Anda di halaman 1dari 12

Tugas 1 sebelum UTS

Hukum Pengangkutan

Fakultas Hukum, Universitas Nasional


Dosen Pengampu : Aziz Rahimy, S.H., M.H.

Dituntaskan oleh :

Nama : Hanifa Putri Manoppo

NPM : 213300516064

Ruang : R02

Hari/Tanggal Penyelesaian : Senin, 08 Mei 2023

PENYELESAIAN

1. Ruang lingkup hukum pengangkutan diantaranya adalah :


a. Pengangkutan Perkereta Apian
Pengangkutan Darat dengan Kereta Api diadakan berdasarkan perjanjian antar
badan penyelenggara pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Karcis
penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah
terjadinya perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang atau
pengirim.
b. Pengangkutan Lalu Lintas Darat
Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diadakan dengan perjanjian antara
perusahaan pengangkut umum dan penumpang atau pemilik barang. Karcis
penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi
perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan.
c. Pengangkutan Air
Pengangkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut atau memindahkan
penumpang atau barang dengan kapal. Kapal adalah kendaraan air dengan
bentuk dan ukuran tertentu yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga
mekanik dan energi lainnya
d. Pengangkutan dengan Pesawat Udara
Badan Usaha Pengangkutan Udara Niaga wajib mengangkut orang dan/atau
cargo serta pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara niaga.
Badan usaha tersebut wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap
pengguna jasa pengangkutan udara niaga sesuai dengan perjanjian
pengangkutan udara niaga yang disepakati.
Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu:
1. Pengangkut sebagai usaha (Business)
2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)
3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (apply process).

Ruang lingkup hukum pengangkutan dalam penyelenggaraanya terdapat


hubungan hukum antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim
barang,hubungan hukum tersebut tidak lain suatu perikatan antara pengangkut
dan penumpang. Suatu perikatan dilahirkan karena undang – undang maupun
karena suatu persetujuan atau perjanjian.

2. Sumber-sumber hukum pengangkutan, diantaranya adalah :


• Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
• Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;
• Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
• Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
• Kitab Undang Undang Hukum Dagang;
• Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

3. Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan


barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran karena mempunyai unsur
pelayanan berkal (Pasal 1601 B KUHPerdata), unsur penyimpanan (bewargeving),
dan unsur pemberian kuasa (lastgeving). Sebelum menyelenggarakan pengangkutan,
terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan
penumpang/pemilik barang. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangakutan penumpang
dan/atau barang dar satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan
penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung
oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.
Undang-Undang Pengangkutan menentukan bahwa pengangkutan baru
diselenggarakan setelah biaya pengangkutan dibayar terlebih dahulu. Akan tetapi, di
samping ketentuan Undang-Undang Pengangkutan, juga berlaku kebiasaan
masyarakat yang dapat membayar biaya pengangkutan kemudian. Perjanjian
pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu
kegiatan memuat, membawa, dan menurunkan/membongkar, kecuali jika dalam
perjanjian ditentukan lain.
Pengangkutan dalam arti luas ini erat hubungannya dengan tanggung jawab
pengangkut apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Artinya, tanggung
jawab pengangkut mulai berjalan sejak penumpang dan/atau barang dimuat ke dalam
alat pengangkut atau barang dibongkar dari alat pengangkut atau diserahkan kepada
penerima. Tanggung jawab dapat diketahui dari kewajiban yang telah ditetapkan
dalam perjanjian pengangkutan atau Undang-Undang Pengangkutan. Kewajiban
utama pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan. Kewajiban utama
mengikat sejak penumpang atau pengirim barang melunasi biaya pengangkutan.
Apabila penumpang mengalami kecelakaan ketika naik alat pengangkut; atau
selama diangkut; atau ketika turun dari alat pengangkut, pengangkut bertanggung
jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kecelakaan yang terjadi itu.
Demikian pula halnya pada pengangkutan barang, pengangkut bertanggung jawab
atas kerugian yang timbul akibat peristiwa yang terjadi dalam proses pengangkutan
sejak pemuatab sampai pembongkaran di tempat tujuan, kecuali jika diperjanjian lain.
Akan tetapi, tanggung jawab pengangkut dibatasi oleh Undang-Undang
Pengangkutan. Undang-Undang Pengangkutan menentukan bahwa pengangkut
bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang timbul akibat kesalahan/kelalaian
pengangkut. Namun, mengenai kerugian yang timbul akibat:
a. Keadaan memaksa (force majeur)
b. Cacat pada penumpang atau barang itu sendiri; dan
c. Kesalahan/kelalaian penumpang atau pengirim

