Bab 2
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
bekerja di atasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah,
kemudian ke lapis tanah dasar (Sukirman, 1999).
Lapis pondasi atas dibuat di atas lapis pondasi bawah yang berfungsi di antaranya
(Sukirman, 1999):
A. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
B. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
C. Meneruskan limpahan gaya lalu lintas ke lapis pondasi bawah.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan agregat dan
aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi standar. Penggunaan bahan aspal
diperlukan sebagai bahan pengikat agregat dan agar lapisan dapat bersifat kedap
air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang
berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas
(Sukirman, 1999).
8
1. Lapisan bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap
air yang meliputi:
A. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
B. Burda (lapisan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal yang ditaburi agregat, yang dikerjakan dua kali secara
berurutan dengan tebal maksimum 3,5 cm.
C. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat maksimum 1-2 cm.
D. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci.
E. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan
tertentu yang dicampur dalam keadaan dingin dengan ketebalan
maksimum 1 cm.
F. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet
(HRS) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat
bergradasi timpang/senjang, filler dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas dengan
tebal padat maksimum 2,5-3 cm.
2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda, yaitu antara lain:
A. Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri atas
agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka seragam yang
diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis dengan ketebalan maksimum 4-10 cm.
9
B. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas
campuran agregat asbuton dan bahan pelunak yang dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan dingin dengan ketebalan padat pada tiap lapisan
antara 3-5 cm.
C. Laston (lapis aspal beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri atas campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus,
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas.
D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi
Bergradasi Terbuka (CEBT).
5. Lapis Resap Pengikat (prime coat)
Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang
tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat
besar terhadap kekuatan dan keawetan struktur terutama untuk menahan gaya
lateral atau gaya rem. Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material
tidak beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk menyelimuti
permukaan lapisan tidak beraspal.
6. Lapis Perekat (tack coat)
Sama halnya dengan lapis resap pengikat, lapis perekat dilaburkan diantara
lapis beraspal lama dengan lapis beraspal yang baru (yang akan dihampar di
atasnya), yang berfungsi sebagai perekat diantaranya.
Tipe jalan II ( jalan masuk/akses langsung diijinkan secara terbatas seperti tabel
berikut ini:
11
hidup, peningkatan umur rencana juga akan memberikan penghematan yang cukup
signifikan (Rahadian, 2013).
Hal yang ditekankan dalam analisis volume lalu lintas pada Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 ini adalah hasil survei lalu lintas
sebelumnya dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam survei lalu lintas aktual dan
LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali speda motor,
ditambah 30% jumlah speda motor (Pratama, 2015).
2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Kebijakan dalam perencanaan faktor pertumbuhan lalu lintas harus
didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau rumusan korelasi dengan
faktor pertumbuhan lain yang valid. Data histori pertumbuhan lalu lintas apabila
tidak lengkap atau tidak tersedia, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor.
02/M.BM/2013 menyediakan tabel faktor pertumbuhan lalu lintas minimum
sebagai berikut:
Tabel 2.6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum
FAKTOR PERTUMBUHAN LALU LINTAS (%)
KELAS JALAN
2011 – 2020 >2021 – 2030
Arteri perkotaan 5 4
Jalan desa 1 1
Sumber : MKJI 2013
𝑈𝑅
𝑛(1 + 0.01) −1
R=
0.01𝑖
Dimana,
R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu lintas
i = Tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan
UR = Umur Rencana (tahun)
18
3. Faktor Lajur
Lalu lintas kendaraan terdistribusi pada lajur – lajurnya dan distribusi arus
pada arus lajur – lajur jalan yang umumnya dipengaruhi oleh komposisi/jenis
kendaraan. Di Indonesia ada 2 kondisi perilaku umum berlalu lintas. Pada jalan
bebas hambatan, kendaraan berat berada pada jalur kiri dan kendaraan ringan
yang berkecapat lebih tinggi berada pada jajur kanan, sedangkan untuk jalan
umum kendaraan berat berada pada jalur kanan dikarenakan pada jalur kiri
terdapat kendaraan yang lebih lambat seperti sepeda motor, angkot dan becak.
Perilaku berlalu lintas secar komprehensif telah dimasukkan kedalam
perencanaan struktur perkerasan sebagai salah satu faktor distribusi lajur.
Terdapat perubahan dalam menentukan faktor distribusi lajur pada perencanaan
desain 2013 dengan 2002 yang dapat dilihat pada tabel berikut (Suryo, 2012):
Tabel 2.7 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Dapat dilihat pada tabel faktor distribusi lajur pada Maual Desain Perkerasan
Lentur Pd T-01-2002-B memberikan sengkang batas atas dan bawah, sedangkan
pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 langsung
memberikan nilai persen (%) besar faktor distribusi lalu lintas dengan
mengambil persen (%) minimum yang awalnya disajikan pada manual desain
sebelumnya.
4. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Vactor)
Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang
disebut dalam faktor perusak jalan (Vehicle Damage Vactor). Menghitung faktor
kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu kendaraan dan
onfigurasi sumbu kendaraan yang ada. Perhitungan beban lalu lintas yang akurat
19
Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penompang
(capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain)
atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung
struktur perkerasan lentur maupun perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu
lintas konstruksi pada musim penghujan (Pratama, 2015).
I. Kondisi tanah dasar normal yang memiliki ciri-ciri CBR > 2,5 dan dapat
dipadatkan secara mekanis. Desain semacam ini meliputi perkerasan di atas
timbunan, galian atau tanah asli (kondisi normal ini lah yang sering
diasumsikan oleh desainer). Dalam manual metode untuk prosedur desain
pondasi normal disebut Metode A.
Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah (kurang dari 3m) diatas
tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR tidak
dapat digunakan untuk kasus ini, karena optimasi kadar air dan pemadatan secara
mekanis tidaklah mungkin dilakukan dilapangan. Tindakan lanjutnya tanah asli
akan menunjukan kepadatan rendah dan daya
23
Metode pengerjaan setiap kondisi dari tanah dasar lebih jelas dijabarkan pada
Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 dan untuk perbaikan tanah
dasar dapat dilihat pada tabel 2.11.
24
Tabel 2.11 Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Optimum Termasuk CTB