Anda di halaman 1dari 30

BERAGAMA

… kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa


dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. … (Al-
Hujurat/49:13)

DR. YUSUF ZaENaL ABIDIN, MM.., RONI RODIaNa, S. KOM. I..


SYEVIRa SaLSaBILa S. KOM. I., SRI RaMaDaNI INTaN SaSMITa S. I. KOM.
TOLERANSI
BERAGAMA
Di Kota Hijau
… kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. … (Al-
Hujurat/49:13)

DR. YUSUF ZaENaL ABIDIN, MM.., RONI RODIaNa, S. KOM. I..


SYEVIRa SaLSaBILa S. KOM. I., SRI RaMaDaNI INTaN SaSMITa S. I. KOM.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Alloh


subhanahu wataala… Berkat rahmat dan karunia Alloh buku
ini bisa hadir dalam kancah keilmuan. Atas hidayah
keilmuan dari Alloh juga para penulis buku ini hadir
ditengah kehidupan para pecinta ilmu pengetahuan.
Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi
Muhamaad, Rasul penyebar segala rohmat untuk seluruh
alam. Kehadiran beliau sebagai utusan Alloh telah
menginspirasi para pengikutnya untuk terus bergerak
melakukan perubahan dengan nuansa keharmonisan.
Buku yang berada di hadapan para pembaca ini
berjudul: “Toleransi Beragama di Kota Hijau”. Buku ini
ditulis oleh tim penulis yang terdiri dari 4 orang, yaitu : 1.
DR. Yusuf Zaenal Abidin, MM., 2. Supari, ST 3. Asep
Rahmat, S.Pd., 4. Yudha Prasetya Semua penulis buku ini
adalah para pembelajar keilmuan Komunikasi Penyiaran
Islam. Nama pertama adalah dosen dan nama berikutnya
adalah mahasiswa Strata 2 (S2) pada Program Studi
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) pada Program Pasca
Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

3
Sunan Gunung Dajti Bandung tahun perkuliahan 2021-
2022. Semuanya secara bersama-sama mengkaji keilmuan
dakwah terkhusus pada berbagai kajian yang berkaitan
dengan Komunikasi Lintas Agama. Kajian tersebut dicoba
dikaitkan dengan kajian tentang Moderasi Beragama.
Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan oleh tim peneliti yang juga tim penulis buku
ini. Penulisan buku ini berkaitan dengan perkuliahan mata
kuliah Komunikasi Lintas Agama. Mata kuliah tersebut
tercantum dalam rangkaian perkuliahan pada program
Strata 2 (S2) Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
(KPI) pada Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri
(UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.
Penulisan buku ini merupakan salah satu bentuk
dalam proses pelaksanaan perkuliahan berbasis riset.
Penyusunan buku ini adalah sebuah usaha dalam rangka
menghubungkan antara kajian berbagai teori dalam
perkuliahan di kelas dengan berbagai kenyataan di
lapangan atau dalam kehidupan masyarakat. Komunikasi
Lintas Agama memang pasti sulit dicerna secara utuh oleh
mahasiswa jika tidak dipadukan dengan riset atau studi
lapangan. Sejatinya perkuliahan Komunikasi Lintas Agama
bukan perkuliahan yang penuh sesak oleh berbagai teori
saja. Studi lapangan menjadi keniscayaan agar semua teori
bisa dipahami secara utuh oleh mahasiswa. Studi lapngan
dan penyusunan buku ini sangat bernilai bagi mahasiswa

4
dalam menambah wawasan dan keimuan dakwah dan
sangat bermanfaat bagi dosen dalam rangka memperoleh
umpan balik dari penyampaian materi kuliah yang
disampaikan kepada para mahasiswa. Perkuliahan berbasis
riset mengalir secara terprogram juga alami karena seluruh
proses perkuliahannya betul – betul menuntut keterlibatan
aktif dosen dengan semua mahasiswanya.
Mata kuliah Komunikasi Lintas Agama sangat berciri
khas luwes dan dinamis. Artinya, kurikulum dan silabus
jelas tersedia, tetapi dua hal tersebut akan sangat
berkembang dinamis jika dosen dan mahasiswa secara
bersama melakukan riset. Sifat luwes dan dinamis ini
sangat sulit muncul jika perkuliahan hanya mengandalkan
kajian teori semata. Keluwesan dan dinamika kurikulum
dan silabus muncul dan berkembang pada setiap angkatan
perkuliahan. Setiap angkatan memiliki dinamika tersendiri
tergantung dengan situasi dan kondisi masyarakat serta
tema atau topik yang diangkat oleh tim peneliti pada saat
studi lapangan. Oleh karena itu teori yang muncul dalam
perkuliahan dengan sendirinya juga bersifat dinamis.
Namun demikian perkuliahan Komunikasi Lintas Agama
biasanya berbasis teori tentang, sosiologi, sosiologi
dakwah, komunikasi, komunikasi dakwah dan sedikit
bersinggungan juga dengan manajemen komunikasi.
Secara kontekstual perkuliahan dan kajian Komunikasi
Lintas Agama dengan mudah terhubung dengan kajian
tentang Moderasi Beragama. Dalam konteks

5
ke-Indonesiaan saat sekarang, dua kajian besar tersebut
sangat besar manpaatnya bagi kemajuan dan keutuhan
bangsa.
Perkuliahan dan penulisan buku Kominikasi Lintas
Agama ini juga merupakan salah satu usaha dari dosen dan
mahasiswa untuk mewujudkan visi besar UIN Sunan
Gunung Djati Bandung yaitu Wahyu Memandu Ilmu.
Perkuliahan selalu mendasarkan kajian dan pemikiran pada
berbagai teks tentang dakwah baik dalam Al-Quran
maupun As-Sunnah. Berbagai teori yang dirujuk bersifat
penguatan dalam kemunculan dan dinamika pemikiran
pada saat diskusi antara sesama mahasiswa dan antar
dosen dengan mahasiswa. Penulisan dan perkuliahaan
Komunikasi Lintas Agama yang berbasis riset ini juga
merupakan salah satu bentuk dari konsep Merdeka Belajar
Kampus Merdeka (MBKM). Dosen dan mahasiswa
merasakan betul atmosfir dan nuansa kemerdekaan berfikir
dan berekspresi dalam proses perkuliahan. Kemerdekaan
dalam belajar lebih terasa lagi pada saat mahasiswa terjun
langsung dalam studi lapangan. Pada saat di lapangan
itulah mahasiswa bertemu dengan berbagai tokoh
masyarakat dan para pelaku dakwah, yang dengan
sendirinya mereka menjadi “dosen” bagi para mahasiswa
dalam perkuliahan Komunikasi Lintas Agama.
Buku ini disusun dengan harapan bisa menjadi
pemicu dan pemacu kualitas dalam proses perkuliahan

6
Komunikasi Lintas Agama yang diselenggarakan oleh
Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN
Sunan Gunung Djati Bandung dan seluruh program studi
serupa di berbagai UIN, IAIN, STAIN atau Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) se-Indonesia yang menyelengarakan
perkuliahan Komunikasi Lintas Agama. Dengan demikian
penulisan buku ini diharapkan menjadi sumbangan
pemikiran dalam pengembangan keilmuan Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI) pada khususnya dan pengembangan
ilmu sosial pada umumnya. Penulisan buku ini juga
diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan semakin
memperkuat perwujudan Moderasi beragama di Indonesia.
Secara praktis penyusunan dan penerbitan buku ini juga
merupakan sumbangan bahan dalam akreditasi Pergram
Studi Komunikasi Penyiaran Islam S2 Pasca Sarjana UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
Buku ini akan sangat bermanfaat bagi para
mahasiswa di berbagai perguruan tinggi keagamaan Islam
(PTKI) bahkan semua Perguruan Tinggi Keagamaan di
Indonesia. Hal ini mengingat bahwa buku tentang
Komunikasi Lintas Agama masih sangat jarang ditemukan
di berbagai perpustakaan dan toko buku. Diharapkan juga
di masa depan semakin banyak peminat dan pengkaji
Komunikasi Lintas Agama, yang didukung oleh para
penerbit untuk menerbitkan buku serupa.

7
Penyusunan buku ini diawali dengan kajian teoritis
tentang Komunikasi Lintas Agama dan berbagai teori yang
berkaitan dengan topik atau tema yang diangkat pada saat
studi lapangan terutama yang berkaitan dengan moderasi
beragama. Bagian berikut dari buku ini adalah model
Komunikasi Lintas Agama dan Moderasi Beragama. Di
dalamnya bisa disimak dan dicermati berbagai data yang
berkaitan dengan bentuk nyata dari Komunikasi Lintas
Agama dalam memperkuat Moderasi Beragama yang ada
dalam kehidupan masyarakat. Data yang terungkap untuk
sementara masih berupa data dasar dan data awal.
Diharapkan dalam studi dan penyusunan buku berikutnya
data–data yang diangkat bisa lebih berkembang lagi, dalam
arti semakin menggambarkan proses dan dinamika
Komunikasi Lintas Agama dan Moderasi Beragama yang
berkaitan dengan pemikiran, ide, gagasan bahkan sikap
yang diungkapkan oleh para tokoh masyarakat lintas
agama atau lintas keyakinan beserta situasi dan kondisi
nyata sekitar kehidupan mereka. Namun demikian data-
data yang diperoleh dan disajikan dalam buku ini mulai
menggambarkan sebuah pemetaan kehidupan sosial
keagamaan yang bisa menjadi dasar dalam penyusunan
program dakwah program pembangunan bagi semua umat
beragama.
Secara sadar dan sengaja, kajian teoritis dan studi
lapangan yang menjadi materi utama buku ini, mencoba

8
menghubungkan antara Komunikasi Lintas Agama dengan
Moderasi Beragama. Dua hal besar tersebut saat ini
menjadi perhatian utama dari berbagai pihak. Terutama
dari para pemangku kebijakan pembangunan. Dapat
dikatakan bahwa, Komunikasi Lintas Agama akan
memperkuat Moderasi Beragama. Sebaliknya Moderasi
Beragama menggambarkan bahwa Komunukasi Lintas
Agama berlangsung di tengah kehidupan masyarakat.
Berbagai persoalan kebangsaan saat sekarang
mencuat di berbagai belahan dunia dan di berbagai negara
termasuk di Indonesia. Contoh persoalan tersebut adalah
konflik sosial, radikalisme dan terorisme. Dua hal tersebut
disebabkan oleh antara lain Komunikasi Lintas Agama dan
Moderasi Beragama yang tersumbat dan terhambat.
Keterhambatan tersebut akan semakin menguat jika diiringi
oleh sikap hidup beragama yang ekslusif. Kehadiran buku
ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi semua
komponen bangsa bahwa keutuhan dan kemajuan bangsa
dan negara Indonesia akan semakin kokoh jika semua
pihak memahami dan mengedepankan Moderasi Beragama
yang ditopang oleh Komunikasi Lintas Agama.
Indonesia, sebagai negara besar yang dihuni oleh
bangsa yang majemuk atau heterogen. Majemuk atau
beragam pada sisi Bahasa, budaya, suku bangsa dan
agama. Sifat kemajemukan tersebut pada satu sisi bisa
menjadi sumber konflik jika tidak dibarengi oleh filosofi
kehidupan

