Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Kedewasaan dan Pencatatan Peristiwa Hukum ( Dalam hukum perdata )

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Hukum Perdata 1

Dosen pengampu: Ahmad Hafidz Syafrudin, M.HI

Oleh :

M WAHIB

M KHAIDLARUDDIN ASSOFI

HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)

FAKULTAS SYARIAH SEMESTER IV

INSTITUT AGAMA ISLAM FAQIH ASY’ARI

KEDIRI

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk, ridha serta
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikam tugas pembuatan makalah ini
dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Hukum Perdata 1 yang berjudul “Kedewasaan dan Pencatatan Peristiwa Hukum
( Dalam hukum perdata )”. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga apa yang kami tulis dapat
bermanfaat di kemudian hari. Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan, penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam
menyusun makalah ini. Oleh karena itu mohon kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan makalah berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kediri, 21 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................................................

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................................

1 Latar Belakang.............................................................................................................................................

2 Rumusan Masalah........................................................................................................................................

3 Tujuan...........................................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................................

1. Apa yang di maksud Kedewasaan dan Pendewasaan.............................................................................

2. Bagaimana pencatatan peristiwa hukum ................................................................................................


BAB III PENUTUP ............................................................................................................................................
1 Kesimpulan..................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak setiap orang yang belum dewasa dinyatakan tidak wenang melakukan
perbuatan hukum. Ada perbuatan hukum tertentu dapat dilakukan oleh orang yang
belum dewasa karena diakui oleh hukum. Anak perempuan yang berumur 16 tahun
dan anak pria yang berumur 19 tahun dapat melakukan perkawinan, walaupun mereka
belum dewasa menurut hukum, karena hukum mengakui perbuatan mereka itu.
Orang yang berumur 18 tahun wenang membuat surst wasiat, walaupun ia
belum dewasa menurut hukum, karena hukum memberi hak dan mengakui perbuatan
itu. Begitu juga anak yang belum dewasa wenang menabung dan menerima kembali
uang tabungannya itu. Orang dewasa yang tidak berkepentingan tidak wenang
melakukan perbuatan hukum, misalnya seorang penyewa rumah tidak wenang
menjual rumah yang disewanya itu kepada pihak lain karena rumah itu bukan
miliknya. Kecuali ia memperoleh kuasa atau diberi hak oleh pemiliknya untuk
menjualkan rumah itu, maka ia berwenang melakukan perbuatan hukum menjual
rumah tersebut, karena diakui oleh hukum walaupun rumah itu bukan miliknya. Jadi
orang dewasa pun belum tentu wenang melakukan setiap perbuatan hukum. Dengan
demikian rechtsbekwaamheid adalah syarat umum sedangkan rechtsbevoegheid
adalah syarat khusus untuk melakukan perbuatan hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud Kedewasaan dan Pendewasaan?
2. Bagaimana pencatatan peristiwa hukum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang apa kedewasaan dan pendewasaan.
2. Untuk mengetahui bagaimana pencatatan peristiwa hukum.

3.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedewasaan Dan Pendewasaan


Dalam sistem hukum perdata (BW) , mereka yang belum dewasa tetapi harus
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seorang dewasa, terdapat lembaga hukum
pendewasaan (handlichting) , yang diatur pada Pasal-Pasal 419s/d432 KUHPdt.
Pendewasaan merupakan suatu cara untuk meniadakan keadaan belum dewasa
terhadap orang-orang yang belum mencapai umur 21 tahun. Maksudnya adalah
memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas)sebagai orang dewasa kepada
orang-orang yang belum dewasa. Hal ini dapat ditinjau dari tiga konsep hukum , yaitu
:
1. Menurut konsep hukum perdata barat
2. Menurut konsep hukum adat
3. Menurut konsep Undang-Undang Republik Indonesia.
Istilah kedewasaan menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi
syarat hukum. Sedangkan istilah pendewasaan menunjuk kepada keadaan belum
dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa.Untuk mengetahui pengertian
dewasa atau belum dewasa yang diatur dalam Pasal 330KUHPdt. 1
Berdasarkan ketentuan Pasal 330KUHPdt belum dewasa(minderjarig) adalah
belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah melangsungkan perkawinan
Apabila mereka melangsungkan perkawinan sebelum berumur 21 tahun itu bercerai ,
mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Dalam staatsblad yang
berlaku bagi orang timur asing seperti disebutkan di atas tadi , apabila di dalam
perundang-undangan dijumpai istilah belum dewasa ( minderjarig ) , itu berarti
belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin.
Apabila mereka yang kawin sebelum berumur 21 tahun penuh itu bercerai ,
mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.
Keadaan dewasa yang memenuhi syarat undang -undang ini disebut
kedewasaan Orang dewasa atau dalam kedewasaan cakap atau mampu (bekwaam,
capable) melakukan semua perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian ,
melangsungkan perkawinan, membuat surat wasiat. Kecakapan hukum ini berlaku
penuh selama tidak ada faktor-faktor yang mempengaruhi atau membatasinya,
misalnya keadaan sakit ingatan , keadaan dungu , pemboros.2
Dengan demikian KUHPdt (BW) memakai kriteria umur untuk menentukan
dewasa atau belum dewasa. Adakalanya diperlukan kedudukan orang yang belum
dewasa ini disamakan dengan kedudukan orang dewasa. Maksudnya supaya orang
yang belum dewasa itu mempunyai kewenangan mengurus kepentingannya sendiri
1
Stb. 192 UU4-556, Stb 1924-557,Stb 1831-54.

2
Pasal 433jo. Pasal 1330 KUHPdt)

2
atau melakukan beberapa perbuatan hukum tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan begitu orang yang belum dewasa itu oleh hukum
dinyatakan dewasa. Pernyataan ini disebut pendewasaan (handlichting).
Pendewasaan itu ada dua macam yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan
untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Kedua-duanya harus memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh undang-undang . Untuk pendewasaan penuh syaratnya
ialah sudah berumur 20 tahun penuh , sedangkan untuk pendewasaan terbatas
syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh.3
Untuk pendewasaan penuh , prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan
permohonan kepada Presiden Republik Indonesia dilampiri dengan akta kelahiran
atau surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengarkan pertimbangan mahkamah
agung, memberikan keputusannya yaitu keputusan pernyataan dewasa ini disebut
venia aetatis. Akibat hukum adanya pernyataan dewasa penuh ( venia aetatis ) ialah
status hukum yang bersngkutan sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi
apabila ingin melangsungkan perkawinan , izin orang tua masih diperlukan.4
Untuk pendewasaan terbatas , prosedurnya ialah yang bersangkutan
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang
dilampiridengan aktakelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan negeri setelah
mendengarketerangan orang tua atau waliyang bersangkutan memberikan ketetapan
pernyataan dewasa dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan
yang yang dimohonkan ,misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan ,
membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum
yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatan-
perbuatan hukum tertentu.5
2. Konsep hukum adat.
Hukum adat tidak mengenal batas umur untuk menentukan belum
dewasa atau sudah dewasa. Hukum adat menentukan secara insidental apakah
seseorang itu menurut umur dan perkembangan jiwanya patut dianggap cakap
atau tidak cakap, mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum
tertentu dalam hubungan hukum tertentu. Artinya apakah ia dapat
memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri dalam perbuatan
hukum yang dihadapinya itu.
Dengan demikian batas antara dewasa dan belum dewasa hanya dapat
dilihat dari belum cakap dan cakap melakukan perbuatan hukum . Belum
cakap artinya belum mampu memperhitungkan dan memelihara
kepentingannya sendiri. Cakap artinya mampu memperhitungkan dan
memelihara kepentingannya sendiri.
Hukum adat tidak mengenal perbedaan yang tajam antara orang yang
sama sekali tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan orang yang cakap
melakukan perbuatan hukum.Peralihan dari keadaan tidak cakap sama sekali

