Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Gerakan Sosial


Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang dibentuk berdasarkan
kesamaan pandangan, aturan, dan tujuan yang sama. Dalam perkembangan
dinamika kehidupan masyarakat sering kali terdapat fenomena menarik yang
muncul dimasyarakat, fenomena tersebut dikenal dengan istilah konflik sosial.
Konflik sosial seringkali muncul akibat dari pertentangan atau pun perjuangan
atas nilai-nilai dan klaim-klaim atas status, kekuasaan, dan sumber daya.
(Harskamp, 1996:5).
Konflik sosial seringkali di maknai sebagian masyarakat sebagai hal yang
patologis. Namun, secara fungsional konflik sosial dapat membawah
pengaruh positif, dimana dengan adanya konflik sosial akan terbangun dan
menguat adaptasi atau penyusuaian hubungan-hubungan sosial atau kelompok.
(Coser, 1964, Harskamp 1996). Dalam masyarakat Kepentingan-kepentingan
yang diperjungankan oleh setiap individu atau kelompok akan menempuh
langkah serta membentuk pola-pola strategis demi pencapaian tujuan yang
ingin dicapai, dalam konteks ini gerakan sosial sering kali digunakan sebagai
instrumen yang efektif untuk menunjang suatu tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Abdul Wahid Situmorang (Tarrow, 1998: xiii), gerakan sosial
adalah tantangan kolektif yang di ajukan sejumlah orang yang memiliki tujuan
dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan
kelompok elite, lawan, dan penguasa. Tarrow menambahkan, dalam gerakan
terdapat lima aspek penting yang teringklut pada setiap gerakan sosial. Kelima
aspek tersebut antara lain: (a) Setiap gerakan sosial terdapat penekanan pada
gerakan-gerakan, (b) Menyusun aksi mengacau (distruptive) melawan
kelompok elite, dan aturan-aturan budaya tetentu, (c) Dilakukan atas nama
tuntutan yang sama terhadap lawan, penguasa dan kelompok elite, (d) Berasal
pada rasa solidaritas atau identitas kolektif, dan (e) Terus melanjutkan aksi
kolektifnya sampai menjadi sebuah gerakan sosial. Dengan demikian secara

11
garis besar gerakan sosial diikuti oleh sejumlah individu yang memiliki tujuan
dan identitas kolektif yang sama yang secara bersama-sama terlibat dalam aksi
kolektif yang bertujuan mengacau. (Bert, 2005: xii).
Sedangkan menurut Klandermans (2005: 366), gerakan sosial adalah
epifenomena dari perubahan sosial dan dari kerusakan tatanan sosial serta
kerusakan pertalian yang berhubungan dengan perubahan sosial. Dalam kajian
ini Klandermans mengungkapkan bahwa gerakan sosial lahir di dasari oleh
beberap faktor yang muncul di dalam suatu komunitas masyarakat, dimana
faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gerakan sosial tersebut antara
lain: strain (ketegangan), stress (stres), mass society (massa), emotion (emosi),
irrasoinality (ketidakrasionalan), contagion (penularan perasaan), alenation
(keterasingan), frustration (prustasi) atau, relative deprivation (deprivasi
relatif).
Dalam deskripsi Tarrow dan Klandermans atas konsep gerakan sosial di
atas, maka secara jelas dapat dilihat bahwa, gerakan sosial merupakan
gerakan atas perjuangan kelompok dalam memperjungkan kepentingan
kelompok, dimana kepentingan-kepentingan tersebut lahir atas pertimbangan
rasional dari setiap kelompok atas kondisi tertentu (mengacau atau
mengancam eksistensi) kepentingan bersama, sehingga lahir solidaritas
kolektif untuk melawan serta memperjuangkan kepentingannya. Perjungan
atas kepentingan bersama tersebut berakhir ketika tuntutan dari kelompok
yang melakukan gerakan sosial telah terpenuhi oleh para elite, korporasi
maupun pemerintah yang menjadi objek atau sasaran dari gerakan sosial. Dan
selama tuntutan itu belum terpenuhi, maka gerakan-gerakan serupa berupa
pengacauan-pengacauan yang sifatnya mengganggu atau memperhambat
tujuan dari kelompok elite, korporasi maupun pemerintah akan terus
dilakuakan.
Dengan demikian, gambaran dari konsep gerakan sosial dapat disimpulkan
bahwa pandangan-pandangan terhadap gerakan sosial cukup kompleks dan
beragam, hal ini dikarenakan konsep ini mengkaji gerakan masyarakat yang
mempunyai landasan filosofis atas kepentingan yang berbeda-beda dalam

