanan redistribusi tersebut Berbagal kojian telah menjelaskan petba- gal dampak korupsi politik. Korups! politi di bidang ekonomi, sebagaimana dijelaskan Fisman dan Golden, memilki sejumlah dem ack, beike yang merussk ataupun mieningketiian 2°" Lihat, You, Demscricy, Insawality... Mada Sictmajati, Korps! Politik: Tear dan Praktibnya at tem kepartalan, Padahal, scbagsimana dite- _gasizan Scott Mainwaring, pelembagaan sistem epartalan merupakan salsh satu fektor kunci dalam sistem poltik yang cemokratis." Ketiga, ‘berdampak terhadap sollditas sebuah negare bangsa karen hel ini makin mempertezas pembagian teritorial sebuah negara. Sebagai contoh, pembagian utare-celatan di Italia atau tinnur-baret di Jerman, Wilayah utara lala atau vwilayah barat Jerman dianggap lebih scjahtera arena minimnya tingkat karups! politi: Keem- pat, korups! politik berimplikasi pada makin rendahnya kepercayaan publik terhadap parpal, pemilu, dan demokresi secara uum. Menurut Danie! Smilov, bendasarkan kon- isd yang ede di Eropa Tirnur, kore politi justru melemahkan representasi polit.” Hal tereebut setidaknya dikarenakan dua hal, Per tama, parpol dan kandidat menjadi teralienast dari mesyeraket kerena lebih banyak bergan- hing pada kelompolckelompok bieais dan negar re sebugal sumber pembiayaan politike Kedun, minimaya pendanam parpol yang berasal dari para anggota berkait erat dengan kesempatan bagi para pengusaha dan orang kaya untuk menguasal proses pembuaten kebijekan publi, Dengan lorupsi polit, ebijakan publik akan Jebih menguntungkan para pengussha dan orang kaya. Dari paparen di atas, Kita dapat melhat bahwa penyebab korupst pobitik dapat dilthat dari tiga perspektif:Iultural, straktural, dan institusional. Faktor penytebab korups! polik dt antara negara demokrasi mapan dan negara {faktor tertentu juga ada beberapa perbedaan. Seatt Mainwaring, “Party Systems In the third ‘wave, dalem Journal of Demacraey. Vat. 9, No.3, 1988, ateu ‘http /muse jhu.edu/article/16902 Giakeos 6 April 2018), ™ Daniel Smilov, "Introduction: Party Funding, Campaign Finance and Corruotion in Exstern ‘Burope’, dalam Daniel Saslov dan Jurj Tonlake (eds), Politica! Finance and Corruption in Easier Europe: The Transition Period (Mampshire: “Ashgate Publishing Limited, 2007), bal. 1-33 ARTIKEL ial yang past, dasupak Korupsl poli menyren- tuk dan menfangicaut hampir semua dimensi kehidupan. Di bidang politi, kerupal politi: berdampak sigalfikan terhadap keberadaan Jembagri-lembaura demokrasi, miselnye, parpo!. pemnilu, dan parlemen (representasi politi). Korupsi Politik dan Partai Politik Korupsi poltik merifiki hubungan erat dengan partai polit. Samuel Huntington pernah me ngataken bahwa makin lemah dan Telan tidak diterimanys parpol oleh pubilk, mekin besar kerungkinan terjadinya korupsi politik.”