LAPORAN 2 - Kelompok 12
LAPORAN 2 - Kelompok 12
URINALISIS
Kelompok 12
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
PENDAHULUAN
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam satu hari, manusia
dan hewan mengeluarkan urin sampai beberapa kali (Utomo et al. 2010). Secara
garis besar ada tiga proses dalam pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus,
reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Pada manusia sehat sekitar 1200 mL darah
melalui jaringan ekskresi ginjal yang berfungsi setiap menit, dan membentuk
sekitar 125 mL filtrat glomerulus. (Panjaitan dan Bintang 2014).
Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang
bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Filtrasi adalah proses
penyaringan darah yang mengandung zat-zat sisa metabolisme yang dapat
menjadi racun dalam tubuh. Proses filtrasi (ultrafiltrasi) terjadi pada glomerulus.
Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen
sehingga terjadi penyerapan darah. Setiap menit kira-kira 1.200 ml darah masuk
ke dalam glomerulus. Setelah urine primer disimpan sementara dlam kapsula
Bowman, mereka kemudian akan menuju saluran pengumpul (Sumarlin et al.
2009). Selanjutnya, proses penyerapan kembali sebagian besar terhadap glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Proses ini terjadi seara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsorpsi dan terjadi pada tubulus atas. Dalam tubulus
ginjal cairan filtrasi dipekatkan dan zat yang penting bagi tubuh direabsorpsi.
Kegiatan ini banyak dipengaruhi oleh hormon-hormon dan zat yang di reabsorpsi
berubah sesuai dengan keperluan tubuh setiap saat (Panjaitan dan Bintang 2014).
Proses ini terjadi di tubulus kontrortus distal dan juga di saluran
pengumpul. Pada bagian ini terjadi proses pengumpulan cairan dari proses
sebelumnya. Pada bagian ini juga masih terjadi penyerapan ion natrium, klorida
serta urea. Cairan yang dihasilkansudah berupa urine sesungguhnya, kemudian
disalurkan ke ringga ginjal. Selanjutnya urine ini akan terkumpul di rongga ginjal
dibuang keluar tubuh melalui ureter, kandung kemih dan uretra. Proses
pengeluaran urine disebabkan oleh adanya tekanan di dalam kandung kemih
(Sumarlin et al. 2009). Faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur,
berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan
aktivitas orang yang bersangkutan (Panjaitan dan Bintang 2014). Praktikum ini
bertujuan mengenal berbagai macam pengujian terhadap urin dan hubungannya
dengan diagnosis suatu penyakit atau kondisi/fungsi organ tertentu, memahami
prinsip-prinsip biokimia pada pengujian urinalisis, dan mengetahui dan melihat
video berbagai macam pengujian urinalisis.
METODE
Bahan yang digunakan, yaitu urin, asam asetat 6%, pereaksi Bang, asam
sulfosalisilat 25%, pereaksi Benedict, kristal amonium sulfat, amonia pekat,
natrium nitropusida 5%, larutan Benzidin, pereaksi Diazo, dan Zn-asetat jenuh
beralkohol.
Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah gelas piala, pipet mohr,
bulb, pipet tetes, labu Erlenmeyer, gelas ukur, urinometer, penangas, kertas
saring, bunsen, gegep, sudip, dan indikator pH universal.
Prosedur Percobaan
Pemeriksaan Visual dan Fisik. Warna dan bau sampel urin diamati,
kemudian berat jenis sampel urin diukur menggunakan urinometer. Bila urin
berbuih digunakan kertas saring untuk menghilangkan buih tersebut, dan
diperhatikan lupa faktor koreksi suhu. BJ dalam tiga angka desimal. Hitunglah
kadar padatan urin dengan cara: kalikan dua angka terakhir BJ urin (dua desimal
terakhir) dengan Koefisien Long (2,6), maka akan diperoleh kadar padatan dalam
gram per 1000 mL urin. Kadar ini hanya perkiraan kasar.
Contoh :
BJ urin = 1,025
Dua desimal terakhir = 25
Maka kadar padatan = 25 X 2,6 = 56 gram/1000 mL.
pH urin diukur dengan indikator pH universal B.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data pada Tabel 1, sampel urin yang diuji memiliki warna
kuning pucat dan transparansi yang cukup jelas. Sesuai dengan literatur Firdausa
et al. (2018) yang sudah disebutkan di atas, sampel yang diuji merupakan urin
yang normal. Uji Rothera merupakan uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan aseton atau asetoasetat di dalam urin. Prinsip uji ini adalah
pembentukan cincin ungu akibat reaksi antara natrium nitroprusid dan aseton atau
asetoasetat (Killander et al. 1962). Berdasarkan data pada Tabel 1, hasil uji pada
sampel urin menunjukkan terbentuknya cincin ungu. Sesuai dengan literatur
Killander et al. (1962) yang sudah disebutkan sebelumnya, sampel urin positif
mengandung aseton atau asetoasetat. Pada uji ini, digunakan bubuk ammonium
sulfat yang berfungsi untuk mengasamkan sampel (Santhi et al. 2016).
Uji Schlesinger merupakan uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan urobilin di dalam urin. Prinsip uji ini adalah pembentukan warna hijau
flouresens akibat reaksi antara pereaksi Schlesinger dengan urobilin, hasil
oksidasi dari urobilinogen. Pada uji ini digunakan lugol untuk mengoksidasi
urobulinogen menjadi urobilin (Nauman dan Hans 1947). Berdasarkan data pada
Tabel 1, hasil uji pada sampel urin menunjukkan terbentuknya warna hijau
flouresens. Sesuai dengan literatur Nauman dan Hans (1947) yang sudah
disebutkan sebelumnya, sampel urin positif mengandung urobilin. Uji asam
sulfosalisilat merupakan uji yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan
protein di dalam urin. Prinsip uji ini berdasarkan pada tingkat kekeruhan sampel
akibat reaksi antara asam sulfosalisilat dan protein (Sernita dan Firdayanti 2016).
