Anda di halaman 1dari 17

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


TEKNIK AUDIO VIDEO

BAB III
K3 STANDAR OSHA

Dr. SRI WALUYANTI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
BAB III
KESELAMATAN KESEHATAN KERJA STANDAR OSHA

Standar Kompetensi
Bekerja secara aman dan produktif

Kompetensi Dasar
1. Menerapkan SMK3 sesuai standar Depnaker dan OSHA
2. Mampu merencanakan, melaksanakan K3 dan mencegah kecelakaan kerja

A. Pendahuluan
Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi
keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui
upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan
tempat kerjanya (Muhaimi:2009, 3). Bila semua potensi yang dapat menimbulkan
bahaya kerja terkendali dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan
kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi
menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan
berdampak terhadap peningkatan produktivitas. Penerapan K3 selain dapat
meningkatkan produktivitas juga dapat meningkatkan citra baik perusahaan, menekan
biaya kompensasi akibat kecelakaan yang besarnya dapat membebani untuk kemajuan
perusahaan.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.05/MEN/1996 tentang sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK 3) meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efesien
dan produktif. Adapun tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan
suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
1
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Oleh karena itu pengurus, pengusaha
dan seluruh tenaga kerja wajib melaksanakan sistem manajemen K3 dalam upaya
mengantisipasi potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran,
pencemaran dan penyakit akibat kerja sebagai satu kesatuan. Implementasi SMK 3
diperusahaan mewajibkan perusahaan melaksanakan ketentuan antara lain: (1)
menetapkan kebijakan dan berkomitmen neperapan SMK 3; (2) merencanakan
pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja; (3) menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif; (4)
mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan; (5) meninjau secara teratur dan
meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan.
Kecelakaan kerja dapat ditekan melalui pembuatan panduan pelaksanaan K3.
Panduan keselamatan kerja pertama kali dengan pendekatan sistem manajemen yaitu
Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh Health and Safety
Executive Inggris diterbitkan pada tahun 1977. Upaya peningkatan kinerja organisasi
K3 melalui engintegrasian manajemen K3 dengan manajemen dari aspek bisnis yang
lain. Penyusunan standar pelaksanaan K3, BS 8800 (British Standard 8800) pada tahun
1966 telah berhasil menurunkan angka kecelakaan kerja. Tahun 1999 muncul standar
baru OHSAS 18001 memuat spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama
dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan pula OHSAS 18002 sebagai
pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Standar OHSAS mengandung beberapa
komponen utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam penerapan SMK3 demi
pelaksanaan K3 yang berkesinambungan.
Komponen Utama OHSAS 18001. Komponen utama standar OHSAS 18001
sesuai dengan Permentenker Nomor: Per.05/MEN/1996 mengatur penerapan di
perusahaan meliputi: (1) komitmen perusahaan tentang K3, (2) perencanaan tentang
program-program K3, (3) operasi dan implementasi K3, (4) pemeriksaan dan tindakan
koreksi terhadap pelaksanaan K3 di perusahaan, dan (5) pengkajian manajemen

2
perusahaan tentang kebijakan K3 untuk pelaksanaan berkesinambungan. Penerapan
keselamatan kerja, berdasarkan OSHA (Occupational Safety and Health
Administration). Lebih jauh lagi ILO/WHO Joint safety and Health Committee
merumuskan K3 adalah:
Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the
highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation; the
prevention among workers of departures from health caused by their
working conditions; the protection of workers in their employment from risk
resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the
worker in an occupational environment adapted to his physiological and
psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man
and each man to his job.( Alli, 2008).