Secara umum, pengaturan perjanjian pengangkutan tidak bisa dilepaskan dari


hukum perikatan sebagaimana tertera dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tentang Perikatan (Verbintenis) dan KUHD. Selain itu, konten dari
perjanjian pengangkutan juga ditentukan lebih lanjut dalam peraturan perundang-
undangan terkait sesuai dengan moda transportasi yang digunakan.

Pada umumnya perjanjian pengangkutan berisi antara lain:


a) Definisi mengenai pengangkut dan pemilik barang;
b) Rezim hukum yang berlaku;
c) Hak dan kewajiban pengangkut dan pemilik barang;
d) Tanggung jawab pengangkut;
e) Periode berlakunya tanggung jawab;
f) Pengecualian tanggung jawab pengangkut dan beban pembuktian;
g) Batasan ganti rugi; dan
h) Penyelesaian sengketa.

4. Subjek hukum adalah pendukung kewajiban dan hak. Subjek hukum pengangkutan
adalah pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu
pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak
dalam perjanjian pengangkutan. Mereka itu terdiri atas :
a. Pihak pengangkut;
b. Pihak penumpang;
c. Pihak pengirim; dan
d. Pihak penerima kiriman.
Selain itu, ada pula pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengangkutan
sebagai perusahaan penunjang pengangkutan. Mereka itu adalah :
a. Perusahaan ekspedisi muatan;
b. Perusahaan agen perjalanan;
c. Pengusaha agen pelayanan; dan
d. Perusahaan muat bongkar.
Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan
bukan badan hukum, atau perseoranagn. Pihak penumpang selalu berstatus
perseorangan, sedangkan pihak penerima kiriman dapat berstatus perseorangan atau
perusahaan. Pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pengangkutan selalu
berstatus perusahaan badan hukum atau persekutuan bukan badan hokum.
Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah mereka yang secara
langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian
pengangkutan. Mereka adalah pihak :
a. Pengangkut
Berkewajiban utama menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas
biaya pengangkutan.
b. Pengirim
Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak aas
pelayanan pengangkutan barangnya.
c. Penumpang
Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas
pelayanan pengangkutan.
Ada juga mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian pengangkutan,
tetapi bukan pihak, melainkan bertindak atas nama atau untuk kepentingan pihak lain,
seperti:
a. perusahaan ekspedisi muatan;
b. perusahaan agen perjalanan;
c. perusahaan muat bongkar;
d. perusahaan pergudangan atau karena dia memperoleh hak dalam
perjanjian pengangkutan; dan
e. penerima kiriman.

5. Perusahaan penunjang pengangkutan merupakan pihak atau subjek lain dalam


perjanjian pengangkutan yang diluar dari pihak-pihak perjanjian pengangkutan
Perusahaan penunjang pengangkutan diantaranya adalah :
A. Perusahaan Ekspedisi Muatan;
Perusahaan ekspedisi muatan digolongkan sebagai subjek hokum
pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
pengiriman atau pengangkut atau penerima barang. Perusahaan ekspedisi
muatan berfungsi sebagai agen (wakil dalam perjanjian pengangkutan yang
bertindak atas nama pengirim atau penerima. Perusahaan ekspedisi muatan
diatur dalam buku 1 Bab V bagian 2 Pasal 86-90 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHDagang) Indonesia untuk pengangkutan kereta api dan perairan.
B. Agen Perjalanan;
Agen perjalanan dikenal dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Agen
perjalann digolongkan sebagai subyek hukum pengakutan karena mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusahan
pengangkutan penumpang. Agen perjalan berfungsi sebagai agen dalam
perjanjian keagenan yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen
perjalanan tidak diatur, baik KUHDagang Inodnesia maupun dalam undang-
undang pengangkutan Indonesia.Walaupun undang-undang tidak
mengaturnya secara tegas, kenyataan dalam masyarakat bahwa dimana-
mana ada agen perjalanan yang dibutuhkan dan dibentuk berdasarkan
undang-undang pengangkutan Indonesia yang berlaku.

