Anda di halaman 1dari 23

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Topik : Medikolegal
Tanggal MRS : 27 Juni 2019 dr. Mohammad Reza
Presenter :
Tanggal Periksa : 27Juni 2019 Azhari
Tanggal Presentasi : 10 Juli 2019 Pendamping : dr. Yopie Ibrahim
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Tinjauan
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran
Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia
Bumil
Anak laki-laki 6 tahun dengan keluhan luka lengan kanan post terjatuh dari
□ Deskripsi :
motor
□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat.
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : An. A, 6 tahun No. Registrasi : 190612xxxx
Nama RS : RSUD SIMO Telp : Terdaftar sejak:
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan keluhan luka disertai nyeri pada lengan kanan setelah jatuh dari
motor bersama pamannya. Pasien dibonceng didepan motor oleh pamannya, tidak

1
memakai helm, jatuh ke sebelah kanan, tangan menumpu di aspal dan tertindih stang
motor. Tidak ada keluhan pingsan, muntah, pusing, pandangan berputar. Pasien
dibawa ke IGD karena keluhan luka dan nyeri lengan kanan dan tidak bisa
digerakkan.
2. Riwayat Pengobatan : Belum menggunakan obat-obatan apapun sebelum dibawa ke
IGD
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: alergi (-), asma (-)
4. Riwayat Keluarga :Riwayat keluhan serupa disangkal.
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :Status ekonomi keluarga pasien termasuk
menengah kebawah
6. Lain-lain :
Sosial ekonomi menengah, pasien menggunakan biaya sendiri

Daftar Pustaka :

Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.

Arief Mansjoer( 2010 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media Aesculapius
FKUI

Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital. Switzerland. WHO. 151-
156.Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC, pp. 519-37

Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management. New


York: Springer

Doengoes, M.E, et al. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EG

Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic;
In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York

Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran

2
Norris, RL. 2017. Centipede Envenomation. https://emedicine.medscape.com/article/769448-
overview. Diakses 26 April 2018.

Norton, Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science and
Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.

Praktik Kedokteran. Dalam : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004.


Dewan Perwakilan Republik Indonesia. 2004. Accessed 7th October 2013

Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-395.

Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit


Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya

Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta .

Hasil Pembelajaran :
1. Medikasi luka fraktur
2. Penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang fraktur
3. Pentalaksanaan awal fraktur

3
Keterangan Umum :
Nama : An. A
Usia : 6 tahun
Alamat : Sendangrejo, klego
Agama : Islam
Suku : Jawa
Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)

A. ANAMNESIS
SUBJEKTIF
Keluhan Utama : luka di lengan atas kanan
Pasien datang dengan keluhan luka dan nyeri serta tidak bisa menggerakkan
lengan kanan setelah terjatuh dari motor kira-kira 10 menit sebelum masuk rumah
sakit. Posisi jatuh ke sebelah kanan dan tangan kanan menumpu di aspal dan
tertindih stang motor. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke IGD RSUD
Simo. Keluhan pingsan, muntah, pusing setelah jatuh disangkal. Tidak ada luka di
bagian tubuh lain.
B. PEMERIKSAAN FISIK
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital sign
o TD : tidak di evaluasi
o BB : 23 kg
o Nadi: 72x/menit

4
o RR: 20x/menit
o Temp: 36,7 C
 Kepala leher: normochepal, tidak tampak luka
 Mata : Reflek pupil +/+ , Pupil isokor 2mm/2mm , konjunctiva anemis -/-,
ikterus -/-.

o THT :

Telinga: sekret (-), otorrhea -/-,


 Hidung : nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-)
 Tenggorokan : dbn

o Bibir: sianosis (-)


o pembesaran KGB (-)
o tiroid dalam batas normal
 Thorax:
o Pulmo:
 Inspeksi : simetris, retraksi (-)
 Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-,
o Cor:
 Inspeksi: tidak tampak ictus cordis
 Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi:batas jantung normal
 Auskultasi: s1 s2 tunggal, murmur -, gallop-
 Abdomen:
o Inspeksi : flat, distensi (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : Hepar/lien tidak teraba
o Perkusi : timpani (+)

5
 Ekstrimitas : anemia -/-, edema -/-, Capillary Refill Time < 2
Status Lokalis

Regio Brachial dextra :


 Look : Luka (+) pus(-), darah (+), bengkak (+), edema (-),
eritem (-), deformitas (+)
 Feel : Suhu sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan
(-), sensabilitas (+), krepitasi (-), capillary refil (<2 detik),
pulsasi arteri (+).
 Move : Gerakan terbatas karena nyeri, gerakan aduksi
terbatas, gerakan abduksi tidak terbatas, gerakan fleksi ante
brachii terbatas.

Hasil Ro humerus Dextra :

Hasil Foto Ro humerus dextra:


Tampak soft tissue swelling. Tampak fraktur humerus 1/3 bawah transversal
displaced.
Kesan : fraktur humerus 1/3 bawah transversal

6
C. DIAGNOSIS BANDING
-
D. DIAGNOSIS KERJA
fraktur humerus 1/3 bawah transversal
E. PENATALAKSANAAN
a) Planning Therapy
1. Medikasi
2. Pemasangan spalk
3. Rujuk RS dengan pelayanan Sp.OT

A. PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini diagnosa pasien ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.anak laki-laki 6 tahun datang
dengan keluhan luka lengan kanan dan susah digerakkan setelah jatuh dari motor
kira-kira 10 menit lalu. Pasien jatuh dari motor dan tidak memakai helm. Pasien
jatuh ke sebelah kanan dan tangan kanan menumpu aspal kemudian tertindih stang
motor. Pasien langsung dibawa ke IGD RSUD Simo.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien sedang dan
composmentis. Pada pemeriksaan lokal didapatkan luka dan nyeri serta sulit gerak
di bagian brachii atau lengan kanan, tampak VL juga di daerah tersebut.
Pasien kemudian dikonsulkan pada Dokter Spesialis Bedah, dengan advis
medikasi, foto ronsen lengan kanan dan rujuk ke RS dengan layanan spesialis
ortopedi.
Hal tersebut dengan mempertimbangkan :
- Luka terbuka yang membutuhkan penjahitan.
- Nyeri lengan kanan dan keterbatasan gerak yang mengindikasikan adanya
kelainan tulang
Dari pertimbangan kondisi pasien yang seperti ini, pasien harus dirujuk ke
RS dengan pelayanan dokter ortopedi. Pasien setuju untuk dilakukan penjahitan
vulnus laceratum di brachii/humerus dextra, rujuk, dan pemasangan spalk. Oleh
dokter sudah dijelaskan mengenai kondisi pasien yang memerlukan penjahitan

7
luka karena luka terbuka, memerlukan rujukan ke dr SpOT karena adanya fraktur
yang dibuktikan hasil ronsen brachii/humerus dextra, dan pemasangan spalk untuk
mengurangi gerakan dan mengurangi nyeri. Dokter pun sudah menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi jika pasien tidak segera dirujuk.
Keluarga pasien menolak untuk diantar menggunakan ambulan atau transportasi
dari rumah sakit dan menghendaki untuk membawa ke RS lain menggunakan
kendaraan pribadi. Kemudian keluarga pasien menandatangani penolakan untuk
rujuk menggunakan transportasi dari RS.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. FRAKTUR
1) PENGERTIAN
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma.
Tidak
hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah.
Tulangrelatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk
menahantekanan.
Menurut Doengoes (2000) fraktur dapat dibagi menjadi 150, namun 5
yang
utama:
1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang.salah satu sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok (green stick)
2. Complete: Garis fraktur melibatkan bagian potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat
3. Tertutup (closed): fraktur tidak meluas melewati kulit
4. Terbuka (open): fragme tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimanapotensial untuk terjadi infeksi.
5. Patologis: fraktur terjadi pada penyakit tulang tidak da trauma atau
hanya
minimal
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan
tulang

9
dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tulang
terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
lukadan fraktur yang terjadi, seperti yang dijelaskan pada tabel

(Sumber: Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

2) ETIOLOGI
Menurut Appley & Solomon (1995) yang dapat menyebabkan fraktur
adalah sebagai berikut:

1. Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan,
yang dapat berupa pukulan, penghancuran penekukan, penarikan
berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada
tempatyang terkena dan jaringan lunaknya pun juga rusak

2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang


Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling
banyakditemukan pada tibia fibula, terutama pada atlit atau penari.

10
3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)
Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu
lemah atau tulang itu sangat rapuh.

3) MANIFESTASI KLINIS
MenurutApley dan Solomon (1995) manifestasi klinis yang muncul:
1. Kelemahan pada daerah fraktur.
2. Nyeri bila ditekan atau bergerak.
3. Krepitasi.
4. Deformitas.
5. Perdarahan (eksternal atau internal)
6. Syok.

4) PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR


Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan
tetapi, penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan kalus
berespon terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya
fraktur dilakukan pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk menjamin
penyatuan tulang namun untuk meringankan nyeri dan menjamin penyatuan
tulang pada posisi yang benar dan mempercepat pergerakan tubuh dan
pengembalian fungsi (Solomon et al., 2010).
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan
pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama.
Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati.
Pembekuan darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag
dan matriks yang rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas
(Mescher, 2013).
Penyembuhan dengan kalusadalah bentuk alamiah dari penyembuhan
fraktur pada tulangtubular tanpa fiksasi, proses ini terdiri dari lima fase, yaitu:

1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom

11
Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar
fraktur. Tulang pada permukaan yang patah, kehilangan asupan
darah,dan mati
2. Inflamasi dan proliferasi selular
Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan
migrasisel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari
stem selmesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan
sekitar otot.Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan
beberapa factorpertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah
hematom diabsorbsiperlahan dan membentuk kapiler baru pada
area tersebut.
3. Pembentukan kalus
Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik
danosteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai
membentuktulang dan pada beberapa kasus, juga
membentukkartilago. Di sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang
siap membersihkantulang yang mati. Massa seluler yang tebal
bersama pulau‒pulautulangimatur dan kartilago, membentuk kalus
atau rangka pada permukaanperiosteum dan endosteum. Saat
anyaman tulang yang imaturtermineralisasi menjadi lebih keras
(gambar 2c), pergerakan pada lokasifraktur menurunkan
progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggusetelah cidera.
4. Konsolidasi
Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas
osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini
melakukan pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan
menutupkembali jaringan tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang
tersisa antarafragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan lambat
sebelum tulangcukup kuat untuk menopang beban dengan normal.
5. Remodeling
Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada

12
beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang
ataureshaped dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan
pembentukantulang

Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union)


Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses
pembentukankalus. Jika lokasi fraktur benar‒benar dilakukan imobilisasi
denganmenggunakan plate, tidak dapat memicu kalus. Namun,
pembentukantulang baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara
fragmen.Gap antar permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan
selosteoprogenitor tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru
terdapatpada permukaan luar (gap healing). Saat celah atau gap sangat
kecil,osteogenesis memproduksi tulang lamelar, gap yang lebar pertama‒

13
tama akan diisi dengan tulang anyaman, yang selanjutnya
dilakukanremodeling untuk menjadi tulang lamelar. Setelah 3‒4 minggu,
fraktursudah cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan bridging
mungkinkadang ditemukan tanpa adanya fase pertengahan atau contact
healing(Solomon et al., 2010)
Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung
(indirect)memilikikeuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang
di akhir penyembuhantulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang
lebih kuat sebagai contohdari hukum Wolff. Dengan penggunaan fiksasi
metal, disisi lain, tidakterdapatnya kalus berarti tulang akan bergantung
pada implan metal dalamjangka waktu yang cukup lama. Karena, implan
akan mengurangi stress, yangmungkin dapat menyebabkan osteoporotik
dan tidak sembuh total sampaiimplan dilepas (Solomon et al., 2010).

5) KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Handerson (1997), Brunner dan Suddart
(1995) adalah: Syok, infeksi, nekrosis vaskuler, mal union, non union,
delayedunion, kerusakan arteri, sindroma kompartemen, sinrdoma emboli
lemak.

B. MEDIKOLEGAL
A. DEFINISI
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus yang terbagi atas :
1. Fraktur Collum Humerus
2. Fraktur Batang Humerus
3. Fraktur Suprakondiler Humerus
4. Fraktur Interkondiler Humerus

B. ANATOMI

14
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.
Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan
dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang
berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah
caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri
dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum.
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri
ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior
dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum
serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan
dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.
Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan
facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies
anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista
supracondilaris lateralis.
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan
tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior
humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan
superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo
medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke
distal.

15
Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri.
Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis
berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang
melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai
epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan
epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan
sulcus nervi ulnaris.
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan
untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu
yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri
dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai
permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di
permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga
tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di
permukaan posterior disebut fossa olecrani.
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi
tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior.
Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum
humeri didapatkan fossa radialis.
Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus
meliputi mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii.
Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus,
pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm.
supraspinatus dan infraspinatus
M. Latissimus Dorsi

16
Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale
dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk
plica axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris.
Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan
crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini
berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri. 4
M. Deltoideus
Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan
permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan
superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas
deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi
humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Supraspinatus
Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya
di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis.
Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm.
infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi
mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik
oleh m. deltoideus menuju acromion. 4

17
M. Infraspinatus
Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini.
Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior
spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri
dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian
superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri.
M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa
subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula
artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri.
M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini
berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula
melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum
minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
eksorotasi artikulasi humeri.
M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior.
Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat
insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama
m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi.
M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum
et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis.
Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh
ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian
tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.

18
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti,
sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.
M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.
musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi
untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri.
M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral
humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et
tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti.
M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan
superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya
berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput
ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di
facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia
antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi artikulasi
humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti.

Tindakan operatif
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan
dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang
cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat
komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur
humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:

19
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union
Fiksasi dapat berhasil dengan;
1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki
keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku.
Biar bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada
saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan
kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus,
fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan
eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi
neurovaskuler, serta humerus non-union.
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental
dimana penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur
humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humerus patologis.
Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid
interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol
(petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun
memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada
beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan
fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting
mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator.

20
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari
masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang
aplikatif dan kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur.
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur
terbuka dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga
prosedur penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing
gagal. Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi,
defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka
dengan cedera jaringan lunak yang luas.

21
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya
Medika: Jakarta.

Arief Mansjoer( 2010 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media


Aesculapius FKUI

Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital. Switzerland.
WHO. 151-156.Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC, pp. 519-37

Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and


Management. New York: Springer

Doengoes, M.E, et al. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EG

Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser
Company : New York

Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran

Norris, RL. 2017. Centipede Envenomation.


https://emedicine.medscape.com/article/769448-overview. Diakses 26
April 2018.

Norton, Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.

Praktik Kedokteran. Dalam : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29


Tahun 2004. Dewan Perwakilan Republik Indonesia. 2004. Accessed 7 th
October 2013

Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal
380-395.

22
Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit
Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga;
Surabaya

Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC,
Jakarta

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC :
Jakarta .

23

Anda mungkin juga menyukai