Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK

“faktor dalam konflik menurut lewis coser dan menentukan cara-cara menyelesaikan
konflik secara intgratif”

Dosen pengampu :
Juni Aziwantoro SE.MM

Disusun Oleh :
Tengku Ravi A. P (191192)
Syafira Amanda (191163)
Siti Taharah (191174)

JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
STAIN SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
2021
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmannirrahiim
‫السال م عليكن ورحمة هللا وبركاته‬
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang kita panjatkan
puja dan puji syukur atas nikmat, rahmat, dan hidayah Nya kepada kita, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah manajemen konflik .
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dalam segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang faktor dalam konflik menurut lewis coser dan
menentukan cara-cara menyelesaikan konflik secara intgratif beserta isi ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap rekan-rekan sekalian.
‫والسالم عليكن ورحمة هللا وبركاته‬

Bintan, 18 oktober 2021

penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang .............................................................................................................
b. Rumusan masalah.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
a. Konflik sosial ..............................................................................................................
b. Gagasan-gagasan lewis coser .......................................................................................
c. Kritik Terhadap Strukturalisme Konflik ......................................................................
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.
A. Latar belakang
Lewis A. Coser lahir di kota Berlin, tahun 1913. Setelah perang dunia II, Lewis A. Coser
mengajar di Universitas Chicago. Lewis A. Coser mendapat gelar Ph.D dari Universitas
Columbia pada tahun 1968. Selain itu gelar guru besar Coser didapat dari Universitas Bramdeis
dan di universitas inipulaCoser banyak berkiprah di dunia Sosiologi. Pada tahun 1975, Coser
terpilih menjadi Presiden American SosiologycalAssosiation(ASA). Karya Coser yang sangat
fenomenal adalah The FunctionsofSocialConflict..Hal yang menarik dari Coser adalah bahwa ia
sangat disiplin dalam satu tema. Coser benar-benar concertpada tema-tema konflik, baik konflik
di tingkat eksternal maupun internal. Coser mampu mengurai konflik dari sisi luar sampai sisi
dalam. Selain sebagai sosiolog yang mengkritisi tradisi sebelumnya, Coser pernah menulis buku
sejarah Partai Komunis di Amerika dan ia aktif sebagai kolumnis beberapa jurnal. Tulisan Coser
yang paling terkenal adalah GreedyInstitutions (Institusi Tamak) yang di dalam buku tersebut
Coser menyatakan bahwa karakter kehidupan modern saat ini sudah bermuka “tidak pandang
bulu” yang terdistribusi, tersegmentasi, dan teralienasi. Masyarakat yang seperti inilah yang
membatasi kebebasan manusia. Maka dari itu, Coser tertarik dengan “jaringan konflik” atau
kesetiaan yang terpotong yang dapat mengikat sebuah masyarakat dan menggerakan perjuangan
serta konfrontasi. Dalam buku The FunctionofSocialConflict, Coser menyatakan bahwa ilmuwan
sosiologi harus memberikan perhatian kuat pada konflik sebab sebagai bagian masyarakat,
konflik sangat penting dan mendesak untuk dijelaskan.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengn konflik sosial?
2. Apa saja gagasan-gagasan menurut lewis coser?
3. Apa Kritik Terhadap Strukturalisme Konflik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konflik Sosial

Istilah konflik sosial pada umumnya mengandung suatu rangkaian fenomena


pertentangan antar pribadi melalui konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan
internasional. LewisCoser dalam bukunya yang berjudul “The FungtionsofSocialConflict”,
mengemukakan bahwa tidak ada teori konflik sosial yang mampu merangkum seluruh fenomena
tersebut. Oleh karenanya ia tidak ingin mengkonstruksi teori umum, tetapi ia ingin karyanya
sebagai suatu usaha untuk menjelaskan konsep konflik sosial serta mengkonsolidasikan skema
konsep sesuai dengan data yang berlangsung dalam konflik sosial tersebut. 1 Caranya adalah
membuat elaborasi dan menggambarkan wawasan serta ide-ide yang ditarik dari karya George
Simmel.
Pandangan Coser tidak lepas dari tidak lepas dari kritiknya atas sosiologi Amerika waktu
itu yang mulai melupakan pembicaraan konflik. Para sosiolog Amerika yang ramai-ramai
mengembangkan fungsionalisme telah menggeser tradisi berpikir sosiologi sebelumnya yang
berbentuk sosiologi murni menuju corak sosiologi terapan (appliedsociology). Dalam bukunya
“The FungtionsofSocialConflict” Coser mengkritik gagasan-gagasan Parson yang lebih
mengupas mengenai keseimbangan dan konsensus dibanding membahas mengenai konflik
secara mendalam.
Coser memulainya dengan mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan
terhadap nilai dan pengakuan tergahap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-
sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan, atau dilangsungkan, atau dieliminir
saingan-saingannya (8). Dengan definisi semacam ini hal-hal yang esensial tidak perlu
dipertentangkan. Tetapi ini berarti bahwa perhatian terhadap pernyataannya dan implikasinya
merupakan suatu permasalahan yang lain,sebab dengan pernyataan itu menunjukan bahwa Coser
telah menggunakan istilah yang problematis dan samar-samar, tidak kritis serta
menggunakannnya dalam asumsi-asumsi funngsionalisme. Perhatian Coser berkaitan dengan
fungsi dan disfungsinya konflik sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa konsekuensi konflik bukan

