Anda di halaman 1dari 14

POLA INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA

ARAB PADA INSYA’ MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA ARAB

Afif Kholisun Nashoih


Fakultas Agama Islam, Universitas KH. A. Wahab hasbullah
afif.nashoih@gmail.com

Abstrak: Interferensi menjadi salah satu masalah yang dihadapi pembelajar bahasa
Arab, karena berdampak negatif terhadap praktik keterampilan berbahasa Arab.
Munculnya interferensi disebabkan oleh rendahnya kemampuan gramatikal para
pembelajar bahasa Arab, khususnya sintaksis, sehingga struktur bahasa pertama
mendominasi bahasa Arab tanpa disadari. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan unsur-unsur interferensi sintaksis bahasa Indonesia dalam insya’
berbahasa Arab mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Data utama berupa tulisan berbahasa
Arab para mahasiswa yang dikumpulkan dengan menggunakan metode simak,
kemudian dianalisis menggunakan metode padan guna memperbandingan struktur
kalimat bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, diketahui
bahwa unsur-unsur sintaksis bahasa Indonesia yang mempengaruhi struktur bahasa
Arab dalam insya’ mahasiswa meliputi interferensi aspek kala, persesuaian, frasa
nomina non-adjektiva, frasa nomina adjektiva, kalimat pasif, frasa bilangan, verba
yang terikat dengan preposisi, penggunaan kata “ada” yang diterjemahkan “‫”كان‬, dan
interrferensi kata “karena” yang selalu menggunakan kata “‫”ألن‬.

Kata kunci: interferensi, sintaksis, bahasa Indonesia, bahasa Arab.

A. Pendahuluan
Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia cukup diminati. Ini karena mayoritas
masyarakat Indonesia beragama Islam, sedangkan Islam selalu diidentikkan dengan
bahasa Arab. Bagaimana tidak, setiap hari umat muslim melaksanakan ibadah
menggunakan bahasa Arab, dan al-Qur’an sebagai kitab suci yang disakralkan serta
pedoman hidup juga berbahasa Arab. Tidak mengherankan jika bahasa Arab menjadi
salah satu materi wajib pada lembaga pendidikan di Indonesia, khususnya lembaga
pendidikan Islam.
Pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing di Indonesia bukan sebuah
perkara mudah. Ada berbagai masalah yang harus dihadapi oleh guru serta peserta
didik, seperti masalah-masalah teknis dalam proses pembelajaran yang meliputi
pemanfaatan metode, buku ajar, media, kurikulum, dan lain sebagainya. Hal itu turut
mewarnai kompleksnya pembelajaran bahasa Arab. Namun di antara masalah tersebut,
terdapat satu masalah yang kiranya menjadi problem dalam semua pembalajaran bahasa
asing, yaitu terjadinya interferensi.
Weinreich mengemukakan bahwa interferensi adalah masuknya unsur-unsur
bahasa pertama ke dalam bahasa kedua, sehingga terjadi perubahan struktur dalam
bahasa kedua (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 110). Maksud dari bahasa pertama
adalah bahasa ibu, sedangkan maksud dari bahasa kedua difungsikan untuk memaknai
bahasa asing. Ini karena masing-masing suku di Indonesia menguasai dua bahasa atau
lebih. Misalnya orang Jawa dalam kacamata diglosia, mereka memiliki dua bahasa,
yaitu bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Atas
dasar itu, maka maksud dari bahasa kedua dalam konteks ini dimaknai sebagai bahasa
asing.

648
Interferensi merupakan keniscayaan mutlak yang harus diterima secara pasrah
oleh para pembelajar bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Hal ini disebabkan oleh
kontak antara bahasa pertama dan kedua, sehingga dominasi bahasa pertama
berpengaruh terhadap bahasa kedua (Seff dan Mukhtar, 2018: 1057). Kesalahan para
pelajar bahasa Arab sering kali berkutat pada aspek gramatikal, baik ranah morfologis
ataupun sintaksis. Meskipun tidak menutup kemungkinan juga terjadi kesalahan
fonologis serta semantis..
Aspek sintaksis menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini, dengan bersandar
pada asumsi bahwa kesalahan-kesalahan sintaksis dianggap memiliki frekuensi yang
paling tinggi dibandingkan kesalahan aspek lainnya. Opini ini timbul dari hasil refleksi
peneliti ketika memberikan materi kitabah di dalam kelas, serta hasil diskusi bersama
dosen-dosen lain. Hal tersebut diperkuat hasil observasi yang menyatakan bahwa
lemahnya pemahaman terhadap sintaksis berpengaruh besar terhadap terjadinya
interferensi. Sebagai contoh, dijumpai kalimat yang salah dalam kalimat pasif, “ ‫محمد‬
‫ ”ضرب علي‬/Muhammad dhuriba ali/ dengan maksud hati ingin mengartikan “Muhammad
dipukul Ali”.
Kaidah kalimat pasif dalam bahasa Arab berbeda dengan bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Arab, kalimat pasif terdiri dari fi’l majhûl (verba pasif) dan naib al-fâ’il
(subjek yang mulanya sebagai objek dalam kalimat aktif) dengan menghilangkan wujud
pelaku sebenarnya. Oleh karenanya, kalimat yang benar adalah “‫ ”محمد ضرب‬yang artinya
“Muhammad dipukul”, dengan tanpa menyertakan pelaku pemukul. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia kalimat pasif juga terdiri dari subjek dan predikat yang berupa verba
pasif, serta diperbolehkan mengikutsertakan pelaku.
Kasus di atas merupakan contoh terjadinya interferensi sintaksis, yaitu
masuknya kaidah urutan kalimat bahasa Ibu ke dalam bahasa kedua (Rahmawati, 2012:
256). Kasus serupa dengan struktur kalimat yang berbeda tentu masih dijumpai. Oleh
karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas tentang pola-pola kalimat berbahasa Arab
yang memuat unsur interferensi sintaksis bahasa Indonesia. Sebagaimana disampaikan
al-Khûli (1989: 111) bahwa interferensi terjadi pada dua intâj lughawiy, yaitu ta’bîr
kalâmiy dan kitâbiy. Maka dari itu, fokus pembahasan dalam tulisan ini hanya dibatasi
pada satu dari yang terinterferensi, yaitu ta’bîr kitâbiy,
Pengkajian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pola interferensi sintaksis,
sehingga bisa dijadikan acuan bagi para pendidik, baik guru ataupun dosen, untuk
memberikan penekanan atau pendalaman materi nahwu pada tema-tema yang rentan
memuat unsur-unsur interferensi. Dengan demikian, interferensi bahasa Indonesia dapat
diatasi. Selain itu, hasil kajian ini juga bisa dijadikan sebagai dasar pijakan untuk
dilakukannya penelitian lanjutan yang dapat menghasilkan luaran yang inovatif, baik
berupa metode, bahan ajar, atau media pembelajaran yang kiranya dapat meminimalkan
tingkat interferensi.

B. Metode penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara pengamatan tanpa pemberian perlakuan, sehingga bertujuan untuk
mendeskripsikan pola-pola kalimat bahasa Arab yang memuat unsur interferensi bahasa
Indonesia. Oleh karenanya, sumber data dalam penelitian ini adalah teks-teks berbahasa
Arab yang termuat dalam buku tugas mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab pada
matakuliah mahârah kitâbah I.

649
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak atau
pengamatan terhadap teks-teks yang memuat unsur interferensi, kemudian diikuti
dengan teknik lanjutan yang berupa teknik bebas libat cakap (Mahsun, 2007: 243).
Sementara analisis data digunakan metode distribusional dan padan. Metode
distribusional difungsikan untuk memilah-milah data berdasarkan kriteria tertentu
(Budiarti, 2013: 13). Sedangkan metode padan digunakan untuk mengetahui kesalahan-
kesalahan kalimat berbahasa Arab yang mengikuti struktur bahasa Indonesia.

C. Pembahasan
Hasil analisis data menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan sintaksis ( ‫األخطاء‬
‫ )النحوية‬para mahasiswa dalam menulis karangan berbahasa Arab disebabkan oleh
kuatnya pengaruh atau interferensi bahasa Ibu. Berikut ini akan disajikan pola-pola
kalimat berbahasa Arab yang mengalami interferensi dengan membandingkan pola
kalimat dalam dalam bahasa Indonesia, dengan mengklasifikasikannya ke dalam
beberapa kategori, meliputi aspek kala, aspek concordansi dalam kalimat verbal
dannominal, kalimat pasif, frasa nomina adjektiva, frasa nomina non-adjektiva, verba
yang bersambung dengan huruf jarr, aspek frasa nomina bilangan, aspek penggunaan
kata “ada” dan “karena” yang selalu diterjemahkan “‫ ”كان‬dan “‫”ألن‬.

1. Interferensi Asepek Kala


Kala dalam bahasa Arab merupakan hal yang erat kaitannya dengan verba,
karena semua verba pasti mengadung unsur kala. Sebagaimana disepakati oleh para ahli
nahwu, bahwa verba atau fi’il adalah kata yang menunjukkan makna tertentu terhadap
suatu peristiwa di masa tertentu (Ni’mah, TT: 18; al-Ghalayain, 2008: 4; Muthallib,
2001: 15). Lain halnya dengan bahasa Indonesia, semua verba tidak ada kaitannya
dengan kala, karena waktu terjadinya perbuatan biasanya diungkapkan dengan adverbia
atau keterangan waktu, seperti kata sudah, telah, besok, dan kemarin (Rohim, 2013: 4).
Perbedaan konsep kala tersebut berimbas pada terjadinya interferensi dalam
insya’ para mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab yang disebabkan oleh kuatnya dominasi
bahasa Indonesia dan lemahnya pemahaman nahwu. Keberadaan interferensi tersebut
diketahui melalui pemanfaatan pendekatan kontrastif dengan cara membandingkan
struktur kalimat bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Sebagaimana dalam tabel berikut.

Data Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Kalimat yang benar


Indonesia
‫محزة يذهب إىل سورااباي‬ Hamzah pergi
Surabaya kemarin
ke
‫محزة ذهب إىل سورااباي‬
1
‫ابألمس‬ ‫ابألمس‬
‫أخي خيرج من هذا املعهد‬ Saudaraku keluar dari
pesantren ini sejak tahun
‫أخي خرج من هذا املعهد‬
2
‫منذ سنة ماضية‬ lalu
‫منذ سنة ماضية‬
‫أان فرحت أذهب إىل‬ Saya senang pergi ke
taman kota
‫أان فرحت أن أذهب إىل‬
3
‫حديقة املدينة‬ ‫حديقة املدينة‬
Tabel 1. Interferensi aspek kala

650
Kalimat pada data 1 dan 2 secara visual seolah tidak memuat kesalahan dalam
hal sintaksis. Namun jika dicermati secara seksama, terdapat ketidaklogisan semantik
pada aspek waktu yang menandai terjadinya peristiwa. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa verba dalam bahasa Arab terikat oleh waktu. Dalam konteks kalimat
di atas, verba ‫يذهب‬ yang bermakna “sedang pergi” tidak berhubungan secara linier
dengan keterangan waktu ‫ابألمس‬ yang bermakna “kemarin”. Oleh karena itu, verba
tersebut harus dirubah ke bentuk lampau. Hal senada juga terjadi pada data 2 yang
memuat ketidaklogisan makna waktu, sehingga verba ‫ خيرج‬juga harus dirubah menjadi
bentuk lampau.
Sementara pada data 3, didapati dua kata kerja berbeda yang saling bersanding
secara langsung tanpa pemisah. Hal tersebut tidak dibenarkan dalam kaidah nahwu.
Oleh karena itu, dua verba yang bersandingan tersebut harus dipisahkan dengan ‫ما‬/‫أن‬
yang berfungsi merubah verba menjadi infinitiv (mashdar), sehingga berbunyi “ ‫أان فرحت‬
‫”أن أذهب إىل حديقة املدينة‬. Adapun kala yang menjadi acuan utama kalimat tersebut
berbentuk lampau yang termuat dalam verba “‫”فرح‬.

2. Interferensi Aspek Konkordansi Dalam Kalimat


Bahasa Arab memiliki dua pola kalimat, yaitu kalimat verbal dan kalimat
nominal. Kalimat verbal atau disebut dengan jumlah fi’liyyah dalam bahasa Arab adalah
kalimat yang terdiri dari dua unsur pembangun, dimulai oleh verba sebagai unsur
pertama, dan nomina yang berposisi sebagai pelaku sebagai unsur kedua (Umar, 1994:
107). Sementara dalam bahasa Indonesia, kalimat verbal didefinisikan sebagai kalimat
yang predikatnya berupa kata kerja. Kata kerja tersebut acapkali diletakkan setelah
subjek, sehingga secara struktur berbeda dengan kalimat verbal dalam bahasa Arab.
Sedangkan kalimat nominal atau yang dikenal dengan istilah jumlah ismiyah
adalah susunan kalimat yang diawali oleh nomina, terdiri dari dua komponen utama,
yaitu mubtada’ dan khabar (Fayadh, TT: 92; Al-Chamadiy, 1995: 65). Pengertian
tersebut memiliki kesamaan dengan konsep kalimat nominal dalam bahasa Indonesia.
Meski demikian, terdapat perbedaan kaidah mendasar antara kedua bahasa tersebut
yang dipengaruhi oleh tipe bahasa yang juga berbeda.
Sebagai bahasa yang bertipe fleksi, kaidah sintaksis Arab mengedepankan
prinsip concordansi/agreement (persesuaian) yang meliputi pesesuaian jumlah (mufrad-
tatsniyah-jama’), jender (mudzakkar-muannats), dan terkadang juga aspek
keumuman/kekhususan kata (nakirah-ma’rifah) (Ryding, 2005: 57). Selain itu, bahasa
Arab juga bergantung pada konsep amil atau diistilahkan sebagai governor oleh Ryding,
yang dalam terminologi nahwu didefinisikan sebagi segala hal yang mampu
mempengaruhi perubahan i’rab. Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia yang bertipe
aglutinatif, ia tidak memperhatikan konsep concordansi serta tidak memiliki konsep
amil. Perbedaan tersebut memicu timbulnya interferensi dalam tulisan berbahasa Arab
para mahasiswa. Sebagaimana dalam tabel berikut.

651
Data Kalimat bahasa Struktur Kalimat dalam Kalimat yang benar
Arab bahasa Indonesia dalam bahasa Arab
4 ‫يزور نبيلة إىل جدهتا‬ Nabila mengunjungi ‫تزور نبيلة إىل جدهتا‬
neneknya
5 ‫حيب أمي أن يطبخ مسكا‬ Ibuku senang memasak ikan ‫حتب أمي أن تطبخ مسكا‬
‫ ملاذا ال‬،‫سألت إيل أمي‬ Ibu bertanya kepada saya, ‫ ملاذا ال أتكلني‬،‫سألتين أمي‬
mengapa kamu tidak makan
6 ‫أتكل الرز اي ابنيت؟ هل‬ nasi wahai anak ‫الرز اي ابنيت؟ هل أنت يف‬
perempuanku? Apakah
‫أنت يف احلمية‬ kamu diet? ‫احلمية‬
Tabel 2. Interferensi aspek kesesuaian jender antara subjek dan predikat.

Data 4 menunjukkan kesalahan pada aspek concordansi antara verba dan subjek.
Dalam bahasa Arab, verba dalam kalimat verbal dan nominal harus mengikuti subjek
dari segi jendernya. Oleh karenanya, kata ‫يزور‬ “mengunjungi” yang menyimpan
pronomina ketiga tunggal untuk maskulin dengan tanda ya’, harus diganti dengan ta’
mudhara’ah (‫ )تزور‬karena mengikuti subjek yang berjender feminin. Hal yang sama juga
terjadi pada data 5 dan 6. Hanya saja dalam data 6 terdapat dua kesalahan yang kentara.
Kesalahan pertama terletak pada kata ‫أتكل‬ yang mengacu pada ‫ابنيت‬ yang
dalam konteks kalimat tersebut menjadi mitra tutur. Seharusnya, verba tersebut
bersambung dengan ya’ mu’annats mukhathabah (sehingga menjadi ‫)أتكلني‬ karena

menjadi anteseden dari pronomina kedua tunggal untuk perempuan (‫ )أنت‬sebagai


penunjuk dari kata ‫إبنيت‬. Sedangkan kesalahan kedua adalah kesalahan penggunaan
huruf jarr yang memisahkan antara verba dan objek. Kata ‫سأل‬ merupakan fi’il
muta’addiy yang tidak membutuhkan huruf jarr sebagai perantara objek atau maf’ûlun
bih.
Selain aspek jender, jumlah juga turut andil dalam percaturan concordansi yang
seringkali termuat dalam kalimat nominal. Adapun kalimat verbal, verba tidak
dipengaruhi jumlah. Konsep semacam ini tidak jumpai dalam bahasa Indonesia,
sehingga tidak sedikit para mahasiswa yang cenderung mengikuti struktur bahasa
Indonesia. Berikut ini beberapa kalimat yang mengalami interferensi pada aspek jumlah.

