Anda di halaman 1dari 184

MATERI KELAS

Pajak Bumi dan Bangunan


dan Bea Materai
Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea
Materai
UMUM

• PBB adalah pajak bersifat


Kebendaan, artinya Besarnya Pajak
Terutang ditentukan oleh Keadaan
Obyek
UMUM

• Objek Pajak adalah Bumi


dan/atau Bangunan:
 Berdasarkan asas manfaat/
kenikmatan
 Harus dibayarkan setiap tahun
UMUM

• PBB merupakan Pajak Pusat:


 Namun pembagian hasil
penerimaannya dialokasikan ke
daerah
UMUM

• Sebelum Diberlakukan UU PBB,


terdapat pajak sejenis:
 Terhadap tanah yang tunduk
pada hukum adat:
- UU No. 11 Prp Tahun 1959
UMUM

 Terhadap tanah yang tunduk


pada hukum barat :
− Ordonansi Verponding
Indonesia 1923,
− Ordonansi Verponding 1928.
UMUM

 Pajak atas tanah dan bangunan


lain:
− Ordonansi Pajak Rumah
Tangga 1908
− lain-lain pungutan daerah
atas tanah dan bangunan
BUMI

Adalah permukaan bumi dan


tubuh bumi yang ada di
bawahnya.
Meliputi tanah dan perairan
perdalaman serta laut wilayah
UU PBB Pasal 1 angka 1
BANGUNAN

Konstruksi teknik yang ditanam atau


dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan
UU PBB Pasal 1 angka 2
BANGUNAN

Termasuk:
• Jalan lingkungan yang terletak
dalam suatu kompleks bangunan
yang merupakan satu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut
BANGUNAN

• Jalan TOL
• Kolam renang
• Pagar mewah
• Tempat olah raga
• Galangan kapal, dermaga
• Taman mewah
BANGUNAN

• Tempat penampungan/kilang
minyak, air dan gas, pipa minyak
• Fasilitas lain yang memberikan
manfaat
BANGUNAN
OBJEK PAJAK TIDAK
DIKENAKAN PBB

UU PBB Pasal 3 ayat (1), UU PDRD


PSl 77 (3)
• Digunakan semata-mata untuk
melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional,
yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
OBJEK PAJAK TIDAK
DIKENAKAN PBB

• Digunakan untuk kuburan,


peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu
OBJEK PAJAK TIDAK
DIKENAKAN PBB

• Merupakan hutan lindung, hutan


suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang
dikuasai oleh desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak
OBJEK PAJAK TIDAK
DIKENAKAN PBB

• Digunakan oleh perwakilan


diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
• Digunakan oleh badan atau
perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh menteri
keuangan.
OBJEK PAJAK TIDAK
DIKENAKAN PBB

• Digunakan oleh pemerintah dan


daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan (khusus PBB perdesaan
& perkotaan – UU PDRD
SUBJEK PBB

UU PBB Pasal 4 ayat (1) & (3)

• Mempunyai hak atas bumi


• Memperoleh manfaat atas bumi
• Memiliki, menguasai atas
bangunan
• memperoleh manfaat atas
bangunan
SUBJEK PBB

Dalam hal atas suatu obyek pajak


belum jelas diketahui wajib pajaknya,
Dirjen Pajak dapat menetapkan
subyek pajak sebagai wajib pajak
Subjek PBB (Kesimpulan)

UU PBB Pasal 4

• Kewajiban membayar PBB tidak


terkait dengan kepemilikan atas bumi
dan/atau bangunan;
Subjek PBB (Kesimpulan)

• Siapa saja yang memenuhi definisi


subyek diwajibkan membayar PBB
seperti :
 Pemilik
 Penghuni
 Pengontrak
 Penggarap
 Pemakai
 Penyewa
Subjek PBB (Kesimpulan)

• Segala sesuatu dalam bentuk


dokumen, seperti SPPT, STP, SKP
atau Bukti Pembayaran, bukan
merupakan bukti kepemilikan atas
bumi dan bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan
dan Bea Materai
Pengenaan, Penghitungan dan
Penagihan PBB
Penghitungan PBB

UU PBB Pasal 5 & Pasal 6

• Tarif PBB adalah 0,5%


• Dasar Pengenaan PBB : Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP)
Penghitungan PBB

• Terdapat Pengurang : NJOP Tidak


Kena Pajak (NJOPTKP)
 Paling tinggi 12 Juta/WP;
Ditetapkan oleh Kakanwil DJP
Penghitungan PBB

• Dasar Penghitungan PBB : Nilai


Jual Kena Pajak (NJKP)
 Besarnya NJKP :
1. Sebesar 40% dari NJOP untuk
obyek pajak :
2. Sebesar 20% dari NJOP untuk
obyek pajak
Penghitungan PBB

1. Sebesar 40% dari NJOP untuk


obyek pajak :
o Perkebunan
o Kehutanan
o Pertambangan
o Objek Pajak Lainnya dengan
NJOP >= Rp 1 Milyar
Penghitungan PBB

2. Sebesar 20% dari NJOP untuk


obyek pajak
o Objek Pajak Lainnya dengan
NJOP < Rp 1 Milyar
Penghitungan PBB

UU PBB Pasal 5, 6 & 7; UU PDRD Pasal


81:
1. Selain Sektor
Pedesaan/Perkotaan:
2. Sektor Pedesaan/Perkotaan
Selain Sektor
Pedesaan/Perkotaan

• NJOP Keseluruhan
• NJOP TKP
• NJOP KP (Kena Pajak)
 NJOP – NJOP TKP
Selain Sektor
Pedesaan/Perkotaan

• NJKP
 Tarif NJKP (20% atau 40%) x
NJOP KP
• PBB
 Tarif PBB Selain Perdesaan dan
Perkotaan = 0,5 %
SEKTOR PEDESAAN/
PERKOTAAN

• NJOP Bangunan
• NJOP TKP
• NJOP KP Keseluruhan
 NJOP KP Bangunan + NJOP
Tanah
SEKTOR PEDESAAN/
PERKOTAAN

• PBB
 Tarif PBB x NJOP Keseluruhan
 Tarif ditetapkan Perda Paling
Tinggi 0,3%.
NJOP (NILAI JUAL OBJEK
PAJAK)

UU PBB Pasal 1 Angka 3

Secara umum NJOP ditentukan


dengan cara :
• Harga rata-rata dari transaksi jual
beli secara wajar
NJOP (NILAI JUAL OBJEK
PAJAK)