12
wujud suatu gerakan sosial. Sehingga pada pembahasan ini perlu dibatasi
secara prinsip konsep gerakan sosial yang dapat dipakai untuk menunjang
analisis dalam penulisan ini, sehingga berangkat dari alasan tersebut penulis
memilih menggunakan teori gerakan sosial Sidney Tarrow, yakni teori
dinamika protes kolektif, dimana dalam pembahasan teori ini lebih dominan
menjelaskan hubungan dari beberapa aspek pemicu gerakan dan strategi serta
analisis-analisis atas lemah dan kuatnya suatu gerakan sosial (Situmorang:
2013:30).
2.2 Dinamika Protes-Protes Kolektif

Teori dinamika protes-protes kolektif adalah salah satu teori gerakan sosial
yang diperkenalkan oleh Sidney Tarrow dalam menganalisis gerakan-gerakan
kolektif yang terjadi di Italia dari tahun 1965 sampai dengan 1974.Teori
dinamika ini kemudian berkembang dan dipergunakan di beberapa studi
untuk memahami dinamika dan pola-pola protes kolektif serta gerakan sosial
di sejumlah Negara terutama Eropa Barat dan Amerika Utara dalam periode
waktu tertentu (Situmorang, 2013: 29).

Secara rasional argumentasi pemakaian teori Sidney Tarrow, yakni teori


dinamika protes kolektif sebagai pisau analisis untuk melihat gerakan
perlawanan pedagang pasar tradisional Cengek terhadap Indomart di
Kelurahan Tengah Kota Salatiga. hal ini dikarenakan dalam teori dinamika
protes kolektif, teori ini dapat mendeskripsikan secara jelas pola-pola
gerakan yang berdasarkan motivasi serta faktor-faktor pendukung yang
melatarbelakangi gerakan protes kolektif. Walaupun dalam kaitannya dengan
penelitian ini terdapat perbedaan dalam konteks unit amatan, dimana unit
amatan dalam teori Sidney Tarrow berbeda halnya dengan apa yang menjadi
unit amatan penulis, namun dari aspek analisa gerakan. teori ini mempunyai
kesamaan, yakni melihat suatu gerakan kolektif yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat.

Dalam teori dinamika protes-protes kolektif, konsepsi dan pola umum


protes kolektif adalah sebuah upaya membangun sebuah sintesa diantara

13
berbagai konsep utama yang menjelaskan tumbuh, berkembang dan
menurunya protes-protes kolektif yang disebabkan oleh faktor-faktor struktur
kesempatan politik, struktur-struktur mobilisasi, kerangka gerakan dan
bentuk-bentuk perlawanan, sehingga dari keempat faktor tersebut
memunculkan upaya-upaya perlawanan dari sekelompok orang yang merasa
di rugikan, atau disingkirkan atas status quo yang sebelumnya telah terbangun
secara mapan.

