Anda di halaman 1dari 17

PAPER

PENGENDALIAN VEKTOR LALAT

(Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengendalian Vektor dan Rodent Kelas B)

Dosen Pengampu :

Ellyke, SKM.,M.KL

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Fazila Apriyasha 212110101058

Nabila Farina 212110101084

Muhammad Azirul Afif Alvianto 212110101086

Nadia Nur Sadiyah 212110101089

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2023
A. Definisi Lalat

Kingdom : Animalia

Philum : Arthopoda

Class : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Muscidae, Sarcophagidae, Chaliporidae 8

Lalat adalah salah satu jenis dari serangga yang berordo Diptera, dengan jumlah
lebih dari 116.000 jenis spesies di seluruh dunia. Lalat dengan ordo Diptera paling banyak
dijumpai di Indonesia yakni Subordo Cyclorrapha yang mempunyai ciri – ciri yaitu
antena aristaform, memiliki 1 segmen palpus dan 3 segmen arista. Dalam siklus hidupnya
lalat berawal dari telur hingga menjadi lalat dewasa memerlukan waktu kurang lebih 8
sampai 10 hari dengan intensitas suhu yakni 300C. Oleh karena pada daerah beriklim
tropis lalat akan lebih cepat untuk berkembang biak, hal ini yang menjadikan alasan lalat
dapat berkembang biak secara cepat di Indonesia, karena Indonesia termasuk ke dalam
wilayah yang beriklim tropis (Sukmawati et al., 2019).

Lalat adalah salah satu jenis insekta yang lebih aktif bergerak menggunakan sayap
daripada kakinya. Keberadaan lalat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup
penting. Lalat masuk dalam kategori vektor mekanis (mechanical transport). Hal ini
dikarenakan lalat dapat menyebarkan bakteri yang menempel pada seluruh bagian
tubuhnya menuju makanan yang dihinggapinya. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam
daerah jelajah lalat yang sangat luas. Pada wilayah pemukiman banyak ditemukan
beberapa spesies jenis lalat yakni lalat hijau, lalat rumah, lalat kandang dan masih banyak
lagi. Sebagian besar penyakit yang diakibatkan oleh makanan yang terkontaminasi bakteri
mikroba patogen di antaranya adalah diare, kolera, disentri, dan juga tifus.

1
B. Jenis – Jenis Lalat
Berdasarkan jenis – jenis spesiesnya lalat mempunyai beberapa jenis spesies,
terutama yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kesehatan yakni : lalat hijau
(Phenisial), lalat rumah (Muscadomestica), lalat daging (Sarchopaga), dan juga lalat
kandang (Stomoxys calcitrans). Berikut adalah ciri – ciri dari sebagian jenis spesies
lalat yang berpengaruh dalam kesehatan (Engel, 2014) :

1. Lalat Rumah (Muscadomestica)


a. Termasuk ke dalam famili Muscidae.
b. Mempunyai ukuran sedang dengan panjang 6-8 mm.
c. Mempunyai antena yang terbagi menjadi 3 ruas
d. Matanya majemuk kompleks.
e. Mulut atau proboscis disesuaikan khusus untuk menjilat dan makanan
yang berupa cairan.
f. Rongga dada dengan 4 garis memanjang gelap berwarna abu – abu.
g. Perut yang berwarna kuning ditutupi oleh rambut kecil sebagai pengecap.
h. Mempunyai vena 4 yang melengkung tajam pada bagian sayapnya.
i. Biasanya tertarik pada warna terang.
j. Dapat hidup pada suhu 300C dengan kelembapan yang tinggi.
2. Lalat Hijau (Phenisia)
a. Termasuk ke dalam famili Calliphoridae
b. Warna tubuh yang hijau, abu – abu dengan abdomen yang gelap
c. Ukuran panjang lalat jantan 8 mm
d. Mempunyai mata yang besar
e. Berkembang biak di bahan yang cair ataupun semi cair yang berasal dari
hewan.
f. Biasanya membawa telur cacing (Ascaris lumbriocoides, Trichuris
trichiura, dan cacing kait) yang disimpan ataupun dibawa pada bagian luar
tubuhnya dan juga pada lambung lalat hijau itu sendiri.

2
3. Lalat Kandang (Stomoxys calcitrans)
a. Bentuknya menyerupai lalat rumah tetapi berbeda pada struktur mulutnya
(proboscis) meruncing untuk menusuk dan menghisap darah,
b. Penghisap darah ternak yang dapat menurunkan produksi susu. Kadang
menyerang manusia dengan menggigit pada daerah lutut atau kaki bagian
bawah,
c. Dewasa ukuran panjang 5-7 mm,
d. Thoraksnya terdapat garis gelap yang diantaranya berwarna terang
4. Lalat Daging (Sarcophaga spp)
a. Termasuk dalam famili Sarcophagidae
b. Berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm
panjangnya,
c. Mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya
mempunyai corak seperti papan catur,
d. Bersifat viviparous dan mengeluarkan larva hidup pada tempat
perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayuran yang
sedang membusuk,
e. Lambungnya mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides dan cacing
cambuk”
5. Lalat Buah (Drosophila)
a. Panjangnya 3mm
b. Berwarna kuning-coklat atau belang-belang
c. Mata berwarna merah terang
d. Menginfestasi buah atau berkerumun di sekitar sisa fermentasi yang
ditemukan di pub, kebun buah, lahan sayuran dan pabrik

3
C. Morfologi Lalat
Secara umum morfologi lalat terdiri dari 3 bagian yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Bagian pertama yaitu kepala, terdiri atas sepasang mata majemuk, sepasang
antena pendek terdiri dari tiga ruas dan arista, serta mulut yang terdiri dari labrum,
labium, mandibula, dan rahang atas. Mata lalat jantan biasanya berukuran lebih besar
dan berdekatan, sedangkan mata lalat betina memiliki celah dan jarak yang terpisah
(Lengkong & Rante, 2019). Bagian kedua dari tubuh lalat adalah toraks. Toraks sendiri
terdiri dari prescutum, scutum, dan scutellum. Pada bagian toraks terdapat tiga pasang
kaki, sepasang sayap dan halter yang berfungsi sebagai alat keseimbangan. Pada
bagian abdomen, secara umum ukuran tubuh lalat betina lebih besar dibandingkan
dengan tubuh lalat jantan.
D. Siklus Hidup Lalat
Lalat memiliki siklus hidup atau metamorfosis yang lengkap, mulai dari telur,
larva, pupa, hingga dewasa. Biasanya lalat membutuhkan waktu 7-22 hari untuk
bereproduksi, tergantung dari faktor lingkungan tempat mereka datang (Suharsono &
Nuryadin, 2019).
a. Telur
Telur lalat berbentuk oval, berwarna putih. Lalat dewasa bertelur dan
menyimpannya di tempat lembab yang mengandung bahan organik yang mudah
rusak dan jauh dari sinar matahari langsung. Lalat betina mampu bertelur hingga
2000 telur seumur hidupnya, telur tersebut menetas 8-30 jam setelah mereka
“lahir”.
b. Larva
Larva lalat memiliki kemampuan untuk mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan ke-3. Larva ke-1 panjangnya 2mm, berwarna putih dan
membutuhkan waktu 1-4 hari untuk menjadi larva ke-2. Larva yang berukuran
dua kali lipat dari ukuran sebelumnya dan setelah satu beberapa hari menjadi larva
berumur 3 tahun. Pada umur 3 tahun, larva berukuran 12 mm atau lebih dengan
jangka waktu 3 sampai 9 hari, kemudian menjadi kepompong.

4
c. Pupa
Setelah lama hidup dalam stadium larva, lalat akan menjadi pupa dan
berkembang biak selama 3-9 hari pada suhu sekitar 30-35 derajat Celcius sebelum
menjadi dewasa.
d. Lalat dewasa
Setelah menjadi pupa, lalat akan berkembang biak menjadi dewasa yang
siap mencari makan sendiri dengan cara berpindah dari makanan ke makanan dan
dari satu tempat ke tempat lain. Lalat dewasa akan berubah menjadi vektor
penyakit dengan berpindah dari satu makanan ke makanan lain yang membawa
penyakit. Umur lalat dewasa adalah sekitar 2 sampai 4 minggu sebelum pemijahan
dan pemijahan menghasilkan telur lagi.