• Perbandingan harga dengan obyek


lain yang sejenis: yang letaknya
berdekatan dan telah diketahui harga
jualnya
• Nilai perolehan baru dan
• Penentuan nilai jual obyek pajak
pengganti
NJOP (NILAI JUAL OBJEK
PAJAK)

Penentuan NJOP ditetapkan setelah


dilakukan penilaian obyek PBB
NJOPTKP (NJOP TIDAK KENA
PAJAK)

• UU PBB Pasal 3 ayat (3) & (4)


• UU PDRD Psl 77
NJOPTKP (NJOP TIDAK KENA PAJAK)
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 23/PMK.03/2014
NJOPTKP (NJOP TIDAK KENA
PAJAK)

Apabila WP memiliki beberapa obyek


pajak, NJOPTKP hanya diberikan satu
kali kepada salah satu obyek pajak
yang terbesar
CONTOH PENGHITUNGAN PBB PERDESAAN dan PERKOTAAN
CONTOH PENGHITUNGAN PBB PERDESAAN & PERKOTAAN
NJOP –
SEKTOR PERKEBUNAN

• Kep Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998


• Khusus Kelapa Sawit : PER-174/PJ/2007
NJOP –
SEKTOR PERKEBUNAN

Meliputi kawasan:
• Pengusahaan benih,
• Penanaman baru,
• Perluasan,
• Perubahan jenis tanaman,
• Penganekaragaman jenis tanaman
• Termasuk sarana penunjangnya;
NJOP –
SEKTOR PERKEBUNAN

Terdiri :
• Areal kebun sebesar :
 NJOP tanah, ditambah
 Jumlah Investasi Tanaman
Perkebunan sesuai dengan
Standar Investasi menurut umur
tanaman.
NJOP –
SEKTOR PERKEBUNAN

• Areal emplasemen dan areal


lainnya dalam kawasan perkebunan,
sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.
• Objek Pajak berupa Bangunan
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

Kep Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998


Atas :
• Hak Pengusahaan Hutan,
• Hak Pengusahaan hasil Hutan,
• Izin Pemanfaatan Kayu serta
• Izin Sah Lainnya selain Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

Meliputi areal:
• Pengusahaan hutan
• Budidaya hutan
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

Terdiri:
• Areal Produktif sebesar :
 8,5 x Hasil bersih setahun
sebelum tahun pajak berjalan.
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

• Areal belum/ tidak produktif,


emplasemen dan areal lainnya,
sebesar :
 NJOP Tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.
• Objek Pajak berupa Bangunan
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Atas :
• Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

Meliputi areal:
• Pengusahaan hutan dan
• Budidaya hutan;
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

Terdiri:
• Areal hutan sebesar :
 NJOP tanah, ditambah
 Jumlah Biaya Pembangunan
Hutan Tanaman Industri
menurut umur tanaman
NJOP –
SEKTOR KEHUTANAN

• Areal emplasemen dan areal


lainnya dalam Kawasan Hutan
Tanaman Industri, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.

• Objek Pajak berupa Bangunan


NJOP –
SEKTOR PERTAMBANGAN

1. Minyak dan Gas Bumi


2. Energi Panas Bumi
3. Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C
4. Non Migas Galian C
Minyak dan Gas Bumi

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Meliputi areal usaha penambangan
bahan-bahan galian dari semua
golongan yaitu :
• Bahan galian strategis,
• Bahan galian vital, dan
• Bahan galian lainnya;
Minyak dan Gas Bumi

Terdiri dari:
• Areal produktif, sebesar :
 9,5 x hasil penjualan Migas
dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan.
Minyak dan Gas Bumi

• Areal belum produktif, tidak


produktif serta emplasemen dan areal
lainnya didalam atau diluar wilayah
kuasa pertambangan, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.

• Objek Pajak berupa Bangunan


Energi Panas Bumi

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Meliputi areal usaha penambangan
bahan-bahan galian dari semua
golongan yaitu :
• Bahan galian strategis,
• Bahan galian vital, dan
• Bahan galian lainnya;
Energi Panas Bumi

Terdiri dari:
• Areal produktif, sebesar :
 9,5 x hasil penjualan energi
panas bumi/listrik dalam satu
tahun sebelum tahun pajak
berjalan.
Energi Panas Bumi

• Areal belum produktif, tidak


produktif dan emplasemen serta areal
lainnya didalam atau diluar wilayah
kuasa pertambangan, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.

• Objek Pajak berupa Bangunan


Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Meliputi areal usaha penambangan
bahan-bahan galian dari semua
golongan yaitu :
• Bahan galian strategis,
• Bahan galian vital, dan
• Bahan galian lainnya;
Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C

Terdiri dari:
• Areal Produktif, sebesar :
 9,5 x hasil bersih galian tambang
dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan.
Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C

• Areal belum produktif, tidak


produktif dan emplasemen serta areal
lainnya didalam atau diluar wilayah
kuasa pertambangan, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.

• Objek Pajak berupa bangunan


Non Migas Galian C

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Meliputi areal usaha penambangan
bahan-bahan galian dari semua
golongan yaitu :
• Bahan galian strategis,
• Bahan galian vital, dan
• Bahan galian lainnya;
Non Migas Galian C

Terdiri dari:
• Areal produktif, sebesar :
 Angka kapitalisasi tertentu
dikalikan hasil bersih galian
tambang dalam satu tahun
sebelum tahun pajak berjalan
Non Migas Galian C

• Areal belum produktif, tidak


produktif dan emplasemen serta areal
lainnya didalam atau diluar wilayah
kuasa pertambangan, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.
• Objek Pajak berupa bangunan
NJOP –
SEKTOR PERTAMBANGAN

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Sektor pertambangan yang dikelola
berdasarkan Kontrak Karya atau
Kontrak Kerjasama -> ditetapkan
sesuai dengan yang diatur dalam
kontrak yang berlaku
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT

Kep dirjen pajak no. Kep-


16/pj.6/1998
Semua usaha perorangan atau badan
hukum yang memiliki ijin usaha untuk:
• Menangkap atau membudidayakan
sumberdaya ikan, termasuk semua
jenis ikan dan biota perairan lainnya
serta
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT

• Kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan
ikan untuk tujuan komersial
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT

Terdiri dari:
• Areal penangkapan ikan, sebesar :
 10 x hasil bersih ikan dalam satu
tahun sebelum tahun pajak
berjalan
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT

• Areal pembudidayaan ikan,


sebesar :
 8 x hasil bersih ikan dalam satu
tahun sebelum tahun pajak
berjalan
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT

• Areal emplasemen dan areal


lainnya, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya
• Objek Pajak berupa bangunan
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
Semua usaha Perorangan atau Badan
Hukum yang memiliki ijin usaha untuk:
• Menangkap atau membudidayakan
sumberdaya ikan, termasuk semua
jenis ikan dan biota perairan lainnya
serta
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT

• Kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan
ikan untuk tujuan komersial
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT

Terdiri dari:
• Areal pembudidayaan ikan darat,
sebesar :
 nilai jual Objek Pajak berupa
tanah disekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya
ditambah standar biaya investasi
tambak menurut jenisnya.
NJOP –
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT

• Areal emplasemen dan areal


lainnya, sebesar :
 NJOP tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya.
• Objek Pajak berupa bangunan
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

Objek pajak yang memiliki jenis


kontruksi khusus baik di ditinjau dari
segi bentuk, material pembentuk
maupun keberadaannya memiliki arti
yang khusus seperti :
a. Jalan Tol;
b. Pelabuhan laut/sungai/udara;
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

c. Lapangan Golf;
d. Industri Semen/Pupuk;
e. PLTA, PLTU dan PLTG;
f. Pertambangan;
g. Tempat Rekreasi;
h. lain-lain yg sejenis
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

Besarnya NJOP atas Objek Pajak yang


bersifat khusus atau objek lainnya
dapat ditentukan berdasarkan
penilaian individual yang dilaksanakan
oleh pejabat fungsional penilai
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

• Hasil penilaian tersebut, wajib


dibuat laporan penilaian.
• Besarnya NJOP hasil penilaian
tersebut ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah DJP atas nama Men
Keu
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

Terdiri dari:
• Areal tanah, sebesar :
 NJOP berupa tanah disekitarnya
dengan penyesuaian
seperlunya.
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

• Areal perairan untuk kepentingan


pelabuhan, industri, lapangan golf
serta tempat rekreasi, sebesar :
 Nilai jual yang ditentukan
berdasarkan korelasi garis lurus
kesamping dengan klasifikasi
NJOP permukaan bumi berupa
tanah sekitarnya.
NJOP –
OBJEK PAJAK YG BERSIFAT
KHUSUS

• Areal perairan untuk kepentingan


Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
sebesar :
 10 x 10% dari Hasil bersih dalam
satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan.
• Objek Pajak berupa bangunan
TAHUN, SAAT & TEMPAT PAJAK
TERUTANG

• Tahun pajak
 Jangka waktu satu tahun
takwim (1 Jan – 31 Des)
• Saat yang menentukan pajak yang
terhutang
 Menurut keadaan obyek pajak
pada tanggal 1 Januari.
TAHUN, SAAT & TEMPAT PAJAK
TERUTANG

• Tempat terhutang
 Untuk daerah Jakarta, di wilayah
DKI Jakarta
 Untuk daerah lainnya, di wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II
atau Kotamadya Daerah Tingkat
II;
Pembayaran & PENAGIHAN PBB

• Jatuh Tempo Pembayaran PBB:


 SPPT : 6 Bulan sejak diterima SPPT
 STP : 1 bulan sejak diterima STP
 SKP : 1 bulan sejak diterima SKP
Pembayaran & PENAGIHAN PBB

• Tempat Pembayaran
 Bank atau Kantor Pos yang
tercantum di SPPT
- Sebagai bukti akan diberikan
Surat Tanda Terima Sementara
(STTS)
Pembayaran & PENAGIHAN PBB

 Petugas Pemungut PBB


Kelurahan/Desa yang di tunjuk
resmi
- Sebagai bukti akan diberikan
Tanda Terima Sementara
SKP

Kep Dirjen Pajak No. KEP-


16/PJ.6/1998
• SKP dalah Surat Keputusan Kepala
KPPBB/KPP Pratama yang
memberitahukan besarnya pajak yang
terutang termasuk denda
administrasi, kepada WP
SKP

• Dasar Penerbitan SKP:


 Jangka waktu penyampaian
SPOP
a. Tidak disampaikan kembali
dalam jangka waktu 30 hari dan
setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran
b. SKP = Pokok Pajak + Denda 25%
SKP

 Hasil pemeriksaan atau keterangan


lain yang ada:
a. Jumlah pajak terutang > jumlah
pajak yang dihitung
berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh WP
b. SKP = Pajak terutang + Denda
25%
SKP

c. Pajak Terutang : Selisih pajak


terutang antara hasil
pemeriksaan dan berdasarkan
SPOP yang disampaikan WP
Pajak Bumi dan Bangunan
dan Bea Materai
Bea Materai
Bea Materai
Bea Materai

“Undang-Undang Bea Materai


yang baru ini akan bermanfaat
sebagai salah satu perangkat
untuk mewujudkan perbaikan
kesejahteraan rakyat,
peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas, dan
perbaikan tata kelola Bea
Materai”.
Bea Materai

“Undang-Undang Bea Materai yang


baru ini akan menggantikan Undang-
Undang Bea Materai Nomor 13 Tahun
1985 yang telah berlaku selama 35
tahun dan belum pernah mengalami
perubahan.”
*https://pajak.go.id/id/artikel/uu-
bea-Materai-refleksi-keberpihakan-
kepada-umkm
Bea vs Pajak?