2.2.1 Faktor Struktur Kesempatan Politik

Asumsi-asumsi pokok dari konsep struktur dan kesematan politik, menurut


Abdul Situmorang (Tarrow dan DoucgMcA, 2013:31):

“faktor kesempatan politik dapat dipergunakan sebagai variabel


utama berkaitan dengan dua prinsip variabel dependent, yaitu,
momentum aksi kolektif dan hasil aktivitas sebuah gerakan”.
McAdam dan Tarrow menambahkan dengan empat variabel tambahan
dalam menjelaskan teori struktur kesempatan politik, pertama, gerakan sosial
muncul ketika tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami
keterbukaan. Kedua, ketika keseimbangan politik sedang tercerai beraikan
sedangkan keseimbangan politik baru belum terbentuk. Ketika, para elite
politik mengalami konflik besar dan konflik ini dipengaruhi oleh para pelaku
perubahan sebagai kesempatan. Keempat, ketika para pelaku perubahan
menggalang dukungan para elite yang berada di dalam sistem untuk
melakukan perubahan.(Situmorang, 2013:31).

Seperti yang dijelaskan pada pembahasan di atas gerakan sosial lahir atas
suatu kondisi kontra produktif antara sebagian individu atau kelompok dengan
para elite atau pemerintah yang memiliki sumber daya yang mumpuni.
Mengacu pada hal ini studi kasus yang bisa dilihat sebagai acuan dalam
menganalisis aspek-aspek dalam gerakan sosial adalah gerakan penolakan
aktivitas penjualan pasar moderen (Indomart) oleh kelompok masyarakat yang
tergabung dalam pedagang Toko Klontong di Cengek Kelurahan Tingkir Lor
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Penolakan tersebut didasari oleh beberapa

14
alasan mendasar yakni, kehadiran Indomart dianggap akan mengancam
pendapatan pedagang, mengingat sistem yang ditawarkan Indomart sangat
mengedepankan aspek efisien dan efektivitas sehingga keberadaan Indomart
sangat mudah untuk menarik konsumen untuk datang dan membelanjakan
segala kebutuhannya di Indomart.

Sedangkan, studi kasus yang bisa menggambarkan fenomena munculnya


gerakan sosial atau colective action berdasarkan variabel-variabel pada
pandangan Tarrow mengenai teori struktur kesempatan politik dalam konteks
yang lebih makro (negara), adalah gerakan reformasi pada tahun 1998.
gerakan ini salah satunya dilatarbelakangi oleh sistem pemerintahan secara
internal yang mulai rapuh, dimana banyak orang-orang dekat Soeharto yang
mulai membangkang. Hal ini lah yang dimanfaatkan para aktivis yang sudah
lama geram dengan pemerintahan Soeharto untuk menumbangkan
pemerintahan Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Meskipun pendekatan dinamika protes kolektif menekankan saling


keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya, struktur kesempatan
politik memainkan peran penting mendorong terjadinya perubahan dari tahap
pertumbuhan protes-protes kolektif menuju tahap perkembangan atau
peningkatan protes-protes kolektif dalam sebuah siklus protes kolektif dan
gerakan sosial seperti yang diutarakan oleh Tarrow (1998),

“itu adalah peluang politik dan kendala yang menterjemahkan mereka


ke dalam tindakan. mereka menghasilkan gerakan sosial dengan
mengembangkan kerangka tindakan kolektif dan identitas dan dengan
membangun memobilisasi struktur sekitar jaringan sosial dan
organisasi”

Menurut Tarrow (1998), terlepas dari peran penting struktur kesempatan


politik yang menyediakan intensif untuk melakukan protes kolektif,
tersedianya sumber daya internal organisasi gerakan sosial menjadi elemen
dasar tumbuhnya gerakan sosial. (situmorang:2013; 29).

15
Sumber daya internal organisasi berupa materi maupun non materi yang
terdapat dalam organisasi tersebut, misalnya sumber daya finansial, sumber
daya ideologi, dan manusia, yakni anggota organisasi yang menjadi
sumberdaya sekaligus unsur penting dalam menjalankan gerakan-gerakan
protes kolektif.

