ABSTRAK
Phlebitis merupakan inflamasi pembuluh vena yang dapat menyebabkan penggumpalan darah
(thrombus) apabila tidak segera mendapati penanganan. Kejadian phlebitis berhubungan erat dengan tindakan
pemasangan infus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
perawat dalam menjalankan Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus di Rumah Sakit. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancang bangun penelitian analitik observasional dan desain
penelitian cross sectional dengan jumlah sampel sebesar 38 subyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 2 variabel yang signifikan yaitu jenis kelamin dan peer support. Sedangkan variabel yang tidak signifikan
adalah usia, masa kerja, tingkat pendidikan, posisi jabatan, manajemen pengendalian infeksi rumah sakit.
Sehingga perlu dilakukan peningkatan kelengkapan alat dan perlengkapan, pelaksanaan kegiatan PKRS maupun
pelatihan secara berkala, serta pemantauan terhadap team work perawat dengan sesama rekan kerja.
ABSTRACT
Phlebitis is an inflammation of the veins which can cause blood clots (thrombus) if not immediately
get treatment. The incidence of phlebitis is closely related to the implementation of infusion installation. This
research aims to analyze the factors related to the compliance of nurses in implementing the Standard Operating
Procedures (SOP) of infusion installation in Hospital. This research was conducted using quantitative approach
with analytic observation method and cross-sectional research design, which were involved 38 subjects as
perawatts The results also indicated two significant variables, they were gender and peer support. Meanwhile, the
insignificant variables were age, years of work, education level, job position and the hospital infection control
management. So it is necessary to increase the completeness of tools and supplies, do training and PKRS
activities regularly, as well as mentoring the nurses teamwork with fellow coworkers.
iritasi secara kimiawi, mekanik, maupun iritasi alat pelindung dan sarung tangan ketika bekerja
akibat infeksi bakteri yang terjadi di sepanjang dengan pasien (Stubblefield, 2014). Pelaksanaan
kanula (Higginson, 2011). Phlebitis diklasifikasikan pengendalian phlebitis yang tercantum dalam
kedalam tiga kategori berdasarkan penyebabnya standar untuk terapi infus oleh Royal College of
yaitu mekanik, kimia, dan infektif. Phlebitis mekanik Nursing (2010) meliputi kebijakan dan prosedur
disebabkan oleh pergerakan benda asing (cannula) organisasi, cuci tangan, Alat Pelindung Diri (APD),
didalam vena yang menimbulkan gesekan sehingga rekonstitusi obat, kompatibilitas antara obat dan
terjadi peradangan vena. Phlebitis kimia disebabkan sistem pengiriman, tanggal kadaluwarsa,
oleh obat atau cairan yang diinfuskan melalui penggunaan dan pembuangan benda tajam dan
cannula. Phlebitis infektif disebabkan oleh bakteri berbahaya yang aman, serta pembersihan dan
yang masuk kedalam vena (Higginson, 2011). pensterilan peralatan yang dapat digunakan kembali
Infeksi nosokomial berdampak pada (reusable).
peningkatan lama waktu rawat inap pasien (Length Hasil penelitian Turmudhi & Rimawati (2009)
of Stay), kecacatan jangka panjang, peningkatan menunjukkan bahwa tindakan pemasangan infus
risiko resistensi mikroba terhadap anti mikroba, yang meliputi proses pemasangan infus,
beban keuangan pada sistem kesehatan bertambah penggunaan desinfeksi tangan sebelum dan
besar, beban biaya yang tinggi untuk pasien dan sesudah melaksanakan tindakan pemasangan infus,
keluarganya, serta peningkatan jumlah kematian pemakaian alat steril, lokasi penusukan, lama
(Allegranzi, et al., 2011). pemasangan infus, serta penggunaan lampu sorot
Setiap tahun infeksi nosokomial di ruangan berhubungan dengan angka kejadian
menyebabkan tambahan waktu rawat inap di rumah phlebitis.Terlaksananya program pengendalian
sakit sebanyak 16 juta hari dan sebanyak 37.000 infeksi dapat diukur dari perilaku cuci tangan,
jumlah kematian di Eropa. Sedangkan di Amerika, persiapan penanganan pasien, penggunaan alat
sebanyak 99.000 pasien meninggal akibat infeksi pelindung diri, pemastian kondisi lingkungan yang
nosokomial pada tahun 2002 dan mengakibatkan bersih, penggunaan peralatan yang steril, serta
kerugian ekonomi sebesar US$ 6,5 juta pada tahun pembuangan peralatan, benda tajam, dan linen
2004 (WHO, 2011). yang terkontaminasi atau rusak secara tepat (Burke,
Infeksi nosokomial terjadi bukan hanya di 2003).
negara maju tapi juga negara berkembang, salah Upaya pengendalian infeksi di rumah sakit
satunya adalah Indonesia. Prevalensi kejadian telah disusun kedalam Standar Prosedur
infeksi nosokomial di Indonesia adalah sebesar Operasional (SPO) sebagai bentuk standarisasi
8,3% (Duerink, et al., 2006). Proporsi kejadian prosedur kerja, sehingga memudahkan seluruh
infeksi nosokomial tertinggi terjadi di rumah sakit aktivitas di rumah sakit untuk dipahami. Standar
pemerintah dengan jumlah kejadian sebanyak Prosedur Operasional (SPO) adalah sebuah
23.223 kasus dari 2.434.265 pasien yang beresiko dokumen yang memuat tentang proses dan
(Depkes RI, 2006). prosedur kegiatan berdasarkan standar baku yang
Menurut laporan yang dirilis oleh Dinas telah ditetapkan (Atmoko, 2015). Ketentuan dalam
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, jumlah insiden Standar Prosedur Operasional (SPO) digunakan
infeksi nosokomial tertinggi menurut klasifikasinya untuk memberikan kepastian dan menunjang tata
adalah phlebitis dengan jumlah insiden sebanyak tertib dalam pelaksanaan mekanisme serta prosedur
432 kasus (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2014). Unit kerja. Penyusunan Standar Prosedur Operasional
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah (SPO) bertujuan untuk memberikan informasi
Sakit X pada tahun 2012 hingga tahun 2014 mengenai pelaksanaan tugas yang dilakukan secara
mencatat bahwa trend kejadian phlebitis cenderung proporsional, menunjang kelancaran dalam proses
meningkat dengan presentase sebesar 0,77% pada pelaksanaan tugas dan kemudahan pengendalian,
tahun 2012 menjadi 3,58% pada tahun 2013 mempertegas tanggung jawab dalam pelaksanaan
dengan kenaikan sebesar 2,81% dan pada tahun tugas, serta meningkatkan daya guna dan hasil
2014 terjadi kenaikan sebesar 1,52% dibandingkan guna secara berkelanjutan (KOMINFO, 2011).
tahun 2013 sehingga presentase kejadian phlebitis Dalam area keperawatan, Standar Prosedur
menjadi 5,10%. Operasional (SPO) ditujukan untuk menghilangkan
Kejadian phlebitis berhubungan erat dengan keraguan dan menjadi pedoman perawat saat
pemasangan infus. Pemasangan infus pada melaksanakan kegiatan yang harus disesuaikan
umumnya didelegasikan oleh dokter kepada dengan kebijakan institusi dan standar, serta harus
perawat. Dokter menginstruksikan pemberian terapi diperbarui kapanpun diperlukan (Guerrero, et al.,
infus dan perawat yang bertanggungjawab dalam 2008).
memberikan terapi infus pada pasien. Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh
Perawat memiliki peran yang besar dalam perawat disusun sesuai dengan Standar Prosedur
kegiatan pengendalian angka kejadian phlebitis di Operasional (SPO) yang berlaku di instansi tempat
rumah sakit. Perawat dapat mengurangi jumlah perawat bekerja (Badan Pengawasan Keuangan
kejadian infeksi nosokomial secara signifikan Pembangunan, 2010). Setiap prosedur yang telah
dengan melakukan cuci tangan, serta menggunakan dibuat harus dilaksanakan oleh seluruh pihak yang
terlibat, termasuk didalamnya perawat. Perawat melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO)
dituntut untuk mampu berpikir kritis, kompeten, pemasangan infus. Desain penelitian ini menurut
selalu berkembang, serta memiliki etika profesi waktunya termasuk dalam penelitian cross
sehingga dapat memberikan pelayanan sectional.
keperawatan yang baik, berkualitas, dan aman bagi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien dan keluarga pasien. Sehingga perawat tenaga keperawatan yang bertugas di ruang Shofa
diharapkan untuk dapat melaksanakan setiap 3, Shofa 4, Marwah 3 dan Marwah 4 Rumah Sakit X
prosedur yang telah ditetapkan agar dapat yang berjumlah sebanyak 62 orang. Jumlah sampel
memberikan manfaat secara optimal mengendalikan dalam penelitian ini adalah sebanyak 38 perawat.
infeksi nosokomial. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini
Pelaksanaan setiap prosedur dengan tepat adalah menggunakan teknik simple random
dapat menggambarkan kepatuhan perawat. Perawat sampling. Lokasi penelitian ini berada di Rumah
yang patuh akan melaksanakan setiap prosedur Sakit X. Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli
yang ditetapkan, dengan begitu upaya pencegahan sampai dengan bulan Agustus tahun 2016.
dan pengendalian penularan infeksi di dalam rumah Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
sakit dapat dilaksanakan secara optimal. Menurut data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan
Burke (2003), kepatuhan perawat sangat observasi. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan
berpengaruh dalam mengurangi kejadian infeksi dua jenis informasi yaitu informasi terkait
silang (cross-infection), meningkatkan kebersihan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO
rumah sakit, dan membantu mengendalikan infeksi pemasangan infus serta informasi terkait variabel
nosokomial. dalam penelitian. Variabel dalam penelitian ini
Kepatuhan dapat diartikan sebagai adalah karakteristik individu dan peer support.
mekanisme psikologis yang menghubungkan Observasi digunakan untuk mendapatkan data
tindakan individu dengan tujuan politik (Snow, tingkat kepatuhan perawat dalam menjalankan
2015). Selain itu, kepatuhan juga dianggap sebagai Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan
pemenuhan pada tuntutan dari pihak yang infus. Observasi dilakukan dengan mengamati
berwenang. Jika menurut pada perintah tersebut kegiatan perawat memasangkan infus/kateter vena
akan dianggap patuh, sedangkan jika menolak akan ke pasien dan melakukan checklist kesesuaian
dianggap pembangkangan (Pearson Education, dengan SPO pemasangan infus yang dimiliki oleh
2015). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria & rumah sakit.
Kurnia (2012) menunjukkan bahwa terdapat Data yang telah terkumpul selanjutnya akan
hubungan yang signifikan antara kepatuhan dianalisis. Analisis data yang digunakan dalam
perawat IGD dalam melaksanakan standar prosedur penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat.
operasional pemasangan infus dengan kejadian Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
phlebitis dengan nilai p sebesar 0,000. distribusi frekuensi dari 2 variabel dan melihat
Oleh karena itu, kepatuhan perawat dalam hubungan antar 2 variabel. Analisis yang digunakan
melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam penelitian ini menggunakan analisis Chi-
memiliki peran yang penting dalam upaya square (χ2) test.
pengendalian kejadian phlebitis. Salah satu jenis
Standar Prosedur Operasional (SPO) yang disusun HASIL DAN PEMBAHASAN
guna mengendalikan kejadian phlebitis adalah SPO
pemasangan infus. Jika perawat dapat menerapkan Karakteristik individu
upaya pengendalian dengan baik dengan
melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) Karakteristik individu yang diteliti adalah usia,
pemasangan infus dengan tepat, maka angka jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan dan
kejadian phlebitis dapat menurun posisi jabatan. Mayoritas perawat termasuk ke
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin dalam rentang kelompok usia 25-35 tahun, yaitu
mengetahui hubungan karakteristik individu, sebanyak 29 orang (76,3%) dan sebagian besar
manajemen pengendalian infeksi rumah sakit dan perawat berjenis kelamin perempuan dengan
peer support dengan kepatuhan perawat dalam jumlah sebanyak 34 orang (89,5%).
melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) Masa kerja dikelompokkan menjadi 3
pemasangan infus di Rumah Sakit X. kelompok yaitu <5 tahun, 5-10 tahun, dan >10
tahun. Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas
BAHAN DAN METODE perawat memiliki masa kerja selama 5-10 tahun
dengan jumlah perawat sebanyak 24 orang
Penelitian menggunakan pendekatan (63,2%).
kuantitatif dengan rancang bangun penelitian Tingkat pendidikan perawat dikelompokkan
analitik observasional. Adapun pemilihan rancang kedalam 4 kelompok yatu SPK/SLT, Diploma, S1,
bangun ini didasarkan pada tujuan penelitian yaitu dan S2. Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas
menganalisis hubungan karakteristik individu dan tingkat pendidikan yang telah ditempuh oleh
peer support dengan kepatuhan perawat dalam
perawat adalah Diploma dengan jumlah sebanyak ada (0,0%) perawat dengan kepatuhan yang
33 orang (86,8%). kurang dalam melaksanakan SPO pemasangan
infus.
Tabel 1 Analisis Univariabel Karakteristik Individu
Variabel Kategori f % Tabel 2 Distribusi Kepatuhan Perawat dalam
Usia <25 tahun 5 13,2 Melaksanakan SPO Pemasangan Infus Berdasarkan
25-35 29 76,3 Jenis Ruangan di Rumah Sakit X
>35 tahun 4 10,5 Jenis Ruang Ruang Ruang Ruang
Tindakan Marwah Marwah Shofa Shofa
Jenis Kelamin Perempuan 4 10,5
4 3 4 3
Laki-Laki 34 89,5 (%) (%) (%) (%)
Masa kerja <5 tahun 9 23,7
5-10 tahun 24 63,2 Persiapan 94,0 93,2 84,6 86,3
>10 tahun 5 13,2 Alat
Tingkat Pendidikan SPK/SLTA 0 0,0 Persiapan 100 100 100 100
Diploma 33 86,8 Pasien
S1 5 13,2 Pelaksanaan 81,1 83,1 71,3 81,8
S2 0 0,0 Nilai Akhir 91,7 92,1 85,3 89,4
Posisi Jabatan Perawat junior 30 78,9
Perawat senior 8 21,1 Tabel 3 Persentase Tingkatan Kepatuhan Perawat
Lainnya 0 0,0 dalam Melaksanakan SPO Pemasangan Infus di
Rumah Sakit X
Posisi jabatan dikelompokkan menjadi 3 Tingkat Kepatuhan f %
kelompok yaitu perawat junior, perawat senior, dan Baik 25 65,8
lainnya. Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas Cukup 13 34,2
perawat yaitu sebanyak 30 orang (78,9%) memiliki Kurang 0 0,0
posisi jabatan sebagai perawat junior.
Jumlah 38 100,0
Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO
pemasangan infus
Hubungan Tingkat kepatuhan Perawat
berdasakan Karakteristik Individu
Kepatuhan perawat dalam melaksanakan
SPO pemasangan infus diukur dengan melakukan
Usia
penilaian terhadap kegiatan perawat saat
Hasil analisis bivariabel pada tabel 6
melaksanakan pemasangan infus pada pasien dan
menunjukkan bahwa 60,0% perawat yang berusia
membandingkan antara urutan tindakan perawat
dibawah 25 tahun, 65,5% perawat dengan rentang
dengan prosedur yang tercantum didalam SPO
usia antara 25 hingga 35 tahun, dan 75% perawat
pemasangan infus yang dimiliki oleh Rumah Sakit X.
yang berusia diatas 35 tahun cenderung memiliki
Hasil penilaian kepatuhan perawat
tingkat kepatuhan baik.
sebagaimana yang ditunjukkan dalam Tabel 1 diatas
Seseorang yang berusia lebih muda
merupakan hasil dari observasi yang dilakukan pada
cenderung dianggap mempunyai pemikiran yang
perawat dengan menilai urutan tindakan perawat
radikal, sedangkan orang dewasa cenderung
ketika melakukan pemasangan infus pada pasien
memiliki pemikiran yang lebih moderat (Perry &
dan membandingkannya dengan prosedur yang
Potter, 2005). Sehingga seseorang yang lebih tinggi
tercantum dalam SPO pemasangan infus di Rumah
usianya dianggap memiliki proses berfikir yang lebih
Sakit X.
matang.
Tabel 2 menunjukkan bahwa ruangan yang
Namun hasil analisis menggunakan uji chi-
memiliki nilai kepatuhan perawat terendah pada
tahap persiapan alat adalah ruang Shofa 4 (84,6%).
square menunjukkan bahwa secara statistik usia
perawat tidak memiliki hasil yang signifikan dengan
Sedangkan pada tahap persiapan pasien, seluruh
nilai p sebesar 0,893 (α = 0,25), sehingga dapat
perawat (100%) di ruang Marwah 4, Marwah 3,
disimpulkan bahwa usia perawat tidak memiliki
Shofa 3, dan Shofa 4 menjalankan tindakan sesuai
hubungan dengan kepatuhan perawat dalam
dengan yang tercantum dalam SPO pemasangan
melaksanakan SPO pemasangan infus.
infus. Pada tahap pelaksanaan, ruangan yang
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
memiliki nilai kepatuhan terendah adalah ruang
yang dilakukan oleh Ruci (2013) menunjukkan
shofa 4.
bahwa tidak terdapat hubungan antara umur
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas
dengan tingkat kepatuhan cuci tangan dengan nilai
perawat memiliki kepatuhan yang baik dalam
p value sebesar 0,41 (p > 0,05).
melaksanakan SPO pemasangan infus yaitu
sebanyak 25 orang (65,8%), sedangkan 13 orang
(34,2%) memiliki kepatuhan yang cukup dan tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kepatuhan perawat jika peer support
mayoritas perawat memiliki persepsi bahwa antara perawat dan rekan kerja meningkat.
memperoleh dukungan rekan kerja dan memiliki Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
kerjasama dengan rekan kerja yang tinggi. Proporsi penelitian Kusumadewi, et al. (2012) yang
perawat juga menunjukkan bahwa perawat dengan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
peer support dari rekan kerja yang tinggi lebih dukungan sosial peer group dengan kepatuhan
banyak yang patuh dalam melaksanakan SPO terhadap peraturan. Dukungan tersebut dapat
pemasangan infus. Sehingga menunjukkan adanya membawa dampak yang positif ataupun negatif.
Sehingga ketika rekan kerja melaksanakan SPO Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan, 2010.
pemasangan infus dengan baik, rekan kerjanya juga Penelitian Mengenai Kepuasan Masyarakat
akan termotivasi untuk melaksanakan SPO terhadap Pelayanan Pemerintah di Bidang
pemasangan infus dengan baik. Demikian juga Kesehatan dan Pendidikan di Makassar dan
sebaliknya, rekan kerja yang cenderung Yogyakarta.[Online] Available at:
melaksanakan SPO pemasangan infus dengan http://www. bpkp.go.id/ index.php?
sekedarnya juga akan membuat rekan kerjanya idunit=163[Accessed 2015 Desember
melaksanakan SPO pemasangan infus dengan 2015].
sekedarnya sehingga membawa dampak yang
negatif. Burke, J., 2003. Infection Control- A Problem for
Patient Safety. New England Journal of
KESIMPULAN DAN SARAN Medicine, Volume 348, pp. 651-656.
Atmoko, T., 2015. Standar Operasional Prosedur Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2011.
(SOP) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Standar Operasional Prosedur (SOP).
Pemerintah.[Online] Available: http://e- [Online]Availableat: http://rb.kominfo.go.
dokumen.kemeno.id/ files/BX32jRZz128 id/?page_id=237.[Accessed 31 Desember
4857253.pdf[Accessed 2015 December 2015].
30].
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Triwidyawati, D., Kristiyawati, S. P. & Purnomo, S.
Birokrasi Republik Indonesia, n.d. E. C., 2013. Hubungan Kepatuhan Perawat
Peraturan Menteri Pendayagunaan Dalam Menjalankan SOP Pemasangan Infus
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Dengan Kejadian Phlebitis, Semarang:
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2012 STIKES Tegalrejo.
Tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur Administrasi Turmudhi, M. & Rimawati, E., 2009. Faktor-Faktor
Pemerintahan. s.l.:s.n. yang Berhubungan dengan Kejadian
Plebitis Pada Pasien di Unit Rawat Inap di
Natasia, N., Loekqijana, A. & Kurniawati, J., 2014. Rumah Sakit Roemani Semarang 2006.
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Jurnal VISIKES, 8(1), pp. 16-23.
Pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di
ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota Kediri. World Health Organization, 2002. Prevention of
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), pp. Hospital-Acquired Infections: A Practical
21-25. Guide. 2nd ed. Geneva: World Health
Organization.
Nichol, K. et al., 2008. The Individual, Enviromental,
and Organizational Factors That Influence World Health Organization, 2011. A Summary: The
Nurses' Use of Facial Protection to Prevent Burden of Health Care-Associated Infection
Occupational Transmission of Worldwide, Geneva: World Health
Communicable Respiratory Illness in Acute Organization.
Care Hospitals. Infection Control and
Epidemiology, 36(7), pp. 481-487.