1
Lewis A. Coser, The FungtionsofSocialConflict(New York : The Free Pres, 1956) Hal. 7. Halaman referensi dalam
buku ini selanjutnya ditulis dalam kurung, langsung setelah kutipannya.
mengarah pada kemerosotan melainkan peningkatan, adaptasi dan penyesuaian baik dalam
hubungan sosial yang spesifik maupun pada kelompk secara keseluruhan.
Coser menyatakan bahwa konflik sosial seringkali diabaikan oleh para sosiolog, karena
mayoritas cenderung menekankan konflik pada sisi negatif yang telah meremehkan tatanan,
stabilitas, dan persatuan atau dengan kata lain menggambarkan keadaan yang terpecah-belah.
Coser ingin memperbaikinya dengan menekankan konflik pada sisi positif yakni bagaimana
konflik itu dapat memberi sumbangan terhadap ketahanan dan adaptasi kelompok, interaksi, dan
sistem sosial. Bahasa fungsionalisme yang digunakan seolah-olah menyesuaikan dengan definisi
konflik sosial yang ditemukan coser sendiri. Meskipun definisi ini memfokuskan pada adanya
pertentangan, perjuangan memperoleh sumber yang langka, yakni di mana setiap orang berusaha
mendapatkan keuntungan yang lebih dari orang lain, namun coser menafsirkannya dengan
menyatakan bahwa konflik itu bersifat fungsional (baik) dan bersifat disfungsional (buruk) bagi
hubungan-hubungan dan struktur-struktur yang tidak terangkum dalam sistem sosial sebagai
suatu keseluruhan.
Jika model ini mempertimbangan masyarakat sebagai suatu bentuk yang majemuk yang
memiliki kepentingan yang saling bertentangan, dan jika model dalam kelompok itu
menggambarkan adanya dua individu atau lebih, maka orang hanya mampu menentukan
(walaupun hal ini tidak mudah) adakah tindakan-tindakan spesifik yang mampu mendatangkan
keuntungan. Orang tidak akan mampu menentukan adakah tindakan yang mampu
menguntungkan sistem secara keseluruhan. Kita ambil contoh keluarga sebagai suatu sistem.
Jika suami dan istri dalam suatu keluarga sedang bertengkar kemudian mereka dapat
memecahkan kembali konflik tersebut tanpa adanya perceraian maka dapat dinyatakan bahwa
sistem yang khusus dalam suatu keseluruhan tersebut akan selalu dipertahankan dan tidak dapat
dirusak. Tetapi adakah konflik dalam pengertian yang fungsional (baik) atau disfungsional
(buruk) bagi suatu sistem itu? Kita tidak akan pernah mengatahui hal tersebut. Pelajaran yang
dapat diambil dari konflik itu adalah kelangsungan keluarga tersebut adalah akibat dari tindakan
khusus pula dari berbagai pihak, misalnya akibat jasa dari suami, istri atau jasa anak-anak
mereka yang membangn kesamaan pandangan atau kompromi. Apa yang harus dibayar untuk
mempertahankan sistem tersebut dan seterusnya. Dalam kasus yang lebih luas lagi yang terdiri
dari beberapa yang mengalami konflik kepentingan masing-masing, hal ini tidak akan bermakna
jika membahas fungsional dan disfungsional bagi sistem secara keseluruhan.
Merujuk pada gagasan Simmel dalam pengertian fungsionalisme, Coserseringkali
menyimpang dari pengertian tersebut. Simmel menyatakan bahwa oposisi terhadap asosiasi
hanya digunakan sebagai alat agar dapat melangsungkan kehidupan masyarakat yang sulit untuk
diperbaiki. Ia lantas menyatakan bahwa peniadaan oposisi membuat anggota kelompok tersebut
dapat mengadakan pemisahan dan mengakhiri hubungan tersebut.
Sehubungan dengan tekanan dan oposisi, serta konsekuensinya terhadap individu secara
keseluruhan dalam total versi konflik fungsional yang dikemukakan Coser. Kita dapat melihat
bahwa rumusan Simmel banyak memberi sumbangan terhadap ide-ide Coser :
“Simmel menyatakan bahwa ungkapan perumusan di dalam konflik membantu fungsi-fungsi
positif, sepanjang konflik itu dapat mempertahankan perpecahan kelompok dengan cara menarik
orang-orang yang sedang konflik. Jadi konflik itu dipahami sebagai suatu alat yang berfungsi
untuk menjaga kelompok sepanjang dapat mengatur sistem-sistem hubungan.”
Terminologi tradisional mengenai kekuasaan, dominasi, konflik kepentingan akan dapat
mengungkapkan ide-ide secara jelas. Sebaliknya, terminologi fungsionalisme hanya akan
mengaburkan ide ini dengan membelokkan realitas dominasi kepada non realita, yakni adaptasi
sistem.
Kita tidak akan pernah dijelaskan tentang apa yang dimaksud positif dari sebuah konflik
dalam struktur sosial. Semua tergantung dari kelangsungan kelompok tersebut setelah
mengalami konflik. Konsep ini tidak bisa dipertahankan untuk menyatakan bahwa suatu
kesatuan dan daya lekat itu lebih baik daripada perpecahan. Apakah penyatuan itu lebih baik
bagi kelompok tersebut daripada perpecahan dan pengunduran diri dari beberapa anggotanya
tergantung pada variasi situasi, keputusan-keputusan nilai dan kepentingan. Kesatuan itu dapat
dipertahankan dibawah situasi yang tidak hanya membahayakan kepentingan kelompok tetapi
juga bagi kelangsungan hidup mereka.