C. Agen Pelayaran;
Untuk menunjang usaha atau kegiatan pengangkutan di perairan dapat
diselenggarakan perusahaan penunjang pengangkutan di perairan. Antara
lain, yang dikenal dalam praktik pengangkutan di perairan adalah agen
pelayaran. Peraturan pemerintah Nomor 82 tahun 1999 menyebutkan
perusahaan jasa pengurusan transportasi, agen pelayaran (shipping agency)
dikenal dalam perjanjian pengangkutan barang di perairan. Agen pelayaran
digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan pengangkut sebagai perusahaan
pelayaran, yaitu perusahaan pengangkutan barang melalui perairan.
Agen pelayaran bertindak sebagai wakil dalam perjanjian keagenan (agency
agreement) yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan pelayaran
sebagai pemilik kapal. Agen pelayaran tidak diatur, baik dalam KUHDagang
Indonesia maupun dalam undang-undang pengangkutan Indonesia. Walaupun
undang-undang tidak mengaturnya secara tegas, kenyataan dalam kegiatan
pelayaran dimana-mana ada agen pelayaran yang dibutuhkan dan dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian keagenan (agency agreement) mengenai
pelayaran.
Perjanjian keagenan mengenai pelayaran adalah persetujuan dimana agen
pelayaran (agen) mengikat diri untuk mewakili perusahaan pelayaran
(principal) dalam mengurus segala kepentingan principal yang berkaitan
dengan pelayanan berbagai keperluan kapal milik principal selama berlayar
dan singgah di pelabuhan di tempat kedudukan agen dengan syarat bahwa
principal sebagai pemilik kapal tetap berhak mengawasi agennya mengena
kewenangan yang dipercayakan kepadanya dan agen memperoleh uang
imbalan (agency free).
D. Perusahaan Muat Bongkar.
Perusahaan muat bongkar merupakan perusahaan yang berdiri sendiri atau
dapat juga nerupakan bagian dari perusahaan pelayaran (pengangkutann).
Perusahaan ini sering juga bergabung dengan perusahaan pengangkutan di
pelabuhan yang menyelenggarakan pengangkutan dengan tongkang dan
kapal tunda. Muatan kapal yang dimuat kedaan dibongkar dari kapal yang
terlambat atau berlabuh diluar dermaga. Berlabuhnya kapal di luar dermaga
tidak selalu karena menunggu giliran bertambat, tetapi karena biaya yang
sangat mahal jika bertambah di dermaga dan melakukan kegiatan maut
bongkar disitu.
Apabila perusahaan bongkar muat merupakan bagian dari perusahaan
pelayaran(pengangkut), dari segi huum pengangkutan, perbuatan muat
bongkar adalah perbuatan pengangkut dalam menyelenggarakan
pengangkutan. Menurut ketentuan KUHD Indonesia, segala perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa muat bongkar dan pekerjaan
nya menjadi tanggung jawab pengangkut (Pasal 321 ayat (2) KUHDagang),
akan tetapi apabila dia merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, perbuatan
itu dapat sebagai pelaksanaan pemberian kuasa dari pengirim dalam hal
permuatan atau pelaksanaan pemberian kuasa dari penerima dalam hal
pembongkaran. Namun, serta perbuatan yang dilakukan di atas kapal oleh
perusahaan muat bongkar tunduk pada peraturan yang berlaku di attas kapal
yang bersangkutan.