* Ar- ‘gumen tersebut agaknya dak relevan, Hal demikian terlihat jelas pada peran parpol yang tetap kuat, bahkan sengat dominan, dalam sistem poli di Tteis. Hal itu jastr motahirkan dua konsep yang sangat populer dslsm literstur epattaian, yatta pavtteenasia dan pemeriniskan oleh partal (panty goveament). Due #enomena itu sering kali dianggap sebagai biang keledi atau penyebab maraknya “kerupsi politik yang sisternik” Gi tala Meaurut Porta dan Vannueci,” elemen ‘utama partitocrazia adalah kehadiran partai- partal massa dengan kontrol yang sanget ketst ‘Gakuin oleh para pendinapinnya. Partai-partai suuassa Tahir sebagai. kridk techadap deminasi partal-partal politik sebelumnya yang henya ‘menjadi representast individual para pemimpin ypartal bereangicutan. Partaipartai masea dior ganisesi oleh para politisi profesional yang membutuhkan anggaran pembiayaan sangat ‘besar. Dalam perkembangen kemudian, pertai- ‘Partai massa bertransformasi menjadi semacam ‘Partai kartel, vale parpot-parpol yang berkolusi dalam rangka berusaha menjadi bagian dari Tahal, Samuel P Huntington, Political Onder in Changing Societies ONew Haven: Yale University Press, 1968). % Lihat, Pages dan Rhodes, “Party Finance..." 3 Lihat, Ports dan Vanoucel, “The Perverse Bilects.. Mada Sttmajai, Horupst Politik: Teor! dam Prokiteee 29 bbaknys korups! dalam proses peril. Untuk mengztasi hal tersebut, dilakuken pembaruan secara bertahap. Mesh beberape agenda refar- ‘asi keuangan parpo! telah dicapal, kecurigaan akan pengelolaan keuangan parpol dan pen- danaan kampenye yang tidak semestinya mesth sajaterjad” Sebagian besar kaijin tentang korape poli ‘kc den parpol menekankan pada dua isu wtama, yakni pembiayazn partel politik dan pembie- yaan kampanye, Fenomena itu tidak hanya terjadl di negara-negara demokrae! bara, tetazi Juga dihadapi oleh negaranegara demokrasi yang sudah mapan, Saat ini, parpel di seluruh, Delahan dunia tidak bise log mengandalkan sumber pembiavaan dari para anzeota. Tidak niengherankan jika kemudian parpol beralih pada elite sebagai sumber dave pembiayaan, Bohken, dalam duapuluh deeawarea teralihir, parpol telah bergantung eepenuhnya pada sume ber pemblayaan negara. Hal itu kemudiaan me lahirkan fenomens poltdk kartel yang mencakup ‘perselingkuhan entara parpol dan negara. Situasl yang dalam’ partai-partai politi di Eropa Timur mungkin menjadi pola unm bag situasi yang juga dihadapi parpol di negara. negara demokrasi bara pada umumnya. Di beberapa negara kawasen Bropa Timur, sebar ‘Baimana dipaparkan sich Sttiloy, pembiayean parpel kerap ditingkahi perdebatan dua ideo togi, yakni libertarian dan egalitarian.” Yang ertama percaya pada ssumst bahwa Kondisi yang sudsh melekat pada dit seseorang patut dihargal dan negara tidak bisa menyamakan semua orang terkalt suber daya yang dimiliki oleh setian orang. itu berbeda dengan ssumsi ‘kaum egalitarian yang percaya bahwa negara harus meminimalisasi perbedaan kesejahte raan dan sumber daya yang dimilié masing: “*Linat, missinya, Deen MeSweeacy, "Parties, ‘Cotniption and Campaign Finance in America’, dalam Robert Wiliams (ed.), Party Finance and Political Corruption (Hampshire: Macmillan Press Lid, 2000), hal. 37.58, © Lihat, Smiiow, “Introduction: Party." masing individu; perbedasn harus dinetrelisast dalam kontokea kompetci politi. {Isa pembiayaan parpol juga sanget dipe ngarubi oleh cara pandang tertenty, yaitu ape kah parpol dianggap sebagai barang publik (tubtic goads) stan barang privat (private goods). Hial tersebut membawa implikest peda pemak- naan alas parpol. Sebagian