2.2.2 Faktor Struktur Mobilisasi

Selain struktur kesempatan politik, faktor lain yang berperan penting


sebagai pendukung dalam protes-protes kolektif adalah faktor struktur
mobilisasi dan strategi ataupun kerangka gerakan dalam mendukung protes-
protes kolektif. Aspek struktur mobilisasi menurut penjelasan Tarrow (1998)
adalah sebagai berikut:

"Gerakan kolektif informal serta formal, di mana orang memobilisasi


dan terlibat dalam aksi kolektif. Fokus pada kelompok tingkat meso,
organisasi, dan jaringan informal yang terdiri dari blok bangunan
kolektif gerakan sosial dan revolusi "(Situmorang, 2013: 33).
Berdasarkan definisi di atas, aktor-aktor gerakan sosial tidak hanya
mempergunakan organisasi gerakan sosial yang terstruktur, sumber daya
pendanaan formal, memiliki jaringan sampai ke bawah dengan pola
rekrutmen yang sistematis dan teratur tetapi juga organisasi informal seperti
jaringan pertemanan, lingkungan perumahan, etnis dan kekerabatan.
Situmorang, (Kriesi, 1998: 152-154).

Dengan demikian, dalam rangka mengwujudkan keberhasilan gerakan


kolektif para aktor-aktor intelektual yang bertugas merancang gerakan serta
berupaya sekuat mungkin untuk mengakomodir mobilisasi dari berbagai
jaringan, demi tercapainya tujuan dari gerakan kolektif yang di perjungankan.

Berkaitan dengan faktor mobilisasi para aktor intelektual tidak hanya


memanfaatkan jaringan formal yang dipakai sebagai sumber mobilisasi,
namun jaringan informal juga turut dipergunakan sebagai salah satu aspek
penunjang keberhasilan gerakan. Dimana jaringan informal ini seperti yang

16
telah dijelaskan di atas terdiri dari jaringan pertemanan, lingkungan
perumahan, etnis dan kekerabatan.

2.2.3 Faktor Struktur Kerangka Gerakan

Pada tahap perkembangan protes kolektif, kerangka gerakan menjadi


sangat inklusif. Kerangka yang inklusif disini merujuk kepada gagasan, isu
atau ide disebarkan, dijelaskan, diperluas dan ditrasformasikan kepada
organisasi dan jaringan informal yang memiliki potensi bergabung dalam
protes kolektif atau gerakan sosial. Situmorang, (Snow, dkk,1997: 152-154)

Konsep kerangka gerakan yang dimaksudkan sebagai salah satu indicator


protes kolektif sesuai dengan apa yang didefinisikan Snow dkk (1997) adalah
sebagai berikut:

"Untuk hubungan organisasi gerakan individu dan sosial (SMO)


orientasi interpretatif, sehingga beberapa set kepentingan individu,
nilai kegiatan keyakinan dan SMO, tujuan, dan ideologi adalah
kongruen dan saling melengkapi"
Dengan demikian kata kerangka disini dipergunakan oleh para aktor dalam
suatu gerakan sosial untuk menentukan dan memaknai peristiwa dan situasi
yang relevan dengan sejumlah cara, sehingga potensi partisipan dan
pendukung ikut terlibat di dalam protes, menggugah individu-individu yang
hanya bersifat pasif menjadi aktif dan demobilisasi para aktor dan kelompok
masyarakat yang sesunggunya baik secara pasif maupun aktif menentang
protes dan gerakan sosial. Situmorang (McAdam dan Snow 2013:34).