6. Dalam kamus hukum, tanggung jawab merupakan suatu keseharusan bagi seseorang
untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.Sedangkan menurut
hukum tanggung jawab merupakan suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang
tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu
perbuatan.6Menurut hukum perdata dasar seseorang dalam melakukan pertanggung
jawaban dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu kesalahan dan resiko. Dengan
demikian dikenal dengan pertanggung jawaban atas dasar kesalahan (lilability without
based on fault) dan pertanggung jawaban tanpa kesalahan (lilability without fault) yang
dikenal dengan tanggung jawab resiko atau tanggung jawab mutlak (strick liability).
Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa
seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena
merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa
konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung
bertanggung jawab sebagai risiko usahanya. Adapun tanggung jawab tersebut, yaitu
:
1) Bertanggung jawab atas barang yang hilang/dicuri dan harus memberikan ganti
kerugian yang diderita oleh si pemilik barang.
Dalam hal ini jika barang yang diangkut oleh pelaku usaha angkutan barang
tesebut hilang/dicuri atau mengalami kerusakan, dimana hal tersebut disebabkan
akibat keteledoran ataupun akibat kesalahan dari perusahaan pengirim, maka
harus bertanggung jawab atas kerugian dari hal tersebut.
Dimana posisi pengangkut disini terjadinya kehilangan barang akibat kelalaian
atau kurang hati-hatinya pihak pengangkut menyerahkan barang titipan
sipengirim, sehingga barang tersebut tidak sampai ketempat tujuan dengan
selamat karena kesalahan sang sopir dengan menjual barang tersebut ke sebuah
toko yang tidak seharusnya menerima barang tersebut. Sehingga hal tersebut
mengakibatkan kerugian kepada si pemilik barang dan dalam hal ini pengangkut
wajib bertanggung jawab atas kesalahannya tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu yang tercantum dalam Pasal 1366 KUH
Pedata yang menyebutkan :”setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
perbuatan yang disebabkan oleh perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian maupun oleh kekurang hati-hatiannya.”
2) Bertanggung jawab atas perbuatan melawan yang disebabkan oleh sopir atau
pekerjanya. Dalam hal ini pengangkut juga memiliki kewajiban untuk bertanggung
jawab atas perbuatan sopir yang dipekerjakannya, yang mana Pasal 1367 KUH
Perdata merupakan landasan utama untuk pertanggung jawaban tersebut.
Dimana dalam hal ini seorang majikan (employer) memiliki tanggung jawab
secara tidak langsung atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
pekerjanya sejauh hal tersebut terjadi dalam konteks pekerjaan. Adapun pasal ini
menyebutkan bahwa :”Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian
yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga perbuatan atas orang-
orang yang menjadi tanggungannya ataupun atas barang-barang yang berada
dalam pengawasannya.”

Teori tanggung jawab dalam pengangkutan, diantaranya :

1) Tanggung Jawab karena Kesalahan


Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam
penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala
kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian
wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Prinsip ini di anut dalam pasal 13665
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Indonesia tentang perbuatan
melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Aturan khusus
ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis
pengangkutan.
a) Pengangkutan dengan kereta api.
Pada pengangkutan dengan kereta api, penyelenggara sarana
Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang
mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh
pengoperasian pengangkutan kereta api. Tanggung jawab tersebut dimulai
sejak pengguna jasa angkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan
yang disepakati. Tanggung jawab dihitung berdasarkan kerugian yang
nyata dialami. Akan tetapi, penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak
bertanggung jawab atas kerugian, luka-luka, atau meninggalnya
penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian pengangkutan
kereta api (Pasal 157 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007).
b) Pengangkutan dengan kendaraan umum
Penyediaan jasa pengangkutan umum dilaksanakan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan/atau badan
Hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Pasal 139 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009). Perusahaan
pengangkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah
disepakati perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya
pengangkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang. Tanggung jawab
perusahaan penggangkutan umum terhadap penumpang dimulia sejak
diangkutnya penumpang sampai ditempat tujuan pengangkutan yang telah
disepakati. Tanggung jawab terhadap pemilik barang dimulai sejak
diterimanya barang yang akan diangkut sampai diserahkannya barang
kepada pengirim dan/atau penerima barang (Pasal 186 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009).
c) Pengangkutan dengan kapal
Perusahaan pengangkutan di perairan wajib mengangkut penumpang
dan/atau barang terutrama pengangkutan pos yang disepakati dalam
perjanjian pengangkutan yang dimaksud dibuktikan dengan karcis
penumpang dan dokumen muatan (Pasal 38 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2008).
Perusahaan pengangkutan di Perairan bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang
diangkutnya. Perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah
disepakati (Pasal 40 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008).
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas dapat ditimbulkan sebagai akibat
pengoperasian kapal berupa:
a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut;
c. Keterlambatan pengangkutan penumpang dan/atau barang yang
diangkut; atau
d. Kerugian pihak ketiga.