kelangan meman- dong parnol sebagai bagian dari masyaraket stpll, sehingga negare tidak boleh melakuken intervensi terhedep parpol. Sebagian yang lain menganggap parpol merupekan bogian dari negara. Karena itu, perpol Iaysk memperoleh sumber pembiayaan dari negara dan negara pun paste dalam pengelolaan lembaga ‘Namun demikian, dari segi pembiayean, parpel di kewasan Eropa Timur kerap ihing- gapi berbagsi macalah.” Pertama, mereka Jourang transparan dalarn pengelolaan keuangan. Selain Karena foktar internal perpel, hal ity age disebabkan lemahnya regulasi negara untuk menjamin adanya traneperans dan alcuniatas. Kedva, parpol terltbat teriak jah dalam proses ‘kemndian melahirken prakti-praltik: korupsi. Ketiga, sebagei konseluensi dari makin ren- daknya pembiayaan deri kelangen anggota par- tai dan terbatesnya subsidi yeng diberiken ‘Regara, parpol melaluken penggalangan dana (fend viting) melatui surmbersumber “legal” dan teriarang, misalnya, dari Badan Usaha Mi Negara (BUMN), dana dari kasusikasws keja- ‘halan yang dilakukan oleh para birokeat, bankir, dan kriminal, serta sumber pembisyaan dari ‘tuer negert, Isu lein yang juge senget menonjo! edelah pembiayaan kampanye, Karena mengalami ‘keterbetasan dalam bal pendanan, maka pertai cpolidk tidal mampu membiayai para kandi- detaya dalam rangks memobilisas! duluangan. Dengan demikian, parpol “terpakesa” menyerah- ‘Kan sepenuhnya soal pembiaysan kampanye “That, Smnllor, “Ioweduction: Pay.” Mada Suhmajati, Korspet Politik: Teori dam Pradinga al ‘Skema 1, Konsepiualises! Politi Distributit (1) As nde of Programmatic attain Polies bier (es) Blctoal (2) Do patcnet (Yes) Diversion of nde matin Mabe cue z Bi tergetedes Getbaert a) el nchidals? priser 1s Recsipt of Banefts (No} Politics. Nor Prooraimatis +f soxingarton ncats Politios we Directed ry atpaty —+ Patronage (rs) members Clients - Vote Buying Dredd —_, Tumout voters Buying ‘Suraber: Sasi C Sikes of ol, Brakes, Vides aud Clientele (Cambridge: Cambekige Unlversy Press, 2075). ‘Tabel 2, Perbandingan Strategi Distribusi dalam Strategi Elektoral SagiDeerat | tng abrys | spas cpm emangan | _, Leet poo Gietucetoar | “Ceargereaal | Meee iperbmraam | andes ergs ne marathi el Fiaa Aiton | Semana pian — | Dip ep apna Ta ipcowenn tare | mesoeecmere st EaiiaGeroy | Deo Da apeeae Ta SI | paler baa tame a ee eecroaes” | canals pedis Tabintan | Tala bs ianpaneing to oo ceete sacar pt ‘Sumber: Frederic Charles Schaller (al), Hlactions fr Sle: Thr Concer ond Consequowcns of Vote Buying (Colorado: Lynne Riesner Publishers Inc. 2007). Tabb ART Mada Sutomajati, Kornpsi Politi: Teori dan Praktikava B Gengan perwakillan PT Aithi Karya mengenai kesanggupan perusahaan ini mengerjakan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sckolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Dalam aadiensi tm, AM juga meminta PT Adhi Karya menyerahkan foe sebesar 18 persen dari total nilal prove dengan jaminan perusahsan konstruksi ini akan dimenangkn saat lelang tender. Adhi Karya yang meng- gandeng PT Wijaya Karya berhasil memenang- kan lelang dan menyalurkan fee sebesar Rp 45,300,942.000 ke rekening PT Duta Citra Lestari yang dikeisia Malhfud