Sejumlah cara yang dimaksud dalam kerangka gerakan adalah bagaimana


konsep kerangka gerakan menjembatani konsep interprestasi gerakan di
tempat dan pusat-pusat ideologi yang serupa tetapi belum dimobilisasi,
memberikan edukasi dan mengemakan ideologi kepercayaan yang diyakini
oleh para aktor-aktor gerakan kepada potensi pengikut gerakan, memperlebar
kerangka interprestasi, mengarahkan kepentingan dan prespektif yang tidak
hanya relevan kepada tujuan utama tetapi juga berpotensi memobilisasi
pengikut baru dan terakhir adalah transformasi makna-makna usang dan

17
pemahaman-pemahaman lama dengan cara menghasilkan makna dan
pemahaman yang baru kepada potensi pengikut protes dan gerakan sosial.
Situmorang( McAdam dan Snow 2013:35).

Kerangka gerakan merupakan aspek penting yang dipakai aktor-aktor


gerakan sebagai instrumen utama dalam melakukan protes kolektif, kerangka
gerakan ini lahir dari hasil interprestasi atau pembacaan secara mendalam
bagaimana dan seharusnya gerakan protes kolektif tersebut harus dilakukun
sehingga mampu mengwujudkan tujuan dari gerakan tersebut, berangkat dari
deskripsi Tarrow atas hal ini, muatan yang terdapat dalam kerangka gerakan
juga dapat memobilisasi massa protes, dikarenakan kerangka gerakan
diwujudkan pada komunikasi-komunikasi intensif dalam proses
penggambaran makna dari gerakan tersebut yang tidak menutup
kemungkinan terjadi proses rasionalisasi motivasi gerakan melalui
pembaharuan-pembaharuan pemikiran yang secara output akhirnya adalah
mencari dukungan dari kelompok lain yang sebelumnya masih berada pada
wilayah apitisme dalam mendukung gerakan protes-protes kolektif tersebut.

2.2.4 Faktor Devrifasi Relatif

Dalam rangka menjelaskan kerangka gerakan protes-protes kolektif,


diperlukan salah satu pendekatan yang komperhensif untuk mengambarkan
secara mendasar bagaimana suatu gerakan protes kolektif tersebut bisa
dilakukan oleh sekelompok orang. pertanyaan yang kemudian muncul pada
aspek ini adalah bagaimana motivasi gerakan serta apa pertimbangan rasional
suatu gerakan dilakukan.

Sehingga dalam menjawab kekurangan dari pandangan Tarrow yang


tidak secara gambalang menjelaskan mengenai dua aspek penting yang sering
melatar belakangi suatu gerakan atau protes kolektif, maka diperlukan suatu
konsep yang mampu melengkapi bagian dari teori protes-protes kolektif
Sidney Tarrow. Pendekatan atau konsep yang paling tepat untuk melengkapi

18
hal ini adalah mengacu pada Situmorang (Robert Gur,1997:369), yakni
konsep devrifasi relative.

Konsep ini menjelaskan tentang mengapa sekelompok orang


melakukan sutu protes kolektif (sosial movment). Konsep defrivasi relative
merujuk pada para aktor melakukan protes kolektif sebagai “Respon
ketidakpuasan terhadap ketidakadilan yang dirasakan atau diterima meskipun
ketidakpuasan sebagai salah satu bentuk devripasi relative bukan satu-satunya
faktor orang melakukan protes. Ketidakpuasan ini seringkali berasal dari
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat yang menyebabkan ketimpangan
dan ketidakseimbangan sosial. (Gurr di dalam Kladermans 1997: 369).
Ketimpangan yang terjadi dalam suatu kelompok yang berasal dari suatu
kondisi tatanan sosial, ekonomi, maupun politik yang berimbas pada
perubahan suatu tatanan sosial serta memberikan impact yang negative
terhadap masyarakat yang telah lama berjalan pada tatanan-tatanan tersebut,
disini menurut Gurr merupakan salah satu pemicu dalam gerakan sosial.

Joe Fowerker mengutip Mouffe mengatakan faktor keluhan berupa


perampasan, kehilangan, kerugian dan kerusakan dalam bentuk baru yang
dialami secara kolektif, sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya
gerakan sosial. (Situmorang, 2013: 38)

Berdasarkan pada premis-premis mendasar dari konsep Robert Gur


terkait dengan konsep Devripasi relative, ketika konsep tersebut di turunkan
dalam konteks penolakan Indomart di Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota
Salatiga, maka dapat dilihat secara jelas ketika menggunakan pendekatan
Devrivasi Relatif.

