Anda di halaman 1dari 54

PEDOMAN

KESELAMATAN PASIEN
UPTD PUSKESMAS RATU JAYA
PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN
Sistematika

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang
B Tujuan
C Sasaran
D Ruang lingkup
E Batasan operasional
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A Kualifikasi sumber daya manusia
B Distribusi ketenagaan
C Jadwal kegiatan
BAB III STANDAR FASILITAS
A Denah ruang
B Standar fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A Lingkup kegiatan
B Metode
C Langkah kegiatan
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN SASARAN
KEGIATAN/PROGRAM
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan yang berkualitas merupakan cerminan dari sebuah proses yang
berkesinambungan dengan berorientasi pada hasil yang memuaskan. Dalam
perkembangan masyarakat yang semakin kritis, mutu pelayanan puskesmas tidak hanya
disorot dari aspek klinis medisnya saja namun juga dari aspek keselamatan pasien dan
aspek pemberian pelayanan.Peningkatan mutu klinis dan keselamatan pasien adalah
program yang disusun secara obyektif dan sistematik untuk memantau dan menilai mutu
serta kewajaran asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah masalah yang ada Meningkatnya pendidikan
dan sosial ekonomi masyarakat menuntut perubahan pelayanan kesehatan yang lebih
baik, lebih ramah dan lebih bermutu. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan puskesmas
secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif, efisien serta
memberikan kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat dengan tetap
mengedepankan keselamatan pasien.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global. Ada lima isu penting yang terkait
dengan keselamatan (safety) yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan
pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di Puskesmas
yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan
(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan
”bisnis” yang terkait dengan kelangsungan hidup Puskesmas. Ke lima aspek keselamatan
tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan. Namun harus diakui kegiatan institusi
kesehatan dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan
prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
puskesmas
Serta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, seluruh unit pelayanan
yang ada dan seluruh karyawan berkomitmen untuk melaksanakan manajemen risiko,
untuk mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap keselamatan pasien, staf
dan sasaaran pelayanan UKM, UKP, KMP serta masyarakat di wilayah kerja. Agar
pelayanan FKTP bermutu dan mengupayakan keselamatan pasien, maka perlu disusun
rencana program manajemen risiko yang meliputi program identifiksai risiko-risiko yang
ada, analisis risiko, penanganan risiko, monitoring dan evaluasi pengendalian risiko
terHadap pelayanan klinis dan pelayanan non klinis di FKTP.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, seluruh unit pelayanan yang
ada dan seluruh karyawan berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang bermutu,
terjangkau, dan mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung, masyarakat, dan
karyawan yang bekerja di Puskesmas Ratu Jaya.
Program mutu dan keselamatan pasien merupakan program yang wajib
direncanakan, dilaksanakan, dimonitor, dievaluasi dan ditindaklanjuti diseluruh jajaran
yang ada di Puskesmas Ratu Jaya, mulai dari kepala puskesmas, penanggungjawab unit
pelayanan klinis, dan seluruh karyawan.
Oleh karena itu perlu disusun Pedoman Keselamatan Pasien dan Manajemen
Resiko Puskesmas Ratu Jaya yang menjadi acuan dalam penyusunan program-program
mutu dan keselamatan pasien di Puskesmas Ratu Jaya untuk dilaksanakan pada tahun
2022.
Pedoman ini disusun dengan tujuan menyediakan pedoman bagi fasilitas
kesehatan tingkat pertama dalam mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung dan
masyarakat melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang
disediakan oleh fasilitas kesehatan tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Tersedianya pedoman pelaksanaan Program Keselamatan Pasien dan
Manajemen Resiko di Puskesmas Ratu Jaya dan Meningkatkan mutu pelayanan
melalui pelaksanaan program Manajemen Resiko di semua Unit pelayanan dan
oleh seluruh petugas Kesehatan

2. Tujuan Khusus :
a. Terlaksananya Program Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko di
Puskesmas secara sistematis dan terintegrasi
b. Terlaksananya pencatatan terjadinya insiden di Puskesmas dan pelaporannya,
sehingga tersedia data untuk perbaikan keselamatan pasien
c. Terlaksananya Iidentifikasi Risiko sesuai konsep Manajemen Resiko
d. Terlaksananya Register Risiko berdasarkan Tindakan pelayanan yang dilakukan
di Puskesmas Ratu Jaya

C. SASARAN
Sasaran Keselamatan Paien :
1. Tidak terjadinya salah identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif dalam pelayanan
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan
5. Pengurangan terjadinya risiko infeksi dalam pelayanan klinis
6. Tidak terjadinya pasien jatuh

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman keselamatan pasien Puskesmas Ratu Jaya meliputi :

- Keselamatan Pasien Puskesmas,


- Enam Sasaran Keselamatan Pasien Pskesmas
- Pelaporan Insiden Keselamatan pasien
- Pelaporan INM
- Manajemen Resiko Puskesmas
- Identifikisasi dan Register resiko

E. Batasan Operasional
1. Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistem dimana puskesmas
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan.
2. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak
Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian
Potensial Cedera.
3. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
4. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien.
5. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
6. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
7. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius sebagai berikut :
a. Kematian yang tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan penyakit
pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. ( contoh bunuh diri )
b. Kehilangan fungsi yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau
kondisi yang mendasari penyakitnya.
c. Salah tempat, salah prosedur, salah pasien yang dioperasi.
d. Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada orang lain yang bukan
orang tuanya
8. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden
keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran
9. Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak negatif
terhadap pencapaian organisasi.
10. Manajemen resiko adalah Suatu proses mengenal, mengevaluasi,
mengendalikan, dan meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara
menyeluruh
11. Identifikasi resiko adalah pemeriksaan apa yang ada di dalam organisasi, yang
dapat mengakibatkan cedera pada individu, sehingga bisa ditentukan apakah
organisasi sudah mengambil tindakan pencegahan (prevent), mitigasi,
mendeteksi error yang dapat menyebabkan cedera (harm)
12. Register resiko adalah suatu daftar yang memuat risiko-risiko yang dihadapi oleh
suatu entitas
13. FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) : suatu pendekatan untuk mengenali
dan menemukan kemungkina terjadinya kegagalan pada system dan strategi
untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Keselamatan pasien dan Manajemen Resiko di
UPTD Puskesmas Ratu Jaya dipimpin oleh Ketua Tim keselamatan pasien dan
manajemen resiko. Anggota Tim keselamatan pasien dan manajemen resiko
disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi ketenagaan
Tim keselamatan pasien dan manajemen resiko disebutkan sesuai dengan tugas
masing-masing.
TIM KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RESIKO UPTD PUSKESMAS
RATU JAYA

NO JABATAN NAMA

1 PJ KESELAMATAN PASIEN dan dr. Madyaning Septiwati


MANAJEMEN RESIKO

2 KOORDINATOR Aning Yuniarsih NKA, Amd. Kep

3 ANGGOTA 1. Sheika Wulandari


2. Suhendra
3. Try
4. Murtono
5. Selva Sentika
 

B. Distribusi Ketenagaan
Tim Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko berjumlah 7 orang sesuai dengan
struktur organisasinya. Tim Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko terdiri dari
penanggung jawab, koordinator dan anggota tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan Keselamatan Pasien dan
Manajemen Resiko.
C. JADUAL KEGIATAN

2022
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Pembentukan Tim
X X
Keselamatan Pasien
K M
dan Manajemen
P R
Risiko