Data Kalimat bahasa Kalimat bahasa Kalimat yang benar


Arab Indonesia
‫حاول التالميذ يفهم‬ Para murid berusaha
‫حاول التالميذ أن يفهموا‬
memahami pelajaran
7
‫درسهم‬ ‫درسهم‬
‫جيب على املسلمني يصوم‬ Umat Islam wajib
‫جيب على املسلمني أن‬
berpuasa Ramadhan
8
‫رمضان‬ ‫يصوموا رمضان‬
652
‫أان وأسرة أذهب إىل شاطئ‬ Saya dan keluarga pergi
‫أان وأسرة نذهب إىل شاطئ‬
ke tepi pantai
9
‫البحر‬ ‫البحر لقضاء العطلة‬
‫فيصال وولدان يشرتك‬ Faishol dan Wildan
‫فيصال وولدان يشرتكان‬
mengikuti lomba di
10 ‫املسابقة يف سورااباي وأرجو‬ Surabaya. Saya harap
‫املسابقة يف سورااباي وأرجو‬
mereka berdua sukses
‫مها ينجح‬
‫أن ينجح‬
‫غرفيت وغرفته أخيت واسعة‬ Kamarku (tidur) dan
‫غرفيت وغرفة أخيت واسعة‬
kamar (tidur) saudaraku
11
‫جدا‬ sangat luas
‫جدا‬
Tabel 3. Interferensi aspek jumlah antara subjek dan predikat

Data 7 dan 8 menunjukkan adanya kesalahan dalam kalimat verbal


subjek/objeknya menggunakan verba imperfek (fi’il mudhari’). Kalimat dalam data 7
memuat objek berupa verba imperfek, “‫ ”يفهم‬yang subjeknya berupa nomina jamak,

“‫”التالميذ‬. Pada kasus ini, terjadi dua kesalahan sekaligus. Pertama yaitu kesalahan objek
berupa verba, yang seyogyanya harus berupa nomina. Untuk itu, verba tersebut harus
didahului oleh an mashdariyah, sehingga menjadi apa yang disebut dengan mashdar
muawwal. Kedua yaitu kesalahan aspek jumlah pada verba “‫ ”يفهم‬yang subjeknya
nomina jamak “‫”التالميذ‬. Maka dari itu, verba tersebut harus dikenai afiks berupa wau
jama’ di akhir kata. Sintesis dari dua kesalahan tersebut menjadikan kalimat yang benar
secara nahwu berbunyi “‫درسهم‬ ‫”حاول التالميذ أن يفهموا‬.
Hal serupa juga terjadi pada data 8 yang hanya memuat kesalahan dari aspek
jumlah. Sedangkan pada data 9-11 memuat kesalahan aspek jumlah dalam kalimat
nominal. Nomina di awal kalimat yang berposisi sebagai subjek menentukan bentuk
predikat yang terletak setelahnya, baik predikat yang berupa verba ataupun nomina.
Data 11 memuat interferensi yang unik, sehingga melahirnkan dua kesalahan.
Kesalahan pertama terletak pada aspek jumlah, yaitu nomina ganda yang ditunjukkan
frasa “‫ ”غرفيت‬dan “‫أخيت‬ ‫”غرفة‬ dijelaskan oleh predikat yang berupa nomina tunggal,
“‫”واسعة‬. Sedankan kesalahan kedua disebabkan kuatnya dominasi bahasa Indonesia,
sehingga mengakibat kesalahan dalam penggunaan kata ganti –nya yang diterjemahkan
“‫”ـه‬, sehingga kalimat data 11 disejajarkan dalam bahasa Indonesia berbunyi “kamarku
dan kamarnya saudariku sangat luas”. Ungkapan tersebut pada dasarnya merupakan
ungkapan lisan.
Seringkali orang Indonesia menambahkan kata ganti –nya ketika
mengungkapkan kepemilikan. Misalnya “ini bukunya Ahmad”. Kata ganti –nya dalam
kalimat tersebut sebenarnya kurang tepat. Selain tidak punya anteseden, keberadaannya

653
juga tidak dibutuhkan, karena cukup dengan kalimat “ini buku Ahmad”. Bahkan dalam
bahasa Arab pun cukup dengan “‫ ”غرفة أخيت‬dengan tanpa kata ganti “‫”ـه‬.
3. Interferensi Frasa Nomina Adjektiva (Sifah-Maushuf)
Kaidah bahasa Arab yang juga erat dengan concordansi berikutnya adalah
shifah-maushuf. Shifah merupakan nomina yang mengikuti maushuf (Ni’mah, TT: 51).
Terdapat 4 hal yang harus diikuti shifah, yaitu kasus (nominatif, akusatif, genitif),
jumlah (tunggal, ganda, jamak), jenis (laki-laki atau perempuan), umum atau khusus
(nakirah atau ma’rifah). Shifah dipadankan dengan kata sifat atau adjektif dalam bahasa
Indonesia. Pemadanan ini ditandai oleh adanya kesamaan definisi leksikal. Meskipun
dalam praktiknya ada perbedaan, karena bahasa Indonesia tidak mengenal concord.
Atas sebab inilah, banyak terjadi kesalahan tarkîb na’tiy yang tidak mematuhi kaidah
concordansi.

Data Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Indonesia Kalimat yang benar
‫بعد صالة املغرب أان أقرأ‬ Setelah sholat maghrib saya ‫بعد صالة املغرب أان أقرأ‬
12 membaca qur’anul karim
‫قرآن الكرمي‬ ‫القرآن الكرمي‬
‫قطفت أخيت صغرية الوردة‬ Adik perempuanku ‫قطفت أخيت الصغرية الوردة‬
13 memetik bunga mawar di
‫يف ساحة البيت‬ halaman rumah ‫يف ساحة البيت‬
‫يوم اجلمعة ذهبت إىل‬ Pada hari jumat saya pergi ‫يوم اجلمعة ذهبت إىل‬
ke pasar bersama teman-
14 ‫السوق مع صديقايت‬ teman untuk membeli baju ‫السوق مع صديقايت‬
berwarna biru
‫ألشرتي لباس الذي أزرق‬ ‫ألشرتي اللباس األزرق‬
Tabel 4. Interferensi frasa nomina adjektiv
Data 12-14 di atas menunjukkan adanya kesalahan frasa kata sifat yang dalam
bahasa Arab sering kali diterjemahkan “yang”. Kesalahan paling kentara ditunjukkan
data 14 pada ungkapan “‫أزرق‬ ‫”هذا لباس الذي‬ yang diterjemahkan “baju yang berwarna

biru”. Ungkapan tersebut tidak dapat diterima sintaksis karena kata “‫ ”الذي‬tidak tepat
guna. Oleh sebab itu, susunan frasa yang benar adalah “‫”اللباس األزرق‬.

4. Interferensi Frasa Nomina non-Adjektiva (Idhâfah)


Antara susunan idâfah dengan tarkîb na‘tiy keduanya sama-sama tersusun dari
dua nomina atau lebih. Hanya saja nomina kedua berbeda jenis. Dalam susunan idâfah,
nomina kedua bukan berupa kata yang menunjukkan makna sifat, dan selalu dii’rab
genitif (i‘rab jar). Sedangkan dalam susunan na‘at, kata kedua berupa kata yang
menunjukkan makna sifat, dan kasusnya menyesuaikan kasus dari nomina pertama yang
disifati. Adanya kemiripan tersebut menyebabkan para mahasiswa salah dalam
menentukan susunan idâfah atau susunan na’at. Di sisi lain, kesalahan juga disebabkan
adanya perbedaan konsep antara tarkîb idhâfah dengan frasa nominal dalam bahasa
Indonesia.

654
No. Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Kalimat yang benar
Indonesia
15
‫كل الصباح أساعد أمي‬ Setiap
membantu
pagi saya
Ibu
‫كل الصباح أساعد أمي‬
‫اإلعداد الفطور يف املطبخ‬ menyiapkan sarapan di
dapur bersama Fina
‫إعداد الفطور يف املطبخ مع‬
‫مع أخيت فينا‬ ‫أخيت فينا‬
16
‫علي دائما ينسى أن يضع‬ Ali selalu lupa menaruh
kunci rumahnya
‫علي ينسى دائما أن يضع‬
‫املفتاح البيت‬ ‫مفتاح البيت‬
17
‫أحياان أانم يف البيت اجلديت‬ Terkadang saya tidur di
rumah nenek saya,
‫أحياان أانم يف بيت جديت‬
‫ألن هي منفرا‬ karena beliau sendirian
‫ألهنا منفرة‬
Tabel 5. Interferensi aspek frasa nomina non-adjektiva

Kesalahan pada data di atas hanya terletak pada huruf alif dan lam yang terdapat
pada nomina pertama atau mudhâf. Hal itu dinyatakan salah karena berjenis idhâfah
ma’nawiyah/mahdhah1, sehingga mudhâf tidak membutuhkan alif dan lam. Kesalahan
yang kompleks termuat dalam data 17. Tercatat ada tiga kesalahan, pertama yaitu
kesalahan adanya alif dan lam pada mudhâf, dan kedua kesalahan penggunaan “‫”ألن‬
yang digunakan untuk menyetakan makna “karena”. Sedangkan kesalahan ketiga
terletak pada aspek concordansi kata “‫ ”منفردا‬yang seharusnya berjender feminin atau
muannats. Kesalahan-kesalahan tersebut tentu disebabkan adanya ketidakpahaman
terhadap nahwu yang diiringi dengan masuknya struktur bahasa Indonesia dalam
kalimat berbahasa Arab.

5. Interferensi Kalimat Pasif


Kalimat pasif dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia memiliki kesamaan dan
perbedaan. Kedua bahasa tersebut sama-sama menggunakan kata kerja pasif atau
intransitif, atau dikenal dengan istilah fi’il mabniy majhûl. Sedangkan perbedaannya,
diketahui bahwa dalam bahasa Arab susunan kalimat pasif tidak menyertakan pelaku.
Sementara dalam bahasa Indonesia diperbolehkan menyertakan pelaku dalam kalimat
pasif. Konsep kalimat pasif dalam bahasa Indonesia inilah yang cenderung diikuti
mahasiswa dalam menulis insya’. Sebagaimana temuan di bawah ini.

1
idhâfah mahdhah adalah idhâfah yang mudhâfnya bukan berupa adjektiv atau kata sifat,
seperti ism al-fâ’il (partisip aktif), ism al-maf‘ûl (partisip pasif), dan s{ifah musyabbahah bi ismi al-fâ‘il
(partisip aktif dari verba yang bermakna sifat). Baca Ahmad Mukhtar Umar, dkk., al-Nahwu al-Asâsiy
(Kuwait: Dâr al-Salâsil, 1994), hlm. 486

655
No. Kalimat bahasa Kalimat bahasa Kalimat yang benar
Arab Indonesia
18
،‫حينما أرجع إىل املائدة‬ Ketika saya kembali ke
meja makan, rotiku
،‫حينما أرجع إىل املائدة‬
‫حبزي أُك َل شريف دون‬ dimakan Syarif tanpa izin
‫حبزي أكله شريف دون‬
‫االذن‬ ‫االذن‬
19
‫عرفت هذا الصباح أن‬ Pagi ini saya tahu bahwa
jadwal perkuliahan diganti
‫عرفت هذا الصباح أن‬
‫اجلدول بُد َل رئيس‬ bapak ketua jurusan
‫اجلدول بدله رئيس القسم‬
‫القسم‬
20
‫ال أحد يف الفصل إال‬ Tidak ada seorangpun di
kelas kecuali saya dan
‫ال أحد يف الفصل إال‬
‫ ألن‬،‫نفسي وأستاذة رينا‬ Ustadzah Rina, karena
teman-teman belum
‫ ألن‬،‫نفسي وأستاذة رينا‬
‫ مث‬.‫األصدقاء مل حيضروا‬ datang. Kemudian saya
disuruh Ustadzah Rina
‫ مث أان‬.‫األصدقاء مل حيضروا‬
‫أان أُمَر أستاذة رينا‬ untuk membeli bolpoin ‫أمرتين األستاذة رينا أبن‬
‫ليشرتي القلم‬ ‫يشرتي القلم‬
Tabel 6. Interferensi aspek kalimat pasif

Ketiga data di atas menampakkan kesalahan kalimat pasif yang masih


mengikutsertakan pelaku, karena terpengaruh struktur bahasa Indonesia. Perlu diketahui
bahwa kalimat pasif dalam bahasa Indonesia tidak melulu harus diterjemahkan dengan
menggunakan kata kerja pasif dalam bahasa Arab. Karena pada kondisi tertentu, kata
kerja pasif bisa digunakan kata kerja aktif. Seperti data 18, ungkapan “rotiku dimakan
Syarif” bisa diterjemahkan “‫ ”حبزي أكله شريف‬yang secara harfiyah dimaknai “rotiku
memakannya si Syarif”. Akan tetapi makna harifyah tersebut tidak elok, sehingga
terjemah yang sesuai dengan tradisi bahasa Indonesia adalah “rotiku dimakan oleh
Syarif”. Maka dari itu, untuk menyatakan kalimat pasif, bisa digunakan rumus ini,
subjek + verba aktif + pronomina yang merujuk pada subjek + pelaku.

6. Interferensi aspek Verba Yang Terikat Dengan Preposisi


Salah satu masalah yang cukup menyita perhatian dalam hal interferensi adalah
adanya konstruksi verba dalam bahasa Arab yang membentuk makna berbeda
tergantung unsur preposisi yang mengikat verba tersebut. Seperti kata ‫بحث‬yang
bermakna “membahas” jika bersambung dengan preposisi ‫في‬, akan berbeda maknanya
jika bersambug dengan preposisi ‫عن‬, sehingga diartikan “mencari”. Contoh lain kata ‫قام‬
yang diartikan “berdiri”, ketika bersambung dengan preposisi ‫بـ‬dalam kalimat, maka

656
dimaknai “melakukan”. Oleh karena itu, penentuan preposisi yang menjadi satu
kesatuan dengan verba harus disesuaikan dengan tradisisi kebahasaaraban, bukan tradisi
kebahasaindonesiaan. Aspek ini acapkali diabaikan oleh mahasiswa, sehingga terjadi
kesalahan dalam menggunakan preposisi. Sebagai bukti, dapat diperhatikan tabel
berikut.

No. Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Kalimat yang benar


Indonesia
‫ال تسأل إيل ملاذا فعلت هذا‬ Jangan Tanya kepadaku
mengapa aku melakukan
‫ال تسألين ملاذا فعلت هذا‬
21 ‫ فإن حيب لك ال يعلو‬،‫مجيعا‬ semua ini. Tidak ada
cinta yang melebihi
‫ فإن حيب لك ال‬،‫مجيعا‬
‫عليه حب‬ cintaku kepadamu ‫يعلو عليه حب‬
‫إيل ليشرتي‬
ّ ‫أمي أتمر‬
Ibu menyuruhku untuk
membeli sayuran di pasar
‫أمي أتمرين أبن أشرتي‬
22 ‫خضروات يف السوق كل‬ setiap pagi
‫خضروات يف السوق كل‬
‫الصباح‬ ‫الصباح‬
‫نتقدم واحدا فواحدا إىل‬ Kita maju satu persatu ke
depan, kemudian kita
‫نتقدم واحدا فواحدا إىل‬
‫األمام مث نبحث عن املوضوع‬ membahas tentang tema
yang telah kita tulis. Ini
‫األمام مث نبحث يف‬
23 ‫ هذا ما فعلنا يف‬.‫الذي كتبنا‬ yang kita lakukan ketika
Ustadz tidak hadir.
‫ هذا‬.‫املوضوع الذي كتبنا‬
‫الفصل حينما ال حيضر‬ ‫ما فعلنا يف الفصل حينما‬
.‫األستاذ‬ .‫ال حيضر األستاذ‬
Tabel 7. Interferensi aspek verba yang terikat dengan preposisi

Kesalahan pada data 21-23 terletak pada ketidaktepatan dalam menggunakan


preposisi. Sebagian mahasiswa memang cenderung menggunakan preposisi hasil
terjemahan mereka dalam bahasa Indonesia. Seperti “bertanya” yang selalu
disandingkan dengan kata “kepada”. Berbeda dengan verba “‫يسأل‬-‫ ”سأل‬dan derivasinya
yang tidak menggunakan preposisi “‫”إىل‬, karena verba tersebut merupakan fi’il
muta’addiy tanpa menggunakan huruf jarr.
Hal senada juga terjadi pada data 22, ungkapan “‫ل ـ‬ ‫إيل‬
ّ ‫ ”أتمر‬merupakan pengaruh
dari struktur bahasa Indonesia, karena “menyuruh” biasanya bersanding dengan kata
“untuk”. Kata “‫ ”أمر‬merupakan fi’il muta’addiy yang objeknya tanpa diperantarai

preposisi, sedangkan akitfitas yang diperintahkan verba tersebut diperantarai oleh ‫بـ‬,

657
sehingga ungkapan “…menyuruhku untuk membeli…” yang benar adalah “ ‫أتمرين أبن‬...
... ‫بشراء‬/‫”أشرتي‬.
7. Interferensi Frasa Nomina Bilangan (‘Adad-ma’dûd)
Kaidah bilangan atau dikenal dengan istilah ‘adad-ma’dûd dalam bahasa Arab
terbilang cukup rumit, karena memiliki aturan yang berbeda-beda di setiap kelompok
bilangan. Tidak heran jika aturan tersebut diabaikan oleh mahasiswa, sehingga
cenderung mengikuti pola jumlah dalam bahasa Indonesia. Sebagaimana termuat dalam
tabel berikut.

No. Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Kalimat yang benar


Indonesia
‫أان تعجب جدا بصديقي‬ Saya sangat kagum
dengan temanku yang
‫أان معجب جدا بصديقي‬
‫الذي يستطيع أن يستخذم‬ bisa menggunakan
dua bahasa dengan
‫الذي يستخذم اللغتني‬
24
‫ لغة‬،‫اثنان اللغة بسالسة‬ lancar, bahasa Arab
dan Inggris
‫ لغة العربية‬،‫االثنتني بسالسة‬
‫العربية واإلجنليزية‬ ‫واإلجنليزية‬
‫يف وسط االمتحان استعارت‬ Di tengah
Fauziyah meminjam
ujian,
‫يف وسط االمتحان استعارت‬
‫ ولكن أان فقط‬،‫فوزية قلمي‬ pena saya, akan tetapi
saya hanya punya satu
‫ ولكن أان عندي‬،‫فوزية قلمي‬
25
‫ إذن قلت‬.‫عندي واحد قلم‬ pena. Jadi saya bilang
kepadanya maaf
‫ إذن قلت هلا‬.‫قلم واحد فقط‬
.‫إليها عفوا بصوت خفيف‬ dengan suara pelan. .‫عفوا بصوت خفيف‬
Tabel 8. Interferensi aspek jumlah

Kesalahan ‘adad-ma’dûd dalam dua data di atas ditunjukkan melalui ungkapan


“‫اللغة‬
‫ ”اثنان‬yang secara struktur sejajar dengan ungkapan “dua bahasa”, serta ungkapan
“‫”واحد قلم‬. Sesuai kaidah bahwa frasa bilangan satu dan dua menjadi shifah/na’at
sehingga membentuk tarkîb na’tiy. Oleh karena itu susunan yang benar adalah “ ‫قلم‬
‫ ”واحد‬dan “‫”اللغتني االثنتني‬.

8. Interferensi penggunaan kata “ada” yang diterjemahkan “‫”كان‬

Secara leksikal, kata “‫يكون‬ - ‫”كان‬ diartikan “ada”. Hanya saja kata tersebut
tidak harus selalu ada pada kalimat yang menyatakan makna “ada”. Selain itu, ‫كان‬
juga merupakan verba yang diistimewakan, karena ia memiliki amal yang berbeda
dengan sebagian besar verba.

658
Dikatakan bahwa kata “ada” tidak harus selalu diterjamahkan ‫كان‬, seperti
ungkapan “Ahmad ada di rumah” yang diterjemahkan “‫البيت‬ ‫”أمحد يف‬, sehingga tanpa
adanya ‫كان‬, kalimat tersebut bisa mamuat makna “ada”. Kemudian dikatakan pula

bahwa ‫كان‬ diistimewakan, ini karena ia merupakan verba yang tidak memiliki subjek
atau fâ’il, pun juga objek atau maf’ûl bih. Sebagaimana termuat dalam berbagai
referensi nahwu, bahwa ‫كان‬merupakan amil yang merusak tatanan kalimat nominal,
sehingga ia beramal tarfa’u al-ism wa tanshibu al-khabar.
Dalam beberapa kasus ditemukan penggunaan kata ‫كان‬yang dimaksudkan untuk
menyatakan makna “ada”, serta tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam ilmu
nahwu. sebagaimana dalam data berikut.

No. Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Kalimat yang benar


Indonesia
‫على اجلدار يكون الصورة‬ Di atas dinding ada
foto dan jam
‫على اجلدار تكون الصورة‬
26
‫والساعة‬ ‫والساعة‬
‫ مث‬،‫أقابل األستاذ يف اإلدارة‬ Saya menemui
Ustadz di kantor.
‫ مث‬،‫أقابل األستاذ يف اإلدارة‬
‫أقول له هل كان الوقت‬ Kemudian
bertanya
saya
kepada
‫أقول له هل عندكم الوقت اي‬
27 ‫أستاذ؟ أان أريد أن أتكلم‬ beliau, apakah ada
waktu ustadz? Saya
‫األستاذ؟ أان أريد أن أتكلم‬
‫معكم عن البحث العلمي‬ ingin berbicara
dengan anda tentang
‫معكم عن البحث العلمي‬
skripsi

Tabel 9. Interferensi penggunaan kata “‫ ”كان‬yang menyatakan makna “ada”

Kesalahan pada data 26 hanya terletak pada ketidaksesuaian antara ‫ يكون‬dengan


isimnya, ‫ الصورة‬dari aspek jender. Sedangkan pada data 27, kesalahan terletak pada ‫كان‬
yang tidak tepat, karena digunakan untuk memaknai “ada” dalam konteks yang tidak
sesuai, seperti “‫الوقت‬ ‫”هل كان‬ yang diartikan “apakah ada waktu”. Untuk
menerjemahkan ungkapan itu, bisa digunakan “‫”هل عندكم الوقت‬.

9. Interferensi penggunaan kata “karena” yang diterjemahkan “‫”ألن‬


Hal kurang tepat juga terjadi pada kata karena yang seringkali diterjemahkan
“‫”ألن‬. Terjemah tersebut bisa jadi benar jika sesuai dengan kaidah nahwu, dan bisa jadi
tidak benar jika memang kata tersebut dimasukkan pada selain kalimat nominal.
Sebagaimana yang termuat dalam tabel di bawah ini.

659
No. Kalimat bahasa Arab Kalimat bahasa Kalimat yang benar
Indonesia
‫ حنن‬،‫قبل وصولنا إىل املدينة‬ Sebelum kita sampai
di kota, kita sholat
‫ حنن‬،‫قبل وصولنا إىل املدينة‬
28 ‫ ألن قد‬،‫نصلي يف املسجد‬ dahulu di masjid,
karena telah masuk
‫ ألن‬،‫نصلي يف املسجد‬
‫دخل وقت الظهر‬ waktu dhuhur ‫الوقت قد دخل الظهر‬
‫ أانم‬،‫بعد الرجوع من اجلامعة‬ Setelah pulang dari
kampus, aku tidur
،‫بعد الرجوع من اجلامعة‬
29 ‫قليال مث أستيقظ ألن وقته‬ sebentar kemudian
bangun karena
‫أانم قليال مث أستيقظ بسبب‬
‫صالة العصر‬ waktunya sholat asar ‫دخول وقت العصر‬

Tabel 10. Interferensi penggunaan kata “karena” yang diterjemahkan “ ‫”ألن‬


Kata ‫ألن‬yang digunakan untuk menyatakan makna “karena” dalam dua data di
atas tidaklah tepat. Sebagaimana diketahui bahwa ‫أن‬ merupakan amil yang merusak
susunan kalimat nominal, yaitu tanshibu al-ism wa tarfa’u al-khabar. Oleh karenanya,
kesalahan penggunaan ‫ألن‬ dalam kalimat di atas disebabkan tidak adanya ism dan
khabar inna.
Kecenderungan mengikuti pola bahasa Indonesia terlihat dominan pada kedua
kalimat. Tidak salah jika dikatakan bahwa sebagian mahasiswa hanya melakukan alih
bahasa, tanpa mengikutsertakan kaidah yang benar. Padahal untuk mengungkapkan
makna “karena” dalam bahasa Arab tidak hanya dinyatakan dalam kata “ ‫ ”ألن‬saja,

melainkan juga kata yang lain seperti “‫”بسبب‬, “‫”ألجل‬, atau hanya berupa “‫”لـ‬.

D. Kesimpulan
Interferensi merupakan kendala yang dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua
atau bahasa asing, salah satunya bahasa Arab. Dominasi bahasa pertama atau bahasa ibu
berpengaruh besar terhadap keterampilan berbahasa Arab. Munculnya interferensi ini
disebabkan oleh rendanya kemampuan gramatikal para pembelajar bahasa Arab,
khususnya sintaksis, sehingga unsur-unsur dan pola bahasa pertama mendominasi
bahasa kedua tanpa disadari. Akibatnya, hal tersebut merusak tatanan struktur bahasa
Arab yang baik dan benar secara kaidah.
Hasil analisis menyebutkan bahwa pola interferensi sintaksis bahasa Indonesia
dalam bahasa Arab melahirkan kesalahan-kesalahan yang tampak pada insya’
mahasiswa, meliputi interferensi aspek kala, concordansi (persesuaian), frasa nomina
non-adjektiva (idhâfah), frasa nomina adjektiva (tarkîb na’tiy), kalimat pasif, penanda
jumlah (adad-ma’dud), interferensi verba yang terikat dengan preposisi, interferensi
penggunaan kata “ada” yang diterjemahkan “‫”كان‬, dan interrferensi kata “karena” yang

selalu menggunakan kata “‫”ألن‬.

660
E. Daftar Rujukan
Rahmawati. Al-tadakhkhul al-lughawiy. Jurnal al-Ta’lim jilid 1No. 3, November 2012.
Seff, Faisal Mubarak, dan Mukhtar, Muhammad. Al-Muhadatsah al-Yaumiyyah wa
Tadakhkhul Lughah al-Umm fîhâ. Pertemuan Internasional Bahasa Arab XI
(hlm. 1055-1072). Aceh, 2018.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Al-Khûli, Muhammad Ali. Ta’tsîru al-Tadakhkhul al-Lughawiy fiy Ta’allumi al-Lughah
al-Tsâniyah wa Ta’lîmuhâ. Majallah jami’ah malik saud Edisi 1 al-ulum al-
tarbawiy Vol. 1 No. 2, 1989.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Budiarti, Any. Interferensi Bahasa Indonesia ke Dalam Bahasa Inggris Pada Abstrak
Jurnal Ilmiah. Jurnal Bahasa dan Seni, tahun 41, No. 1, Februari 2013.
Ni‘mah , Fuad. Tt. Mulakhkhas Qawâ‘id al-Lugah al-‘Arabiyyah, cetakan ke-19. Kairo:
Nahdhah Misra.
Al-Muthallib, Hamdiy Mahmûd Abd. 2001. al-Nahwu al-Muyassar li al-Shighâr wa al-
Kibâr fiy Syarhi Qawâ‘id al-Nahwi wa al-Tadrîb ‘Alaiha. Mesir: Dar al-Afaq
al-‘Arabiyyah.
al-Ghalayain, Mustafa. 2008. Jâmi‘u al-Durûs al-‘Arabiyyah. Lebanon: Dar al-Bayan.
Umar, Ahmad Mukhtar, dkk.1994. al-Nahwu al-’Asâsiy. Kuwait: Dar al-Salasil.
Ryding, Karin C. 2005. A Reference Grammar of Standard Arabic. Cambridge:
Cambridge University Press.
Al-Chamadiy, Yusuf, dkk. TT. al-Qawâ‘id al-’Asaâsiyyah fiy al-Nahwi wa al-Sharfiy.
Kairo: al-Hai’ah al-’Ammah li Syu‘uni al-Mathabi‘ al-’Amîriyyah.
Fayadh, Sulaiman. TT. al-Nahwu al-‘Asriy: Dalîlun Mubsithun Liqawâ‘id al-Lughah
al-‘arabiyyah. TK: Markaz al-Ahram.

661

Anda mungkin juga menyukai