Terdapat suatu inteprestasi maupun suatu pertimbangan rasional yang


melatarbelakangi gerakan penolakan berdasarkan keberadaan indomearet
yang memberikan implikasi negative terhadap pedagang pasar tradisional
Cengek yang berasumsi, bahwa kehadiran Indomart akan menjadikan sumber
penghasilan pedagang mengalami penurunan, dikarenakan konsumen akang

19
lebih banyak melakukan proses belanja di Indomart bila dibandingkan ke
pasar tradisional, asumsi ini lahir atas kondisi keberhasilan Indomart dalam
menarik konsumen di wilayah-wilayah lain di Kota Salatiga.

Berdasarkan studi kasus dinamika gerakan kolektif dan gerakan


penolakan Indomart di Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga. Teori
dinamika protes kolektif dipakai berdasarkan beberapa pertimbangan, dimana
teori ini mampu menjadi pisau analisis yang memadai dalam menjelaskan
bagaimana munculnya suatu gerakan, serta faktor mobilisasi dan pola-pola
aktor dalam gerakan penolakan tersebut.

2.3 Indomart dan Sistem Kapitalisme

Manusia sebagai mahluk sosial dalam kenyataan kesehariannya tidak


akan bisa lepas dari kebutuhan sosial ekonomi, dimana aktifitas sosial
ekonomi merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat antara lain; sandang, pangan, tingkat pendapatan, mata
pencaharian, dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan
dengan penghasilan.

Berbicara mengenai pemenuhan kebutuhan, maka keberadaan pasar


merupakan wadah yang secara fungsional dapat menunjang sosial ekonomi
masyarakat, dan mempunyai peran penting didalam masyarakat

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia pasar berarti tempat orang


berjual beli, secara umum merupakan sarana atau tempat bertemunya antara
penjual dan pembeli untuk melakukan proses transaksi jual beli barang
maupun jasa. Berdasarkan pengertian tersebut dalam kehidupan sehari-hari
pasar dibagi berdasarkan pasar tradisional dan pasar moderen

Klasifikasi pertama yakni pasar tradisional adalah tempat orang barjual


beli yang berlangsung di suatu tempat berdasarkan kebiasaan.Pasar
tradisional dalam pemaknaan tersebut di jadikan sebagai wadah dimana di

20
jadikan masyarakat sebagai tempat untuk melakukan pertukaran barang dan
jasa dengan menggunakan instrumen uang sebagai instrumen utama.
Tradisional dalam konteks ini merupakan pemahaman berdasarkan landasan
nilai dan norma yang telah menjadi konsensus bersama dan dipegang secara
turun temurun atau konsep tradisional yang melekat pada status pasar
tradisional di maknai berdasarkan sikap dan cara berfikir serta bertindak
yang selalu berpegang kepada norma dan adat kebiasaan.

Kalsifikasi kedua, yaitu pasar moderen adalah pasar yang tidak banyak
berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli
tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga
yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan
pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh
pramuniaga. Perbedaan antara dua konsep pasar tersebut berada pada sistem
yang diterapkan, dimana pasar tradisional menerapkan konsep yang fleksibel
dalam harga barang yang diperdagangkan, berbeda dengan sistem, dari pasar
moderen yang menerapkan konsep penjualan yang paten, dimana harga
sudah ditentukan melalui pelebelan pada produk. berangkat dari hal tersebut,
di Kota Salatiga sendiri memiliki beberapa pasar moderen, yaitu Mal Taman
Sari Ramayana, Departement Store, Mal Ada Baru City Walk, Roma Laris
Swalayan, Matahari Department StoreSuper Indo Hypermart. Serta ada pula
minimarket seperti Indomart, Alfamart, Bright, dan Smesco.