• Bea tidak perlu nomor ID


(objek+subjek)
• Pembayaran pendahulu
• Pembayaran tidak terikat waktu
• Dapat berkali-kali atau insidentil
Isu UU Bea Materai Lama

• Terminologi
 Dokumen eletronik
 Benda Materai
 PeMateraian Kemudian
Isu UU Bea Materai Lama

• Objek
 Positive list
 Surat Gadai
Isu UU Bea Materai Lama

• Tarif
 Tarif 6 kali (Rp1000,Rp500)
 Rasio Tahun 2000=1.063%
 Rasio tahun 2014=0.197%
Isu UU Bea Materai Lama

• Saat Terutang
 Terlalu umum
 Satu pihak dan >1 Pihak
Isu UU Bea Materai Lama

• Subjek
 Identifikasi subjek penanggung
 Belum mengatur pelimpahan
kepada Badan/Instansi lain
Isu UU Bea Materai Lama

• Daluwarsa
 Kurang memberikan kepastian
hukum
 Dokumen dibuat di LN >5 tahun
 Saat terutang vs Daluwarsa
Isu UU Bea Materai Lama

• Penegakan Hukum
 Sanksi Administrasi=Denda
 Sanksi Pidana-less deterrent
Isu UU Bea Materai Lama

Are there any other issues..? yes


Overview Bea Materai
Objek Bea Materai

Bea Materai adalah pajak atas


dokumen:
Sesuatu yang ditulis atau tulisan,
dalam bentuk tulisan tangan, cetakan
atau elektronik, yang dapat dipakai
sebagai alat bukti atau keterangan
(Pasal 1 ayat 2 UU BM)
Objek Bea Materai

Bea Materai dikenakan atas


• Dokumen yang dibuat sebagai alat
untuk menerangkan mengenai suatu
kejadian yang bersifat perdata;
• Dokumen yang digunakan sebagai
alat bukti di pengadilan
Objek Bea Materai

• Dokumen yang dibuat sebagai alat


untuk menerangkan mengenai suatu
kejadian yang bersifat perdata;
a. surat perjanjian, surat
keterangan, surat pernyataan,
atau surat lainnya yang sejenis,
beserta rangkapnya;
Objek Bea Materai

b. akta notaris beserta grosse,


salinan, dan kutipannya;
c. akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah beserta salinan dan
kutipannya;
d. Surat berharga dengan nama
dan dalam bentuk apa pun;
Objek Bea Materai

e. Dokumen transaksi surat


berharga, termasuk Dokumen
transaksi kontrak berjangka,
dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
Objek Bea Materai

f. Dokumen lelang yang berupa


kutipan risalah lelang, minuta
risalah lelang, salinan risalah
lelang, dan grosse risalah
lelang;
Objek +Tarif Bea Materai

Bea Materai adalah pajak atas


dokumen
Objek +Tarif Bea Materai

g. Dokumen yang menyatakan


jumlah uang dengan nominal
lebih dari Rp5.000.000 yang:
1. Menyebutkan jumlah
penerimaan uang; ATAU
2. Berisi pengakuan bahwa
utang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan.
Objek +Tarif Bea Materai
Materai tempel lama bagaimana? Hangus? tidak
Non-Objek Bea Materai

Bea Materai tidak dikenakan atas


Dokumen berupa
• Dokumen yang terkait lalu lintas
orang dan barang:
1. surat penyimpanan barang;
2. konosemen;
Non-Objek Bea Materai

3. surat angkutan penumpang


dan barang;
4. bukti untuk pengiriman dan
penerimaan barang;
5. surat pengiriman barang untuk
dijual atas tanggungan
pengirim;
Non-Objek Bea Materai

6. surat lainnya yang dapat


dipersamakan dengan surat
sebagaimana dimaksud pada
angka 1 s.d. angka 5;
Non-Objek Bea Materai

• Segala bentuk Ijazah


• Tanda terima pembayaran gaji,
uang tunggu, pensiun, uang
tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang berkaitan dengan hubungan
kerja, serta surat yang diserahkan
untuk mendapatkan pembayaran
dimaksud;
Non-Objek Bea Materai

• Tanda bukti penerimaan uang


negara dari kas negara, kas
pemerintah daerah, bank, dan
lembaga lainnya yang ditunjuk oleh
negara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
Non-Objek Bea Materai

• Kuitansi untuk semua jenis pajak


dan untuk penerimaan lainnya yang
dapat dipersamakan dengan itu yang
berasal dari kas negara, kas
pemerintahan daerah, bank, dan
lembaga lainnya yang ditunjuk
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Non-Objek Bea Materai

• Tanda penerimaan uang yang


dibuat untuk keperluan intern
organisasi;
Non-Objek Bea Materai

• Dokumen yang menyebutkan


simpanan uang atau surat berharga,
pembayaran uang simpanan kepada
penyimpan oleh bank, koperasi, dan
badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan
uang, atau pengeluaran surat
berharga oleh kustodian kepada
nasabah;
Non-Objek Bea Materai

• Surat gadai;
• Tanda pembagian keuntungan,
bunga, atau imbal hasil dari surat
berharga, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
Non-Objek Bea Materai

• Dokumen yang diterbitkan atau


dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam
rangka pelaksanaan kebijakan
moneter.
Kapan Terutang Bea Materai

Bea Materai terutang pada saat:


• Dokumen dibubuhi untuk tanda
tangan:
 Surat Perjanjian beserta
rangkapnya;
Kapan Terutang Bea Materai

 Akte Notaris Bersama grosse,


Salinan dan kutipannya;
 Akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah beserta Salinan dan
kutipannya.
Kapan Terutang Bea Materai

• Dokumen selesai dibuat


 Surat berharga dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
 Dokumen transaksi surat
berharga, termasuk dokumen
transaksi kontrak berjangka,
dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
Kapan Terutang Bea Materai

• Dokumen diserahkan kepada


pihak untuk disiapa Dokumen
tersebut dibuat
 Surat keterangan/pernyataan
atau surat lainnya yang sejenis,
beserta rangkapnya;
Kapan Terutang Bea Materai

 Dokumen lelang;
 Surat menyatakan jumlah uang.
Kapan Terutang Bea Materai

• Dokumen yang diajukan ke


Pengadilan sebagai alat bukti di
Pengadilan
• Dokumen yang digunakan di
Indonesia, untuk dokumen perdata
yang dibuat di luar negeri
Pihak Terutang Bea Materai

• Dokumen yang dibuat sepihak:


 Terutang olah pihak yang
menerima dokumen
Pihak Terutang Bea Materai

• Dokumen yang dibuat 2 pihak


atau lebih:
 Terutang oleh masing-masing
pihak atas dokumen yang
diterimanya
Kapan Terutang Bea Materai

• Surat berharga- Pihak yang


menerbitkan surat
• Dokumen bukti pengadilan- Pihak
yang mengajukan Dokumen
• Dokumen di buat di Luar Negeri-
Pihak yang menerima manfaat atas
Dokumen
Pemungut Bea Materai

Pemungutan Bea Materai yang


terutang atas Dokumen dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) dapat
dilakukan oleh pemungut Bea
Materai:
Ketentuan lanjutan mengenai
penetapan pemungut diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pemungut Bea Materai