Berdasarkan definisi di atas, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:


 promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental,
dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan,
 untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan,
 melindungi pekerja dari setiap risiko pekerjaan yang timbul dari faktor-faktor yang
dapat mengganggu kesehatan,
 menempatkan dan menjaga pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisologis dan psikologis pekerja agar terdapat kesesuaian antara pekerjaan
dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
Berdasarkan definisi di atas tampak bahwa konsentrasi K3 memperhatikan aspek
kesehatan dengan penekanan pada pengendalian terhadap potensi-potensi hazard
(bahaya) yang ada di lingkungan kerja. Obyek K3 terletak pada semua pekerja yang
berada di tempat kerja mulai dari level tertingi dalam manajemen sampai level
terendah. Aspek yang diperhatikan meliputi fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Bila
merujuk kata promotion, prevention, protection, dan maintenance, menunjukkan
bahwa K3 dalam penerapannya dilakukan di semua tahapan proses. Tahapan yang
dimaksud misalnya tahap desain (preventif dan promotif), tahap proses berjalan
(protection dan maintenance) serta dapat dilakukan pada saat pasca operasi khusunya
untuk penanganan masalah keselamatan dan kesehatan produk dan masalah limbah

3
produksi. Bila dikaji lebih dalam tentang definisi K3 oleh ILO/WHO maka dapat dilihat
aspek K3 juga mencakup aspek keselamatan yang berdampak terhadap timbulnya
kerugian di tempat kerja baik orang, peralatan, lingkungan maupun financial.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich bahwa kontribusi terbesar penyebab
kasus kecelakaan kerja faktor terbesar (88%) berasal dari kelalaian manusia, faktor
ketidaklayakan properti/aset/barang 10% dan 2% faktor lain-lain. Gambar di bawah
ilustrasi dari teori domino effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich.

Kurangnya : Faktor:  Tindakan tidak  Kontak dengan Pekerja:


 SOP,  pekerjaan, aman, sumber bahaya,  cedera, keracuan,
 sarana  personal  Kondisi tidak aman  Kegagalan fungsi. kematian, cacat
 kesadaran,  Kerusakan
 kepatuhan mesin/alat
 Bahan rusak/
tercemar
 Lingkungan
tercemar, bencana.
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/09/

Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 untuk mencegah, melindungi tenaga


kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam K3 ILO/WHO mempersyaratkan keselamatan
kerja antara lain sebagai berikut:
a) mencegah dan mengurangi kecelakaan dari kebakaran dan bahaya peledakan;
b) memberi kesempatan, pertolongan dan perlindungan bagi pekerja untukterhindar
dari kecelakaan kerja;
c) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikis, keracunan, infeksi dan penularan;
d) memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban kerja;
e) memberikan keserasian antara tenaga kerja dan alat kerja;
f) melindungi terhadap aliran listrik yang berbahaya;
g) menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pekerjaan dari bahaya
kecelakaan yang beresiko tinggi.

4
B. Pengenalan Bahaya Pada Area Kerja
Setiap jenis pekerjaan mempunyai bahaya kerja yangb erbeda-beda. Oleh
karena itu penting memahami hal-hal yang potensial bagi kecelakaan kerja sehingga
kerugian yang ditimbulkan dapat diminalisir. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya kecelakaan kerja antara lain.
1. Tindakan tidak aman dari manusia itu sendiri (unsafe act), melakukan pekerjaan
terburu-buru, bekerja tidak konsentrasi, mengabaikan peraturan keselamatan yang
diwajibkan dan mengabaikan pemasangan pengaman peralatan kerja.
2. Lingkungan kerja tidak aman misalnya suara bising, ventilasi udara kurang,
temperatur kerja terlalu panas, kebersihan dan ketertiban tidak mendukung.