B. Gagasan-gagasan Lewis Coser


1. Kelompok mengikat fungsi-fungsi konflik (groupbindingfunctionsofconflict)
DisiniCoser sependapat dengan Marx maupun Sumner yakni bahwa individu-individu
memiliki posisi umum, objektif dalam masyarakat. Tetapi, mereka akan menyadari
lingkungan dari kepentingan mereka di dalam dan lewat konflik. Coser memperkuat
gagasan tentang in group, outgroup-wegroup, dan posisi hierarkis. Semuanya akan
dipelihara dalam dan lewat konflik. Contohnya, konflik antarkasta di India yang
meneguhkan pemisahan dan pembedaan kasta-kasta yang bervariasi, tetapi juga
menjamin stabilitas struktur sosial India secara keseluruhan. Stabilitas sosial
terbentukdengan membawa keseimbangan klaim kasta-kasta yang bersaing. Pandangan
konflik Coser bisa dikembangkan dalam kasus-kasus, seperti konflik kebangsaan, konflik
etnis, dan konflik politik.
2. Kelompok memelihara fungsi konflik dan arti penting lembaga katup penyelamat
Coser berpendapat bahwa konflik tidak selamanya harus dimaknai sebagai hal negatif.
Simmel menyatakan bahwa pernyataan permusuhan dalam konflik melayani fungsi
positif sejauh bisa memelihara hubungan yang berada di bawah kondisi stres, kemudian
mencegah kebuntuan kelompok lewat menarik diri sebagai pelaku yang terlibat
permusuhan. Simmel menghilangkan akumulasi permusuhan yang berhenti dengan
pernyataan perilaku secara bebas. Simmel tidak memberikan perhatian penting pada
tindakan konflik dengan rasa bermusuhan. Sedangkan menurut Coser, keduanya tidak
sama. Konflik benar-benar mengubah waktu hubungan dari perilaku sedangkan perasaan
bermusuhan tidak memiliki peran penting dan meninggalkan pengertian
ketidakberubahan hubungan. Konflik tidak selalu mengarah pada permusuhan, tetapi bisa
digeser pada pemuasan kebutuhan yang ditunjukan oleh penemuan objek pengganti
tersebut. Dalam kasus politik Indonesia, penganugerahan jabatan politik ditujukan
sebagai pencapaian objek pengganti. Objek pengganti menjadi semacam peredam konflik
yang lebih besar. Objek pengganti juga akan menjadi bentuk oposisi yang tidak
menyebabkan rusaknya hubungan. Sebab dia bisa mengganti pencapaian tujuan yang
ditempuh lewat konflik itu. Teori konflik Coser oleh Margaret Poloma menyatakan
bahwa safetyvalueatau katup penyelamat merupakan mekanisme khusus yang digunakan
kelompok untuk mencegah konflik sosial terutama konflik yang lebih besar yang
berpotensi merusak struktur keseluruhan. Safetyvalue mampu mengakomodasi luapan
permusuhan menjadi tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur.
3. Realistis dan Konflik Tidak Realistis
Simmel menyatakan bahwa konflik disebabkan oleh benturan kepentingan atau benturan
kepentingan yang memuat sebuah elemen pembatasan sejauh perjuangan hanya menjadi
alat mencapai hasil. Jika hasil yang diinginkan dapat dicapai sama baiknya dengan alat
lain, maka dalam beberapa contoh, konflik hanyalah satu dari bebrapa pilihan fungsional.
Tetapi ada bebrapa kasus dimana konflik muncul sendiri dari pengaruh agresif yang
terjadi karena ada pernyataan yang tidak ada konsekuensi pentingnya terhadap suatu
objek. Dari pandangan tersebut, Coser membagi konflik sebagai berikut:
1) Konflik realistik
Konflik realistik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. Konflik muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan dari
perkiraan keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objekfrustasi. Di samping
itu, konflik merupakan keinginan untuk mendapatkan sesuatu.
b. Konflik merupakan alat untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-langkah
untuk mencapai hasil ini jelas disetujui oleh kebudayaan mereka. Dengan kata
lain, konflik realistis sebenarnya mengejar: power, status yang langka, resources
(sumber daya), dan nilai-nilai.
c. Konflik akan berhenti jika aktor dapat menemukan pengganti yang sejajar dan
memuaskan untuk mendapatkan hasil akhir.
d. Konflik realistik terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk mencapai
tujuan.
2) Konflik non-realistik
Sekalipun melibatkan dua orang atau lebih dan tidak diakhiri dengan permusuhan dari
lawan, namun ada keinginan untuk membebaskan ketegangan setidak-tidaknya pada
salah satu dari mereka. Dibandingkan dengan konflik realistik, konflik non realistik
