Anda di halaman 1dari 3

Kisah Ikan

Ramadhan 2 tahun yang lalu, saya pernah berkunjung di


Masjid di kampus ITS Surabaya. Dari sana, saya
mendengarkan seorang aktivis dari jurusan Teknik
Statistika (kalo ndak salah). Lebih kurang begini
ceritanya.
Dahulu kala ada seorang yang kaya raya yang memelihar
seekor ikan kecil di akuariumnya. Ikan kecil itu tinggal
biasa saja, dan damai tercukupi. Sampai suatu saat sang
tuannya, membeli seekor ikan lain. Ikan ini lebih besar
dari ikan sebelumnya, yang setiap saat, bila kelaparan, ia
pasti akan memangsa ikan kecil itu.
Sang ikan kecil tentu saja ketakutan, menyadari bila suatu
saat sang tuannya pergi, dan ikan besar itu kelaparan,
maka ia pasti akan dimangsanya. Ia lebih ketakutan lagi
ketika ikan besar itu dimasukkan satu akuarium dengan ikan
kecil tadi.
Si ikan besar pun juga berpikiran sama, "Kelak jika suatu
saat aku kelaparan, ikan kecil itu bisa jadi makanan
tambahan bagiku, he..he...!!"
Satu hal yang tidak diketahui oleh kedua ikan tersebut
bahwa Tuannya telah memasang sekat dari kaca transparan.
Sehingga kedua ikan tersebut menyangka kedua-duanya bisa
saling kontak.(Kacanya dibersihin pakai "Cling" pembersih
kaca, so semakin g kelihatan)
Hingga suatu hari, si ikan besar benar-benar kelaparan. Ia
berniat memangsa si ikan kecil. Si ikan kecil yang sangat
ketakutan pun menjadi semakin takut. Ia pun diam di sudut
akuarium. Si ikan besar pun berancang-ancang untuk
menyergap si ikan kecil. Siap-siap, wuss.. duenk.!!, si
ikan besar membentur kaca pembatas.
Si ikan besar bingung, "Waduh ada apa ini?, kok ndak bisa,
ah coba lagi ah, kali aja tadi agak keram", dan si ikan
besar pun mencoba lagi. Kali ini dia mengambil ancangancang
dari posisi agak jauh. Lalu wuess, si ikan besar
melesat dengan cepat, dan Bruak..!! si ikan besar menabrak
dinding pembatas sekali lagi. Kali ini tabrakannya
menyebabkan dirinya sedikit sakit. "Aduh kok ndak bisa
lagi. Aduh jangan-jangan si ikan kecil itu sakti., Ah
nggak mungkin coba lagi ah..!!".
Si ikan kecil yang diam di sudut akuarium pun semakin
kalut. "Aduh, kenapa ya, kok ndak segera dimakan". Ia
menjadi semakin takut.
Si ikan besar yang khawatir bahwa ikan kecil itu sakti,
akhirnya memutuskan untuk mencoba yang terakhir kalinya.
Sambil agak-agak takut juga, ia pun mengambil posisi
ancang-ancang lebih jauh lagi. Lalu Wuuss, ia melaju
seperti sebuah rudal Scud dan lagi-lagi,
"GeduBraak..!!!!". Si ikan besar menghempas kaca pembatas.
Saking kerasnya benturan, sampai-sampai si ikan besar
tersebut hampir pingsan. (emang ikan bisa pingsan?).
Akhirnya kedua ikan tersebut menemukan keyakinannya
sendiri-sendiri.
Si ikan besar menganggap bahwa ikan kecil tersebut
mempunyai kesaktian, sehingga si ikan besar tidak pernah
bisa memakannya. Dan bisa-bisa, si ikan kecil tadi dengan
kesaktiannya, akan balik memangsa si ikan besar. Ia
menjadi ketakutan.
Si ikan kecil pun juga merasa sangat sedih. Ia pun masih
merasa ketakutan bahwa suatu saat si ikan besar akan
memakannya. Hanya soal menunggu waktu.
Demikianlah, kedua ikan itu tetap pada keyakinannya masingmasing.
Walaupun suatu hari sang tuannya, mengambil kaca
pembatas, kedua ikan tersebut tak pernah berlalu.. Saking
takutnya, kedua ikan tersebut tidak mau makan sesuatu
apapun, Sehingga jatuh sakit, dan akhirnya kedua-duanya
mati ketakutan dalam keyakinannya masing-masing.
Saudaraku, manakah kita, si ikan kecilkah yang terlalu
takut menghadapi kematiannya, ataukah si ikan besar yang
terlalu mudah menyerah dan terlalu mudah menyimpulkan.
Atau bukan kedua-duanya.
Inilah efek dari keyakinan mendalam, yang kita sebut
dengan iman. Namun efek dari Iman di dalam Islam, adalah
Ketakutan disertai Kecintaan kepada sang Pencitanya, dan
Keberanian dalam menegakkan Islam di muka bumi ini.
Yang dengan iman ini, seorang Ali yang masih 9 tahun, mau
untuk menggantikan Rasulullah, di tempat tidur, sehingga
sewaktu-waktu bisa dibunuh oleh kaum Kafir Quraisy.
Saudaraku, takutlah kepada Allah, dan beranilah dalam
menghadapi semua manusia, selama anda yakin berada dalam
pihak yang benar.
Di balik semua itu, jika kita adalah Ikan Besar, tidaklah
pantas kita berhenti menyerah dan terlalu mudah
menyimpulkan. Karena ketika sekat itu lepas, maka kita
dengan mudah mampu meraih si ikan kecil.
Namun jika kita adalah ikan kecil, bukanlah ketakutan yang
harus ada dalam diri kita, melainkan proses pembelajaran,
kenapa, mengapa, lalu bagaimana yang dilakukan dan
ketidakberhasilan si ikan besar. Sehingga si ikan kecil,
suatu saat, mampu mempersiapkan dirinya, (dengan membuat
barikade misal), agar suatu saat jika sekat itu dilepas,
ia tidak akan pernah termakan.
Sehingga ketakutan terhadap makhluk, bukanlah pilihan,
Keberanian dalam kebenaran adalah modal terpenting. Karena
kita Tahu, tidak ada sesuatu yang terjadi di alam semesta
ini, Jika Allah tidak menghendakinya.
Barangkali ada nasehat lain buat si ikan besar atau ikan
kecil??

Anda mungkin juga menyukai