Suroso. Mahfud kemudian mengalickan dana Rp 2.210.000.000 Ike Anas Urbaningram (AU) untuk menibants proses pencalonan AU dalam pemilihan ieetua mum Pertei Demokrat di Bandung. Salah satu skim aliran dana tersebut adalah melalui! peruse- haan Permal Group yang diketola Muhammad Nararuddin (MN), Bendahara Umum Partai Demokrat, Peda 2010, uang dari Permai Group yang dikemas secemiiian rupa kemialian dikitim ke scara Kongres Partai Demokrat di Bandung. Delam berang bukti berupa bon tertanggal 1 Juni 2010 dengan nemninal Rp, 500 jata tertera keterangan bahwa usng tersebut ditajukan “untuk keperluan AU" yang diminta oleh Munadi Herlambang, sslah satu anggota tim pemenangan AU." Sesual dengan pernyatazn MN, dari uang pembangunan Hambalang pala AU kemudian mengeluarkan dana sebesar US$ 6.975,000.000 van dibagiian kepada sekitar 325 Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat ‘yang memilihnya.® Selain untuk AU, uang pro- ‘yek Hambalang dislirkan ke AM seailai Rp 10 miliar dengan modus fie dari PT Adhi Kazya dan Lihat, “Saksi Akui Ada Aliran Uang ke Kongres Demelerat i Bandung’, Kongers, Jal 2014, dalam https: //assional.lcompes.com/read/2014/07/ 07/15405181/Sakei-Alrui,Ada.Aliran, Uang.ic. Kongres. Demokratdi.Bandung (Giakses 6 Apri 018). © Lihat, “Nazir: Jadi Ketua Domokrat, Anas Bazi van USS 7 Juta', Tenipo, Desember 2011, dalam bhttpay/ /aasional.tempa.co/read/372966/narer- ARTIKEL PP Wijaya Karya kepada perusahaan subkon- traktor PT Global Daya Menungyel. Uang itu sebagion digunaken ager AM dapet terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat: Ne- mum, yang ekhiraya terpilih sebagai Ketua Vinun Partal Demokratiaish AU" Dua tabun Kemudian, Komisi Pemberantasan Kerupsi (KP) menetaphan AU sebagal tersangica ti dak pidana korups! dan dijatubi hukuman 14 tahun penjara, denda 5 millar rupiah, wang pengganti Rp 57,59 mulllar (subsider 4 tahun penjara), dan dicabut hak untuk dipith dalam jabatan politik. Sementara itu, AM divonis 4 tahun penjara dan denda 200 futa rupiah (ubsider 2 bulan penjara)." ‘Sementara untuk kasus korups! pengedaan. KiPelektronik tahun 2011-2012, pihak yang Terlibat tidak hanya elite partai saja, melainkan Joga sejumlch parpol, yaieu PDLP, Partai Gol kar, dan Partai Dernokrat yang berkolusi de- angen pejabat di ingkungan Kementerian Dalam Negeri dan sektor swasta. Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mengini- siasl pembuatan KTP-elektronik secara nesional pad 2011 mista bantuan KPK dan Badan Pe- merikea Keuangan (BPA) untuk Gest mengamal proyek tertebut, Namun, saat lelang KTP Aeltronik dlakeakan, Setya Novanto (SN) yang saat itu menjabat Bendahara Partai Gollar dan sekaligus Ketea Frales Golkar di DPR berupaya jedicketus-demokrat-anae-bagikan-ue-?juta (@ikees 6 Apel 2018) * Lihat, “Jaksa: Dana Hambolang Rp 2 M Dipakal ‘Andi untuk Kongres Demokrat.” Uputan 6, ‘Novernber 2013, dalam httpay//m TiputenBeen/ ‘news/read/740763 jakea-dana-hambalang-rp-)- m-dipakai-andi-entuk-kongres-demokrat (Giakoes € Aprit 2018) © Lihat, “Anas Inl Kemensngan Demoirat", Keo ‘Aas, Mei 2010, dalam iupec/ /nasional, kompos. ‘som/read/2010/05/23/21242718/anas.ini. Krmenangar.demotvat @dkees 6 Apel 2018). “Lihat, "Pencuclan Dang Anes Urbaningrn”, ‘Antz Corraption Ciearing House KPK, Januari 2016, delam btins://acch kpk.go.id/Id /ésts ‘trafis/info/pencucian-uang-enas-urbeningram (Ginhses 6 April 2018) Maia Submajeti, Koneped Pottike Teort dos Praktibuye 35 ‘kasdkan poitik karte! telah menguat di Indonesia sebagaimana diargumentasiken Den Slater dan Kuskridho Ambardi.