kurang stabil. Pilihan-pilihan fungsional bukan sebagai alat tetapi objek itu sendiri.
Kepentingan yang berbeda bersatu dengan kenginan untuk melakukan aksi
permusuhan yang sebenarnya merupakan konflik realistis. Namun tidak sedikit
elemen non realistik bercampur dengan perjuangan yang dilakukan bersama-sama
atau medorong adanya peran tertentu.
4. Permusuhan dan Hubungan Sosial yang Erat
Coser menyatakan bahwa prilaku bermusuhan terjadi lebih siap pada kelompok yang
memiliki hubungan sosial yang erat. Hubungan yang dekat dikarakteristikan oleh interakasi
yang berulang-ulang dan melibatkan kepribadian total dari anggota dan struktur motivasi.
Misalnya, konflik yang cukup hebat dalam keluarga besar bangunan hubungan sosial yang
dikembangkan bersifat keseluruhan dengan melibatkan emosi dan hubungan-hubungan
yang akrab. ketika konflik terjadi, seluruh energi pun dilibatkan.
5. Dampak dan Fungsi Konflik dalam Struktur Kelompok
Coser memfokuskan dirinya pada dua jenis konflik, yakni:
1) konflik dengan jenis persoalan yang berbeda, yang perhatiannya terhadap persoalan
inti sangat kecil. Misalnya, konflik yang berhubungan dengan rencana bepergian.
2) konflik dengan struktur yang berbeda, yang memperlihatkan dasar-dasar hubungan.
Misalnya mendiskusikan memiliki anak atau tidak yang merupakan tujuan dasar
suatu hubungan
Mengutip MacIver, cosermenyatakan bahwa ada dua bentuk konflik yaitu:
1. konflik non-komunal, ketika sebuah kelompok atau komunitas meletakan kesatuan
diatas perbedaan-perbedaan.
2. konflik komunal, didasarkan pada penerimaan umum terhadap hasil-hasil dasar,
konflik ini berwatak integratif, konflik komunal muncul ketika individu meletakkan
perbedaan mereka diatas kesatuan
6. Konflik dengan Kelompok lain meningkatkan kohesi internal
Ikatan-ikatan dalam sebuah kelompok ditegakkan lewat konflik dengan kelompok lain,
sehingga kelompok mendefinisikan dirinya sebagai perjuangan dengan kelompok lain.
simmel kemudian meneruskan bahwa konflik dengan kelompok luar akan memperkuat
kohesi internal kelompok dan meningkatkan sentralisasi. Konflik membuat anggota
kelompok lebih sadar tentang ikatan mereka dan meningkatkan partisipasi mereka. Konflik
dengan kelompok luar memiliki pengaruh yang juga menggerakkan pertahanan kelompok
yang menegasjan sistem nilai mereka atas musuh luar.
Coser mengutip Newcomb tentang kelompok referensi positif dan kelompok referensi
negatif. Referensi positif adalah kelompok yang disamai atau kelompok yang dicontoh.
Kelompok referensi negatif adalah kelompok yang menyediakan dorongan-dorongan untuk
melawannya, atau biasa disebut out grup. Menghadirkan pertentangan kedepan dalam
penyusunan kelompok-kelompok baru juga mengarahkan pada integrasi lebih lanjut
melalui konflik. Hanya saja perlu dicatat bahwa tidak semua kelompok yang berkonflik
meningkatkan kohesi mereka, tingkatan konsensus kelompok sebelumnya tampak menjadi
faktor sangat penting yang memengaruhi kohesi. Kelompok yang kurang memiliki
kesepakatan dasar (konsensus), ancaman luar cendrung tidak meningkatkan kohesi tetapi
akan menimbulkan apatis umum dan akibatnya kelompok terancam pecah.
7. Konflik dan Ideologi
Dalam konteks ini Coser mengutip marx yang berpendapat bahwa kesadaran kelompol
hamper bisa disamakan dengan kesadaran kelas. Yakni transformasi dari individu-individu
dengan situasi hidup yang khusus dalam wakil kesadaran pada kelompok tersebut. seperti
halnya yang dikatakan Karl Marx bahwa perjuangan kelas bukanlah individual, melainkan
peran dari sisi yang bertentangan sebagai wakil bagi kepentingan yang berbeda. Seperti
buruh (prooletar), yang digambarkan Marx mewakili kepentingan kelas dan organisasi
kelas, bukan kepentingan individu.
Coser juga membicarakan tentang peran intelektual yang memiliki posisi yang sangat
strategis, sebab mereka memiliki kepentingan mengobjektifkan gerakan sosial dalam
mentransformasikan kelompok kepentingan dalam gerakan ideologis. Transformasi bisa
dilakukan dari konflik kepentingan ke konflik yang bersifat gagasan (ideal). Para
intelektual memiliki kontribusi untuk memperdalam dan semakin mengintensifkan
perjuangan kelompok dari motivasi individu kepada kebenaran yang abadi (eternal truth)
Dalam kaitan ini Coser mengutip Schumpeter:

“Intelektual memverbalisasi gerakan, menyediakan teori-teori dan slogan-slogan untuk


ini… membuatnya sadar akan dirinya dan dalam melakukan perubahan maknanya…
mereka pda dasarnya meradikalisasinya dan akhirnya menanamkan suatu bias revolusioner
kepada prakti-praktiksekitarperdangan borjuis”

C. Kritik Terhadap Strukturalisme Konflik

Coser kadang-kadang ditempatkan di dalam satu paradigma yang berbeda dari kaum
fungsionalis struktural lainnya, tetapi lewat kajian cermat atas karyanya terlihat bahwa Coser
tetap memiliki komitmen dengan pandangan teoritis yang utama. Sumbangan Coser pada teori
yang tetap terikat pada tradisi fungsionalisme itu dapat dilihat dari asumsi-asumsi dasar tentang
manusia dan masyarakat yang implies itu tercakup dalam teorinya. Coser mengatakan bahwa dia
lebih menganggap teori konflik sebagai teori parsial daripada sebagai pendekatan yang dapat
menjelaskan seluruh realitas sosial. Dia sependapat dengan Robin William yang menyatakan
“masyarakat aktual terjalin bersama oleh konsensus, oleh saling ketergantungan, oleh sosiabilitas
dan oleh paksaan. Pandangan Coser tentang teori sosiologis adalah suatu kesatuan pandangan
yang mencakup teori-teori konflik maupun konsensus yang parsial.
Bagi Coser realitas bukan merupakan realitas subyektif seperti rumusan Charles Horon
Cooley atau George Herbert Mead, tetapi realitas obyektif seperti yang dimaksud oleh Durkheim
dan kaum fungsionalisme lainnya. Dengan demikian orang dihambat oleh kekuatan struktur
sosial yang membatasi kebebasan dan kreativitas.
Jelaslah bagi Coser maupun kaum fungsionalisme struktural bahwa struktur sosial ada di
dalam dirinya sendiri dan bergerak sebagai kendala. Coser mengungkapkan “sosiologi konflik
harus mencari nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan yang tertanam secara struktural sehingga
membuat manusia saling terlibat dalam konflik, bilamana ia tidak ingin larutkan kedalam
penjelasan psikologis mengenai agresivitas bawaan, dosa turunan, atau kebengalan manusia. Apa
yang disumbangkan Coser kepada orientasi fungsionalisme ialah deskripsi mengenai bagaimana
struktur-struktur sosial itu dapat merupakan produk konflik dan bagaimana mereka
dipertahankan oleh konflik.
Meskipun Coser terikat pada kesatuan teori masyarakat yang ilmiah, tetapi dia menolak
setiap gerakan kearah naturalism atau determinisme yang ekstrim pada setiap tindakan manusia.
Pendekatan ini terlihat dalam orientasi metodologisnya yang bebas menggunakan sejarah sebagai
sumber data untuk mendukung pernyataan-pernyataan teoritisnya. Dalam kontinum naturalis dan
humanis, Coser sebenarnya dapat ditempatkan lebih dekat dengan kubu humanis. Coser terlihat
jauh lebih tertarik dengan “kemampuan kreatif” dan “gemriuh inofatif” dari sosiologi.Coser jelas
sekali melihat sosiologi sebagai ilmu, tetapi ilmu ini merupakan disiplin muda. Coser mengkritik
tekanan subyektif yang ekstrim dalam usaha-usaha teoritis, seperti yang dikemukakannya dalam
pendekatan yang dikenal sebagai ethnomethodology, dan dalam analisa jalur atau path analysis.
Dia menyatakan bahwa kedua pendekatan tersebut memiliki “metode hipertropi yang
mengorbankan teori substantif”. Dia mengungkapkan keprihatinnanya tentang keadaan teori
sosiologi kotemporer dalam peryataan berikut :
Dalam kedua kasus itu (analisa jalur serta etnometodologi), saya tegaskan bahwa
keasyikan dengan metode sebagian besar sudah menjurus pada pengebaian substansi dan
signifikansi. Padahal, pada akhirnya, disiplin kita akan dinilai atas dasar penerangan substantive
yang mampu diberikannya mengenai struktur-struktur social di mana kita terjaring dan sebagian
besar merupakan kondisi seluruh rangkaian kehidupan kita. Bilamana factor utama tersebut
diabaikan, bila kita menolak tantangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, maka kita
akan kehilangan hak hidup dan terperangkap dalam timbunan sekte-sekte yang bermusuhan dan
menjadi peneliti-peneliti terspesialisasi yang semakin lama semakin banyak beelajar tentang hal-
hal yang semakin nihil (Coser, 1975:698).

Seperti banyak karya-karya yang disebut sebagai teori dalam sosiologi, karya Coser juga
mengandung kelemahan-kelemahan metodologis. Konsep-konsepnya memang menyenangkan,
tetapi tidak dijabarkan dalam pengujian empiris.tetapi seperti dikatakan oleh banyak ahli teori,
lebih baik dan lebih penting mengetengahkan isu teoritis yang relevan dalam cara yang kurang
tepat daripada mempelajari hal-hal sepele tapi sangat rumit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Coser merupakan sosiolog yang mengembangkan teori konflik dari George simmel. Oleh
karna banyaknya analisa kaum fungsionalis yang melihat bahwa konflik adalah fungsional bagi
suatu kelompok, coser mencoba untuk menjelaskan kondisi-kondisi dimana secara positif konflk
membantu mempertahnkan struktur sosial dan mencegah pembekuan sosial. Konflik sebagai
proses osial dapat merupakan mekanisme dimana kelompok-kelompok dan batas batasnya dapat
terbentuk dapat dipertahankan. Coser membedakan antara konflik in group dengan outgroup,
antara nilaiinti dengam masalah yang bersifat pinggiran, antar konflik yang menghasilkan
perubahan struktual lawanan konflik yang dialurkan lewat lembaga-lembaga katup penyelamat
(savetyvalve). Dismping itu coser juga menjelaskan mengenai konflik realistis dan konflik non
realistis. Keseluruhan teori tersebut merupakan faktor-faktor yang menentukan fungsi konflik
sebagai suatu proses sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Susilo, Rachmad. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta : Ar Ruz Media.
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer.Jakarta : Rajawali Pers.
IrvingZeitlin,M. 1995. Memahami Kembali Sosiologi: Kritik Terhadap Teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress.
Doyle Paul Johnson, Robert M.Z Lawang. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta
Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai