Bahan Bacaan 4 – Pajak Bumi Dan Bangunan Serta Bea Materai
Bahan Bacaan 4 – Pajak Bumi Dan Bangunan Serta Bea Materai
Termasuk:
• Jalan lingkungan yang terletak
dalam suatu kompleks bangunan
yang merupakan satu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut
BANGUNAN
• Jalan TOL
• Kolam renang
• Pagar mewah
• Tempat olah raga
• Galangan kapal, dermaga
• Taman mewah
BANGUNAN
• Tempat penampungan/kilang
minyak, air dan gas, pipa minyak
• Fasilitas lain yang memberikan
manfaat
BANGUNAN
OBJEK PAJAK TIDAK
DIKENAKAN PBB
UU PBB Pasal 4
• NJOP Keseluruhan
• NJOP TKP
• NJOP KP (Kena Pajak)
NJOP – NJOP TKP
Selain Sektor
Pedesaan/Perkotaan
• NJKP
Tarif NJKP (20% atau 40%) x
NJOP KP
• PBB
Tarif PBB Selain Perdesaan dan
Perkotaan = 0,5 %
SEKTOR PEDESAAN/
PERKOTAAN
• NJOP Bangunan
• NJOP TKP
• NJOP KP Keseluruhan
NJOP KP Bangunan + NJOP
Tanah
SEKTOR PEDESAAN/
PERKOTAAN
• PBB
Tarif PBB x NJOP Keseluruhan
Tarif ditetapkan Perda Paling
Tinggi 0,3%.
NJOP (NILAI JUAL OBJEK
PAJAK)
Meliputi kawasan:
• Pengusahaan benih,
• Penanaman baru,
• Perluasan,
• Perubahan jenis tanaman,
• Penganekaragaman jenis tanaman
• Termasuk sarana penunjangnya;
NJOP –
SEKTOR PERKEBUNAN
Terdiri :
• Areal kebun sebesar :
NJOP tanah, ditambah
Jumlah Investasi Tanaman
Perkebunan sesuai dengan
Standar Investasi menurut umur
tanaman.
NJOP –
SEKTOR PERKEBUNAN
Meliputi areal:
• Pengusahaan hutan
• Budidaya hutan
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN
Terdiri:
• Areal Produktif sebesar :
8,5 x Hasil bersih setahun
sebelum tahun pajak berjalan.
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN
Meliputi areal:
• Pengusahaan hutan dan
• Budidaya hutan;
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN
Terdiri:
• Areal hutan sebesar :
NJOP tanah, ditambah
Jumlah Biaya Pembangunan
Hutan Tanaman Industri
menurut umur tanaman
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN
Terdiri dari:
• Areal produktif, sebesar :
9,5 x hasil penjualan Migas
dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan.
Minyak dan Gas Bumi
Terdiri dari:
• Areal produktif, sebesar :
9,5 x hasil penjualan energi
panas bumi/listrik dalam satu
tahun sebelum tahun pajak
berjalan.
Energi Panas Bumi
Terdiri dari:
• Areal Produktif, sebesar :
9,5 x hasil bersih galian tambang
dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan.
Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C
Terdiri dari:
• Areal produktif, sebesar :
Angka kapitalisasi tertentu
dikalikan hasil bersih galian
tambang dalam satu tahun
sebelum tahun pajak berjalan
Non Migas Galian C
• Kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan
ikan untuk tujuan komersial
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT
Terdiri dari:
• Areal penangkapan ikan, sebesar :
10 x hasil bersih ikan dalam satu
tahun sebelum tahun pajak
berjalan
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT
• Kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan
ikan untuk tujuan komersial
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT
Terdiri dari:
• Areal pembudidayaan ikan darat,
sebesar :
nilai jual Objek Pajak berupa
tanah disekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya
ditambah standar biaya investasi
tambak menurut jenisnya.
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT
c. Lapangan Golf;
d. Industri Semen/Pupuk;
e. PLTA, PLTU dan PLTG;
f. Pertambangan;
g. Tempat Rekreasi;
h. lain-lain yg sejenis
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS
Terdiri dari:
• Areal tanah, sebesar :
NJOP berupa tanah disekitarnya
dengan penyesuaian
seperlunya.
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS
• Tahun pajak
Jangka waktu satu tahun
takwim (1 Jan – 31 Des)
• Saat yang menentukan pajak yang
terhutang
Menurut keadaan obyek pajak
pada tanggal 1 Januari.
TAHUN, SAAT & TEMPAT PAJAK
TERUTANG
• Tempat terhutang
Untuk daerah Jakarta, di wilayah
DKI Jakarta
Untuk daerah lainnya, di wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II
atau Kotamadya Daerah Tingkat
II;
Pembayaran & PENAGIHAN PBB
• Tempat Pembayaran
Bank atau Kantor Pos yang
tercantum di SPPT
- Sebagai bukti akan diberikan
Surat Tanda Terima Sementara
(STTS)
Pembayaran & PENAGIHAN PBB
• Terminologi
Dokumen eletronik
Benda Materai
PeMateraian Kemudian
Isu UU Bea Materai Lama
• Objek
Positive list
Surat Gadai
Isu UU Bea Materai Lama
• Tarif
Tarif 6 kali (Rp1000,Rp500)
Rasio Tahun 2000=1.063%
Rasio tahun 2014=0.197%
Isu UU Bea Materai Lama
• Saat Terutang
Terlalu umum
Satu pihak dan >1 Pihak
Isu UU Bea Materai Lama
• Subjek
Identifikasi subjek penanggung
Belum mengatur pelimpahan
kepada Badan/Instansi lain
Isu UU Bea Materai Lama
• Daluwarsa
Kurang memberikan kepastian
hukum
Dokumen dibuat di LN >5 tahun
Saat terutang vs Daluwarsa
Isu UU Bea Materai Lama
• Penegakan Hukum
Sanksi Administrasi=Denda
Sanksi Pidana-less deterrent
Isu UU Bea Materai Lama
• Surat gadai;
• Tanda pembagian keuntungan,
bunga, atau imbal hasil dari surat
berharga, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
Non-Objek Bea Materai
Dokumen lelang;
Surat menyatakan jumlah uang.
Kapan Terutang Bea Materai
Materai Elektronik
Merupakan Materai yang memiliki
kode unik dan keterangan tertentu
yang diatur dengan Peraturan Menteri
PeMateraian Kemudian
Dilakukan untuk:
• Dokumen yang Bea Materainya
tidak atau kurang dibayar
• Dokumen yang digunakan sebagai
alat bukti pengadilan
PeMateraian Kemudian
Pasal 11
Pemungut Bea Materai yang tidak
atau kurang dipungut dan/atau tidak
atau kurang disetor, ditambah sanksi
administrasi sebesar 100% dari Bea
Materai yang tidak atau kurang
dipungut dan/atau tidak atau kurang
disetor;
Sanksi Administrasi
Pasal 18
Bea Materai yang wajib dibayar
melalui PeMateraian Kemudian
adalah 100% dari Bea Materai yang
terutang.
Sanksi Pidana
Pasal 24
Pidana penjara paling lama 7 tahun
dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00:
Pasal 24
• Penyesuaian tarif
Tarif bea Materai menjadi satu
lapis tarif sebesar rp10.000,00
(sebelumnya dua lapis tarif yakni
rp3.000,00 dan rp.6.000,00)
Rekapitulasi Perubahan
• Pemberian fasilitas
Pemberian fasilitas dapat
diberikan berupa pembebasan
dari pengenaan Bea Materai
atas dokumen tertentu yang
diperlukan
Rekapitulasi Perubahan
RETRIBUSI DAERAH
Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Dan Tata Cara Penghapusan Piutang
Retribusi Yang Kadaluwarsa
Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Penghapusan piutang retribusi daerah dan propinsi dan
piutang retribusi daerah Kabupaten/kota yang sudah kadaluwarsa dilakukan dengan
keputusan yang masing-masing ditetapkan oleh Gubernur dan bupati/Walikota. Tata cara
penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan pemerintah.
Pembangunan di bidang ekonomi khususnya agar dapat berjalan lancar diperlukan adanya
dana dan biaya sebagai faktor penunjang yaitu pajak daerah dan retribusi daerah dan dalam
pelaksanaannya sudah diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah. Untuk
membiayai otonomi daerah diperlukan dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah
PAD, dan hal tersebut telah diatur dalam UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan mengenai sumber dana otonomi daerah pada pasal 6 ayat 1 yaitu Pajak daerah dan
retribusi daerah sebagai komponen PAD. Hal ini menunjukkan Peran Pajak Daerah dan
retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah guna memantapkan otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah
Tingkat II.
Tarif Pajak
Tarif pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air ditetapkan paling tinggi sebesar :
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 10%
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
sebesar 20%
3. Pajak Bahan Bakar kedaraan bermotor sebesar 10%
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan sebesar 10%
5. Pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok
6. Pajak hotel sebesar 10%
7. Pajak restoran sebesar 10%
8. Pajak hiburan sebesar 35%
9. Pajak reklame 25%
10. Pajak penerangan jalan sebesar 10%
11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebesar 25%
12. Pajak parkir sebesar 30%
13. Pajak air tanah sebesar 20%
14. Pajak Sarang burung Walet sebesar 10%
15. PBB perdesaan dan perkotaan sebesar 0,3%
16. BPHTB sebesar 5%
Mekanisme Pembayaran dan pelaporan pajak Daerah
1. Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
2. SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan
dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
3. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan
persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran,
penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan
pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Objek Pajak
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan
bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan)
serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan.
• Letak
• Peruntukan
• Pemanfaatan
• Rekayasa
• Letak
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak
yang:
• Digunakan semata mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungan, antara lain:
• Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembangan yang dikuasai oleh desa dan tanah Negara yang belum
dibebani suatu hak.
5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk
masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak
mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek
Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak Lainnya tetap dikenakan secara
penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.
Subjek Pajak
1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi dan memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki,
menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti hak milik.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam no. 1 yang dikenakan kewaiban
membayar pajak menjadi wajib pajak.
3. Dalam hal diatas suatu objek apajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur
Jendral Pajak dapat menetapkan subjek apajak sebagaimana dimaksudkan dalam no.1
sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Diren Pajak
untuk menentukan subjek wajib apajak, apanila suatu objek apajak belum jelas wajib
pajaknya.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui, maka Diektur
Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no. 3
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan yang dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jendral Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dalam no. 4 Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan dianggap tidak disetujui. Apabila Direktur Jendral Pajak
tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan dari wajib pajak , maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan
sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib
pajak.
Perhitungan PBB
1. Tarif pajak adalah sebesar 0,5 %.
2. NJOP berdasarkan tabel yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak
3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak yang besarnya ditetapkan sebesar 20 % dan 40 %
(khusus untuk perumahan dengan NJOP Rp 1 miliar) dari NJOP.
Rumus untuk mengitung PBB adalah sebagai berikut : PBB = 0,5 % x NJKP
1. NJKP adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
2. Besarnya NJKP ditetapkan sebesar :
a. Obyek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh
persen ) dari Nilai jual Objek Pajak;
b. Objek pajak lainnya :
- Sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih;
- Sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Pajak Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan, adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan, adalah hak atas
tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan diatasnya.
Objek Pajak
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan meliputi:
• Jual-beli;
• Tukar-menukar;
• Hibah;
• Hibah wasiat;
• Waris;
• Penggabungan usaha;
• Peleburan usaha;
• Pemekaran usaha;
• Hadiah.
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek yang diperoleh:
4. Orang pribadi atau baan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
Subjek Pajak
Yang menjadi ubjek apajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan wajib membayar pajak menjadi Wajib
Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
Besarnya tarif Pajak yang ditetapkan adalah sebesar 5%
BPHTB = Nilai Perolehan Objek Kena Pajak x Tarif
= (NPOP – NPOPTKP) x 5%
BEA MATERAI
Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 atau
disebut juga Undang-undang Bea Materai. Undang-unang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari
1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya telah dikeluarkan peraturan pemerintah
Nomor 7 tahun 1995 sebagaimana telah dirubah dengan peraturan pemerintah No. 24 Tahun
2000 tentang perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya batas Pengenaan Harga Nominal
yang dikenakan Bea Materai.
Prinsip Umum Pemungutan atau Pengenaan Bea Materai
Pengertian
2. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang
berkepentingan.
3. Benda materai adalah materai temple dan kertas materai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia.
4. Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya digunakan termasuk pula
paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya
sebagai pengganti tanda tangan.
5. Pemateraian kemudian adalah salah satu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan
oleh pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum
dilunasi sebagaimana mestinya.
6. Pejabat Pos adalah Pejabat PT Pos dan Giro yang diserah tugas melayani permintaan
pemateraian kemudian.
• Surat perjanjian dan surat-surat lainya (antara lain: surat kuasa, surat hibah dan
surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata.
• Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah):
4. Yang berisi pengakuan bahwa utang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi
atau diperhitungkan.
• Surat-surat Berharga seperti: wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
• Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
• Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah):
4. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah
dilunasi atau diperhitungkan.
• Surat-surat Berharaga seperti: wesel , promes, askep yang harga nominalnya lebih
dari Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
• Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah).
1 2 3
2 3
a. Nilai jual tanah Rp. 300.000,-/m2, jadi termasuk golongan NJOP bumi kelas 24 A
(yang NJOP per m2 antara Rp. 262.000,- s/d Rp. 308.000), atau menurut ketentuan
NJOP = Rp. 285.000,-/m2 atau jumlah NJOP bumi Rp. 228.000.000,-
b. Nilai jual bangunan rumah Rp 350.000,-/m2, jadi termasuk golongan NJOP
bangunan kelas 8 A (per m2-nya antara Rp. 348.000,- s/d Rp. 382.000,-), atau
menurut ketentuan NJOP = Rp. 365.000,-/m2 atau jumlah NJOP bangunan Rp.
146.000.000,-
c. Besarnya PBB terhutang adalah :
- NJOP Bumi Rp. 228.000.000,-
- NJOP Bangunan Rp. 146.000.000,-
Jumlah NJOP Rp. 374.000.000,-
- Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. 8.000.000,-
- NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp. 366.000.000,-
- Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) = 20 % x Rp. 366.000.000,- = Rp. 73.200.000,-
- PBB Terhutang : 0,5 % x Rp 73.200.000,- = Rp. 366.000,-
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 1998, ternyata
ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukkan bahwa Nilai Perolehan Objek
Pajak sebenarnya adalah Rp. 160.000.000.-, maka pajak yang seharusnya terhutang adalah
sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp. 160.000.000,-
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. (30.000.000,-)
Sanksi administrasi berupa bunga dari 29 Maret 1998 sampai dengan 30 Desember
1998 = 10 x 2% x Rp 2.500.000,- = Rp 500.000,-
Jadi jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp 2.500.000,- + Rp 500.000,- = Rp
3.000.000,-
2) Pada tahun pajak 2003,dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain diperoleh data baru
bahwa nilai perolehan objek pajak sebagaimana tersebut dalam penjelasan (butir b) ternyata
adalah sebesar Rp 200.000.000,-, maka pajak yang seharusnya terhutang adalah sebagai
berikut :
3). Contoh pengenaan sanksl admlnistrasi berupa bunga atas STB yang diterbitkan karena :
a. pajak terhutang tidak atau kurang dibayar.
b. pemeriksaan STB yang menghasilkan pajak kurang bayar karena terdapat salah tulis atau
salah hitung .
1) Pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar
Dari perolehan tanah dan bangunan pada tanggal 21 September 1998, Wajib Pajak
ABC terhutang pajak sebesar Rp 5.000.000,-. Pada saat terjadinya perolehan tersebut,
pajak dibayar sebesar Rp 4.000.000,-. Atas kekurangan pajak tersebut diterbitkan
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tanggal 23 Desember
1998 dengan perhitungan sebagai berikut :
Kekurangan bayar Rp 1.000.000,-
Bunga = 4 x 2% x Rp 1.000.000,- Rp 80.000,-
Jumlah Rp 1.080.000,-
Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Rp 1.080.000,-.
2). Hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan
Wajib Pajak XYZ memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 18 Juni 1998.
Berdasarkan pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
yang disampaikan Wajib Pajak XYZ, ternyata terdapat salah hitung yang
menyebabkan pajak kurang dibayar sebesar Rp 1.500.000,-. Atas kekurangan pajak
tersebut diterbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada
tanggal 23 September 1998 dengan perhitungan sebagai berikut :
Kekurangan bayar Rp 1.500.000,-
Bunga = 4 x 2% x Rp.1.500.000.- = Rp 120.000,-
Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Rp 1.620.000,-.