Berdasarkan data pada Tabel 1, hasil uji pada sampel urin menunjukkan
kekeruhan yang menandakan sampel mengandung protein.
Uji Nessler merupakan uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan amonium di dalam urin. Prinsip metode ini berdasarkan pada
pembentukan endapan kuning coklat akibat reaksi antara pereaksi Nessler dengan
ammonium dalam larutan basa (Zhao et al. 2019). Berdasarkan data pada Tabel 1,
hasil uji pada sampel urin menunjukkan terbentuknya endapan coklat. Sesuai
dengan literatur Zhao et al. (2019) yang sudah disebutkan sebelumnya, sampel
urin positif mengandung amonium. Uji benzidin merupakan uji yang digunakan
untuk mengidentifikasi keberadaan darah di dalam urin. Prinsip uji ini
berdasarkan pada perubahan warna indikator akibat reaksi oksidasi chromogen
(benzidin) yang mengindikasi adanya porfirin besi atau heme (Mengko dan Tuda
2016). Berdasarkan data pada Tabel 1, hasil uji pada sampel urin menunjukkan
terbentuknya warna hijau kebiruan yang menandakan sampel mengandung darah.
Pemerikasaan urin secara reaksi biokimia, disebut strip tes urine dan banyak
digunakan di laboratorium klinik. Strip tes ruine juga dapat digunakan sebagao
metode diagnostik. Dalamn penggunaan yang mudah dan cepat, menghasilkan
inforamsi dan dapat sebagai diagnosa. pemeriksaan berat jenis pH, glukosa,
protein, darah, keton, bilirubin, urobilinogen, nitrit dan leukosit esterase.
Dalam pemakaian dianjukran untuk nhati-hati. Dalam penyimpaanan juga
lingkunagan tidak lembab, tidak terkemnan uap,dingin dan sinar matahari (Ronald
Richard 2002). Urine terus-menerus bersifat asam dapat terjadi pada asidosis
metabolik atau respiratorik dan pada pireksia (demam). Sedangkan urine terus
menerus bersifat basa menyatakan adanya infeksi pada saluran kemih oleh
organisme yang menguraikan urea. Urine yang bersifat basajuga terjadi pada
asidosis tubulus ginjal (penyakit ginjal dengan bikarbonat yang tidak dapat di
konversi), pada kekurangan kalium, pada sindrom fanconi (penyakit ginjal dengan
eksresi ammonia yang kurang baik (Mustopa 2016). Data sekunder uji strip ada
pada Tabel 2.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Firdausa S, Pranawa, Suryantoro SD. 2018. Arti klinis urinalisis pada penyakit
ginjal. J. Ked. N. Med. 1(1): 34-43.
Killander J. Sjolin S, Zaar R. 1962. Rapid tests for ketonuria: a comparative study.
Scandinavian Journal of Clinical and Laboratory Investigation. 14(3):
311-314.
Mengko S, Tuda JSB. 2016. Deteksi porfirin besi pada pakan darah nyamuk liar
antropofilik menggunakan uji benzidine. Jurnal e-Biomedik. 4(2): 1-7.
Mustopa Fl. 2016. Gambaran hasil pemeriksaan urinalisi pada penderita nefropati
diabetik di RSUD Abdul Moeloek Vandar Lampung tahun 2015. Jurnal
Medika Malahayati. 3(3):111-116
Naid T, Mangerangi F, Almahdaly H. 2014. Pengaruh penundaan waktu terhadap
urinalisis sedimen urin. As-Syifa Jurnal Farams. 6(2):212-219
Naumann MD, Hans N. 1947. Schlesinger’s test for urobilin in the presence of
riboflavin and other fluorescent compounds. The Journal of Laboratory
and Clinical Medicine. 32(12): 1503-1507.
Nuraini DF, Puspita E. 2018. Gambaran hasil pemeriksaan bilirubin total pada
pasien hepatitis. Jurnal Insan Cendekia. 4(1):56-60.
Panjaitan RGP, Bintang M. 2014. Peningkatan Kandungan Kalium Urin Setelah
Pemberian Ekstrak Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola). J
Veteriner. 15(1): 108-113.
Santhi D, Dewi R, Santa. 2016. Kimia Klinik. Denpasar (ID): Fakultas Kedokteran
Universitas Undayana.
Sernita, Firdayanti. 2016. Variasi konsentrasi cuka dapur sebagai alternatif
pengganti asam asetat glasial 6% pada pemeriksaan proteinuria pada ibu
hamil di Puskesmas Lepo Lepo Kota Kendari. PKP. 1(1): 23-31.
Sumarlin LO, Muharam S, Vitaria A. 2009. Pemerangkapan ammonium (NH4+)
dari urine dengan zeolit pada berbagai variasi konsentrasi urine. JFST.
110-117.
Sharp M, Corp . 2011. Urinalysis. USA: Kenilworth
Uliyah M. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Jakarta(ID): Salemba
Medika.
Utomo PM, Widjajayanti E, Budiasih KS. 2010. Adsorpsi nitrogen dari urin
dengan zeolit. J Penelitian Saintek.15(1): 29-28.
Zhao Y. Shi R, Bian X, Zhou C, Zhao Y, Zhang S, Wu F, Waterhouse GIN, Wu
LZ, Tung CH, Zhang T. 2019. Ammonium detection methods in
photocatalytic and electrocatalytic experiment: how to improve the
reability of NH3 production rates. Adv. Sci. 6: 1-9.