Firawati 30400118162
Firawati 30400118162
KABUPATEN BULUKUMBA
Skripsi
Oleh
FIRAWATI
NIM: 30400118162
Nama : Firawati
NIM : 30400118162
Alamat : Samata
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah
hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat,
atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh
Firawati
NIM: 30400118162
KATA PENGANTAR
iIslam iNegeri iAlauddin iMakassar. iTak ilupa pula penulis ikirimkan ishalawat
ikepada ijunjungan iNabi iBesar iMuhammad isaw yang itelah imembawa ikita
idari ialam igelap imenuju ialam iyang iterang idan berkah iseperti isekarang iini.
Skripsi ini merupakan syarat guna meraih gelar sarjana Sosial pada jurusan
Sejarah dan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin, Filafat dan Politik. Dalam
penulis, tetapi dengan keyakinan dan usaha yang luar biasa serta tak lupur
kontribusi berbagai pihak yang dengan ikhlas membantu penulis, hinga skripsi ini
memiliki banyak kekurangan, untuk itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat
Penulis isadar ibahwa idalam ipenulisan iskripsi iini imasih isangat ijauh
dari ikata isempurna. Oleh isebab iitu, ipenulis isangat iberharap imendapat
ii
terutama kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Liwan dan Ibu Jumanang
yang telah memberikan segalanya untuk saya, segalah kasih dan cinta mereka
saya ucapkan sedalam-dalamnya karena berkat kalian saya bisa menjadi manusia
Ushuluddin Filsafat dan Politik. Ibu Dr. Hj. Rahmi Darmis, M.Ag. selaku
Politik, Bapak Dr. Abdullah Thalib, M.Ag. Wakil Dekan III Fakultas
3. Ibu Dr. Wahyuni, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi Agama,
Bapak Dr. Asrul Muslim, S.Ag., M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi
Agama.
iii
4. Bapak Dr. H. Muhammad Ali, M.Ag. selaku Pembimbing I, Bapak Dr.
5. Ibu Dr. Hj. Marhaeni Saleh, M.Pd, selaku Penguji I dan Ibu Dr. Wahyuni,
berikan kelak mendapatkan pahala dan balasan sebaik-baiknya dari Allah Swt.
Penulis
Firawati
Nim: 30400118162
.
iv
DAFTAR ISI
A. Nilai-Nilai....................................................................................................... 12
v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................ 34
A. Kesimpulan..................................................................................................... 69
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
ABSTRAK
Nama : Firawati
Nim : 30400118162
Jurusan : Sosiologi Agama
Judul : Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Proses Pembuatan Perahu Pinisi
di Desa Ara Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba
Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana Nilai-nilai yang
terkandung dalam proses pembuatan perahu pinisi di Desa Ara Kecamatan Bonto
Bahari Kabupaten Bulukumba? Adapun sub masalah dari pokok permasalahan
tersebut adalah: 1). Proses pembuatan perahu pinisi di Desa Ara Kecamatan Bonto
Bahari Kabupaten bulukumba? 2). Nilai religi dan nilai lokal yang terkandung
dalam pembuatan perahu pinisi di Desa Ara Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten
Bulukumba? 3). Pemahaman masyarakat di Desa Ara mengenai nilai religi dan
nilai kearifan lokal dalam pembuatan perahu pinisi?
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan memakai
jenis penelitian kualitatif yang berbentuk deskripsi mengenai Perahu Pinisi di
Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, kabupaten Bulukumba. Sumber data
penelitian ini adalah cerita sejarah Kapal Pinisi, Tokoh Budaya, Tokoh Agama,
dan Tokoh Masyarakat. Metode pengumpulan data meliputi metode observasi,
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data terdiri dari reduksi data,
penyajian data, serta penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Proses pembuatan kapal phinisi:
(1) Membuat kalabiseang/lunas,(2) Lambung kapal, (3) Kerangka kapal, (4)
Membuat papan kapal, (5) Membuat kamar-kamar kapal, (6) Pembuatan layar
pada phinisi, (7) Bagian belakang kapal ditambahkan mesin atau generator kapal.
2). Annakbang kalibeseang (ritual menebang kayu), makna dari ritual annakbang
kalibeseang adalah untuk mendapatkan izin menebang sebagai bahan pembuatan
kapal. Annantara (memasang lunas), simbol pertemuan ayah dan ibu sebagai
terciptanya janin yang selanjutnya akan diproses menjadi bayi dalam bentuk
perahu. Appassili (ritual peluncuran kapal), agar kapal tidak mengalami musibah.
Ammossi (ritual membuat pusar), sebagai lambang lahirnya bayi perahu setelah
berbulan-bulan dirawat sejak terbentuknya janin dalam upacara annattara. Ritual
anyorong lopi, pada ritual ini terdapat lagu dan cerita lucu ini dipercaya bisa
meredakan kepenatan orang yang mendorong perahu ke laut. 3). Persepsi dari
tokoh masyarakat menganggap bahwa tradisi pembuatan perahu pinisi salah satu
bentuk rasa syukur kepada Allah Swt atas segala nikmat dan rezeki yang
diberikan
Implikasi penelitian ini adalah ritual sebelum membuat kapal pinisi di
Desa Ara dapat menjadi daya tarik wisata yang bertujuan untuk memperkenalkan
tradisi ke khalayak umum, ini juga merupakan sarana yang memungkinkan untuk
mengembangkan pendapatan alternatif dan harus didukung oleh beberapa elemen
yang terkait, dan juga merupakan warisan dari nenek moyang yang wajib untuk
dilestarikan.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
sudah tercatat dalam historis bahwa ada beberapa pelaut Indonesia yang telah
Berbagai literatul suku Bugis-Makassar dikenal sebagai salah satu suku yang
gemar dalam melaut sehingga hal tersebut menjadi mayoritas yang diturunkan
menjadi warisan dari nenek moyang untuk diteruskan kegenerasi selanjutnya, dari
warisan budaya dengan ciri khas dua tiang dan tujuh layar tersebut merupakan
puncak dari suatu proses pembuatan yang anggung dan perkasa dalam
mengarungi samudera luas. Pembuatan perahu pinisi adalah suatu kearifan lokal
yang unik bagi masyarakat Bugis-Makassar khususnya orang Ara. Para arsitek
perahu pinisi dari dulu merancang konstruksi pinisi dengan sangat cermat. Tiap
komponen dihitung jumlah dan ukurannya meski tanpa alat ukur standar sesuai
1
Alya Salsa Ramadhani, “Pembuatan Perahu Phinisi di Desa Ara Kabupaten Bulukumba”,
Jurnal Universitas Negeri Makassar, (2017):h. 2-3.
1
2
kapasitas perahu yang dibuat, selanjutnya dibentuk dan diberi nama sesuai
posisinya dalam konstruksi perahu. Hal inilah yang sangat menakjubkan orang-
pinisi. Desa Ara sendiri merupakan salah satu daerah yang terdapat di Kecamatan
Tanah Beru.2
bagi masyarakat sekitar karna dengan adanya potensi tersebut memudahkan para
nelayan untuk menangkap ikan dilaut, disisi lain keahlian membuat perahu juga
warisan leluhur dari nenek moyang. Pengetahuan membuat perahu bagi orang Ara
dengan lingkungannya atau bisa dikatakan berbaur dengan para antar masyarakat
kembali berdasarkan fitur lingkungan laut yang bergerak. Dari sini kita bisa
Hasanuddin, (2000): h. 1
3
Nendah Kunia Sari, dkk, Dimensi Religi dalam Pembuatan Pinisi, (Jakarta: Balai Besar
Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 2013), h. 2.
3
pinisi tersebut. Tapi ritual kali ini sangat berbeda dengan ritual-ritual pada
umumnya yang bisa dinobatkan dalam hal mistis, ritual-ritual yang dimaksud
makanan dimana cara itu bisa berpengaruh untuk membangun relasi dengan
masyarakat dan para tukang pembuat perahu pinisi dan juga dari relasi tersebut
dibalik setiap peristiwa, dalam hal tersebut terdapat juga berbagai nilai dan makna
yang terkait denga upaya mereka beradaptasi dengan kondisi linkungan yang
cenderung selalu berubah. Sistem religi ini pun mengalami dinamika seiring
dengan perubahan pada kondisi alam dan peradaban manusia. Begitupun sistem
religi yang menyertai proses pembuatan pinisi di Desa Ara Kecamatan Bonto
Bahari.
sekunar yang bentuknya memiliki nilai keindahan tersendiri. Pinisi ini diyakini
pesisir pembuat perahu di Bonto Bahari. Nilai-nilai dan budaya tradisi komunitas
konjo Bonto Bahari membuat masyarakat setempat dikenal hingga tingkat dunia.
Bahkaan, tidak sedikit masyarakat dunia yang tertarik untuk membuat perahu
seperti pinisi ini. Lamanya pembuatan sebuah perahu yaitu sekitar tiga hingga
enam bulan. Kadang-kadang lebih lama, tergantung dari kesiapan bahan dan
musim.4
Andini Perdana, “Nilai Budaya Naskah La Galigo dan Perahu Pinisi di Museum untuk
4
Generasi Milenial”, Jurnal Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, (2020): h. 2.
4
sampai pelucuran pinisi ke laut, mengandung nilai-nilai kearifan lokal atau nilai-
nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai itu, antara lain kerjasama atau gotong royang, kerja keras, ketelitian,
keindahan dan religius yang dilakukan secara turun temurun. Terdapat juga
perilakunya yang senantiasa menyatu dengan alam serta memiliki tata cara, nilai,
dan norma yang menjadi dasar rasionalitas dalam bertindak. Seiring dengan
bahkan berkembang menjadi bagian industri pedesaan yang telah diaukui dunia,
akan tetapi, tetap mengedepankan ritual adat istiadat disetiap tahapannya sebagai
Kapal pinisi menjadi identitas bagi bangsa Bahari, melalui tangan para
panrita lopi (ahli pembuatan kapal). Kapal pinisi adalah kapal kayu legendaris
yang berasal dari Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Kapal pinisi
keberadaan kapal pinisi menjadi sarat makna, simbol dan filosofi. Kapal pinisi
memiliki keunikan dibandingkan dengan jenis kapal yang lain, yaitu terdapat layar
yang digunakan sebagai alat gerak, selain itu dalam proses pengrajinannya, masih
Meminimalkan Waktu Produksi dengan Model Pert”, Jurnal Universitas Brawijaya, (2014): h. 1-
2.