Sesuai dengan klasifikasi pasar yang telah dijelaskan di atas, di dalam


masyarakat dikenal dengan dua jenis pasar, yakni pasar tradisional dan pasar
moderen. Sesuai dengan ciri-cirinya pasar moderen sangat indentik dengan
dengan sistem penjualan yang rapi dan sistematis selain itu beberapa point
yang menjadikan pasar moderen mengungguli pasar tradisional adalah
berkaitan dengan ektifitas dan efesiensi, pelayanan yang ramah dan nyaman,
fasilitas yang memadai yang disiapkan oleh pasar-pasar moderen, harga
barang telah paten (terlebelkan), serta menjual lebih dari kebutuhan pokok
masyarakat.

21
Berdasarkan kualifikasi pasar moderen di atas, maka Indomart dan
alfamart yang masuk dalam kategori pasar moderen berdasarkan indikator-
idikator di atas, pada dewasa ini menjadi bagian pasar moderen yang paling
pesat perkembangannya. Sesuai dengan data pertumbuhan Indomart di
Indonesia, diketahui pada tahun 2011 jumlah garai Indomart di Indonesia
sudah mencapai 4.110 gerai yang terdiri dari 2.374 berformat reguler dan
1.783 gerai berformat waralaba, dimana Indomart dengabn format waralaba
merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan
usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka
memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba.

Berdirinya kedua minimarket (Indomart dan alfamart) yang sangat


populer tersebut, terutama Indomart dalam kronologisnya Indomart berawal
dariPT. Indomarco Prismatama (Indomart) adalah perusahaan swasta
nasional pengelola jaringan minimarket Indomart dengan akta notaries No.
207 dan SIUP No.789/0902/PB/XII/88. Indomart merupakan salah satu
jaringan minimarket di Indonesia yang menyediakan kebutuhan pokok dan
kebutuhan sehari-hari dengan luas penjualan kurang dari 200 M2. Awal
terbentuknya perusahaan ini dimulai dari sebuah toko Indomart yang
menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari hari yang pertama kali
dibuka pada tahun 1987.

PT. Indomarco Prismatama mulai memperkenalkan sistem kemitraan


kepemilikan dan pengelolaan gerai dengan cara waralaba dan
mengembangkan bisnis gerai waralaba pertama di Indonesia.
(http://Indomart.co.id/ sejarah-dan-visi/).

Bagi Marx, problem modernitas adalah kapitalisme, dimana sistem


kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh
hak milik privat atas alat-alat produksi dan distribusi yang pemanfaatannya

22
untuk mencapai laba dalam kondisi yang sangat kompetitif (Milton H.
Spencer;1990).Selajutnya pengertian sistem ekonomi kapitalis adalah suatu
sistem yang memberikan kebebasan yang cukup besar bagi pelaku-pelaku
ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan individual
atas sumberdaya-sumberdaya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Pada
sistem ekonomi ini terdapat keleluasaan bagi perorangan untuk memiliki
sumberdaya, seperti kompetisi antar individu dalam memenuhi kebutuhan
hidup, persaingan antar badan usaha dalam dalam mencari keuntungan.
Prinsif keadailan yang dianut oleh system ekonomi kapitalis adalah setiap
orang menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya. Dalam hal ini
campur tangan pemerintah sangat minim, sebab pemerintah berkedudukan
sebagai “pengamat” dan “pelindung” dalam ekonomi (Subandi;2005) secara
historis system tersebut lahir dari dari seorang Adam Smith, bukunya yang
terbit pada tahun 1776 dengan judul An Inquiry the nature and Cause of the
wealth of nation yang menghendaki setiap orang diberi kebebasan untuk
bekerja dan berusaha dalam persaingan sempurna dengan meniadakan sama
sekali intervensi pemerintah.

Indomart sebagai bagian dari pasar moderen, berdasarkan sistem yang di


tawarkan dan cukup berhasil, menghasilkan implikasi positif yakni mampu
menarik banyak konsumen. Konsekuensi dari fenomena tersebut, pasar
tradisional ataupun sejenisnya mengalami penurunan konsumen. Hal
dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya pertimbangan rasional
masyarakat, dimana menganggap pasar tradisional tidak senyaman dan
sepraktis pasar-pasar moderen. selain itu menurut hasil penelitian
Wiboonpongse dan Sriboonchitta dalam Dewi (2013) mengemukakan minat
masyarakat berkurang untuk berbelanja di pasar tradisional disebabkan
kurang berkembangnya pasar tradisional dan juga dipengaruhi oleh
minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional.

Sedangkan menurut hasil penelitian Paesoro (2007) menyimpulkan bahwa


penyebab utama kalah bersaingnya pasar tradisional dengan supermarket

23
adalah lemahnya manajemen dan buruknya infrastruktur pasar tradisional,
bukan semata-mata karena keberadaan supermarket. Berdaraskan poin-poin
di atas maka dapat rangkum tiga faktor utama yang mendorong meresotnya
pasar tradisional terhadap pasar moderen.ketiga faktor tersebut antara lain:
(a)minimnya daya dukung pasar (kelengkapan fasilitas umum), (b) lemahnya
manajemen pasar tradisional, dan (c) pertimbangan aspek kenyamanan pasar.

Dengan demikian berdasarkan system yang ditawarkan Indomart yang


cenderung efektif dan efisien serta di dukung oleh kekuatan finansial yang
cukup, Indomart hadir sebagai konsep sistem ekonomi kapitalis, dimana
terdapat kebebesan untuk bersaing dari segi kualitas dan kuantitas produk
untuk mengembangkan system Indomart yang cenderung kapitalistik.
Berangkat dari hal tersebut keberadaan pasar-pasar tradisional cenderung
akang kalah bersaing dengan Indomart, dikarenakan alasan sederhana yakni
kurangnya sumber daya finansial, alat dan lainya yang tidak sebanding
dibandingkan dengan sumber daya yang di miliki Indomart.

2.4 Kerangka Pikir Penelitian

Fenomena Pasar
Moderen di Kota
Salatiga

Fenomena Indomart
di Salatiga

Konflik Sosial

Dinamika Protes
Kolektif (Sidney
Tarrow)
Gerakan
Perlawanan
Terhadap aktifitas
Indomart di
Cengek, Tingkir
24
Kota Salatiga
Faktor-Faktor
Output Gerakan
Pendukung
Gerakan (Berhasil/Gagal)
Perlawanan
Indomart di
Cengek Kota
Salatiga

Kerangka berfikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejalah


yang menjadi objek permasalahan. Kerangka berfikir juga merupakan suatu
argumentasi dalam merumuskan hipotesis (www. Inforahl.com). Berdasarkan
pada gambaran kerangka pikir di atas maka secara umum alur konseptual dari
penelitian ini adalah bagaimana melihat fenomena menjamurnya pasar modern di
Kota Salatiga yaitu Indomart dan alfamart.

Selain itu melihat secara mendalam beberapa persoalan yang muncul di


Kota Salatiga berdasarkan fenomena Indomart dan alfamart tersebut, serta melihat
gerakan penolakan atas di bangunnya Indomart di daerah Cengek, Kelurahan
Tingkir Lor Kota Salatiga. Berdasarkan gerakan penolakan tersebut melalui
kerangka berfikir di atas penulis mencoba untuk melihat bagaimana upaya
gerakan penolakan Indomart, peran aktor dalam gerakan penolakan serta, faktor-
faaktor pendukung dalamgerakan penolakan, dimana penulis menggunakan teori
gerakan sosial sebagai pisau analisisnya.

25

Anda mungkin juga menyukai