3. Sosialisasi KP dan
X X
MR

4. Workshop KP dan
X
MR

5. Rapat rutin Tim


Keselamatan Pasien X X X X X X X X X X X X
dan MR

6. Rapat koordinasi
dengan Tim Mutu X X X X
Pelayanan

7. Pelaporan Insiden
X X X X X X X X X X X X
keselamatan pasien

8. Melakukan
pencatatan,
pelaporan, evaluasi,
analisis dan tindak X X X X X X X X X X X X
lanjut dari KTD dan
KNC

9. Menyusun Register
X X X X X X X
Resiko

10. Fasilitasi
X
Penyusunan FMEA

11. Pelaporan MR X X
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Lantai 1
Lantai 2

B. STANDAR FASILITAS
1. Untuk screening identifikasi pasien di pendaftaran sudah dengan menggunakan
minimal dua cara seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor
identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas
pasien).
2. Untuk alur pelayanan telah sesuai dengan standar keselamatan pasien tersedianya
penanda ruangan yang jelas, jalur evakuasi, ruang tunggu yang banyak dan
nyaman, lantai yang tidak licin, penerangan yang jelas,
3. Untuk ruangan VK dan ruangan pasca bersalin terdapat fasilitas bed dengan
handle
4. Untuk ruangan Farmasi sudah dilakukan pelabelan LASA, dan letak obat LASA
tidak berdampingan. Obat high alert juga dilakukan pelabelan dengan label khusus
HIGH ALERT dan menatanya pada tempat penyimpanan sesuai dengan kondisi
penyimpanan yang tertera.
5. Untuk mencegah terjadinya infeksi petugas menggunakan APD sesuai
indikasi,untuk pelepasan APD juga sudah ada ruangan dan tempat untuk APD nya.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN
1. Pembentukan Tim Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko
2. Sosialisasi KP dan MR bagi seluruh karyawan
3. Workshop Manajemen Risiko bagi penanggungjawab, koordinator, petugas
dan/atau staf FKTP
4. Rapat rutin Tim Keselamatan Pasien dan MR
5. Rapat koordinasi dengan Tim Mutu Pelayanan
6. Melakukan pencatatan, pelaporan, evaluasi, analisis dan tindak lanjut dari KTD
dan KNC
7. Penyusunan Kebijakan, Pedoman, Panduan KP dan MR
8. Identifikasi Risiko yang ada di FKTP ( Mengintegrasi kan Identifikasi risiko
berdasarkan usulan masing-masing unit kerja).
9. Penyusunan Register Risiko di FKTP
10. Fasilitasi Penyusunan FMEA
11. Pelaporan MR

B. METODE
Metode dalam Tim kerja Keselamatan Pasien UPTD Puskesmas Ratu Jaya
mengacu pada standar keselamatan pasien dan sasaran keselamatan pasien ,
manajemen resiko berdasarkan PERMENKES NO.11 tahun 2017 dan
PERMENKES NO.25 tahun 2019

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Keselamatan Pasien :
- Membentuk Tim KP
- Rapat internal KP
- Workshop/pelatihan
- Sosialisasi dengan seluruh karyawan
- Melakukan profil indikator keselamatan pasien
- Rapat rutin bersama tim mutu
2. Insiden Keselamatan pasien
- Mencatat dan melaporkan KTD, KNC, sentinel
- Mengisi laporan IKP di website mutufasyankes.kemkes.go.id tiap bulan
3. Manajemen Resiko
- Pembentukan Tim Manajemen Risiko
- Workshop /pelatihan
- Sosialisasi MR bagi seluruh karyawan
- Rapat rutin Tim MR
- Rapat koordinasi dengan Tim Mutu Pelayanan
- Melakukan Identifikasi Risiko yang ada di FKTP ( Mengintegrasi kan
Identifikasi risiko berdasarkan usulan masing-masing unit kerja).
- Penyusunan Register Risiko di FKTP
- Penyusunan FMEA
- Pelaporan MR
BAB V
LOGISTIK

1. Identifikasi Pasien
A. Gelang Identitas
- Warna Biru Untuk Pasien Laki-Laki
- Warna Pink Untuk Pasien Perempuan
- Warna Merah Untuk Pasien Alergi
- Warna Kuning Untuk Pasien Resiko Jatuh
- Warna Ungu Untuk Pasien Dnr ( Do Not Resusitation )
- Warna Biru Ukuran Kecil Unk Bayi Laki- Laki
- Warna Pink Ukuran Kecil Untuk Bayi Perempuan

2. Komunikasi Efektif
- Alat Komunikasi Untuk Perintah Lisan Via Telpon Untuk Unit Rawat Inap, igd,
Lab
- Stempel Bertuliskan " Read Back "

3. Keamanan Obat Yang Perlu Di Waspadai (High Alert)


- Stiker High Alert, Stiker Lasa,Stiker Elektrolit Konsentrat
- Rak Khusus Tempat Penyimpanan Obat High Alert di farmasi
- Rak Khusus Double Kunci,Double Pintu Untuk Penyimpanan Obat-Obat Jenis
Narkotika

4. Memastikan Tepat Prosedur, Tepat Lokasi Dan Tepat Pasien


- Alat / Bahan Untuk Penandaan Lokasi Operasi /Site Marking ( Spidol
Permanen? Atau Tinta ? ) Yamng Tidak Luntur Kena Air/ Alkohol/ Betadin

5. Mengurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


- Wastafel Unit Cuci Tangan Di IGD, poli umum, poli gigi, KIA, PONED
- Hand Rub di poli umum, poli gigi, KIA, PONED, nurse station, pendaftaran
- Stiker / Poster Hand Rub di poli umum, poli gigi, KIA, PONED, nurse station,
pendaftaran
- Stiker / Poster Handwash di poli umum, poli gigi, KIA, PONED, nurse station,
pendaftaran

6. Mengurangi Resiko Jatuh


- Alat Pegangan Di Dinding Ruangan
- Alas Kaki Anti Slip Untuk Pasien Ke Kamar Mandi
- Tempat Tidur Dengan Bed Plang
- Memberi Tanda Pada Lantai Yang Tidak Rata (Bergelombang Atau Bertingkat
Yang Sulit Terlihat )
- Walker / Tongkat Untuk Pasien Yang Tingkat Resiko Sedang
- Kursi Roda Dan Brangkar Dalam Kondisi Roda Yang Baik Dan Pengunci Roda
Dalam Keadaan Berfungsi Baik
- Tangga Kecil Untuk Injakan Untuk Bed Yang Tinggi
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM

1. Keselamatan Pasien Puskesmas

Sejak awal tahun 2006 Puskesmas selalu meningkatkan mutu pelayanan


dengan menerapkan Sistem ManajemenMutu ISO 9001-2008, harus diakui bahwa
program mutu tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas . Meskipun
demikian pelayanan yang dianggap telah berkualitas tersebut, masih terjadi insiden
keselamatan pasien yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum, namun hal ini
terjadi sebelum menerapkan Sistem manajemen Mutu.
Oleh karena itu perlu dibuat rencana program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (Patient Safety) untuk lebih memperbaiki proses pelayanan,
karena insiden keselamatan pasien (selanjutnya disebut insiden), sebagian dapat
merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah
melalui rencana pelayanan yang komprehensif, dengan melibatkan pasien.

Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan kepercayaan


masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas dapat meningkat. Terjadinya insiden bisa
berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan, menimbulkan konflik antara dokter/
petugas kesehatan dan pasien, sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan
malpraktek, blow-up ke media massa yang akhirnya menimbulkan opini negative
terhadap pelayanan Puskesmas

Puskesmas Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun


2017 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
Puskesmas , maka Puskesmas menerapkan 6 goals/ sasaran keselamatan pasien,
yang dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja secara terpadu dan terkoordinasi yaitu :

1.1 Ketepatan Identifikasi Pasien :


1.1.1 Penandaan pada Rekam Medis
Pada Rekam Medis ditulis nama lengkap pasien dan tanggal lahir pasien
Identifikasi nama pasien dan tanggal lahir wajib dilakukan pada saat:

- Sebelum memberikan infus

- Sebelum melakukan tindakan/prosedur lainnya

- Sebelum melakukan konseling

- Sebelum memberikan obat

- Sebelum mengambil specimen darah

- Sebelum memasang gelang pada ibu hamil yang akan bersalin di


rumah bersalin

Pasien yang diberi tanda pada gelang yaitu di Ruang Bersalin, dengan
ketentuan sebagai berikut :

 Ibu dari bayi laki – laki diberi gelang warna biru dengan tulisan yaitu :
¤ Nama lengkap ibu dan tanggal lahir, sedangkan pada bayi dituliskan
nama ibu dari bayi...........dan tanggal lahir bayi
 Ibu dari bayi perempuan diberi tanda gelang warna merah dengan tulisan
yaitu :
¤ Nama lengkap ibu dan tanggal lahir, sedangkan pada bayi dituliskan
nama ibu dari bayi...........dan tanggal lahir bayi

Semua pasien yang mempunyai risiko atas dasar pengkajian awal, akan
diberikan tanda risiko, yang terdiri atas :

a. Tanda risiko riwayat alergi : warna merah

- Ruang Bersalin : untuk pasien dengan ada allergi terhadap obat obatan di
tambah dengan gelang warna merah bagi pasien di ruang bersalin,

- Rawat Jalan sedangkan di buku status diberi cap merah pada setiap
lembarr buku status

b. Tanda risiko jatuh : warna kuning

Pasien yang diberi tanda gelang kuning dilakukan pada pasien dengan
observasi di poli 24 jam, dimana pasien dalam penanganan dokter seperti
pasien asma, pasien kecelakaan, pasien anak anak. Untuk mengatasi pasien
jatuh , diperlukan tempat tidur yang dapat dikunci agar pasien tidak jatuh
dalam amsa obseravasi

c. Gelang identitas dipasang oleh perawat/ bidan sejak pasien masuk rumah
bersalin/poli pelayanan 24 jam, dan tidak boleh dilepas sampai dengan
pasien keluar puskesmas (selesai dirawat) yang telah diinformasikan
kepada pasien atau keluarganya

2.1 Koordinasi Penerapan komunikasi efektif


Komunikasi yang efektif diantara petugas kesehatan (dokter, perawat, petugas
kesehatan lain) dan petugas kesehatan dengan pelanggan harus diciptakan dengan
tujuan agar pemberian pelayanan dan perawatan semakin efektif. Komunikasi yang
efektif, yang terstruktur, akurat, lengkap, jelas, tepat waktu dan dapat dipahami
penerima, akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan
pasien.

Komunikasi dapat secara lisan, tertulis dan elektronik.

2.1.1 Untuk komunikasi lisan :


a. Pada saat dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya yang melakukan
konsultasi ke dokter konsultan, maka penerima instruksi lisan / verbal / pesan
lisan berkewajiban menerapkan Teknik TBAK yang artinya Tulis-Baca-
Konfirmasi, yang artinya perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil
tes dicatat dan dibaca ulang oleh penerima pesan, sedangkan perintah dan
hasil tes dikonfirmasikan oelh individu pemberi perintah atau hasil tes.
b. Pada saat melaporkan keadaan pasien atau hasil kritis , serah terima pasien
(antar shift dokter/bidan), transfer pasien antar ruangan menggunakan Teknik
SBAR (Situation – Background – Assessment – Recommendation).
2.1.2 Untuk komunikasi tertulis :
a. Menuliskan secara jelas dan lengkap dalam rekam medis terintegrasi
termasuk formulir, resume medis, discharge planning, discharge summary
dan lain-lain sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Menggunakan Singkatan Terstandar di Puskesmas Kecamatan Kebayoran
Baru dan menuliskan kata dengan lengkap bila tidak ada dalam daftar
singkatan.
c. Menuliskan secara jelas pemberian obat dengan menggunakan metoda 7
benar (benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute, benar pasien, benar
informasi, benar dokumentasi).
d. Komunikasi tertulis wajib menggunakan tulisan yang mudah dibaca minimal
oleh 3 orang
2.1.3 Untuk komunikasi elektronik
a. Memungkinkan untuk dilakukan konsul lewat sms, email dan faxsimile.
b. Konsul menggunakan komunikasi elektronik ditindak lanjuti dengan
komunikasi tertulis,
1. Setelah menerima instruksi petugas/bidan mencatat dalam buku status
semua instruksi dokter konsulen dan menandatangani
2. Pada saat bertemu dengan dokter/konsulen segera minta di tandatangani
oleh dokter konsulen sebagai bukti komunikasi via elektronik
2.1.4 Untuk permintaan obat narkotika dan psikotropika tidak dapat dilakukan dengan
perintah lisan.

2.2 Koordinasi Identifikasi Obat


Peningkatan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai, obat High Alert adalah
obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi.

Bertujuan untuk meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai guna


memastikan keselamatan pasien dan menghindari kesalahan pemberian obat,
sehingga pengelolaan obat yang tepat menjadi sangat penting.
2.2.1 Obat high alert di Puskesmas terbagi menjadi 2 yaitu obat elektrolit dengan
konsentrat tinggi dan obat kategori LASA/NORUM, yang penyimpanan
dilakukan berdasarkan standar prosedur penyimpanan yang berlaku.
2.2.2 Obat high alert di Puskesmas terdiri dari :, injeksi MgSO4 40, injeksi Na Cl 3 %,
LASA
2.2.3 Semua obat High Alert tidak boleh disimpan diruang perawatan kecuali di VK,
Pelayanan 24 Jam dengan ditempatkan pada wadah berstiker high alert dan
berbingkai merah, disimpan di tempat dengan akses terbatas.
Tips :

1. Pemberian elektorlit pekat harus dengan pengenceran dan menggunakan


label khusus.

2. Setiap pemberian obat menerapkan Prinsip 7 Benar.

3. Pastikan pengeceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang


kompeten.

4. Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA (Look
Alike Sound Alike).

5. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi dimeja dekat pasien


tanpa pengawasan.

2.2.4 Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA, saat memberi / menerima
instruksi

2.3 Koordinasi Pemasangan Marker pada sisi yang akan dilakukan tindakan
Kepastian tepat lokasi,tepat prosedur, tepat pasien operasi.

Untuk tepat pasien operasi di Puskesmas yaitu diartikan tepat pasien dalam
melakukan tindakan: tidak salah prosedur dan tidak salah tindakan

Bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan operasi ( kalau di Puskesmas


tindakan ) dengan melakukan komunikasi yang efektif antara anggota tim bedah
minor di ruang tindakan dan pelayanan 24 jam, dengan melibatkan pasien pada
pemberian tanda pada lokasi tindakan, dan melaksanakan prosedur verifikasi lokasi
tindakan terdiri dari: dalam hal ini meminta persetujuan tindakan medik pada pasien
dengan memberi tahu pasien lokasi /atau area yang akan dilakukan tindakan minor.

2.4 Pengurangan Resiko Infeksi melalui hand hyangiene


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun puskesmas. Kebersihan tangan
yang memadai merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha mengurangi
terjadinya insiden keselamatan pasien di puskesmas. Dalam rangka pengurangan
risiko infeksi di Puskesmas Ratu Jaya menyediakan Hand Hyangiene dengan :

1. Panduan kapan menggunakan hand Hyangiene :

Budayakan cuci tangan pada saat :

1. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien

2. Sebelum dan sesudah tindakan / aseptik

3. Setelah terpapar cairan tubuh pasien

4. Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasive

5. Setelah menyentuh area sekitar pasien / lingkungan

6. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( sarung Tangan steril

7. Sosialisasi program cuci tangan yang effektif dengan 7 langkah ( memasang


petunjuk pada area hand hyangiene )

Indikator untuk pengurangan resiko infeksi yaitu :

*Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan di poli pelayanan seperti:

 Poli gigi
 Poli umum
 IGD
 Laboatorium
 PONED

Adapun 7 langkah cuci tangan sebagai berikut :


-    Buka kran dan basahi kedua telapak tangan
-   Tuangkan 5 ml handscrub/sabun cair dan gosokkan pada tangan dengan urutan TEPUNG
SELACI PUPUT sbb :

1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan


2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan
sebaliknya.

3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam

4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya

6. Putar; rapatkan ujungjari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan
cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan
sebaliknya.

7. Gosok gosok ibu jari ( cek )

-    Ambil kertas tissue atau kain lap disposable, keringkan kedua tangan

- Tutup kran dengan sikut atau bekas kertas tissue yang masih di tangan

2.5 Koordinasi Upaya Pencegahan pasien jatuh


Pengurangan risiko pasien jatuh

Bertujuan untuk mengurangi risiko pasien jatuh, berdasarkan prosedur yang tepat
dengan memantau dampak yang tidak diinginkan dari tindakan yang dilakukan, terdiri
dari:

2.5.1 Pengkajian pasien risiko jatuh


a. Semua pasien baru dinilai risiko jatuhnya dan penilaian diulang jika
diindikasikan terjadi perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan
lainnya.
b. Pasien yang dikaji adanya potensi risiko jatuh, maka akan diberi gelang
tanda kuning , agar petugas waspada terhadap pasien yang bersiko jatuh
c. Hali ini berlaku di rumah bersalin dan poli 24 jam ( Pasien observasi,
Kecelakaan )
2.5.2 Penilaian pasien risiko jatuh
a. Penilaian pasien risiko jatuh formulir Morse Fall Scale (MFS) pada pasien
dewasa di rumah bersalin
b. Dalam masa perawatan yang lama, penilaian risiko jatuh diulang 1 kali
dalam seminggu.
c. Penilaian risiko jatuh diimplementasikan untuk menurunkan risiko jatuh dan
dampak cedera akibat jatuh maupun akibat tak terduga lainnya.
d. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindaklanjuti sesuai derajat risiko jatuh
guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya.
e. Amati dengan teliti di lingkungan kerja anda terhadap fasilitas, alat, sarana
dan prasarana yang berpotensi menyebabkan pasien cidera karena jatuh

f. Laporkan pada atasan atas temuan risiko fasilitas yang dapat menyebabkan
pasien cidera
g. Lakukan asesmen risiko jatuh pada setiap pasien dg menggunakan skala
(Skala Humpty Dumpty untuk pasien anak, Skala Risiko Jatuh Morse
(MSF) untuk pasien dewasa RAWAT INAP, dan Ge Up go test untuk
dewasa rawat jalan.

2.5.3 Pencegahan resiko pasien jatuh


a. Pastikan semua tempat tidur pasien terkunci, tidak ada pengecualian
b. Harus dilakuakn pengkajian resiko jatuh : 100 %
c. Harus dipasang pengamanan tempat tidur
d. Harus dipastikan tempat tidur terkunci
e. Harus dilakukan eukasi tentang resiko jatuh
f. Terpasang gelang kuning
g. Harus dilakukan reasesment resiko jatuh setiap shit bidan
h. Keluarga paham tentang resiko jatuh pada pasien
i. Tidak ada kejadian pasien jatuh
j. Pelaksanaan sistem pelaporan insiden pasien jatuh dan intervensi serta
pencegahannya.

2. INSIDEN KESELAMATAN PASIEN (IKP)/ PATIENT SAFETY INCIDENT


Adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain) yang tidak
seharusnya terjadi. Beberapa IKP yang terjadi adalah:
1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event Suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss Suatu Insiden yang belum sampai
terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan"
(suatu obat dengan reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan anti
dotumnya).
4. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
5. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) :
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima
seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait
dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah,
dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

3. MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko adalah suatu proses mengenal, mengevaluasi,
mengendalikan, dan meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh .
1. Lingkup manajemen risiko dalam pelayanan kesehatan:
a. Risiko yang terkait dengan pelayanan pasien atau kegiatan pelayanan
kesehatan: adalah risiko yang mungkin dialami oleh pasien atau sasaran
kegiatan UKM, atau masyarakat akibat pelayanan yang disediakan oleh FKTP,
misalnya: risiko yang dialami pasien ketika terjadi kesalahan pemberian obat.
b. Risiko yang terkait dengan petugas klinis yang memberikan pelayanan: adalah
risiko yang mungkin dialami oleh petugas klinis ketika memberikan pelayanan,
misalnya perawat tertusuk jarum suntik sehabis melakukan penyuntikan.
c. Risiko yang terkait dengan petugas non klinis yang memberikan pelayanan:
adalah risiko yang mungkin dialami petugas non klinis, seperti petugas
laundry, petugas kebersihan, petugas sanitasi, petugas lapangan ketika
melaksanakan kegiatan pelayanan.
d. Risiko yang terkait dengan sarana tempat pelayanan: adalah risiko yang
mungkin dialami oleh petugas, pasien, sasaran kegiatan pelayanan,
masyarakat, maupun lingkungan akibat fasilitas pelayanan.
e. Risiko finansial: adalah risiko kerugian finansial yang mungkin dialami oleh
FKTP akibat pelayanan yang disediakan.
f. Risiko lain diluar lima risiko di atas: adalah risiko-risiko lain yang tidak
termasuk pada lingkup risiko a. sampai dengan e., misalnya kecelakaan
ambulans, kecelakaan kendaraan dinas yang digunakan.

2. Tahapan manajemen risiko:


Tahapan manajemen risiko dimulai dengan menetapkan lingkup manajemen
risiko, dilanjutkan dengan kajian risiko: mengenal risiko, menganalisis risiko,
mengevaluasi risiko, dan diakhiri dengan menentukan tindakan terhadap risiko.
Setiap tahapan proses manajemen risiko harus dikomunikasikan dan
dikonsultasikan pada pihak-pihak yang berkepentingan. Tiap tahapan manajemen
risiko perlu dimonitor, diaudit, ditinjau, dan memerlukan dukungan internal.

Gambar Proses Manajemen Risiko

a. Menetapkan lingkup manajemen risiko:


Lingkup manajemen risiko yang akan dianalisis harus ditetapkan terlebih
dahulu, misalnya: risiko yang terkait dengan pelayanan pasien, risiko yang
terkait dengan pelayanan UKM, risiko yang terkait dengan staf klinis, risiko
yang terkait dengan staf lain, risiko yang terkait dengan fasilitas.

b. Mengenal risiko.
Setelah menentukan lingkup manajemen risiko, misalnya risiko terkait
dengan pelayanan pasien di laboratorium, maka tahap berikutnya adalah
mengenali risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi dalam pelayanan
pasien di laboratorium. Disusun daftar risiko-risiko yang mungkin atau
pernah terjadi.

c. Kajian risiko:
1) Kajian tingkat keparahan (severity assessment) risiko:
Jika diidentifikasi ternyata terdapat sekian banyak risiko atau maka dapat
dilakukan kajian tingkat keparahan risiko dari risiko-risiko yang dikenali
tersebut, demikian juga jika terjadi suatu kejadian, maka dapat dikaji
tingkat keparahan dari insiden tersebut.
2) Root Cause Analysis: Jika terjadi suatu insiden yang masuk kategori
risiko ekstrem dan risiko tinggi, maka perlu dilakukan investigasi lebih
lanjut dengan membentuk tim RCA, jika kejadian termasuk risiko rendah
atau risiko minimal maka dilakukan investigasi sederhana oleh atasan
langsung

3) Failure Modes and Effects Analysis: Untuk memperbaiki suatu proses


pelayanan agar minim dari risiko dapat dilakukan analisis dengan
menggunakan instrument FMEA

d. Evaluasi risiko:
Setiap risiko atau kejadian harus dievaluasi apakah memerlukan tindak lanjut
atau tidak. Jika perlu tindak lanjut maka harus disusun rencana tindak lanjut
terhadap risiko atau kejadian tersebut.

e. Menyusun rencana dan melaksanakan tindakan/treatment terhadap risiko.


Jika dari hasil evaluasi diperlukan tindak lanjut terhadap risiko, maka perlu
disusun rencana aksi yang berisi kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan
untuk mengatasi akibat risiko dan melakukan tindakan pencegahan agar
tidak terjadi insiden terkait dengan risiko tersebut.

3. Perangkat manajemen risiko:


Beberapa perangkat yang sering digunakan dalam melaksanakan manajemen
risiko adalah sebagai berikut;
a. Kajian tingkat keparahan risiko (severity assessment): Kajian ini dilakukan
untuk menentukan tingkat keparahan risiko, dengan memperhatikan dua
variable, yaitu dampak risiko (severity), dan kemungkinan terjadinya
(probability).
Untuk menentukan dampak risiko digunakan table di bawah ini:

Tingkat Dampak Penjelasan

Risiko

1 Minimal Tidak ada cedera

2 Minor Cedera ringan, missal luka lecet,


dapat diatasi misalnya dengan
P3K
3 Moderat Cedera sedang, misalnya luka
robek, berkurangnya fungsi
motoric, sensorik, psikologis
atau intelektual yang bersifat
reversible, tidak berhubungan
dengan penyakit, atau
memperpanjang hari perawatan

4 Mayor Cedera luas/berat, missal: cacat,


lumpuh, kehlangan fungsi
motoric, sensorik, psikologi atau
intelektual yang bersifat
irreversible, tidak berhubungan
dengan penyakit

5 Ekstrem Kematian yang tidak


(katastropik) berhubungan dengan perjalanan
penyakit

Untuk menentukan tingkat kemungkinan terjadinya, digunakan table di bawah


ini:

Tingkat Probabilitas Deskripsi


kemungk
inan
terjadi

1 Sangat jarang Sama atau lebih dari lima


terjadi tahun sekali

2 Jarang terjadi Sama atau lebih dari 2 tahun


tetapi kurang dari lima tahun
sekali

3 Mungkin terjadi Sama atau lebih dari satu


tahun tetapi kurang dari dua
tahun sekali

4 Sering terjadi Beberapa kali setahun

5 Sangat sering Sangat sering terjadihampir


terjadi tiap minggu atau tiap bulan
terjadi

Setelah dilakukan penilaian terhadap dampak dan kemungkinan terjadinya ,


maka tingkat keparahan risiko ditetapkan dengan matriks sebagai berikut:

DAMPAK

1 2 3 4 5

P 5

R 4
O
3
B

A 2

B 1

Jika terjadi suatu insiden, harus dilakukan severity assessment, jika hasil kajian
masuk kategori merah (risiko ekstrem) dan kuning (risiko tinggi), maka harus
dilakukan Root Cause Analysis. Jika masuk kategori hijau (risiko sedang), atau
biru (risiko rendah), maka cukup dilakukan investigasi sederhana.

b. Root Cause Analysis (RCA):


Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses untuk mengekplorasi semua
factor yang mungkin berhubungan dengan suatu kejadian dengan menanyakan
apa kejadian yang terjadi, mengapa kejadian tersebut terjadi, dan apa yang
dapat dilakukan untuk mencegah kejadiatan tersebut terjadi lagi di masa
mendatang.

Joint Commission International menganjurkan pelaksanaan RCA menigkuti 21


langkah, sebagai berikut :

Langkah Deskripsi Alat mutu yang


digunakan

1 Bentuk Tim (Organize Anggota tim tidak lebih dari


a team) 10 orang

2 Rumuskan masalah Sesuai dengan kategori


(Define the problem) dari KTD

3 Pelajari Masalah Investigasi, pelajari


(Study the problem) dokumen, dan lihat ke
tempat kejadian

4 Tentukan apa yang Investigasi, pelajari


terjadi (Determine what dokumen, dan lihat ke
happen) tempat kejadian, bila perlu
gambarkan kejadian
dengan Flow chart, timeline

5 Identifikasi faktor Curah pendapat, Pohon


penyebab (Identify masalah, diagram tulang
contributing factors) ikan

6 Identifikasi faktor-faktor Curah pendapat, Pohon


lain yang ikut masalah, diagram tulang
mendorong terjadinya ikan
insiden (Identify other
contributing factors)

7 Ukur, kumpulkan dan Kembangkan indicator


nilai data berdasar
penyebab utama dan
terdekat. (Measure,
collect and assess data
on proximate and
underlying causes)

8 Desain dan Gantt chart


implementasikan
perubahan sementara
(Design and implement
interim changes)

9 Identifikasi sistem Flow chart, cause effect


mana yang terlibat diag, FMEA, tree analysis
(akar penyebab) (analisis pohon), barrier
(Identify which systems analysis
are involved (the root
causes))

10 Pendekkan/kurangi
daftar akar penyebab
(Prune the list of root
causes)

11 Pastikan/konfirmasikan
akar penyebab
(Confirm root causes)

12 Cari dan identifikasi FMEA


strategi pengurangan
risiko (Explore &
identify risk-reduction
strategies)

13 Formulasikan tindakan Brainstorm, flow chart,


perbaikan (Formulate cause effect diagram
improvement actions) (diagram sebab akibat)

14 Evaluasi tindakan
perbaikan yang
diajukan (Evaluate
Proposes Improvement
Actions)

15 Desain perbaikan Gantt chart


(Design improvements)
16 Pastikan rencana
diterima (Ensure
acceptability of the
action plan)

17 Terapkan rencana PDCA, critical path


perbaikan (Implement
the Improvement Plan)

18 Kembangkan cara
pengukuran efektiftifitas
dan pastikan
keberhasilannya
(Develop measures of
effectiveness and
ensure their success)

19 Evaluasi penerapan Run chart, control chart,


rencana perbaikan histogram
(Evaluate
implementation of
improvement plan)

20 Lakukan tindakan
tambahan (Take
additional action)

21 Komunikasikan
hasilnya (Communicate
the results)

Jika terjadi kejadian tidak diharapkan dengan kategori risiko ekstrem atau risiko
tinggi, maka Kepala FKTP harus membentuk tim untuk melakukan Root Cause
Analysis terhadap kasus tersebut. Tim yang dibentuk tersebut merupakan tim yang
keanggotaannya bukan karyawan yang terkait dengan kejadian.

Segera setelah tim dibentuk, maka tim akan memulai kegiatan dengan
merumuskan masalah, yaitu kejadian tidak diharapkan yang terjadi. Tim akan
melakukan investigas kejadian dengan mempelajari dokumen-dokumen atau rekam
kegiatan, melakukan peninjauan ke tempat kejadian, dan menggambarkan kronologi
kejadian.
Selanjutnya tim akan melakukan analisis masalah dengan cara mengidentifikasi
factor-faktor yang berkaitan langsung terhadap kejadian, kemudian tim akan
melakukan identifikasi factor-faktor yang ikut mendorong atau berkontribusi terhadap
terjadinya kejadian. Tim akan melanjutkan melakukan analisis masalah dengan
menggunakan diagram tulang ikan atau diagram pohon masalah untuk menemukan
penyebab penyebab masalah, menyusun rencana perbaikan sementara, dan
selanjutnya melakukan analisis lebih lanjut untuk mengenali system-sistem yang
terkait dengan kejadian atau akar-akar masalah.

Akar-akar masalah yang diidentifikasi tersebut diverifikasi dengan didukung


data dan informasi yang terkait dengan kejadian. Selanjutnya disusun strategi dan
tindakan perbaikan sesuai dengan akar-akar masalah yang diidentifikasi. Tiap
tindakan yang akan dilakukan dinilai apakah dapat dilakukan dan akan berdampak
pada perbaikan, yang selanjutnya disusun rencana aksi yang dapat diterima oleh
Kepala FKTP untuk diterapkan. Tiap tindakan yang direncanakan harus dapat diukur
keberhasilannya sebagai dasar untuk melakukan evaluasi. Jika diperlukan dapat
dilakukan tindakan tambahan. Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, hasil dilaporkan
kepada Kepala FKTP.

c. Failure Mode and Effect Analys (FMEA):


Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu pendekatan untuk
mengenali dan menemukan kemungkinan terjadinya kegagalan pada system
dan strategi untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut. FMEA digunakan
untuk mengkaji suatu desain atau prosedur secara rinci dengan cara mengenali
model-model kegagalan atau kesalahan yang mungkin terjadi pada suatu proses,
melakukan penilaian terhadap setiap model tersebut, mencari akar penyebab
terjadinya, mengenali akibat dari model-model tersebut, dan mencari solusi
dengan melakukan perubahan desain atau prosedur. Jadi hasil akhir dari
FMEA adalah disusunnya disain baru atau prosedur baru.

Adapun langkah-langkah menggunakan FMEA adalah sebagai berikut:

1) Membentuk tim FMEA yang terdiri dari orang-orang yang menjadi pemilik
proses.

2) Menetapkan tujuan analisis, keterbatasan yang dimiliki tim tersebut, dan


menyusun jadwal kegiatan tim untuk melaksanakan FMEA

3) Menetapkan peran dari setiap anggota tim saat melakukan analisis dengan
FMEA.

4) Menggambarkan alur proses yang ada sekarang.


5) Mengenali model-model kegagalan atau kesalahan pada proses tersebut.

6) Mengenali penyebab terjadinya kegagalan atau kesalahan untuk setiap


model tersebut.

7) Mengenali akibat dari kegagalan untuk setiap model tersebut.

8) Melakukan penilaian terhadap setiap model kegagalan atau kesalahan.

9) Menghitung Risk Priority Number (RPN).

10) Menentukan batasan (cut-off point) RPN untuk menentukan urutan prioritas
dari model-model yang diidentifikasi

11) Menyusun kegiatan untuk mengatasi (design actions/ solution).

12) Menentukan cara memvalidasi untuk menilai keberhasilan solusi yang


direncanakan.

13) Menggambarkan alur proses yang baru.

Penilaian terhadap setiap model kegagalan pada langkah 8 dilakukan dengan


memerhatikan tiga variabel, yaitu:

a) Sering tidaknya terjadi (O = occurrence) dengan skala pengukuran 1 sampai 10:


dari tidak pernah terjadi sampai dengan sangat sering terjadi. Panduan untuk
menentukan sering tidaknya terjadi, dapat digunakan skala berikut ini:

Nilai Penjelasan Pengertian

10 Kemungkinan Kesalahan terjadi paling tidak sekali


terjadinya dapat sehari atau hampir setiap saat
dipastikan

9 Hampir tidak Kesalahan dapat diprediksi terjadi


dapat atau terjadi setiap 3 sampai 4 hari
dihindarkan

8 Kemungkinan Kesalahan sering terjadi atau terjadi


terjadi sangat paling tidak seminggu sekali
7
tingggi

6 Kemungkinan Kesalahan terjadi sekali sebulan


terjadi tinggi
5
sedang
4 Kemungkinan Kesalahan kadang terjadi, atau
terjadi sedang sekali tiap tiga bulan
3

2 Kemungkinan Kesalahan jarang terjadi atau terjadi


terjadi rendah sekitar sekali setahun

1 Kemungkinan Kesalahan hampir tidak pernah


terjadi amat terjadi, atau tidak ada yang ingat
sangat rendah kapan terakhir terjadi

b) Kegawatan (S = severity) dengan skala pengukuran 1 sampai 10: dari tidak gawat
sampai dengan sangat gawat.

Sebagai panduan dapat digunakan skala berikut ini:

Nilai Penjelasan Pengertian

10 Amat sangat Kesalahan yang dapat menyebabkan


berbahaya kematian pelanggan dan kerusakan
sistem tanpa tanda-tanda yang
mendahului

9 Sangat berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan


cedera berat/permanen pada
8
pelanggan atau gangguan serius
pada sistem yang dapat
menghentikan pelayanan dengan
adanya tanda yang mendahului

7 Berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan


cedera ringan sampai sedang
dengan tingkat ketidak puasan yang
tinggi dari pelanggan dan/atau
menyebabkan ganggung sistem
yang membutuhkan perbaikan berat
atau kerja ulang yang signifikan

6 Berbahaya Kesalahan berakibat pada cedera


5 sedang ringan dengan sedikit ketidak puasan
pelanggan dan/atau menimbulkan
masalah besar pada sistem

4 Berbahaya ringan Kesalahan menyebakan cedera


sampai sedang sangat ringan atau tidak cedera
3
tetapi dirasakan mengganggu oleh
pelanggan dan/atau menyebabkan
masalah ringan pada sistem yang
dapat diatasi dengan modifikasi
ringan

2 Berbahaya ringan Kesalahan tidak menimbulkan


cedera dan pelanggan tidak
menyadari adanya masalah tetapi
berpotensi menimbulkan cedera
ringan atau tidak berakibat pada
sistem

1 Tidak berbahaya Kesalahan tidak menimbulkan


cedera dan tidak berdampak pada
sistem

c) Kemudahan untuk dideteksi (D= detectability) dengan skala pengukuran 1 sampai


10: dari paling mudah dideteksi sampai dengan sangat sulit dideteksi.

d) Risk Priority Number (RPN) pada langkah 9 dihitung dengan mengalikan


Occurrence dengan Severity dan Detectable. Jadi, RPN = O x S x D.

Tidak semua model harus diselesaikan, melainkan harus diprioritaskan. Untuk


memprioritaskan dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto, dengan
langkah sebagai berikut:

Membuat tabel bantu untuk membuat diagram Pareto, sebagai berikut:

Nilai Penjelasan Pengertian

10 Tidak ada Tidak ada mekanisme untuk mengetahui adanya kesalahan


peluang untuk
diketahui

9 Sangat sulit Kesalahan dapat diketahui dengan inspeksi yang menyeluruh,


diketahui tidak feasible dan tidak segera dapat dilakukan
8

7 Sulit diketahui Kesalahana dapat diketahui dengan inspeksi manual atau tidak
ada proses yang baku untuk mengetahui, sehingga ketahuan
6
karena kebetulan

5 Berpeluang Ada proses untuk double checks atau inspeksi tetapi tidak
sedang untuk otomatis atau dilakukan secara sampling
diketahui

4 Berpeluang tinggi Dipastikan ada proses inspeksi yang rutin tetapi tidak otomatis
untuk diketahui
3

2 Berpeluang Dipastikan ada proses inspeksi rutin yang otomatis


sangat tinggi
untuk diketahui

1 Hampir Ada proses otomatis yang akan menhentikan proses untuk


dipastikan untuk mencegah kesalahan
diketahui

No Model RPN Kumulatif %


1. Urutkan model-model tersebut dari nilai RPN tertinggi ke nilai RPN terendah
2. Hitung kumulatif dari nilai RPN dari tiap model
3. Hitung persentase kumulatif dari nilai RPN pada tiap model
4. Perhatikan model dengan persentase kumulatif 80 %
5. Tetapkan nilai RPN pada persentase kumulatif 80 % tersebut sebagai cut off point.

Failure Mode and Effect Analysis dilakukan menggunakan tabel berikut:

No Model Penyebab Akibat O S D RPN Kegiatan Indikator

Kegagalan/ Perbaikan/ untuk Validasi

Kesalahan Perubahan
Desain

4. PENYUSUN REGISTER RISIKO DI FKTP


Risiko-risiko yang terkait dengan penyediaan pelayanan pasien di
puskesmas/fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas tempat pelayanan, dan
kegiatan pelayanan kesehatan di luar gedung puskesmas/FKTP (kegiatan upaya
kesehatan masyarakat harus diidentifikasi, dianalisis, dan diupayakan untuk
meminimalkan/mencegah terjadinya, dan jika terjadi kejadian dilakukan upaya untuk
mengatasi akibat kejadian. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam register risiko
sebagaimana table di bawah ini:

No Pelayanan/ Risiko Tingkat Penyebab Akibat Pence Upaya Pelap


tempat yang risiko terjadi gahan penangan oran
kerja mungkin jika terjadi
terjadi insiden
Keterangan cara mengisi table:
Pelayanan/tempat kerja: diisi dengan jenis pelayanan UKM atau UKP, misalnya
pelayanan UKM Pencegahan Penyakit: Kegiatan Foging, pelayanan UKP : pelayanan
laboratorium, atau tempat kerja: Ruang Tunggu Pasien.

Risiko yang mungkin terjadi: risiko-risiko yang terkait dengan kegiatan pelayanan, atau
risiko yang dapat terjadi di tempat kerja

Tingkat risiko : diisi dengan risiko ekstrem, risiko tinggi, risiko sedang, atau risiko
rendah, dengan menggunakan severity assessment.

Penyebab terjadi: diisi dengan kemungkinan penyebab terjadinya risiko.

Akibat: diisi dengan akibat yang mungkin terjadi terkait dengan risiko.

Pencegahan: diisi dengan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya risiko

Upaya penanganan jika terjadi insiden: diisi dengan tindakan atau kegiatan yang perlu
dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap akibat dari insiden, dan melakukan mitigasi
untuk meminimalkan akibat dari insiden

Pelaporan: diisi dengan kepada siapa laporan jika terjadi insiden, kapan harus
dilaporkan, dan siapa yang melaporkan

5. ANALISIS MATRIK GRADING RESIKO


Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.
1. Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity
TINGKAT DESKRIPTIF DAMPAK
RESIKO

1 Tidak signifikan Tidak ada cedera

2 Minor -Cedera ringan mis. Luka lecet


- Dapat diatasi dengan pertolongan pertama

3 Moderat Cedera sedang mis.

Luka robek,

 Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/ psikologis


atau intelektual (reversibel), tidak berhubungan
dengan penyakit.
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Mayor Cedera luas / berat misal

 cacat, lumpuh,
 Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis
atau intelektual ( irreversibel ), tidak berhubungan
dengan penyakit
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan

perjalanan penyakit

2. Penilaian Probabilitas / Frekuensi


TINGKAT
RESIKO

1 Sangat jarang / Rare (>5 thn/kali)

2 Jarang / Unlikely (>2-5 thn/kali)

3 Mungkin / Possible (1-2 thn/kali)

4 Sering / Likely (Bebrp kali /thn)

5 Sangat sering / Almost certain (Tiap minggu /bulan)

SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas

Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru, Hijau,
Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan

Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana

Bands KUNING dan MERAH : RCA

Matriks Grading Risiko


PROBABILITAS Tidak Minor Moderat Mayor Katastropik
signifikan

1
2 3 4 4

Sangat sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim


(Tiap minggu /bulan)

Sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim

(beberapa kali/thn)

Mungkin terjadi Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim

(1-<2 thn/kali)

Jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim

(>2-<5 thn/kali)

Sangat jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim

(>5 thn/kali)

Level / Bands Tindakan

Extreme (sangat Risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari membutuhkan
tinggi) tindakan segera, perhatian sampai ke kepala puskesmas

High (tinggi) Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari Kaji dengan detil

& perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian top

manajemen,

Moderate Risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling lama 2 minggu.


(sedang) Manajer / Pimpinan Klinis sebaiknya menilai dampak terhadap biaya
dan kelola risiko

Low (rendah) Risiko rendah, dilakukan investigasi sederhana paling lama 1 minggu
diselesaikan dengan prosedur rutin

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (k3)


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesiamerdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas
kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003,
dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaituVeiligheids Reglement, STBl No.406 tahun
1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan
yang ada.Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di 
darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.Walaupun sudah
banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber
daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya
untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat,
meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu
pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. (Prof. Dr. Soekidjo
notoamodjo, prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka cipta,
2003).

a. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,
rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap
penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup
kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit.Menurut Undang – Undang Pokok Kesehatan RI No.9
Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan
keadaan jasmani, rohani, dan
kemasyarakatan.(http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan_kerja)

b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung. pada jenis, bentuk, dan
lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
( http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan)
a. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah
dijelaskan   diatas.
2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3.  Teliti dalam bekerja
4. Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.
Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan (Suma’mur). Sasaran Segala tempat kerja (darat, di dalam
tanah, permukaan dan dalam air, udara) 
seperti Industri, Pertanian,Purtambangan, Perhubungan dan Pekerjaan
umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan
keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam
keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja.Tempat kerja adalah
ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.

b. Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :


1. Mesin
Mesin adalah alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau
mengubahenergi untuk melakukan atau membantu pelaksanaan tugas manusia.
Biasanya membutuhkan sebuah masukan sebagai pelatuk, mengirim energi
yang telah diubah menjadi sebuah keluaran, yang melakukan tugas yang telah
disetel. Mesin dalam bahasa Indonesia sering pula disebut dengan
sebutanpesawat, contoh pesawat telepon untuk tejemahan bahasa
Inggris telephone machine. Namun belakangan kata pesawat cenderung
mengarah ke kapal terbang.
2. Alat angkutan
Alat angkutan adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan
olehmanusia atau mesin. Alat angkutan digunakan untuk memudahkan manusia
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Bahan kimia
Bahan kimia merupakan bahan berbahaya yang terdiri
dari semua materidengan komposisi kimia tertentu. Sebagai contoh, suatu
cuplikan air memiliki sifat yang sama dan rasio hidrogen terhadap oksigen yang
sama baik jika cuplikan tersebut diambil dari sungai maupun dibuat
di laboratorium. Suatu zat murni tidak dapat dipisahkan menjadi zat lain dengan
proses mekanis apapun.
4. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam
perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan
tugasnya.
5. Penyebab yang lain
Merupakan penyebab kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh hal hal lain yang
tidak di inginkan.

c. Keamanan Kerja
Pengertian keselamatan kerja adalah keselamatan yang  bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
bersasaran segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air,
didalam air, maupun diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap
kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan,
pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran
keselamatan kerja mengingat resiko bahanya adalah penerapan teknologi,
terutama teknologi  yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas
semua orang yang bekerja.Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap
tenaga kerja serta orang lainnya dan juga masyarakat pada umumnya. Keamanan
kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja
yang aman, baik berupa materil maupun nonmaterial.
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai
berikut.
1. Baju kerja
Merupakan jenis alat pelindung diri yang berfungsi melindungi tubuh dari
kontaminasi langsung terhadap bahaya luar.
2. Helm
Adalah bentuk perlindungan tubuh yang dikenakan di kepala dan biasanya
dibuat dari metal atau bahan keras lainnya seperti kevlar, serat resin,
atauplastik. Helm biasanya digunakan sebagai perlindungan kepala untuk
berbagai aktivitas pertempuran (militer), atau aktivitas sipil
seperti olahraga,pertambangan, atau berkendara. Helm dapat memberi
perlindungan tambahan pada sebagian dari kepala (bergantung pada
strukturnya) dari benda jatuh atau berkecepatan tinggi.
3. Kaca mata
Adalah bentuk perlindungan diri yang biasanya digunakan sebagai
perlindungan mata untuk berbagai aktivitas yang dapat membahayakan mata.
4. Sarung tangan
Sarung tangan merupakan solusi untuk melindungi tangan. Tidak hanya
melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung
tangan juga dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau
rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau
dingin.
5. Sepatu
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai
berikut.
a)      Buku petunjuk penggunaan alat
b)      Rambu-rambu dan isyarat bahaya.
c)       Himbauan-himbauan
d)      Petugas keamanan

d. Sebab-sebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan
yang salah atau kondisi yang tidak aman.Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau
berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi
kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan
pabrik. Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan,
ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan
dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang
rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang
kurang baik.Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan
seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan,
mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai
kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain.Dari hasil analisa kebanyakan
kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang
kurang aman, tidak hanya satu saja.Keselamatan dapat dilaksanakan sedini
mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih,
menggunakan peralatan keselamatan.

e. Faktor - faktor Kecelakaan Kerja


Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak.Pekerja pada industri
mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan.Untuk mengukur
kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang
menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.Begitupun, pelatihan yang diberikan
kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan
kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya.Satu lagi
pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara
kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang
besar.Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah
satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar
upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan
menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa
kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor
kecelakaan tersendiri. (Sumakmur, keselamatan kerja dan pencegahan
kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)
f. APD (Alat Pelindung Diri)
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan
oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD
dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Personal Protective Equipment
(PPE). Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE terebut, maka setiap
peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi si pemakainya. Sebagai
contoh, proteksi telinga (hearing protection) yang melindungi telinga pemakainya
dari transmisi kebisingan, masker dengan filter yang menyerap dan menyaring
kontaminasi udara, dan jas laboratorium yang memberikan perlindungan
pemakainya dari kontaminisasi bahan kimia.
APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap, seperti baju
yang menutup seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker khusus
dan alat bantu pernafasan yang dikenakan dikala menangani tumpahan bahan
kimia yang sangat berbahaya. APD yang sering dipakai a.I., proteksi kepala
(mis., helm), proteksi mata dan wajah (mis., pelindung muka, kacamata
pelindung), respirator (mis., masker dengan filter), pakaian pelindung (mis., baju
atau jas yang tahan terhadap bahan kimia), dan proteksi kaki (mis., sepatu tahan
bahan kimia yang menutupi kaki hingga mata kaki).
1. Perlindungan Mata dan Wajah.
Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus
dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud
untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari
tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan
mata terdiri dari Kacamata pelindung dan Goggle
2. Perlindungan Badan
Baju Lab/jas pengaman : Baju yang dikenakan selama bekerja di
laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas laboratorium ini, merupakan
suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki laboratorium.
Jas laboratorium yang kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan
kimia ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika Anda menggunakan jas laboratorium, kancing jas
laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak terpasang dan ukuran
dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan
kimia dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda
terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut
secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron
dan Jumpsuits. Apron sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan
yang bersifat korosif dan mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti
celemek ini biasanya terbuat dari karet atau plastik.Untuk apron yang terbuat
dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak dikenakan pada area larutan
yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu
oleh elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik
statis. Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur ulang. Bahan
dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan
kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap
lembab, dan radiasi.
3. Pelindungan tangan
Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting
apabila Anda terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan
menjadi solusi bagi Anda. Tidak hanya melindungi tangan terhadap
karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi
perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau rusak, permukaan benda
yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau dingin
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang Anda pakai
jika tidak dipilih bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang
ditangani. Selain itu, kriteria yang lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan
rata-rata daya tembus atau terobos bahan kimia ke kulit tangan. Sarung
tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan
permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering
dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan
pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet
butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis
sarung tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani.
Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat dari karet alam baik apabila Anda
bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik bila bekerja dengan
Dietil eter.
4. Perlindungan Pernafasan
Masker pelindung pernafasan : Kontaminasi bahan kimia yang paling sering
masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat pernafasan. Banyak sekali
partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat membahayakan
pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan
kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para
pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal
dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai
didasarkan pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa
jenis perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk. Filter masker tersebut memiliki
masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang terkontaminasi lagi,
maka filter tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna
bahan kimia haruslah mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai
sebelum bekerja dengan bahan kimia. Selain itu, setiap APD yang dipakai
harus sesuai dengan jenis bahan kimia yang ditangani. Semua hal tersebut
tentunya mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di
laboratorium.
5. Pelindung kaki
Sepatu yang dipakai selama bekerja merupakan suatu perlengkapan yang
wajib dikenakan untuk melindungi kaki dari bahaya – bahaya yang dapat
membahayakan kaki.

g. K3 dalam Pelayanan Kesehatan Puskesmas


Puskesmas merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang-
orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga
puskesmas merupakan tempat yang mempunyai resiko kesehatan mapun
kecelakaan kerja resiko tertinggi. Berdasarkan Kepmenkes Nomer
128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaken/kota yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya. 
Penyelenggaraan penggerakan pelaksanaan puskesmas melalui instrumen
lokakarya mini puskesmas  yang terdiri  dari :
1. Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakan pelaksanaan
kegiatan  bulanan dan juga monitoring bulanan kegiatan puskesmas dengan
melibatkan lintas program intern puskesmas.
2. Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakan pelaksanaan
danmonitoring kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral,
BadanPenyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain
puskesmas sebagai wujud tanggung jawab puskesmas perihal kegiatan. 

a. Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas


Upaya Kesehatan Kerja Di Puskesmas  Ditujukan untuk melindungi
pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja
yang dimaksud meliputi pekerja disektor fomal dan informal dan berlaku
bagi setiap orang selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
kebijakan dasar puskesmas menyatakan bahwa puskesmas merupakan
unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan
diwilayah kerjanya termasuk upaya kesehatan kerja. Menurut
International Labaour Organisation (ILO) diketahui bahwa 1,2 juta orang
meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat
hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3000.000 orang
meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK oleh sebab itu
diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya. Melihat data
tersebut maka sangat perlu diberikan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di wilayah kerja
puskesmas dengan tujuan meningkatkan kemampuan pekerja untuk
menolong dirinya sendiri sehingga terjadi peningkatan status kesehatan
dan akhirnya peningkatan produktivitas kerja . Adapun sasaran dari
program ini adalah pekerja di sektor kesehatan antara lain masyarakat
pekerja di puskesmas, balai pengobatan/poliklinik, laboraturium
kesehatan, Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK), Jaringan dokter
perusahaan bidang kesehatan kerja, masyarakat pekerja diberbagai
sektor pembangunan, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat.
Untuk menerapkan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas, secara
umum kita dapat melihat langkah-langkah yang dapat diterapkan
sebagaimana yang tertuang dalam pedoman pelayanan kesehatan kerja
yang meliputi perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi serta
memperhatikan aspek indikator yang harus dipenuhi. Strategi yang
dikembangkan adalah dengan cara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pelayanan kesehatan puskesmas dan rujukan, dilakukan melalui
pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan. Serta peningkatan pelayanan kesehatan kerja
dilaksanakan melalui peran serta aktif masyakarat khususnya masyarakat
pekerja. 
b. Sstandar Oprasional di Puskesmas
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain
adalah penggunaan peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari
peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan
kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman
dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahawa
kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja. Pedoman itu antara lain:
1) Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul
dari pekerjaan dan lingkungan kerja.
2) Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
3) Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial
para pekerja.
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan
peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja
adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari
kecelakaan kerja.
1. Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahawa
kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pedoman itu antara lain:
a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari
pekerjaan dan lingkungan kerja.
b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para pekerja.
d. Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm,
masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Tim peningkatan mutu

1. Merekapitulasi laporan insiden di Puskesmas.


2. Tim melakukan kajian dan analisis dari laporan Insiden Puskesmas serta melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Depok , dan seterusnya
3. Tim membuat laporan Manajemen Resiko
Program Keselamatan Pasien di Puskesmas Ratu Jaya selama ini sudah cukup
terkoordinbir secara baik, walaupun selama ini sudah dilaksanakan melalui pemantauan
layanan medis, monitor dan evaluasi ketepatan diagnosa, dll. Dengan adanya
Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, identifikasi keselamatan pasien dan
manajemen risiko, merupakan program yang harus dikembangkan di Puskesmas Ratu
Jaya. Maka dari penerapan Peningkatan Mutu dan Manajemen Resiko di Puskesmas
Ratu Jaya dilakukan dengan program keselamatan pasien yang terstruktur dan
terintegrasi.

Rencana Penerapan Keselamatan Pasien Puskesmas sbb :

Persiapan Penerapan Keselamatan Pasien

1. Membuat kebijakan tentang keselamatan pasien puskesmas baik jangka pendek dan
jangka panjang, dengan membuat Surat Keputusan Kepala Puskesmas
2. Menunjuk unit /personel/membentuk Tim Mutu dan Manajemen Risiko yang bertanggung
jawab terhadap program keselamatan pasien
3. Puskesmas Ratu Jaya sudah melatih personil untuk pelatihan keselamatan kerja dan
keselamatan pasien pada 3 – 4 Juni 2022 secara onlinedari ADINKES dan secara offline
di Dinas Kesehatan Depok
4. Puskesmas menyusun program keselamatan pasien
a. Menyiapkan sarana prasarana untuk keselamatan pasien seperti :
- Membuat jalur evakuasi
- Mengganti atau merevisi buku status pasien
- Menyiapkan formulir buat laporan insiden
- Mensosialisaiskan SOP
- Melakukan pelatihan buat teamwork
- Mensosialisasikan kepada seluruh karyawan /unit kerja
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Puskesmas
1. Menyiapkan format format untuk pencatatan dan pelaporan insiden Keselamatan
Pasien Puskesmas:
a. Format Laporan Insiden KNC,KTC, KTD dan Kejadian Sentinel
b. Laporan Kondisi Potensia; Cedera ( KPC )
c. Rekapan Kejadian Insidendi Puskesmas Ratu Jaya
2. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan Insiden yang meliputi :
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
c. Kondisi Potensial Cedera ( KPC ).
d. Kejadian Tidak Cedera (KTC),
e. Kejaidian sentinel
3. Pelaporan Insiden terdiri dari:
a. Pelaporan Internal yaitu mekanisme/ alur pelaporan KP Puskesmas di Internal
puskesmas
b. Pelaporan Eksternal yaitu pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan
Setempat. Pelaporan eksternal wajib dilakukan oleh Puskesmas.

4. Tim Mutu dan Keselamatan pasien ( TMKP ) Puskesmas melakukan pencatatan


kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Pimpinan
Puskesmas
5. Manajemen Resiko
a. Pencatatan yang di tulis di dalam program , adalah bagimana melakukan
pencatatan kegiatan atau membuat dokumentasi kegiatan
b. Pelaporan : membuat laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan setiap 6 bulan

B. Tim peningkatan Mutu dan Manajemen Resiko


1. Merekapitulasi laporan insiden di Puskesmas.
2. Tim melakukan kajian dan analisis dari laporan Insiden Puskesmas serta melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Depok , dan
seterusnya
3. Tim membuat laporan tahunan kegiatan yang telah dilaksanakan ke Dinas Kesehatan
Depok
4. Membuat laporan Manajemen Resko

MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evalusi terhadap program keselamatan pasien Puskesmas Kecamatan
Ratu Jaya dilakukan oleh :
1. Kepala Puskesmas Ratu Jaya melakukan monitoring secara berkala dan melakukan
evaluasi terhadap Program Keselamatan Pasien Puskesmas yang dilaksanakan oleh
Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Puskesmas setiap 6 bulan sekali
2. Tim mutu dan Keselamatan Pasien Puskesmas melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya.
3. Tim mutu dan Keselamatan Pasien Puskesmas melakukan evaluasi minimal 2 tahun
sekali terhadap penerapan Pedoman Keselamatan Pasien Puskesmas , kebijakan, dan
Prosedur Keselamatan Pasien yang dilaksanakan di Puskesmas Ratu Jaya
BAB IX
PENUTUP

Puskesmas Ratu Jaya dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan Program


Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko Puskesmas, dapat menekan terjadinya
insiden keselamatan pasien, sehingga dapat meningkatnya kepercayaan dari pengguna
layanan Puskesmas Ratu Jaya. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan di puskesmas , maka pelaksanaan kegiatan Keselamatan Pasien
dan Manajemen Resiko puskesmas sangatlah penting dalam pengelolaan layanan di
Puskesmas. Program Keselamatan Pasien Puskesmas dan Manajemen Resiko
merupakan tidak ada akhirnya, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi tinggi
untuk bersedia melaksanakan Program Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko
secara konsisten, berkesinambungan dan berkelanjutan.

KEPALA UPTD PUSKESMAS


RATU JAYA,

dr. IMRON FANANI


Pembina
NIP. 197205152005011010

Anda mungkin juga menyukai