2.1 Tempat Pelaksanaan Secara umum, aspek geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan luas 1.910.931 km2 dapat menghambat efektivitas dan efisiensi penyelesaian berbagai masalah dalam masyarakat, tanpa terkecuali masalah kesehatan mental pada remaja Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, IPTEK memiliki peran penting dalam menghapus batas-batas sosial dan geografis dalam masyarakat. IPTEK dapat menunjang keberlangsungan interaksi sosial tanpa tatap muka dan risiko terpapar COVID-19. Dengan demikian, kesehatan mental remaja di seluruh Indonesia juga dapat terjamin. Dalam mengaplikasikan IPTEK, kami berinovasi menciptakan sebuah aplikasi sebagai respon terhadap masalah kesehatan mental remaja Indonesia. Aplikasi ini akan dirancang untuk memenuhi kebutuhan sosial dan kebutuhan kesehatan mental remaja di Indonesia di tengah maupun setelah pandemi COVID-19.
2.2 Kondisi Umum Masyarakat
Sasaran program pengabdian masyarakat ini adalah seluruh penduduk Indonesia yang sesuai dengan kriteria usia remaja menurut WHO, yaitu 10—19 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Indonesia dalam rentang usia 10—19 tahun per tahun 2019 berjumlah 45.351,3 juta jiwa. Remaja di Indonesia tidak lagi asing dengan teknologi karena termasuk dalam generasi yang mengalami dan menghadapi kemajuan IPTEK. Oleh karena itu, aplikasi menjadi media yang tepat dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah kesehatan mental remaja di Indonesia. Selain itu, aplikasi ini diharapkan mampu ikut berkontribusi dalam mewujudkan SDGs nomor tiga dan nomor empat di Indonesia yang berkaitan dengan tujuan menjamin tercapainya kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas pendidikan mental untuk seluruh remaja di Indonesia.
2.3 Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat Sasaran
Sesuai dengan paparan latar belakang pada bab 1, kesehatan mental remaja Indonesia diperburuk dengan adanya pandemi COVID-19. Masa remaja yang sarat akan perubahan, baik secara fisik maupun sosial, merupakan periode penting dalam pembentukan jati diri. Sayangnya, segala proses perubahan tersebut terdampak oleh adanya pembatasan-pembatasan dalam mencegah penyebaran COVID-19. Pembatasan tersebut dapat menghambat interaksi sosial remaja secara langsung yang memungkinkan timbulnya dampak buruk bagi pertumbuhan mental remaja. Selain itu, sistem pendidikan daring yang masih cukup asing bagi siswa Indonesia dan pemberian tugas sekolah yang lebih banyak daripada belajar secara luring juga memperburuk kondisi mental remaja. Terbukti dari terjadinya kasus bunuh diri seorang siswa SMP di Tarakan karena stres dalam menghadapi banyaknya tugas selama menuntut ilmu secara daring. Menurut KPAI, sudah ada tiga orang remaja yang menjadi korban pelaksanaan pembelajaran secara daring.