3
Pasal 421 dan 426 KUHPdt
4
Pasal 420 s/d 424 KUHPdt
5
Pasal 426 s/d 430 KUHPdt

3
kepada keadaan cakap penuh itu berlangsung sedikit demi sedikit menurut
keadaan. Dalam hukum adat Jawa ,seorang yang sudah mandiri dan
berkeluarga(mentas) cakap penuh untuk melakukan segala perbuatan hukum.
Tetapi tidak dapat dikatakan bahwa orang yang belum mandiri dan belum
berkeluarga itu tidak cakap melakukan hukum apa saja.
Apabila kedewasaan ini dihubungkan dengan perbuatan
melangsungkan perkawinan , apabila seorang pria dan seorang wanita itu
melangsungkan perkawinan dan memperoleh anak dalam perkawinan itu ,
mereka dikatakan sudah dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun.
Tetapi apabila dalam perkawinan itu mereka tidak memperoleh anak karena
masih sangat muda sehingga belum mampu melakukan hubungan seksual
mereka dikatakan belum dewasa, misalnya dalam kawin anak /kawin gantung.
3. Konsep Undang-Undang Republik Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia pengertian dewasa
apabila sudah berumur21 tahun penuh atau walaupun belum berumur 21 tahun
tapi sudah pernah melangsungkan perkawinan dan belum dewasa apabila
belum berumur 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan.
Berlakunya undang-undang tersebut di atas didasarkan pada aturan
peralihan UUD1945 ,bahwa sebelum dibentuknya undang-undang baru
berdasarkan undang-undang ini,semua peraturan hukum perundang-undangan
yang sudah ada tetap dinyatakan berlaku . Undang-undang yang dibuat oleh
pembentuk undang-undang Republik Indonesia belum ada yang merumuskan
pengertian belum dewasa sebagai pencabutan keempat undang-undang yang
disebutkan terdahulu.
Undang –Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur
tentang :
a. Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan
apabila belum mencapai umur 21 tahun.6
b. Umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu
pria

19 tahun dan wanita 16 tahun.7

c. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah


kawin ,
berada dibawah kekuasaan orang tua.8
d. Anak yang belum mencapai berumur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.9

6
Pasal 6 ayat 2
7
Pasal 7 ayat 1
8
Pasal 47 ayat 1
9
Pasal 50 ayat 1

4
Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak
mengatur tentang belum dewasa dan dewasa. Dengan demikian undang-
undang yang merumuskan belum dewasa dan dewasa masih tetap berlaku.
Apabila dalam undang-undang ditemukan istilah belum dewasa (minderjarig) ,
itu berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah melangsungkan
perkawinan, sebaliknya apabila dalam undang-undang ditemukan istilah
dewasa (meerderjarig) , berarti sudah berumur 21 tahun penuh , atau walaupun
belum berumur 21 tahun penuh ,sudah pernah melangsungkan perkawinan.

Pengertian sudah berumur 21 tahun penuh atau sudah pernah kawin


disebut dewasa undang-undang atau dewasa hukum , sedangkan dewasa
biologis atau dewasa seksual untuk melangsungkan perkawinan, yaitu sudah
berumur 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Mereka yang dewasa
biologis ini apabila sudah melangsungkan perkawinan berubah menjadi
dewasa hukum.

B. Pencatatan Peristiwa Hukum


Untuk memastikan status perdata seseorang , ada lima peristiwa hukum dalam
kehidupan orang yang perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa :
1. Kelahiran , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai subjek hukum ,
yaitu pendukung hak dan kewajiban.
2. Perkawinan , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau
istri dalam ikatan perkawinan menurut hukum.
3. Perceraian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau
duda , yang bebas dari ikatan perkawinan.
4. Kematian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris ,
sebagai janda atau duda dari almarhum/almarhumah.
5. Penggantian nama , menentukan status hukum seseorang dengan identitas
tertentu dalam hukum perdata.
Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang
status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum . Kepastian hukum
menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan hukum itu , sebagai contoh :
a. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai
dewasa atau belum dewasa seseorang.
b. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai
boleh atau tidak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi.
c. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas
mencari pasangan lain.
d. Kepastian hukum mengenai kematian , menentukan status perdata sebagai ahli
waris dan keterbukaan waris.
e. Kepastian hukum mengenai nama , untuk menentukan identifikasi seseorang

5
sebagai subjek hukum, karena dari nama itu dapat diketahui keturunan siapa
yang bersangkutan.
Fungsi pencatatan itu adalah pembuktian bahwa peristiwa hukum yang
dialami seseorang itu benar telah terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah
terjadi peristiwa hukum ,diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi
peristiwa hukum , diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi
peristiwa hukum pada hari , tanggal,bulan , tahun , di tempat tertentu atas nama
seseorang. Surat keterangan ini diberikan oleh pejabat /petugas yang berwenang untuk
itu.
Untuk melakukan pencatatan dibentuklah lembaga khusus yang disebut
Catatan Sipil (Burgerlijke Stand). Catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa
perdata yang dialami oleh seseorang. Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan
peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara Indonesia dan yang
berlaku khusus untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam mengenai
perkawinan dan perceraian. Lembaga Catatan Sipil yang berlaku umum secara
struktural berada di bawah Departemen Dalam Negeri.
Lembaga catatan sipil yang berlaku khusus untuk yang beragama Islam secara
struktural berada dibawah departemen agama. Untuk menyelenggarakan tugas
pencatatan , lembaga catatan sipil umum mempunyai kantor disetiap kabupaten.
Sedangkan lembaga catatan sipil khusus merupakan bagian tugas dari kantor
departemen agama di daerah.

Kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kelahiran,


2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perkawinan,
3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perceraian ,
4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kematian,
5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak, dan
akta ganti nama.
Untuk dapat dilakukan pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi syarat
yaitu adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum yang
bersangkutan.Surat keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus,
menangani atau mengeluarkannya. Surat keterangan tersebut kemudian dibawa oleh
yang berkepentingan kepada pejabat kantor catatan sipiluntuk dicatat atau didaftarkan
dalam buku akta yang disediakan untuk setiap peristiwa hukum.
Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan , untuk
dapat dilakukan pencatatan /pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim.
Misalnya penetapan hakim pengadilan negerimengenai kelahiran, penetapan hakim
pengadilan agama mengenai perkawinan orang yang beragama Islam.
Sebagai bukti telah dicatat/didaftarkan , pejabat kantor catatan sipil
menerbitkan kutipan akta , seperti kutipan akta kelahiran , kutipan akta perkawinan,
kutipan akata kematian , kutipan akta perceraian .Kutipan akta ini bersifat otentik
karena dikeluarkan oleh pejabat resmi ( akta ambtelijk).

6
Berdasarkan undang-undang mengenai catatan sipil diatas dapat dibedakan
atas tiga macam catatan sipil , yaitu:

1. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia tentang :

a. Kelahiran

b. Kematian

c. Penggantian nama

2. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia non Islam tentang:

a. Perkawinan

b. Perceraian

3. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia beragama Islam tentang:

a. Perkawinan

b. Perceraian

Untuk penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia , pada tahun 1966


dikeluarkan instruksi Presiden Kabinet Nomor 31/U/IN/12/66 ditujukan kepada
menteri kehakiman dan kantor catatan sipil diseluruh Indonesia untuk tidak
menggolongkan penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 I.S. Kantor catatan sipil
di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dengan membedakan antara
warga negara Indonesia dan warga negara asing.

Untuk mempertegas instruksi tersebut , menteri kehakiman dan menteri dalam


negeri menerbitkan Surat Edaran Bersama Nomor 51/I/3/J.A: 2/2/5tanggal 28 Januari
1967 yang pada pokok isinya menghilangkan pembatasan berlaku, dalam arti
diberlakukan untuk semua penduduk Indonesia (WNI dan WNA) di seluruh
Indonesia.

Untuk memastikan status perdata seseorang , ada lima peristiwa hukum dalam
kehidupan orang yang perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa :

1. Kelahiran , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai subjek hukum ,


yaitu
pendukung hak dan kewajiban.
2. Perkawinan , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri
dalam ikatan perkawinan menurut hukum.
3. Perceraian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda ,
yang bebas dari ikatan perkawinan.

7
4. Kematian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris ,
sebagai janda atau duda dari almarhum/almarhumah.
5. Penggantian nama , menentukan status hukum seseorang dengan identitas
tertentu dalam hukum perdata.

Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang
status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum . Kepastian hukum
menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan hukum itu , sebagai contoh :

a. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai


dewasa atau belum dewasa seseorang.
b. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai
boleh
atau tidak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi.
c. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas
mencari pasangan lain.
d. Kepastian hukum mengenai kematian , menentukan status perdata sebagai ahli
waris dan keterbukaan waris.
e. Kepastian hukum mengenai nama , untuk menentukan identifikasi seseorang
Sebagai subjek hukum, karena dari nama itu dapat diketahui keturunan siapa yang
bersangkutan.

Fungsi pencatatan itu adalah pembuktian bahwa peristiwa hukum yang


dialami seseorang itu benar telah terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah
terjadi peristiwa hukum ,diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi
peristiwa hukum , diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi
peristiwa hukum pada hari , tanggal,bulan , tahun , di tempat tertentu atas nama
seseorang. Surat keterangan ini diberikan oleh pejabat /petugas yang berwenang untuk
itu.

Untuk melakukan pencatatan dibentuklah lembaga khusus yang disebut


Catatan Sipil (Burgerlijke Stand). Catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa
perdata yang dialami oleh seseorang. Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan
peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara Indonesia dan yang
berlaku khusus untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam mengenai
perkawinan dan perceraian. Lembaga Catatan Sipil yang berlaku umum secara
struktural berada di bawah Departemen Dalam Negeri.