9
yang mampu menjiwai rasa persatuan. Pada sisi lain sifat
kemajemukan tersebut merupakan potensi yang luar biasa
besar dan berharga jika semua komponen bangsa
menyadari potensi tersebut untuk mencapai kemajuan.
Kemajuan dalam keutuhan bangsa yang majemuk seperti
Indonesia, bisa sangat mudah terwujud jika semua
komponen bangsa terutama umat dan tokoh agama bisa
mewujudkan persatuan dan kerukunan melalui dialog yang
teratur dan terukur. Dialog seperti itu akan berlangsung
dengan berbagai model Komunikasi Lintas Agama yang
beriringan dengan sikap moderat dalam beragama.
Indonesia terkenal sebagai negara yang
masyarakatnya sangat religius. Religiusitas atau tingkat
keberagamaan bangsa Indonesia mewarnai sifat
kemajemukan bangsa Indonesia. Semua sendi kehidupan
bangsa Indonesia dijiwai dan diwarnai oleh keberagamaan
masyarakat. Secara konstitusional kemerdekaan beragama
dilindungi oleh undang-undang. Semua tokoh agama
dituntut untuk mampu mewujudkan kehidupan yang
seimbang antara kebebasan beragama dengan komitmen
kebangsaan dalam rangka mewujudkan keutuhan bangsa
dan kemajuan yang beradab.
Keberadaban bangsa Indonesia bisa tegak dengan
melalui kemampuan memadukan antara nilai kemuliaan
agama dengan nilai kemaslahatan dan ketenteraman
masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cara

10
terbaik yang bisa ditampilkan oleh bangsa Indonesia dalam
menjaga keluhuran nilai agama dan memelihara
kehormatan bangsa adalah dengan Moderasi Beragama.
Sikap moderat dalam beragama termaksud akan semakin
tumbuh dengan melakukan Komunikasi Lintas Agama.
Kesadaran akan betapa kepentingan dan semangat
Moderasi Beragama yang dikemas dengan Komunikasi
Lintas Agama seperti dipaparkan diatas memerlukan
sumbangan para pemikir keagamaan dan para peneliti
masalah sosial dalam mengkaji, dan menelitinya. Dapat
dikatakan bahwa kehadiran buku ini merupakan
sumbangan pemikiran seperti yang dimaksudkan. Tentu
saja masih sederhana dan sangat memerlukan dukungan
dari berbagai pihak yang mendukung Moderasi Beragama
melalui Komuniukasi Lintas Agama.
Kesederhanaan kemampuan untuk mengkaji
berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Komunikasi
Lintas Agama dan Moderasi Beragama dengan jujur diakui
oleh semua anggota tim penulis buku ini. Pada sisi lain
keinginan yang sangat besar untuk berkiprah dalam
pengembangan keilmuan dan berpartisipasi dalam
pembanunan bangsa juga dimiliki oleh tim tersebut. Oleh
karena itu peluang dan kesediaan para pembaca dan
para pelaku kebijakan untuk mengkritisi buku ini munjadi
sangat terbuka. Harapan besarnya tentu saja adalah kajian
tentang Komunikasi Lintas Agama dan Moderasi Beragama
akan semakin berkembang

11
seiring dengan keberagamaan masyarakat yang semakin
inklusif dan moderat.
Diharapkan perkuliahan, pelaksanaan studi lapangan dan
penyusunan buku Komunikasi Lintas Agama ini dicatat
sebagai amal ibadah oleh Alloh subhanahu wataala dan
bermanfaat bagi seluruh lapisan umat beragama dan
seluruh masyarakat Indonesia.

Bandung, Desember 2022


Tim Penulis,

12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum

1. Lokasi Kota Lembang

Lembang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten


Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini berjarak
sekitar 22 Kilometer dari ibu kota kabupaten Bandung Barat ke
arah timur laut melalui Cisarua. Pusat pemerintahannya berada
di Desa Lembang. Kecamatan Lembang merupakan kecamatan
paling timur dan terkenal sebagai tujuan wisata di Jawa Barat.
Letak geografis Kecamatan Lembang berada pada
ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan
laut. Titik tertingginya ada di puncak Gunung Tangkuban
Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu
rata-rata berkisar antara 17°-27 °C
Desa di kacamatan Lembang
 Gudangkahuripan
 Lembang
 Cikahuripan
 Sukajaya
 Jayagiri
 Kayuambon
 Langensari
 Cibodas
 Cikidang
 Cibogo
 Cikole
 Wangunsari
 Wangunharja
 Mekarwangi
 Pagerwangi
 Suntenjaya