E. Behavior Vektor Lalat


Berikut merupakan behavior vektor lalat (Ns. Febry Handiny et al., 2020).
a. Ketahanan Hidup
Lalat memiliki siklus hidup yang terdiri atas empat tahapan diantaranya
telur, larva, pupa, dan lalat dewasa. Telur yang dihasilkan oleh lalat dewasa
memiliki bentuk oval dengan warna putih. Perkembangan telur menjadi larva
dapat terjadi di feses yang lembab kemudian akan menuju daerah kering untuk
berubah menjadi pupa. Dalam kondisi optimal yang cocok untuk lalat berkembang
biak, satu siklusnya hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dengan usia hidup
lalat dewasa selama 15-25 hari. Seekor lalat betina dapat menghasilkan telur
sebanyak 500 butir dalam kurun waktu 3-4 hari. Dengan kemampuan
menghasilarkan telur tersebut, sepasang lalat dapat memiliki keturunan yang
sangat banyak, hal tersebut tentunya dapat menjadi ancaman tersendiri .
Sebagian besar lalat memiliki kebiasaan hidup berpindah dari satu kotoran
ke kotoran lain kemudian menghinggapi makanan dan mengkontaminasinya.
Kebiasaan tersebut membuat lalat dijadikan sebagai vektor utama foodborne
disease yang dapat menyebarkan jamur, virus, parasite, serta bakteri. Kebiasaan
ini berdasarkan pada sifat lalat yang seringkali memakan kotoran dan bahan
organik lain, serta lalat memiliki kemampuan beradaptasi dan dapat hidup

5
berdampingan bersama manusia hingga dapat memasuki rumah (synanthropic dan
endoplhilic).
Lalat memiliki perilaku memakan bahan organik yang terdapat pada
kotoran hewan, manusia, dan sampah organik lainnya yang menjadi tahap awal
pencemaran oleh lalat. Kebiasaan lainnya yang dimiliki oleh lalat yaitu muntah
dan defekasi di tempat-tempat yang mereka hinggapi. Bakteri yang ikut termakan
oleh lalat dapat berkembang di dalam tubuhnya dan menjadi sumber kontaminasi
yang nantinya akan dikeluarkan melalui kotoran dan muntahan lalat. Peningkatan
jumlah lalat biasanya memiliki korelasi dengan jumlah kasus penyakit menular
yang ditularkan melalui makanan.
Sistem imun lalat memengaruhi kemampuan bakteri untuk berkembang
biak di dalam tubuhnya. Terdapat 31-33 Clostrium jejuni yang diinformasikan
mengalami penyusutan koloni pada lalat pupa setelah satu hari yang diikuti
peningkatan beberapa zat antimikroba di dalam tubuh pupa. Pada fase dewasa,
lalat mengalami peningkatan jumlah bakteri sekitar empat jam setelah memakan
kuman dan menurun setelah delapan jam. Meskipun lalat mengandung banyak
patogen di dalam tubuhnya, namun mereka tidak mnegalami gangguan fisiologis.
Hal tersebut menunjukkan bahwa lalat lebih berperan sebagai vektor mekanik
dalam penyebaran patogen dalam tubuhnya.
b. Kebiasaan Makan
Lalat lebih aktif bergerak pada siang hingga sore hari, selain itu mereka cenderung
berkelompok. Pada malam hari, lalat beristirahat namun tetap dapat beradaptasi
dengan lampu yang terang. Lalat menyukai tempat basah seperti tempat sampah
basah, tumbuhan busuk, serta kotoran hewan. Lalat juga menyukai bau yang kuat
dan bau busuk dari makanan sisa seperti sisa sayur, daging, serta kotoran yang
menumpuk (Sembel dalam Ns. Febry Handiny et al., 2020).
c. Jarak Terbang
Pergerakan lalat bergantung pada ketersediaan makanan. Lalat memiliki
rata-rata jarak terbang 1.000 meter hingga 2.000 meter yang dipengaruhi oleh
kecepatan angin. Lalat juga dapat terbang sejauh 6-9 km bahkan mencapai 19-20