C. Pencegahan Kecelakaan Kerja


Pedoman keselamatan akan bahaya listrik di laboratorium ataupun tempat
kerja, berkaitan dengan pengetahuan akan potensi-potensi bahaya dan tindakan-
tindakan pencegahannya. Tindakan-tindakan pencegahan di laboratorium ataupun
tempat kerja bidang elektronika /listrik merupakan hal yang penting karena potensi-
potensi bahaya yang ada di dalamnya. Jika arus listrik 0,1 Ampere atau lebih mengalir
melalui kepala atau dada bagian atas, risiko kematian hampir pasti, dan terbukti fatal
pada penderita gangguan koroner. Arus listrik yang mengalir melalui tubuh
dipengaruhi oleh resistansi tubuh, resistansi antara tubuh dengan lantai, dan tegangan
sumber. Jika kulit basah, maka jantung akan lemah dan kontak antara tubuh dengan
lantai menjadi besar dan langsung, sehingga tegangan sebesar 40 Volt dapat berisiko
fatal. Oleh karena itu, hindari mengambil risiko dengan tegangan “rendah” sekalipun.
Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindari terjadinya luka-luka
tersebut termasuk risiko akibat sengatan listrik. Perusahaan perlu memiliki nomor
telepon darurat yang dapat dihubungi untuk memberikan arahan keselamatan,
konsultasi dengan pekerja atau teknisi laboratorium. Pencegahan dapat dilakukan
antara lain di bawah ini.

5
1. Pengendalian bahaya listrik dari sentuh langsung
a. mengisolasi bagian aktif, menggunakan kabel yang sesuai dengan operasi, bahan,
beban.
b. Menutup bagian-bagian yang betegangan mematikan.
c. Peralatan yang mempunyai tegangan tinggi diberi rintangan untuk mencegah
bahaya arus kejut.
d. Peralatan yang mempunyai tegangan tinggi satu sama lain harus diberi jarak aman
untuk mencegah terkena arus kejut.
e. Menggunakan pelindung diri.
f. Memasang grounding pada peralatan listrik.

Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan dampak buruk pada peralatan kerja


ataupun fisik pekerja, hal-hal yang kemungkinan ditimbulkan antara lain di bawah ini.
a. Pekerja terkejut akibat sengatan listrik, pekerja dapat menimbulkan respon tak
terduga dengan melemparkan alat kerja.
b. Pesawat televisi model CRT menggunakan tegangan tinggi untuk anoda hingga orde
kilo Volt, mekipun arusnya kecil sengatan tegangan ini cukup mengejutkan dan
menyakitkan.
c. Akibat sengatan listrik dapat menimbulkan dampak pada pekerja:
1). gagal jantung (Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung atau
denyutan yang sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah dengan
baik,
2) gangguan pernafasan akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh paru-
paru,
3) kerusakan sel tubuh akibat energi listrik yang mengalir di dalam tubuh,
4) terbakar akibat efek panas dari listrik,
5) sakit dan kontraksi pada otot,
6) kesemutan dan rasa geli, dan
7) tidak sadar/pingsan (https://sanherip.files.wordpress.com/2012/05/k3.pptx).

6
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja. Dalam upaya pencapaian optimalisasi produktivitas
kerja melalui kesalamatan kerja, ditinjau dari kesadaran pemakaian alat pelindung diri
di perusahaan masih perlu ditingkatkan. Hasil pengamatan menunjukkan di bidang
Kimia masih berkisar 15 hingga 55%, makanan dan minuman 16%. Berikut diuraikan
jenis-jenis APD biasanya digunakan di dunia proyek beserta fungsinya.

Alat pelindung diri yang banyak diperlukan meliputi.


a. Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda
yang bisa mengenai kepala secara langsung.

b. Safety Belt
Safety belt berfungsi
sebagai pelindung diri
ketika bekerja

7
bekerja/berada di atas ketinggian.

c. Safety Shoes
Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena
benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan juga melindungi dari sengatan
arus listrik karena hubung singkat.

d. Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja
di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera
tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan
dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
e. Masker (Respirator)

Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja


di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu,
beracun, dsb).

f. Jas Hujan (Rain Coat) Berfungsi melindungi dari


percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu
hujan atau sedang mencuci alat).

g. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)


Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

8
h. Penutup Telinga (Ear Plug)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di
tempat yang bising.

D. Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran


Kebakaran merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian pada jiwa,
peralatan produksi, proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja. Khususnya
pada kejadian kebakaran yang besar dapat melumpuhkan bahkan menghentikan
proses usaha, sehingga ini memberikan kerugian yang sangat besar. Untuk mencegah
hal ini maka perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan kebakaran. Pencagahan
baya kebakaran dapat dikurangi atau ditanggulangi dengan langkah-langkah berikut:
a. mengendalikan setiap bentuk energi;
b. menyediakan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi
c. mengendalikan penyebaran asap, panas dan gas;
d. membentuk unit penanggulangan kebakaran di
tempat kerja;
e. menyelenggarakan latihan dan gladi
penanggulangan kebakaran secara berkala;
f. membuat rencana penanggulangan keadaan
darurat kebakaran, di tempat kerja dengan
melibatkan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja atau tempat kerja yang
berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak dikehendaki (energi yang tidak
terkendali). Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.10/2000 bahwa bahaya
kebakaran diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena percikan
api sejak awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
Untuk mencegah kerugian akibat kebakaran maka penting adanya penanggulangan
kebakaran yakni segala daya upaya untuk mencegah dan memberantas kebakaran.
Perlu dipahami bahwa kebakaran dapat terjadi karena adanya reaksi kimia
berantai antara 3 unsur yaitu nyala api (panas), oksigen dan bahan bakar (fuel), reaksi
9
ini disebut dengan Fire Tetrahedron. Secara nasional telah ditetapkan klasifikasi
kebakaran dalam KEPMENAKER NO. PE-04/MEN/1980 tentang syarat - syarat
pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api iingan (APAR). Sedangkan dalam
ranah internasional terdapat pada lembaga NFPA (National Fire Protection
Association) sebagai wadah yang mengatur dan memberikan pengembangan pada
pencegahan kebakaran. Adapun jenis kebakaran diklasifikasi ke dalam 6 kelas yaitu
klas A, klas B, klas C dan klas D, didasarkan jenis sumber bahan bakarnya. Klasifikasi
kebakaran ini berguna untuk menentukan media pemadam efektif untuk
memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut, serta berguna
untuk menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam sebagai media
pemadam suatu kelas kebakaran berdasarkan sumber api/kebakarannya.
Klasifikasi Api Sumber Bahan Bakar Cara Pencegahan Kebakaran
Klas A Bahan mudah terbakar Tempatkan lap kain yang berminyak pada tempat
berupa materi berserat yang tertutup atau terpisah.
seperti kayu, kain, kertas,
karet.

Klas B Cairan yang mudah  Gunakan cairan yang mudah terbakan hanya pada
terbakar seperti bensin, ruangan yangberventilasi.
kerosin, cat.  Simpan cairan yang mudah terbakar jauh dari
sumber api yang mudah menyala atau memercik.
 Jangan gunakan kontainer plastik sembagai media
penyimpan.

Klas C Peralatan listrik seperti  Periksa kabel yang sudah usang, isolasi dan fitting
seterika, microwave, yang rusak.
kompor listrik, panel, dan  Lengkapi listrik yang digunakan sesuai prosedur
peralatan sumber listrik. dan standar yang ditetapkan.
 Gunakan peralatan listrik dengan kualitas yang
baik dan kabel sesuai standar yang ditetapkan.
 Jangan melakukan instalasi yang menyalahi
aturan.
Kelas D Logam yang dapat terbakar Logam murni seperti potasium dan sodium bereaksi
seperti magnesium, sangat cepat dengan air dan bahan kimia lain. Karena
titanium. Logam dapat simpan dalam kontainer cairan non reaktif.
bereaksi dengan cepat
dengan air maka harus
ditangani secara hati-hati.

Kelas E Bahan-Bahan Radioaktif Kebakaran disebabkan oleh hubungan arus pendek


pada peralatan elektronik. Alat pemadam yang bisa
digunakan untuk memadamkan kebakaran jenis ini
menggunakan tepung kimia kering (dry powder),
akan tetapi memiliki resiko kerusakan peralatan
elektronik, karena dry powder mempunyai sifat
10
lengket. Lebih cocok menggunakan pemadam api
berbahan clean agent
Klas K Lemak dan Minyak Kebakaran yang disebabkan oleh bahan akibat
Masakan konsentrasi lemak yang tinggi. Kebakaran jenis ini
banyak terjadi di dapur. Api yang timbul didapur
dapat dikategorikan pada api Klas B.

E. Penanggulangan Bahaya Kebakaran


Apabila bahaya kebakaran tidak dapat terhindarkan, maka perlu adanya langkah-
langkah penyelamatan terhadap bahaya kebakaran. Berikut ini beberapa alat
pemadam kebakaran dan tanda peringatan kebakaran.
1. Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran adalah komponen yang bertujuan memberikan isyarat terjadi
kebakaran pada tingkat awal. Alarm dipasang di setiap ruangan dalam bangunan,
termasuk ruangan khusus dimana suara-
suara dari luar tidak dapat terdengar. Alarm
kebakaran berupa:
a. Alarm kebakaran audio yang memberikan isyarat berupa bunyi khusus.
b. Alarm kebakaran visual yang memberikan isyarat yang terlihat jelas, dipasang pada
ruangan khusus, seperti pada perawatan orang tuli.
2. Hidran
Hidran adalah salah satu sarana yang digunakan untuk memadamkan kebakaran
dengan bahan utama adalah air. Hidran gedung,
yaitu hidran yang teletak di dalam suatu
gedung/bangunan dan sistem serta peralatanya
disediakan serta dipasang di dalam bangunan/
gedung tersebut. Syarat pemasangan hidran
gedung antara lain: kotak hidran dipasang dengan
ketinggian 75 cm dari permukaan lantai, mudah
terlihat, mudah dicapai, tidak terhalang benda lain dan dicat warna merah. Ditengan
kotak hidran diberi tulisan ”HIDRAN” dengan warna putih, tulisan minimum 10 cm.

11
3. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat pemadam api ringan adalah alat yang ringan dan mudah
digunakan oleh satu orang untuk memadamkan api pada
mula terjadi kebakaran (tahap dini atau awal). Alat
pemadam api ringan dapat pula diartikan sebagai alat yang
dipergunakan untuk memadamkan api, seringkali pada
kondisi darurat dan terdiri dari wadah bertekanan dengan
bahan kimia yang dapat memadamkan api. Jenis media yang
digunakan untuk memadamkan api adalah sebagai berikut:
a. air (water tipe),
b. tepung Kimia (dry chemical powder),
c. busa kimia (foam,)
d. gas CO2 (Carbondioxide Extingisher),
e. halogen (Halogenated Agent).
Cara Menggunakan APAR
Penggunaan APAR (Alat Pemadan Api Ringan) sangatlah sederhana. Ingatlah empat
langkah singkat berikut ini.
a. Tarik pin pengaman yang berbentuk seperti kunci pada bagian APAR.
b. Peganglah tabung dan arahkan selang pada titik api.
c. Tekan tuas pegangan/katup, yang biasa terletak di atas tabung, untuk
mengeluarkan isi tabung.
d. Semprot pada titik (sumber) api dari sisi ke sisi dengan gerakan seperti menyapu.
Ingat, semprot ke sumber api bukan ke lidah api.

12
4. Pemercik Air (Sprinkler)
Sistem sprinkler lebih dikenal penggunaannya secara otomatis merupakan cara efektif
untuk mengendalikan kebakaran. Prinsipnya dari penyemprotan air otomatis dalam
keadaan penuh kepadatan adalah untuk memadamkan kebakaran sedini mungkin.
Sistem sprinkler akan membunyikan alarm jika air mengalir melalui sistemnya
(Depnaker-UNDP-ILO 1987).
5. Pencahayaan Darurat
Pencahayaan darurat dimaksudkan untuk menyediakan penerangan yang memadai
pada saat penerangan utama tidak berfungsi ketika terjadi peristiwa kebakaran.

13
Pencahayaan darurat menggunakan sumber daya listrik darurat yang bekerja secara
otomatis.
6. Tanda Petunjuk Arah
Bila arah menuju keluar tidak dapat terlihat langsung dengan jelas pekerja atau
penghuni bangunan maka harus dipasang
tanda petunjuk dengan tanda panah.
Tanda anak panah dipasang di koridor, jalan
menuju ruang besar atau semacamnya yang
memberikan indikasi penunjuk arah keluar.
Setiap tanda petunjuk arah harus memenuhi
syarat yakni jelas dan pasti, diberi pencahayaan cukup dan dipasang sedemikian rupa
sehingga bila terjadi gangguan listrik, pencahayaan darurat dapat menggantikan.

F. Penanganan (P3K) Luka Bakar


Bila terjadi kebakaran perlu penanganan pertama sebelum tim medis datang. Adapun
hal-hal yang bisa dilakukan adalah berikut ini.
a. Menghentikan proses luka bakar dengan mengalirkan air dingin pada bagian yang luka.
Bila proses luka bakar dikarenakan bahan kimia, maka alirkan air dingin terus-menerus
selama 20 menit.
b. Melepaskan pakaiaan ataupun perhiasan penderita. Gunting pakaian apabila pakaian
penderita lengket pada luka bakar.
c. Melakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
d. Memberikan oksigen bila ada.
e. Menentukan derajat dan tingkat keparahan luka bakar penderita.
f. Menutup luka bakar dengan menggunakan penutup (kassa) steril. Jangan pecahkan
gelembung serta jangan gunakan salep, antiseptik maupun es pada luka bakar. Jika
luka bakar mengenai mata, maka pastikan kedua mata ditutup. Jika luka bakar
mengenai jari-jemari, maka balut masing-masing jari secara terpisah.
g. Menjaga suhu tubuh penderita dan rawat cedera lain bila ada.
h. Memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat.

14
G. Penanganan (P3K) Luka Bakar Khusus
Pada luka baka khusus lakukan langkah-langkah berikut berdasarkan penyebab
terjadinya kebakaran.
1. Luka Bakar Kimia
o Aliri daerah luka bakar dengan air yang banyak secara terus-menerus selama 20
menit dan jangan menyiram luka bakar dengan dengan air apabila diketahui bahan
kimia tersebut bereaksi kuat
apabila berkontak dengan air.
o Bila mata terkena, aliri dengan
air terus pada luka bakar yang
banyak lebih dari 20 menit dan
selama perjalanan menuju
fasilitas kesehatan terdekat
apabila diperlukan.
o Posisikan tubuh penolong agak jauh dari tubuh penderita yang terkontaminasi
bahan kimia untuk keselamatan penolong.
o Apabila diketahui bahan kimia berupa serbuk padat, maka sapu daerah luka bakar
dengan sikat halus, kemudian aliri air pada daerah luka bakar selama 20 menit.
o Amankan bekas pakaiaan penderita yang
terkontaminasi.
o Tutup luka bakar dengan kasa steril.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
2. Luka Bakar Listrik.

o Matikan sumber listrik dan pindahkan


penderita secara hati-hati dari sumber
listrik (gunakan papan dan galah supaya
tidak ikut teraliri listrik apabila aliran
listrik masih ada).

15
o Melakukan penilaian dini (respon, nadi dan nafas).
o Mencari luka bakar di daerah yang teraliri listrik dan tutup dengan kasa steril.
o Mempersiapkan resisutasi jantung paru (RJP) apabila ada resiko henti nafas atau
henti jantung pada penderita.
o Memberi rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat.
3. Luka Bakar Inhalasi (terhirup uap panas / bahan kimia).
o Memindahkan penderita ke tempat sejuk dan aman.
o Memberikan oksigen, jika perlu oksigen yang dilembabkan.
o Menjaga jalan nafas dan pernafasan.
o Melakukan nafas buatan bila perlu.
o Merujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

16

Anda mungkin juga menyukai