5
terbuat dari kayu kapal ini mampu bertahan dari terjangan ombak dan badai di
lautan lepas.6
Kapal pinisi adalah satu-satunya kapal kayu besar dari sejarah lampau
pembuatan kapal pinisi sulit terwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya,
kapal pinisi di Kecamatan Bonto Bahari karna sebagian besar generasi muda di
pendidikan dibanding belajar membuat kapal pinisi, selain itu dari faktor orang
tua tidak adanya biaya pribadi untuk pembuatan kapal pinisi sendiri sehingga
menjadi masalah tersendiri bagi eksistensi kapal pinisi dimasa sekarang dan yang
akan datang, padahal kapal pinisi merupakan, salah satu warisan leluhur yang
kapal pinisi. Padahal, eksistensi pengrajin kapal pinisi secara tradisional menjadi
sesuatu yang sangat penting untuk menjamin keberlanjutannya, terlebih pada era
globalisasi saat ini yang menghadirkan teknologi modern pembuat kapal pinisi.7
6
Wahyuddin Ridwan dan Sutiyono, “Bentuk Kapal Pinisi Sebagai Ide Pencipta Karya
Seni Lukis dengan Media Tanah Liat”, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta, (2019): h. 2.
7
Muslimin, dkk, “Studi Tentang Sulitnya Regenerasi Pengrajin Kapal Pinisi Di
Kecematan Bonto Bahari”, Jurnal Universitas Hasanuddin, (2018): h. 2-3.
6
kebudayaan merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu bangsa. Karena
kebudayaan menunjukkan jati diri bangsa itu sendiri. Perahu pinisi adalah perahu
khas suku Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan yang telah ada sejak abad
keempat belas, pada awalnya dibuat untuk kepereluan angkutan antar pulau,
Umumnya perahu ini memiliki tujuh buah layar yang menandakan 7 ayat surah
Terjemahnya:
“1. Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang 2.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. 4. yang Menguasai hari pembalasan. 5. Hanya Engkaulah
yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus 7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.”
1. Fokus Penelitian
masalah yang ingin dilihat atau diteliti. Penelitian ini berfokus pada proses
pembuatan perahu, nilai religi dan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam
7
Bulukumba.
2. Deskripsi Fokus
berikut:
b. Nilai religi dan nilai kearifan lokal dalam pembuatan perahu pinisi yang
dimaksud peniliti adalah yang pertama nilai religi, dimana pada setiap
pekerja. Kedua, nilai kearifan lokal yaitu mulai dari penentuan hari baik
nilai tersebut antara lain seperti kerja sama atau gotong royong.
c. Pendapat masyarakat mengenai nilai religi dan nilai kearifan lokal dalam
informasi tentang pendapat masyarakat Ara dengan adanya nilai religi dan
C. Rumusan Masalah
permasalahan utama pada penilitian ini adalah “Nilai-nilai yang terkandung dalam
proses pembuatan perahu pinisi di Desa Ara Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten
2. Bagaimana nilai religi dan nilai lokal yang terkandung dalam pembuatan
Bulukumba?
1. Tujuan Penelitian
b. Untuk menganalisis nilai religi dan nilai kearifan lokal dalam pembuatan
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
yang terkandung dalam proses pembuatan perahu pinisi di Desa Ara Kecamatan
b. Manfaat praktis
2. Untuk pembaca, penelitian ini bisa menjadi pengarah atau aturan dalam
E. Kajian Pustaka
dilakukam oleh peniliti lain akan menambah dukungan terhadap penelitian yang
akan dilakukan.
argument dari penelitian yang akan dilaksanakan. Referensi yang bisa dipakai
pada penelitian ini yaitu menggunakan karya ilmiah dari hasil penelitian terdahulu
10
Pada skripsi ini penulis meneliti tentang apa dasar perahu pinisi di jadikan
lambang daerah Kabupaten Bulukumba dan mengetahui makna perahu pinisi yang
permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti adalah Nilai-nilai yang terkandung
dalam proses pembuatan perahu pinisi di Desa Ara Kecematan Bonto Bahari
Kabupaten Bulukumba. Hal ini menegaskan bahwa penelitian ini belum pernah
Kurniasari, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2013.
Persamaan dari penelitian tersebut pada penelitian ini penulis meneliti tentang
bagaimana dimensi religi yang terdapat pada proses pembuatan pinisi serta
masalah yang akan diteliti. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
bahwa bangsa ini pada dasarnya mempunyai beragam nilai yang dapat
bahwa pencarian kembali nilai yang bersumber dari khasanah agama. Karena itu,
8
Kamil Nurasyraf Jamil, “Perahu Pinisi Sebagai Lambang Kabupaten Bulukumba”,
Skripsi (Makassar: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, 2012), h. 1.
11
Alauddin Makassar 2018. Pada skripsi ini letak persamaan penelitian ini adalah
pembuatan perahu pinisi itu sendiri. Serangkaian tahapan dari proses pembuatan
tim, kerja keras, ketelitian, keindahan dan penghargaan terhadap alam dan
relevansi dengan masalah pokok yang diteliti, namun jika ditinjau dari situasi
tempo dan kawasan tidak didapati penelitian yang sama sebelumnya dengan
“Nilai-nilai yang terkandung dalam proses pembuatan perahu pinisi di Desa Ara
9
Nendah Kurnia Sari, Dimensi religi dalam Pembuatan Pinisi, (Jakarta: Balai Besar
Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 2013), h. 1.
10
Asnira, “Makna Perahu Pinisi Bagi Punggawa di Kelurahan Tanah Beru Kabupaten
Bulukumba”, Skripsi (Makassar: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar,
2018), h. 1.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Nilai-Nilai
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk
mengukur segala sesuatu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-
sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. Atau sesuatu yang
benda. Benda adalah sesuatu yang bernilai, ketidak tergantungan ini mencankup
setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas apriori. Ketergantungan tidak hanya
mengacu pada objek yang ada di dunia seperti lukisan, patung, tindakan, manusia,
dan sebagainya, namun juga reaksi kita terhadap benda dan nilai.2
namun paling tidak pada tataran prasis, nilai dapat disebut sebagai sesuatu yang
Nilai sebagai kata benda konkret. Nilai di sini merupakan sebuah nilai atau
nilai-nilai yang sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti
nilainya, nilai dia, dan system nilai. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang
1
Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), h. 963.
2
Risieri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 114.
3
Amril Mansur, “Implementasi Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran dan Fungsionalisasi
Etika Islam”, Jurnal Ilmiah Keislaman, (2006): h. 160.
12
13
memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sebuah ide atau
konsep tentang sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi
melakukannya.
B. Nilai Religi
Nilai atau volue yang berarti: berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan
kuat. Nilai merupakan kualitas suatu hal yang dapat menjadikan hal itu disukai, di
Steeman dalam sjarkawi, nilai adalah suatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai
Kata dasar religius berasal dari religare yang berarti menambatkan atau
mengikat, dalam bahasa inggris disebut dengan religi dimaknai dengan agama.
manusia dengan Tuhan-nya. Terdapat dalam ajaran islam hubungan itu tidak
hanya sekedar hubungan dengan Tuhan-nya akan tetapi juga meliputi hubungan
dengan manusia lainnya, masyarakat atau alam lingkungannya. 5 Dari segi isi,
4
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 29.
5
Yusran asmuni, Dirasah Islamiah. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 2.
6
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.
10.
7
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, h. 31.
14
merupakan suatu tipe kepercayaan yang berada pada suatu lingkup sistem
tindakan, atau mengenai sesuatu yang dianggap pantas atau tidak pantas. Ini
Demikian nilai religi adalah sesuatu yang berguna dan dilakukan oleh
manusia berupa sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari, secara umum makna nilai-nilai religi
beragama yang terdiri dari tiga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah dan akhlak yang
melakukan perilaku ritual (beribadah) tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain
yang didorong oleh kekuasaan supranatural. Bukan hanya kegiatan yang tampak
oleh mata tetapi juga aktivitas yang tidak tampak atau terjadi dalam hati
seseorang, karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi
atau dimensi.9
8
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah. (Malang: UIN Maliki Press,
2010), h. 66
9
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h. 293.
15
menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi atau Rasul, kitab-kitab
Allah, surga dan mereka serta qadha’ dan qadar. Dimensi praktik agama atau
doa, zikir, ibadah qurban, i’tikaf dimesjid pada bulan puasa, dan sebagainya.
ibadah disamping bermanfaat bagi kehidupan duniawi, tetapi yang paling utama
sebagainya.11
keberagamaan terbentuk dari tiga dimensi, yang pertama yaitu berupa akidah atau
kepercayaan kepada Allah SWT, Kemudian berupa syariah atau praktik agama
dan yang terakhir adalah akhlak seseorang sebagai wujud ketakwaan manusia
kepada Tuhannya, ketiga hal tersebut memang tak bisa terpisahkan, karena saling
10
Zulkrnain, Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), h. 28
11
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 298.
16
melengkapi satu sama lain. Jika seseorang telah memiliki akidah atau keimanan
mengungkapkan bahwa pada dasarnya islam dibagi menjadi tiga bagian, akidah,
ibadah dan akhlak. Ketiganya saling berhubungan satu sama lain. Keberagamaan
dalam islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, islam
dua, yaitu pendapat dari Muhaimin yang menyatakan bahwa Kontek pendidikan
agama atau yang ada dalam religius terdapat dua bentuk yaitu ada yang bersifat
vertical dan horizontal. Horizontal berwujud hubungan antar manusia atau antar
keyakinan atau akidah dan syari’ah sama halnya dengan bentuk vertikal yaitu
a. Nilai ibadah
dari nilai ajaran islam. Adanya konsep penghambaan ini, maka manusia tidak
12
Ngainun Naim, Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam
Pengembangan Ilmu Dan Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Arruz Media, 2012), h. 125
17
Terdapat dalam islam dua bentuk nilai ibadah yaitu: Pertama, ibadah
mahdoh (hubungan langsung dengan Allah), kedua, ibadah ghairu mahdoh yang
berkaitan dengan manusia lain. Semuanya itu bermuarah pada satu tujuan mencari
ridho Allah SWT. Suatu nilai ibadah terletak pada dua hal yaitu sikap batin (yang
mengakui dirinya sebagai hamba Allah) dan perwujudannya dalam bentuk ucapan
dan tindakan. Nilai ibadah bukan hanya merupakan nilai moral etik, tetapi
sekaligus didalamnya terdapat unsur benar atau tidak benar dari sudut pandang
b. Nilai Jihad
Ruhud jihad artinya adalah jiwa yang mendorong manusia untuk bekerja
dan berjuang dengan sungguh-sungguh. Ruhul jihad ini sdidasari adanya tujuan
Allah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Mas’ud. “saya bertanya
kepada Rasulullah SAW: “perbuatan apa yang paling di cintai Allah? “jawab
dan khos (shalat) serta ibadah sosial (berbakti kepada orangtua) berarti tanpa
13
Agus Maimun dan Agus Sainul Fitri, Madrasah unggulan lembaga Pendidikan
Alternatif di Era Kompetitif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 84.
14
Agus Maimus dan Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan Lembaga Pendidikan, h. 84.
18
dengan arti kata lain ialah tanggung jawab yang diterima oleh seseorang yang
salah satu bentuk kepedulian kita terhadap kemajuan bangsa, terlebih dahulu lagi
kebiasaannya dalam membuat kapal pinisi sebagai salah satu warisan leluhur dan
menjadi satu set bangsa Indonesia yang ada di Bulukumba. Hal tersebut
Sebagai generasi muda Indonesia, tentunya salah satu wujud cinta kita
pelosok dunia, dan adanya nilai-nilai agama, adat yang terdapat dalam pembuatan
kapal pinisi merupakan salah satu keunikan yang harus diperkenalkan untuk
adat istiadat dan budaya yang menunjukkan kebhinekaan. Selain lebih dari itu
dibalik kokohnya kapal pinisi, terdapat event-event sejarah serta makna dari
upacara keagamaan yang unik yang dirasa perlu untuk diketahui dan dikenal lebih
jauh lagi jadi mampu menambah wawasan masyarakat bangsa Indonesia dan
19
dunia mengenai salah satu set terbaik Indonesia dan dunia dibumi Panrita Lopi
Bulukumba.15
budaya lokal yang sarat dengan nilai-nilai sosial, moral harus terus dikembangkan
dan dilestarikan sehingga generasi muda mampu hidup sesuai dengan nilai-nilai
sesame tidak termakan arus modernisasi yang terus menggeliat. Bangsa yang
besar adalah bangsa yang memiliki karakter yang berasal dari nilai-nilai budaya
lokal merupakan nilai yang di yakini dalam suatu masyarakat menjadi acuan
bertingkah lkau dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat ditemui dalam
Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan
Nendah Kurnia Sari, dkk, “Dimensi Religi dalam Pembuatan Pinisi”, Jurnal Balai
15
kepercayaan dan agama, etos kerja, bahkan bagaimana dinamika itu berlangsung.
Pengertian dalam kamus, kearifan lokal terdiri dari dua kata: kearifan dan
lokal. Kamus dalam bahasa inggris lokal berarti setempat, sedangkan wisdom
kebijaksaan, penuh kearifan bernilai baik, yang tertanam diikuti oleh anggota
budaya yang baik yang ada didalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk
mengetahui suatu kearifan lokal disuatu wilayah maka kita harus bias memahami
nilai-nilai budaya yang baik yang ada didalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur,
sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh
orangtua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling
Sedangkan pengertian kearifan lokal menurut para ahli, antara lain sebagai
berikut:
masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh
pedoman hidup mereka, pedoman ini bias tergolong dalam jenis kaidah
sosial, baik secara tertulis ataupun tidak tertulis. Akan tetapi yang pasti setiap
pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu konkret dengan apa
b. Elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama, dan kepercayan
berikut:
e. Bermakna misalnya sebagai integrasi komunal atau kerabat serta upacara daur
pertanian.
18
Abdullah. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), h. 10.
22
f. Bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara ngaben dan
patron client.
pernah melukis perahu pinisi. Hal ini disebabkan karna penggambaran perahu
pinisi memiliki peluang kreatif yang sangat luas untuk memperoleh bentuk perahu
pinisi dalam berbagai posisi dan sudut pandang. Namun sesunggguhnya tradisi
berlayar telah dikenal oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak masa
prasejarah. Mike Turuzy dan Zainal Beta merupakan dua orang pelukis otodidak
yang ada dikota Makassar. Keduanya pun secara non formal senantiasa terus
lokal atau nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain kerja sama atau gotong royong, kerja keras,
antara punggawa (kepala tukang) atau para sawi (tukang lainnya). Nilai kerja
keras tercermin dalam pencarian dan penebangan kayu welengreng atau dewata
yang tidak mudah karena tidak setiap tempat ada. Nilai ketelitian tercermin dalam
pemotongan kayu yang harus tepat, nilai keindahan dari bentuk yang dibentuk
sedemikian rupa sehingga tampak kuat, gagah, dan indah. Nilai religius tercermin
Karta Jayadi, “Kebudayaan Lokal Sebagai Sumber Inspriasi”, Jurnal Universitas Negeri
19
dalam dua tiang layar utama berdasarkan 2 kalimat syahadat dan tujuh buah layar
nilai tertinggi dalam hidupnya adalah jika manusia mampu dan bias bekerjasama
maupun secara tolong menolong. Saling membantu ini walaupun dilakukan secara
bersama akan tetapi menjadi suatu kebiasaan dan kesepakatan yang tidak tertulis,
bahwa perbuatan yang demikian akan dibalas oleh yang punya hayat jika kelak
keluarga atau anggota masyarakat yang membantu itu juga memiliki suatu
kegiatan untuk kepentingannya sendiri. Kata lain sesuatu itu bernilai tinggi jika
dilakukan bukan bersifat secara saling bersaing. Hal semacam ini jelas
hidup sehari-hari senantiasa terjadi persaingan baik persaingan secara sehat dan
terbuka maupun persaingan yang terjadi secara tidak sehat dan tertutup.21
Glasgow, Skontlandia tahun 1920 dan meninggal dunia pada tahun 1983,
Pemikiran ini dengan modifikasi terbatas dilanjutkan oleh Max Glucman yang
kelak menjadi guru Turner, yang penelitiannya fokus pada masyarakat Ndembu
mengenai kehidupan sosial politik yang tidak bias menghindar dari konflik sosial
20
Wahyuddin Ridwan dan Sutiyono, “Bentuk Kapal Pinisi Sebagai Ide Penciptaan Karya
Seni Lukis dengan Media Tanah Liat”, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta, (2019): h. 4.
21
Santri Sahar, Pengantar Antropologi Integrasi & Agama, (Makassar: Rumah Buku
Cara Baca Makassar, 2015), h. 107.
24
antara konflik dan integrasi. Kalau Durkheim percaya bahwa manusia primitif
menciptakan totem sebagai simbol solidaritas, dengan kata lain, totem merupakan
symbol klen sekaligus simbol ketuhanan, jadi ikatan klen keluarga bias jadi ikatan
yang esensinya bersifat religius. Maka Turner berpendapat bahwa, manusia pada
Karna simbol adalah kendaraan utama solidaritas ini diatur, mereka adalah
instrument atau peralatan yang dipakai oleh orang untuk mencapai tujuan tertentu
simbol-simbol tergolong penting bagi suatu peristiwa ritual, dan kajian tentang
dipergunakan, tetapi yang tidak kalah penting adalah mencermati relasi timbal
balik simbol-simbol itu beserta maknanya seperti halnya ritual insiasi orang
mempunyai banyak arti, menunjuk pada banyak hal, pribadi atau fenomena.
Kedua, polarisasi. Karna simbol mempunyai banyak arti, maka ada arti yang
saling bertentangan. Turner lebih fokus pada simbol tentang dua kutub yang
berbeda, yaitu fisik atau indrawi dan kutub idiologis dan atau normatife. Kutub
pertama dinamai oretik dan kutub kedua dinamai normative. Kutub oretik
25
mewakili level bawah atau apa yang diinginkan dan normatif mewakili level atas
atau apa yang diwajibkan. Kaitannya dengan proses pemaknaan simbol, Turner
juga menunjuk tiga dimensi arti simbol, yaitu pertama eksegetik, arti simbol yaitu
cakupan penafsiran yang diberikan oleh informan asli kepada peneliti, sehingga
George Herbert Mead adalah tokoh yang tidak bias lepas dari teori
interaksi simbolik. Tiga hal yang sangat penting mengenai konstruksi teori
simbolik, adalah:
berikut:
1. Realitas sejati tidak pernah ada didunia nyata, melainkan secara aktif
3. Manusia mendefinisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui
22
Santri Sahar, Kebudayaan Simbolik, (Makassar: Prodi Sosiologi Agama UIN Alauddin,
2019), h. 3-6.
23
Dadi Ahmadi, “Interaksi Simbolik Suatu Pengantar”, Jurnal Universitas Islam
Bandung, (2008): h. 4-5.
26
didunia.
subtsansi kajian, tetapi hanya sebatas deskripsi kajian teori interaksi simbolik,
sebagai salah satu pendekatan alternatif dari sekian banyak teoro sosial untuk
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
diperoleh lebih akurat dan sesuai dengan sumber keaslian data yang dihasilkan
2. Lokasi Penelitian
pengrajin kapal pinisi sekaligus tempat bermukimnya para panrita lopi (ahli
pembuat kapal).
B. Pendekatan Penelitian
1. Pendekatan Sosiologis
1
Moleong, “Penelitian Kualitaif “ (Bandung: Remaja Rosda karya, 2010), h. 11.
27
28
tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur lapisan serta berbagai gejala
sosial lainnya yang saling berkaitan.2 Dan pendekatan ini adalah pendekatan yang
2. Pendekatan Antropologi
sebagai bagian dari kebudayaan, baik wujud ide maupun gagasan dianggap
sebagai sistem norma dan nilai yang dimiliki oleh anggota masyarakat, yang
peneliti cenderung untuk kian membatasi diri pada sekelompok manusia yang
tinggal di suatu daerah yang dipandang sebagai entitas yang lengkap dan
sistematis, dan berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin data dari daerah yang
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang dipakai ada dua sumber yaitu
1. Data primer
2
M Hajir Nonci, Sosiologi Agama (Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 13.
3
Miftahuddin, Metodologi Penelitian Sejarah Lokal, (Yogyakarta: UNY Press), h. 43-44
29
2. Data sekunder
melengkapi data yang sudah ada sebelumnya agar dapat membuat pembaca
semakin paham akan maksud peneliti. Sumber data sekunder dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah kajian terhadap studi perpustakaan, artikel-artikel atau buku-
buku dan website yang ditulis oleh para ahli yang ada hubungannya dengan
pembahasan judul penelitian ini serta kajian kepustakaannya dari hasil penelitian
ini, baik yang telah diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dalam bentuk buku
dan ikut serta langsung di lapangan untuk memperoleh data dari masyarakat Desa
Ara Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Berikut akan dijelas metode
1. Observasi (Pengamatan)
menggali data dari sumber yang berupa tempat, aktivitas, benda atau rekaman
bias. 4 Observasi pada penelitian ini yaitu jenis observasi partisipasif, dimana
pengamat ikut serta dan terjung langsung di dalam suatu kegiatan yang diamati
tersebut. Khususnya dalam mengamati proses pembuatan perahu, nilai religi dan
4
Farida Nugrahani, “Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa”
(Surakarta: Cokro Books, 2014), h. 295.
30
2. Wawancara (Interview)
penelitian dan dapat pula digunakan untuk subyek, baik yang bersifat umum atau
khusus dan bahkan, dengan persiapan yang benar, untuk topic yang sangat
sensitive. Wawancara bisa dilakukan satu kali atau berulang beberapa kali selama
baik untuk menilai kualitas tanggapan, untuk melihat apakah suatu pertanyaan
belum dipahami dengan baik dan mendorong responden untuk penuh dalam
penelitian bisa juga dengan secara langsung dengan informan yang ingin
dari informan tentang bagaimana proses nilai religi dan nilai kearifan lokal yang
3. Dokumentasi
gambar benda dan sketsa. Dan dokumentasi yang berbentuk karya misalnya karya
seni yang dapat berupa gambar patung dan flem. Menggunakan studi dokumentasi
5
Adhi Kusumastuti, Ahmad Mustamil Khoiron, Metode Penelitian Kualitatif, (Semarang:
Lembaga Pendidikan Sukarno Pressindo, 2019), h. 118.
31
dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila
didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademis dari seni yang telah ada.6
Peneliti memilih informan agar para informan yang dipilih dapat memberikan
informasi akurat dan dipercaya. Informan yang akan dipilih dalam penelitian ini
1. Informan utama
2. Informan biasa
6
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 330
7
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, h. 289.
32
F. Instrumen Penelitian
mengumpulkan data, dan melihat fenomena alam serta fakta sosial. Adapun alat-
alat yang dipakai penelliti untuk mengumpulkan informasi seperti: buku, pena,
sebagai alat untuk merekam data yang diperoleh selama penelitian ini dilakukan,
semua jenis informasi yang mendukung data penelitian yang diperoleh dan dicatat
selama proses penggalian data di lapangan. Proses reduksi ini dilakukan secara
kepada peniliti untuk menarik simpulan dan pengambilan tindakan.Sajian data ini
merupakan suatu rakitan organisasi informasi, dalam bentuk deskripsi dan narasi
dalam reduksi data, dan disajikan menggunakan bahasa peneliti yang logis, dan
Pada tahap ini akan mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan
penyajian data yang telah dilakukan. Penarikan kesimpulan ini hanya salah satu
kegiatan dalam konfigurasi yang utuh. Hal ini sangat berbeda dengan penarikan
dipertanggung jawabkan. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji
8
Farida Nugrahani, “Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa”
(Surakarta: Cokro Books, 2014), h. 174-176.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
dataran rendah, dataran tinggi yang terletak diantara kaki Gunung Bawakaraeng
sampai Gunung Lompobattang, daerah pantai, serta laut lepas. Wilayah Kabupaten
mempunyai luas kurang lebih 1.154,67 km2 atau sekitar 1,85% dari luas wilayah
Desa/Kelurahan yang terdiri dari 24 kelurahan dan 102 Desa. Dari 10 Kecamatan
tersebut terdapat dua Kecamatan yang paling luas yaitu Kecamatan Gantarang
dengan luas 173,51 km2 dan Kecamatan Bulukumpa dengan luas 171,33 km2
34
35
paling kecil ialah Kecamatan Ujung Bulu yang merupakan Ibu Kota Kabupaten
Bulukumba dan berlokasi di Kota Bulukumba yang mempunyai luas wilayah 14,44
No. Kecamatan
1 Rilau Ale
2 Bontobahari
3 Bulukumpa
4 Ujung Loe
5 Kindang
6 Ujung Bulu
7 Gantarang
8 Kajang
9 Bontotiro
10 Bontobahari
Sumber: Website Kabupaten Bulukumba tahun 2022
ketinggian mulai dari 100 mdpl sampai dengan diatas 500 mdpl. Daerah ini meliputi
Ale. Sedangkan daerah yang memiliki dataran rendah dan pesisir berada pada
36
dan profesi-profesi lainnya. Profesi yang dimaksud salah satunya karyawan swasta,
tentara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lain sebagainya. Wilayah dibagian
yang ahli dalam pembuatan perahu pinisi biasa disebut dengan Panrita lopi, yang
Desa Ara merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Bontobahari
Kabupaten Bulukumba. Desa Ara terletak kurang lebih dari 182,5 km dari arah
selatan kota Makassar, dari kota Makassar kita bisa melewati menggunakan dua
jalur yaitu jalur laut dan jalur darat tapi pada umumnya menggunakan lewat jalur
kurang lebih 4 jam 30 menit menggunakan mobil sewa yang berangkat dari terminal
kota Makassar menuju Desa Ara melewati beberapa kota seperti kota Takalar yang
berkhas jagung, kota Jeneponto yang berkhas Gantala’ Jarang, Kota Bantaeng
yang berkhas pantai Seruni dan Kota Bulukumba yang mempunyai ciri khas Masjid
37
Islamic Centre Dato Tiro, Pantai Lemo-Lemo, Pantai Bira dan tentunya Kapal
Pinisi.
masjid yang berada di pusat kota Bulukumba. Masjid ini menjadi tempat
persinggahan untuk sholat bagi orang-orang yang melakukan perjalan jauh dan
melewati Bundaran Pinisi yang juga merupakan salah satu ikon yang dikenal
Desa Ara. Kita bisa bisa menggunakan dua alternatif jalan, untuk lebih mudahnya
lebih baik kita memilih arah selatan yakni ke arah Kecamatan Ujung Loe. Selama
Luas wilayah Desa Ara adalah 14,38 km² dan wilayah Desa Ara memiliki
batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Lembanna, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Darubiah, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone dan sebelah
musim penghujan dalam tiap tahunnya. Jarak Pusat Pemerintahan Desa Ara dengan
1
Pemerintah Desa Ara, Profil Desa Ara 2021
38
Desa Ara relatif berbukit dengan ketinggian sekitar 0-75 m diatas permukaan laut
beraneka ragam yakni Lahan Perkantoran seluas ± 4 ha, Lahan Sekolah seluas ± 4
ha, Tempat Peribadatan seluas ± 3 ha, Lahan Perkebunan seluas ± 127 ha, Lahan
Pemukiman seluas ± 430 Ha, dan Lahan Falilitas Umum seluas ±175 ha. Desa Ara
Perkebunan dan Pariwisata. Hal tersebut didukung oleh kondisi geografis desa serta
a. Keadaan Penduduk
unsur dalam kependudukan, antara lain adalah mengenai jumlah penduduk dan
tahun 2021 terhitung 2.442 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1.153 jiwa dan
b. Keadaan Sosial
dia tidak lagi sendirian. Indonesia berada di tengah dunia dunia baru yang terbuka
negara lain.
2
Pemerintah Desa Ara, Profil Desa Ara 2021
3
Pemerintah Desa Ara, Profil Desa Ara 2021
4
Pemerintah Desa Ara, Profil Desa Ara 2021
39
mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan formal atau informal. Dan itu
1. Belum sekolah 86
2. SD/Sederajat 79
3. SMP/Sederajat 234
4. SMA/Sederajat 87
5. Diploma/Sarjana 33
Jumlah 519
sebanyak 17.508 buah dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan panjang
garis pantai 81.000 kilometer. Secara historis juga tercatat bahwa pelaut Indonesia
Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Maluku pernah berjaya dibidang kemaritiman. Hal
Selatan.5
suku yang suka melaut. Itu diwariskan dari nenek moyang dan diturunkan ke
5
Darmawan Salman, Jagad Maritim, (Makassar: Ininawa, 2006), h. 2
40
mengembangkan budayanya.
terkenal sebagai pelaut ulung telah banyak menciptakan hasil karya berupa perahu
sebagai alat transportasi laut yang tangguh mengarungi samudra. Berbagai jenis
perahu dan tipe telah tercipta mulai dari bentuk tradisional sampai pada bentuk
modern, pada mulanya alat transportasi air yang tercipta setelah penggunaan rakit
adalah perahu yang di buat dari batang kayu besar yang dikeruk atau lesung.6
maka diperkirakan pada abad XVI barulah tercipta perahu yang lebih besar yang
yang berlangsung dalam kurun waktu cukup lama, akhir abad XIX atau awal abad
Pinisi.7
undakan pada bagian depan dianggap tidak efektif lagi dalam pelayaran, sebab
mudah terhalang ombak dan dapat berbahaya bagi keselamatan pelayaran. Oleh
sebab itu sekitar tahun 1920 salompoang dimodifikasi kembali, pada ujung papan
yang terdapat pada haluan diratakan dan haluan jadi lancip sehingga kecepatan
perahu bertambah. Tipe baru ini disebut perahu palari ukuranya kurang dari 30 ton
memakai layar seperti layar lambok (dua layar) dan perahu palari ukuran besar (30
ton ke atas) memakai dua tiang dan tujuh layar. Perahu palari yang berukuran 30
6
Muhammad Arief dan Abbas, Phinisi Perahu Khas Sulawesi Selatan, (Bulukumba: Proyek
Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala dan Permuseuman Sulawesi Selatan), h. 24
7
Muhammad Arief dan Abbas, Phinisi Perahu Khas Sulawesi Selatan, h. 24
41
ton ke atas ini yang kemudian dinamakan perahu palari Pinisi dan akhirnya disebut
Singapura terpampang gambar pinisi dan disekitar tempat itu diberi nama Bugis,
Pembuatan perahu pinisi adalah suatu kearifan lokal yang unik bagi
masyarakat Bugis-Makassar khususnya orang Ara. Para arsitek perahu pinisi dari
dulu merancang konstruksi pinisi dengan sangat cermat. Tiap komponen dihitung
jumlah dan ukurannya meski tanpa alat ukur standar sesuai kapasitas perahu yang
akan dibuat. Selanjutnya dibentuk dan diberi nama sesuai posisinya dalam
Desa Ara sendiri merupakan salah satu daerah yang ada di Kabupaten
Bulukumba yang memiliki sejarah panjang tentang pembuatan perahu pinisi. Sejak
zaman dahulu, Desa Ara merupakan daerah pusat aktivitas pembuatan perahu pinisi
namun dengan seiring perkembangan waktu dan kebutuhan akan berbagai hal pada
Beru.11
8
Muhammad Arief dan Abbas, Phinisi Perahu Khas Sulawesi Selatan, h. 34.
A. T . Bandung, “Pinisi Meretas Dunia Menyebar Budaya Bugis-Makassar”, Jurnal
9
turun temurun sebagai warisan budaya dari generasi ke generasi. Hal ini dapat
bertahan karena ditunjang oleh tersedianya sarana yang cukup dan mudah diperoleh
masyarakat Desa Ara memiliki sejarah yang cukup panjang, sejak nenek moyang
berdatangan dari tanah asalnya yaitu Benua Asia (Tiongkok) sampai ke sejarah
Pada zaman dahulu, kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia. Sejak
zaman raja-raja kuno, para raja dan pangeran telah menggunakan perahu pinisi
Luwu. Dia adalah orang yang dianggap pertama kali menggunakan Pinisi. Dia
pada zaman dahulu Sawerigading (putra Raja Luwu) jatuh cinta pada saudara
kembarnya yaitu We Tenri Abeng. Karena mereka bersaudara maka cinta tersebut
yaitu We Cudai Dg. Risompa (Putri Raja Cina-Wajo) yang memiliki wajah serupa
membuat perahu. Ketika pohon tersebut rubuh terjadilah gempa yang selanjutnya
pohon tersebut ditelan bumi bersama nenek Sawerigading La Toge Langi (gelar
12
Darmawan Salman, Jagad Maritim, (Makassar: Ininawa, 2006), h. 34
13
Tenti Fajrah Ihsani MJ, Nilai-Nilai Religi Dalam Pembuatan Kapal Pinisi Bulukumba,
(Makassar, WSBM FKM Unhas, tt), h. 3
43
Batara Guru). Beberapa waktu kemudian pohon tersebut muncul kembali di pantai
Pinisinya dan berhasil pula memperisteri Putri We Cudai. Setelah beberapa lama di
gelombang besar. Pinisinya terbelah menjadi tiga, pecahannya itu terdampar di tiga
desa, diantaranya Desa Ara, Tanah Lemo dan Tanah Beru. Kepingan bagian badan
di Ara, bagian sotting (sambungan lunas) di Tanah Lemo dan bagian layar dan tali
ketiga desa tersebut yaitu masyarakat desa Ara dan Tanah Lemo mahir dalam
masyarakat Desa Ara masih percaya bahwa mereka tidak akan bisa mempunyai
Keahlian orang Ara dalam pembuatan perahu berawal dari legenda perahu
Sawerigading yang terdampar di Desa Ara, menurut mitos dari legenda I La Galigo
yang terdampar di desanya. Perahu tersebut diciptakan dengan kekuatan magis oleh
La Toge Langi gelar Batara Guru nenek moyang Sawerigading, yang dianggap
sebagai dewa langit dan didaulat sebagai raja bumi yang pertama16
14
Arief Saenong, Pinisi Panduan Teknologi dan Budaya (Bulukumba: Dinas Perindustrian
Pariwisata dan Budaya, 2007), h . 5.
15
Tenti Fajrah Ihsani MJ, Nilai-Nilai Religi Dalam Pembuatan Kapal Pinisi Bulukumba,
(Makassar: WSBM FKM Unhas, tt), h. 4
Alya Salsa Ramadhani, dkk, “Pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara Kabupaten
16
perahu Ara mungkin merupakan industri pembuatan perahu Kerajaan Gowa pada
masa lalu yang berada di pinggir sungai Ara yang kini berubah menjadi sungai Tallo
yang semakin ramai dengan aktivitas perdagangan lain dan semakin minimnya
bahan baku di Makassar, maka industri perahu Ara dipindahkan ke Desa Ara
sekarang.17
Dahulu salah satu pusat pembuatan perahu ialah di Desa Ara. Kini pusat
Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Di pantai yang landai sepanjang kurang lebih
1000 meter ini dibangun ratusan buah perahu dari berbagai type dan ukuran.
Beru, yaitu:18
mencakup perubahan peralatan, bahan produksi, dan cara kerja, terutama yang
terjadi antara sebelum dan sesudah tahun 1970-an. Dengan kehadiran pembeli dari
17
Hasanuddin, dkk, Spektrum Sejarah Budaya dan Tradisi Bulukumba, (Makassar:
LEPHAS, (2003), h. 22
Alya Salsa Ramadhani, dkk, “Pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara Kabupaten
18
merupakan strategi untuk merespon peningkatan volume kerja, baik karena ukuran
perahu yang semakin besar dan bertambahnya komponen perahu, maupun karena
kemampuan kerja, sehingga volume kerja yang lebih besar dapat diselesaikan.
perahu kuno yang terbuat dari kepingan-kepingan papan yang mula-mula tercipta
di Sulawesi Selatan ialah perahu padewakang dengan nama itu karena sering
digunakan ke pulau dewakang. Pendapat ini dipertegas oleh Horridge bahwa perahu
yang bentuk dan tonasenya hampir sama dengan padewakang. Akan tetapi
konstruksinya sudah lebih baik. Menurut Horridge bentuk lambung perahu pajala
inilah bentuk dan tonase perahu dikembangkan berdasarkan kebutuhan pasar yang
19
Adrian Horridge, Perahu Layar Tradisional Nusantara, (Yogyakarta: Ombak, 2015), h.
12
20
Adrian Horridge, Perahu Layar Tradisional Nusantara, h. 12
46
Sebelum kehadiran perahu Pinisi, Ada beberapa jenis perahu yang sudah
1. Sampan
Perahu jenis ini dibuat dari batang kayu besar yang dikeruk. Bagian depan
dan belakang dibuat dengan bentuk lancip untuk mempercepat laju perahu, orang
kebanyakan dipergunakan untuk memancing atau keperluan lain yang sesuai. Daya
angkutnya hanya beberapa orang saja kadang-kadang perahu jenis ini diberi cadik
digunakan dayung atau galah. Lepa-lepa juga berfungsi sebagai sekoci pada perahu
2. Soppe
kiri dan kanan diberi cadik (bilah pada sisi kapal) yang terbuat dari bambu atau
kayu ringan, perahu soppe memakai layar yang berbentuk segi tiga.
3. Jarangka
Perahu jarangka hampir sama dengan soppe, hanya saja ukuranya lebih
besar. Untuk menambah daya angkut biasanya dinding kiri dan kanan dibuat lebih
tinggi dengan atap nipa, tetapi ada pula yang menambahnya dengan papan. Selain
itu juga diberi tempat berteduh yang dibuat dari daun rumbia. Dibagian kiri dan
kanan juga diberi tempat duduk, daya angkut jenis perahu ini sekitar tiga ton. Model
layarnya ada dua macam yaitu sombala yang berbentuk segi empat dan ada pula
Bulukumba 1985-1995”, Skripsi (Makassar: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin, 2009),
h. 33.
47
4. Sandeq’
Perahu sande’ adalah perahu khas Mandar. Secara umum bentuknya mirip
soppe, tetapi lambungnya agak ramping sehingga gerakannya agak cepat dan
lincah. Pada bagian kanan dan kiri diberi cadik (bilah pada sisi kapal) yang panjang
dan pada haluan dan buritan ujungnya ke atas. Model layar berbentuk segi tiga yang
5. Pa’dewakang
Ada dugaan bahwa perahu pa’dewakkang adalah perahu kuno yang pertama
tercipta yang memakai lunas (bagian terbawah kapal) dan dindingnya terdiri dari
layarnya berbentuk segi empat serta dibagian depan terdapat layar kecil berbentuk
segi tiga. Menurut beberapa sumber dahulu perahu ini dipergunakan nelayan untuk
pergi ke pulau dewakang (salah satu pulau dalam gugusan kepulauan spermonde
Pangkajene Sulawesi Selatan). Daya angkutnya kurang dari 10 ton. Pada abad
6. Lambo’
Perahu lambo’ merupakan perahu khas Mandar dan Buton. Bentuknya mirip
sekoci kapal, sehingga ada yang menduga bahwa nama lambo’ berasal dari “Large
Boat” buritanya bulat dan disebut “Panta” (pantat) sedangkan haluannya agak
lurus dan condong kedepan. Daya angkut perahu lambo’ berkisar antara 15-60 ton.
Antara perahu pajalla dan patorani hampir tidak ada perbedaan, kecuali
ukuranya. Perahu Patorani sedikit lebih besar dan dipergunakan untuk menangkap
ikan torani (ikan terbang). Daya angkut perahu Pajalla hanya sekitar empat ton.
48
Perahu pajalla menggunakan layar segi empat yang disebut “Sombala tanja”
8. Salompong
sarana angkutan. Untuk meningkatkan daya angkut, perahu Pajalla ditambah daya
angkut dan tingginya dengan papan lamma (papan lemah) beberapa susun.
pada bagian depan penambahannya tidak langsung pada bagian sotting (Sambungan
lunas). Oleh karena itu pada bagian tersebut terjadi undakan dan disebut
ditambahkan lagi daya angkutnya menjadi 30 ton. Perahu Salompong ukuran 30-40
9. Palari
bagian depan dirubah dan diratakan sedangkan papan lamma sudah langsung
berhubungan dengan sotting depan, dengan demikian bagian lantai satu (dek) sudah
sekitar 1920-an.
Perahu jenis baru ini memiliki ciri utama yaitu dua tiang dan tujuh helai layar. Tiga
layar di depan berbentuk segitiga lancip terpasang antara tiang depan dengan
anjong. Layar paling depan disebut cocoro pantara, yang ditengah disebut cocoro
tangnga dan yang ketiga disebut tarengke. Pada dua tiang utama terdapat dua layar
besar berbentuk trapesium, layar tengah yang melekat pada tiang depan disebut
sombala bakka (layar besar) dan yang dibelakang disebut sombala riboko (layar
49
belakang), sedangkan dua buah layar yang berbentuk segitiga berada dipuncak
untuk mengembangkan perahu yang lebih canggih telah diperoleh dengan hasil
rasa, cipta, karya yaitu dengan munculnya perahu pinisi. Perahu ini sampai
Pinisi dapat dikatakan merupakan simbol dan lambang dari suatu kemajuan
teknik yang luar biasa yang tetap didasari oleh nilai-nilai seni yang tinggi dan
budaya yang bersifat tradisional. Karena sifat dari perahu pinisi tidak hanya
ekspor yang tinggi nilainya, tetapi juga merupakan sesuatu yang bersifat ssimbolik.
Karena sifatnya yang simbolik, maka dalam usaha pembuatannya maupun proses
Peningkatan produksi gas berimbas pada warga Desa Ara. Pengaruh ini
dapat dilihat dari banyaknya perubahan yang terjadi secara umum, yang dapat
segala bidang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan bermanfaat
bagi masyarakat.
Alya Salsa Ramadhani, dkk, “Pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara Kabupaten
22
dalam masyarakat yang kurang beruntung secara sosial. Pembuatan perahu di desa
Ara memiliki model pengelolaan yang tertata dengan baik yang bertujuan untuk
menjaga koherensi dalam komunitas pengrajin. Meskipun ini bukan sesuatu yang
resmi, kepatuhan terhadap sistem dan struktur kerja tetap dihormati. Sederhananya,
struktur itu terdiri dari sambalu (pemilik perahu), punggawa (kepala tukang) atau
Sawi (tukang)
Perahu Pinisi tidak ada hanya terlihat oleh faktor teknologi dan budaya,
tetapi juga mempunyai peran lebih banyak dibahas sebagai alat transportasi yang
warisan budaya bahari yang sangat kurang di dunia. Tapi perahu tradisional
Indonesia seperti Pinisi, Lambok, dan lainnya masih lebih dari 20% berdasarkan
Nusa Tenggara, serta berbagai rute laut bagian timur nusantara masih aktif berlayar
perahu tradisional.24
Ara, ini terjadi pada ratusan bertahun-tahun. Adapun jenis-jenis perahu Pinisi dapat
Yaitu perahu yang tampil dengan ciri utama dengan memakai 2 (dua) buah
tiang dan 7 (tujuh) layar. Modifikasi hanya terjadi dalam ruang lambung sehingga
penampilan relatif sama dengan Pinisi klasik yang anggun dan mempesona. Sebagai
Ciri khas perahu ini adalah 2 (dua) tiang dan 7 (tujuh) layar. Type ini
dan menonjol diatas geladak maka penampilanya tidak seangguan lagi dengan
Pinisi asli. Beberapa contoh perahu jenis ini adalah: Pinisi kembang matahari,
Perahu dengan dua tiang, terjadi modifikasi model pada layar yang sangat
berbeda dengan layar perahu Pinisi. Pada type ini tidak ditemukan ciri utama Pinisi
(model dan jumlah layar) seperti telah di uraikan sebelumnya, sehingga perahu ini
24
Abidin, B. Perspektif dan Tantangan Gelangan Kapal Kapal Rakyat di Daerah
Bulukumba, (tt, tt, 1992), h. tt
25
Arief Saenong, Pinisi Panduan Teknologi dan Budaya, (Bulukumba: Dinas Perindustrian
Pariwisata dan Budaya, 2007), h. 49
52
bentuknya tidak lagi terdapat ciri utama Pinisi, tiangnya hanya satu dan layarnya
hanya tiga atau empat buah. Pada awal terciptanya sekitar tahun 1980-an oarang
menamainya PLM, namun setelah maraknya pemesanan Pinsi, perahu jenis ini turut
pula dinamai Pinisi. Perahu jenis inilah yang mendominasi pelayaran di nusantara,
pinisi:27
tidak putus atau terpisah, yaitu membentuk cangkang di setiap ujung kayu
2. Setelah lunas telah siap, maka langkah selanjutnya dengan membuat badan
kapal atau dinding kapal atau bisa dikatakan lambung kapal. Proses
26
Haji Galla, Sambalu (pemilik kapal), wawancara, Bulukumba, 1 Agustus 2022
27
Iwan, Kepala tukang (punggawa), wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
53
putih (tali pramuka) dan mencampurnya dengan serbuk pati. Barru adalah
jenis bahan yang sangat baik digunakan untuk menutupi lubang pada
lambung kapal karena tahan terhadap air dan jika terkena air akan
mengembang.
dan menarik seperti halnya kamar- kamar pada hotel. Sedangkan untuk
5. Setelah itu langkah terakhir adalah roses pembuatan layar pada pinisi, yaitu
3 layar dipasang di ujung depan, 2 layar di bagian depan dan 2 layar lagi
dalam kapal pinisi mempunyai makna-makna yang ada dalam agama islam.
Perubahan juga terjadi pada bagian belakang bodi kapal yaitu dulunya
bagian belakang sama dengan bagian depan kapal yang bentuknya runcing. Tapi
Perubahan tersebut terjadi karena dipengaruhi juga dengan perubahan kapal yang
sisi penggerak dari kapal pinisi. Penggeraknya tidak lagi bertumpu pada kekuatan
angin.
Dari perubahan yang sangat mencolok yang dijelaskan tadi, keuntungan dari
pembuat perahu sendiri adalah tidak terlalu merumitkan dalam pembuatan bodi atau
lambung kapal khususnya bodi bagian belakang karena pembuatan bagian belakang
yang menggunakan model runcing harus membutuhkan tafsiran yang jeli dan
28
Pung imam takko', sanro, wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
29
Wiwin, pekerja kapal (pajama lopi), wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
55
“Sisa-sisa kayu juga sedikit berkurang karena kayu pada bodi bagian
belakang pemotongannya sudah tidak dibengkokkan/dibelokkan, jadi tidak
terlalu banyak sisa-sisa dari bahan baku potongan kayu yang terbuang.
Terdapat banyak keuntungan yang diperoleh dari perubahan-perubahan
tersebut, khususnya perubahan bodi bagian belakang kapal sehingga
pembuatan bodi kapal pinisi lebih cepat selesai dibandingkan dengan model
bodi sebelumnya.”30
bahan baku dari kapal pinisi masih mempunyai fungsi yang lain.
hingga sekarang juga membuat kapal sekarang sudah sangat tangguh dibandingkan
1. Dengan layar yang dimiliki oleh pinisi sekarang yaitu sudah berlayar 7,
selain memiliki banyak layar tetapi bentuk dan penyusunan layar dibuat
sedemikian rupa untuk melawan angin yang kencang agar pada saat
diterjang ombak dan angin, kapal tidak oleng dan tetap mempertahankan
keseimbangannya.
Ketika kapal pesanan telah selesai dibuat, maka punggawa kapal segera
menghubungi si pemesan yang tidak lain pemesan kebanyakan dari luar Indonesia
(luar negeri).
“Pada saat sebelum kapal dilepaskan dilautan, terlebih dahulu dilakukan
ritual oleh masyarakat setempat yang disaksikan juga si pemesan kapal.
Ritual ini merupakan salah satu adat masyarakat desa Bira. Adat (salamatan)
tersebut dilakukan secara mistis yang bertujuan agar kapal tersebut mampu
menerima si pemesan sebagai pemilik aslinya, karena kapal itu dianggap
30
Aldi, pekerja kapal (pajama lopi), wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
31
Iwan, Kepala tukang (punggawa), wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
56
oleh para pembuat kapal dan masyarakat bahwa kapal tersebut ada yang
punya, tidak lain adalah makhluk halus.”32
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, pada saat kapal pinisi telah
Setelah ritual dilakukan, maka pinisi tersebut akan dilepaskan ke lautan luas.
Adapun proses pelepasan pinisi yang begitu besar dan berat itu hanya menggunakan
1. Nilai Religi
Pada semua tahap pengerjaan kapal, sangat penting untuk melakukan ritual
atau ritual tradisional tertentu yang diyakini membawa kesuksesan bagi pekerja
Bulukumba memiliki ritual syukur atas apa yang telah diberikan Tuhan yaitu ritual
Mancera tasi.
menebang kayu untuk digunakan sebagai bahan pembuatan kapal. Ritual ini juga
32
Iwan, Kepala tukang (punggawa), wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
33
Haji Galla, Sambalu, wawancara, Bulukumba, 1 Agustus 2022
57
semakin berkurangnya bahan baku pembuatan kapal pinisi tidak menyurutkan niat
mendapatkan bahan baku, dengan pembuat kapal menerima kayu sebagai kayu
olahan. Kelangkaan kayu sebagai sumber bahan baku pinisi di wilayah Bontobahari
pinisi. Seperti produk pinisi saat ini, kekayaan Sulawesi Selatan cenderung
berpindah ke daerah lain misalnya Sulawesi Tengah, Papua dan Kalimantan yang
masih banyak bahan baku produksi kapal yakni kayu. Jenis kayu yang dipakai ialah
kayu besi, kayu betti (bitti), kayu jati dan kayu pude. Kayu betti (bitti), kayu jati
dan kayu pude sendiri berasal dari Kabupate Bulukumba karena kayu tersebut
Sambalu mendatangi penjual kayu untuk menawarkan dua poin yaitu membeli kayu
tersebut secara perpohon atau diborong tergantung dari kesepakatan penjual dan
pembeli. Untuk kayu besi, penjual langsung menawarkan kepada calon pembeli
yang mereka kirim langsung dari daerah pengahasil kayu besi misalnya dari
terbaik. Misalnya, hari baik adalah tanggal 5 dan 7 setiap bulan. Hari ke-5 memiliki
34
Pung imam takko', sanro, wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
35
Haji Galla, Sambalu, wawancara, Bulukumba, 1 Agustus 2022
58
Penebangan pohon dilakukan antara jam 9 dan 11 siang hari atau matahari
terbit. Menentukan waktu tidak terlepas dari makna, dan begitu matahari terbit,
harapan dan rezeki meningkat dan berjalan lancar. Kemudian kapak Panrita lopi
dalam melakukan sesuatu hal. Selain kapak, alat yang biasanya juga digunakan oleh
ritual Annatara ialah simbol pertemuan ayah dan ibu sebagai terciptanya janin yang
selanjutnya akan diproses menjadi bayi dalam bentuk perahu. Hal tersebut
36
Pung imam takko', sanro, wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
37
Iwan, Kepala tukang (punggawa), wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
59
dalam ritual Annantara sarat akan makna yang berhubungan dengan kehidupan
dalam keluarga.
pembuatan kapal, karena itu perlu berkonsultasi antara Panrita lopi dan pemilik
kapal untuk menentukan ukurannya. Sebelum persiapan bahan mentah di hutan dan
panjang Lunas.
“Yang pertama adalah tonase untuk kapal dengan rentang panjang 11 kaki
dan berat 30 sampai 40 ton, dan 100 ton untuk kapal dengan panjang 17
kaki. Kedua, untuk menambah dan mengurangi alas (Kalabiseang) dari
ukuran di atas, kita perlu melakukan beberapa langkah.” 39
Masih banyak yang harus dilakukan setelah itu, baik itu pemasangan papan
keras atau kamus konjo lokal artinya anjama papan terasa adalah papan kulit
pertama. Namun sebelum itu, mulailah dengan papan kelima, keempat, ketiga dan
kedua papan, biasanya digunakan pasok buku dengan sekitar 3.000 batang yang
digunakan di Pinisi.
“Untuk mengerjakan tiang agung dalam perahu pinisi, dalam bahasa konjo
disebut Anjama Palajareng, dua batang tiang didasarkan pada Bangkeng
salara. Ketinggian strip harus seimbang dengan ukuran strip. Dengan
perahu atau beradaptasi dengan lambung perahu. tiang depan utama
memakai penumbu dan lebih panjang dari tiang belakang.”40
38
Haji Galla, Sambalu (pemilik kapal), wawancara, Bulukumba, 1 Agustus 2022
39
Wiwin, pekerja kapal (pajama lopi), wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
40
Iwan, Kepala tukang (punggawa), wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
60
agung tersebut harus selaras dengan tiang yang berada di depan dan di belakang
mengusir bala. Upacara ini wajib bagi pemilik kapal agar kapal tidak mengalami
lapis), onde-onde, kaddo massingkulu (kue beras dibungkus daun bambu), songkolo
tersebut masyarakat tidak diberatkan pada aspek penyediaan hewan yang akan
disembelih pada saat upacara ritual. Tetapi pada ritual tersebut tetap memperhatikan
menikmati hidangan yang sudah disiapkan sebelumnya yakni kue tradisional. Arti
41
Pung imam takko', sanro, wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
61
memiliki pusar. Ritual pembuatan pusar (possi) disebut Ammossi, yang dilakukan
lahirnya bayi perahu setelah berbulan-bulan dirawat sejak terbentuknya janin dalam
upacara annattara. Ammossi dilengkapi dengan berbagai kue tradisional dan dupa.
kapal yang mempunyai makna kapal tersebut akan mendapatkan banyak rejeki saat
beroperasi.
42
Pung imam takko', sanro, wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
43
Arif Muhammad Saenong, Pinisi Paduan Teknologi dan Budaya, (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2013), h. 56
44
Haji Galla, Sambalu, wawancara, Bulukumba, 1 Agustus 2022
62
Kapal pinisi memiliki dua tiang dan tujuh layar dan mempunyai makna
tersendiri. Pemosisian layar memiliki tiga layar di depan, dua di tengah dan tiga di
belakang. Pentingnya dua tiang utama ini sama dengan prinsip dasar kehidupan dan
prinsip dasar Islam itu sendiri adalah dua kalimat syahadat. Untuk makna tujuh
layar pinisi sama dengan jumlah ayat dalam Surah Al-Fatihah. Tujuh layar kapal
pinisi berarti nenek moyang bangsa Indonesia zaman dahulu mampu mengarungi
Upacara ini merupakan puncak dari upacara pembuatan perahu pinisi karena
upacara ini merupakan proses pertama saat perahu pinisi pertama kali berlayar.
tari tradisional Marise Resa dan pamannca. Pada saat pembukaan telah selesai, dua
buah tali akan dibentangkan dan rantai dikaitkan pada bagian badan perahu.
hal unik dalam ritual yang dilaksanakan. Tidak semata-mata hal-hal mistis saja
masyarakat setempat.
45
Iwan, Kepala tukang (punggawa), wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
63
Tradisi yang diturunkan secara turun temurun ini masih dipertahankan oleh
para ahli warisnya, khususnya di kawasan pembuat perahu pinisi, dan akhirnya
2017 oleh UNESCO. Annyorong lopi juga sarat akan kearifan lokal, yang menjadi
salah satu acara yang diadakan setiap tahun sebagai bagian dari Festival Pinisi.
Pengaruh positif dari unsur religi masyarakat Desa Ara yang tercermin dari
kegiatan ritual dan pantangan tertentu dalam pembuatannya dapat menjadi daya
tarik wisata yang sangat menarik. Tentu saja, selain mengejar tujuan untuk
nilai-nilai religi dalam produksi Pinisi dapat menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia
kaya akan keragaman suku dan budaya serta kekhasannya, yang membedakannya
2. Nilai Lokal
akan ada motivasi yang sesuai. Pengetahuan masyarakat Desa Ara tentang perahu
pinisi diperoleh secara turun temurun sebagai warisan budaya dari generasi ke
generasi. Hal ini dapat bertahan karena ditunjang oleh tersedianya sarana yang
pinisi dalam kehidupan masyarakat Desa Ara memiliki sejarah yang cukup panjang,
sejak nenek moyang berdatangan dari tanah asalnya yaitu Benua Asia (Tiongkok)
ke mancanegara.46
46
Darmawan Salman, Jagad Maritim, (Makassar: Ininawa, 2006), h. 34
64
Pada zaman dahulu, kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia. Sejak
zaman raja-raja kuno, para raja dan pangeran telah menggunakan perahu pinisi
Luwu. Dia adalah orang yang dianggap pertama kali menggunakan Pinisi. Dia
perahu.
semangat budaya masyarakat Desa Ara sebagai pembuat perahu, ada unsur budaya
yang bisa ditelaah. Aspek budaya ini mencerminkan kegiatan budaya yang
dilakukan oleh suatu masyarakat dalam sistem budaya yang berbeda. Dari sistem
mereka miliki sebelum munculnya dan berkembangnya agama Islam di desa Ara.
Kepercayaan ini mengacu pada tradisi pembuatan perahu, yaitu kesakralan tradisi
47
Tenti Fajrah Ihsani MJ, Nilai-Nilai Religi Dalam Pembuatan Kapal Pinisi Bulukumba,
(Makassar, WSBM FKM Unhas, tt), h. 3
48
Usman Pelly, “Ara dengan Perahu Bugisnya”, Tesis (Makassar: Pusat Latihan Ilmu–
ilmu Sosial, 1975), h. 11
49
Wiwin, pekerja kapal (pajama lopi), wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
65
pembuatan perahu di Desa Ara, yang dipenuhi dalam berbagai upacara, mulai dari
Pelaksanaan setiap ritual untuk pemesan kapal juga harus dilakukan secara
bahwa hubungan yang perlu dijaga oleh kedua belah pihak harus terjalin dengan
baik, dan yang akan mempengaruhi keberhasilan kapal di masa depan. Ritual ini
dianggap perlu karena timbul kesulitan pembayaran antara orang tersebut dengan
Pajama Lopi, yang seringkali menimbulkan konflik dan terkadang salah satu pihak
harus menempuh jalan santet. Oleh karena itu, setiap acara pelaksanaan ini harus
perhitungan sesuai dengan preferensi pribadi pembeli kapal. Panrita lopi diminta
untuk menentukan ukuran lebar perahu dengan mengukur kaki atau tangan pemesan
pada sebatang bambu, untuk menentukan ukuran perahu dimana yang pertama
ketiga, mengejar keuntungan, keempat, Nialla Pamuso (diculik oleh bandit) dan
yang kelima Mate ri daraq (mati di daratan). Ukuran pelanggan akan dikalikan
sehingga dia mendapatkan salah satu dari tiga keuntungan yang dianggap. Selain
itu, bagian ini akan ditawarkan sebagai sarana untuk mengidentifikasi jejak (bawah)
perahu. Susunan lambung memiliki nama dan preseden tertentu dalam pembuatan
bentuk.
66
mengawali proses pembuatan perahu pinisi dengan serangkaian upacara adat. Pada
saat peletakan lunas misalnya, akan digelar upacara Barazanji yang dipimpin oleh
pemuka atau tokoh agama untuk membacakan serangkaian doa dan kenduri. Hal
serupa juga akan dihelat kembali setelah pembuatan lambung kapal. Setelah itu,
masyarakat akan menggelar serangkaian upacara untuk melepas kapal pinisi ke laut.
Upacara yang terakhir ini cukup panjang karena dimulai sejak malam sebelum
upacara ini lebih tepatnya disebut proses tolak bala (mengusir aura jahat demi
Barazanji.
Puncak upacara adat akan diakhiri dengan prosesi Ammossi, dimana pada
kesempatan ini pemuka adat akan membuat pusar di tengah-tengah lunas (bagian
terbawah) perahu. Pemberian pusar dimaksudkan untuk memberi tanda bahwa pada
hari tersebut telah terlahir perahu pinisi yang siap terjun ke laut. Proses pelepasan
perahu ke laut juga dilakuan secara tradisional, dimana ratusan orang akan
menyeretnya menggunakan tambang. Tapi setelah semua itu selesai, bukan berarti
proses pembuatan perahu juga sudah selesai. Masih ada satu tahap lagi yang perlu
dilewati yaitu pemasangan layar. Pemasangan layar ini kita lakukan setelah perahu
sudah berada di lautan atau di sekitaran pantai. Dalam pemasangan layar pinisi ini,
biasanya dilakukan tergantung dari pemilik perahu. Beda halnya dengan perahu
pinisi yang dipesan oleh orang luar atau dari Mancanegara, pastinya memerlukan
waktu yang singkat dan pengerjaannya harus di percepat dan mempunyai target.
67
perahu pinisi sebelum berlayar. Perahu pinisi mempunyai dua tiang utama dan
kapal pinisi tetap mencerminkan bahwasanya nilai-nilai islam ada dalam kapal
pinisi tersebut
sangat penting bagi ketentraman batin. Karena dengan berdoa dapat memupuk dan
menambah rasa optimisme didalam diri manusia serta akan menjauhkan rasa
pesimis dan putus asa. Dalam setiap upacara ritual pembuatan perahu selalu ada
dan diawali dengan pembacaan basmalah, dan merupakan nilai agama Islam yang
mantera yang diucapkan oleh panrita lopi salah satunya yaitu “a…i…u.” dipercaya
sebagai huruf hidup yang merupakan huruf keramat dan angka tiga itu sendiri
lopi menggabungkan pengucapan atau pembacaan dari kedua mantera atau doa
tersebut.
50
Dina, masyarakat, wawancara, Bulukumba, 15 Mei 2022
68
merupakan sebuah karya dari manusia. Tetapi karya dari manusia memiliki
hubungan dengan kekuatan spritualisme alam yang tak akan pernah bisa dipisahkan
kepercayaan dan keahlian bagi tiga daerah yaitu, Desa Ara, Tanah Beru yang ahli
dalam pembuatan perahu, sedangkan masyarakat Bira mahir dalam berlayar. Mitos
dan pemerintah setempat mengenai warisan budaya yang dititipkan oleh leluhur
51
Kaeng ati, masyarakat, wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
52
Siti Hadija, masyarakat, wawancara, Bulukumba, 14 Mei 2022
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dan ibu sebagai terciptanya janin yang selanjutnya akan diproses menjadi
bayi dalam bentuk perahu, c). Appassili (ritual peluncuran kapal), upacara
ini bermakna bagi pemilik kapal agar kapal tidak mengalami musibah. d).
dalam upacara annattara. e). Ritual anyorong lopi, pada ritual ini terdapat
lagu dan cerita lucu ini dipercaya bisa meredakan kepenatan orang yang
69
70
merupakan bentuk rasa syukur kepada allah swt atas segala nikmat
B. Implikasi penelitian
1. Pengaruh positif dari unsur religi masyarakat desa ara yang tercermin dari
daya tarik wisata yang sangat menarik selain mengejar tujuan untuk
2. Adanya nilai-nilai religi dalam produksi pinisi dapat menjadi bukti bahwa
BUKU
Abdullah, Irwan,Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006
Alim, M., Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
Arief, Muhammad dan Abbas, Phinisi Perahu Khas Sulawesi Selatan, Bulukumba:
Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala dan Permuseuman
Sulawesi Selatan
B. Abidin, Perspektif dan Tantangan Gelangan Kapal Kapal Rakyat di Daerah
Bulukumba, tt, tt, 1992
Fitri, A. Maimun, Madrasah unggulan lembaga Pendidikan Alternatif di Era
Kompetitif, Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Hasanuddin, dkk, Spektrum Sejarah Budaya dan Tradisi Bulukumba, Makassar:
LEPHAS, 2003
Horridge, Adrian, Perahu Layar Tradisional Nusantara, Yogyakarta: Ombak, 2015
Khoiron, A. Mustamil, Metode Penelitian Kualitatif, Semarang: Lembaga
Pendidikan Sukarno Pressindo, 2019.
Moleong, Penelitian Kualitaif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam. Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Nonci, M. H. Sosiologi Agama, Makassar: Alauddin University Press, 2014
Nugrahani, Farida, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan
Bahasa, Surakarta: Cakra Books, 2014.
Nuhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo, 2006
Risieri, F, Pengantar Filsafat Nilai, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Rizal, J. Kehidupan Wanita Bira Studi Sosiologi tentang Pola Perikelakuan
Wanita Masyarakat Pelayar, Ujung Pandang: Pusat Latihan Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial, 1978
Saenong, A. M., Pinisi Paduan Teknologi dan Budaya, Bulukumba: Dinas
Perindustrian Pariwisata Seni Budaya, 2007.
Sahar, Santri, Kebudayaan Simbolik Makassar: Prodi Sosiologi Agama
Universitas Islam UIN Alauddin, 2019.
Sahlan, A. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, Malang: UIN Maliki Press,
2010.
Salman, D. Jagad Maritim, Makassar: Ininnawa, 2006.
Santri, Sahar, Pengantar Antropologi Integrasi Ilmu & Agama, Makassar: Rumah
Buku Carabaca Makassar, 2015.
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2018
71
72
JURNAL
A. T . Bandung, Pinisi Meretas Dunia Menyebar Budaya Bugis-Makassar.
Jurnal Walasuji, (2007)
Affandi, Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Meningkatkan Perilaku
Keberagamaan Peserta Didik, Jurnal Atthulab (2017).
Alya Salsa Ramadhani, dkk, Pembuatan Perahu Pinisi di Desa Ara Kabupaten
Bulukumba 1970-2017, Jurnal Pattingalloang 5, no.1 (2018)
Andini, P., Nilai Budaya Naskah La Galigo dan Perahu Pinisi di Museum untuk
Generasi Milenial, Jurnal Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi
Selatan Jalan Ujung Pandang, (2020).
Aritonang, L, D., Nilai Kearifan Lokal dan Upaya Pemertahanan Budaya dalam
Menjalin Solidaritas Antar Sesam di Desa Paringgonan Sebagai Bahan
Ajar Pembentukan Karakter Mahasiswa, Jurnal Universitas
Muhammadiyah Tapanuli Selatan Padang sidimpuan, 2020.
Dadi Ahmadi, Interaksi Simbolik Suatu Pengantar, Jurnal Mediator, (2008).
Eymal B. Demmalino, Pelaut Ulung Perahu Pinisi Nusantara. Jurnal Universitas
Hasanuddin, (2000).
Fadilla, A. dkk, Desain Kapal Wisata Jenis Pinisi di Perairan Indonesia Timur,
Jurnal Universitas Darma Persada, (2020).
Fajrah Ihsani MJ, Tenti, Nilai-Nilai Religi Dalam Pembuatan Kapal Pinisi
Bulukumba, Makassar, WSBM FKM Unhas, tt
Hastuti, D. R. D, dkk, Pendekatan Perspektif Weber Terhadap Tindakan
Rasionalisme Pembuatan Perahu Pinisi, Jurnal Universitas Negeri
Makassar, (2018).
Jayadi, K. Kebudayaan Lokal Sebagai Sumber Inspriasi, Jurnal Universitas
Negeri Makasssar, (2014).
Lantara, D. Proses Produksi Pembuatan Kapal Layar Pinisi Untuk Meminimalkan
Waktu Produksi dengan Model Pert, Jurnal Universitas Brawijaya,
(2014).
Manshur, F. M. Kajian Teori Formalisme dan Strukturalisme, Jurnal Universitas
Gajah Mada, (2019).
Mansur, A. Implementasi Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran dan
Fungsionalisasi Etika Islam, Jurnal Ilmiah Keislaman, (2006).
73
SKRIPSI
Arief Munawir, Andi, Motorisasi Perahu Pinisi di Tanah Beru Kabupaten
Bulukumba 1975-1985, Skripsi, Makassar: Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin, 2014.
Asnira, Makna Perahu Pinisi Bagi Punggawa di Kelurahan Tanah Beru Kabupaten
Bulukumba, Skripsi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2018.
Jamil, K. N., Perahu Pinisi Sebagai Lambang Kabupaten Bulukumba, Skripsi,
Universitas Islam negeri Alauddin Makassar, 2012
Nurhana, Perkembangan Pembuatan Perahu Pinisi Di Tanah Beru Kabupaten
Bulukumba 1985-1995, Skripsi, Makassar: Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Hasanuddin, 2009
DATA INFORMAN
74
LAMPIRAN
Foto 1: Wawancara dengan Sanro bernama Pung Imam Takko, pada tanggal 15
Mei 2022
Foto 2: Wawancara dengan masyarakat Desa Ara bernama Dina, pada tanggal 15
Mei 2022
75
Foto 3: Wawancara dengan Pajama Lopi bernama Wiwin, pada tanggal 14 Mei
2022
Foto 4: Wawancara dengan kepala tukang bernama Iwan pada tanggal 14 Mei
2022
Foto 5: Wawancara dengan sambalu bernama H. Galla pada tanggal 1 Agustus
2022
Foto 6: Wawancara dengan masyarakat Desa Ara bernama Kaeng Ati pada
Atas Negeri 5 Bulukumba pada tahun 2015-2018. Setelah itu melanjutkan jenjang
UMK dan lulus pada Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
Selama kuliah penulis pernah bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Sosiologi Agama.