6
km dari tempat perkembangbiakannya. Lalat mampu terbang dengan kecepatan 4
mil/jam (Dra. Denai Wahyuni et al., 2021).
d. Perilaku Istirahat
Lalat melakukan peristirahatan di tempat-tempat tertentu. Pada siang hari
ketika lalat tidak makan, lalat dapat beristirahat kurang lebih 4,5 meter di atas
permukaan tanah (Mohammad dalam Ns. Febry Handiny et al., 2020). Ketika lalat
menghinggapi sesuatu, lalat akan mengeluarkan tinja dan ludah yang berbentuk
titik hitam. Titik hitam itulah yang dapat menjadi tanda untuk mengenali tempat
melakukan istirahat. Lalat seringkali beristirahat di tempat dengan tepian tajam
dengan permukaan tegak seperti tepi daun, ranting, lantai, dinding, tempat jemur
pakaian, kawat listrik, dan rumput (Dra. Denai Wahyuni et al., 2021).
e. Kebiasaan Berkembang Biak (Breeding Habits)
Tempat-tempat basah seperti tumbuhan busuk, kotoran hewan, sampah
basah, kotoran yang menumpuk secara kumulatif dan bahan organik disukai oleh
larva lalat. Secara umum, lokasi perindukan lalat terdapat di area yang basah dan
kotor. Lalat rumah (Musca domestica) adalah lalat yang tidak menghisap darah
dan biasanya hidup di lingkungan yang tidak bersih. Mereka berperan dalam
penyebaran penyakit pada manusia dan juga sebagai vektor kontaminasi silang
patogen melalui makanan. Kepadatan lalat dipengaruhi oleh iklim, sanitasi buruk,
tempat pembuangan sampah yang tidak memadai, kekurangan higiene individu,
dan kesulitan mengendalikan serangga vektor. Lalat termasuk dalam ordo diptera
dan memiliki sepasang sayap membran. Alat pengatur keseimbangan ketika
terbang berasal dari modifikasi sayap belakang yang disebut halter (Sembel dalam
Ns. Febry Handiny et al., 2020).

7
f. Cara Penularan
Cara makan lalat cenderung unik, mereka meludahi makanannya hingga
cair kemudian disedot ke dalam perutnya, melalui cara makan tersebut
kemungkinan besar bibit penyakit masuk ke dalam tubuh lalat dan menginfeksi
makanannya. Seringkali ditemukan terdapat lalat yang hinggap di makanan-
makanan yang telah disajikan..
Berdasarkan beberapa literatur, dijelaskan bahwa setiap kali lalat
menghinggapi suatu area maka terdapat >125.000 patogen yang dilepaskan pada
area tersebut. Seekor lalat yang memiliki berat 20 mg dapat mengangkut bibit
patogen sebesar 10% dari bobot tubuhnya, yaitu sebesar 2 mg sehingga mereka
dapat menginfeksi 2.000 ekor ayam. Hal tersebut dikarenakan tiap satu gram virus
dapat menjangkiti satu juta ekor ayam (Wuryastuty dalam Ns. Febry Handiny et
al., 2020).
Lalat dewasa dan larva memiliki peran sebagai hospes intermediet atau
perantara dalam penularan infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R.
cesticillus) pada ayam. Mereka seringkali ikut termakan oleh ayam sehingga ayam
terpapar cacing pita. Lalat memiliki peran sebagai perantara mekanis untuk
penularan cacing gilik (Ascaridia galli) dan bakteri. Lalat yang hinggap di feses
atau litter yang terkontaminasi dengan bakteri kolera berpotensi untuk
menyebarkan kolera kepada ayam lainnya.
F. Larva Lalat
Masalah yang ditimbulkan oleh serangga lalat, yaitu:
a. Mengganggu pemandangan
Perkumpulan lalat dapat menambah masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Lalat sering mengganggu orang, entah itu Ketika bekerja maupun istirahat.
Gangguan yang disebabkan oleh lalat dapat mengusik ketenangan hidup manusia
dan hewan. Apabila di suatu lingkungan terdapat banyak lalat, maka produktivitas
produksi serta kinerja akan menurun.
Lalat dapat memengaruhi psikologis sebagai pengganggu, selain itu
keberadannya menandakan kondisi yang kurang sehat (Sutiyoso dalam Ns. Febry
Handiny et al., 2020). Lalat cenderung hidup di tempat-tempat kotor seperti

8
makana sisa, tumpukan sampah, dan tinja, oleh karena itu lalat menjadi pembawa
berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Selain menjadi sumber gangguan
yang signifikan, beberapa lalat juga berperan sebagai penyebar mekanis beberapa
penyakit (Kartikasari dalam Ns. Febry Handiny et al., 2020).
b. Lalat sebagai pembawa penyakit pada manusia
Karena tertarik pada bau yang tidak sedap, lalat rumah sering ditemui.
Lalat ini biasanya mengonsumsi makanan cair seperti susu, sirup, buah-buahan,
dan sayuran yang basah dan berbau. Karena kemampuannya dalam menyebarkan
penyakit, lalat rumah merupakan vektor penyakit potensial.
Berbagai penyakit yang ditularkan oleh lalat meliputi bakteri, virus, telur
cacing, dan protozoa yang melekat pada badan lalat dipengaruhi oleh spesiesnya.
Spesies Lalat Musca domestica mengangkut telur cacing (Cacing tambang,
Ascaris lumbricoides, Tricuris trichiura, dan Oxyuris vermicularis), protozoa
(Giardia lamlia, Balantidium coli, dan Entamoeba histolytica), bakteri usus
(Salmonella, Treponema pertenue (penyebab frambusia), Escherichia Virus polio,
Shigella, dan Mycobacterium tuberculosis. Lalat Musca domestica juga dapat
berperan sebagai pembawa penyakit disentri, tifus, penyakit kulit, dan kolera.
Selain lalat Musca domestica, juga terdapat lalat Fannia dewasa yang juga
menyebarkan berbagai jenis penyakit myasis (Genitourinary, Intestinal, dan
Gastric). Lalat Stomoxys yang menyebabkan penyakit surra (disebabkan oleh
Trypanosoma evansi), enteric pseudomoniasis, traumatic myiasis, yellow fever,
tetanus, dan antraks meskipun jarang terjadi. Lalat hijau (chrysomya dan
phaenicia) yang dapat menjadi penyebab sakit myasis tulang, mata, maupun
organ yang lain melalui luka. Lalat Sarcophaga yang dapat menyebabkan penyakit
myasis kulit, sinus, hidung, jaringan usus dan vagina (Kartikasari dalam Ns.
Febry Handiny et al., 2020).
c. Dapat mencemari makanan
Karena lalat hidup berdampingan dengan manusia, maka lalat menjadi
vektor utama dalam penyebaran penyakit. Lalat juga merupakan hewan yang
menjijikkan bagi Sebagian besar orang karena cara menularkan penyakit
dilakukan secara mekanik, yaitu menular dari penderita ke orang lain maupun

9
bahan makanan yang telah terkontaminasi kepada orang sehat dengan perantara
bagian tubuh lalat yang menjamah. Penularan tersebut dapat melalui tungkai,
prombosis, badan lalat, dan kakinya (Kartikasari dalam Ns. Febry Handiny et al.,
2020).
d. Lalat sebagai penyebab myasis
Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh lalat adalah Myasis. Myasis
terjadi karena lalat meninggalkan larva atau telurnya ke luka yang terbuka dan
larva tersebut akan hidup di dalam daging seseorang. Selain Myasis, lalat
menularkan gangguan secara biologis berupa penyakit tidur (leishmaniasis dan
bartonellosis). Penularan secara mekanis juga dilakukan oleh lalat, seperti sakit
tifus, disentri basiler, demam paratyphoid, disentri amoeba, serta beberapa
penyakit yang menyerang gastrointestinal. Penyakit gastrointestinal merupakan
penyakit yang menyerang saluran pencernaan, spesifiknya yaitu lambung dan usus
halus (Hadi dalam Ns. Febry Handiny et al., 2020). Baik manusia maupun hewan
dapat mengalami efek negatif dari myiasis. Hewan yang terkena seringkali
mengalami penurunan berat badan. Lingkungan tropis rentan terhadap penyakit
ini, terutama di daerah pedesaan di mana sering terjadi pada manusia dan hewan.
Myiasis adalah kondisi yang disebabkan oleh investasi larva lalat dari ordo
Diptera pada vertebrata hidup atau manusia, di mana larva tersebut mengonsumsi
makanan atau minuman serta memakan jaringan mati atau hidup. Kecuali untuk
beberapa penyakit tertentu yang dapat berbahaya dan bahkan fatal, myiasis
biasanya bersifat jinak (tidak berbahaya).
e. Lalat sebagai pengganggu kenyamanan
Kepadatan populasi lalat yang tinggi dapat membuat orang merasa tidak
nyaman dalam bekerja atau istirahat karena lalat merupakan vektor pengganggu
di lingkungan sekitar mereka. Lalat dapat memberikan efek psikologis yang
merugikan dan menjadi tanda adanya lingkungan yang tidak sehat. Penularan
penyakit oleh lalat dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat terjadi melalui gigitan lalat dewasa atau penetrasi larva,
seperti pada larva migrans dan trypanosomiasis. Penularan tidak langsung terjadi
melalui transfer agen patogen oleh lalat melalui makanan dan minuman yang kita

10
konsumsi, yang dapat menyebabkan penyakit seperti diare, difteri, salmonellosis,
kecacingan, dan lain-lain. Di Indonesia khususnya, berikut ini adalah beberapa
penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat (Andiarsa dalam Ns. Febry Handiny et
al., 2020).
G. Riwayat Alamiah
Lalat adalah kelas Hexapoda dan termasuk dalam ordo Diptera, yang erat
kaitannya dengan industri veteriner dan medis. Ordo Diptera mencakup spesies yang
dapat menyebar penyakit secara mekanis melalui tinja hewan dan muntahan yang
membuat kehidupan manusia tidak nyaman. Karena lalat memiliki rambut halus yang
khas menutupi setiap bagian tubuhnya, ditambah kebiasaannya yang berpindah-
pindah dari satu sumber makanan ke sumber makanan lainnya menjadikan lalat
berperan sebagai vektor penyakit mekanis. Perilaku ini membantu penyebaran
penyakit saluran pencernaan seperti kolera, disentri, dan diare.
a. Musca Domestica
1) Kolera
Mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
Vibrio Cholerae dapat menyebabkan kolera, penyakit infeksi akut. Melalui
konsumsi secara oral, bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh inang.
Dehidrasi, demam, muntah, dan diare adalah beberapa gejala penyakit ini.
Penyebaran penyakit ini tidak dipengaruhi oleh iklim dan dapat terjadi di
seluruh dunia.
2) Tifus
Tifus adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Penderita tifus mengalami demam tinggi, buang air
besar berdarah, nyeri perut, sakit kepala, dan gangguan pada saluran
pencernaan. Tifus dapat menyebar melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi.
3) Disentri
Disentri adalah jenis diare akut atau timbul secara tiba-tiba.
Umumnya dialami oleh anak-anak pada usia dini. Penyakit ini disebabkan
oleh bakteri Shigella (disentri basiler) yang dibawa oleh lalat rumah yang

11
berasal dari sampah, tinja manusia, atau tinja hewan. Gejala yang
mungkin timbul meliputi nyeri perut, lemas akibat peredaran
darah yang lambat, serta feses berlendir dan berdarah.
b. Musca Sorbens Diare
Diare adalah gejala buang air besar yang encer dan sering terjadi akibat
pergerakan usus yang terlalu sering dan berlebihan. Penderita diare dapat
mengalami dehidrasi dan jika tidak segera ditangani, bisa berakibat fatal. Protozoa
seperti Giardia, Cryptosporidium, dan Entamoeba coli dapat menyebabkan diare.
Bakteri seperti Cronobacter sakazakii, Listeria monocytogenes, E. Coli 0157:H7,
Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., dan lain-lain
juga bisa menjadi sumber infeksi. Biasanya, virus-virus seperti norovirus dan
rotavirus adalah penyebab diare. Lalat dengan mudah dapat menelan atau
membawa semua infeksi tersebut pada permukaan tubuhnya. Penyakit-penyakit
ini kemudian ditularkan ke makanan manusia oleh lalat melalui permukaan tubuh,
kotoran, dan muntahan setelah lalat mendarat di makanan tersebut. Lalat juga
dapat menyebarkan penyakit melalui makanan, yang dapat menyebabkan gejala
diare yang terjadi tiga kali sehari, tinja yang encer, kelelahan, dan bahkan
kematian.
c. Chrysomia Megacephala
1) Myasis pada Mata dan tulang
Myiasis adalah invasi larva lalat ke dalam jaringan manusia atau hewan.
Jenis lalat Crysomnia bezziana merupakan penyebab utama myiasis di Indonesia,
terutama di Pulau Jawa. Namun, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh spesies
lalat lainnya.
Pada tahun 2013, dilaporkan bahwa seorang individu berusia 37 tahun
menderita myiasis oral dan ditemukan 43 larva lalat Lucilia sericata di dalam
rongga mulutnya. Secara klinis, myiasis dibagi menjadi empat kategori:
a) myiasis sanguinivora (penyedot darah),
b) kutaneus (furunkular dan migratorik),
c) myiasis pada luka (wound myiasis),
d) myiasis pada kavitas.

12
Pada kasus di daerah Niki, Nusa Tenggara Timur, ditemukan seorang anak
perempuan berusia sepuluh tahun menderita wound myiasis pada kulit kepala.
2) Lucolia (Lalat Botol)
Penyebab myasis urogenital, intestinal, dan kulit.
3) Caliphora
Penyebab myasis urogenital, intestinal, dan kulit.
4) Sarcophagidae
Penyebab myasis hidung dan sinus, kulit, usus, dan vagina.
5) Stomoxis Calcitransf Lalat kandang
Penyebab penyakit Yellow Fever, anthrax, dan tulaneria.
H. Pengendalian
Pengendalian lalat dilakukan untuk menurunkan tingkat kepadatan lalat
sehingga mencegah penyebaran penyakit melalui lalat dapat diminimalkan.
Pengendalian lalat dapat berupa sebagai berikut (Kartini, 2019):

1. Perbaikan Hygiene Sanitasi Lingkungan


Lingkungan memiliki keterkaitan jika dihubungkan dengan
perkembangbiakan dan persebaran lalat. Oleh karena itu, perlu dilakukannya
perbaikan hygiene sanitasi lingkungan yang dapat diterapkan di kawasan
individu seperti meniadakan kotoran yang mengeluarkan bau tidak sedap yang
dapat mengundang lalat datang layaknya sampah basah, kotoran binatang,
maupun tumbuhan yang sudah membusuk. Selain itu menutup bak sampah dan
melindungi makanan dan minuman dari kontak langsung lalat juga perlu
dilakukan. Tempat-tempat umum juga perlu melakukan perbaikan hygiene
sanitasi lingkungan seperti pengadaan tempat sampah yang tertutup dan
pengangkutan sampah secara rutin. Untuk industri juga dilakukan perbaikan
dengan cara membuat SPAL tertutup atau untuk industry dipasangkan alat
pembuangan bau.
2. Pemberantasan lalat secara langsung
Pemberantasan lalat secara langsung dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
secara fisik, kimia, dan biologi.

13
a. Fisik
Pengendalian secara fisik ini efektif jika diterapkan pada skala kecil
dan relative mudah dan aman. Namun, tidak akan maksimal apabila
lalat memiliki kepadatan yang tinggi. Pemberantasan lalat
menggunakan cara fisik ini dilakukan menggunakan bantuan alat yang
dapat memberantas lalat atau memerangkapkan lalat. Contoh
pengendalian lalat secara fisik sebagai berikut:
a) Perangkap lalat (fly trap). Fly trap adalah sebuah model
perangkap yang terdiri dari container gelap plastik.
b) Umpan kertas lengket. Alat ini banyak tersedia di pasar menarik
lalat karena kandungan gulanya dan lalat yang hinggap pada alat
ini akan terperangkap oleh lem.
c) Perangkap dan pembunuh elektrik (lightrap). Lalat yang tertarik
pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang
bermuatan listrik.
d) Pemasangan kasa atau kawat. Pemasangan kasa/kawat pada pintu
atau jendela serta lubang angin/ventilasi.
e) Membuat pintu dua lapis. Daun pintu pertama kearah luar dan
lapisan kedua merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan
menutup sendiri.
b. Kimia
Pemberantasan lalat menggunakan cara kimia yaitu penggunaan
bahan kimia atau insektisida untuk memberantas lalat. Insektisida
yang dapat digunakan meliputi insektisida nabati contohnya daun suren,
daun selasih, daun trengguli dan insektisida buatan contohnya, malation
dan ronnel. Pemberantasan secara kimia biasanya dibedakan menjadi 2
berdasarkan fase perkembangan dari lalat itu sendiri.
a) Larva, pemberantasan lalat pada fase ini dilakukan dengan
penyemprotan pada tempat perkembangbiakan, dengan
menggunakan malation (sebagai emulsi).

14
b) Lalat dewasa, Untuk pembasmian lalat dewasa bisa dilakukan
penyemprotan udara atau pengasapan (space spraying).
c. Biologi
Pengendalian biologi yaitu pengendalian yang menggunakan bantuan
makhluk hidup lain baik berupa predator, parasitoid maupun
kompetitor. Misalnya adalah menggunakan pemangsa yang
menguntungkan sejenis semut kecil berwana hitam (Phiedoloqelon
affinis) untuk mengurangi populasi lalat rumah di tempat -tempat
sampah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Denai Wahyuni, M. S., Makomulamin, S. K. M. M. K., & Nila Puspita Sari, S. K. M. M.


K. M. (2021). Buku Ajar Entomologi Dan Pengendalian Vektor (Pertama).
Deepublish. https://books.google.co.id/books?id=bFk-EAAAQBAJ

Engel. (2014). Vektor Lalat pembawa penyakit. Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 8–28.
Febry Handiny, M. K. M., Gusni Rahma, S. K. M. M. E., & Nurul Prihastita Rizyana, M.
K. M. (2020). BUKU AJAR PENGENDALIAN VEKTOR (N. Pangesti (ed.);
Pertama). Ahlimedia Book. https://books.google.co.id/books?id=fAsNEAAAQBAJ

Kartini, A. A. (2019). Kepadatan dan Metode Pengendalian Lalat di Perumahan Grand


Nusa Kelurahan Liliba.

Lengkong, M., & Rante, C. S. (2019). Identifikasi Morfologi lalat Buah Bactrocera spp.
(Diptera :Tephritidae) di Kabupaten Minahasa. JURNAL ENFIT : Entomologi
Dan Fitopatologi, 1(1), 29. https://doi.org/10.35791/jef.v1i1.27169

Suharsono, S., & Nuryadin, E. (2019). Pengaruh Suhu Terhadap Siklus Hidup Lalat Buah
(Drosophila melanogaster). Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 5(2), 114–
120. https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v5i2.924

Sukmawati, N. L., Ginandjar, P., & Hestiningsih, R. (2019). Keanekaragaman Spesies


Lalat dan Jenis Bakteri Kontaminan yang dibawa Lalat di Rumah Pemotongan
Unggas (Rpu) Semarang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1), 252–
259.

16

Anda mungkin juga menyukai