Anda di halaman 1dari 7

1.

Berdasarkan uraian di atas, pemerintah telah menggunakan Fintech sebagai


instrumen kebijakan moneter jenis inklusi keuangan atau financial inclusion.
Inklusi keuangan bertujuan untuk memperluas akses terhadap layanan keuangan
kepada masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani oleh sektor keuangan
formal. Dalam hal ini, Fintech digunakan sebagai sarana untuk menyediakan
akses yang lebih mudah dan terjangkau ke produk keuangan, seperti penjualan
Surat Berharga Negara (SBN) secara online. Melalui penggunaan Fintech dalam
penjualan SBN online, pemerintah dapat mencapai dua tujuan sekaligus.
 Pertama, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kepemilikan SBN
dengan memberikan kemudahan akses. Dengan adanya platform digital,
individu dapat membeli SBN secara langsung melalui aplikasi atau situs
web Fintech tanpa perlu melalui proses yang rumit atau birokratis.
 Kedua, penggunaan Fintech dapat membantu mengurangi biaya yang terkait
dengan transaksi dan distribusi SBN. Platform digital Fintech dapat
mengurangi biaya administrasi, biaya penyebaran informasi, dan biaya
distribusi fisik yang biasanya terjadi dalam penjualan SBN secara
tradisional. Dengan biaya yang lebih rendah, pemerintah dapat menarik
minat lebih banyak investor retail untuk membeli SBN, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan jumlah uang yang dihimpun dari penjualan
SBN.

Dampak dari adanya Fintech sebagai instrumen kebijakan moneter


terhadap pertumbuhan uang beredar di Indonesia dapat menjadi positif. Dengan
memperluas akses ke produk keuangan melalui Fintech, lebih banyak orang
dapat terlibat dalam kegiatan investasi seperti membeli SBN. Hal ini dapat
meningkatkan jumlah uang yang beredar di pasar keuangan, yang pada
gilirannya dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Selain itu, dengan menggunakan Fintech sebagai instrumen kebijakan


moneter, pemerintah juga dapat memonitor dan mengelola arus uang yang lebih
efisien. Melalui platform digital, data dan informasi terkait transaksi dapat
dikumpulkan dan dianalisis secara real-time, memungkinkan pemerintah untuk
memahami tren dan pola dalam penggunaan uang, serta mengambil langkah-
langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas moneter dan keuangan.

Dalam wacana diatas tidak ada hitungan spesifik yang disebutkan dalam
konteks yang diberikan. Namun, peningkatan penjualan SBN dari 7,9% pada
ORI16 di tahun 2019 menjadi 11,9% pada ORI17 di tahun 2020 menunjukkan
adanya dampak positif dari adopsi Fintech sebagai instrumen kebijakan moneter
dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dan pertumbuhan uang beredar di
sektor SBN.

Referensi : ESPA4227 – Ekonomi Moneter (Edisi 2). Edisi 2 / 3 SKS / Modul 1-9.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2018

2. Selama pandemi COVID-19, inflasi yang terjadi di beberapa negara seperti


Singapura, Euro Area, dan Amerika Serikat dapat disebabkan oleh
kombinasi faktor demand-pull dan cost-push. Berikut adalah pengertian
dari kedua faktor tersebut:
 Demand-pull inflation (inflasi yang disebabkan oleh permintaan):
Demand-pull inflation terjadi ketika permintaan melebihi penawaran
barang dan jasa yang tersedia di pasar. Selama pandemi, pembatasan
aktivitas ekonomi dapat mengakibatkan penurunan produksi dan
penawaran barang, sementara tingkat permintaan mungkin tetap tinggi.
Hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran, yang mendorong kenaikan harga pasar dan menyebabkan
inflasi.

 Cost-push inflation (inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya):


Cost-push inflation terjadi ketika kenaikan biaya produksi, seperti biaya
tenaga kerja, bahan baku, atau energi, mengakibatkan kenaikan harga
barang dan jasa. Selama pandemi, krisis energi atau kelangkaan barang
tertentu dapat menyebabkan kenaikan biaya produksi. Selain itu,
kebijakan pemerintah terkait subsidi atau perubahan kebijakan
perdagangan juga dapat mempengaruhi biaya produksi dan menyebabkan
inflasi.
Berdasarkan penyebab inflasi yang terjadi di negara Singapura, Euro Area, dan
Amerika Serikat, pemerintah Indonesia dapat mengambil beberapa kebijakan
untuk menjaga inflasi tetap terkendali, antara lain:

 Kebijakan moneter yang hati-hati:


Bank Sentral Indonesia (BI) dapat menggunakan kebijakan moneter,
seperti menaikkan suku bunga atau mengurangi likuiditas, untuk
mengendalikan inflasi. Dengan mengatur suku bunga dan likuiditas, BI
dapat mempengaruhi tingkat pinjaman dan belanja konsumen, yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi permintaan agregat dan inflasi.
 Pengendalian biaya produksi:
Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan
biaya produksi, terutama dalam hal tenaga kerja, bahan baku, dan energi.
Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan pengaturan upah minimum,
subsidi energi yang tepat sasaran, atau perbaikan infrastruktur yang dapat
mengurangi biaya logistik.
 Stabilitas kebijakan fiskal:
Kebijakan fiskal yang stabil dan terarah juga penting untuk menjaga
inflasi terkendali. Pemerintah dapat mengelola defisit anggaran dengan
bijaksana, memperhatikan dampaknya terhadap permintaan agregat dan
inflasi.
 Peningkatan produksi dan pasokan:
Pemerintah dapat mendorong peningkatan produksi dan pasokan barang
dan jasa yang penting melalui kebijakan dukungan, insentif, atau
stimulus ekonomi yang tepat. Ini dapat membantu mengurangi
kelangkaan barang dan mengendalikan kenaikan harga.

Sebagai contoh, pemerintah Indonesia dapat mengimplementasikan kebijakan


subsidi energi yang tepat sasaran untuk mengurangi dampak kenaikan harga energi pada
biaya produksi. Pemerintah juga dapat memperkuat kerja sama dengan sektor swasta
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, sehingga dapat mengendalikan biaya
produksi. Selain itu, kebijakan moneter yang cermat dan berimbang dari Bank Sentral
Indonesia dapat digunakan untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi di kisaran target
yang ditetapkan.
Contoh kebijakan lain yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia adalah
pengawasan yang ketat terhadap inflasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta
pengendalian biaya produksi melalui pengaturan upah minimum dan subsidi energi
yang tepat sasaran. Pemerintah juga dapat mengimplementasikan kebijakan untuk
meningkatkan produksi dan pasokan barang penting yang diperlukan oleh masyarakat,
seperti bahan pangan dan energi, untuk mencegah kelangkaan dan peningkatan harga
yang signifikan.

Referensi : ESPA4227 – Ekonomi Moneter (Edisi 2). Edisi 2 / 3 SKS / Modul 1-9.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2018

3. Motif utama masyarakat yang menyebabkan melonjaknya penggunaan e-


money selama pandemi adalah adanya kebutuhan untuk membatasi aktivitas di
luar rumah dan menghindari kontak fisik dengan uang tunai.
Berikut ini adalah beberapa motif utama yang melatarbelakangi melonjaknya
penggunaan e-money yaitu:
 Keamanan dan kenyamanan
Selama pandemi COVID-19, masyarakat dihadapkan pada kekhawatiran
terkait penyebaran virus melalui sentuhan fisik dengan uang tunai.
Penggunaan e-money sebagai alat pembayaran mengurangi risiko
penularan melalui kontak fisik dengan uang tunai.
Masyarakat dapat melakukan transaksi secara nontunai menggunakan
perangkat elektronik mereka sendiri, seperti smartphone atau kartu e-
money, yang memungkinkan mereka untuk menghindari pertukaran fisik
uang tunai.
 Pembatasan mobilitas
Kebijakan PPKM dan pembatasan aktivitas di luar rumah mengharuskan
masyarakat untuk mengurangi kunjungan ke tempat-tempat umum,
termasuk bank atau mesin ATM.
Dalam situasi ini, e-money menjadi alternatif yang praktis dan efisien
untuk melakukan pembayaran tanpa perlu keluar rumah.
Masyarakat dapat dengan mudah melakukan transaksi pembayaran
secara online melalui aplikasi e-wallet atau menggunakan kartu e-money
di tempat-tempat yang menerima pembayaran nontunai.
 Kemudahan dan fleksibilitas
Penggunaan e-money menawarkan kemudahan dan fleksibilitas dalam
bertransaksi. Masyarakat dapat dengan cepat melakukan pembayaran
dengan hanya menggunakan ponsel atau kartu e-money mereka.
Selain itu, e-money juga memungkinkan transaksi yang lebih cepat dan
praktis dibandingkan dengan proses penggunaan uang tunai atau kartu
kredit/debit tradisional.
Disisi lain, melonjaknya penggunaan e-money memiliki beberapa dampak antara
lain:

 Berkurangnya penggunaan uang tunai karena masyarakat cenderung


menggunakan e-money sebagai alat pembayaran yang praktis dan aman.
 Dengan menggunakan e-money, proses transaksi menjadi lebih efisien
dan mengurangi biaya yang terkait dengan penanganan uang tunai.
 Lonjakan penggunaan e-money memberikan dorongan bagi kemajuan
teknologi keuangan di Indonesia untuk pengembangan infrastruktur
pembayaran digital, peningkatan keamanan transaksi elektronik, dan
inovasi dalam aplikasi dan platform e-wallet.

Referensi : Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Model Keputusan Konsumen dan
Strategi Pemasaran. Modul 1. EKMA456702.

4. Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang meliputi pemotongan suku bunga bertujuan
untuk memitigasi risiko COVID-19 terhadap perekonomian dan mendukung
program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dampak dari kebijakan tersebut
dapat dianalisis dalam konteks pasar barang dan pasar uang.

a) Dampak pada Pasar Barang:


 Penurunan suku bunga oleh BI berpotensi mendorong konsumsi dan
investasi. Dengan suku bunga yang lebih rendah, masyarakat dan bisnis
dapat mengakses pinjaman dengan biaya yang lebih murah, yang
mungkin mendorong pengeluaran konsumen dan investasi bisnis.
 Dalam jangka panjang, peningkatan konsumsi dan investasi dapat
meningkatkan permintaan agregat dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Hal ini dapat berdampak positif pada pasar barang, dengan
peningkatan penjualan dan produksi barang dan jasa.
b) Dampak pada Pasar Uang:
 Penurunan suku bunga BI dapat berdampak pada suku bunga pasar uang
secara keseluruhan. Suku bunga yang lebih rendah dapat membuat
instrumen investasi berisiko lebih tidak menarik, sehingga investor dapat
mencari alternatif investasi yang memberikan hasil yang lebih tinggi.
 Dalam hal ini, beberapa investor dapat beralih ke instrumen pasar uang
lainnya seperti obligasi, saham, atau instrumen keuangan lainnya yang
dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan suku bunga yang
lebih rendah.
 Penurunan suku bunga juga dapat mempengaruhi nilai tukar Rupiah.
Dengan suku bunga yang lebih rendah, minat investor untuk berinvestasi
di Rupiah dapat menurun, yang berpotensi mengakibatkan tekanan pada
nilai tukar Rupiah.
Gambarkan kurva-kurva yang mungkin terjadi akibat kebijakan BI:

 Kurva Permintaan Barang:


Dalam jangka panjang, penurunan suku bunga dapat mendorong peningkatan
permintaan agregat, yang dapat digambarkan dengan pergeseran kurva
permintaan barang ke kanan.

Penurunan suku bunga terhadap tingkat harga(dari P1 ke P2) meningkatkan jumlah


barang dan jasa yang diminta (dari Y1 ke Y2).Sebaliknya kenaikan suku bunga akan
berpengaruh pada tingkat harga akan mengurangi jumlah barang dan jasa yang diminta

 Kurva Penawaran Uang:


Penurunan suku bunga BI juga dapat mempengaruhi penawaran uang di pasar,
yang dapat digambarkan dengan pergeseran kurva penawaran uang ke kanan.
 Kurva Permintaan Uang:
Pergeseran kurva penawaran uang ke kanan juga dapat mempengaruhi kurva
permintaan uang, tergantung pada faktor-faktor lain seperti pendapatan dan
preferensi risiko masyarakat.

Referensi : Prof. Dr. Rina Oktaviani, M.Si. Modul 1. Ekonomi Makro.ESPA422002


hal.1.6-1.9

Anda mungkin juga menyukai