Muhammadiyah
Muhammadiyah
OLEH :
KELOMPOK IX
FAJRIN 105441101822
2023
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunianya-
lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjul “Organisasi Otonom
Muhammadiyah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas AIK II, Program Studi
Pendidikan Fisika dan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan makalah ini banyak hambatan yang penulis hadapi namun pada
akhirnya penulis dapat menyelesaikannya karena adanya bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak.Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada
pihak pihak yang telah membantu.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
PEMBAHASAN.................................................................................................................... 2
C. Aisyiyah ...................................................................................................................... 2
D. Naisyiatul Aisyiyah .................................................................................................... 6
E. Ikatan Mahasiswa Muhammadiayah (IMM) .............................................................. 9
F. Tapak Suci ................................................................................................................ 12
G. Hizbul Wathan (HW)................................................................................................ 14
H. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ...................................................................... 18
PENUTUP ........................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ............................................................................................................................. 23
B. Saran ........................................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aisyiyah
B. Pemuda Muhammadiyah
C. Naisyiatul Aisyiyah
dirikan (saat itu Muhammadiyah telah mempunyai cabang kurang lebih 400
buah). Dengan adanya keputusan itu, maka nama Siswa Praja wanita diganti
menjadi Nasyiatul Aisyiyah (Nasyiah) yang masih di bawah kordinasi
Aisyiyah.
Tahun 1935 Nasyiah melaksanakan kegiatan yang semakin agresif menurut
ukuran saat itu. Mereka mengadakan sholat jumat bersama-sama, mengadakan
tabligh ke aktifitas yang tidak wajar dilaksanakan oleh wanita pada saat itu.
Pada kongres Muhammadiyah yang ke-26 tahun 1938 di Yogyakarta di
putuskan bahwa simbol padi menjadi simbol Nasyiah, yang sekaligus juga
menetapkan nyanyi simbol padi menjadi mars Nasyiah. Perkembangan Nasyiah
semakin pesat pada tahun 1939 dengan diselenggarakannya Taman Aisyiyah
yang mengakomodasikan potensi, minat, dan bakat putrid-putri Nasyiah untuk
dikembangkan. Selain itu, taman aisyiyah juga menghimpun lagu-lagu yang di
karang oleh komponis-komponis Muhammadiyah dan di bukukan dengan di
beri nama Kumandang Nasyiah. Di Sulawesi Tengah keberadaan Nasyiah
secara administrasi, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat
Nasyiatul Aisyiyah (SK PPNA) berdiri tanggal 23 Syafar 1396 H bertepatan 6
Maret 1976 M. Namun berdasarkan penuturan ketua pertama Nasyiah yaitu Ibu
Chadijah Toana,keberadaan Nasyiah di Sulawesi Tengah sejak tahun 1972,
beliau yang diminta oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah
menghadiri MUktamar Muhammadiyah untuk mengikuti kegiatan salah satu
Organisasi Otonom (Ortom) yaitu Nasyiatul Aisyiyah. Sepulang dari Muktamar
tersebut maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah membentuk Pimpinan
Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) sekaligus menunjuk Ibu Chadijah Toana
sebagai ketuanya (Ahdia 2011).
2. Pengertian
Salah satu organisasi otonom yang dimiliki oleh Muhammadiyah adalah
Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA).Sebagai kader penerus Aisyiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah
digembleng agar dapat meneruskan keberlangsungan hidup organisasi di masa
yang akan datang. Nasyiatul ‘Aisyiyah secara resmi berdiri pada tahun 1931 di
Yogyakarta.Awal berdirinya, NA merupakan organisasi yang menginduk pada
‘Aisyiyah. Namun dalam Muktamar Muhammadiyah ke-36 tahun 1965 diberi
hak sebagai organisasi otonom (Ortom) dan berhak untuk mengatur rumah
tangganya sendiri(3Mu’arif, dkk. 2004).