Kewajiban Pemungut Bea Materai:


1. Memungut Bea Materai yang
terutang atas dokumen tertentu
dari Pihak Yang Terutang;
2. Menyetorkan Bea Materai ke Kas
Negara;
3. Melaporkan pemungutan dan
penyetoran Bea Materai ke KPP.
Bentuk Materai

Bea Materai Tempel


Ciri umum Materai tempel:
• Gambar lambang negara,
Garuda Pancasila
• Frasa “Materai TEMPEL”
• Angka yang menunjukkan
nominal
Bentuk Materai

*Selain ciri umum, Materai


mempunyai ciri khusus pengaman
pada desain, bahan, dan Teknik cetak
Bentuk Materai

Materai Bentuk Lain


Merupakan Materai yang
dibuat dengan menggunakan
mesin teraan Materai Digital,
system terkomputerisasi,
teknologi percetakan dan
sistem atau teknologi lainnya.
Bentuk Materai

Materai Elektronik
Merupakan Materai yang memiliki
kode unik dan keterangan tertentu
yang diatur dengan Peraturan Menteri
PeMateraian Kemudian

Dilakukan untuk:
• Dokumen yang Bea Materainya
tidak atau kurang dibayar
• Dokumen yang digunakan sebagai
alat bukti pengadilan
PeMateraian Kemudian

*pihak yang wajib membayar Bea


Materai melalui Pematerian kemudian
merupakan pihak yang terutang (reff.
Pasal 9 UU Bea Materai).
Fasilitas Bea Materai
Sanksi Administrasi

Pasal 11
Pemungut Bea Materai yang tidak
atau kurang dipungut dan/atau tidak
atau kurang disetor, ditambah sanksi
administrasi sebesar 100% dari Bea
Materai yang tidak atau kurang
dipungut dan/atau tidak atau kurang
disetor;
Sanksi Administrasi

Pasal 18
Bea Materai yang wajib dibayar
melalui PeMateraian Kemudian
adalah 100% dari Bea Materai yang
terutang.
Sanksi Pidana

Pasal 24
Pidana penjara paling lama 7 tahun
dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00:
Pasal 24

• Meniru atau memalsu Materai yang


dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia dengan maksud untuk
memakai atau meminta orang lain
memakai Materai tersebut sebagai
Materai asli, tidak dipalsu, atau sah;
Pasal 24

• Membuat Materai dengan


menggunakan cap asli secara
melawan hukum, termasuk membuat
Materai elektronik dan Materai dalam
bentuk lain, secara melawan hukum
Pasal 25

Setiap Orang yang memakai,


menjual, menawarkan,
menyerahkan, mempunyai
persediaan untuk dijual, atau
memasukkan ke wilayah NKRI:
 Materai yang dipalsu atau dibuat
secara melawan hukum seolah-olah
asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara
tidak melawan hukum; atau
Pasal 25

 Barang yang dibubuhi Materai,


seolah-olah barang tersebut asli,
tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak
melawan hukum.
Pasal 26

Dipidana dengan pidana penjara


paling lama 3 tahun atau pidana
denda paling banyak
Rp200.000.000,00
Pasal 26

 Setiap orang yang dengan sengaja


menghilangkan tanda,
menghilangkan ciri, atau memakai,
menjual, menawarkan untuk dijual,
atau memasukkan ke wilayah NKRI
seolah-olah Materai belum dipakai.
Ketentuan Peralihan

• Dokumen yang Bea


Materainya tidak atau
kurang dibayar yang dibuat
sebelum Undang-Undang
ini berlaku, Bea Materainya
tetap terutang dan dibayar
berdasarkan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun
1985 terutang Bea Materai
(UU Bea Materai lama).
Ketentuan Peralihan

• Materai tempel yang telah dicetak


berdasarkan UU Bea Materai lama
dan peraturan pelaksanaannya yang
masih tersisa, masih dapat digunakan
sampai dengan jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah Undang-Undang ini
(UU Baru) mulai berlaku dan tidak
dapat ditukarkan dengan uang atau
dalam bentuk apa pun
Ketentuan Peralihan

• Materai tempel yang digunakan


untuk melakukan pembayaran Bea
Materai yang terutang atas Dokumen
sebagaimana dimaksud di atas, dapat
digunakan dengan nilai total Materai
tempel yang dibubuhkan pada
Dokumen paling sedikit Rp9.000,00.
Rekapitulasi Perubahan

• Perluasan objek Bea Materai


 tidak hanya mencakup
Dokumen dalam bentuk kertas,
tetapi termasuk juga dokumen
dalam bentuk elektronik
Rekapitulasi Perubahan

• Penyesuaian tarif
 Tarif bea Materai menjadi satu
lapis tarif sebesar rp10.000,00
(sebelumnya dua lapis tarif yakni
rp3.000,00 dan rp.6.000,00)
Rekapitulasi Perubahan

• Batas nilai nominal Dokumen


dikenai Bea Materai
 Batas nilai nominal Dokumen
yang memuat jumlah uang yang
dikenai Bea Materai dilakukan
penyesuaian dari yang semula
Rp250.000,00 menjadi
Rp5.000.000,00.
Rekapitulasi Perubahan

• Penggunaan Materai Elektronik &


Materai bentuk lain
 Sebagai tindak lanjut dari
pengenaan Bea Materai atas
dokumen elektronik sehingga
pembayaran Bea Materai dapat
dilakukan secara lebih
sederhana dan efektif.
Rekapitulasi Perubahan

• Pemberian fasilitas
 Pemberian fasilitas dapat
diberikan berupa pembebasan
dari pengenaan Bea Materai
atas dokumen tertentu yang
diperlukan
Rekapitulasi Perubahan

• Pengaturan mengenai sanksi


 Memasukkan norma dan sanksi
baik sanksi administratif maupun
sanksi pidana. Ini bertujuan
untuk meningkatkan kepatuhan
BAHAN BACAAN
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
PAJAK DAERAH
Dasar hukum pajak daerah dan retribusi daerah adalah UU No 28 Tahun 2009
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan pajak daerah antara lain :
1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memilii batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah
dan pembangunan daerah.
3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organiasi sosial politik,
atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan
bentuk badan lainnya.
4. Subjek pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan
Pajak Daerah
5. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
kepentingan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang,
termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.

RETRIBUSI DAERAH
Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.

Jenis Retribusi Daerah


Jenis Retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Retribusi jasa umum
Retribusi jasa umum ditetapkan dengan PP kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
usaha atau retribusi perijinan tertentu
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi
c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagiorang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan
kemanfaatan umum
d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya
f. Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah
satu sumbrer p0endapatan daerah yang potensial; dan
g. Pemungutan retribusi memungkinkan enyediaan jasa tersebut dengan tingkat
dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik

Jenis-jenis retibusi jasa umum adalah :


a. Retribusi pelayanan kesehatan
b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
c. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akte catatan sipil
d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
f. Retribusi pelayanan pasar
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
i. Retribusi penggantian biaya cetak peta
j. Retribusi pengujian kapal perikanan

2. Retribusi jasa usaha


a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
umum atau Retribusi perijinan tertentu; dan
b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersil dan yang
seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau
terdapatnya harta yang dimiliki atau dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan
secara penuh oleh pemerintah daerah

Jenis retribusi jasa usaha :


a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
b. Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan
c. Retribusi tempt pelelangan
d. Retribusi terminal
e. Retribusi tempat khusus parkir
f. Retribusi tempat penginapan
g. Retribusi penyedotan kakus
h. Retribusi rumah potong hewan
i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
j. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga
k. Retribusi penyebrangan di atass air
l. Retribusi pengolahan limbah cair
m. Penjualan produksi daerah

3. Retribusi Perizinaan Tertentu


Retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan peraturan pemerintah kriteria-kriteria
sebagai berikut :
a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka asas desentralisasi
b. Perizinan tersebut benar-enar diperlukan guna melindungi kepentingan umum
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari
biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup
besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan

Jenis retribusi perizinan daerah tertentu adalah :


a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. c. Retribusi Izin Gangguan;
d. d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan

Objek Retribusi Daerah


Objek retribusi daerah terdiri dari :
1. jasa umum, yaitu berupaa pelayanan yang disediakan atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan
2. Jasa usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial
3. Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Subjek Retribusi Daerah


Subjek retribusi daerah adalah sebagai berikut :
1. Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan
2. retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah

Prinsip Dan Sasaran Penetapann Tarif Retribusi Daerah


1. Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan daerah dengan
mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan
2. Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan kepada tujuan untuk memeproleh
keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh
pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi kepaa harga
pasar
3. Retribusi Perizinan Tertentu, berdasarkan kepada tujuan untuk menutup
sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan

Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Dan Tata Cara Penghapusan Piutang
Retribusi Yang Kadaluwarsa
Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Penghapusan piutang retribusi daerah dan propinsi dan
piutang retribusi daerah Kabupaten/kota yang sudah kadaluwarsa dilakukan dengan
keputusan yang masing-masing ditetapkan oleh Gubernur dan bupati/Walikota. Tata cara
penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan pemerintah.

PERANAN PAJAK DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Pembangunan di bidang ekonomi khususnya agar dapat berjalan lancar diperlukan adanya
dana dan biaya sebagai faktor penunjang yaitu pajak daerah dan retribusi daerah dan dalam
pelaksanaannya sudah diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah. Untuk
membiayai otonomi daerah diperlukan dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah
PAD, dan hal tersebut telah diatur dalam UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan mengenai sumber dana otonomi daerah pada pasal 6 ayat 1 yaitu Pajak daerah dan
retribusi daerah sebagai komponen PAD. Hal ini menunjukkan Peran Pajak Daerah dan
retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah guna memantapkan otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah
Tingkat II.

Beberapa contoh pajak daerah


Pajak daerah dibagi menjadi dua bagian :

1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:


a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Tarif Pajak
Tarif pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air ditetapkan paling tinggi sebesar :
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 10%
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
sebesar 20%
3. Pajak Bahan Bakar kedaraan bermotor sebesar 10%
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan sebesar 10%
5. Pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok
6. Pajak hotel sebesar 10%
7. Pajak restoran sebesar 10%
8. Pajak hiburan sebesar 35%
9. Pajak reklame 25%
10. Pajak penerangan jalan sebesar 10%
11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebesar 25%
12. Pajak parkir sebesar 30%
13. Pajak air tanah sebesar 20%
14. Pajak Sarang burung Walet sebesar 10%
15. PBB perdesaan dan perkotaan sebesar 0,3%
16. BPHTB sebesar 5%
Mekanisme Pembayaran dan pelaporan pajak Daerah
1. Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
2. SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan
dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
3. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan
persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran,
penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan
pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD,


Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan
Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya
dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan pajak dengan Surat Paksa
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat


SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah.
 Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP,
adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan
data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.

SUBYEK, OBYEK, DAN PERHITUNGAN PBB, BPHTB DAN BEA MATERAI


PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Objek Pajak

1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan
bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan)
serta laut wilayah Republik Indonesia.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan.

2. Yang dimaksudkan dengan klasifikasi bumi dan abangunan adalah pengelompokan


bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta
untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang.

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan factor-faktor sebagai berikut:

• Letak

• Peruntukan

• Pemanfaatan

• Kondisi lingkungan dan lain-lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan factor-faktor sebagai berikut:

• Bahan yang digunakan

• Rekayasa

• Letak

• Kondisi lingkungan dan lain-lain

3. Pengecualian Objek Pajak

Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak
yang:

• Digunakan semata mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungan, antara lain:

a. Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara, pura.

b. Di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit.


c. Di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren.

d. Di bidang sosial, contoh : panti asuhan.

e. Di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.

• Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu.

• Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembangan yang dikuasai oleh desa dan tanah Negara yang belum
dibebani suatu hak.

• Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan


timbal balik.

• Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang


ditentukan oleh Menteri Keuangan.

4. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk menyelenggarakan pemerintahan,


penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Yang
dimaksud objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah. Pajak
Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya
merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan
fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Oleh
sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut
melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk
masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak
mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek
Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak Lainnya tetap dikenakan secara
penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

Subjek Pajak

1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi dan memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki,
menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti hak milik.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam no. 1 yang dikenakan kewaiban
membayar pajak menjadi wajib pajak.

3. Dalam hal diatas suatu objek apajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur
Jendral Pajak dapat menetapkan subjek apajak sebagaimana dimaksudkan dalam no.1
sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Diren Pajak
untuk menentukan subjek wajib apajak, apanila suatu objek apajak belum jelas wajib
pajaknya.

4. Subjek pajak yang ditetapkan ebagaimana dimaksud no.3 dapat memberikan


keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak bahwa ia bukan wajib pajak
terhadap objek pajak dimaksud.

5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui, maka Diektur
Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no. 3
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan yang dimaksud.

6. Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jendral Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.

7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dalam no. 4 Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan dianggap tidak disetujui. Apabila Direktur Jendral Pajak
tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan dari wajib pajak , maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan
sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib
pajak.

Perhitungan PBB
1. Tarif pajak adalah sebesar 0,5 %.
2. NJOP berdasarkan tabel yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak
3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak yang besarnya ditetapkan sebesar 20 % dan 40 %
(khusus untuk perumahan dengan NJOP Rp 1 miliar) dari NJOP.
Rumus untuk mengitung PBB adalah sebagai berikut : PBB = 0,5 % x NJKP

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PBB


1. Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
2. NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar. Apabila tidak terdapat transaksi secara wajar, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau
NJOP Pengganti.
3. Nilai jual sebagai DPP PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan
kelompok B (523/KMK.04/1998).
4. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Bagaimana Penjelasan dan Ketentuan Nilai Jual Kena Pajak (Undang-Undang Nomor 12
TAHUN 1994 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2002) ?

1. NJKP adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
2. Besarnya NJKP ditetapkan sebesar :
a. Obyek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh
persen ) dari Nilai jual Objek Pajak;
b. Objek pajak lainnya :
- Sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih;
- Sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Pajak Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan, adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan, adalah hak atas
tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan diatasnya.

Objek Pajak

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan meliputi:

1. Pemindahan hak karena:

• Jual-beli;

• Tukar-menukar;

• Hibah;

• Hibah wasiat;

• Waris;

• Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

• Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

• Penunjukan pembeli dalam lelang;


• Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai ketetapan hukum tetap;

• Penggabungan usaha;

• Peleburan usaha;

• Pemekaran usaha;

• Hadiah.

2. Pemberian hak baru karena:

• Kelanjutan pelepasan hak;

• Di luar pelepasan hak.

Tidak Termasuk Objek Pajak

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek yang diperoleh:

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelaksanaan pembangunan


guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan


Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lainnya di
luar fungis dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut;

4. Orang pribadi atau baan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;

5. Orang pribadi atau badan karena wakaf;

6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Subjek Pajak

Yang menjadi ubjek apajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan wajib membayar pajak menjadi Wajib
Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.

Dasar Pengenaan & Tarif Pajak


Dasar Pengenaan :
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.
2. Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada butir a dalam hal :
a. Jual beli adalah harga transaksi;
b. Tukar- menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
c. Hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
d. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
objek pajak tersebut;
e. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah nilai pasar objek
pajak tersebut;
f. Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam risalah lelang;
g. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
h. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar objek pajak tersebut;
i. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar objek
pajak tersebut.
3. Apabila Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud diatas tidak diketahui atau
lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang
dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud diatas
belum ditetapkan, Menteri keuangan dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek
Pajak Bumi dan Bangunan.
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional setinggi-
tingginya Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
6. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Pajak dikurangi
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
Besarnya tarif Pajak yang ditetapkan adalah sebesar 5%
BPHTB = Nilai Perolehan Objek Kena Pajak x Tarif
= (NPOP – NPOPTKP) x 5%

BEA MATERAI
Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 atau
disebut juga Undang-undang Bea Materai. Undang-unang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari
1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya telah dikeluarkan peraturan pemerintah
Nomor 7 tahun 1995 sebagaimana telah dirubah dengan peraturan pemerintah No. 24 Tahun
2000 tentang perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya batas Pengenaan Harga Nominal
yang dikenakan Bea Materai.
Prinsip Umum Pemungutan atau Pengenaan Bea Materai

1. Bea materai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas dokumen).

2. Satu dokumen hanya terutang satu Bea Materai.


3. Rangkap/tindasan (yang ikut ditandatangani) terutang Bea Materai sama dengan
aslinya.

Pengertian

1. Bea Materai adalah pajak atas dokumen.

2. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang
berkepentingan.

3. Benda materai adalah materai temple dan kertas materai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia.

4. Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya digunakan termasuk pula
paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya
sebagai pengganti tanda tangan.

5. Pemateraian kemudian adalah salah satu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan
oleh pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum
dilunasi sebagaimana mestinya.

6. Pejabat Pos adalah Pejabat PT Pos dan Giro yang diserah tugas melayani permintaan
pemateraian kemudian.

Tarif Bea Materai Rp 6.000,00 dikenakan atas Dokumen

• Surat perjanjian dan surat-surat lainya (antara lain: surat kuasa, surat hibah dan
surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata.

• Akta-akta notaries termasuk salinannya.

• Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT) termasuk rangkap-


rangkapnya.

• Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah):

1. Yang menyebabkan penerimaan uang.

2. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening


bank.
3. Yang berisi saldo pemeberian rekening di bank.

4. Yang berisi pengakuan bahwa utang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi
atau diperhitungkan.

• Surat-surat Berharga seperti: wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).

• Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).

• Dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka


pengadilan:

1. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumah tanggan.

2. Surat-surat semula yang tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya,


jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain, lain dari
maksud semula.

Tarif Bea Materai Rp. 3000,00 dikenakan atas dokumen

• Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah):

1. Yang menyebutkan penerimaan uang.

2. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening


bank.

3. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.

4. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah
dilunasi atau diperhitungkan.

• Surat-surat Berharaga seperti: wesel , promes, askep yang harga nominalnya lebih
dari Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).

• Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah).

• Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.


Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nominal tidak lebih dari Rp
250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), maka dokumen tersebut tidak terutang bea
materai.
KLASIFIKASI, PENGGOLONGAN, DAN KETENTUAN NILAI JUAL BANGUNAN
KELOMPOK A

KELAS PENGGOLONGANNILAI KETENTUANNILAI


JUAL BANGUNAN(Rp / M2) JUAL BUMI (Rp /
M2)

1 2 3

1. > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000


2. > 902.000 s/d 1.034.000 968.000
3. > 744.000 s/d 902.000 823.000
4. > 1.556.000 s/d 744.000 700.000
5. > 534.000 s/d 656.000 595.000
6. > 476.000 s/d 534.000 505.000
7. > 382.000 s/d 476.000 429.000
8. > 348.000 s/d 382.000 365.000
9. > 272.000 s/d 348.000 310.000
10 > 256.000 s/d 272.000 264.000
11 > 134.000 s/d 256.000 225.000
12 > 188.000 s/d 194.000 191.000
13 > 136.000 s/d 188.000 162.000
14 > 128.000 s/d 136.000 132.000
15 > 104.000 s/d 128.000 116.000
16 > 92.000 s/d 104.000 98.000
17 > 74.000 s/d 92.000 83.000
18 > 68.000 s/d 74.000 71.000
19 > 52.000 s/d 68.000 60.000
20 > 52.000 50.000

KLASIFIKASI, PENGGOLONGAN, DAN KETENTUAN NILAI JUAL BANGUNAN


KELOMPOK B

KELAS PENGGOLONGANNILAI KETENTUANNILAI


JUAL BANGUNAN(Rp / M2) JUAL BUMI(Rp /
M2)

2 3

1 > 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000


2 > 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
3 > 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
4 > 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
5 > 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
6 > 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
7 > 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
8 > 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
9 > 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
10 > 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
11 > 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
12 > 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
13 > 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
14 > 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
15 > 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
16 > 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
17 > 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
18 > 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
19 > 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
20 > 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000

CONTOH PERHITUNGAN PBB

Berikanlah contoh perhitungan PBB !

Contoh Perhitungan PBB :

Wajib Pajak A mempunyai obyek pajak berupa :

- Tanah seluas : 800 m2 dengan nilai jual Rp. 300.000,-/m2

- Bangunan : 400 m2 dengan nilai jual Rp. 350.000,-/m2

Berapakah besarnya pajak terhutang ?

Besarnya pajak terhutang dihitung sebagai berikut :

a. Nilai jual tanah Rp. 300.000,-/m2, jadi termasuk golongan NJOP bumi kelas 24 A
(yang NJOP per m2 antara Rp. 262.000,- s/d Rp. 308.000), atau menurut ketentuan
NJOP = Rp. 285.000,-/m2 atau jumlah NJOP bumi Rp. 228.000.000,-
b. Nilai jual bangunan rumah Rp 350.000,-/m2, jadi termasuk golongan NJOP
bangunan kelas 8 A (per m2-nya antara Rp. 348.000,- s/d Rp. 382.000,-), atau
menurut ketentuan NJOP = Rp. 365.000,-/m2 atau jumlah NJOP bangunan Rp.
146.000.000,-
c. Besarnya PBB terhutang adalah :
- NJOP Bumi Rp. 228.000.000,-
- NJOP Bangunan Rp. 146.000.000,-
Jumlah NJOP Rp. 374.000.000,-
- Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. 8.000.000,-
- NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp. 366.000.000,-
- Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) = 20 % x Rp. 366.000.000,- = Rp. 73.200.000,-
- PBB Terhutang : 0,5 % x Rp 73.200.000,- = Rp. 366.000,-

CONTOH PERHITUNGAN BPHTB


1) Wajib Pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 29 Maret 1998.
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp. 110.000.000,-
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. (30.000.000,-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp. 80.000.000,-


Pajak yang terhutang = 5% x Rp 80.000.000,- Rp. 4.000.000,-

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 1998, ternyata
ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukkan bahwa Nilai Perolehan Objek
Pajak sebenarnya adalah Rp. 160.000.000.-, maka pajak yang seharusnya terhutang adalah
sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp. 160.000.000,-
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. (30.000.000,-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp. 130.000.000,-


Pajak yang seharusnya terhutang =
5 % X Rp 130.000.000.- Rp. 6.500.000,-
Pajak yang telah dibayar Rp. (4.000.000,-)

Pajak yang kurang dibayar Rp. 2.500.000,-

Sanksi administrasi berupa bunga dari 29 Maret 1998 sampai dengan 30 Desember
1998 = 10 x 2% x Rp 2.500.000,- = Rp 500.000,-
Jadi jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp 2.500.000,- + Rp 500.000,- = Rp
3.000.000,-

2) Pada tahun pajak 2003,dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain diperoleh data baru
bahwa nilai perolehan objek pajak sebagaimana tersebut dalam penjelasan (butir b) ternyata
adalah sebesar Rp 200.000.000,-, maka pajak yang seharusnya terhutang adalah sebagai
berikut :

Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 200.000.000,-


Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,-

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp 170.000.000,-

Pajak yang seharusnya terhutang =


5% x Rp 170.000.000,- Rp 8.500.000,-
Pajak yang telah dibayar Rp (6.500.000,-)
Pajak yang kurang dibayar Rp. 2.000.000,-
Sanksi administrasi berupa kenaikan =
100% x Rp 2.000.000,- Rp. 2.000.000,-

Jadi jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp 2.000.000,- + Rp 2.000.000,- = Rp


4.000.000,-.

3). Contoh pengenaan sanksl admlnistrasi berupa bunga atas STB yang diterbitkan karena :
a. pajak terhutang tidak atau kurang dibayar.
b. pemeriksaan STB yang menghasilkan pajak kurang bayar karena terdapat salah tulis atau
salah hitung .
1) Pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar
Dari perolehan tanah dan bangunan pada tanggal 21 September 1998, Wajib Pajak
ABC terhutang pajak sebesar Rp 5.000.000,-. Pada saat terjadinya perolehan tersebut,
pajak dibayar sebesar Rp 4.000.000,-. Atas kekurangan pajak tersebut diterbitkan
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tanggal 23 Desember
1998 dengan perhitungan sebagai berikut :
Kekurangan bayar Rp 1.000.000,-
Bunga = 4 x 2% x Rp 1.000.000,- Rp 80.000,-

Jumlah Rp 1.080.000,-

Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Rp 1.080.000,-.
2). Hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan
Wajib Pajak XYZ memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 18 Juni 1998.
Berdasarkan pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
yang disampaikan Wajib Pajak XYZ, ternyata terdapat salah hitung yang
menyebabkan pajak kurang dibayar sebesar Rp 1.500.000,-. Atas kekurangan pajak
tersebut diterbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada
tanggal 23 September 1998 dengan perhitungan sebagai berikut :
Kekurangan bayar Rp 1.500.000,-
Bunga = 4 x 2% x Rp.1.500.000.- = Rp 120.000,-

Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Rp 1.620.000,-.

Anda mungkin juga menyukai