Lembaga catatan sipil yang berlaku khusus untuk yang beragama Islam secara
struktural berada dibawah departemen agama. Untuk menyelenggarakan tugas
pencatatan , lembaga catatan sipil umum mempunyai kantor disetiap kabupaten.
Sedangkan lembaga catatan sipil khusus merupakan bagian tugas dari kantor
departemen agama di daerah.

8
Kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kelahiran,

2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perkawinan,

3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perceraian ,

4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kematian,

5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak, dan akta

ganti nama.

Untuk dapat dilakukan pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi syarat


yaitu adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum yang
bersangkutan.Surat keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus,
menangani atau mengeluarkannya. Surat keterangan tersebut kemudian dibawa oleh
yang berkepentingan kepada pejabat kantor catatan sipiluntuk dicatat atau didaftarkan
dalam buku akta yang disediakan untuk setiap peristiwa hukum.

Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan , untuk
dapat dilakukan pencatatan /pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim.
Misalnya penetapan hakim pengadilan negerimengenai kelahiran, penetapan hakim
pengadilan agama mengenai perkawinan orang yang beragama Islam.

Sebagai bukti telah dicatat/didaftarkan , pejabat kantor catatan sipil


menerbitkan kutipan akta , seperti kutipan akta kelahiran , kutipan akta perkawinan,
kutipan akata kematian , kutipan akta perceraian .Kutipan akta ini bersifat otentik
karena dikeluarkan oleh pejabat resmi ( akta ambtelijk).

Berdasarkan undang-undang mengenai catatan sipil diatas dapat dibedakan


atas tiga macam catatan sipil , yaitu:

1. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia tentang

a. Kelahiran

b. Kematian

c. Penggantian nama

2. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia non Islam tentang:

a. Perkawinan

b. Perceraian

3. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia beragama Islam tentang:

9
a. Perkawinan

b. Perceraian

Untuk penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia , pada tahun 1966


dikeluarkan instruksi Presiden Kabinet Nomor 31/U/IN/12/66 ditujukan kepada
menteri kehakiman dan kantor catatan sipil diseluruh Indonesia untuk tidak
menggolongkan penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 I.S. Kantor catatan sipil
di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dengan membedakan antara
warga negara Indonesia dan warga negara asing.

Untuk mempertegas instruksi tersebut , menteri kehakiman dan menteri dalam


negeri menerbitkan Surat Edaran Bersama Nomor 51/I/3/J.A: 2/2/5tanggal 28 Januari
1967 yang pada pokok isinya menghilangkan pembatasan berlaku, dalam arti
diberlakukan untuk semua penduduk Indonesia (WNI dan WNA) di seluruh
Indonesia.

Untuk memastikan status perdata seseorang , ada lima peristiwa hukum dalam
kehidupan orang yang perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa :

1. Kelahiran , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai subjek hukum ,


yaitu
pendukung hak dan kewajiban.
2. Perkawinan , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri
dalam ikatan perkawinan menurut hukum.
3. Perceraian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda ,
yang bebas dari ikatan perkawinan.
4. Kematian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris , sebagai
janda atau duda dari almarhum/almarhumah.
5. Penggantian nama , menentukan status hukum seseorang dengan identitas tertentu
dalam hukum perdata.
Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang
status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum . Kepastian hukum
menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan hukum itu , sebagai contoh :
a. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai
dewasa
atau belum dewasa seseorang.
b. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai
boleh
atau tidak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi.
c. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas
mencari pasangan lain.
d. Kepastian hukum mengenai kematian , menentukan status perdata sebagai ahli
waris dan keterbukaan waris.

10
e. Kepastian hukum mengenai nama , untuk menentukan identifikasi seseorang
sebagai subjek hukum, karena dari nama itu dapat diketahui keturunan siapa yang
bersangkutan.
Fungsi pencatatan itu adalah pembuktian bahwa peristiwa hukum yang
dialami seseorang itu benar telah terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah
terjadi peristiwa hukum ,diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi
peristiwa hukum , diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi
peristiwa hukum pada hari , tanggal,bulan , tahun , di tempat tertentu atas nama
seseorang. Surat keterangan ini diberikan oleh pejabat /petugas yang berwenang untuk
itu.
Untuk melakukan pencatatan dibentuklah lembaga khusus yang disebut
Catatan Sipil (Burgerlijke Stand). Catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa
perdata yang dialami oleh seseorang. Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan
peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara Indonesia dan yang
berlaku khusus untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam mengenai
perkawinan dan perceraian. Lembaga Catatan Sipil yang berlaku umum secara
struktural berada di bawah Departemen Dalam Negeri.
Lembaga catatan sipil yang berlaku khusus untuk yang beragama Islam secara
struktural berada dibawah departemen agama. Untuk menyelenggarakan tugas
pencatatan , lembaga catatan sipil umum mempunyai kantor disetiap kabupaten.
Sedangkan lembaga catatan sipil khusus merupakan bagian tugas dari kantor
departemen agama di daerah.

Kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kelahiran,

2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perkawinan,

3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perceraian ,

4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kematian,

5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak, dan akta

Ganti nama.

Untuk dapat dilakukan pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi syarat


yaitu adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum yang
bersangkutan.Surat keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus,
menangani atau mengeluarkannya. Surat keterangan tersebut kemudian dibawa oleh
yang berkepentingan kepada pejabat kantor catatan sipiluntuk dicatat atau didaftarkan
dalam buku akta yang disediakan untuk setiap peristiwa hukum.

Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan , untuk
dapat dilakukan pencatatan /pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim.

11
Misalnya penetapan hakim pengadilan negerimengenai kelahiran, penetapan hakim
pengadilan agama mengenai perkawinan orang yang beragama Islam.

Sebagai bukti telah dicatat/didaftarkan , pejabat kantor catatan sipil


menerbitkan kutipan akta , seperti kutipan akta kelahiran , kutipan akta perkawinan,
kutipan akata kematian , kutipan akta perceraian .Kutipan akta ini bersifat otentik
karena dikeluarkan oleh pejabat resmi ( akta ambtelijk).

Berdasarkan undang-undang mengenai catatan sipil diatas dapat dibedakan


atas tiga macam catatan sipil , yaitu:

1. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia tentang :

a. Kelahiran

b. Kematian

c. Penggantian nama

2. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia non Islam tentanga

a. Perkawinan

b. Perceraian

3. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia beragama Islam tentang:

a. Perkawinan

b. Perceraian

Untuk penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia , pada tahun 1966


dikeluarkan instruksi Presiden Kabinet Nomor 31/U/IN/12/66 ditujukan kepada
menteri kehakiman dan kantor catatan sipil diseluruh Indonesia untuk tidak
menggolongkan penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 I.S. Kantor catatan sipil
di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dengan membedakan antara
warga negara Indonesia dan warga negara asing.

Untuk mempertegas instruksi tersebut , menteri kehakiman dan menteri dalam


negeri menerbitkan Surat Edaran Bersama Nomor 51/I/3/J.A: 2/2/5tanggal 28 Januari
1967 yang pada pokok isinya menghilangkan pembatasan berlaku, dalam arti
diberlakukan untuk semua penduduk Indonesia (WNI dan WNA) di seluruh
Indonesia.

12
BAB III
KESIMPULAN

Istilah kedewasaan menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi


syarat hukum. Sedangkan istilah pendewasaan menunjuk kepada keadaan belum
dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa.
Pendewasaan itu ada dua macam yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan
untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Kedua-duanya harus memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh undang-undang . Untuk pendewasaan penuh syaratnya
ialah sudah berumur 20 tahun penuh , sedangkan untuk pendewasaan terbatas
syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh ada lima peristiwa hukum dalam
kehidupan orang yang perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa : Kelahiran,
Perkawinan, Perceraian, Kematian, Penggantian nama
Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang
status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum.
Fungsi pencatatan itu adalah pembuktian bahwa peristiwa hukum yang
dialami seseorang itu benar telah terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah
terjadi peristiwa hukum

13
DAFTAR PUSTAKA

Nuonline, “Siapa Saja Mahram, Orang yang Haram Dinikahi


itu?”,https://islam.nu.or.id/syariah/siapa-saja-mahram-orang-yang-haram-dinikahi-itu-iV5Ei,
4 November 2018. Diakses pada tanggal 3 juni 2023.
Sholehudin, “Hikmah Keharaman Sebab Nasab dalam Sebuah Pernikahan”,
https://sampang.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-1983721596/hikmah-keharaman-sebab-
nasab-dalam-sebuah pernikahan, 12 Februari 2022. Diakses pada tanggal 3 juni 2023.
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013).

14

Anda mungkin juga menyukai