Nasyiatul ‘Aisyiyah sebagai organisasi dakwah di kalangan remaja putri
memenuhi panggilan dalam tugasnya untuk berdakwah di kalangan/ lingkungan
masyarakat. Maka tepat sekali kalau dalam muktamarnya yang kedua di
8
respon cepat dari persoalan yang dialami tentang keummatan yang tersohor
dikalangan mahasiswa dalam perguruan tinggi terhadap sejarah bangsa ini.
Dalam sejarah awal terbentuknya IMM didasari dari kebutuhan akan organisasi
keislaman bagi para akademisi Islam yang beraklak mulia serta dapat
mewujudkan cita-cita dari Muhammadiyah. Oleh sebab itu IMM hadir sebagai
organisasi kepemudaan Islam yang memiliki pemahaman Muhammadiyah. Ada
beberapa faktor berdirinya IMM dalam persoalan keummatan di antaranya
seperti yang dijelaskan oleh Farid Fantoni:
a. Keadaan bangsa yang tidak kondusif, rezim yang otoriter, dan menguatnya
paham komunisme di Indonesia.
b. Terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kekuataan politik yang penuh
dengan rasa curiga dan fitnah.
c. Kehidupan akademik kampus yang sudah diisi dengan politik praktis.
d. Melemahnya kehidupan beragama para pemuda yang menyebabkan
kehidupan lebih bersifat individualistik.
e. Berkurangnya kehidupan beragama di areal kampus dan masih kuatnya
kehidupan kampus yang sekuler.
f. Masih terasa bekas-bekas penjajan, keterbelakangan, kemiskinan, serta
kebodohan.
g. Masih merajalelanya kehidupan yang bersifat bid’ah, khurafat, dan bahkan
mengarah kearah kesyirikan.
h. Kehidupan sosial, poltik, dan ekonomi yang semakin parah.
a. Bentuk Perisai Pena, berarti lambang orang yang menuntut ilmu. Berlapis
tiga maknanya: Iman, Islam dan Ikhsan atau Iman, Ilmu dan Amal.
b. Warna Hitam: Kekuatan, ketabahan, dan keabadian. Kuning: Kemuliaan
tujuan. Merah: Keberanian dalam berfikir, berbuat dan bertanggung
jawab. Hijau: Kesejahteraan. Putih: Kesucian.
c. Gambar Sinar Muhammadiyah: Lambang Muhammadiyah. Melati: IMM
sebagai kader muda Muhammadiyah Tulisan dalam pita: Fastabiqul
Khairat (berlomba-lomba dalam kebajikan)
E. Tapak Suci
tumbuh dan berkembangnya IPSI sebagai organisasi. Tapak Suci berasas Islam,
bersumber pada AlQur’an dan As-Sunnah, berjiwa persaudaraan, berada di
bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi otonom.
Tapak Suci berdiri pada tanggal 10 Rabiul Awal 1383 H, atau bertepatan
dengan tanggal 31 Juli 1963 di Kauman, Yogyakarta. Tapak Suci memiliki
motto “Dengan Iman dan Akhlak saya menjadi kuat, tanpa Iman dan Akhlak
saya menjadi lemah”.
Organisasi Tapak Suci berkiprah sebagai organisasi pencak silat, berinduk
kepada Ikatan Pencak Silat Indonesia, dan dalam bidang dakwah pergerakan
Tapak Suci merupakan pencetak kader dari Muhammadiyah. Pimpinan Pusat
Tapak Suci Putera Muhammadiyah berkedudukan di Kauman, Yogyakarta, dan
memiliki kantor perwakilan di ibu kota negara.
3. Visi Misi
Visi
Menciptakan generasi muda yang militan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi
mungkar.
Misi
Membina generasi mudah agar berkepribadian dan berakhlak mulia.
Mengembangkan generasi mudah ke arah yang lebih baik.
4. Lambang dan Arti lambang Tapak Suci
hendaknya ditegakkan demi kesatuan umat Islam Indonesia. Di samping itu, resistensi
dari Muhammadiyah terhadap gagasan IPM juga disebabkan adanya anggapan yang
merasa cukup dengan adanya kader-kader angkatan muda Muhammadiyah, seperti
Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul ‘Aisyiyah, yang cukup bisa
mengakomodasikan kepentingan para pelajar Muhammadiyah.