Perekonomian Masyarakat yang tinggal di Lembang


sebagian besar bermata pencarian sebagai petani, pedagang,
pekerja sektor informal (buruh, pengemudi, dan sebagainya).
Potensi alam yang baik menjadikan Lembang menjadi pusat
13
pendidikan dan penelitian untuk pertanian dan peternakan,
diantaranya: Balitsa, BIB Lembang, BBTP-SP, dll

2. Sejarah Kota Lembang

Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung


Mataram, yaitu pada tanggal 9 bulan Muharram tahun Alif atau
sama dengan hari sabtu tanggal 20 April 1641 Masehi. Bupati
pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681
M). dari bukti sejarah tersebut ditetapkan bahwa 20 April
sebagai Hari Jadi Kabupaten Bandung. Jabatan bupati
kemudian digantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang
putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut
karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan bupati kemudian
dilanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem
Tenjolaya (Timbanganten) pada tahun 1681-1704 Selanjutnya
kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah
diserahkan kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun
1704 setelah Pemerintah Hindia Belanda mengadakan
pertemuan dengan para bupati se-Priangan di Cirebon. R.
Ardisuta (1704-1747) terkenal dengan nama Tumenggung
Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah.
sebagai penggantinya diangkat putra tertuanya Demang
Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707-1747).

14
Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763-1794)
Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan
pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang ke dalam
pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati
Wiranatakusumah II (1794-1829) inilah ibu kota Kabupaten
Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke tepi
sungai Cikapundung atau alun-alun Kota Bandung sekarang.
Pemindahan ibu kota itu atas dasar perintah dari Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810, dengan
alasan daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek
yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut.
Setelah kepala pemerintahan dipegang oleh Bupati
Wiranatakusumah IV (1846-1874), ibu kota Kabupaten
Bandung berkembang pesat dan beliau dikenal sebagai bupati
yang progresif. Dialah peletak dasar master plan Kabupaten
Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia
mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Mesjid Agung.
Kemudian dia memprakarsai pembangunan Sekolah Raja
(Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak
(Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). Atas jasa-
jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala
bidang beliau mendapatkan penghargaan dari Pemerintah
Hindia Belanda berupa Bintang Jasa, sehingga masyarakat
menjulukinya dengan sebutan Dalem Bintang. Di masa
pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga, rel kereta api mulai
dibangun, tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya rel
kereta api ini ibu kota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan
hanya pribumi, bangsa Eropa, dan Cina pun mulai menetap di
15
ibu kota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin
maju. Setelah wafat penggantinya diangkat R.A.A.
Martanegara, bupati inipun terkenal sebagai perencana kota
yang jempolan. Martanegara juga dianggap mampu
menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam
menata wilayah kumuh menjadi permukiman yang nyaman.
Pada masa pemerintahan R.A.A. Martanegara (1893-1918) ini
atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, Kota Bandung
sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berubah statusnya
menjadi Gementee (Kotamadya). Periode selanjutnya Bupati
Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah V (Dalem Haji)
yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912-1931
sebagai bupati yang ke-12 dan berikutnya tahun 1935-1945
sebagai bupati yang ke-14. Pada periode tahun 1931-1935 R.T.
Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke-13. Selanjutnya
bupati ke-15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945-1947) dan
penggantinya adalah R.T.M. Wiranatakusumah VI alias Aom
Male (1948-1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura
sebagai bupati ke-17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956-
1957). Bupati berikutnya adalah Letkol. R. Memet Ardiwilaga
(1960-1967). Kemudian pada masa transisi (Orde Lama ke
Orde Baru) dilanjutkan oleh Kolonel Masturi. Pada masa
Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting
yaitu rencana pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung yang
semula berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum
Kabupaten Bandung, yaitu daerah Baleendah. Peletakan batu
pertamanya pada tanggal 20 April 1974, yaitu pada saat Hari
Jadi Kabupaten Bandung yang ke-333. Rencana pemindahan

16
ibu kota tersebut berlanjut hingga jabatan bupati dipegang
oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980-1985). Atas
pertimbangan secara fisik geografis, daerah Baleendah tidak
memungkinkan untuk dijadikan sebagai ibu kota kabupaten,
maka ketika jabatan bupati dipegang oleh Kolonel H.D.
Cherman Affendi (1985-1990), ibu kota Kabupaten Bandung
pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Di tepi Jalan
Raya Soreang, tepatnya di Desa Pamekaran inilah dibangun
Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 hektare,
dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan.
Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya
dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U.
Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut memerlukan
waktu sejak tahun 1990 hingga 1992. Tanggal 5 Desember
2000, Kolonel H. Obar Sobarna, S.I.P. terpilih oleh DPRD
Kabupaten Bandung menjadi Bupati Bandung dengan
didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai Wakil
Bupati. Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi
pusat pemerintahan. Pada tahun 2003 semua aparat daerah,
kecuali Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas
Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi
berkantor di kompleks perkantoran Kabupaten Bandung. Pada
periode pemerintahan H. Obar Sobarna, S.I.P. yang pertama
telah dibangun Stadion Olahraga Si Jalak Harupat, yaitu stadion
bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan masyarakat
Kabupaten Bandung. Selain itu, berdasarkan aspirasi
masyarakat yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi

17
kota otonom.

Tanggal 5 Desember 2005, H. Obar Sobarna, S.I.P.


menjabat bupati Bandung untuk kali kedua didampingi oleh H.
Yadi Srimulyadi sebagai wakil bupati, melalui proses pemilihan
langsung oleh seluruh masyarakat Kabupaten Bandung. Di
masa pemerintahan H. Obar Sobarna yang kedua ini,
berdasarkan dinamika masyarakat dan didukung oleh hasil
penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara
yuridis terbentuklah Kabupaten Bandung Barat bersamaan
dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2007
tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi
Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Bandung Barat terletak di
Kecamatan Ngamprah). Pelaksana Tugas Bupati Bandung Barat
saat itu adalah Drs. Tjatja Kuswara.

18
3. Situasi Alam Lembang
Lembang merupakan daerah dataran yang banyak
terdapat destinasi wisata. Dibawah ini adalah beberapa
destinasi wisata yang bisa kita kunjungi yang berlokasi di
daerah Lembang

• Puncak Punclut terletak di perbatasan SESKO AU, Kp


Cijeruk & Desa Pagerwangi, sebuah tempat wisata kuliner
pada hari Ahad. Kawasan Punclut sendiri merupakan
deretan saung (rumah bambu) yang menyajikan tempat
makan masakan Sunda dengan view Kota Bandung.

• Floating Market Lembang, dahulunya adalah Pemancingan


Situ Umar di Desa Lembang, pemancingan ikan paling
terkenal dan paling lama berdiri. Sejak 2012 dikelola swasta
menjadi objek wisata dengan konsep pasar apung yang
sangat digemari.

• Farm House Susu Lembang, terletak di Jalan Raya


Lembang, dengan konsep perkebunan dan peternakan
yang didesain dengan latar belakang ala Eropa. Tersedia
beberapa fasilitas mulai dari tempat penjualan oleh-oleh
dan suvenir, kafe indoor maupun outdoor, hingga bar.
Selain itu, terdapat pula kebun buah dan sayur, tempat
parkir, toilet untuk anak-anak, toilet untuk orang dewasa
dan toilet untuk lansia atau disabilitas.

• Observatorium Bosscha, observatorium tertua di Indonesia


yang telah berdiri sejak tahun 1923. Biasa disebut oleh
masyarakat sekitar sebagai Sterwah. Wisata sains
pendidikan dibuka untuk rombongan.
19
• BIB Lembang, sebagai pusat inseminasi buatan tertua di
Indonesia juga menyediakan wisata sains pendidikan bagi
pelajar dan umum. Di tempat ini pengunjung bisa
mengetahui proses inseminasi dari sapi, kerbau, domba
dan kambing pejantan unggulan.

• Situ Sa'i, mata air alam yang sudah tua dan terkenal karena
kejernihannya, sekarang dijadikan sebagai salah-satu
sumber air yang disalurkan ke kota Bandung oleh PDAM
setempat. Disediakan fasilitas pemandian umum agar
pengunjung tidak mandi disana.

• Air Terjun Maribaya, sejak 2015 menjadi Maribaya Resort


adalah tempat rekreasi dimana terdapat sumber mata air
panas. Dapat menghubungkan kawasan Lembang dengan
Dago Pakar, cocok untuk melatih stamina kaki melalui jalan
dari Maribaya ke Dago menyusuri sungai dan hutan.

• Desa Cikole, dataran tinggi di Lembang yang mengarah ke


Tangkuban Perahu, di malam hari Cikole merupakan
tempat berkumpulnya kalangan muda atau para turis yang
ingin merasakan kesejukan dataran tinggi lembang di
malam hari sambil menikmati hidangan yang dijual disana.
Terdapat beberapa lokasi outbonding di Cikole yang sangat
sesuai untuk anak berumur 4-15 tahun untuk melatih
keberanian serta mentalitas anak. Tantangan yang paling
diminati adalah flying fox, trampholin, tunggang kuda,
Roobin Hood, archering dan ATV motoring.

• Desa Jayagiri, disana ada bukit yang dinamakan Gunung


Putri terletak di Jayagiri yang menyambung sampai ke

20
Gunung Tangkuban Perahu juga tembus ke Ciburial dan
Cikole. Bisa dijadikan tujuan untuk olahraga pagi, berjalan
dari kaki bukit sampai ke puncaknya memakan waktu
hanya satu jam.

• Objek-objek wisata alam tersebar sedikitnya di 3/4 desa


yang ada di kecamatan Lembang. Lembang merupakan
kecamatan yang unggul dalam variasi konsep wisata alam.
Sisi lain, wisata kuliner dan penginapan menjadi daya tarik
tersendiri.

B. Gambaran detail Lokasi, Jumlah Penduduk,


Berdasarkan Usia

Peta Administrasi KECAMATAN LEMBANG

21
Pada tahun 2021 jumlah penduduk Kecamatan
Lembang berjumlah 189.789 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki sebesar 96.481 jiwa sedangkan jumlah
penduduk perempuan

22
sebesar 93.308 jiwa.

Jumlah penduduk di kecamatan Lembang


mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain itu
dengan melihat jumlah penduduk kecamatan Lembang
dapat mengetahui penyebaran dan konsentrasi penduduk
saat ini. Penyebaran dan konsentrasi penduduk terbesar
yang ada di kecamatan Lembang menyebar di ketiga desa
yang ada dan relatif telah berkembang dikarenakan
ketersediaan akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan.

23
Persentase Penduduk menurut Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur (Persen), 2020-2021
Persetase Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jenis dan Kelompok Umur
Kelamin 0 - 14 15 – 64 65+
2019 2020 2019 2020 2019 2020
Laki-Laki 24,46 24,21 71,25 71,28 4,30 4,51
Perempuan 23,79 23,49 71,24 71,33 4,97 5,18
Total 24,12 23,82 71,25 71,31 4,63 4,85

Tabel 1.3.
Sumber: Badan Pusat Statisik Kecamatan Lembang

24
25
26
Tentang Penulis

Yusuf Zaenal Abidin lahir di Bandung Barat 16 Agustus


1961. Terlahir dari seorang ibu bernama Hj.Siti Kosiah dan
ayah yang bernama H. Pepe Saefudin. Lahir di tengah
keluarga pesantren. Kakeknya, yaitu KH. Mohamaad
Kosasih adalah pimpinan pondok pesantren dengan santri
yang cukup banyak untuk ukuran zamannya. Dari
kakeknya itu, penulis pertama kali memperoleh pendidikan
keagamaan. Sejak tahun 1972 sampai tahun 1979 penulis
meneruskan pendidikan pesantren di Pesantren Al-
Mukhtariyah, Cihampelas, Bandung Barat.
Setelah menamatkan pendidikan SDN 6 tahun pada tahun
1973, penulis meneruskan pendidikan ke jenjang
menengah yaitu di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN
6 tahun ) dan tamat tahun 1979. Pada tahun 1980
meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi
dengan masuk kuliah di Jurusan Dakwah Fakultas
Ushuludin IAIN Sunan Gunung Djati Bandung sampai
tamat tahun 1985. Pada tahun 2005 menamatkan kuliah
S2 dengan mengambil Konsentrasi Sumber Daya Manusia
(SDM) pada Program Pasca Sarjana Universitas Winaya
Mukti di Bandung. Pendidikan S3 nya diselesaikan pada
tahun 2014 dengan mengambil konsentrasi Religious Studi
(RS) pada Program Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Kegiatan organisasinya diikuti di internal dan eksternal
perguruan tinggi. Seperti Corp Dakwah Senat Mahasiswa
(CDSM) dan Resimen Mahasiswa Mahawarman. Penulis
juga aktif menjadi pengurus Dewan Mesjid Indonesia
(DMI), Majlis Ulama Indonesia (MUI), DKM Mesjid Agung
Kota Cimahi dan Ikatan Persaudaraan HaJI Indonesia
(IPHI). Saat ini penulis menjadi Wakil Ketua Tanfidziyah

27
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Jawa Barat.
Sejak tahun 1987 sampai sekarang, penulis menjadi dosen
tetap di lingkungan UIN Sunan Gnung Djati Bandung. Saat
ini penulis menjadi dosen pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. Sejak tahun 2015 aktif menjjadi dosen pada
Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam pada Program
Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pada
Prodi inilah penulis menampu mata kuliah Komunikasi
Lintas Agama.
Beberapa karya ilmiah yang berupa buku pernah
ditulisnya, antara lain adalah: Metode Penelitian
Komunikasi (Pustaka Setia), Komunikasi Pemerintahan
(Pustaka Setia), Manajemen Komunikasi (Pustaka Setia,
Pengantar Retorika (Pustaka Setia), Sistem Sosial Budaya
di Indonesia (Pustaka Setia), Filsafat Posmodern (Pustaka
Setia) dan Tionghoa, Dakwah dan Keindonesiaan (Mimbar
Pustaka).

28
Supari lahir di Palembang 11 Juni 1986. Terlahir dari
seorang ibu bernama Kadmi’ah dan ayah yang bernama
Karsidi.
Setelah menamatkan pendidikan SDN 37 OKU Baturaja
Sumatera Selatan tahun pada tahun 1999, penulis
meneruskan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama di SLTP N 14 OKU Baturaja Sumatera
Selatan dan tamat tahun 2002. Pada tahun 2002
meneruskan Pendidikan ke Jenjang Sekolah Menengah
Umum di SMU N 2 OKU Baturaja Sumatera Selatan dan
tamat pada tahun 2005. Pada tahun 2007 meneruskan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dengan masuk ke
Politeknik YPPB Belitang OKU Timur Sumatera Selatan
sampai tamat tahun 2010. Pada tahun 2010 melanjutkan
kuliah S1 di STT Mandala Bandung dan lulus pada tahun
2012. Tepat di pertengahan tahun 2021 penulis
melanjutkan program S2 dengan mengambil Program
Komunikasi dan Penyiaran Islam di Pasca Sarjana UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
Kegiatan organisasinya diikuti di internal dan eksternal
perguruan tinggi. Seperti Lembaga Dakwah Kampus di
STT Mandala Bandung dan sekarang masih aktif seni bela
diri Tarung Derajat di Nurul Fikri Boarding School
Lembang tempat penulis mengabdikan diri.

29
30

Anda mungkin juga menyukai