2) Tanggung Jawab karena Praduga

Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas


setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya.
Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah,ia
dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak
bersalah, artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan
tidakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang
menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada
pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang
dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita dalam
pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut.

Prinsip ini hanya dijumpai dalam Undang-undang Pelayaran Indonesia.


Perusahaan Pengangkutan Perairan bertanggung jawab atas akibat yang
ditimbulkan oleh pengoperasian kapalnya berupa:

a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;


b. Musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. Keterlambatan pengangkutan penumpang dan/atau barang yang
diangkut; dan
d. Kerugian pihak ketiga

3) Tanggung Jawab Mutlak

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap


kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa
keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak
mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan.
Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa
pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan
kalimat: “Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul
karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”.

Dalam Undang-Undang Pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab


mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa
pengangkut yang berusaha dibidang jasa pengangkutan tidak perlu dibebani
dengan resiko yang terlalu berat. Namun, tidak berarti bahwa pihak-pihak
tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-
pihak boleh saja menjanjiakan penggunaan prinsip ini. Untuk kepentingan
praktis penyelesaian tanggung jawab berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, jika prinsip ini digunakan, dalam perjanjian pengangkutan harus
dinyatakan dengan tegas misalnya, dimuat pada dokumen pengangkutan.

7. Alat-alat pengangkut dibagi menjadi 4, diantaranya :


✓ Alat pengangkut di atas rel disebut kereta api
✓ Alat pengangkut di jalan disebut kendaraan bermotor umum
✓ Alat pengangkut di perariran disebut kapal
✓ Alat pengangkut di udara disebut pesawat udara

8. Konosemen adalah daftar muatan kapal, atau sebuah dokumen yang menentukan
syarat-syarat kontrak antara pengirim dan maskapai pelayaran. Konosemen berupa
formulir yang dikeluarkan oleh maskapai dan dilengkapi oleh pengirim. Konosemen
berfungsi sebagai dokumen kepemilikan, kontrak pengangkutan, dan tanda terima
barang.
Konosemen ini merupakan dokumen yang terpenting dalam pengapalan barang. Hal
ini dikarenakan konosemen mencakup dua kepentingan, yaitu kepentingan
perniagaan dan kepentingan pengangkutan barang yang disebut dalam konosemen
yang bersangkutan. Konosemen tidak hanya berfungsi sebagai tanda bukti
penerimaan barang saja, tetapi konosemen juga merupakan surat berharga yang
mudah diperjualbelikan. Konosemen juga memiliki sifat kebendaan (droit de suite,
zaaksvolg) di mana setiap pemegang konosemen berhak menuntut penyerahan
barang yang disebut dalam konosemen yang bersangkutan di manapun barang itu
berada. Berdasar ketentuan Pasal 504 KUHD, konosemen diterbitkan oleh
pengangkut, namun berdasar ketentuan Pasal 505 KUHD, nakhoda juga berhak untuk
menerbitkan konosemen. Ketentuan Pasal 505 KUHD itu dulu penting artinya karena
tidak di setiap pelabuhan muat dan Pelabuhan tujuan pengangkut memiliki perwakilan,
tetapi sekarang umumnya pengangkut telah memiliki perwakilan di setiap pelabuhan.
Sekarang kantor perwakilan pengangkut juga dapat menerbitkan konosemen.
Konosemen memiliki tiga fungsi sebagai berikut :
a. Tanda terima barang atau muatan (document of receipt) Konosemen berfungsi
sebagai tanda terima barang yang menyatakan bahwa barang telah dimuat di
atas kapal.
b. Dokumen pemilikan (document of title) Konosemen memiliki fungsi sebagai
dokumen pemilikan barang. Pemegang konosemen merupakan pihak yang atas
penyerahan barang yang disebut dalam konosemen di pelabuhan tujuan.
c. Kontrak pengangkutan (contract of carriage) Konosemen berfungsi sebagai
kontrak antara pengangkut dan pengirim barang. Isi konosemen selain memuat
nama pengirim barang,

Anda mungkin juga menyukai