® Kedwa, karupsi dilalatkan sejal tehap ewel proses pembuatan leebijalcan pablik dengan melibatkan birokrasi dan pe nguasa, Tidak mengherankan jika nilei dari kkasus korupst itu sangat besar, bahlcan dijulakt sebagal mega korupsi. Ketiga, ade petunjuk Just bahwa koruped im dilakukan untuk per- bigyzan parpol yang sangat mengandalkan su ber petibiayaan deri para angguta yang menjedi anggota legislatié” Sclain itu, hasil kerupsl jure igunakan untuk membiayal kempanye para pembuat kebijakan dalam pemily berilartnya. Dengan demikian, blaya kampanye yang mahal menjadi salah sani faktor pendorong tetjadinya korupsi politik, Fenomena itu tidak hanye beriangsung di pileg tingkat masional, rarmun juga tetjadi pada pileg tingkat loka, termasuk dalam pilkada.” Sementara ite, korupel KTP- © What, Kushridho Ambandi, Mengwashop Poiin Kare Qakacta; KPG dan LSI, 2008); Dan Sister, “Party Cartelization, Indonesian-style: Presi dental PowerSharing and the Contingency of Densoerstie Opposition” dalam journal af Bast Avian Studies, Vol. 18, 2019, atau. bttpss/Ponew, ‘cambridge.org/core/iournala fiawrnal-of-east- aslanatndies (Gikaes 8 Aoril 2018), > Ua, Marais Mietzner, “Parly Fitancing io Poot Sceharto Indonesia: Between Stale Substies and Politieal Corruption’, dalam Contemporary ‘Southeast Asia, Vol. 29, No. 2, 2007, eta. be.// tmuseoneda/journal/348 (iakses 8 April 2018). "Marcus Mietzer, “Punding Pitkade: Tegel Campaign Financing in Indonesia's Local ARTI celektronik berdampak pada akses masyarakat pada pelayanan publik, terutama pelavanan- pelayanan dazsr. Penutup Banyak agenda yang perlu dilaksanakan daiam rangks meminimalisast maraknya praktik ‘korupsi politic. Dari uratan di atas, setidaknya ada dua agenda yang perlu segera dilakukan, yaitu reformesi tata kelola keuangan parpol dan regulasi dalam pembiayaan kampanye pemilu. Akar penyebsb korupsi politik terletak dalam institusi parpol. Dengan demikian, perl regulasi yang mendorong agar tata keiola kke- ‘uangan parpol lebih transparan dan alcuntabel. Selain itu, regulasi pembiayaan kampanye juga perlu dibenahi, Salah satu indikstor mengenal burukaya sistem pelaporan dans kampanye di Indonesia adalah Kontradiksi antara marakaya prakfik pembelian suara dalam Piieg 2014 dan eeputusan KPU yang menyatakan bahwa la- poran dana kampenye semus parpol peserta Pileg 2014 tidak bermasalah. Reformasi dalam halregulas! pembisysan parpol dan dana kem- panye tentu perlu dibarengi dengan pene- goin hultum dan kkomitmen serta dulkumngan bersama semua pthak. Sungguh, kita peru scgera mengamabil langkalvlangkah nyata agar tidak makin terjebak ke dala pola korupst yang sistemik© Elections", dalam Gerry van Klinken dan Edward Aspinall (ede), Mh State and Mepality ix dndomesir (Leiden: KITLW, 2021), bal. 128-138,

Anda mungkin juga menyukai