Dengan kegigihan dan kemantapan para aktivis pelajar Muhammadiyah pada
waktu itu untuk membentuk organisasi kader Muhammadiyah di kalangan pelajar
akhirnya mulai mendapat titik-titik terang dan mulai menunjukkan keberhasilannya,
yaitu ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut
berusaha melindungi aktivitas para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan
Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat itulah upaya pendirian organisasi pelajar
Muhammadiyah dilakukan dengan serius, intensif, dan sistematis. Pembicaraan-
pembicaraan mengenai perlunya berdiri organisasi pelajar Muhammadiyah banyak
dilakukan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
Dengan keputusan konferensi, Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut
akhirnya diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II yang
berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, yaitu dengan
memutuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan
II/No. 4). Keputusan tersebut di antaranya ialah sebagai berikut
1) Muktamar Pemuda Muhammadiyah meminta kepada Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran supaya memberi
kesempatan dan menyerahkan kompetensi pembentukan IPM kepada PP
Pemuda Muhammadiyah.
2) Muktamar Pemuda Muhammadiyah mengamanatkan kepada Pimpinan
Pusat Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan muktamar tersebut,
dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan pendapat
dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan
Pengajaran.
Akhirnya IPM disahkan melalui kesepakatan antara Pimpinan Pusat
Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis
Pendidikan dan Pengajaran tentang organisasi pelajar Muhammadiyah.
Kesepakatan tersebut dicapai pada tanggal 15 Juni 1961 yang ditandatangani
bersama antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran. Rencana pendirian
IPM tersebut dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di
Surakarta tanggal 18- 20 Juli 1961, dan secara nasional melalui forum tersebut
21
IPM dapat berdiri. Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkan sebagai hari kelahiran
Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Perkembangan IPM akhirnya bisa memperluas
jaringan sehingga bisa menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah
yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat ranting)
didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah.
2. Visi dan Misi IPM
a. Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah gerakan yang memiliki visi ke-
Islam-an. Visi ke-Islam-an tersebut dimaknai sebagai pengakuan IPM
bahwa Islam adalah agama yang membawa kebenaran, keadilan,
kesejahteraan dan ketenteraman bagi seluruh umat manusia. Islam tersebut
secara normatif mengandung nilainilai perubahan yang konstruktif di setiap
tempat dan masa.
b. Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah gerakan yang memiliki visi keilmuan.
Visi keilmuan IPM didasari pada pandangan mendasar Ikatan Pelajar
Muhammadiyah terhadap Ilmu Pengetahuan. Pandangan tersebut berakar
pada keyakinan bahwa pada hakikatnya sumber ilmu di dunia ini adalah
Allah SWT. Konsekuensinya adalah perkembangan ilmu pengetahuan harus
berawal dan mendapat kontrol dari sikap pasrah dan tunduk kepada Allah
swt.
c. Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah gerakan yang memiliki visi
kemasyarakatan. Visi kemasyarakatan dalam gerakan IPM berangkat dari
kesadaran IPM untuk selalu berpihak kepada cita cita pengetahuan
masyarakat sipil. Karena dengan masyarakat madani dapat dibangun
konstruksi negara nasional yang menjunjung tinggi demokrasi dan keadilan
serta mengupayakan partisipasi penuh segenap elemen bangsa dengan
kemajemukan dan keanekaragaman potensi.
d. Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah gerakan yang memiliki visi
kekaderan. Visi Kaderisasi dalam gerakan IPM bermakna bahwa IPM tidak
bisa mengingkari kodratnya sebagai organisasi generasi muda penerus masa
depan baik di lingkungan Muhammadiyah maupun bangsa Indonesia ini.
Penegasan ini juga merupakan wujud kesadaran IPM tentang pentingnya
Kaderisasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA