Anda di halaman 1dari 20

GANESA BAHAN GALIAN EMAS

OLEH:
Ibnu Haris Munandar
4520046007

Jurusan Teknik
pertambanganFakultas
Teknik
Universitas Bosowa

2022
ii

Daftar Isi

Daftar Isi ........................................................................................................................ i

Daftar Gambar ............................................................................................................. iii

Daftar Tabel ................................................................................................................. iv

BAB I GENESA EMAS ............................................................................................... 1

BAB II KLASIFIKASI EMAS ..................................................................................... 9

2.1. Emas Primer ................................................................................................... 9

2.2. Emas sekunder (Alluvial) ............................................................................. 15

BAB III PEMANFAATAN EMAS ............................................................................ 23

3.1. Sebagai logam Media pertukaran moneter....................................................... 23

3.2. Perhiasan .......................................................................................................... 24

3.3. Obat-Obatan ..................................................................................................... 25

3.4. Makanan dan Minuman ................................................................................... 27

3.5. Industri ............................................................................................................. 28

3.6. Elektronik ......................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 31

ii
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emas adalah jenis logam yang mempunyai banyak nilai tambah daripada
logam- logam lain. Apalagi jika dilihat dari segi ekonomi, emas mempunyai
nilai ekonomi yang sangat tinggi dan berkualitas.Emas adalah unsur kimia
dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin: 'aurum') dan
nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek,
mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Ukuran butiran mineral-
mineral pembawa emas (misalnya emas urai atau elektrum) berkisar dari
butiran yang dapat dilihat tanpa lensa (bebnerapa nm) sampai partikel-partikel
berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron= 0,001 mm= 0,0000001
cm). ukuran butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang
rendah dalam batuan (bijih) menunjukkan butran yang halus.Emas tidak
bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di
deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas
melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius. Emas
ditemukan di deposit- deposit veins dan alluvial dan seringnya dipisahkan dari
bebatuan dan mineral- mineral lainnya dengan proses penambangan dan
panning. Sekitar dua pertiga produksi emas dunia berasal dari Afrika Selatan
dan sekitar dua pertiga produksi total Amerika Serikat datang dari negara bagian
South Dakota dan Nevada. Logam ini diambil dari bijih-bijihnya dengan
berbagai cara: cynaniding, amalgamating, dan smelting. Proses pemurnian
juga kerap dilakukan dengan cara elektrolisis. Emas terkandung pula di air laut
sekitar 0.1 sampai 2 mg/ton, tergantung dimana sampel air lautnya diambil.
Sampai sekarang, belum ditemukan bagaimana cara menambang emas dari air

3
4

laut yang dapat memberikan untung. Potensi endapan emas terdapat di hampir
setiap daerah di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau
Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Magma merupakan larutan silikat panas yang mengandung oksida, sulfida dan
zat-zat mudah menguap (volatile) yang terdiri dari air, CO2, S, Chlorin,
Fluorin dan Boron yang dikeluarkan ketika pembekuan magma terjadi. Emas
pembentukannya berhubungan dengan naiknya larutan sisa magma ke atas
permukaan yang dikenal dengan istilah larutan hidrothermal. Suatu cebakan
bijih hasil proses hidrothermal dalam pembentukkannya harus melalui tiga
proses yang meliputi proses differensiasi, migrasi dan akumulasi
(pengendapan).

1.2 Tujuan

1. Agar dapat membantu dalam memberikan pemahaman mengenai ganesa


bahan galian emas ini.
2. Agar dapat memberikan gambaran mengenai proses-proses apa saja yang
terlibat di dalam pembentukan mineral emas ini
3. Agar agar menambah wawasan terutama pada bahan galian emas .

3
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Terbentuknya Emas

Melalui differensiasi unsur-unsur magma mengalami perubahan dan


membentuk endapan mineral sulfida dan oksida magmatik yang biasanya tersebar.
Sebelum kristalisasi berakhir seluruh cairan sisa akan ditekan keluar membentuk
pegmatit, dan kemudian apabila pemadatan telah atau hampir sempurna, akan
terbentuk larutan sisa magma yang mudah bergerak (larutan hidrothermal).
Larutan ini akan membentuk endapan logam/mineral epigenetik (Suganda).

Gambar 1.2 pembentukan endapan logam epigenetik

3
6

Gambar 1.3 Proses Alterasi

Seperti pada gambar diatas Larutan hidrothermal tersebut naik ke atas


permukaan melalui zona struktur seperti patahan, sesar, rekahan maupun kontak
litologi, yang kemudian bercampur dengan air meteorik sehingga mengalami
proses pendinginan yang akan membentuk urat-urat (vein) yang bentuknya
tergantung dari rongga yang dihasilkan oleh struktur. Selama terjadi proses ini
batuan yang diterobos akan mengalami ubahan (alterasi) yang diikuti oleh
perubahan sifat fisik dan komposisi kimia. Perubahan meliputi: perubahan
warna, porositas dan tekstur. Zona alterasi sendiri terdiri dari :

1. Zona silisifikasi
Zona ini biasanya sangat keras, banyak mengandung kuarsa
berukuran kriptokristalin, berwarna putih agak bening, mineral
pengikutnya saponit, khlorit, anhidrit, gypsum dan andalusit.

2. Zona argilik

Dicirikan oleh kehadiran mineral lempung (kaolinit), pirit (FeS2),

30
7

kalkopirit, kuarsa selalu hadir dan biasanya terbentuk di dekat


vein. Warnanya putih- kuning muda kecoklatan, permeabilitas
cukup besar, jika dipegang agak lunak.
3. Zona potasik

Terbentuk karena adanya penambahan unsur Fe dan Mg yang


diikuti oleh adanya sulfida dengan kadar rendah.
4. Zona propilit

Zona terluar dari sistem hidrothermal, warnanya hijau dan cukup


keras, dengan mineral pengikutnya klorit, epidot, kalsit, pirit,
sedangkan mineral bijih yang sering terkandung adalah galena,
sphalerit sinabar.
Endapan emas epithermal merupakan endapan hidrothermal yang terbentuk pada
temperatur rendah (500–300°C) pada kedalaman antara 0-1000m (Hedenquist,
1985).Ditinjau dari macam batuan yang ditempatinya (host rock), dibagi menjadi :

1. Batuan vulkanik

2. Batuan sedimen
Daerah pengendapan yang luas nilainya tidak terlalu ekonomis, endapan
ekonomis emas hanya dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme yang
menyebabkan peningkatan pengendapan dan pengkonsentrasian dalam suatu
wilayah yang terbatasmengingat kandungan emas yang sangat kecil. Ada beberapa
tahapan yangmemungkinkan hal ini dapat terjadi :

 Pendinginan

 Interaksi air dengan batuan samping

 Pencampuran fluida

 Pendidihan fluida

30
8

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di


permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan
larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan
endapanletakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu:
 Endapan primer

 Endapan placer
Emas urai merupakan mineral emas yang amat biasa editemukan di alam.
Mineral emas yang menempati urutan kedua dalam keberadaannya di alam
adalah electrum. Mineral mineral pembawa emas lainnya sangat jarang dan
langka. Mineral-mineralemas dapat dilihat pada table dibawah ini.
Table 1.1. Mineral pengikut emas

Emas urai pada dasarnya adalah logam emas walaupun biasanya


mengandung perak yang bervariasi sampai sebesar 18% dan kadang-kadang
mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh karena itu warna emas urai
bervariasi dari kuning emas, kuning muda sampai keperak-perakan sampai
berwarna merah orange. Berat jenis emas urai bervariasi dari 19,3 (emas murni)
sampai 15,6 bergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6 maka
kandungan peraknya sebesr 9% dan bila beat jenisnya 16,9 kandungan peraknya
13,2 %. Sementara itu, elektrum adalah variasi emas yang mengandung perak
diatas 18%. Dengan kandungan perak yang lebih tinggi lagi maka warna

30
9

elektrum bevariasi dari kuning pucat sampai warna perak kekuningan.


Selanjutnya berat jenis elektrum bervariasi sekitar 15,5-12,5. Bila kandungan
emas dan perak berbanding 1:1 berarti kandungan peraknya sebesar 36%, dan bila
perbandingannya 21/2:1 berarti kandungan peraknya 18%. Emas berasosiasi
dengan kebanyakan mineral yang biasa membentuk batuan. Bila ada sulfida,
yaitu mineral yang mengandung sulfur/belerang (S), emas biasanya berasosiasi
dengan sulfida. Pirit merupakan mineral induk yang paling biasa untuk em,as.
Emas ditemukan dalam pirit sebagai emas urai dan elektrum dalam berbagai
bentuk dan ukuran yang bergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik
lainnya. Selain itu emas juga ditemukan dalam arsenopirit dan kalkopirit.
Mineral sulfida lainnya (lihat tabel 1.2) berpotensi juga menjadi mineral induk
bagi emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalm batuan, maka emas berasosiasi
dengan oksida besi (magnetit dan oksida besi sekunder), silikat dan karbonat,
material berkarbon sertapasir dan krikil (endapan plaser)

2.2 Pembentukan Emas Primer


Table 1.2 Mineral-Mineral Sulfida

Pembentukan emas primer melibatkan kontak dari magma dan batuan asal

30
8
10

proses ini disebut metasomatis kontak Penambahan unsur dari magma sebagian
berupa logam, silika, boron, klorin, florin, kalium, magnesium dan natrium.
Mineral logam (ore mineral) yang terbentuk dalam kontak metasomatisme hampir
semua berasal dari magma, demikian pula kandungan-kandungan yang asing pada
batuan yang diterobos, melalui proses penambahan unsur. Jenis magma yang
menerobos batuan yang akhirnya akan menghasilkan endapan bahan galian kontak
metasomatisme, pada umumnya terbatas pada magma silika dengan komposisi
menengah (intermediate) seperti: kuarsa monzonit, granodiorit dan kuarsa diorit.
Sedang magma yang kaya akan silika seperti granit, jarang menghasilkan endapan
galian, demikian juga magma ultra basa, pada magma yang basa, kadang-kadang
dapat membentuk endapan bahan galian kontak metasomatik. Hampir semua
endapan bahan galian kontak metasomatisme berasosiasi dengan tubuh batuan
beku intrusif yang berupa stock, batholit, dan tidak pernah berasosiasi dengan dike
atau sill yang berukuran kecil. Untuk lacolith dan sill yang besar meskipun jarang,
tetapi kadang-kadang dapat menghasilkan endapan bahan galian kontak
metasomatik. Melihat tekstur endapan bahan galian metasomatisme ini selalu
berhubungan dengan batuan beku intrusif dengan tekstur granular, yang
menunjukkan bahwa pendinginan magma waktu itu sangat lambat dengan
kedalaman yang cukup besar. Sebaliknya pada batuan intrusif yang bertekstur
gelas maupun afanitik, hampir tidak pernah dijumpai adanya endapan bahan galian
kontak metasomatik. Hal ini membuktikan bahwa endapan kontak metasomatik
selalu hanya berhubungan dengan magma dalam saja. Kedalaman pembekuan
magma yang akan menghasilkan batuan beku intrusif dengan tekstur granular
diperkirakan + 1.500 m. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
penerobosan magma dengan komposisi menengah pada kedalaman sekitar 1.500
m.

30
11

2.3 Pembentukan emas sekunder Alluvial

Batuan country rock yang terterobos oleh magma yang paling besar
kemungkinannya untuk dapat menimbulkan deposit kontak metasomatik adalah
batuan karbonat. Batugamping murni ataupun dolomit dengan segera akan
mengalami rekristalisasi dan rekombinasi dengan unsur yang diintrodusir dari
magma. Pada batugamping yang tidak murni, efek kontak metasomatik yang
terjadi lebih kuat, karena unsur- unsur pengotor seperti silika, alumina dan besi
adalah bahan-bahan yang dapat dengan mudah membentuk kombinasi-kombinasi
baru dengan kalsium oksida. Seluruh massa batuan di sekitar kontak dapat berubah
menjadi garnet, silika dan mineral-mineral bijih. Batuan yang agak sedikit
terpengaruh oleh intrusi magma adalah batupasir. Kalau mengalami rekristalisasi
batupasir akan menjadi kuarsit yang kadang-kadang mengandung mineral-mineral
kontak metasomatisme tersebar setempat-setempat. Sedang batulempung akan
mengalami pengerasan dan dapat berubah menjadi hornfels, yang umumnya
mengandung mineral andalusit, silimanit dan straurolit. Tingkat perubahan yang
terjadi pada batuan sedimen klastis halus tersebut, tergantung pada tingkat
kemurniannya. Paling baik kalau batulempung tersebut bersifat karbonatan, tetapi
secara umum batuan sedimen argilaceous (berbutir halus) jarang yang
mengandung mineral bahan galian. Apabila batuan beku ataupun metamorf
mengalami terobosan magma, hampir tidak akan mengalami perubahan yang
berarti, kecuali kalau antara magma yang menerobos dengan batuan beku yang
diterobos mempunyai komposisi yang sangat berbeda. Misal magma granodiorit
menerobos gabro, maka kemungkinan besar akan ada perubahan- perubahan besar
pada gabronya. Secara umum dapat dikata-kan bahwa batuan yang paling peka
terhadap kontak metasomatisme dan paling cocok untuk terjadinya pembentukan
endapan bahan galian bijih, adalah batuan sedimen, terutama yang bersifat
karbonatan dan tidak murni. Bentuk posisi ataupun penyebaran dari bahan galian
yang terjadi pada proses metasomatisme banyak tergantung pada struktur batuan

30
12

yang diterobos. Akan tetapi umumnya berbentuk ireguler dan terpisah-pisah.


Bentuk ireguler tersebut lebih sering terjadi pada batugamping yang tebal, sedang
pada batugamping berlapis-lapis ataupun terkekarkan, maka endapan bijih
tersebutdapat berbentuk menjari atau melidah. Volume deposit kontak
metasomatisme pada umumnya kecil antara puluhan sampai beberapa ratus ribu
Gambar 2.2.Emas Aluvial
ton saja, dan jarang yang sampai jutaan ton berat.

Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas
primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas
primer. Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya emas.
Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali
pada rongga- rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya,
membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar (Gambar
2.2).

Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder


cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya
(Boyle, 1979). Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap
hasil disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan cebakan emas letakan/aluvial.
Emas letakan dapat berada pada tanah residu dari cebakan emas primer, sebagai
endapan koluvial, kipas aluvial, dan umumnya terdapat pada endapan fluviatil.
Cebakan emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai di Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi dan Papua. Emas aluvial dengan sumber daya kecil dijumpai juga di P.
Jawa, yaitu di Banyumas, Jawa Tengah. Cebakan emas aluvial di Indonesia
umumnya pernah diusahakan, sehingga potensi pada saat ini merupakan sumber
daya tersisa dari aktifitas penambangan pada masa lalu. Eksplorasi emas aluvial
secara besarbesaran pernah dilakukan pada tahun 1980-an sampai dengan awal
tahun 1990-an, terutama di Kalimantan dan Sumatera, oleh pelaku usaha
pertambangan yang sebagian besar bersekala kecil sampai menengah. Eksplorasi
dilakukan pada daerah yang umumnya telah diketahui sebelumnya sebagai sumber

30
13

keterdapatan emas, yaitu telah ditambang baik oleh pendatang dari Cina atau
Belanda, maupun penduduk setempat. Daerah target eksplorasi dengan kondisi
geologi berupa endapan gravel Resen – Kuarter dari endapan sungai aktif, endapan
sungai purba yang telah tertimbun, serta paleodrainages (Van Leeuwen 1994).
Sumber daya dan cadangan emas pada beberapa daerah prospek telah ditambang
oleh pemilik usaha pertambangan, akan tetapi secara keseluruhan hanya
berlangsung beberapa tahun dan berakhir dengan masih menyisakan sebagian
besar sumber dayanya. Beberapa factor penyebab terutama adalah estimasi
cadangan terlalu spekulatif, peralatan tidak sesuai, dan pembengkakan beaya
operasional, sehingga Emas aluvial dapat membentuk sumber daya yang besar,
apabila permukaan tubuh bijih yang tererosi merupakan sumber dispersi luas.
Tubuh bijih yang berpotensi menghasilkan cebakan emas letakan/aluvial ekonomis
harus mempunyai dimensi sebaran besar dan luas. Cebakan emas aluvial dapat
berupa hasil dispersi dari cebakan bijih emas primer atau hasil pengendapan ulang
dari cebakan emas aluvial yang lebih tua. Sebaran cebakan emas aluvial pada
umumnya menempati cekungan Kuarter, berupa lembah sungai yang membentuk
morfologi dataran atau undak. Cebakan terdiri dari bahan bersifat lepas, atau
belum terkonsolidasi secara sempurna, berukuran pasir – kerakal, dapat
berselingan dengan lapisan lempung dan atau lanau. Lapisan pembawa emas,
berbentuk lapisan tunggal atau perulangan, kemiringan relatif datar, ketebalan
hingga beberapa meter dengan kedalaman relatif dangkal. Kelimpahan kandungan
emas ke arah vertikal dan lateral sangat heterogen (erratic). Bentuk butiran emas
umumnya cenderung pipih

Endapan pembawa emas aluvial disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah
buruk sampai baik. Fragmen berukuran kerikil sampai kerakal, kadang disertai
berangkal sampai bongkah, umumnya berbentuk membulat. Matriks berukuran
pasir terdiri dari mineral berat dan mineral ringan. Jenis mineral berat tergantung
pada jenis batuan induk serta tipe mineralisasi dari endapan emas primernya,

30
14

umumnya berupa magnetit dan ilmenit, dan dapat disertai monasit, pirit,
arsenopirit, kasiterit, wolframit, shilit, sinabar, bismuth, galena, platinoid,
turmalin, garnet, kromit, rutil, barit, korundum, zirkon dan limonit. Jenis mineral
ringan umumnya feldspar dan kuarsa. Fragmen dan matriks penyusun cebakan
emas aluvial dapat berpotensi menjadi produk sampingan dari tambang emas
aluvial yang dapat bernilai ekonomis. Pada tahap pengolahan mineral berat sebagai
bagian dari penyusun matriks dapat ikut terpisahkan/ termurnikan sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonominya. Cebakan emas aluvial dengan sebaran berada
pada permukaan atau dekat permukaan mudah dikenali, umumnya merupakan
daerah prospek emas aluvial yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Cebakan
emas alluvial mempunyai karakteristik yang memungkinkan untuk ditambang dan
diolah dengan menggunakan peralatan sederhana berkapasitas kecil, sehingga
sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha pertambangan rakyat.
Daerah prospek emas aluvial di Indonesia umumnya pernah diusahakan baik
oleh pelaku usaha pertambangan maupun penduduk setempat. Sumber daya yang
ditemukan umumnya kurang dari 10 ton logam emas. Kegiatan usaha
pertambangan emas alluvial yang marak dilakukan pada tahun 1980-an sampai
dengan tahun 1990-an seluruhnya telah berakhir. Pengakhiran kegiatan
pertambangannbukan saja terjadi pada tahap produksi, tetapi juga tahap eksplorasi,
sehingga menyisakan sumber daya yang belum dimanfaatkan. Bekas tambang
emas aluvial umumnya menghasilkan tailing yang masih berpotensi untuk
diusahakan. Tailing tambang emas alluvial dapat diolah kembali untuk
menghasilkan emas maupun komoditas yang berasal dari bahan/ mineral
ikutannya. Kegiatan penambangan emas alluvial yang dilakukan oleh masyarakat
umumnya tidak diikuti dengan pelaksanaan reklamasi lahan, sehingga tailing
dengan penyusun utama pasir dan gravel dibiarkan berada pada permukaan tanpa
upaya untuk menutup kembali. Kondisi tersebut dapat lebih memudahkan dalam
upaya pemanfaatan kembali tailing, dimana dalam pengolahan tanpa harus
didahului dengan proses pengupasan. Potensi emas aluvial yang umumnya kecil,

30
15

dapat dengan mudah diolah melalui pemisahan logam emas dengan peralatan
sederhana, layak untuk pengembangan usaha pertambangan sekala kecil atau
pertambangan rakyat. Agar tingkat kerusakan lingkungan dapat ditekan seminimal
mungkin sehingga percepatan perubahan lingkungan sejalan dengan pemulihan
secara alami, maka pengembangan wilayah prospek emas alluvial untuk
pertambangan sekala kecil atau pertambangan rakyat, perlu disertai pengaturan
terhadap jenis, kapasitas, dan jumlah peralatan yang digunakan, serta jumlah
penambang atau kelompok penambang. Proses pemurnian untuk menghasilkan
komoditas yang berasal dari mineral ikutannya dapat dilakukan dengan konsep
custom plant. Pemurnian dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang menjual jasa
proses pemurnian atau dapat membeli bahan untuk dimurnikan yang berasal dari
hasil pengolahan oleh tambang sekala kecil atau tambang rakyat. Meskipun
penggunaan merkuri (amalgamasi) untuk menangkap emas dapat lebih
meningkatkan perolehan pada proses pengolahan, namun mengingat potensi
merkuri
Table 2.1 Batuan asal endapan alluvial dan mineral/bahan ikutan (modifikasi dari
Macdonald 1983)

30
16

Fragmen silika, dan bahan lain dengan bentuk membulat, berpeluang juga
menjadi bernilai ekonomis, yang bisa digunakan untuk ornamen. Fragmen
silika sebagai batu mulia biasa digunakan untuk pembuatan batu cincin
(Gambar 8.c). Cebakan emas letakan/ aluvial dapat dijumpai berupa tanah
lapukan dari cebakan bijih emas primer (eluvial), endapan koluvial, endapan
fluviatil dan endapan pantai. Cebakan emas pada tanah lapukan dari cebakan
emas primer mempunyai sumber daya kecil, umumnya berasal dari batuan
resisten yang cenderung membentuk morfologi terjal, sehingga tanah
penutup cenderung tipis dan mudah tererosi. Sebagai contoh, cebakan jenis
ini dapat dijumpai di puncak Gunung Pani dan sekitarnya, dimana sebagian
telah ditambang oleh masyarakat dengan cara tambang semprot, (Gambar 5a)

Gambar 7. Tipe cebakan : (a) emas pada tanah lapukan dari cebakan emas primer
ditambang dengan cara semprot, G. Pani, Gorontalo; (b) cebakan emas koluvial, G. Pani,
Gorontalo; (c) cebakan emas pada alur sungai stadia muda, dan pemasangan Sluice box

30
17

untuk perangkap emas yang terbawa aliran sungai, G. Pani, Gorontalo; (d) cebakan emas
berupa konglomerat alas ditambang dengan caraditerowong, Topo, Nabire, Papua

Cebakan emas koluvial mempunyai pemilahan buruk, fragmen penyusun


berukuran bervariasi hingga dapat mencapai ukuran bongkah. Penyebaran pada
daerah sempit di sekitar tekuk lereng perbukitan (Gambar 5.b). Pada alur sungai
stadia muda, cebakan emas aluvial dapat dijumpai berupa sebaran sempit pada
sepanjang badan sungai, dengan fragmen penyusun umumnya berukuran kasar,
sebagian besar mengandung bongkah. Pada endapan fluviatil stadia dewasa
sampai tua dapat dijumpai cebakan emas dengan sebaran luas. Ketebalan
alluvial mengandung emas dapat mencapai beberapa meter, lebar beberapa
ratus meter dan panjang beberapa kilometer. Selain umumnya terdapat pada
endapan berumur Resen - Kuarter, cebakan emas letakan dapat dijumpai juga
pada batuan lebih tua berupa konglomerat, seperti contoh konglomerat alas
mengandung emas yang dijumpai di daerah Topo, Nabire, Papua.

Cebakan emas aluvial yang umum ditemukan di Indonesia adalah dalam bentuk
endapan kipas aluvial, endapan gravel bars, endapan channel, endapan dataran
banjir, dan endapan pantai. Berdasarkan hasil eksplorasi pada beberapa
daerah prospek, sumber daya yang terbentuk pada setiap daerah prospek
menunjukkan kuantitas kurang dari 10 ton emas.

30
18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Emas merupakan mineral yang berharga di bumi ini emas yang memiliki unsur (Au)
merupakan mineral yang terbentuk oleh adanya aktivitas gunung berapi yang berasosiasi
dengan tektonisme.Emas merupakan mineral yang dapat ditemukan di batuan beku yang
biasanya terdpat kekar di dalamnya.Pembentukan emas sendiri berkaitan dengan naiknya
permukaan melalui rekahan pada batuan ,kemudian terjadi proses pengendapan
(Sukandarrumidi.,2009)
Dalam pengendapanya ,Endpaan emas terbagi atas dua ,yaitu endapan emas primer
dan endapan emas sekunder.Endapan emas primer berbentuk butiran emas dalam
bebatuan.Endapan ini umumnya ditemukan di dalam batuan beku kuarsa atau berupa mineral
yang terbentuk akibat adanya proses magamatisme.Namun ada juga pengendapan primer
yang terbentuk dari proses metasomatisme serta adanya aktivitas hidrotermal dari dasar
bumi.Hasil dari endapan primer inilah yang biasa disebut sebagai emas logam.Endpaan
Plaser atau lebih dikenal dengan cebakan sekunder merupakan endapan emas yang terdapat
diantara pelapukan bebatuan yang mengandung emas ,akibat adanya oksidasi serta pengaruh
sirkulasi air dalam endapan primer.Umumnya ,hasil dari endapan plaser berupa emas alluvial
yang berbentuk bijih berukuran sedikit lebih besar dari emas logam umumnya dan bertekstur
kasar.

3.2 Saran
Dalam pemanfaatan emas ini khususnya dalam hal eksplorasi,Endapan emas yang
ditambang oleh pertambangan Indonesia adalah emas cebakan sekuunder,yang mana
memang dalam segi kecepaatan,penambangan di area ini dapat lebih cepat dilakukan,hal itu
dikarenakan tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukan proses eksplorasi dan juga
eksploitasinya.Sedangakan apabila pertambangan itu dilakukan dengan eksplorasi
menemukan sources rock nya atau batuan induknya,maka akan semakin besar jumlah galian
emasnya bila dibandingkan dengan di area alluvial.

30
19

DAFTAR PUSTAKA

Joko, Subtanto. 2006. SUMBER DAYA EMAS PRIMER SEKALA KECIL


UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT
DENGAN KONSEP CUSTOM MILL. Bandung : Pusat Sumber Daya Geologi

Sumardi,Eddy. 2009. TINJAUAN EMAS EPITERMAL PADA LlNGKUNGAN


VOLKANIK. Bandung : Pusat Sumber Daya Geologi

Fadlin. 2008. KARAKTERISTIK ENDAPAN EMAS OROGENIK SEBAGAI


SUMBER EMAS PLACER DI DAERAH WUMBUBANGKA, BOMBANA,
SULAWESI TENGGARA. Yogyakarta : Jurusan Teknik Geologi FT-UGM.

Joko, Subtanto. 2006. TINJAUAN TENTANG CEBAKAN EMAS ALUVIAL DI


INDONESIA DAN POTENSI PENGEMBANGAN. Bandung : Pusat Sumber
Daya Geologi.

Zulkifli Danny. 2006. Karakteristik mineralisasi epitermal di Daerah Taran, Hulu


Kahayan, Kalimantan Tengah berdasarkan studi mikroskopis, X-Ray Diffraction
(XRD), dan inklusi fluida. Bandung : Pusat Sumber Daya Geologi.

Ishlah Teuku. 2012. TINJAUAN KETERDAPATAN EMAS PADA


KOMPLEKS OFIOLIT DI INDONESIA. Bandung : Pusat Sumber DayaGeologi.

30
20

Djamaluddin.H. 2012. POTENSI DAN PROSPEK PENINGKATAN NILAI


TAMBAH MINERAL LOGAM DI INDONESIA(SUATU KAJIAN TERHADAP
UPAYA KONSERVASI MINERAL). Makassar : Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Suardana. 2012. DENTIFIKASI ZONA ALTERASI BATUAN DALAM


MENENTUKAN INDIKASI MINERAL SULFIDA EMAS (STUDI KASUS
DAERAH WUNGKOLO, KECAMATAN WAWONII, KABUPATEN
KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA). Makassar :
Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam.

30

Anda mungkin juga menyukai